BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat penebangan hutan, perubahan penggunaan lahan dan lain lain. Kelongsoran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat penebangan hutan, perubahan penggunaan lahan dan lain lain. Kelongsoran"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Longsor merupakan kejadian alam yang umum terjadi di Indonesia ketika memasuki musim penghujan. Faktor longsor tersebut bukan dikarenakan cuaca saja tetapi juga karena faktor ulah manusia seperti penggalian, hilangnya vegetasi akibat penebangan hutan, perubahan penggunaan lahan dan lain lain. Kelongsoran ini dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak, dan dengan maupun tanpa dorongan yang terlihat secara nyata.untuk mengatasi kelongsoran inilah maka dibuat dinding penahan tanah yang berupa turap. Turap sendiri biasanya digunakan untuk struktur struktur tepi laut dan juga di pakai untuk melindungi pengikisan pantai, membantu menstabilkan lereng dan tanah dan galian lainnya. Karena struktur ini digunakan sebagai dinding penahan, maka dinding penahan ini harus direncanakan sebaik mungkin. Selain itu, dinding turap juga tidak cocok digunakan pada tanah yang mengandung banyak batuan karena menyulitkan perancangan. Untuk merencanakan dan menganalisis struktur tersebut maka digunakanlah sebuah metode finite element yaitu PLAXIS. Sebelum melangkah jauh ke dalam metode ini, maka kita harus mempelajari tentang stabilitas lereng, turap, jenis jenis turap serta metoda yang di pakai untuk menganalisa tanah. II-1

2 2.2 Teori Kelongsoran Kelongsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula sehingga terpisah dari massa yang mantap karena pengaruh gravitasi dan rembesan ( seapage ) Penyebab Gerakan Tanah dan Longsoran Penyebab gerakan tanah dan longsoran terdiri dari suatu seri kejadian yang dapat berasal dari alam maupun manusia. Dalam banyak kasus, penyebab tersebut sering tidak dapat dihindarkan. Penyebab paling umum adalah unsur geologi, topografi, dan iklim. Jarang sekali penyebab gerakan ini bersifat tunggal, tetapi pada umumnya kombinasi dari beberapa faktor. Penyebab gerakan tanah dan longsoran ini harus lebih dahulu dimengerti sebelum suatu tindakan pencegahan atau tindakan remedial dilakukan. Longsoran umumnya terjadi jika tanah sudah tidak mampu lagi menahan berat lapisan tanah di atasnya karena ada penambahan beban pada permukaan lereng sehingga daya ikat antara butiran tanah menjadi berkurang dan mengakibatkan menurunnya kuat geser tanah dan peningkatan tegangan geser tanah. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lain yang mempengaruhinya yaitu : Curah hujan Air hujan yang masuk ke dalam tanah periode yang relatif lama, membuat tanah menjadi jenuh (saturated) dan mengakibatkan longsor. Erosi II-2

3 Air dan angin yang secara terus menerus mengikis lereng menyebabkan perubahan geometri lereng, sehingga akhirnya tanah tersebut longsor. Gempa Gempa menimbulkan gaya dinamik khususnya gaya tegangan geser yang akan mengurangi kekuatan dan kekakuan lapisan tanah. Beban luar Beban luar yang berlebihan pada lereng mendorong lereng untuk mengalami pergerakan dan mengakibatkan longsoran. Penurunan muka air secara tiba tiba Sebagai contoh dari penurunan muka air secara tiba tiba adalah penurunan muka air tanah di sisi depan waduk yang menyebabkan tekanan air tanah dibelakang waduk akan meningkat karena tekanan air pori tidak terdisipasi, sehingga mengakibatkan terjadi kenaikan tegangan lateral dibelakang waduk yang pada akhirnya menjadi gaya pendorong kelongsoran pada tubuh waduk. Aktivitas konstruksi Kegiatan konstruksi di sekitar kaki lereng sering menyebabkan terjadinya longsoran karena hilangnya perlawanan gaya kesamping. Aktifitas konstruksi dibagi menjadi 2 macam, yaitu: 1. Galian lereng, ketika galian terjadi tegangan total akan menghilang dan menghasilkan tekanan pori-pori air negatif dalam tanah. Seiring dengan waktu, tekanan pori-pori negatif akan menghilang karena berkurangnya tekanan efektif dan juga sebagai akibat dari II-3

4 menurunnya gaya geser dalam tanah. Pada saat gaya geser tanah menurun, kelongsoran rentan terjadi. 2. Timbunan lereng, biasanya berupa konstruksi tanggul. Tanah yang berada diatas timbunan selanjutnya disebut sebagai pondasi tanah. Jika pondasi tanah tersebut jenuh, maka tekanan pori-pori air positif akan diturunkan dari berat timbunan dan proses pemadatan. Tekanan efektif berkurang sebagai akibat berkurangnya gaya geser. Seiring dengan waktu, tekanan pori-pori positif akan menghilang dan tekanan efektif akan meningkat seiring dengan meningkatnya gaya geser dalam tanah. Kegagalan konstruksi biasanya terjadi selama ataupun sesudah konstruksi. 2.3 Stabilitas Lereng (Slope Stability) Analisa Kestabilan Lereng ditujukan untuk mendapatkan angka faktor keamanan dari suatu bentuk lereng tertentu. Dengan diketahuinya faktor keamanan memudahkan pekerjaan pembentukan atau perkuatan lereng untuk memastikan apakah lereng yang telah dibentuk mempunyai risiko longsor atau cukup stabil. Dalam praktek, analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium). Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang lonsor yang potensial. Dalam analisi stabilitas lereng, berlaku asumsi-asumsi sebagai berikut : a) Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat di anggap sebagai masalah bidang 2 dimensi. II-4

5 b) Massa tanah yang longsor di anggap berupa benda yang pasif. c) Tahanan geser dari massa tanah yang setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis d) Faktor aman didefinisikan dengan meperhatikan tegangan geser rata rata sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik titik tertentu pada bidang longsornya, padahal factor aman hasil hitungan lebih besar 1. Faktor aman didefnisikan sebagai nilai bidang antara gaya yang menahan dan gaya menggerakan, atau F (2.1) d Dimana : = tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah d = tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor F = faktor yang aman Menurut teori Mohr Columnb, tahanan terhadap tegangan geser () yang dapat dikerahkan oleh tanah, disepanjang bidang longsornya, dapat dinyatakan oleh : = C + tg (2.2) Dimana : C = kohesi II-5

6 = tegangan normal = sudut gesek dalam tanah Nilai nilai C dan adalah parameter kuat geser tanah di sepanjang bidang longsornya. Dengan sara yang sama, dapat dituliskan persamaan tegangan geser yang terjadi ( d ) akibat beban tanah dan beban beban lain pada bidangnya: d = C d + tan d (2.3) Dengan C d dan d adalah kohesi dan sudut gesek dalam yang terjadi atau yang dibutuhkan untuk keseimbangan pada bidang longsornya. Substitusi Persamaan (2.2) dan (2.3) ke persamaan (2.1) diperoleh persamaan faktor aman, (2.4) Persamaan (4) dapat pula dituliskan dalam bentuk : (2.5) Untuk maksud memberikan faktor aman terhadap masing masing komponen kuat geser, faktor dapat dinyatakan oleh : C F (2.6a) Cd (2.6b) II-6

7 Dengan Fc adalah faktor aman pada komponen kohesi dan F adalah faktor aman pada komponen gesekan. Berikut ini adalah kisaran faktor keamanan gerak tanah, batasan faktor keamanan yang ditemukan oleh Ward (1976) adalah: F < 1,2 : Kerentanan tinggi, gerakan tanah sering terjadi 1,2 < F < 1,7 : Kerentanan menengah, gerakan tanah dapat terjadi 1,7 < F < 2,0 : Kerentanan rendah gerakan tanah jarang terjadi Umumnya faktor aman terhadap kuat geser tanah diambil lebih besar atau sama dengan 1,2. Sedangkan batasan-batasan faktor keamanan menurut Lazarte (2003) dapat di lihat di tabel 2.1 Tabel 2.1 Faktor keamanan minimum Minimum Factor of Safety Resisting Component Symbol Static Load Seismic Load Global Stability (Long-term condition) FS G 1,5 1,1 Global Stability (1 st Excavation Lift) FS G 1,2 NA Bearing Capacity (1) FS H 3 2,3 Sliding Capacity (1) FS SL 1,5 1,1 Pullout Resistance FS P 2 1,5 Nail Bar Tensile Strength FS T 1,8 1,35 Facing Flexure FS FF 1,5 1,1 Facing Puncing Shear Failure FS FP 1,5 1,1 Headed-stud Tensile Failure (A307 Bolt) FS HT 2 1,5 Sumber : (Lazarte, 2003) Metoda Irisan (Metodh of Slice) Dengan metode irisan, massa tanah yang longsor dipecah pecah menjadi beberapa irisan vertical. Kemudian, keseimbangan dari tiap tiap irisan diperhatikan. Gambar 2.1b memperlihatkan satu irisan dengan gaya gaya yang bekerja padanya. Gaya gaya ini terdiri dari gaya geser ( X r dan X 1 ) dan gaya normal efektif ( E r dan E 1 ) di sepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya II-7

8 geser efektif ( T i ) dan resultan gaya normal efektif ( N i ) yang bekerja di sepanjang dasar irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori U 1 dan U r bekerja di kedua sisinya, dan tekanan air pori U i bekerja pada dasarnya. Dianggap tekana air pori sudah diketahui sebelumnya. Gambar 2.1 Gaya - gaya yang berkerja pada irisan Metoda Fillinius Analisis stabilitas lereng cara Fillinius ( 1927 ) mengganggap gaya gaya yang bekerja pada sisi kanan kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah tegak lurus bidang longsornya. Dengan anggapan ini, keseimbangan arah vertical dari gaya gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori adalah : Ni + Ui = Wi cos i Atau Ni = Wi cos i Ui = Wi cos i uiai (2.7) II-8

9 Faktor aman didefinisikan sebagai, F = F M M r d Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin, maka M in d R Wi sin i (2.8) i1 Dimana : R = jari jari lingkaran bidang longsor n Wi = jumlah irisan = berat massa tanah irisan ke i i = sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.6a Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah yang akan longsor, in adalah : Mr R ( Cai Ni tan ) i1 (2.9) Karena itu, persamaan untuk faktor amannya menjadi, F in i1 ( Cai Ni tan ) in i1 Wi sini (2.10) Gambar 2.2 Gaya Bidang Longsor Pada Tiap Pias Bidang Longsor II-9

10 Bila terdapat air pada lerengnya, tekana air pori pada bidang longsor tidak berpengaruh pada M d, karena resultan gaya akibat tekanan air pori lewat titik pusat lingkaran. Substitusi persamaan (2.7) ke persamaan (2.8), diperoleh : (2.11) Dimana : F = faktor aman C α i W i u i = kohesi tanah = sudut gesek dalam tanah = panjang bagian lingkaran pada irisan ke i = berat irisan tanah ke i = tekanan air pori pada irisan ke i i = sudut yang didefinisikan dalam Gambar 2.1 Jika terdapat gaya-gaya selain berat lereng sendiri, seperti beban bangunan di atas lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai Md. Metode Fellinius memberikan faktor aman yang lebih rendah dari cara hitungan yang lebih teliti. Batas batas nilai kesalahan dapat mencapai kira-kira 5%-40% tergantung dari faktor aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besar tekanan air pori, walaupun analisis ditinjau dalam tinjauan tegangan total, kesalahan masih merupakan fungsi dari faktor aman dan sudut pusat dari lingkarannya (Whitman dan Baily,1967). Cara ini telah banyak digunakan prakteknya karena cara hitungan yang sederhana dan kesalahan yang terjadi pada sisi yang aman. II-10

11 2.3.3 Metode Bishop Disederhanakan (Simplified Bishop method) Metode irisan yang disederhanakan diberikan oleh Bishop ( 1955 ). Metode ini menganggap bahwa gaya gaya yang bekerja pada sisi sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal. Persamaan kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif yang dapat dikerahkan tanah, hingga tercapainya kondisi keseimbangan batas dengan mamperhatikan faktor aman, adalah : (2.12) Dimana : σ = tegangan normal total pada bidang longsor u = tekanan air pori Untuk irisan ke i, nilai Ti = τ α i, yaitu nilai gaya geser yang berkembang pada bidang longsor untuk keseimbangan batas. Karena itu : (2.13) Kondisi keseimbangan momen terhadap pusat rotasi O antara berat massa tanah yang akan longsor dengan gaya geser total pada dasar bidang longsornya dapat dinyatakan oleh (Gambar 2.6) W xi i TiR (2.14) Dimana : x i = jarak Wi ke pusat rotasi O Dari persamaan (2.12) dan (2.14), dapat diperoleh : (2.15) II-11

12 Dari kondisi keseimbangan vertikal, jika X 1 =X i dan X r = X i+1 : N i cos i + T i sin i = W i + X i X i+1 Ni Wi Xi X cos i 1 i Ti sin i (2.16) Dengan N i = N i u i α i, substitusi Persamaan (2.13) ke Persamaan (2.16), dapat diperoleh persamaan : (2.17) Substitusi Persaman (2.17) ke Persamaan (2.15), diperoleh : (2.18) Untuk penyederhanaan dianggap X i X i+1 = 0 dan dengan mengambil x i = R sin i (2.19) b i = a i cos i (2.20) substitusi Persamaan (2.19) dan (2.20) ke Persamaan (2.18), diperoleh persamaan faktor aman : (2.21) Dimana : F = faktor aman II-12

13 C = kohesi tanah efektif = sudut gesek dalam tanah efektif bi = lebar irisan ke i Wi = berat tanah irisan tanah ke i i = sudut yang didefinisikan dalam gambar 2.6 ui = tekanan air pori pada irisan ke i nilai banding tekanan pori ( pore pressure ratio ) didefinisikan sebagai : r u = ub u (2.22) W h dimana : r u = nilai banding tekanan pori u = tekan air pori b = lebar irisan γ = berat volume tanah h = tinggi irisan rata rata dari Persamaan (2.22), bentuk lain dari persaman faktor aman untuk analisis stabilitas lereng cara Bishop, adalah : (2.23) II-13

14 Persamaan faktor aman Bishop ini lebih sulit pemakainya dibandingkan dengan metode Fillinius. Lagi pula membutuhkan cara coba coba ( trial and error ),karena nilai faktor aman F nampak di kedua sisi persamaannya. Akan tetapi, cara ini telah terbukti memberikan nilai faktor aman yang mendekati nilai faktor aman dari hitungan yang dilakukan dengan cara lain yang lebih teliti. Untuk mempermudah hitungan, Gambar 2.8 dapat digunakan untuk menentukan nilai fungsi Mi, dengan Mi = cos i ( 1 + tan i tan / F ) (2.24) Lokasi lingkaran longsor kritis dari metode bishop ( 1955 ), biasanya mendekati dengan hasil pengamatan di lapangan. Karena itu, walaupun metode Fillinius lebih mudah, metode Bishop ( 1955 ) lebih disukai karena menghasilkan penyesaian yang lebih teliti. Gambar 2.3 Diagram untuk menentukan Mi (Sumber : Janbu dkk., 1965) 2.4 Teori Tekanan Tanah Lateral Suatu struktur seperti dinding penahan tanah pasti menerima tekanan lateral yang dapat dikelompokkan kedalam 3 keadaan yaitu keadaan aktif, II-14

15 keadaan diam dan keadaan pasif. Tekanan tanah diam adalah tekanan lateral yang ada dalam deposit tanah yang tidak disebabkan oleh adanya dorongan lateral. Tekanan lateral dalam keadaan pasif dan aktif adalah kondisi-kondisi yang terbatas dan merupakan keadaan keseimbangan plastis. Sebagian keseimbangan plastis terjadi apabila semua bagian dari massa tanah ada pada ambang keruntuhan. Keadaan tegangan aktif terjadi apabila deposit tanah bergerak sedemikian sehingga tanah cenderung meregang horizontal sebagai contoh, sebuah dinding penahan bergerak menjauhi tanah belakangnya. Keadaan tegangan tanah pasif terjadi apabila gerakan adalah sedemikian sehingga tanah cenderung memampat. Gerakan yang diperlukan untuk terjadinya keadaan pasif jauh lebih besar daripada untuk keadaan aktif. Besar dan distribusi tekanan lateral merupakan fungsi dari berbagai variabel kondisikondisi batas, termasuk gerakan struktur, jenis dan sifat-sifat bahan tanah belakang, gesekan pada peralihan tanah dan struktur, adanya air tanah, metode penimbunan material tanah belakang dan kondisi pondasi bagi struktur. Besarnya tekanan tanah dalam arah lateral ditentukan oleh: a. Besarnya koefisien tekanan tanah aktif, pasif dan keadaan diam b. Besarnya kohesi tanah c. Besarnya beban yang bekerja pada permukaan tanah timbunan Ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisis besarnya tekanan-tekanan tanah lateral tersebut. Antara lain teori Rankine (1857) dan teori Coulomb (1776). Beberapa anggapan dalam analisis tekanan tanah cara Rankine (1857), adalah: II-15

16 1. Tanah adalah bahan yang isotropis, homogen, dan tak berkohesi 2. Permukaan bidang longsor bersudut 90 dengan horisontal (dasar dinding penahan tanah) 3. Tanah yang longsor (yang berbentuk baji) merupakan satu kesatuan (rigid body). 4. Sudut tanah timbunan dengan horisontal (β) sama dengan sudut tekanan tanah aktif dengan normalnya. 5. Keruntuhan pada struktur penahan tanah dianggap sebagai masalah dua dimensi dengan memperhatikan panjang satuandari dinding penahan yang panjangnya tak terhingga. Rankine (1857) meninjau tanah dalam keadaan keseimbangan plastis (Plastic Equilibrium) dengan dasar asumsi seperti pada Gambar 2.4 Gambar 2.4 Tekanan tanah lateral Gaya-gaya yang ditinjau dianggap melalui bidang vertikal dan sudut tanah isian dengan horizontal sama dengan sudut tekanan aktif dengan normalnya. Berdasarkan gambar didapatkan persamaan untuk tekanan tanah aktif dan pasif sebagai berikut : II-16

17 (2.25) (2.26) Apabila nilai β = 0, sehingga didapat cos β = 1, maka : (2.27) (2.28) (2.29) (2.30) Keterangan : Pa = tekanan tanah aktif Pp = tekanan tanah pasif Ka = koefisien tekanan tanah aktif Kp = koefisien tekanan tanah pasif H = tinggi dinding penahan γ = berat isi tanah = sudut geser dalam tanah II-17

18 2.5 Turap (Sheet Pile) Turap adalah dinding vertikal relatif tipis yang berfungsi kecuali untuk menahan tanah juga berfungsi untuk menahan masuknya air ke dalam lubang galian. (Hary Christady Hardiyatmo, 2008) Jenis Turap Jenis turap dibedakan menurut bahan yang digunakan. Bahan turap tersebut bermacam macam, contohnya : kayu, beton bertulang, baja dan sebagainya. Gambar 2.5 Contoh dinding turap: (a) turap di air, (b) braced cut 1. Turap Kayu Tiang turap kayu digunakan hanya untuk konstruksi ringan yang bersifat sementara yang berada di atas permukaan air. Tiang turap yang biasa digunakan adalah papan kayu atau beberapa papan yang digabung (wakefield piles). Turap jenis ini tidak cocok di gunakan pada tanah berkerikil, karena turap cenderung pecah bila di pancang. Bila turap II-18

19 digunakan untuk bangunan permanen yang berada di atas permukaan air, maka perlu diberikan lapisan pelindung agar tidak mudah lapuk. Penggunaan media kayu untuk di gunakan sebagai dinding turap mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah bahan baku yang mudah di cari. Sedangkan kerugiannya adalah masa pakai dari material relatif pendek serta di perlukan teknik pengawetan Gambar 2.6 Turap Kayu 2. Turap Beton Turap beton adalah turap yang paling sering digunakan karena turap beton dapat dipakai untuk konstruksi yang besar maupun yang kecil. Turap beton biasanya dibuat di pabrik (prefabricated), sehingga kekuatannya dapat dikontrol dengan baik. Keuntungan turap beton adalah bisa di buat di tempat sehingga waktu pelaksanaan lebih cepat dan juga lebih murah daripada turap baja. Sedangkan kerugiannya adalah sulitnya pelaksanaan di lapangan karena sering terjadi kebocoran-kebocoran. Turap beton dibagi menjadi 2 tipe, yaitu : II-19

20 a. Tipe Flat Kapasitas momen lebih kecil dari corrugated ada 2 macam tipe flat: i. Beton prestress ii. Beton bertulang biasa b. Tipe Corrugated Kapasitas momen lebih besar dari tipe flat Gambar 2.7 Turap Beton 3. Turap Baja Turap baja sangat umum digunakan karena lebih menguntungkan dan mudah penggunaannya. Tiang turap baja sangat baik digunakan karena daya tahannya terhadap tegangan yang tinggi selama penyorongan ke dalam tanah yang keras. Tiang ini juga relatif ringan dan dapat digunakan kembali (penggunaan yang berulang-ulang). Oleh karena itu turap baja sering dipakai untuk pemakaian sementara. Keuntungan turap baja adalah : II-20

21 Turap baja mampu menahan gaya-gaya benturan pada saat pemancangan. Bahan turap relatif tidak begitu berat. Turap dapat digunakan berulang-ulang. Turap baja mempunyai keawetan yang tinggi. Penyambungan mudah bila kedalaman turap besar. Kerugian turap baja : Bersifat korosi. Harga relatif mahal Tipe-tipe Dinding Turap Gambar 2.8 Turap Baja Terdapat 4 tipe dinding turap, yaitu : Dinding turap kantilever. Dinding turap di angker. Dinding turap dengan landasan / panggung (platform) yang didukung tiang-tiang. Bendungan elak seluler (cellular cofferdam). II-21

22 1. Dinding Turap Kantilever Dinding turap cantilever biasanya direkomendasikan untuk dinding dengan ketinggian sedang, berkisar 6 m atau kurang di atas garis galian. Pada dinding ini, turap berprilaku seperti sebuah balok lebar cantilever di atas garis galian. Prinsip dasar untuk menghitung distribusi tekanan tanah lateral tiang turap cantilever dapat dijelaskan dengan bantuan Gambar 2.14, yang menunjukkan prilaku leleh dinding cantilever yang tertanam pada lapisan pasir di bawah garis galian. Dinding berputar pada titik O. Oleh karena adanya tekanan hidrostatik pada masing-masing sisi dinding, maka tekanan ini akan saling menghilangkan, dengan demikian yang diperhitungkan hanya tekanan tanah lateral efektif saja. Pada Zona A, tekanan lateral hanyalah tekanan tanah aktif saja yang berasal dari tanah sebelah di atas garis galian. Sementara pada Zona B, oleh karena pelenturan dinding di daerah ini, maka bekerja tekanan tanah lateral aktif dari bagian tanah sebelah atas garis galian dan tekanan tanah pasif di bawah garis galian di sebelah air. Kondisi pada Zona B ini akan berkebalikan dengan Zona C, yaitu di bawah titik rotasi O. Distribusi tekanan tanah bersih ditunjukkan pada Gambar 2.9(b), namun untuk penyederhanaan biasanya Gambar 2.9(c) akan digunakan dalam perencanaan. II-22

23 Gambar 2.9 Tiang turap kantilever tertanam pada pasir Pada bagian berikut akan diberikan sejumlah formula matematis untuk analisis dinding turap cantilever. Namun perlu diperhatikan bahwa analisis ini berlaku untuk konstruksi yang sebelahnya menghadap air. Dan permukaan air biasanya akan berfluktuasi sebagai akibat pasang surut, oleh karena itu harus hati-hati dalam menentukan pengaruh air pada diagram tekanan bersih. a. Turap Kantilever Pada Pasir Untuk mengembangkan hubungan untuk kedalaman penanaman tiang turap yang dibutuhkan di dalam tanah granular perhatikanlah Gambar 2.10(a). Tanah yang akan ditahan oleh dinding turap, berada di atas garis galian, adalah juga tanah granular. Permukaan air tanah berada pada kedalaman L1 dari puncak tiang. Ambillah sudut gesek pasir sebagai φ. Intensitas tekanan aktif pada kedalaman z = L1 dapat dinyatakan sebagai, p1 = γl1ka (2.30) II-23

24 dimana, Ka = koefisien tekanan aktif Rankine = tan2(45 φ/2) γ = berat isi tanah di atas muka air Gambar 2.10 Tiang turap kantilever tertanam pada pasir: (a) variasi diagram tekanan bersih (b) variasi momen Dengan cara yang sama, tekanan aktif pada kedalaman z = L1 + L2 (yaitu pada kedalaman muka galian) adalah sama dengan p2 = (γl1 + γ L2)Ka (2.31) dimana γ =berat isi tanah efektif = γsat γw Perlu dicatat bahwa pada kedalaman garis galian, tekanan hidrostatik dari kedua arah dinding adalah sama dan oleh karena itu akan saling menghilangkan. Untuk menentukan tekanan tanah bersih di bawah garis galian hingga pada titik rotasi O, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10(a) sebelumnya, haruslah dipertimbangkan bahwa tekanan pasif bekerja dari sebelah kiri (sebelah air) ke arah sebelah kanan (sebelah tanah) dan juga II-24

25 tekanan aktif bekerja dari sebelah kanan ke sebelah kiri dinding.untuk kasus-kasus ini, pengabaian tekanan hidrostatik untuk kedua sisi dinding,tekanan aktif pada kedalaman z dapat diberikan sebagai, pa = [γl1 + γ L2 + γ (z L1 L2)]Ka (2.32) Juga, tekanan pasif pada kedalaman z adalah sama dengan pp = γ (z L1 L2)Kp (2.33) dimana, Kp = koefisien tekanan passif Rankine = tan2(45 + φ/2). Maka dengan mengombinasikan Pers. (2.32) dan (2.33), tekanan lateral bersih dapat ditentukan sebagai p = pa pp = (γl1 + γ L2)Ka γ (z L1 L2)(Kp Ka) = p2 γ (z L)(Kp Ka) (2.34) dimana L = L1 + L2. Tekanan bersih p menjadi sama dengan nol pada kedalaman L3 di bawah garis galian; atau p2 γ (z L)(Kp Ka) = 0 atau (z L) = L3 = (2.35) Dari persamaan sebelumnya, kelihatan bahwa kemiringan (slope) garis distribusi tekanan bersih DEF adalah 1 vertikal dengan (Kp Ka)γ horizontal. Sehingga di dalam diagram = p3 = L4(Kp Ka)γ (2.36) II-25

26 Pada dasar tiang turap, tekanan pasif (pp) bekerja dari kanan ke kiri, dan tekanan aktif bekerja dari kiri ke kanan, sehingga pada z = L + D pp = (γl1 + γ L2 + γ D)Kp (2.37) Pada kedalaman yang sama pa = γ DKa (2.38) Maka, tekanan lateral bersih pada dasar turap adalah sama dengan pp pa = p4 = (γl1 + γ L2)Kp + γ D(Kp Ka) = (γl1 + γ_l2)kp + γ L3(Kp Ka) + γ L4(Kp Ka) = p5 + γ L4(Kp Ka) (2.39) dimana p5 = (γl1 + γ_l2)kp + γ_l3(kp Ka) (2.40) D = L3 + L4 (2.41) Untuk kestabilan turap, prinsip statika sekarang dapat digunakan, atau Σ gaya gaya horizontal per satuan panjang dinding = 0 dan Σ momen per satuan panjang dinding pada titik B = 0 Jumlah dari seluruh gaya-gaya horizontal adalah, Luas ACDE pada diagram tekanan - luas EFHB + luas FHBG = 0 atau P p3 L4 + L5 (p3 + p4) = 0 (2.42) dimana P = luas ACDE pada diagram tekanan. Penjumlahan momen ke titik B dari seluruh gaya-gaya menjadi, P(L4 + ) ( L4 p3) ( ) + L5(p3 + p4)( ) = 0 (2.43) II-26

27 Dari Pers. (2.42) L5 = (2.44) Dengan mengombinasikan Pers. (2.35), (2.39), (2.43), dan (2.44) dan kemudian menyederhanakan mereka secara bersama-sama, maka akan diperoleh sebuah persamaan berpangkat 4 dalam L4. L4 4 + A1L4 3 A2L4 2 A3L4 A4 = 0 (2.45) dimana, A1 = p5γ (Kp Ka) (2.46) A2 =8pγ (Kp Ka) (2.47) A3 = (2.48) A4 = (2.49) b. Turap Kantilever Pada Lempung Dalam beberapa kasus, tiang turap cantilever harus disorongkan ke dalam lapisan lempung yang mempunyai kohesi taksalur (undrained cohesion), c (konsep φ = 0). Gambar 2.11 memperlihatkan sebuah dinding turap yang disorongkan ke dalam lempung dengan bahan isian di belakang turap adalah tanah granular yang terletak di atas garis galian. Misalkanlah permukaan air terletak pada kedalaman L1 dibawah puncak turap. Sebagaimana sebelumnya, dengan menggunakan Pers. (2.30) dan (2.31), intensitas tekanan tanah bersih p1 dan p2 dapat dihitung, sehingga II-27

28 diagram untuk distribusi tekanan tanah di atas permukaan garis galian dapat digambarkan. Gambar 2.11 Tiang turap cantilever tertanam pada lapisan lempung Sedangkan diagram untuk distribusi tekanan tanah bersih di bawah permukaan garis galian dapat ditentukan sebagai berikut. Pada kedalaman z yang lebih besar dari L1 + L2 dan di atas titik rotasi (titik O pada Gambar 2.9(a)), tekanan aktif (pa) dari kanan ke kiri dapat dinyatakan dengan, Pa = [γl1 + γ l2 + γsat(z L1 L2)]Ka 2c (2.50) Dimana Ka = koefisien tekanan tanah aktif Rankine; dengan φ = 0, besarannya akan menjadi nol. Dengan cara yang sama, tekanan pasif (pp) dari kiri ke kanan dapat diberikan sebagai, II-28

29 Pp = γsat(z L1 L2)Kp + 2c (2.51) Dimana Kp = koefisien tekanan tanah pasif Rankine; dengan φ = 0, besarannya akan menjadi nol. Maka, tekanan bersih menjadi P6 = pp pa = [γsat(z L1 L2) + 2c] [γl1 + γ L2 + γsat(z L1 L2)] + 2c = 4c (γl1 + γ L2) (2.52) Pada dasar turap, tekanan pasif dari kanan ke kiri adalah, Pp = (γl1 + γ L2 + γsatd) + 2c (2.53) Dengan cara yang sama, tekanan aktif dari kiri ke kanan adalah, Pa = γsatd 2c (2.54) Maka tekanan bersih menjadi, P7 = pp pa = 4c + (γl1 + γ L2) (2.55) Untuk analisis kesetimbangan, ΣFH = 0 (yaitu luas diagram tekanan ACDE - luasefib + luas GIH = 0), atau P1 [4c (γl1 + γ L2)D] + L4[4c (γl1 + γ L2) + 4c + (γl1 + γ L2)] = 0 Dimana P1 = luas diagram tekanan ACDE. Dengan menyederhanakan persamaan sebelumnya maka diperoleh L4 = γ (2.56) Sekarang ambillah momen di titik B, ΣMB = 0, atau P1(D + ) [4c (γ + γ )] + L4(8c) = 0 (2.57) Dimana = jarak dari pusat tekanan pada diagram ACDE diukur dari permukaan garis galian. II-29

30 Dengan mengombinasikan Pers. (2.56) dan (2.57) dapat diturunkan [4c ( + )] 2DP1 (2.58) Dengan menyelesaikan persamaan ini maka dapat diperoleh D, yaitu kedalaman penetrasi ke dalam lapisan lempung yang dibutuhkan oleh turap. 2. Turap Berjangkar Ada dua metode dasar dalam membangun dinding turap berjangkar: (a) metode free earth support (turap bersendi) dan (b) metode fixed earth support (turap terjepit). II-30

31 Gambar 2.12 Variasi defleksi dan momen pada turap berjangkar: (a) metode free earth support (b) metode fixed earth support a. Metode Free Earth Support Metode free earth support adalah metode dengan kedalaman penetrasi minimum. Di bawah garis galian, tidak terdapat pivot untuk sistem statik, yaitu sebuah titik perubahan defleksi. II-31

32 Metode Free Earth Support Pada Pasir Gambar 2.13 Turap jangkar tertanam pada pasir Pada kedalaman z = L1, p1 = γl1ka; dan pada z = L1 + L2, p2 = (γl1 + γ L2)Ka. Di bawah garis galian, tekanan bersih akan sama dengan nol pada kedalaman z = (L1 + L2 + L3). L3 = Pada kedalaman z = (L1 + L2 + L3 + L4), tekanan bersih dapat diberikan sebagai, = γ (Kp Ka)L4 (2.59) Perlu dicatat bahwa kemiringan garis DEF adalah 1 vertikal ke γ (Kp Ka) horizontal. Untuk kesetimbangan turap, Σ gaya-gaya horizontal = 0, dan Σ momen di titik O = 0. (Catatan: Titik O terletak pada batang penguat jangkar.) II-32

33 Dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah horizontal (per satuan panjang dinding), luas diagram tekanan ACDE luas EBF F = 0 dimana F = gaya tarik pada batang penguat per satuan panjang dinding turap, atau P L4 F = 0 atau F = P [γ (Kp Ka)] (2.60) dimana P = luas diagram tekanan ACDE Sekarang, ambillah momen pada titik O P[(L1 + L2 + L3) ( + l1)]+ [γ (Kp Ka)] (l2 + L2 + L3 + L4) = 0 atau (l2 + L2 + L3) = 0 (2.61) Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan cara trial and error untuk mendapatkan kedalaman teoretis, L4. Maka kedalaman teoretis penetrasi sama dengan Dteoretis = L3 + L4 Kedalaman teoretis dinaikkan sekitar % untuk mendapatkan kedalaman yang diaktualkan pada pekerjaan konstruksi. Daktual = 1.3 sampai 1.4Dteoretis (2.62) Langkah demi langkah pada prosedur yang diajukan sebelumnya, faktor keamanan dapat dipakaikan pada Kp pada permulaan perhitungan II-33

34 (yaitu, Kp(rencana) = Kp/FS). Kalau ini dipakai, maka tidak perlu penambahan kedalaman teoretis. Momen maksimum pada turap akan terjadi pada kedalaman diantara z = L1 ke z = L1 + L2. Kedalaman z ini merupakan kedalaman pada gaya geser sama dengan nol, sehingga momen maksimum dapat dihitung dengan persamaan berikut: p1l1 F + p1(z L1) + Kaγ = 0 (2.63) Kalau nilai z telah ditentukan, maka besaran momen maksimum dapat dengan mudah diperoleh. Metode Free Earth Support Pada Lempung Gambar 2.19 menunjukkan sebuah turap berjangkar yang ditanamkan pada lapisan lempung, sedangkan tanah di belakang turap adalah tanah granular. Distribusi tekanan bersih di bawah garis galian (dari z = L1 + L2 ke z = L1 + L2 + D). p6 = 4c (γl1 + γ L2) II-34

35 Gambar 2.14 Turap jangkar tertanam pada lempung Untuk kesetimbangan statik, penjumlahan gaya-gaya dalam arah horizontal adalah P1 p6d = F (2.64) dimana P1 = luas diagram tekanan ACD dan F = gaya jangkar per satuan panjang dinding turap. Kembali dengan mengambil momen di titik O P1(L1 +L2 l1 ) p6d (l2 + L2 + ) = 0 Dengan menyederhanakan persamaan di atas maka persamaan berikut dapat diturunkan, p6 + 2p6D(L1 + L2 l1) 2P1(L1 + L2 l1 ) = 0 (2.65) Kedalaman teoretis penetrasi, D dapat ditentukan dari persamaan di atas. II-35

36 Sebagaimana dalam bagian sebelumnya, momen maksimum dalam kasus ini akan terjadi pada kedalaman L1 < z < L1+L2. Kedalaman dimana gaya geser sama dengan nol (berarti momen akan menjadi maksimum) dapat ditentukan dengan menggunakan Pers. (2.63). b. Momen Reduksi Rowe Turap adalah lentur. Akibat kelenturannya ini, turap akan meleleh (yaitu berpindah secara lateral). Pelelehan ini menghasilkan pendistribusian kembali tekanan tanah lateral. Perubahan ini akan cenderung mengurangi momen lentur maksimum, Mmax, sebagaimana dihitung dengan prosedur yang telah dijelaskan sebelumnya. Atas dasar alasan inilah, Rowe (1952, 1957) menggagas sebuah prosedur untuk mereduksi momen maksimum yang diperoleh dari metode free earth support. Turap Pada Pasir Pada Gambar 2.20, yang berlaku untuk kasus turap yang tertanam di dalam pasir, notasi berikut ini akan digunakan: 1. H = tinggi total tiang (yaitu L1 + L2 + Daktual) 2. Kelenturan relatif (relative flexibility) tiang, ρ = 10,91 (2.66) dimana H dalam m, E = modulus Young bahan tiang (MN/m 2 ) dan I = momen inersia penampang tiang per kaki (foot) dinding (m 4 /m dinding) 3. Md = momen rencana II-36

37 4. Mmax = momen maksimum teoretis Prosedur untuk menggunakan diagram momen reduksi (Gambar 2.15) adalah sebagai berikut: Gambar 2.15 Hubungan log ρ dan Md/Mmax untuk turap yang tertanam pada pasir (sumber : Rowe, 1952) Titik-titik yang jatuh di atas kurva (pasir lepas atau padat, sesuai kondisi kasus) adalah penampang-penampang yang aman (safe sections). Dan titik-titik yang jatuh di bawah kurva adalah penampang yang tidak aman (unsafe sections). Penampang yang paling murah dapat dipilih dari titik-titik yang jatuh di atas kurva yang bersesuaian. Perlu dicatat bahwa penampang yang terpilih akan memiliki suatu Md <Mmax. II-37

38 Turap Pada Lempung Momen reduksi untuk turap yang tertanam pada lempung dapat dihitung dengan menggunakan Gambar 2.16, dengan notasi sebagai berikut: 1. Angka stabilitas (stability number) dapat dinyatakan sebagai, Sn = 1,25 (2.67) dimana c = kohesi taksalur (kondisi pada φ = 0). 2. α = (2.68) 3. Angka kelenturan (flexibility number), ρ [lihat Pers. (2.66)]. 4. Md = momen rencana dan Mmax = momen maksimum teoretis. Langkah-langkah untuk memperoleh momen reduksi dengan menggunakan Gambar 2.16 dapat diringkaskan sebagai berikut. o Menentukan H. o Menentukan α = (L1 + L2)/H. II-38

39 Gambar 2.16 Plot Md/Mmax vs. angka stabilitas untuk tiang turap tertanam pada lempung (sumber : Rowe, 1957) o Menentukan Sn [Pers. (2.67)]. o Dengan nilai-nilai α dan Sn, tentukanlah Md/Mmax c. Metode Computational-Pressure-Diagrampada Pasir Metode Computational-Pressure-Diagram (CPD) adalah sebuah metode desain sederhana yang digunakan sebagai alternatif penggunaan metode free earth support pada pasir (Nataraj and Hoadley, 1984). II-39

40 Gambar 2.17 Metode diagram komputasi tekanan = C Ka γav L (2.68) = R C Ka γav L = R (2.69) dimana γav = berat satuan efektif rata rata pasir (2.70) C = koefisien R = koefisien = (2.71) II-40

41 Jangkauan nilai untuk C dan R dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Jangkauan nilai-nilai C dan R, * Nilai ini berlaku dalam hal tidak ada beban tambahan di atas tanah urugan Jenis Tanah C* R Pasir lepas 0,80-0,85 0,30-0,50 Pasir lepas 0,70-0,75 0,55-0,65 Pasir lepas 0,55-0,65 0,60-0,75 Kedalaman penetrasi (D), gaya jangkar per satuan panjang dinding (F), dan momen maksimum pada dinding (Mmax) dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut ini. Kedalaman penetrasi, (2.72) Gaya jangkar, F = (L RD) (2.73) Momen maksimum, Mmax = 0, 5 (2.74) d. Metode Fixed Earth Support Metode fixed earth support mengharuskan kedalaman cukup untuk memberikan efek jepitan pada ujung bawah turap. 1. Metode Fixed Earth Support pada Pasir Dalam menggunakan metode fixed earth support, diasumsikan bahwa kaki tiang turap tidak diperbolehkan mengalami rotasi (terjepit). Diagram distribusi tekanan lateral bersih untuk kondisi ini juga diperlihatkan pada II-41

42 gambar yang sama. Di dalam solusi metode ini, bagian bawah dari diagram distribusi tekanan yaitu HFH GB digantikan oleh sebuah beban terpusat P. Untuk menghitung L4, sebuah penyelesaian sederhana yang disebut dengan equivalent beam solution (solusi balok ekivalen) umumnya digunakan.untuk memahami solusi balok ekivalen ini, perhatikanlah titik I, yang merupakan titik perubahan bentuk defleksi tiang turap. Pada titik ini, kepala tiang dapat diasumsikan sebagai sendi sehingga momen lentur menjadi nol. Jarak vertikal antara titik I dan garis galian adalah sama dengan L5. Blum (1931) telah memberikan solusi matematis antara L5 dan L1 + L2. [Gambar 2.18(d)] adalah hasil plot L5/(L1 + L2) vs. sudut gesek tanah, φ. Gambar 2.18 Metode fixed earth support tertanam pada pasir II-42

43 2.6 Cara cara Mengurangi Tekanan Tanah Untuk mereduksi beban pada turap yang terlalu besar, maka dapat dilakukan hal-hal berikut. 1. Jika lapisan tanah asli berupa tanah lunak, turap akan mendukung beban yang sangat besar. Untuk itu tanah asli bisa digali lebih dahulu dan diganti dengan tanah granuler (pasir atau kerikil) 2. Jika tanah granuler di lapangan mahal atau sulit diperoleh, penghematan dalam penggunaan tanah tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pelindung pasir atau tanggul pasir. 3. Jika di dekatturap akan dibangun jalan kereta api atau pelayanan mesin-mesin berat lain, untuk mereduksi tekanan tanah ke dinding turap, beban-beban tersebut sebaliknya didukung oleh tiang-tiang. 2.7 Korelasi Parameter Tanah Data tanah yang didapatkan dari hasil tes, baik dilapangan maupun pada laboratorium dalam suatu proyek tidak selalu lengkap, oleh sebab itu dibutuhkan korelasi-korelasi data tanah untuk melengkapi parameter-parameter lainya untuk membantu dalam perancangan atau analisa. Pada umumnya korelasi data tanah dapat diperoleh melalui data SPT dan CPT atau dari jenis tanah pada proyek. Berikut ini merupakan korelasi-korelasi yang digunakan untuk mendapatkan parameter data tanah lainnya seperti berat jenis( ), kuat geser undrained(cu), sudut geser(ϕ), modulus Young (E), poisson ratio( ). II-43

44 Untuk menentukan korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfined compressive strength dan berat jenis tanah jenuh (γsat) untuk tanah kohesif. dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfined compressive strength dan berat jenis tanah jenuh (γsat) untuk tanah kohesif. N SPT (blows/ft) Konsistensi 2-4 Soft Medium Stiff Very Stiff >30 Hard > sumber : (Lambe & Whitman (1948) dalam Analisis Stabilitas Dan Deformasi Galian Underpass Di Kawasan Simpang Siur Kuta-Bali Aditya Raharjo, 2012) qu (Unconfined Compressive Strength) tons/ft 2 γsat KN/m3 <2 Very Soft < Korelasi untuk menentukan berat jenis tanah (γ) dan berat jenis tanah jenuh (γsat) pada tanah kohesif dan non kohesif dapat dilihat pada tabel 2.4, 2.5 dan 2.6. Tabel 2.4 Korelasi Berat Jenis Tanah (γ) Untuk Tanah Non Kohesif dan Kohesif. Cohesionless Soil N > 50 Unite Weight γ, KN/m³ Angel of Friction > 35 State Loose Medium Dense Very Dense Cohesive N < > 25 Unite Weight γ, KN/m³ > 20 qu, Kpa < > 100 Consistency Very Soft Soft Medium Stiff Hard Sumber : (Soil Mechanics, Whilliam T,Whitman, Robert V (1962) dalam Analisis Stabilitas Dan Deformasi Galian Underpass Di Kawasan Simpang Siur Kuta-Bali Aditya Raharjo, 2012) II-44

45 Tabel 2.5 Korelasi Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat) Untuk Tanah Non Kohesif. Description Very Loose Loose Medium Dense Very Dense NSPT Fine Medium >40 Coarse > 45 Fine Medium < 50 Coarse sat (KN/m³) (Soil Mechanics, Whilliam T., Whitman,Robert V., 1962) Sumber : (Soil Mechanics, Whilliam T,Whitman, Robert V (1962) dalam Analisis Stabilitas Dan Deformasi Galian Underpass Di Kawasan Simpang Siur Kuta-Bali Aditya Raharjo, 2012) Tabel 2.6 Nilai Tipikal Berat Volume Tanah Jenis Tanah sat (KN/m³) dry (KN/m³) Kerikil pasir lanau lempung (Soil Mechanics and Foundation, John Wiley & Sons, 2000) Sumber : (Soil Mechanics and Foundations, Jhon Wiley & Sons (2000) dalam Laporan Tugas Akhir Stabilitas Tebing Pada Proyek Jalan Tol Semarang Ungaran Sta ) Untuk menentukan korelasi nilai N-SPT dengan nilai kohesi untuk tanah kohesif dapat dilihat pada gambar Gambar 2.19 Hubungan antara kohesi (c) dan nilai N-SPT untuk tanah kohesif (sumber : Analisis Stabilitas Dan Deformasi Galian Underpass Di Kawasan Simpang Siur Kuta-Bali Aditya Raharjo, 2012) II-45

46 Untuk menentukan korelasi nilai N-SPT dengan sudut geser untuk pasir dapat dilihat pada gambar Gambar 2.20 Hubungan antara sudut geser (ϕ) dan nilai N-SPT untuk tanah pasir (sumber : Laporan Tugas Akhir Stabilitas Tebing Pada Proyek Jalan Tol Semarang Ungaran Sta ) Tabel 2.7 Hubungan Antara Sudut Geser Dalam dengan Jenis Tanah Sumber : (Mekanika Tanah, Braja M. Das Jilid 2 dalam Laporan Tugas Akhir Stabilitas Tebing Pada Proyek Jalan Tol Semarang Ungaran Sta ) Tabel 2.8 Hubungan Antara Sudut Geser Dalam, Tingkat Plastisitas dan Jenis Tanah Sumber : (Bjerrum (1960) dalam Laporan Tugas Akhir Stabilitas Tebing Pada Proyek Jalan Tol Semarang Ungaran Sta ) II-46

47 Nilai modulus young menunjukkan besarnya nilai elastisitas tanah yang merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai ini bisa didapatkan dari Traxial Test. Untuk menentukan korelasi nilai modulus young dapat dilihat dalam tabel 2.9 berikut ini. Tabel 2.9 Nilai Modulus Kekakuan sesuai dengan Tipe Tanah Jenis Tanah Es (10 3 KN/M 2 ) Clay Very Soft 2-5 soft 5-25 medium hard sandy Glacial till loose dense very dense loess Sand silty 5-20 loose dense Sand & Gravel loose dense Shale Silt 2-20 Sumber : (Bowles, Joseph. E (1977) dalam Analisis Stabilitas Dan Deformasi Galian Underpass Di Kawasan Simpang Siur Kuta-Bali Aditya Raharjo, 2012) Nilai poisson ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros terhadap regangan permuaian lateral. Nilai poisson ratio dapat ditentukan berdasar jenis tanah seperti yang terlihat pada Tabel 2.10 ini. II-47

48 Tabel 2.10 Nilai Poisson Ratio sesuai dengan jenis tanah Sumber : (Mekanika Tanah, Braja M.Das Jilid 2 dalam Laporan Tugas Akhir Stabilitas Tebing Pada Proyek Jalan Tol Semarang Ungaran Sta ) 2.8 Metode Elemen Hingga (PLAXIS) Untuk menganalisa perilaku deformasi tanah digunakan bantuan software program geoteknik PLAXIS 8 yang menggunakan analisis elemen hingga (finite element analysis). PLAXIS mulai dikembangkan sekitar tahun 1987 di Technical University of Delft atas inisiatif dari Dutch Departement of Public Works and Water Management. PLAXIS adalah program elemen hingga untuk aplikasi geoteknik dimana digunakan model-model tanah untuk melakukan simulasi terhadap perilaku dari tanah. Program PLAXIS dan model-model tanah didalamnya telah dikembangkan dengan seksama. Walaupun pengujian dan validasi telah banyak dilakukan, tetap tidak dapat dijamin bahwa program PLAXIS bebas dari kesalahan. Simulasi permasalahan geoteknik dengan menggunakan metode elemen hingga sendiri telah secara implisit melibatkan kesalahan pemodelan dan kesalahan numerik yang tidak dapat dihindarkan. Akurasi dari keadaan sebenarnya yang diperkirakan sangat bergantung pada keahlian dari pengguna terhadap pemodelan permasalahan, pemahaman terhadap II-48

49 model-model tanah serta keterbatasannya, penentuan parameter - parameter model, dan kemampuan untuk melakukan interpretasi dari hasil komputasi. Program komputer ini menggunakan elemen segitiga dengan pilihan 6 titik nodal atau 15 titik nodal. Pada analisis ini digunakan elemen segitiga dengan 15 nodal. Elemen ini sangat berguna untuk menghasilkan perhitungan tegangan dan beban runtuh yang akurat serta jaring elemen yang terdiri dari 15 titik nodal jauh lebih halus serta jauh lebih fleksibel dibandingkan jaring elemen pada 6 titik nodal Pemodelan Material Tanah pada Program Plaxis Plaxis mendukung material berbagai model konstitutif untuk memodelkan prilaku dari material tanah maupun material kontinum lainnya. Berikut adalah berbagai macam model yang dapat digunakan pada plaxis. 1. Model Linier Elastis Model ini menyatakan Hukum Hooke tentang elastisitas linier isotropis. Model ini meliputi dua buah parameter kekakuan, yaitu modulus Young (E), dan angka poisson (ʊ). Model linier elastis sangat terbatas untuk pemodelan prilaku tanah. Model ini terutama digunakan pada struktur struktur yang kaku dalam tanah. 2. Model Mohr Coulomb Model yang sangat dikenal ini digunakan untuk pendekatan awal terhadap prilaku tanah secara umum. Model mohr coulomb merupakan model elastisyang terdiri dari lima buah parameter yaitu E dan v untuk II-49

50 memodelkan elastisitas tanah dan sebagai sudut dilatansi. dan c untuk memodelkan plastisitas tanah. Model ini merupakan suatu pendekatan ordo pertama dari prilaku tanah dan batuan. Model ini disarankan untuk digunakan dalam analisis awal dari masalah yang dihadapi. Setiap lapisan dimodelkan dengan sebuah nilai kekakuan rata rata yang konstan. Karena kekakuan yang konstan maka perhitungan cenderung cepat dan dapat diperoleh perkiraan awal dari bentuk deformasi model. Disamping kelima parameter dari model tersebut, kondisi tegangan awal dari tanah memegag peranan yang penting dan hampir seluruh deformasi tanah. Tegangan horizontal awal tanah harus ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan nilai ko yang tepat. Model ini membutuhkan total lima buah parameter yang umum digunakan oleh para praktisi geoteknik dan dapat diperoleh dari uji uji dilaboratorium yang meliputi Modulus Young (E) Angka Poisson (v) Sudut geser () Kohesi (c) Sudut dilatansi () 3. Model Soft Soil Model ini merupakan model cam clay yang digunakan untuk memodelkan prilaku tanah lunak seperti lempung terkonsolidasi norma dan gambut. Model ini paling baik digunakan untuk situasi kompresi primer. Model soft soil adalah jens model tanah yang ditujukan khusus untuk analisis kompresi primer dari tanah lempungan yang terkonsolidasi II-50

51 normal. Meskipun kemampuan dari model tanah ini berada dibawah model hardening soil, namun model soft soil tetap dipertahankan dalam versi Plaxis ini. Parameter model soft soil serupa dengan parameter dalam model soft soil creep. Namun demikian karena model soft soil tidak melibatkan waktu maka indeks rangkak termodifikasi * tidak diikutsertakan. Rentang rasio */ K* pada umumnya berkisar antara 3 dan 7. Model Hardening Soil Model ini merupakan model hiperbolik yang bersifat elastoplastis, yang diformulasikan dalam lingkup plastisitas dari pengerasan akibat friksi (friction hardening plasticity). Model ini telah mengikutsertakan kompresi hardening untuk memodelkan pemampatan tanah yang tidak dapat kembali seperti semula (irreversible) saat menerima pembebanan yang bersifat kompresif. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan prilaku tanah pasiran, kerikil serta jenis tanah yang lebih lunak seperti lanau dan lempung. Model hardening soil merupakan model tingkat lanjut untuk memodelkan prilaku tingkat lanjut untuk memodelkan prilaku dari tanah. Seperti pada model mohr coulomb, kondisi tegangan batas dideskripsikan oleh sudut geser, kohesi c dan sudut dilatansi. Namun demikian, kekakuan tanah dideskripsikan lebih akurat dengan menggunakan tiga kekakuan yang berbeda yaitu kekakuan pembebanan triaksial E 50, kekakuan pengurangan beban (unloading) triaksial E ur dan kekakuan pembebanan satu arah E oed. II-51

52 Untuk nilai tipikal dari berbagai jenis tanah dapat digunakan E ur = 3. E 50 dan E oed = E 50. Berbeda dengan model mohr coulomb, model hardening soil mengikutsertakan modulus kekakuan yang tergantung pada tegangan. Hal ini berarti bahwa kekakuan akan meningkat terhadap tegangan. Ketiga kekakuan merupakan nilai yang berhubungan dengan sebuah tegangan acuan yang umumnya diambil sebesar 100 Kpa. Beberapa parameter dasar dari model ini adalah 1. Kekakuan bergantung pada tegangan secara eksponensial (m) 2. Peregangan plastis akibat beban deviator utama (E reff 50) 3. Peregangan plastis akibat beban kompresi primer (E reff oed) 4. Pengurangan/ pemberian beban elastis (E reff ur, v ur) 5. Keruntuhan sesuai model mohr coulomb ( C,,) Dalam kasus khusus pada tanah lunak, penggunaan m =1 adalah cukup realistis. Model Soft Soil Creep Model ini merupakan model yang diformulasikan dalam lingkup viskoplastisitas. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan prilaku tanah lunak yang tergantung pada waktu ( time dependent ) Seperti lempung terkonsolidasi normal dan gambut. Model hardening soil diatas dapat digunakan untuk semua jenis tanah tetapi model tersebut tidak mengikutsertakan efek viskositas yaitu rangkak/creep dan relaksasi tegangan. Kenyataannya, semua jenis tanah mengalami rangkak dan kompresi primer yang diikuti oleh kompresi sekunder. II-52

53 Kompresi sekunder sangat dominan pada tanah tanah lunak yaitu lempung yang terkonsolidasi normal, tanah lanau serta gambut sehingga model ini disebut model soft soil creep. Seperti pada model mohr coulomb, kondisi awal tanah yang benar juga merupakann hal yang penting saat menggunakan model soft soil creep. Untuk model hardening soil dan soft soil creep, penentuan kondisi awal tanah juga melibatkan data masukkan berupa tekanan prakonsolidasi karena model model ini mengikutsertakan efek dari konsolidasi yang berlebih. Seluruh jenis tanah akan mengalami rangkak, dan kompresi primer yang selalu diikuti oleh kompresi sekunder tertentu. Dengan mengambil asumsi bahwa kompresi sekunder (misalnya selama rentang waktu 10 atau 30 tahun ) sebesar presentase dari kompresi primer, jelas bahwa rangkak akan menjadi penting pada permasalahan yang melibatkan kompresi primer yang besar. Hal ini merupakan situasi yang sangat berbahaya karena kompresi sekunder yang cukup besar tidak didahului oleh peringatan berupa kompresi primer yang besar. Karena hal ini maka perhitungan dengan model rangkak ingin dilakukan. Parameter kekakuan dasar meliputi tiga buah parameter yaitu : 1. K* = Indeks Muai Termodifikasi = (2/2.3) x Cr (1+e) 2. * = Indeks Kompresi Termodifikasi = Cc/ 2.3(1+e) 3. * = Indeks Rangkak Termodifikasi = Ca/ 2.3(1+e) II-53

54 Rentang rasio */ K* pada umumnya berkisar antara 5 dan 10 dan. Rentang rasio */ * pada umumnya berkisar antara 15 dan Faktor Keamanan (PLAXIS) Faktor keamanan umumnya didefinisikan sebagai perbandingan dari beban runtuh terhadap beban kerja. Definisi ini tepat untuk pondasi, tetapi tidak tepat untuk turap maupun timbunan. Untuk struktur-struktur semacam ini, akan lebih tepat untuk menggunakan definisi faktor keamanan dalam mekanika tanah, yaitu perbandingan antara kuat geser yang tersedia terhadap kuat geser yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan. Plaxis dapat digunakan untuk menghitung faktor keamanan ini dengan menggunakan prosedur Reduksi phi-c. II-54

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI TUGAS AKHIR DESAIN TURAP PENAHAN TANAH DENGAN OPTIMASI LETAK DAN DIMENSI PROFIL PADA LOKASI SUNGAI MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS V.8.2 Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi:

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi: BAB III METODOLOGI 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai tahapan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan

Lebih terperinci

TURAP REKAYASA PONDASI II 2013/2014

TURAP REKAYASA PONDASI II 2013/2014 REKAYASA PONDASI II 03/04 TURAP. Pendahuluan Turap merupakan struktur sheet piles yang dipancang secara kontinu kedalam tanah sehingga membentuk dinding vertikal yang menerus dan digunakan untuk menahan

Lebih terperinci

BAB IV KRITERIA DESAIN

BAB IV KRITERIA DESAIN BAB IV KRITERIA DESAIN 4.1 PARAMETER DESAIN Merupakan langkah yang harus dikerjakan setelah penentuan type penanggulangan adalah pembuatan desain. Desain penanggulangan mencangkup perencanaan, analisa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Stabilitas Lereng Pada permukaan tanah yang miring, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R.

DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R. DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R. 3108100065 LATAR BELAKANG Pembangunan Tower Apartemen membutuhkan lahan parkir,

Lebih terperinci

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Stabilitas Talud (Stabilitas Lereng) Suatu tempat yang memiliki dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan dihubungkan oleh suatu permukaan disebut lereng (Vidayanti,

Lebih terperinci

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH O. B. A. Sompie Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Dam dari timbunan tanah (earthfill dam) membutuhkan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam mendesain bangunan geoteknik salah satunya konstruksi Basement, diperlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam mendesain bangunan geoteknik salah satunya konstruksi Basement, diperlukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Parameter Tanah Dalam mendesain bangunan geoteknik salah satunya konstruksi Basement, diperlukan data data tanah yang mempresentasikan keadaan lapangan. Penyelidikan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2. TEKANAN TANAH LATERAL At Rest...Rankine and Coulomb

MEKANIKA TANAH 2. TEKANAN TANAH LATERAL At Rest...Rankine and Coulomb MEKANIKA TANAH 2 TEKANAN TANAH LATERAL At Rest...Rankine and Coulomb UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KRITERIA KERUNTUHAN MENURUT MOHR -

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1. DAFTAR ISI Judul Pengesahan Persetujuan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Halaman i ii iii iv i vi vii iiii xii

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Untuk dapat melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal dengan penurunan yang terjadi pada pondasi tiang sehingga akan mendapatkan prameter yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dinding Penahan Tanah Bangunan dinding penahan tanah berfungsi untuk menyokong dan menahan tekanan tanah. Baik akibat beban hujan,berat tanah itu sendiri maupun akibat beban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL Niken Silmi Surjandari 1), Bambang Setiawan 2), Ernha Nindyantika 3) 1,2 Staf Pengajar dan Anggota Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

TEKANAN TANAH LATERAL

TEKANAN TANAH LATERAL TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan lateral tanah adalah tekanan oleh tanah pada bidang horizontal. Contoh aplikasi teori tekanan lateral adalah untuk desain-desain seperti dinding penahan tanah, dinding basement,

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1

STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1 STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1 Nama : Riwan Bicler Sinaga NRP : 0121018 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 KEKUATAN GESER TANAH PENGERTIAN Kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran, keruntuhan, gelincir dan pergeseran

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN SECANT PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH BASEMENT DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS v8.2 (Proyek Apartemen, Jl. Intan Ujung - Jakarta Selatan) Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. BAB II Tinjauan Pustaka 32

BAB III DASAR TEORI. BAB II Tinjauan Pustaka 32 BAB II Tinjauan Pustaka 32 BAB III DASAR TEORI 3.1 Tekanan Tanah Lateral Tekanan tanah lateral merupakan parameter dari perencanaan bidang teknik pondasi. Untuk dinding penahan kesemuanya memerlukan perkiraan

Lebih terperinci

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2 KUAT GESER Mekanika Tanah I Norma Puspita, ST. MT. 5/6/05 NORMA PUSPITA, ST. MT. KUAT GESER =.??? Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan.

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK

STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 25 STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK Tri Harianto, Ardy Arsyad

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAMBU PETUNG SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL KONSTRUKSI DINDING PENAHAN GALIAN PADA KONDISI TANAH NON KOHESIF

PENGGUNAAN BAMBU PETUNG SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL KONSTRUKSI DINDING PENAHAN GALIAN PADA KONDISI TANAH NON KOHESIF PENGGUNAAN BAMBU PETUNG SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL KONSTRUKSI DINDING PENAHAN GALIAN PADA KONDISI TANAH NON Kurniadi Wahyudianto 1, Yusep Muslih Purwana 2, dan Niken Silmi Surjandari 3 1 Program Studi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii v ix xii xiv xvii xviii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) : TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan tanah lateral ada 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Tekanan tanah dalam keadaan diam atau keadaan statis ( at-rest earth pressure). Tekanan tanah yang terjadi akibat massa tanah

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS TANAH TIMBUNAN DENGAN PERKUATAN SABUT KELAPA

ANALISIS STABILITAS TANAH TIMBUNAN DENGAN PERKUATAN SABUT KELAPA ANALISIS STABILITAS TANAH TIMBUNAN DENGAN PERKUATAN SABUT KELAPA Ferra Fahriani Email : f2_ferra@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung Kampus Terpadu UBB Balunijuk,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier. ABSTRAK Dalam perencanaan pondasi tiang harus memperhatikan karakteristik tanah di lapangan serta beban struktur atas bangunan karena hal ini akan mempengaruhi desain pondasi yang akan digunakan. Metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penulisan tugas akhir ini adalah Perencanaan kemantapan lereng (Slope

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penulisan tugas akhir ini adalah Perencanaan kemantapan lereng (Slope BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 OBJEK PENULISAN Objek penulisan tugas akhir ini adalah Perencanaan kemantapan lereng (Slope Stability) pada dasar galian basement pada Proyek Gedung Jakarta Pusat. 3.2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Beban Leteral yang Bekerja Pada Tiang Tunggal. Gaya tahanan maksimum dari beban leteral yang bekerja pada tiang tunggal

BAB III METODE PENELITIAN. A. Beban Leteral yang Bekerja Pada Tiang Tunggal. Gaya tahanan maksimum dari beban leteral yang bekerja pada tiang tunggal BAB III METODE PENELITIAN A. Beban Leteral yang Bekerja Pada Tiang Tunggal Gaya tahanan maksimum dari beban leteral yang bekerja pada tiang tunggal adalah persoalan yang kompleks, karena merupakan masalah

Lebih terperinci

1. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar 90245

1. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar 90245 STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK Tri Harianto, Ardy Arsyad, Dewi Yulianti 2 ABSTRAK : Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas tiang pancang kelompok miring

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KETINGGIAN TIMBUNAN TERHADAP KESTABILAN LERENG

ANALISIS PENGARUH KETINGGIAN TIMBUNAN TERHADAP KESTABILAN LERENG ANALISIS PENGARUH KETINGGIAN TIMBUNAN TERHADAP KESTABILAN LERENG Ferra Fahriani Email : f2_ferra@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung Kampus Terpadu UBB Balunijuk,

Lebih terperinci

MODUL 1 JENIS TURAP DAN TURAP CANTILEVER

MODUL 1 JENIS TURAP DAN TURAP CANTILEVER MODUL 1 JENIS TURAP DAN TURAP CANTILEVER DAFTAR ISI Bab1 Pengantar......1 1.1. Umum...... 1 1.2. Tujuan Instruksional Umum...... 1 1.3. Tujuan Instruksional Khusus...... 1 Bab 2 Jenis dan Fungsi Turap......1

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland)

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland) ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland) Violetta Gabriella Margaretha Pangemanan A.E Turangan, O.B.A Sompie Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH Yeremias Oktavianus Ramandey NRP : 0021136 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN 4.1 Pendahuluan Pada perencanaan lereng galian (cut slope) ini akan membahas perhitungan stabilitas lereng yang meliputi perhitungan manual di antaranya perhitungan struktur

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS DAN PERKUATAN LERENG PLTM SABILAMBO KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA ABSTRAK

ANALISIS STABILITAS DAN PERKUATAN LERENG PLTM SABILAMBO KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA ABSTRAK ANALISIS STABILITAS DAN PERKUATAN LERENG PLTM SABILAMBO KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA Christy Yanwar Yosapat NRP : 1121037 Pembimbing : Hanny Juliany Dani, S.T., M.T. ABSTRAK Pada akhir tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan pertumbuhan penduduk di kota Semarang, maka diperlukan sarana jalan raya yang aman dan nyaman. Dengan semakin bertambahnya volume lalu lintas,

Lebih terperinci

Sheet Pile (Dinding Turap)

Sheet Pile (Dinding Turap) Sheet Pile (Dinding Turap) gudang kapal sheet pile SIVA 1 Sheet Piles ~ turap baja atau kayu dipancang ke dalam tanah, yang membentuk dinding menerus gudang kapal sheet pile Anchored Sheet Pile Walls Angker

Lebih terperinci

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Klasifikasi Tiang Di dalam rekayasa pondasi dikenal beberapa klasifikasi pondasi tiang. Pembagian klasifikasi pondasi tiang ini dibuat berdasarkan jenis material yang digunakan,

Lebih terperinci

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG Nama : Donald HHL NRP : 0321083 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG ABSTRAK Akibat kondisi dan struktur dari

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Dasar-Dasar Teori II. 1.1. Retaining Wall Retaining Wall merupakan istilah di bidang teknik sipil yang artinya dinding penahan. Dinding penahan merupakan struktur bangunan

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA 2.1 Sifat Alamiah Tanah Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang mempunyai ikatan antar partikel yang lemah atau sama sekali tidak mempunyai ikatan antar partikel tanahnya, dimana

Lebih terperinci

STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI

STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI Oleh: Komarudin Fakultas Teknik Universitas Wiralodra, Jawa Barat ABSTRAK Kondisi tanah berlapis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PRA RENCANA STRUKTUR BAWAH

BAB III METODOLOGI PRA RENCANA STRUKTUR BAWAH BAB III METODOLOGI PRA RENCANA STRUKTUR BAWAH 3.1 Konsep Perancangan Gedung bertingkat yang penulis tinjau terdiri atas 12 lantai dan 3 lantai basement, dimana basement 1 sebenarnya merupakan Sub-Basement

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Pradini (2016) dalam penelitianya Analisis Angka Aman Stabilitas Lereng Jalan Gunung Tugel-Banyumas dengan Metode Fellenius dan Program Slope/

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM Penimbunan pada tanah dengan metode drainase vertikal dilakukan secara bertahap dari ketinggian tertentu hingga mencapai elevasi yang diinginkan. Analisis penurunan atau deformasi

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 24 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Persiapan Memasuki tahap persiapan ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dalam rangka penulisan tugas akhir ini. Adapun tahap persiapan ini meliputi hal-hal sebagai

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

Pasir (dia. 30 cm) Ujung bebas Lempung sedang. Lempung Beton (dia. 40 cm) sedang. sedang

Pasir (dia. 30 cm) Ujung bebas Lempung sedang. Lempung Beton (dia. 40 cm) sedang. sedang Tiang Mendukung Beban Lateral Pondasi tiang sering harus dirancang dengan memperhitungkan beban-beban horizontal atau lateral, Jika tiang dipancang vertical dan dirancang untuk mendukung beban horizontal

Lebih terperinci

ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA ABSTRAK

ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA ABSTRAK ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA Adriani 1), Lely Herliyana 2) ABSTRAK Jalan lingkar utara adalah daerah yang berjenis tanah rawa atau tanah lunak maka untuk melakukan

Lebih terperinci

Bab IV STABILITAS LERENG

Bab IV STABILITAS LERENG Bab IV STABILITAS LERENG PENDAHULUAN Permukaan tanah tidak horisontal gravitasi enderung menggerakkan tanah kebawah >>> perlawanan geseran tidak mampu menahan longsor. Analisis stabilitas pada permukaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI...

BAB II DASAR TEORI... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR ISTILAH... xii DAFTAR NOTASI... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Gunungpati merupakan daerah berbukit di sisi utara Gunung Ungaran dengan kemiringan dan panjang yang bervariasi. Sungai utama yang melintas dan mengalir melalui

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB III KOMPILASI DATA

BAB III KOMPILASI DATA BAB III KOMPILASI DATA 3.1 TINJAUAN UMUM Tanah memiliki sifat fisik (Soil Properties) dan sifat mekanik (Index Properties). Sifat - sifat fisik tanah meliputi ukuran butiran tanah, warnanya, bentuk butiran,

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS Andrea Bertrand Steinmets Timisela NRP: 0421019 Pembimbing: Ir. Asriwiyanti

Lebih terperinci

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 1 Vol. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2018 Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen

Lebih terperinci

PENGARUH DIAMETER TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL TIANG TUNGGAL ABSTRAK

PENGARUH DIAMETER TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL TIANG TUNGGAL ABSTRAK PENGARUH DIAMETER TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL TIANG TUNGGAL Muliadi Hidayat NRP: 1121042 Pembimbing: Ir. Herianto Wibowo, M.T. Pembimbing Pendamping: Andrias S. Nugraha, S.T., M.T. ABSTRAK Pondasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. mencari data-data yang diperlukan, yaitu segala jenis data yang diperlukan untuk

BAB 3 METODOLOGI. mencari data-data yang diperlukan, yaitu segala jenis data yang diperlukan untuk BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Rencana tahapan penelitian ini dimulai dengan identifikasi masalah, kemudian mencari data-data yang diperlukan, yaitu segala jenis data yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH KONSISTENSI TANAH DAN MODULUS PENAMPANG TURAP BAJA TERHADAP KEDALAMAN GALIAN TURAP BAJA

PENGARUH KONSISTENSI TANAH DAN MODULUS PENAMPANG TURAP BAJA TERHADAP KEDALAMAN GALIAN TURAP BAJA PENGARUH KONSISTENSI TANAH DAN MODULUS PENAMPANG TURAP BAJA TERHADAP KEDALAMAN GALIAN TURAP BAJA Enrimon Elyasaf NRP: 1321018 Pembimbing: Hanny Juliany Dani, S.T., M.T. ABSTRAK Dinding penahan tanah sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk tiap tahunnya, maka secara langsung kebutuhan akan lahan sebagai penunjang kehidupan pun semakin besar. Pada kota-kota

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah sebuah permukaan tanah yang terbuka, yang berdiri membentuk sudut tertentu terhadap sumbu horisontal, atau dapat dikatakan lereng adalah permukaan tanah

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND) Giverson Javin Rolos, Turangan A. E., O. B. A. Sompie Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK ABSTRAK

PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK ABSTRAK PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK Nikodemus Leomitro NRP: 1221043 Pembimbing: Ir. Herianto Wibowo, M.Sc. ABSTRAK Lereng merupakan sebidang tanah yang memiliki sudut kemiringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yulianto (2013) dalam penelitiannya Analisis Dinding Penahan Tanah Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1 93 LAMPIRAN 2 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK EC7 DA1 C1 (UNDRAINED) 94 LAMPIRAN 3 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK

Lebih terperinci

III. KUAT GESER TANAH

III. KUAT GESER TANAH III. KUAT GESER TANAH 1. FILOSOFI KUAT GESER Kuat geser adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Kegunaan kuat geser Stabilitas lereng σ γ γ γ Daya dukung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang melandasi setiap

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang melandasi setiap 5 BAB II ANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang melandasi setiap tahapan yang dilakukan dalam sistem, termasuk didalamnya teori yang mendukung setiap analisis yang dilakukan terhadap

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Program Studi Teknik Sipil. Disusun Oleh NIM NIM

TUGAS AKHIR. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Program Studi Teknik Sipil. Disusun Oleh NIM NIM Analisis Stabilitas dan Penurunan Timbunan pada Tanah Lunak dengan Vertical Drain, Perkuatan Bambu dan Perkuatan Geotextile Studi Kasus pada Discharge Channel Proyek PLTGU Tambak Lorok, Semarang TUGAS

Lebih terperinci

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS)

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS) Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 3 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2017 Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) Turangan Virginia, A.E.Turangan, S.Monintja Email:virginiaturangan@gmail.com ABSTRAK Pada daerah Manado By Pass

Lebih terperinci

ANALISA KONSOLIDASI DAN KESTABILAN LERENG BENDUNG KOSINGGOLAN

ANALISA KONSOLIDASI DAN KESTABILAN LERENG BENDUNG KOSINGGOLAN ANALISA KONSOLIDASI DAN KESTABILAN LERENG BENDUNG KOSINGGOLAN Sesty E.J Imbar Alumni Program Pascasarjana S2 Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi O. B. A. Sompie Dosen Pasca Sarjana Program Studi S2

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI DALAM DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KOMPUTER MATHCAD 12

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI DALAM DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KOMPUTER MATHCAD 12 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI DALAM DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KOMPUTER MATHCAD 12 Eko Nityantoro NRP : 0021011 Pembimbing : Ibrahim Surya Ir.,M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL OLEH

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tiang Di dalam rekayasa pondasi dikenal beberapa klasifikasi pondasi tiang, pembagian klasifikasi tiang ini dibuat berdasarkan jenis material yang digunakan kekakuan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR TANGGUL KOLAM RETENSI KACANG PEDANG PANGKAL PINANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE OASYS GEO 18.1 DAN 18.2

PERENCANAAN STRUKTUR TANGGUL KOLAM RETENSI KACANG PEDANG PANGKAL PINANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE OASYS GEO 18.1 DAN 18.2 PERENCANAAN STRUKTUR TANGGUL KOLAM RETENSI KACANG PEDANG PANGKAL PINANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE OASYS GEO 18.1 DAN 18.2 Nama : Jacson Sumando NRP : 9821055 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISA TANAH PADA BUKAAN TEROWONGAN (Studi Kasus: Terowongan Kawasan Green Hill, Malendeng)

ANALISA TANAH PADA BUKAAN TEROWONGAN (Studi Kasus: Terowongan Kawasan Green Hill, Malendeng) ANALISA TANAH PADA BUKAAN TEROWONGAN (Studi Kasus: Terowongan Kawasan Green Hill, Malendeng) Sharon Victorya Rori S. Balamba, Alva N. Sarajar Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 5 No. 2, Desember 2004 ( ) Desain Dinding Penahan Tanah (Retaining Walls) di Tanah Rawa Pada Proyek Jalan

INFO TEKNIK Volume 5 No. 2, Desember 2004 ( ) Desain Dinding Penahan Tanah (Retaining Walls) di Tanah Rawa Pada Proyek Jalan INFO TEKNIK Volume 5 No., Desember 004 (103-109) Desain Dinding Penahan Tanah (Retaining Walls) di Tanah Rawa Pada Proyek Jalan Syafruddin 1 Abstrak Genangan Dinding penahan tanah dibuat untuk dapat menahan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH DIAMETER TERHADAP STABILITAS SOLDIER PILE PADA GEDUNG SERBA GUNA UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

STUDI PENGARUH DIAMETER TERHADAP STABILITAS SOLDIER PILE PADA GEDUNG SERBA GUNA UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK STUDI PENGARUH DIAMETER TERHADAP STABILITAS SOLDIER PILE PADA GEDUNG SERBA GUNA UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG Kevin Gustav Dermawan NRP : 1121002 Pembimbing: Hanny Juliany Dani, S.T., M.T. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 2.1.1 Material Geosintetik Penggunaan material geosintetik pada proyek perbaikan tanah semakin luas, material geosintetik yang telah teruji kekuatannya

Lebih terperinci

DINDING PENAHAN TANAH

DINDING PENAHAN TANAH DINDING PENAHAN TANAH JENIS JENIS DINDING PENAHAN TANAH 2 DESAIN OF GRAVITY AND SEMIGRAVITY WALLS Sumber : Bowles, Joseph E, Foundation analysis and design 3 DESAIN OF GRAVITY AND SEMIGRAVITY WALLS Sumber

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Umum Perencanaan pondasi tiang mencakup beberapa tahapan pekerjaan. Sebagai tahap awal adalah interpretasi data tanah dan data pembebanan gedung hasil dari analisa struktur

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) Marti Istiyaningsih 1, Endah Kanti Pangestuti 2 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG BAJA ABSTRAK

PENGARUH BENTUK, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG BAJA ABSTRAK PENGARUH BENTUK, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG BAJA Willy Tanjaya NRP: 1221018 Pembimbing: Ir. Herianto Wibowo, M.T. ABSTRAK Pondasi

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas Lereng Tanah Berbutir Kasar dengan Uji Model Fisik

Analisis Stabilitas Lereng Tanah Berbutir Kasar dengan Uji Model Fisik Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 2 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2016 Analisis Stabilitas Lereng Tanah Berbutir Kasar dengan Uji Model Fisik DIANA DESTRI SARTIKA,YUKI

Lebih terperinci

Jawaban UAS Teknik Pondasi (Waktu 120 menit) Tanggal : 18 Juni 2012

Jawaban UAS Teknik Pondasi (Waktu 120 menit) Tanggal : 18 Juni 2012 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIKK Jawaban UAS Teknik Pondasi (Waktu 10 menit) Tanggal : 18 Juni 01 Soal no 1. P1050kN m γ 19,8 kn / m Pasir 1,5 m B m φ 6 o γ sat 0,8kN / m a. Kontrol daya dukung.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Distribusi Tegangan Dalam Tanah Berbagai cara telah digunakan untuk menghitung tambahan tegangan akibat beban pondasi. Semuanya menghasilkan kesalahan bila nilai banding z/b

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 2 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2017 Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan RIFKI FADILAH, INDRA NOER HAMDHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis data tanah Data tanah yang digunakan peneliti dalam peneltian ini adalah menggunakan data sekunder yang didapat dari hasil penelitian sebelumnya. Data properties

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. yang berdasarkan pada metode baji (wedge method), dan kalkulasi dari program

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. yang berdasarkan pada metode baji (wedge method), dan kalkulasi dari program BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji nilai faktor keamanan dari pemodelan soil nailing dengan elemen pelat (plate) dan elemen node

Lebih terperinci

Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga

Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga PUTRA, GILANG

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKA KEAMANAN DIAFRAGMA WALL MENGGUNAKAN PERMODELAN MOHR COLOUMB DENGAN PARAMETER TOTAL DAN EFEKTIF

ANALISIS ANGKA KEAMANAN DIAFRAGMA WALL MENGGUNAKAN PERMODELAN MOHR COLOUMB DENGAN PARAMETER TOTAL DAN EFEKTIF Jurnal Fropil Vol 2 Nomor 2. Juli-Desember 2014 ANALISIS ANGKA KEAMANAN DIAFRAGMA WALL MENGGUNAKAN PERMODELAN MOHR COLOUMB DENGAN PARAMETER TOTAL DAN EFEKTIF Ferra Fahriani Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR ANALISIS

BAB III PROSEDUR ANALISIS BAB III PROSEDUR ANALISIS Dalam melakukan perencanaan desain, secara umum perhitungan dapat dibagi menjadi 2 yaitu: perencanaan secara manual dan perencanaan dengan bantuan program. Dalam perhitungan secara

Lebih terperinci