Pengantar. ujian Nasional mengalami perubahan peraturan dan kenaikan nilai standar.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengantar. ujian Nasional mengalami perubahan peraturan dan kenaikan nilai standar."

Transkripsi

1 Pengantar Ujian Nasional (UN) yang digelar oleh Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan (Kemendikbud) merupakan agenda rutin setiap tahunnya. Murid dikatakan lulus pada suatu jenjang pendidikan ketika nilai UN memenuhi kriteria kelulusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pada setiap tahun, kriteria kelulusan ujian Nasional mengalami perubahan peraturan dan kenaikan nilai standar. Pada tahun 2007/2008, kriteria kelulusan minimal yaitu 5, 25 (lima koma dua lima) dan pada tahun 2008/2009 menjadi 5,5 (lima koma lima). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2013 menyatakan bahwa kriteria kelulusan peserta didik pada Ujian Nasional SMA/SMK/MA tahun ajaran 2013/2014 berdasarkan perolehan Nilai Akhir (NA). Nilai Akhir (NA) adalah nilai gabungan antara Nilai Sekolah (NS) dari setiap mata pelajaran dan Nilai UN dengan pembobotan 40% untuk NS, dan 60% untuk nilai UN. Peserta didik dinyatakan lulus UN apabila nilai rata-rata dari semua nilai NA mencapai paling rendah 5,5 (lima koma lima) dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0 (empat koma nol). Ujian Nasional direspon oleh sekolah dengan melakukan berbagai persiapan. Menurut Wakasek bidang kurikulum, siswa kelas XII diberikan tambahan jam pelajaran setelah pulang sekolah dan berlangsung hingga pukul setiap harinya. Penambahan materi pelajaran ini dilakukan sejak pertengahan semester ganjil dan berlangsung hingga menjelang Ujian Nasional. Dengan adanya tambahan jam 1

2 pelajaran ini, pihak sekolah berharap agar siswa dapat lebih mempersiapkan diri dengan materi pelajaran yang akan diujikan nanti. Selain pelajaran tambahan, pihak sekolah akan memberikan latihan-latihan soal Ujian Nasional (try out). Selama ini sekolah sudah empat kali melaksanakan try out termasuk juga try out yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten. Evaluasi yang dilakukan pihak sekolah, hasil try out yang dilakukan belum memenuhi harapan. Para siswa masih belum dapat mencapai target nilai yang diharapkan oleh pihak sekolah sesuai dengan kriteria kelulusan yang sudah ditetapkan dalam Ujian Nasional. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan bapak Rd (guru BK), diketahui bahwa sebagian besar siswa kelas XII mengaku belum siap untuk menghadapi UN karena belum merasa faham dengan materi yang sudah dipelajari. Peneliti kemudian menindaklanjuti dengan melakukan wawancara dengan beberapa siswa dikelas XII. Nia, siswa kelas XII IPS1 mengatakan dirinya merasa takut jika tidak lulus dalam ujian dan harus melakukan ujian ulang walaupun selama ini dia sudah berusaha untuk belajar semaksimal mungkin dengan latihan-latihan soal maupun dengan mengikuti pelajaran tambahan yang diadakan oleh pihak sekolah. Siswa merasa bahwa apa yang mereka lakukan selama tiga tahun hanya dipertaruhkan dalam waktu tiga hari ujian saat pelaksanaan UN. Ada anggapan dari para siswa bahwa Ujian Nasional merupakan segala-galanya dan merupakan penentu masa depan mereka. Ditambah lagi dari pengalaman kakak kelas mereka sebelumnya bahwa siswa yang berprestasi ternyata mendapat hasil Ujian Nasional yang rendah. 2

3 Siswa merasa bahwa tekanan yang dirasakan menjelang Ujian Nasional semakin kuat, khusus untuk kelas XII pihak sekolah mengharuskan untuk mengikuti les tambahan dan latihan mengerjakan soal ujian. Dengan banyaknya penambahan jam pelajaran seusai pulang sekolah mereka merasa kesulitan untuk memahami banyaknya materi yang harus dipelajari dalam waktu singkat. Tuntutan dari orangtua agar siswa harus lulus Ujian Nasional dengan nilai yang bagus agar nantinya dapat masuk ke fakultas yang diinginkan diperguruan tinggi. Saat wawancara, seorang siswi kelas XII mengatakan: UN bener-bener bikin stress mas, tiap hari pulang sore terus, pelajarannya kok ya gk habis-habis bahannya. Padahal pas kelas dua dulu gk kayak gini. Udah gitu kadang gurunya nerangin materinya gk jelas, malah bikin bingung aja. Nyampe rumah PR nya juga numpuk. Saya takut kalo sampe gk lulus UN dimarah sama orangtua Hasil asesemen juga mengungkap bahwa kecemasan yang meningkat pada para siswa dalam menghadapi ujian nasional berpengaruh terhadap kegiatan seharihari para siswa, sebagaimana yang diutarakan oleh salah satu siswa kelas XII yang berhasil diwawancarai oleh peneliti: Mempersiapkan Ujian nasional membuat perasaan saya menjadi tidak nyaman. Saya jadi sering susah tidur dimalam hari. Belajar bukannya tambah ngerti tapi malah semakin bingung, apalagi kadang gurunya tidak jelas kalo nerangin pelajaran, biasanya cuma dikasih tugas terus siswa disuruh belajar sendiri Siswa mengatakan seringkali tidak dapat berkonsentrasi dengan baik saat mengerjakan soal-soal latihan Ujian Nasional yang diadakan oleh sekolah. Mereka 3

4 merasa guru yang memberikan materi pelajaran masih belum maksimal dan kurang seringkali terkesan tidak mau tahu dengan kondisi siswa. Peneliti kemudian menindaklanjuti hasil wawancara awal tersebut dengan melakukan asesmen lanjutan kepada seluruh siswa kelas XII SMAN Y Sleman. Peneliti menggunakan Skala Persiapan Ujian Nasional yang diadaptasi dari Thoomaszen (2013). Skala Persiapan Ujian Nasional tersebut bertujuan untuk melihat sejauhmana kesiapan para siswa kelas XII SMAN Y Sleman dalam menghadapi UN. Hasil asesmen menunjukkan bahwa dari 172 siswa, 8% siswa memiliki tingkat kecemasan yang tinggi, 57% berada pada tingkat yang sedang dan 35% sisanya berada pada tingkat yang rendah. Hasil asesmen mengungkap bahwa kecemasan pada para siswa berdampak pada menurunnya kualitas tidur siswa dimalam hari dan merasa gelisah menunggu pelaksanaan UN, sulit berkonsentrasi dalam belajar dan muncul perasaan takut dengan adanya UN. Hasil asesmen juga menemukan bahwa para siswa seringkali kehilangan konsentrasi saat mereka mengerjakan Soal-soal latihan UN yang diadakan oleh sekolah. Fenomena Ujian Nasional yang diadakan oleh pemerintah juga mendapat sorotan dari berbagai kalangan dari praktisi pendidikan hingga para pejabat pemerintah terutama mengenai dampak kurang baik dari pelaksanaan UN. Seperti yang terjadi di salah satu sekolah di Kendal yang mengalami kesurupan massal. Kesurupan itu dipicu rasa depresi para siswa yang akan menghadapi ujian nasional 4

5 ( Kesurupan masal pada siswa sekolah menengah juga terjadi di Yogyakarta. Puluhan siswa SMKN 3 Yogyakarta mengalami kesurupan massal saat mengikuti upacara bendera pada Senin, 10 Maret 2014 ( diakses 19 Maret 2014 ). Pakar Psikologi UGM Prof Drs Koentjoro Soeparno MBSc PhD menilai, peristiwa kesurupan massal di SMKN 3 Yogayakarta terjadi sebagai dampak rasa ketakutan dan kecemasan yang berlebihan yang dialami para siswa. Ujian Nasional telah membuat setiap pihak di sekolah mulai dari siswa guru termasuk kepala sekolah mendapat tekanan cukup berat ( diakses 19 Maret 2014). Survei yang dilakukan oleh Centre Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (2010) di kabupaten Sleman Yogyakarta, didapati data bahwa 44, 9% siswa SMA Negeri berada pada tingkat kecemasan tinggi dalam menghadapi UN. Santrock (2007) menyatakan tingkat kecemasan yang tinggi yang dialami oleh sejumlah remaja disebabkan oleh ekspektasi dan tekanan untuk berprestasi yang tidak realistis baik dari orangtua atau dari pihak sekolah. Bagi banyak individu, kegelisahan dapat meningkat seiring dengan masa sekolah ketika mereka menghadapi evaluasi, perbandingan sosial, dan (bagi sebagian siswa) mengalami kegagalan. Kondisi seperti ini nampaknya dialami oleh para siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional di SMAN Y Yogyakarta. Ketika sekolah menciptakan lingkungan semacam itu, sekolah cenderung meningkatkan kegelisahan siswa (Eccles, Wigfield dan Schiefele, 1998). Pendapat tersebut diperkuat oleh Hurlock (1980) yang mengemukakan bahwa 5

6 kecemasan juga tergantung pada kebudayaan setempat, jika masyarakat sekitar dan orangtua sangat menekankan prestasi akademik maka akan timbul kecemasan pada diri seseorang bila tidak mampu memenuhi harapan tersebut. Begitu pula emosi siswa yang labil pada masa remaja, dan tidak dapat dikendalikan akan menjadikan siswa pada usia remaja rentan terhadap cemas, karena pada masa remaja kecemasan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan (Conger, 1991) Menurut Lazarus (1990), kecemasan adalah emosi yang muncul terkait dengan bahaya, termasuk adanya keinginan untuk terlepas dan terhindar dari bahaya. Kondisi bahaya yang dimaksud adalah bahaya yang bersifat psikis, terkait dengan serangan terhadap identitas seseorang. Reaksi yang muncul pada saat cemas antara lain adalah perasaan yang tidak jelas, tidak berdaya, dan tidak pasti apa yang akan dilakukan. Lazarus (1991) mengatakan kecemasan muncul ketika makna eksistensi seseorang terganggu atau terancam sebagai hasil dari ketidakmampuan fisik, konflik intrapsikis dan peristiwa yang sulit didefinisikan. Menurut model transaksional (RS Lazarus & Folkman, 1984), kecemasan dapat dipandang sebagai reaksi emosional yang tidak menyenangkan yang dihasilkan dari persepsi atau penilaian terhadap sumber kecemasan sebagai ego-mengancam. Oleh karena itu, kecemasan dipandang berkaitan dengan karakteristik situasional yang spesifik dari tes dan konteks ujian melalui proses persepsi dan penilaian kognitif (Lazarus & Folkman, 1984). Jika seseorang menilai tuntutan situasional dari proses ujian sebagai berpotensi berbahaya dan dinilai melebihi kompetensinya dan sumber 6

7 daya yang dimiliki, transaksi antara kondisi subjektif dan situasi ujian akan dinilai sebagai stres dan membangkitkan kecemasan. Ujian Nasional yang dipandang oleh para siswa sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengancam akan meningkatkan kemungkinan munculnya penilaian negatif terhadap Ujian Nasional itu sendiri. Hal ini, pada gilirannya akan memunculkan penilaian kognitif yang bersifat negatif berupa ketakutan, kekhawatiran dan perasaan tidak berdaya dalam menghadapi situasi Ujian (Lazarus & Folkman, 1984). Maher (dalam Calhoun dan Acocella, 1990) menjelaskan reaksi yang muncul akibat kecemasan ada tiga hal yaitu reaksi emosional, kognitif dan fisiologis. Reaksi emosional, merupakan reaksi yang berupa perasaan takut yang kuat dan disadari. Reaksi kognitif, yaitu perasaan takut yang disadari dan meluas yang mengganggu kemampuan individu untuk berfikir jernih, memecahkan masalah, dan memenuhi tuntutan dari lingkungannya. Wujud dari reaksi kognitif adalah kebingungan, sulit berkonsentrasi dan sulit mengingat sesuatu. Reaksi fisiologis; sistem syaraf otonom bertindak sebagai pengontrol otot dan kelenjar dalam tubuh manusia. Ketika otak menangkap rasa takut, syaraf simpatik mempersiapkan tubuh untuk situasi siaga yaitu untuk lari atau menghindari situasi yang menakutkan tersebut. Berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan terlihat bahwa kecemasan yang meningkat pada diri siswa berasal dari persepsi dan penilaian kognitif yang negatif terhadap Ujian Nasional sehingga menimbulkan pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan subjektif berupa ketakutan-ketakutan, kekhawatiran dan perasaan 7

8 tidak berdaya dalam mempersiapkan Ujian Nasional yang bersifat negatif. Kecemasan yang terlalu berlebihan akan mempengaruhi kehidupan akademik siswa yang berakibat pada rendahnya motivasi siswa, kemampuan coping, strategi yang buruk dalam belajar, evaluasi diri yang negatif, kesulitan berkonsentrasi serta persepsi kesehatan yang buruk (Lewis, 1997; Aysan, Thomson, dan Hamarat, 2001). Hasil penelitian juga membuktikan bahwa tingginya kecemasan siswa dalam menghadapi ujian berefek buruk terhadap cara belajar, kompetensi akademik, kepercayaan diri, penerimaan diri maupun konsep diri siswa (Briggs dan Ribinch, 1999; Anderson, 1999). Lazarus & Folkman (1984) menyatakan bahwa bukan kegagalan itu sendiri yang menyebabkan kecemasan. Sebaliknya, yang terpenting adalah bagaimana orang memproses keberhasilan dan kegagalan mereka secara objektif dan bagaimana melihat pengalaman dalam situasi ujian mereka. Dengan memiliki persepsi dan penilaian yang positif terhadap Ujian Nasional seorang siswa akan lebih mampu untuk mengelola kecemasan yang muncul sehingga perasaan-perasaan yang muncul akan juga akan menjadi lebih positif. Emosi positif yang rutin dapat membuat orang lebih sehat dan lebih tangguh, mendorong seseorang untuk berfungsi secara optimal, kesejahteraan, dan pengembangan (Fredrickson, 2001; Fredrickson & Joiner, 2002). Emosi positif memperluas strategi pemecahan masalah (Fredrickson & Branigan, 2005) dan dapat membatalkan efek samping dari emosi negatif (Fredrickson, Mancuso, & Branigan, 2000). 8

9 Sosrokartono (dalam Syuropati, 2011) mengajukan sebuah konsep yang dinamakan catur murti sebagai alternatif dalam mengelola persepsi dan penilaian kognitif pada diri seseorang. Konsep catur murti ini menyatakan bahwa yang mendorong seseorang untuk merasakan, berkata dan berbuat sesuatu berawal dari apa yang dia pikirkan. Dengan kata lain untuk menghilangkan perasaan gelisah dan tegang kita harus menyatukan empat hal, yaitu pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan kedalam hal yang positif. Yaitu dengan pikiran yang benar, perasaan yang benar, perkataaan yang benar dan perbuatan yang benar (Sosrokartono dalam Syuropati, 2011) agar senantiasa dalam diri kita terhindar dari hal-hal yang bersifat negatif. Menurut konsep ini, Sebelum melakukan suatu perbuatan, pikiran yang benar harus diselaraskan dengan perasaan yang benar. Artinya, ada unsur penyelarasan. Dengan begitu, dalam konteks tersebut, perkataan maupun perbuatan yang muncul adalah perbuatan benar. Syukur dikaitkan dengan berbagai emosi yang positif. Sosrokartono (dalam Syuropati, 2011) menyatakan bahwa berbagai macam emosi negatif hanya akan menyebabkan ketegangan dan kegelisahan dalam hidup. Penelitian telah menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan orang yang kurang bersyukur, orang yang bersyukur melaporkan mengalami kebahagiaan yang lebih besar, harapan, kebanggaan (Overwalle, Mervielde, & DeSchuyter, 1995, suasana hati positif, optimisme, kepuasan hidup, vitalitas, religiusitas dan spiritualitas, dan mereka juga cenderung melaporkan lebih sedikit depresi dan iri hati (McCullough et al., 2002). 9

10 Jika pengalaman pada masa lalu dan masa sekarang pada diri seseorang dapat memperkuat kebersyukuran, maka kebersyukuran akan menguatkan seseorang dalam memandang masa depan mereka. Dengan demikian, orang-orang yang bersyukur akan selalu optimis dan penuh harapan, dan penelitian telah mengkonfirmasi hal ini (McCullough, Emmons, & Tsang, J., 2002). Jika orang merasa bersyukur atas kebaikan di masa lalu, ini mungkin akan diterjemahkan ke dalam harapan untuk kebaikan serupa di masa mendatang (Schacter, Addis, & Buckner, 2007). Definisi rasa syukur diungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh McCullough, Tsang, Emmons (2004). Dalam penelitian tersebut rasa syukur (grattitude) didefinisikan sebagai perasaan tiba-tiba dan langsung muncul karena adanya ganjaran atau penghargaan. Hampir sama dengan itu, menurut Wainer dan Graham (dalam McCullough, et al., 2004), rasa syukur adalah rangsang untuk mengembalikan kebaikan kepada orang lain sehingga dengan demikian menghasilkan keseimbangan. Emmons dan Clumper (dalam McCullough, et al., 2004) menambahkan bahwa rasa syukur adalah respon perasaan akan suatu pemberian, sebagai bentuk apresiasi yang dirasakan setelah seseorang mendapatkan altruistik (menerima kebaikan dari orang lain). Aspek-aspek rasa syukur menurut McCullough, Emmons, & Tsang, (2002) adalah intensitas (intensity), frekuensi (frequency), rentang waktu (span), dan kepadatan (density). Semakin banyak hal yang disyukuri dan melimpahkannya 10

11 kepada orang lain akan meningkatkan rasa syukur (Froh, Yurkewicz, & Kashdan, 2009). Fitzgerald (1998) membagi kebersyukuran kedalam tiga aspek, yaitu rasa hangat seperti cinta dan kasih sayang sebagai apresiasi kepada seseorang atau sesuatu. Aspek selanjutnya adalah kebaikan hati yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu meliputi keinginan untuk membantu dan berbagi dengan orang lain. Aspek terakhir adalah tindakan yang mengalir karena rasa hangat dan kebaikan tersebut misalnya intensi menolong orang lain, membalas kebaikan, dan memperkuat kedekatan kepada Tuhan. Watkins (2014) menyatakan bahwa untuk menciptakan rasa syukur dalam diri seseorang dapat dilakukan dengan empat hal, yaitu 1. Recounting; merupakan penghayatan pada "kesenangan sederhana" sebaik mereka menghayati nikmat yang besar (Doty, Sparrow, Boetcher, & Watkins, 2010; Watkins, Woodward, Stone, & Kolts, 2003). Dengan mengingat lebih banyak kejadian bersyukur mereka meningkatkan aksesibilitas pada kenangan mengenai kebersyukuran, yang mungkin akan membimbing mereka untuk memiliki pikiran yang lebih positif dalam menyikapi permasalahan (Watkins, 2014). 2. Reflection; yaitu meninjau kedalam diri kita sendiri guna mengetahui benar tidaknya tindakan kita yang telah kita lakukan untuk pertanggungjawaban moral (Soesilo, 2003) yang meliputi proses pengujian, pengolahan terhadap nilai-nilai dan keyakinan pribadi dan pengalaman. Refleksi diri membuat seseorang belajar 11

12 hal-hal baru dalam diri, lebih mengetahui tentang diri. Dengan pengetahuan diri sendiri, orang akan berfikir benar dan bertindak benar sehingga dapat membina hidup yang aman, tenteram, damai dan bahagia (Ki Ageng Suryomentaram dalam Soesilo, 2003) Orang yang memiliki kesadaran diri tinggi akan membawa individu pada kesehatan mental yang lebih baik. Watkins (2014) melakukan refleksi sederhana terhadap kebaikan seseorang dalam situasi yang membuat kita bersyukur menghasilkan peningkatan yang signifikan terhadap afek positif. 3. Expression, mengungkapkan rasa syukur mampu menunjukkan peningkatan besar dalam kesejahteraan (Watkins, 2014). Soesilo (2003) menyatakan bahwa rasa senang itu relatif dan sifatnya subjektif. Dalam keadaan mengalami rasa senang (mendapatkan kebaikan dari orang lain atau ketika terwujud apa yang kita inginkan) kita menikmati hidup dengan cara bersyukur atau berterimakasih atas kemurahan Tuhan atau sesama manusia, kemudian kita harus melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat membuat orang lain senang (Soesilo, 2003). Mengucapkan terimakasih merupakan sebuah bentuk perbuatan yang paling sederhana saat kita merasakan kebaikan dari orang lain. Seligman, et al., (2005), mengekspresikan rasa syukur menunjukkan peningkatan yang besar terhadap kesejahteraan emosional dan penurunan yang signifikan terhadap gejala depresi. 4. Reappraisal, Orang yang bersyukur memiliki kemampuan yang baik dalam menilai kembali peristiwa negatif, dan sekarang terdapat bukti bahwa grateful reappraisal membantu individu untuk menutup kenangan yang menyakitkan, 12

13 menurunkan afek negatif dan ingatan yang mengganggu ini (Watkins, Cruz, Holben, & Kolts, 2008). Seorang yang memahami makna senang dan susah yang terjadi dalam hidupnya, akan menjadi daya sugesti hidup. Sugesti diri akan terbangun terus menerus, bahwa senang susah tidak mungkin lepas dari jiwa manusia. Senang susah hanya sementara (Endraswara, 2012) McCullough, dkk (2002) mengungkapkan bahwa kebersyukuran seseorang dipengaruhi oleh kepribadian dan religiusitas. Orang yang berkepribadian terbuka dan tidak pencemas (extraversion/low neuroticism) memiliki rasa syukur yang lebih tinggi. Penelitian Rosmarin, Pirutinsky, Cohen, Galler, dan Krumrei (2011) membuktikan bahwa religiusitas secara konsisten mempengaruhi kebersyukuran. Orang yang memiliki keyakinan tentang Tuhan dan menjalankan ajaran agama yang dipeluk dengan konsisten memiliki rasa syukur yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang bersyukur tanpa ada keyakinan terhadap Tuhan. Temuan ini didukung oleh penelitian Lambert, Fincham, Braitwaite, Beach, dan Graham (2009) bahwa orang-orang yang berdoa kepada Tuhan dengan frekuensi yang lebih sering memiliki kebersyukuran yang lebih tinggi. Penelitian-penelitian lain membuktikan bahwa rasa syukur yang tinggi akan membuat seseorang melihat situasi adalah sesuatu yang menguntungkan (Wood, Maltby, Gillett, Linley, & Joseph, 2008), memiliki kepuasan dengan pengalaman hidupnya (Froh, Sefick, & Emmons, 2008; Lambert, Fincham, Stillman, & Dean, 2009), meningkatkan kepuasan diri dan tim pada atlet (Chen & Kee, 2008), 13

14 meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas fisik (Dewanto, 2014), mengatasi gejala gangguan stres pasca trauma pada remaja (Puspitasari, 2013). Beberapa penelitian ilmiah juga mengungkapkan bahwa kebersyukuran merupakan salah satu metode alternatif yang dapat digunakan untuk mengelola kecemasan. Bahrampour & Yazdkhasti (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dengan meningkatkan rasa syukur sebagai sifat positif pada diri seseorang dapat mengarah pada penurunan variabel seperti kecemasan, stres, depresi dan kepuasan hidup. Lau & Cheng (2011) dalam penelitiannya terhadap orang-orang yang memasuki usia lanjut menemukan bahwa kecemasan menghadapi kematian yang lebih rendah dengan bersyukur. Kecemasan menghadapi kematian dapat dikurangi dengan orientasi perhatian mereka terhadap peristiwa-peristiwa yang menimbulkan perasaan bersyukur dalam hidup mereka. Penelitian lain yang mengungkapkan peran bersyukur dalam menurunkan kecemasan berasal dari Kendler, et al., (2003) yang menyatakan bahwa kebersyukuran berhubungan dengan depresi serta gangguan kecemasan menyeluruh. Penelitian-penelitian diatas merupakan studi kebersyukuran yang berhubungan dengan kecemasan dalam konteks yang berbeda dengan kecemasan menghadapi Ujian Nasional. Peneliti sejauh ini belum menemukan penelitian tentang intervensi kebersyukuran dalam menurunkan kecemasan siswa dalam setting menghadapi ujian nasional. Berdasarkan keterangan Wakasek bidang Kurikulum (Bapak R), sekolah telah mengadakan program-program motivasi dengan mendatangkan motivator sebagai 14

15 pencegahan agar pasa siswa tidak mengalami kecemasan. Untuk tahun ajaran ini sudah diadakan dua kali acara motivasi bagi kelas XII. Acara ini dilaksanakan dengan mengumpulkan seluruh siswa kelas XII kemudian diberikan ceramah motivasi secara bersama-sama. Namun sejauh ini acara yang diadakan belum memenuhi harapan diinginkan oleh pihak sekolah. Intervensi kebersyukuran dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan baru bagi partisipan penelitian bagaimana cara mengelola kecemasan dengan baik melalui positif reappraisal dan positif emotion. Setelah mengikut pelatihan ini diharapkan para peserta: (a) Memiliki pemikiran yang lebih positif dalam melihat suatu permasalahan, (b) Dapat melakukan instrospeksi diri atas kebaikan yang telah diterima sebagai bentuk perasaan syukur, (c) Merasakan manfaat ketika mereka mampu mengungkapkan perasaan bersyukur secara tepat, (d) Mengambil hikmah atau membuat alternatif pikiran yang lebih positif dari situasi yang tidak menyenangkan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, pelatihan kebersyukuran akan diberikan melalui pelatihan kelompok. Supratiknya (2011) menyatakan bahwa pendekatan kelompok lebih efektif disampaikan lewat pengalaman belajar di dalam kelompok, hal itu disebabkan: (a) Jenis pengetahuan atau ketrampilan yang perlu ditumbuhkan dalam diri individu secara wajar menuntut kehadiran orang lain sebagai mitra berbagi atau beraktivitas, (b) Jenis problem yang dialami masing-masing individu seringkali kurang lebih sama. 15

16 Sesi yang diajarkan kepada para peserta pelatihan ini diambil dari teknik bersyukur dari Watkins (2014) yaitu recounting, reflecting, epression, dan reappraisal. Pelatihan ini sendiri terbagi dalam empat sesi sesuai dengan teknik yang sudah disampaikan sebelumnya. Sesi I yaitu recounting, para peserta diajarkan bahwa bersyukur dapat dilakukan dengan mengingat kebaikan-kebaikan yang diterima dari orang lain maupun dari alam lingkungan sekitar. Setelah mengikuti sesi ini diharapkan peserta akan mendapatkan pemahaman baru bahwa berkat atau kebaikan yang diterima oleh mereka baik yang besar maupun kecil, semuanya itu berarti. Peserta akan dapat menghargai apa yang sudah diberikan oleh teman, guru, orangtua, maupun tuhan sehingga akan muncul pemikiran yang lebih positif dalam melihat permasalahan. Taylor (2006) menyebutkan persepsi terhadap ketersediaan dukungan sosial memberikan banyak keuntungan. Seseorang dengan persepsi dukungan sosial tinggi mampu mengatasi kondisi sulit dengan lebih baik Sesi II dari pelatihan ini yaitu reflecting. Pada sesi reflecting ini peserta diajak untuk melakukan instrospeksi diri dengan menggali pemahaman terhadap nilai-nilai, keyakinan pribadi, dan pengalaman dalam meninjau kembali perasaan dan pikiran yang muncul yang berkaitan dengan Ujian Nasional. Dengan melakukan sesi ini peserta dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dan dapat mengambil sisi positif dari perasaan cemas yang muncul saat mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional. 16

17 Sesi III dari pelatihan ini yaitu Gratitude Expression. Sebagian besar ahli percaya bahwa emosi bersifat adaptif karena mereka mempersiapkan kita untuk melakukan beberapa perilaku adaptif, dan jika seseorang secara konsisten mengalami rasa syukur namun tanpa mengungkapkannya (baik dalam kata dan perbuatan), maka akan dipertanyakan bagaimana rasa syukur tersebut. Mengungkapkan rasa syukur mampu menunjukkan peningkatan besar dalam persepsi dan penilain yang positif terhadap masalah (Watkins, 2014). Pada sesi ini peserta diminta untuk mengungkapkan perasaan bersyukur yang dirasakan dengan menulis ucapan terimakasih dan membacakannya didepan orang lain yang dia anggap telah memberikan kebaikan kepadanya. Setelah menjalani sesi ini peserta diharapkan mengerti bahwa dengan mengucapkan terimakasih secara tulus kepada orang yang telah memberikan kebaikan kepada mereka akan memberikan pengalamanpengalaman positif sehingga akan memberikan perasaan yang lebih baik dalam diri mereka. Sesi IV, yaitu reappraisal yang memberikan pemahaman kepada peserta bahwa orang yang bersyukur memiliki kemampuan yang baik dalam menilai kembali peristiwa negatif, dan sekarang terdapat bukti bahwa grateful reappraisal membantu individu untuk menutup kenangan yang menyakitkan, menurunkan afek negatif dan ingatan yang mengganggu ini (Watkins, Cruz, Holben, & Kolts, 2008). Kondisi kebersyukuran membantu individu menyesuaikan diri dengan memori yang tidak menyenangkan ini menjadi kisah yang baik/menyenangkan dalam hidup mereka 17

18 (Watkins, 2014). Pada sesi ini peserta diminta untuk menuliskan kesulitan-kesulitan atau kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan yang dialami kemudian membuat alternatif pikiran yang lebih positif. Ketika orang memahami senang dan susah, akan menjadi daya sugesti hidup. Sugesti diri akan terbangun terus menerus, bahwa senang susah tidak mungkin lepas dari jiwa manusia. Senang susah hanya sementara (Endraswara, 2012). Dengan mengikuti sesi ini peserta akan menyadari bahwa situasi yang tidak menyenangkan selalu ada dalam hidup dan kita tidak mungkin bisa menghindarinya. Dengan mengambil hikmah atau membuat alternatif pikiran yang lebih positif dari situasi yang tidak menyenangkan akan membuat kita lebih dapat merasakan ketenangan dalam mengerjakan tugas-tugas sehari-hari. Model pembelajaran yang akan digunakan dalam pelatihan ini adalah Experiential Learning (Pfeiffer & Jones, 1979) atau pembelajaran eksperiensial yang merupakan situasi pembelajaran yang lebih bersifat induktif daripada deduktif, memberikan pengalaman belajar langsung, para partisipan diberikan kesempatan menemukan sendiri makna hasil belajarnya serta menguji sendiri kesahihan pengalamannya itu. Model pembelajaran eksperiensial meliputi suatu experiential learning circle atau siklus belajar dari pengalaman yang terdiri dari lima tahap pengalaman baru atau aktivitas, yaitu mengalami (Experiencing), membagikan pengalaman (Publishing), memproses pengalaman (Processing), merumuskan kesimpulan (Generalizing), dan menerapkan (Applying) (Pfeiffer & Jones, 1979). 18

19 Proses belajar yang diharapkan pada pelatihan kebersyukuran ini adalah peserta dapat terlibat dalam sebuah kegiatan permainan atau simulasi yang sudah ditentukan sebelumnya (experiencing) bersama dengan peserta yang lain dan kemudian membagikan pengalaman (publishing) terhadap tugas yang sudah dikerjakannya termasuk dalam reaksi pribadinya baik berupa tanggapan pikiran maupun perasaan kepada peserta yang lain. setelah membagikan pengalaman (publishing) diarahkan untuk mendiskusikan apa yang baru diperolehnya, memaknaidan menafsirkannya untuk menemukan hubungan antar makna atau tanggapan yang muncul (processing). Peserta selanjutnya dibantu untuk menyimpulkan apa yang sudah didiskusikan sebelumnya (generalizing). Pada tahap akhir peserta diharapkan mampu menangkap makna dan manfaat dari pelatihan yang dijalani yang kemudian diharapkan mampu diterapkan peserta dalam situasi seharihari. Dalam siklus experiential learning tahap ini disebut dengan apllying. Adapun tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk mendapatkan alternatif pemecahan masalah kecemasan menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMA melalui pelatihan kebersyukuran. Manfaat dari penelitian ini secara praktis adalah menghasilkan modul yang secara efektif dapat menurunkan kecemasan menghadapi Ujian Nasional pada siswa kelas XII SMA dengan memberikan pelatihan kebersyukuran. Hipotesis dari penelitian ini adalah pelatihan kebersyukuran dapat menurunkan kecemasan menghadapi Ujian Nasional siswa kelas XII SMA. 19

20 Evaluative situation - Waktu Ujian Nasional semakin dekat - Jadwal pelajaran tambahan semakin padat Personal Variables - Merasa belum siap UN - Banyak materi pelajaran yang harus dipelajari - Soal-latihan UN aja sulit, apalagi nanti test yang sebenarnya - Motivasi belajar rendah - Ingin jalan instant (mencari kunci jawaban) Perception of Test Situation: Appraisal and Reappraisals Para siswa menganggap UN sebagai sesuatu yang mengancam dan berbahaya Intervensi kebersyukuran Positive reframing & positive emotional (recounting, reflecting, expression, reappraisal) Perception of Test Situation: Appraisal and Reappraisals Para siswa menganggap UN sebagai sesuatu yang menantang Kecemasan menurun - Berfikir positif pada proses UN - Mendapat sumber dukungan alternatif dalam belajar - Lebih tenang dalam belajar - Optimis akan hasil UN Coping Reaction Coping Strategies: - Mengikuti pelajaran tambahan dengan sungguh-sungguh - Mengatur jadwal belajar dengan efisien Gambar 1. Kerangka konsep penelitian 20

Hamid Mukhlis Program Studi Keperawatan Stikes Aisyah Pringsewu Lampung ABSTRAK

Hamid Mukhlis Program Studi Keperawatan Stikes Aisyah Pringsewu Lampung ABSTRAK PELATIHAN KEBERSYUKURAN; SEBUAH UPAYA UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA SMA GRATEFULNESS TRAINING; AN EFFORT TO DECREASE ANXIETY FACING THE NATIONAL EXAMINATION IN HIGH SCHOOL

Lebih terperinci

Pelatihan Kebersyukuran untuk Menurunkan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa SMA

Pelatihan Kebersyukuran untuk Menurunkan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa SMA GADJAH MADA JOURNAL OF PROFESSIONAL PSYCHOLOGY VOLUME 1, NO. 3, DESEMBER 2015: 203 215 ISSN: 2407-7801 Pelatihan Kebersyukuran untuk Menurunkan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa SMA Hamid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan pada siswa. Menurut sebagian siswa UN merupakan proses biasa yang wajib dilalui oleh siswa kelas 6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting oleh setiap individu. Melalui pendidikan setiap individu akan memperoleh ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kehadiran anak memberikan kebahagiaan yang lebih di tengah tengah keluarga dan membawa berbagai perubahan yang berdampak positif pada keluarga. Perubahan yang mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Pengertian kecemasan Sebagian besar manusia pernah mengalami kecemasan yang sangat besar atau melampaui akal sehat hingga merasa tidak sanggup menghadapi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada faktor-faktor penyebab stress yang semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada faktor-faktor penyebab stress yang semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa-masa sekarang ini, siswa di seluruh dunia semakin banyak dihadapkan pada faktor-faktor penyebab stress yang semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Khoirunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Khoirunnisa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu akan memberikan penilaian bila berhadapan dengan suatu situasi. Sebelum situasi tersebut hadir dalam kehidupannya, individu akan bersiap terlebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Peraturan Republik Indonesia No. 30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi pada saat ini yang begitu pesat membuat banyak masalah kompleks yang terjadi dalam kehidupan manusia. Ada kalanya masalah tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengalaman yang membahagiakan. Kehamilan merupakan pengalaman yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengalaman yang membahagiakan. Kehamilan merupakan pengalaman yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya wanita mengatakan bahwa menjadi hamil adalah suatu pengalaman yang membahagiakan. Kehamilan merupakan pengalaman yang luar biasa untuk wanita, dengan hadirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa yang memasuki lingkungan sekolah baru, memiliki harapan dan tuntutan untuk mencapai kesuksesan akademik serta dapat mengatasi hambatan yang ada. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa dimana melalui pendidikan dapat dicetak sumber daya yang

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa dimana melalui pendidikan dapat dicetak sumber daya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ujian Nasional merupakan salah satu fase yang dialami oleh tiap siswa dalam menjalani pendidikan di Indonesia. Pendidikan adalah penentu perkembangan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan untuk mendongkrak kualitas pendidikan. Inovasi ini dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan untuk mendongkrak kualitas pendidikan. Inovasi ini dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan media dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dalam pelaksanannya terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya selalu dihadapkan dengan berbagai macam masalah dan persaingan yang tidak kunjung habis. Masalah tersebut umumnya tidak menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia seperti sekarang ini, tatkala persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DAN EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS XII SMA N 3 MAGELANG Amanda Luthfi Arumsari 15010113120067 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan yang membutuhkan adaptasi bagi siapa saja yang akan menjalankannya. Setiap individu yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat popular dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini Pemerintah Republik Indonesia tengah gencar melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik peningkatan sarana prasarana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap ujian yang mereka lakukan, ataupun dalam tugas tugas yang mereka kerjakan, dan kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER. Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 4-9 4 ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER Ali Rachman* ABSTRAK Kecemasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENANGANI STRES SEKOLAH

BAB IV UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENANGANI STRES SEKOLAH BAB IV UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENANGANI STRES SEKOLAH A. Upaya Guru Bimbingan dan Konseling Dalam Menangani Stres Sekolah Seperti telah diketahui bahwa stress adalah fenomena umum yang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya oleh masyarakat maupun pemerintahan Indonesia. Indonesia mewajibkan anak-anak bangsanya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan orang yang sedang dalam proses pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut maupun akademi. Mahasiswa adalah generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap adanya tuntutan atau beban. Menurut Griffin dalam Sood (2013)

BAB I PENDAHULUAN. terhadap adanya tuntutan atau beban. Menurut Griffin dalam Sood (2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres menurut Selye dalam Yusoff (2010) adalah respon tubuh nonspesifik terhadap adanya tuntutan atau beban. Menurut Griffin dalam Sood (2013) didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik secara fisik, psikologis, dan sosial. Secara sosial, perkembangan ini

Lebih terperinci

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan, dan manfaat dari penelitian. 1.1 Latar Belakang UN tinggal 35 hari lagi, UN tinggal 20 hari lagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sepanjang hayat, berlangsung di rumah, di sekolah, di unit-unit

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sepanjang hayat, berlangsung di rumah, di sekolah, di unit-unit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Yang mana tujuan dari pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan tujuan untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia, maka pada tahun 2003 pemerintah menetapkan untuk mengganti EBTANAS dengan UAN. Melalui menteri Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti saat ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting, baik untuk mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai harapan serta cita-cita sendiri yang ingin dicapai. Mencapai suatu cita-cita idealnya memerlukan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Al-Fauzan, A. S. (2007). Indahnya Bersyukur Bagaimana Meraihnya? Bandung: Marja

DAFTAR PUSTAKA. Al-Fauzan, A. S. (2007). Indahnya Bersyukur Bagaimana Meraihnya? Bandung: Marja DAFTAR PUSTAKA Al-Darmaki, Fatima. R. (2004). Counselor Training, Anxiety, And Counseling Self-Efficacy: Implication for Training Psychology Students from United Arab Emirates University. Social Behavior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing lagi di telinga. Menteri Pendidikan Nasional, Muhamad Nuh (dalam Haryo, 2010) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh: ARRIJAL RIAN WICAKSONO F 100 090 117 Kepada : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk individu ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Untuk itu diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami fase perkembangan, dimulai dari fase bayi, fase anak, fase remaja, fase dewasa dan perubahan yang signifikan dalam tahap perkembangan

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tempat Terjadinya Kekerasan terhadap Anak Kekerasan Jumlah Kasus Persentase Di Sekolah ,20% Di Luar Sekolah ,80% Total %

Tabel 1.1 Tempat Terjadinya Kekerasan terhadap Anak Kekerasan Jumlah Kasus Persentase Di Sekolah ,20% Di Luar Sekolah ,80% Total % 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang terdiri atas latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Penelitian Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan keseluruhan lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai salah satu unsur lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujian Nasional (UN) bukanlah hal yang asing dalam dunia pendidikan Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung (dependent) : Kecemasan ibu hamil hipertensi 2. Variabel bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian penting dalam proses pembangunan suatu Negara. Untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. bagian penting dalam proses pembangunan suatu Negara. Untuk mengetahui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat identik dengan proses belajar mengajar. Proses belajar tersebut merupakan proses adaptasi yang dilakukan individu untuk memahami dan menguasai ilmu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SISKA

Lebih terperinci