PREDIKTOR PROGNOSIS JANGKA PENDEK PENDERITA SIROSIS HATI DEKOMPENSATA Menggunakan Skor Child Pugh dan Skor Model of End Stage Liver Disease

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREDIKTOR PROGNOSIS JANGKA PENDEK PENDERITA SIROSIS HATI DEKOMPENSATA Menggunakan Skor Child Pugh dan Skor Model of End Stage Liver Disease"

Transkripsi

1 PREDIKTOR PROGNOSIS JANGKA PENDEK PENDERITA SIROSIS HATI DEKOMPENSATA Menggunakan Skor Child Pugh dan Skor Model of End Stage Liver Disease Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan MendapatkanGelar Keahlian di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Diajukan Oleh: Tiara Paramita Poernomo 10/375432/PKU/15016 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU PENYAKIT DALAM BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015

2 I PERITYATAAN Dengan ini saya menyatakan baltwa dalarn tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk mempcroleh gelar kesarjanaan di suatu Pergunran Tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernalr ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kectrali yang tertulis dircu dalact naskah ini dan disebr*kan dalam daftarpustaka. ifi

3 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulisan tesis dengan judul Prediktor Prognosis Jangka Pendek Penderita Sirosis Hati Dekompensata (Menggunakan Skor Child Pugh dan Skor Model of End Stage Liver Disease dapat terlaksana dan diselesaikan pada waktunya.penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat mencapai gelar keahlian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dengan selesainya penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada yang terhormat : 1. dr. Heru Prasanto, SpPD selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito/Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 2. dr. Luthfan Budi Purnomo, SpPD-KEMD selalu Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito/Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 3. dr.neneng Ratnasari, SpPD-KGEH sebagai Pembimbing Materi yang telah memberikan pengarahan dan saran dalam penyusunan tesis ini. 4. dr. Putut Bayupurnama SpPD-KGEH sebagai Pembimbing Metodologi, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. 5. Seluruh staf pengajar beserta staf akademik Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr.Sardjito/Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 6. Direktur RSUP Dr. Sardjito beserta seluruh staf RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta 7. Kepala Instalasi Rawat Inap I dan Kepala Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 8. Segenap residen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 9. Pasien-pasien sekaligus guru kami yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis persembahkan juga untuk suami tercinta (Bungsu Setyadi, S.T., M.M.), ananda tercinta Radya Adelard Mirza, orang tua yang kami hormati ibunda (Any Herawati, BA), ayahanda (dr. Bambang Poernomo, Sp.PD (alm)), ayahanda dan ibu mertua (H. Widiyono dan Hj. Sawiti (almh)), dan segenap keluarga yang telah banyak mendukung. Tesis ini tak lepas dari beberapa kekurangan, jauh dari kesempurnaan dan diharapkan dapat mendorong penelitian lebih lanjut. Yogyakarta, Februari 2015 Penyusun iv Tiara Paramita Poernomo

4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR SINGKATAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii BAB I. PENDAHULUAN 1 A. Latar belakang penelitian B. Permasalahan penelitian... 3 C. Pertanyaan penelitian... 4 D. Tujuan penelitian... 4 E. Manfaat penelitian... 4 F. Keaslian penelitian... 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 6 A. Sirosis Hati Definisi sirosis hati Epidemiologi sirosis hati Etiologi sirosis hati Patogenesis sirosis hati Gejala dan tanda klinis sirosis hati Diagnosis sirosis hati Komplikasi sirosis hati Penatalaksanaan sirosis hati Prognosis B. Skor Child Pugh C. Skor Model for End Stage Liver Disease (MELD) D. Skor Child Pugh dan Skor MELD Sebagai Prediktor Mortalitas 21 Pada Sirosis Hati... E. Kerangka teori F. Kerangka konsep skor CP Kerangka konsep skor MELD.. 24 G. Hipotesis BAB III. METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian B. Waktu dan tempat penelitian v

5 C. Populasi penelitian D. Subyek penelitian E. Identifikasi variabel F. Besar sampel G. Protokol penelitian H. Definisi operasional I. Pengukuran J. Analisis statistik K. Pertimbangan etik BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Daftar Pustaka Lampiran Lampiran Lampiran vi

6 DAFTAR TABEL Tabel 1. Keaslian Penelitian Tabel 2. Klasifikasi CP Tabel 3. Perbandingan Skor CP dan Skor MELD Tabel 4. Definisi Operasional Tabel 5. Data Karakteristik Subyek Penelitian Tabel 6. Karakteristik Subyek Penelitian yang Meninggal Tabel 7. Analisis Bivariat Faktor-faktor yang Berperan terhadap Mortalitas. 40 Tabel 8. Analisis Multivariat Faktor-faktor yang Berperan terhadap Mortalitas.. 41 Tabel 9. Perubahan skor CP pada Sirosis Hati dalam 3 Bulan Tabel 10. Tabel 2x2 Risiko Relatif Skor CP Tabel 11. Perubahan Skor MELD pada Sirosis Hati dalam 3 bulan Tabel 12. Tabel 2x2 Risiko Relatif Skor MELD vii

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Sel Liver dan Sinusoid Liver Pada Liver Normal dan Yang Mengalami Injuri... 9 Gambar 2. Aktivitas Sel Stellate Gambar 3. Perkiraan Kesintasan 3 Bulan Sebagai Fungsi Skor MELD Gambar 4. Kerangka Teori Gambar 5. Kerangka Konsep Skor CP Gambar 6. Kerangka Konsep Skor MELD 24 Gambar 6. Rancangan Penelitian Gambar 7. Alur Penatalaksanaan Penelitian Gambar 9. Kurva Kaplan Meier Berdasarkan Skor CP Gambar 10. Kurva Kaplan Meier Berdasarkan Skor MELD.. 48 viii

8 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Penjelasan kepada subyek penelitian Lampiran 2. Surat pernyataan persetujuan Lampiran 3. Case report form ix

9 DAFTAR SINGKATAN AUROC CP CTP DM HR INR KHS MELD MELD-Na MEGX PBS PMN PPT RR ROC RSUP Statistik-c TIPS UHA-A USG VHB VHC Area under receiver-operating characteristic Child Pugh Child-Turcotte Pugh Diabetes mellitus Hazard ratio International Normalized Ratio Karsinoma hepatoseluler Model of End Stage Liver Disease Model of End Stage Liver Disease Natrium Monoethylglycinexylidide Peritonitis Bakterial Spontan Polimorfonuklear Prothrombin partial time Risiko relatif Receiver Operating Characteristics Rumah sakit umum pusat Concordance statistic Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunts Uji hubung angka-a Ultrasonografi Virus Hepatitis B Virus Hepatitis C x

10 PREDIKTOR PROGNOSIS JANGKA PENDEK PENDERITA SIROSIS HATI DEKOMPENSATA Menggunakan Skor Child Pugh dan Skor Model of End Stage Liver Disease INTISARI Tiara Paramita Poernomo 1, Neneng Ratnasari 2, Putut Bayupurnama 2 1 PPDS Ilmu Penyakit Dalam, FK UGM/RSUP Dr. Sardjito 2 Subbagian Gastroenterohepatologi, Bagian IPD FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Latar Belakang: Sirosis hati merupakan salah satu penyebab penting morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.di negara barat, penyebab tersering sirosis hati adalah akibat alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Selama bertahun-tahun, banyak parameter klinis dan biokimia digunakan untuk mendapatkan prediksi yang akurat prognosis pasien sirosis hati pada kesintasan jangka pendek dan menengah. Parameter yang sering digunakan diantaranya denganskor Child Pugh (CP) dan model for end-stage liver disease (MELD). Banyak ahli memiliki pendapat berbeda-beda tentang kemampuan masing-masing skor dalam menilai tingkat keparahan sirosis hati sehingga kami tertarik untuk meneliti peran skor CP dan skor MELD dalam memprediksi prognosis jangka pendek. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hazard ratio skor CP dan skor MELD dalam memprediksi prognosis jangka pendek pasien sirosis hati dekompensata. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancang cohort prospektif, dilakukan follow up pasien selama 3 bulan dengan evaluasi skor CP dan MELD tiap bulan. Subyek penelitian merupakan pasien sirosis hati dekompensata yang berobat jalan maupun dirawat di bagian penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.Untuk mengetahui hubungan skor CP dan skor MELD dengan mortalitas dilakukan uji Fisher exact.risiko relatif dihitung dengan menggunakan tabel 2x2. Hazard ratio didapatkan berdasarkan kurva Kaplan Meier. Hasil Penelitian : Didapatkan 36 subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Selama periode 3 bulan follow up, didapatkan 6 subyek yang meninggal. Hasil penelitian ini menunjukkan skor CP 10,5 dapat memprediksi prognosis jangka pendek pasien sirosis hati dekompensata dengan risiko relatif skor 15 (p 0,002). Risiko relatif skor MELD 15,5 adalah 3,54 tapi secara statistik tidak bermakna (p > 0,05). Hazard ratio skor CP adalah 2,07 sedangkan HR skor MELD adalah 0,47. Dari hasil analisis multivariat tidak terdapat faktor prediktor yang dominan terhadap terjadinya mortalitas. Kesimpulan : Skor CP 10,5 meningkatkan risiko mortalitas dalam 3 bulan pada penderita sirosis hati dekompensata Kata kunci Skor Child Pugh, skor MELD, sirosis hati dekompensata, mortalitas xi

11 ABSTRACT PREDICTORS OF SHORT TERM PROGNOSIS IN DECOMPENSATED LIVER CIRRHOSIS PATIENTS Using Child Pugh Score and Model of End Stage Liver Disease Score Tiara Paramita Poernomo 1, Neneng Ratnasari 2, Putut Bayupurnama 2 1 Internal Medicine Residence Department of Internal Medicine Faculty of Medicine Gajah Mada University/Dr.Sardjito Hospital Yogyakarta 2 Gastroenterohepatology Subdivision Department of Internal Medicine Faculty of Medicine Gajah Mada University/Dr.Sardjito Hospital Yogyakarta Background : Liver cirrhosis was one of the most important cause of morbidity and mortality in the world. In west countries, the leading cause of liver cirrhosis was alcoholism meanwhile in Indonesia the leading cause is hepatitis B and C virus infection. In recent years, there were many clinical and biochemical parameters used to achieve acurate prediction in short term and moderate prognosis liver cirrhosis, such as Child Pugh score and model of end stage liver disease (MELD). Many experts had different opinion about ability each score to predict severity of liver cirrhosis. Aim : The aim of this study was to determine hazard ratio of Child Pugh and MELD score in predicting short term prognosis of decompensated liver cirrhosis patients. Method : The method of this study was cohort prospective, each subject will be followed for 3 month observation. Patients with decompensated liver cirrhosis who are hospitalized or outpatient of Department of Internal Medicine in Dr. Sardjito hospital Yogyakarta since July 2014 to December 2014 and fulfilled inclusion and exclusion criteria, are included. Fisher exact test was used to determine the correlation Child Pugh and MELD score. Relative risk was counted using table 2x2. Hazard ratio was counted by using Kaplan Meier curve. Result : Thirty six subjects were met the citeria. During 3 month of follow up, 6 subjects died. It can be concluded that CP score could predict short term prognosis with relative risk 15 (p 0,002). Relative risk of MELD score was 3,54 but it was not statistically significant (p>0,05). Hazard ratio of CP score was 2,07 meanwhile that of MELD score was 0,47. Multivariate analysis showed there was no significant predicting factors to mortality. Conclusion : Child Pugh score 10,5 roled as predictor of 3 month mortality in decompensated liver cirrhosis patients. Keyword : Child Pugh score, MELD score, decompensated liver cirrhosis, mortality xii

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sirosis hati merupakan salah satu penyebab penting morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Sebagian besar penyakit hati kronik yang mengalami fibrosis akan berlanjut menjadi sirosis setelah tahun. Di Amerika Serikat, sekitar 5,5 juta orang (2% dari populasi) menderita sirosis hati. Sirosis hati merupakan penyebab mortalitas pada pasien tiap tahun dan merupakan penyebab kematian terbanyak ketujuh di Amerika Serikat pada penduduk berusia 26 sampai 64 tahun. Jumlah morbiditas dan mortalitas ini diperkirakan akan terus meningkat pada masa yang akan datang (Sanchez&Talwalkar, 2005). Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya terdapat laporan dari pusat-pusat pendidikan. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta selama periode 5 tahun (Januari 1990 Desember 1994), terdapat 892 pasien sirosis hati yang dirawat inap di bagian penyakit dalam, dimana 104 orang (11,7 %) diantaranya dengan ensefalopati hepatik dan 22 dari 104 orang (21,2 %) dengan keluhan utama penurunan kesadaran pada saat datang (Adenan et al., 1995). Di negara barat, penyebab tersering sirosis hati adalah akibat alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (Nurdjanah, 2009). 1

13 Selama bertahun-tahun, banyak parameter klinis dan biokimia digunakan untuk mendapatkan prediksi secara akurat prognosis pasien sirosis hati pada kesintasan jangka pendek dan menengah (Yu&Abola, 2006). Parameter yang sering digunakan diantaranya denganskor Child-Pugh (CP), model of end stage liver disease (MELD) dan kombinasi MELD dengan kadar natrium (Na) serum atau MELD-Na. Banyak ahli memiliki pendapat berbeda-beda tentang kemampuan masing-masing skor dalam menilai tingkat keparahan sirosis hati (Boursier et al., 2009). Skor CP telah digunakan secara luas untuk menstratifikasi risiko pasien sirosis hati dan untuk mengevaluasi efikasi terapi. Skor CP saat ini merupakan skor yang paling banyak digunakan dalam aplikasi klinis dan mudah diterapkan saat berada di dekat pasien (Yu&Abola, 2006). Skor CPmasih dianggap yang terbaik untuk evaluasi prognosis pasien sirosis hati walaupun telah diformulasikan lebih dari 30 tahun lalu (Botta et al., 2003). Keterbatasan skor CP adalah adanya dua komponen parameter klinis yaitu asites dan ensefalopati hepatik, dimana subyektivitas dalam menilai grading akan mempengaruhi reabilitas skor (Rendon et al., 2008). Model of end-stage liver disease (MELD) pada beberapa tahun terakhir telah menjadi metode baru untukmemprediksi risiko mortalitas, severitas sirosis hati dan menentukan fungsi hati yang tersisa (Jiang et al., 2010; Rendon et al., 2008). Walaupun skor MELD sebelumnya diformulasikan sebagai indeks prognostik pasien sirosis hati yang menjalani transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS), tapi skor ini telah divalidasi beberapa ahli untuk 2

14 diaplikasikan pada pasien penyakit hati dengan berbagai etiologi dan severitas (Rendon et al., 2008). Skor MELD telah diuji validitasnya dengan data yang diperoleh dari pasien yang dirawat dengan penyakit hati dekompensasi. Kelompok tersebut dilakukan analisis akurasi dalam memprediksi mortalitas dalam 3 bulan dengan menggunakan statistik-c dengan hasil 0,87 dibandingkan 0,84 untuk skor CP. Sampai saat ini masih menjadi perdebatan tentang alat ukur yang baik untuk menilai prognosis pasien sirosis hati karena beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda. Oleh karena itu kami meneliti tentang peran skor CP dan MELD dalam memprediksi prognosispasien sirosis hati dekompensata dalam waktu 3 bulan di RSUP Dr. Sardjito. have B. Permasalahan penelitian Berdasarkan data-data yang telah disebutkan, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Angka kejadian sirosis hati masih tinggi, termasuk di Indonesia terutama di Yogyakarta. 2. Skor CP merupakan skor yang paling banyak diaplikasikan untuk menilai prognosis pasien sirosis hati walaupun mempunyai dua kriteria subyektif. 3. Skor MELD merupakan skor yang prognosis sirosis hati yang relatif baru, pada beberapa penelitian menunjukkan mempunyai peran dalam memprediksi prognosis jangka pendek pasien sirosis hati. 3

15 C. Pertanyaan penelitian Pertanyaan penelitian ini : 1. Apakah skor Child Pugh > 11 meningkatkan risiko mortalitas 3 bulan pada pasien sirosis hati dekompensata? 2. Apakah skor MELD > 14 meningkatkan risiko mortalitas 3 bulan pada pasien sirosis hati dekompensata? D. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hazard ratio skor CP dan skor MELD dalam memprediksi prognosis jangka pendek pasien sirosis hati dekompensata. E. Manfaat penelitian 1. Bagi pasien dan keluarga pasien dapat memberikan gambaran prognosis perjalanan penyakit pasien dan sebagai bahan edukasi pada keluargapasien dengan risiko sirosis hati sehingga dapat dilakukan prevensi untuk berkembang menjadi sirosis hati. 2. Bagi peneliti dapat mengetahui hazard ratio skor CP dan skor MELD dalam memprediksi prognosis jangka pendek pasien sirosis hati dekompensata. 3. Bagi institusi dapat memberikan data mengenai hazard ratio skor CP dan skor MELD sebagai prediktor prognosis jangka pendek pasien sirosis hati dekompensata di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. F. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya untuk mengetahui peran skor CP dan skor MELD sebagai prediktor kesintasan pada pasien sirosis hati dengan hasil yang bervariasi. 4

16 Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti/Metode Judul Hasil Angermayr et al., (2003) Subyek : 501 pasien yang menjalani TIPS Doubatty (2009) Subyek : 48 pasien sirosis hati Botta et al. (2003) Cohort Retrospektif Subyek : 129 pasien sirosis hati dengan penyebab dan derajat keparahan bervariasi Papatheodoridiset al., 2005 Metode : cohort Subyek : 102 pasien sirosis hati dekompensata dengan medianfollow up 6 bulan Said et al., (2004) Subyek : 1611 pasien penyakit hati kronik Child-Pugh versus MELD score in predicting survival in patients undergoing transjugular intrahepatic portosystemic shunt Perbandingan Validitas Skor Mayo End Stage Liver Disease dan Skor Child-Pugh dalam Memprediksi Ketahanan Hidup 12 Minggu Pada Pasien Sirosis Hepatis MELD scoring system is useful for predicting prognosis in patients with liver cirrhosis and is correlated with residual liver fuction : a European study MELD vs Child-Pugh and creatinine-modified Child-Pugh score for predicting survival in patients with decompensated cirrhosis Model for end stage liver disease score predicts mortality across a broad spectrum of liver disease Pasien dengan skor MELD > 14dan pada pasien dengan skor Child > 11 mempunyai median kesintasan < 90 hari dengan spesivisitas 94% dengan spesivisitas skor MELD 34% dan 33% untuk skor CP. Sensitivitas skor CP lebih tinggi dibandingkan skor MELD (68,97% vs 58,62%) sedangkan spesifisitas skor MELD lebih tinggi dibandingkan skor CP (78,95% vs 73,68%). Skor MELD menunjukkan korelasi yang signifikan dengan kadar monoethylglycinexylidide (MEGX) serum dan skor CP (p<0,0001). Skor CP juga berkorelasi dengan kadar MEGX serum (p < 0,0001) Skor MELD, CP dan skor CP dimodifikasi kreatinin mempunyai areas under the receiver operating characteristic curves(auroc) tidak berbeda signifikan. Pada analisis regresi Cox, skor MELD dan skor CP dimodifikasi kreatinin mempunyai nilai prediktif yang lebih baik dan berhubungan signifikan dengan kesintasan (statistik-c 0,73 dan 0,69-0,7) dibandingkan skor CP 0,65). Skor MELD merupakan prediktor yang baik terhadap mortalitas 1 tahun pada penyakit hati kronik (statistic-c 0,75) dan dapat memprediksi mortalitas 3 bulan dan 6 bulan pada pasien hepatitis alkoholik (statistic-c 0,83). Skor CTP mempunyai kemampuan prediktif yang sama baiknya dengan skor MELD. Ensefalopati hepatik merupakan prediktor independen yang kuat terhadap kematian (hazard ratio (HR) 2,8; p < 0,0001). 5

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sirosis Hati 1. Definisi sirosis hati Sirosis merupakan manifestasi stadium akhir dari penyakit hati kronik progresif. Hal ini dikarakteristikkan dengan hilangnya parenkim hati, pembentukan septa fibrous dan nodul abnormal yang akhirnya menyebabkan distorsi arsitektur yang normal, anatomi vaskuler normal serta mikrosirkulasi (Dancygier, 2010). Pada evolusi penyakit hati kronik, sirosis merupakan tahap yang dianggap ireversibel (Nurdjanah, 2009) Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas (Nurdjanah, 2009). Pada penelitian D Amico et al., (2006) yang mengkombinasikan dua penelitian besar dengan melibatkan 1649 pasien, terdapat empat stadium klinis atau sirosis hati, yang dapat membedakan gambaran klinis dan mempunyai prognosis yang berbeda. Tiap stadium didefiniskan dengan ada tidaknya komplikasi sirosis yang telah disetujui berdasarkan konferensi konsensus Baveno IV, yaitu : 1. Stadium 1 dikarakteristikkan dengan tidak adanya varises esofagus dan asites. Pasien mempunyai angka mortalitas 1% per tahun. Pasien sirosis stadium 1 yang berkembang menjadi stadium lebih tinggi didapatkan 11,4% per tahun; 7% karena perkembangan varises dan 4,4% karena perkembangan tanpa varises. 6

18 2. Stadium 2 dikarakteristikkan dengan adanya varises esofagus tanpa asites dan perdarahan. Pasien mempunyai angka mortalitas 3,4% per tahun. Pasien pada stadium ini umumnya akan menjadi stadium yang lebih tinggi karena perkembangan asites (6,6% per tahun) atau dengan perkembangan perdarahan variseal sebelum atau saat perkembangan asites (4% per tahun). 3. Stadium 3 dikarakteristikkan dengan adanya asites dengan atau tanpa varises esofagus pada pasien tanpa riwayat perdarahan. Angka mortalitas pada stadium ini 20% per tahun, lebih tinggi signifikan dibandingkan dua stadium sebelumnya. Pasien pada stadium ini dapat menjadi stadium 4 dengan adanya perdarahan (7,6% per tahun). 4. Stadium 4 dikarakteristikkan dengan adanya perdarahan gastrointestinal dengan atau tanpa asites. Angka mortalitas 1 tahun pada pasien stadium ini adalah 57% (hampir separuh dari kematian terjadi dalam 6 minggu dari episode awal perdarahan). D Amico et al., (2006) membagi stadium 1 dan 2 menjadi sirosis kompensata sedangkan stadium 3 dan 4 digolongkan dalam sirosis dekompensata. 2. Epidemiologi sirosis hati Laporan statistik Center for Disease Control and Prevention, penyakit kronik hati dan sirosis adalah penyebab utama ke-12 yang mengakibatkan sekitar 26 ribu kematian setiap tahunnya di Amerika. Insidensi keseluruhan sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per penduduk. Pada tahun 2004 jumlah pasien sirosis hati di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sekitar 4,1% dari keseluruhan pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam (Nurdjanah, 2009). 7

19 Penelusuran terhadap catatan medik tahun 2010, terdapat 69 pasien sirosis rawat jalan di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta dan 94 pasien rawat inap. Usia terbanyak berkisar 40 sampai dengan 60 tahun (data tidak dipublikasikan). Menurut Kusumobroto (2007) secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau 47,4% dari seluruh pasien dengan penyakit hati yang dirawat, usia rata-rata 44 tahun dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,1:1. 3. Etiologi sirosis hati Etiologi sirosis hati bermacam-macam. Sebagian besar kasus sirosis hati di Eropa dan Amerika Utara (40-60%) disebabkan penyalahgunaan alkohol sedangkan 25-30% kasus disebabkan hepatitis virus kronik. Secara umum, etiologi yang paling banyak di seluruh dunia adalah hepatitis B dan C kronik yang dijumpai pada lebih dari 400 juta pasien. Beberapa faktor etiologi seperti hemokromatosis dan alkohol atau alkohol dan hepatitis C dapat berkembang cepat menjadi sirosis hati (Dancygier, 2010). Banyak data penelitian tentang perjalanan alamiah sirosis yang berhubungan dengan hepatitis kronik karena virus hepatitis B (VHB) dan virus hepatitis C (VHC). Diperkirakan 15% pasien VHC akan berkembang menjadi sirosis hati dalam 20 tahun walaupun hal ini bersifat individual (Samada&Hernandez, 2012). 4. Patogenesis sirosis hati Terdapat beberapa tahap patofisiologi yang penting dalam perkembangan sirosis hati, yaitu kematian hepatosit dengan hilangnya parenkim hati, fibrosis, 8

20 perubahan dalam pertumbuhan sel (hiperplasia, regenerasi) dan perubahan sirkulasi serta vaskuler (Dancygier, 2010). Gambar 1. Sel Liver dan Sinusoid Liver Pada Liver Normal dan Yang Mengalami Injuri (Sumber : Rockey&Friedman, 2008) Pada gambar diatas, bagian kiri menunjukkan elemen kunci seluler yang spesifik pada liver normal, meliputi hepatosit, sel endotelial, sel Kupffer dan sel stellate. Sel stellate terletak di dalam ruang Disse subendotelial (misalnya endotelium sinoisidal dan hepatosit). Gambar diatas menekankan terhadap hubungan fisik yang dekat antara berbagai elemen seluler dalam liver. Setelah terjadi injuri liver, terjadi perubahan pada berbagai sel. Misalnya sel Kupffer dan stellate akan teraktivasi, hepatosit kehilangan mikrovili dan sel endotelial kehilangan karakteristik fenestrae. Seluruh hal ini berkontribusi terhadap kelanjutan aktivasi dan injuri sel sebagaimana disfungsi pada seluruh tingkat organ (Rockey&Friedman, 2008). 9

21 Gambar 2. Aktivasi Sel Stellate (Sumber : Rockey&Friedman, 2008) Gambar diatas menunjukkan aktivasi sel stellate yang merupakan patogenesis kunci dari penyebab dasar fibrosis dan sirosis. Banyak stimulus yang berkontibusi terhadap aktivasi sel stellate, diantaranya sitokin, peptida dan matriks ekstraseluler itu sendiri. Komponen kunci aktivasi sel stellate adalah produksi matriks ekstraseluler, hilangnya retinoid, up regulation protein otot polos, sekresi peptida dan sitokin (yang mempunyai efek autokrin) dan up regulation berbagai sitokin dan reseptor peptida (Rockey&Friedman, 2008). 5. Gejala dan tanda klinis sirosis hati Perjalanan alamiah sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain. Fase asimtomatik yang disebut dengan kompensata ini akan diikuti oleh fase progresif secara cepat yang ditandai dengan berkembangnya komplikasi 10

22 hipertensi portal dan atau tanda disfungsi hati yang disebut sirosis dekompensata. (D Amico et al., 2006). Gejala awal sirosis meliputi mudah lelah, nafsu makan menurun dan mual. Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, ginekomastia dan hilangnya dorongan seksualitas (Nurdjanah, 2009). Pada fase kompensasi, tekanan porta dapat normal atau di bawah normal. Seiring dengan berkembangnya penyakit, tekanan porta akan meningkat dan fungsi liver menurun menyebabkan berkembangnya asites, perdarahan gastrointestinal hipertensi portal, ensefalopati dan jaundis. Adanya salah satu komplikasi ini menandakan transisi dari fase kompensata menjadi dekompensata. Hal ini dapat lebih dipercepat dengan adanya perkembangan komplikasi lain seperti perdarahan ulang, gangguan ginjal (asites refrakter, sindrom hepatorenal), sindrom hepatopulmonal dan sepsis (peritonitis bakterial spontan) (D Amico et al., 2006). 6. Diagnosis sirosis hati Kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hati pada stadium kompensasi sempurna. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri dari pemeriksaan fisik, laboratorium dan ultrasonografi (USG). Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini (Nurdjanah, 2009). Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu sarana non invasif yang sudah secara rutin digunakan namun sesitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas dan adanya massa. Pada sirosis hati fase lanjut, hati akan tampak 11

23 mengecil dan nodular, permukaan ireguler dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain inu, USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta serta skrining adanya karsinoma hati (Nurdjanah, 2009). Biopsi hati merupakan standar emas yang akurat.akan tetapi, biopsi merupakan tindakan invasif yang tidak semua dokter melakukannya, tidak nyaman bagi pasien dan dokter, sehingga diperlukan pendekatanalternatif noninvasif untuk menentukan ada tidaknya fibrosis hati.selain itu terdapat kendalabiopsi hati seperti pemanjangan diatesis hemoragik, trombositopenia dan asites(sebastiani, 2009). 7. Komplikasi sirosis hati Asites merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai dan dapat ditemukan pada onset awal. Bila terdapat asites pada pasien sirosis hati, prognosis menjadi lebih buruk, yaitu diperkirakan 50% pasien akan mengalami kematian dalam 2 tahun bila tidak mendapatkan transplantasi hati (Samada&Hernandez, 2012). Komplikasi serius lainnya adalah peritonitis bakterial spontan (PBS). Peritonitis bakterial spontan(pbs) merupakan infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Probabilitas kesintasan 1 tahun setelah terjadinya PBS adalah hanya 40% (Samada&Hernandez, 2012). Ensefalopati hepatik merupakan gangguan fungsi sistem saraf pusat karena insufisiensi hepatik. Patofisiologi ensefalopati hepatik disebabkan karena adanya akumulasi amonia dalam sistem saraf pusat sehingga menyebabkan 12

24 perubahan neurotransmisi yang mempengaruhi kesadaran dan kebiasaan (Blei&Cordoba, 2001). Menurut kriteria West Haven, terdapat beberapa derajat dalam ensefalopati hepatik, yaitu : - Derajat 0, ditandai dengan tidak terdapat perubahan dalam kepribadian atau kebiasaan,tidak didapatkan asterixis. - Derajat 1, ditandai dengan perubahan ringan terhadap kewaspadaan dan perhatian, gangguan tidur (insomnia, hipersomnia atau gangguan pola tidur), bisa didapatkan asterixis. - Derajat 2, ditandai dengan letargi atau apatis, disorientasi, bicara tidak jelas, asterixis tampak dengan jelas. - Derajat 3, ditandai dengan disorientasi berat, kesadaran semistupor sampai stupor, asterixis umumnya tidak ditemukan. - Derajat 4, pasien dalam keadaan koma Salah satu pemeriksaan psikometri pada pasien sirosis hati untuk mendeteksi gangguan mental adalah uji hitung angka yang terdiri dari A dan B. Uji hitung angka A merupakan pemeriksaan orientasi visuospatial dan kecepatan psikomotor dimana pasien diminta untuk menghubungkan lingkaran yang berisi nomor 1 sampai 25 yang tersusun secara acak sesuai urutan nomor secepat mungkin. Hasil pemeriksaan berupa waktu yang diperlukan subyek untuk menghubungkan angka-angka termasuk waktu untuk memperbaiki kesalahan dalam menghubungkan angka. Uji hitung angka B hampir sama dengan uji hitung angka B dimana berisi angka dari 1 sampai 13 dan huruf dari A sampai L. Subyek diminta untuk menghubungkan angka dan huruf bergantian, seperti 1-A-2-B-3C 13

25 dan seterusnya. Hasil pemeriksaan berupa waktu yang diperlukan untuk menghubungkan angka dan huruf termasuk waktu memperbaiki kesalahan dalam menghubungkan angka dan huruf (Schomerus dan Hamster, 1998). Setelah terjadi episode pertama ensefalopati hepatik, kesintasan pasien sirosis adalah 42% pada tahun pertama dan 23% pada tiga tahun berikutnya (Mendez-Sanchez, 2005). Perdarahan variseal terjadi pada 30-40% pasien sirosis hati. Walaupun terdapat peningkatan dalam terapi dan prognosis pada dua dekade terakhir, mortalitas setelah terjadinya perdarahan dalam 6 minggu tetap tinggi, yaitu diperkirakan 15-30% pasien sirosis hati Child Pugh C (Samada&Hernandez, 2012). 8. Penatalaksanaan sirosis hati Penatalaksaan yang optimal merupakan salah satu kunci untuk survival pada pasien sirosis hati dekompensata sehingga mempengaruhi prognosis. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi (Nurdjanah, 2009). Manajemen Asites Manajemen asites pada dasarnya adalah diet rendah garam 1,5-2 gram/hari dan diuretik. Asites derajat 1 belum memerlukan terapi tapi disarankan untuk membatasi asupan garam yang dapat menyebabkan retensi cairan. Pada pasien asites derajat 2 diindikasikan terapi diuretik, pemberian awal dengan spironolakton ( mg/hari) atau amilorid (5-10 mg/hari). Furosemid dosis rendah (20-40 mg) juga dapat diberikan terutama pada pasien dengan edema 14

26 perifer atau anasarka. Terapi ini bertujuan mengurangi bahkan menghilangkan asites atau edema dengan menurunkan berat badan 0,5 kg/hari. Pasien dengan asites derajat 3 sebaiknya dilakukan parasintesis dengan pemberian albumin 8 gram untuk tiap liter cairan yang dikeluarkan. Albumin lebih baik dibandingkan ekspander plasma yang lain untuk parasintesis dengan jumlah besar, lebih dari 5 liter (Cardenas&Gines, 2005). Sekitar 10% pasien akan mengalami asites refrakter yang tidak respon dengan pemberian diuretik dosis paling tinggi (spironolakton 400 mg/hari dan furosemid 160 mg/hari) atau justru timbul efek samping (hiperkalemia, hiponatremia, ensefalopati hepatik atau gagal ginjal). Pada pasien ini dapat dilakukan parasintesis dalam jumlah besar yang dilakukan berulang ditambah penambahan albumin atau transjugular intrahepatic portosystemic shunts (TIPS) (Cardenas&Gines, 2005). Manajemen Ensefalopati Hepatik Manajemen ensefalopati hepatik merupakan terapi suportif, yaitu identifikasi dan mengatasi faktor presipitasi, mengurangi beban nitrogen dari usus dan pemberian terapi jangka panjang. Faktor presipitasi yang umum ditemukan meliputi perdarahan gastrointestinal, infeksi (terutama PBS), gangguan ginjal dan elektrolit, pengobatan psikoaktif, deplesi volume, konstipasi, diet protein berlebihan dan adanya shunts (TIPS dan atau surgical portosystemic shunts). Walaupun restriksi protein 1-1,5 gram/kg/hari direkomendasikan pada ensefalopati hepatik, data terbaru mengindikasikan diet protein normal aman untuk pasien yang mengalami ensefalopati hepatik episodik. Pengeluaran nitrogen dengan materi pembersih kolon seperti disakarida yang tidak diabsorpsi misalnya 15

27 laktulosa merupakan terapi standar yang bermanfaat terutama pada pasien yang tidak dapat mentoleransi pemberian oral. Pada ensefalopati hepatik akut dan pasien sadar, laktulosa oral merupakan terapi lini pertama dengan dosis yang direkomendasikan ml tiap 6-8 jam. Antibiotik dapat digunakan sebagai alternatif atau tambahan disakarida yang tidak diserap. Beberapa antibotik yang digunakan misalnya neomisin (3-6 gram/hari), metronidazol 250 mg/hari dan yang terbaru rifaximin 1200 mg/hari. Informasi untuk terapi lain seperti ornitinaspartat, flumazenil dan bromokriptin sangat terbatas. Umumnya ensefalopati hepatik episodik akan berespon dalam beberapa hari. Kegagalan terhadap respon terapi harus dicari kausa ensefalopati seperti shunt portosistemik spontan yang besar. Dengan semakin banyaknya jumlah TIPS pada pasien sirosis dekompensata, frekuensi ensefalopati hepatik juga meningkat. Pada kasus-kasus ini, revisi stent dengan mengurangi diameternya dapat bermanfaat pada beberapa kasus (Cardenas&Gines, 2005). Manajemen Perdarahan Variseal Manajemen hipertensi portal ditekankan pada pencegahan pada pasien yang belum pernah mengalami perdarahan (profilaksis primer) dan pada yang pernah atau sedang mengalami perdarahan aktif (profilaksis sekunder). Pencegahan perdarahan yang pertama kali sebaiknya dimulai dengan endoskopi skrining pada pasein sirosis yang meupakan kandidat untuk terapi profilaksis. Bila tidak ditemukan varises atau bila ukuran varises sangat kecil, endoskopi direkomendasikan tiap 2 tahun. Bila terdapat varises ukuran sedang sampai besar sebaiknya diterapi dengan penyekat beta nonspesifik (misalnya propranolol atau nadolol) bila tidak terdapat kontraindikasi. Terapi ini diberikan bertahap dengan 16

28 dosis semakin ditingkatkan sampai denyut nadi istirahat berkurang 25% dari denyut nadi awal dengan target kali/menit (Bosch et al, 2003). Bila pasien tidak respon dengan penyekat beta atau muncul efek samping, sebaiknya dilakukan ligasi pengikatan varises sampai dengan eradikasi varises. Baik terapi farmakologi maupun endoskopi menurunkan risiko perdarahan 40-50% (De Franchis, 2004). Manajemen Peritonitis Bakterial Spontan Terapi antibiotik empirik harus diberikan bila pada cairan asites ditemukan jumlah polimorfonuklear (PMN) 250/mm 3 dan sebelum didapatkan hasil mikrobiologi. Direkomendasikan terapi dengan sefalosporin generasi ketiga intravena (sefotaksim 2 gram tiap 8-12 jam; seftriakson 1gram tiap 24 jam) setidaknya 5-7 hari. Terapi modifikasi tergantung hasil kultur. Respon terapi dimonitor dengan tanda klinis, jumlah sel darah dan PMN pada cairan asites. Terapi sebaiknya dihentikan bila tidak ditemukan tanda klinis infeksi, jumlah sel darah dan PMN pada cairan asites telah normal. Pada 90% kasus PBSakan sembuh dengan terapi tersebut. Prediktor kesintasan paling penting pada PBS adalah berkembangnya gagal ginjal selama infeksi (Angeli et al, 2007). Pemberian albumin 1,5 gram/kg pada saat diagnosis dan 1 gram/kg pada 48 jam kemudian dapat mencegah gagal ginjal dan menurunkan mortalitas dari 30% menjadi 10%. Rekurensi PBS dapat terjadi pada 70% kasus dan merupakan penyebab kematian yang besar sehingga direkomendasikan pemberian profilaksis (Cardenas&Gines, 2005). 17

29 9. Prognosis sirosis hati Ada tidaknya komplikasi menentukan prognosis pasien sirosis hati. Pada pasien sirosis kompensata mempunyai harapan hidup lebih lama, bila tidak berkembang menjadi sirosis dekompensata. Harapan hidup 10 tahun pasien sirosis kompensata sekitar 47 %, sedangkan pada sirosis dekompensata hanya sekitar 16% dalam waktu 5 tahun (Kusumobroto, 2007). B. Skor Child Pugh Skor CP yang pertama kali diperkenalkan tahun 1973, merupakan modifikasi dari skor Child-Turcotte Pugh (CTP), yaitu dengan mengganti variabel status nutrisi dengan waktu protrombin (Durand&Valla, 2005). Skor CP awalnya digunakan untuk stratifikasi pasien yang menjalani pembedahan pirau untuk dekompresi portal (Hiedelbaugh&Sherbondy, 2006) Tabel 2. Klasifikasi Child Pugh Parameter Nilai Asites Tidak ada Ringan Sedang Bilirubin (mg/dl) > 3 Albumin (g/dl) > 3,5 2,8 sampai 3,5 < 2,8 Waktu protrombin Pemanjangan waktu protrombin (detik) > 6 INR < 1,7 1,7-2,3 >2,3 Ensefalopati Tidak ada Derajat 1-2 Derajat 3-4 (Sumber : Durand&Valla, 2005) Child C Dari tabel diatas, skor Child A bila didapatkan skor 5-6, Child B 7-9 dan Variabel-variabel yang tercakup dalam skor CP sering dianggap sebagai fungsi sintesis (albumin dan protrombin) dan eliminasi (bilirubin) dari liver. Albumin juga tidak hanya dipengaruhi oleh fungsi sintesis hati tapi juga adanya 18

30 klirens atau pengeluaran transvaskuler, misalnya pada sepsis dan asites. Bilirubin juga akan meningkat pada insufisiensi ginjal, hemolisis dan sepsis; dimana hal-hal tersebut jarang dijumpai pada pasien sirosis hati. Penurunan indeks prothrombin dapat berhubungan dengan adanya aktivasi koagulasi, dimana penyebab utamanya adalah sepsis. Ensefalopati metabolik juga dapat dipresipitasi oleh insufisiensi ginjal atau sepsis. Variabel-variabel seperti albumin, bilirubin, prothrombin dan ensefalopati menunjukkan dapat berasal dari spektrum yang lebih luas dibandingkan murni dari fungsi liver (Durand&Valla, 2005). C. Skor MELD Skor MELD merupakan modifikasi dari skor risiko yang digunakan pada pasien yang menjalani transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS). Pada tahun 2001 skor MELD pertama kali digunakan Malinchoc et al.,(2000) untuk menghitung severitas penyakit liver dan risiko mortalitas pada pasien yang sedang menunggu dilakukannya transplantasi hati (Cholongitas et al., 2005). Skor MELD telah diuji validitasnya dengan data yang diperoleh dari kelompok pasien yang berbeda, yaitu pasien yang dirawat dengan penyakit hati dekompensasi dan pasien sirosis non kolestatik yang menjalani rawat jalan. Kedua kelompok tersebut dilakukan analisis akurasi dalam memprediksi mortalitas dalam 3 bulan dengan menggunakan concordance statistic (statistik-c) yang ekuivalen dengan kurva area under receiver-operating characteristic (AUROC). Pada kelompok pasien yang dirawat dengan penyakit hati dekompensasi, skor MELD dapat memprediksi mortalitas dalam 3 bulan dengan 0,87 dibandingkan 0,84 untuk skor CP. Pada kelompok pasien rawat jalan dengan sirosis non kolestatik diperoleh 0,80 (Kamath et al., 2001). 19

31 Walaupun skor MELD mempunyai komponen yang lebih sedikit dibandingkan skor Child Pugh, tapi perhitungannya lebih rumit. Perhitungan skor MELD memerlukan sistem komputer atau jaringan internet. Pada skor MELD terdapat parameter-parameter obyektif (kreatinin serum,international normalized ratio/inr, kadar bilirubin) lalu dikomputasi pada skala kontinu dengan tanpa batas bawah(rendon et al., 2008). Skor MELD telah divalidasi sebagai prediktor mortalitas dalam 3 bulan pada pasien penyakit hati kronik (D Amico, 2006; Botta et al., 2003). Skor MELD telah digunakan sebagai pemeriksaan rutin dalam waktu pelaksanaan dan alokasi transplantasi. Skor MELD dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas 3 bulan. Gambar 3 menunjukkan skor 40 sampai 50 berkorelasi dengan angka kesintasan 3 bulan kurang dari 20% (Hidelbaugh&Sherbondy, 2006). Gambar 3. Perkiraan Kesintasan 3 Bulan Sebagai Fungsi Skor MELD (Sumber : Hiedelbaugh&Sherbondy, 2006) 20

32 Keuntungan skor MELD adalah 1) skor berdasarkan variabel yang diseleksi dengan analisis statistik dari pada penilaian klinis; 2) variabelnya obyektif dan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal; 3) setiap variabel penting berdasarkan kepantasan pengaruh dalam prognosis; dan 4) skor adalah kontinyu membantu penilaian individu lebih tepat diantara populasi yang luas (Durand & Valla, 2005). Sedangkan keterbatasan skor MELD adalah adanya seleksi empiris dalam variabel-variabelnya pada analisis multivariat, perubahan kadar kreatinin dan bilirubn serum dengan intervesi terapeutik misalnya pada sepsis atau hemolisis (Boursier et al., 2009). D. Skor CP dan Skor MELD Sebagai Prediktor Mortalitas Pada Sirosis Hati Hasil beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan peran skor CP dan skor MELD sebagai prediktor prognosis pada pasien sirosis hati. Salah satu kelemahan skor MELD adalah hilangnya akurasi prognostik pada periode lebih dari 3 bulan. Klasifikasi CP menyediakan hasil yang superior untuk periode lebih dari 1 tahun (D Amico et al., 2006; Durand&Valla, 2005). Penelitian Samada&Hernandez (2012) yang meneliti prediktor kesintasan 12 bulan pada 144 pasien sirosis hati dengan mengukur skor MELD dan skor CP menunjukkan bahwa skor CP merupakan prediktor indepeden terhadap kesintasan. Penelitian retrospektif Hoteit et al., (2008) terhadap 195 pasien sirosis hati yang menjalani pembedahan dengan keluaran utama kematian menunjukkan skor CP dan skor MELD menunjukkan hasil yang hampir sama. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada pasien yang menjalani pembedahan dengan 21

33 skor MELD 11 atau skor CP 7 tidak didapatkan adanya pasien yang meninggal maupun mengalami dekompensasi post pembedahan. Sedangkan hasil penelitian Dunn et al., (2005) menunjukkan skor MELD 21 mempunyai sensitivitas 75% dan spesivisitas 75% dalam memprediksi mortalitas 90 hari pada pasien hepatitis alkoholik. Hasil penelitian Boursier et al., (2009) tentang evaluasi akurasi skor Child Pugh, MELD dan MELD-Na terhadap mortalitas dalam 6 bulan pada 308 pasien sirosis hati di Perancis didapatkan skor Child Pugh tetap menjadi alat prognostik yang sederhana, efektif dan dapat digunakan pada praktek klinis. MELD dan terutama MELD-Na, dapat diterapkan pada pasien sirosis dekompensata. Tapi > 80% subyek penelitian ini merupakan sirosis alkoholik sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi pada seluruh pasien sirosis, terutama yang mempunyai etiologi virus hepatitis kronik seperti di Indonesia. Tabel 3. Perbandingan skor Child Pugh dan skor MELD Child Pugh MELD Jumlah variabel skor 5 3 Variabel kuantitatif 3 3 Seleksi variabel Empiris statistik Variabel berbobot sesuai pengaruhnya Tidak Ya Efek variabel kuantitatif Ya Tidak Transformasi logaritmik variabel Ya Tidak Kebutuhan komputerisasi Tidak Ya Variabel dapat dipengaruhi oleh penilaian pribadi Ya Tidak Tipe skor Diskredit Kontinyu (Sumber: Malinchoc et al., 2000) 22

34 E. Kerangka teori Hepatitis kronik - Usia - Ras/genetik - Etiologi - Jenis kelamin - Terapi Fibrosis hati Sirosis hati Portosistemik shunt Kerusakan sel-sel hepar Gangguan homeostasis Varises esofagus Kolateral Ensefalopati Kadar bilirubin Albumin Gangguan sintesis faktor pembekuan Perdarahan saluran cerna Retensi Natrium dan air INR Perdarahan Peritonitis bakterial spontan Asites Sindrom hepatorenal Kreatinin Sepsis MORTALITAS Keterangan : : : Komponen penyusun skor CP : Komponen penyusun Skor MELD : Komponen penyusun skor CP dan skor MELD : Faktor-faktor yang mempengaruhi Gambar 4. Kerangka Teori 23

35 F. Kerangka konsep Skor CP - Usia - Ras/genetik - Etiologi - Jenis kelamin - Komplikasi sirosis - Terapi Mortalitas Gambar 5. Kerangka Konsep Skor CP Skor MELD - Usia - Ras/genetik - Etiologi G. - Jenis kelamin - Komplikasi sirosis - Terapi - - Terapi Gambar 6. Kerangka Konsep Skor MELD Keterangan : Mortalitas : Variabel independen : Faktor yang mempengaruhi : : Variabel dependen G. Hipotesis 1. Skor Child Pugh > 11 meningkatkan risiko mortalitas dalam 3 bulan pada pasien sirosis hati dekompensata. 2. Skor MELD > 14 meningkatkan risiko mortalitas dalam 3 bulan pada pasien sirosis hati dekompensata. 24

36 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancang cohort prospektif, dilakukan follow up pasien selama 3 bulan dengan evaluasi skor CP dan MELD tiap bulan. Pada bulan ketiga dilakukan penilaian terhadap keluaran, apakah pasien hidup atau meninggal. Sirosis hati dekompensata Meninggal Hidup Awal Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Skor CP Gambar 7. Rancangan Penelitian Skor MELD B. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan dipoliklinik Gastroenterohepatologi dan bangsal bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta mulai bulan Juli 2014 sampai Desember Subyek penelitian diikuti selama 3 bulan untuk mengetahui keadaan pasien, apakah hidup atau meninggal. C. Populasi penelitian Populasi target adalah semua pasien penderita dengan diagnosis klinis sirosis hati. Populasi terjangkau adalah penderitasirosis hati dekompensata yang 25

37 berobat jalan di poliklinik Gastroenterohepatologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan yang dirawat di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dalam kurun waktu yang telah ditentukan. D. Subyek penelitian Subyek penelitian adalah penderita sirosis hatidekompensata yang berobat jalan di poliklinik Gastroenterohepatologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan dirawat di bagian penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek penelitian adalah penderita sirosis hati dekompensata. 1. Kriteria inklusi penelitian: a. pasien sirosis hati dekompensata laki-laki dan wanita berusia 18 tahun b. bersedia mengikuti penelitian dengan menyetujui dan menandatangani persetujuan penelitian. c. sindrom hepatorenal d. sindrom hepatopulmoner 2. Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu : a. penderita sirosis hati yang berlanjut ke karsinoma hepatoseluler (KHS), penderita sirosis hati dengan komorbiditas sepsis, gagal ginjal kronik, gagal jantung kronik, stroke akut, komplikasi akut diabetes melitus (DM) yaitu ketoasidosis diabetik (KAD), koma hiperglikemia hiperosmolar dan hipoglikemia serta penyakit keganasan selain di hati. E. Identifikasi variabel Variabel bebas pada penelitian ini adalah nilai skor CP (skala : kategorikal) dan skor MELD (skala : kategorikal). Variabel tergantung adalah 26

38 mortalitas (skala : kategorikal). Variabel pengganggu sebagai faktor yang dapat mempengaruhi variabel tergantung yaitu usia, jenis kelamin, ras/genetik dan terapi selain propranolol. F. Besar sampel Sampel dikumpulkan secara consecutive sampling, setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan sebagai subyek penelitian sampai jumlah sampel terpenuhi. Perhitungan besar sampel untuk penelitian ini menggunakan rumus perkiraan besar sampel untuk penelitian cohort dengan variabel tergantung nominal (Sastroasmoro dan Ismael, 2008). Keterangan : 1. N merupakan besar sampel minimal 2. α adalah besarnya peluang untuk menolak hipotesis nol (Ho) dalam hal ini hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan. Nilai α pada penelitian ini adalah 0, Z α adalah deviat baku normal untuk α. Untuk α sebesar 0,05 maka Z α nya adalah 1, β adalah besarnya peluang untuk tidak menemukan perbedaan yang bermakna pada sampel. Nilai β yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 %. 5. Z β adalah deviat baku normal untuk β. Untuk β sebesar 20 % maka Z β adalah 0, Risiko relatif (RR) yang dianggap bermakna secara klinis. Berdasarkan Malinchoc et al., (2000) diperoleh RR 1,8 27

39 7. P2 merupakan proporsi efek pada kelompok tanpa faktor risiko, diperoleh dari pustaka. Berdasarkan Hoteit et al., (2008) kelompok yang dianggap tanpa faktor risiko adalah bila skor MELD 11 dan proporsinya adalah 0, P1diperoleh dari RR x P2, yaitu 0,76 9. P = ½ (P1+P2) = 0,59 Berdasarkan rumus diatas, besar sampel untuk mengetahui kesintasan 3 bulan pasien sirosis hatidekompensata adalah minimal 31 pasien. Pada penelitian ini, kami juga menghitung jumlah sampel untuk skor CP dengan cut off point berdasarkan referensi sebelumnya. Rumus besar sampel untuk skor CP yaitu : Keterangan : 1. N merupakan besar sampel minimal 2. α adalah besarnya peluang untuk menolak hipotesis nol (Ho) dalam hal ini hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan. Nilai α pada penelitian ini adalah 0, Z α adalah deviat baku normal untuk α. Untuk α sebesar 0,05 maka Z α nya adalah 1, β adalah besarnya peluang untuk tidak menemukan perbedaan yang bermakna pada sampel. Nilai β yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 %. 5. Z β adalah deviat baku normal untuk β. Untuk β sebesar 20 % maka Z β adalah 0, Risiko relatif (RR) yang dianggap bermakna secara klinis. Kami menggunakan RR asumsi, yaitu 1,8. 28

40 7. P2 merupakan proporsi efek pada kelompok tanpa faktor risiko, diperoleh dari pustaka. Berdasarkan Hoteit et al., (2008) kelompok yang dianggap tanpa faktor risiko adalah bila skor CP 7 dan proporsinya adalah 0, P1diperoleh dari RR x P2, yaitu 0,76 9. P = ½ (P1+P2) = 0,59 Berdasarkan rumus diatas, besar sampel untuk mengetahui kesintasan 3 bulan pasien sirosis hati dekompensata adalah minimal 31 pasien. G. Protokol penelitian - Pasien yang terdiagnosis sirosis hati dekompensatayang yang berobat jalan di poliklinik Gastroenterohepatologi RSUP Dr. Sardjito dan dirawat inap bangsal penyakit dalam RSUP Sardjito Yogyakarta dan memenuhi kriteria inklusi serta eksklusi akan diberi informasi tentang penelitian. - Pada awal penelitian akan dihitung skor CP dan skor MELD berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari tiap subyek penelitian. - Subyek penelitian akan diikuti perkembangannya tiap bulan sampai dengan bulan ketiga dan dilakukan evaluasi skor Child Pugh dan skor MELD tiap bulan. - Pada akhir bulan ketiga akan dilakukan penilaian mortalitas. 29

41 Berikut adalah alur pelaksanaan penelitian : Kriteria inklusi usia 18 tahun menandatangani inform consent Populasi target penderita sirosis hati dekompensata di RSUP Dr Sardjito Subyek penelitian Kriteria eksklusi : Sirosis hati berlanjut ke KHS Sirosis hati disertai sepsis Ketoasidosis diabetik Koma hiperglikemia hiperosmolar Hipoglikemia Gagal ginjal kronik Gagal jantung kronik Penyakit keganasan di luar hati Pengumpulan data dasar 1. Data demografi : umur, jenis kelamin 2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik : asites, derajat ensefalopati, perdarahan 3. Laboratorium : darah rutin, serum albumin, serum bilirubin, INR, PPT, kontrol PPT, kadar kreatinin, marker hepatitis B dan C 4. USG Abdomen : sirosis hati, nodul hati, asites, splenomegali 5. Perhitungan skor CP dan skor MELD Evaluasi skor CP dan skor MELD tiap bulan sampai dengan bulan ketiga Keluaran : Subyek hidup/meninggal Evaluasi akhir penelitian Analisis Statistik Gambar 8. Alur Penatalaksanaan Penelitian 30

42 H. Definisi operasional Tabel 4. Definisi Operasional No Variabel Definisi operasional Skala 1 Sirosis hati Sirosis hati dekompensata ditunjukkan Kategorikal dekompensata dengan kriteria dari konferensi konsensus Baveno IV, yaitu stadium 3 yang dikarakteristikkan dengan adanya asites dengan atau tanpa varises esofagus pada pasien tanpa riwayat perdarahan dan stadium 4 yang dikarakteristikkan dengan adanya perdarahan gastrointestinal dengan atau tanpa asites.diagnosis sirosis hati dekompensata ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratorium dan USG abdomen). Pada penelitian ini kriteria dekompensata ditunjukkan dengan Child B dan C atau skor CP 7. 2 Jenis kelamin Dibedakan menjadi wanita dan laki-laki. Kategorikal 3 Usia Ditetapkan berdasarkan tanggal kelahiran Numerik dalam satuan tahun. 4 Etiologi Dibedakan menjadi hepatitis B, hepatitis C dan penyebab lain. Kategorikal 5 Skor CP Ditentukan oleh 5 variabel : asites, Kategorikal INR/PPT, bilirubin, ensefalopati hepatik dan albumin lalu dibagi menjadi Child A, B atau C berdasarkan skor. Pada penelitian ini subyek diambil adalah sirosis hati Child B dan C. 6 Skor MELD Skor yang digunakan untuk menentukan severitas gagal hati. Skor MELD dihitung Kategorikal 7 Prognosis jangka pendek 8 Sindrom hepatopulmoner berdasarkan rumus kelompok Mayo Clinic. Berdasarkan Kamath et al., 2001, prognosis jangka pendek didefinisikan sebagai kesintasan 3 bulan. Sindrom hepatopulmoner terdiri dari trias penyakit hati kronik, peningkatan gradien alveolar-arterial dan dilatasi baskuler intrapulmoner. Sindrom hepatopulmoner dicurigai pada pasien sirosis hati dengan saturasi oksigen < 96% (Friedman, 2015) 9 Asites Akumulasi patologis cairan pada cavum peritoneal, diperiksa secara pemeriksaan fisik dan atau dengan USG abdomen. 10 Ensefalopati hepatik Gangguan fungsi sistem saraf pusat karena insufisiensi hepatik, dibagi berdasarkan kriteria West Haven. Untuk menentukan ada tidaknya ensefalopati hepatik digunakan uji hubung angka A. 11 Mortalitas Dibagi menjadi hidup atau meninggal setelah pengamatan 3 bulan Kategorikal Kategorikal Kategorikal Kategorikal 31

43 12 Sindrom hepatorenal 14 Gagal jantung kronik 15 Gagal ginjal kronik 13 Etiologi sirosis hati 16 Komplikasi akut DM 17 Ketoasidosis diabetik Gangguan gungsi ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat berat. Sindrom hepatorenal menurut The International Ascites Club ditegakkan bila memenuhi 5 kriteria mayor, yaitu : 1) Penyakit hati akut atau kronis dengan kegagalan tingkat lanjut dan hipertensi portal, 2) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang rendah (kreatinin serum > 1,5 mg/dl (130 mmol/l) atau bersihan kreatinin < 40 ml/menit), 3) tidak ada syok, sepsis, kehilangan cairan maupun pemakaian obat-obat nefrotoksik (misalnya OAINS atau aminoglikosida), 4) tidak ada perbaikan fungsi ginjal (penurunan kreatinin serum < 1,5 mg/dl atau peningkatan bersihan kreatinin > 40 ml/menit) sesudah pemberian cairan isotonik salin 1,5 liter dan 5) proteinuria < 500 mg/hari tanpa adanya obstruksi saluran kemih atau penyakit ginjal pada pemeriksaan USG (Setiawan&Kusumobroto, 2009) Suatu kondisi patofisiologi akibat kelainan struktural atau fungsional yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk memompa darah. Gagal jantung kronik ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham. Berdasarkan klasifikasi New York Heart Association dibagi menjadi kelas fungsional 1,2,3 dan 4. Suatu kondisi klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajatyang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Kondisi tersebut yang telah berjalan lebih dari 3 bulan Penyebab sirosis hati, pada penelitian ini dibagi menjadi hepatitis B, hepatitis C dan penyebab lain Suatu kondisi kegawatdaruratan pada DM, pada penelitian ini terdiri dari KAD, koma hiperglikemia hiperosmolar dan hipoglikemia. Suatu keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis. Keadaan ini terutama disebabkan defisiensi absolut atau relatif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (kadar glukosa darah, analisa gas darah, keton serum atau keton urin) Kategorikal Kategorikal Kategorikal Kategorikal Kategorikal Kategorikal 32

44 18 Koma hiperglikemia hiperosmolar Suatu komplikasi akut/emergensi diabetes melitus, ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai ketosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium (kadar glukosa darah, analisa gas darah dan keton serum atau keton urin) 19 Hipoglikemia Kadar glukosa darah di bawah nilai normal pada penderita DM yaitu 63 mg% dan adanya triad Whipple yaitu simtom hipoglikemia, kadar glukosa plasma rendah dan hilangnya keluhan setelah kelainan biokimiawi dikoreksi ((Soemadji, 2009) 20 Sepsis Apabila didapatkan dua atau lebih kriteria dibawah ini suhu > 38 o C atau < 36 o C, nadi > 90x/menit, respirasi > 20x/menit, kadar pco 2 < 32, angka leukosit > atau 10 % sel imatur dengan sumber infeksi yang jelas 21 Karsinoma hepatoseluler 22 Keganasan selain di hati Tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. (Budihusodo, 2009). Pada penelitian ini karsinoma hepatoseluler (KHS) ditegakkan atau disingkirkan berdasarkan USG abdomen dengan ditemukannya tumor di hati dengan diameter lebih dari 2cm. Bila telah ditemukan tumor di hati lebih dari 2 cm dari pemeriksaan USG abdomen, subyek dieksklusi dari penelitian tanpa menunggu hasil pemeriksaan lanjutan seperti kadar alfa feto protein serum (AFP) maupun pemeriksaan patologi anatomi. Penyakit keganasan selain di hati diketahui berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta dikonfirmasi dengan hasil patologi anatomi dengan lokasi primer selain di hati. Kategorikal Kategorikal Kategorikal Kategorikal Kategorikal I. Pengukuran 1. Bilirubin: pemeriksaan dilakukan di laboratorium patologi klinik RSUP Dr. Sardjito menggunakan sampel serum. Nilai normal 0,3-1,1 mg/dl. 2. INR (International Normalized Ratio) dihitung berdasarkan hasil prothrombin partial time (PPT) dibanding kontrol. Pemeriksaan dilakukan 33

45 di laboratorium patologi klinik RSUP Dr. Sardjito menggunakan sampel serum. 3. Kreatinin: pemeriksaan dilakukan di laboratorium patologi klinik RSUP Dr. Sardjito menggunakan sampel serum. Nilai normal 0,6-1,3 mg/dl. 4. Albumin: pemeriksaan dilakukan di laboratorium patologi klinik RSUP Dr. Sardjito menggunakan sampel serum. Nilai normal 3,5-5,5 g/dl 5. Skor MELD dihitung menurut rumus = 3,78 [Ln serum bilirubin (mg/dl)] + 11,2 [Ln INR] + 9,57 [Ln kreatinin serum (mg/dl)] + 6,45 (Kamath et al., 2001). 6. Uji hubung angka-a(uha-a): Pasien diminta untuk menghubungkan lingkaran yang berisi nomor 1 sampai 25 yang tersusun secara acak sesuai urutan nomor secepat mungkin. Hasil waktu penyelesaian UHA-A dan derajat ensefalopati hepatik : detik : tidak ada ensefalopati detik : ensefalopati hepatik derajat detik : ensefalopati hepatik derajat detik : ensefalopati hepatik derajat detik : ensefalopati hepatik derajat 4 J. Analisis statistik Data karakteristik subyek penelitian disajikan dalam angka rerata dan simpangan baku untuk variabel dengan skala numerik. Sedangkan untuk variabel dengan skala kategorikal disajikan dalam bentuk proporsi. Untuk mengetahui hubungan skor CP dan skor MELD dengan mortalitas dilakukan uji Chi square. Bila uji Chi square tidak memenuhi persyaratan maka akan digunakan uji 34

46 alternatif Fisher exact. Risiko relatif dihitung dengan menggunakan tabel 2x2. Hazard ratio didapatkan dari kurva Kaplan Meier. K. Pertimbangan etik Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cohort prospektif yang tidak memberikan manipulasi perlakuan pada subyek, sehingga tidak menimbulkan efek pada kesehatan subyek. Penelitian ini menggunakan persetujuan dari komisi etika penelitian biomedis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan izin dari Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Semua pasien yang diteliti mendapatkan lembar kesediaan (informed consent) untuk mengikuti penelitian ini. 35

47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancang cohort prospektif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hazard ratio skor CP dan skor MELD dalam memprediksi prognosis jangka pendek pasien sirosis hati dekompensata. Subyek penelitian adalah penderita sirosis hati yang berobat di poliklinik atau menjalani rawat inap di bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito yang memenuhi kriteria inklusi eksklusi dan bersedia mengikuti penelitian. Tabel 5.Data karakteristik subyek penelitian Parameter N (%) Mean ± SD Umur (tahun) 51,47 ± 12,33 Jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan Penyebab sirosis hati - Hepatitis B - Hepatitis C - Penyebab lain Child Pugh - Child B - Child C Ensefalopati hepatik - Tidak ada ensefalopati - Derajat 1 - Derajat 2 - Derajat 3 - Derajat 4 Perdarahan - Dengan perdarahan - Tanpa perdarahan Asites - Dengan asites Minimal Masif - Tanpa asites Terapi propranolol - Dengan propranolol - Tanpa propranolol 25 (69,44%) 11 (30,56%) 22 (61,11%) 3 (8,33%) 11 (30,56%) 22 (61,11%) 14 (39,89%) 26 (72,22%) 7 (19,44%) 1 (2,78%) 2 (5,56%) 0 (0%) 29 (80,56%) 7 (19,44%) 16 (44,44%) 14(38,89%) 6 (16,67%) 32 (88,89%) 4 (11,11%) Skor MELD 15,42 ± 5,99 N = jumlah subyek; SD = Standar deviasi 36

48 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 36 subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan rata-rata umur subyek penelitian yaitu 51.47±12.33 tahun. Usia subyek penelitian yang paling muda adalah 29 tahun dan yang tertua adalah 75 tahun. Penelitian sebelumnya ditemukan rerata umur pasien sirosis hati 61 (50-69) tahun (Kamath et al., 2001), 50±12,5 (18-86) tahun (Said et al., 2004) dan 57,1±11,2 tahun (Hoteit et al., 2008). Jumlah subyek laki-laki 25 orang (69.44%) dan perempuan 11 orang (30.56%). Pada sebagian hasil penelitian sebelumnya didapatkan persentase subyek laki-laki lebih banyak dibanding perempuan diantaranya hasil penelitian Kamath et al., (2001) didapatkan pasien rawat inap dengan end stage liver disease jenis kelamin laki-laki adalah 55% dan Boursier et al., (2009) didapatkan 60,4% pasien laki-laki dengan sirosis hati dekompensata. Subyek penelitian ini didapatkan subyek penelitian dengan Child B 22 orang (61.11%) sedangkan Child C 14 orang (38.89%). Hasil ini sebanding dengan penelitian Angermayr et al., (2003) dimana didapatkan pasien sirosis hati yang hendak menjalani TIPS terbanyak dengan Child B (45,8%) dan Child C (22,2%) sedangkan sisanya adalah Child A. Tapi hasil ini berbanding terbalik dengan penelitian Boursier et al., (2009) dimana subyek dengan Child B sebanyak 38% dan subyek dengan Child C sebanyak 64% dan sisanya adalah Child A. Penyebab sirosis hati yang terbanyak adalah hepatitis B sebanyak 22 orang (61,11%). Subyek dengan penyebab hepatitis C sebanyak 3 orang (8,33%) dan penyebab lain diantaranya karena alkohol sebanyak 11 orang (30,56%). Dari hasil penelitian juga didapatkan subyek yang datang tidak ensefalopati hepatik berjumlah 26 orang (72.22%), ensefalopati hepatik derajat 1 37

49 berjumlah 7 orang (19.44%), ensefalopati hepatik derajat 2 berjumlah 1 orang (2.78%), ensefalopati hepatik derajat 3 berjumlah 2 orang (5.56%) dan tidak ada subyek dengan ensefalopati hepatik derajat 4. Hasil penelitian Boursier et al., (2009) didapatkan pasien sirosis hati dekompensata yang datang dengan ensefalopati sebanyak 17,5%. Subyek penelitian yang datang dengan perdarahan saluran cerna sebanyak 29 orang (80,56%) dan subyek yang dengan asites sebanyak 30 orang (83,33%). Penelitian Boursier et al., (2009) didapatkan subyek penelitian dengan perdarahan variseal sebanyak 20,8% dan asites sebanyak 64,3%. Hasil penelitian Angermayr et al., (2003) didapatkan 51,58% subyek penelitian datang dengan asites. Subyek penelitian ini yang mendapatkan terapi propranolol sebanyak 32 orang atau 88,89% dan yang tidak mendapatkan terapi propranolol sebanyak 4 orang atau 11,11%. Penyebab tidak didapatkannya propranolol pada penelitian ini disebabkan karena tidak ditemukannya varises dari hari hasil endoskopi dan adanya bradikardi. Rata-rata skor MELD subyek penelitian adalah dengan standar deviasi sebesar Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Hoteit et al., (2008) dengan 14,2±6,3 tapi hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Angermayr et al., (2003) dengan rerata skor MELD 7,02±5,83. Tabel 6. Karakteristik subyek penelitian yang meninggal Karakteristik N (%) Etiologi Hepatal : - Ensefalopati hepatik Non hepatal : - Refleks vagal - Infeksi intrakranial Tidak diketahui 3 (50) 1 (16,67) 1 (16,67) 1 (16,67) 38

50 Dari 36 subyek penelitian diperoleh 6 subyek penelitian meninggal setelah pengamatan 3 bulan. Dari 6 orang subyek penelitian yang meninggal didapatkan terbanyak (50%) disebabkan oleh komplikasi sirosis hati yaitu ensefalopati hepatik sedangkan 1 orang (16,67%) disebabkan oleh refleks vagal karena hernia umbilikalis, 1 orang karena infeksi intrakranial dan 1 orang tidak diketahui penyebabnya karena meninggal di rumah tanpa keterangan yang jelas. Skor CP median subyek yang meninggal adalah 12 (9-14) dan median skor MELD subyek yang meninggal adalah 19,5 (15-34). Hasil penelitian Botta et al. (2003) didapatkan median skor CP pasien yang meninggal adalah 10 (6-14) dan skor MELD pasien yang meninggal adalah 11 (6-19) pada kesintasan satu tahun pada pasien sirosis hati dengan asites merupakan prediktor penting terjadinya mortalitas. Nilai p jenis kelamin terhadap mortalitas pada penelitian ini adalah 0,001 dimana antara jenis kelamin laki-laki dan wanita mempunyai perbedaan bermakna terhadap terjadinya mortalitas. Pada penelitian ini, 100% dari 6 pasien yang meninggal berjenis kelamin laki-laki (tabel 7). Hasil penelitian ini yang menunjukkan 100% pasien yang meninggal adalah laki-laki (tabel 7) dapat disebabkan beberapa hal. Pertama, subyek laki-laki pada penelitian ini berjumlah lebih besar yaitu 69,44% dan hal ini bermakna secara statistik (p 0,001). Kedua, secara epidemiologi jumlah pasien sirosis hati yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan pasien wanita. Suatu penelitian di California Amerika Serikat menunjukkan pasien laki-laki mempunyai kejadian penyakit hati kronik dan angka kematian akibat sirosis sebanyak 13,6, dimana angka kematian kasar ini lebih tinggi dibandingkan pasien 39

51 wanita yang mempunyai nilai 6,6 (Cox, 2006). Di Indonesia, menurut Kusumobroto (2007) perbandingan pasien penyakit hati laki-laki dan wanita yang dirawat di bangsal penyakit dalam adalah 2,1 : 1. Tabel 7. Analisis Bivariat Faktor-faktor Prediktor yang Berperan Terhadap Mortalitas Parameter Meninggal Hidup Nilai p 95% IK Rata-rata±SD, N (%) Rata-rata±SD, N (%) Umur (tahun) ± ± Jenis kelamin Perempuan 0 (0%) 11 (30.56%) - Laki-laki 6 (16.67%) 19 (52.78%) Child Pugh Child A 0 (0%) 0 (0%) - Child B 1 (2.78%) 21 (58.33%) - Child C 5 (13.89%) 9 (25%) Ensefalopati hepatik Tidak ada ensefalopati 3 (8.33%) 23 (63.89%) - Derajat 1 2 (5.56%) 5 (13.89%) - Derajat 2 0 (0%) 1 (2.78%) - Derajat 3 1 (2.78%) 1 (2.78%) - Derajat 4 0 (0%) 0 (0%) Penyebab sirosis hati Hepatitis B 5 (13.89%) 17 (47.22%) - Hepatitis C 1 (2.78%) 2 (5.56%) - Penyebab lain 0 (0%) 11 (30.56%) Perdarahan Dengan perdarahan 6 (16.67%) 23 (63.89%) - Tanpa perdarahan 0 (0%) 7 (19.44%) Asites Tidak ada 0 (0%) 6 (16.67%) - Minimal 1 (2.78%) 15 (41.67%) - Masif 5 (13.89%) 9 (25%) Propanolol Ya 5 (13.89%) 27 (75%) - Tidak 1 (2.78%) 3 (8.33%) Skor MELD 21 ± ± N : jumlah subyek; SD : standar deviasi; IK : interval konfidensi 40

52 Hasil analisis bivariat diatas menunjukkan bahwa kriteria CP, asites, dan skor MELD memiliki hubungan yang bermakna dengan mortalitas (p < 0.05). Pada penelitian ini, nilai p usia terhadap mortalitas adalah 0,98 yang berarti usia tidak berbeda diantara pasien yang hidup dan yang meninggal. Hasil ini sesuai dengan penelitian Malinchoc et al. (2000) dimana dari hasil analisis univariat usia bukan merupakan faktor risiko kematian pada pasien sirosis hati yang menjalani TIPS. Selain itu, faktor-faktor yang lain seperti perdarahan, ensefalopati hepatik, etiologi sirosis hati dan terapi propranolol bukan merupakan prediktor terjadinya mortalitas pada penelitian ini (p > 0,05). Setelah didapatkan faktor-faktor prediktor yang berperan terhadap mortalitas, akan dilakukan analisis multivariat untuk variabel-variabel yang bermakna tersebut. Analisis multivariat yang digunakan yaitu regresi logistik ganda. Tabel 8. Analisis Multivariat Faktor-faktor Prediktor yang Berperan Terhadap Mortalitas Variabel Nilai p Child Pugh Asites Mild Masif Skor MELD Berdasarkan analisis multivariat diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan mortalitas. Hasil ini berbeda dengan penelitian Boursier et al. (2009) yang menggunakan regresi logistik didapatkan faktor prediktor independen terhadap mortalitas adalah bilirubin, ureum, albumin, natrium dan asites. Hasil penelitian Malinchoc et al. (2000) didapatkan faktor risiko kematian pada pasien yang menjalani TIPS adalah adalah 41

53 peningkatan bilirubin, disfungsi renal, pemanjangan waktu protrombin dan etiologi sirosis hati. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, jumlah sampel pada penelitianpenelitian sebelumnya lebih besar dibandingkan penelitian ini dimana penelitian Boursier et al. (2009) melibatkan 154 pasien sirosis hati dekompensata sedangkan penelitian Malinchoc et al. (2000) melibatkan 231 pasien sehingga variasi subyek penelitian lebih besar. Kedua, subyek penelitian ini sebagian besar adalah pasien sirosis hati yang telah mendapatkan terapi farmakologi sehingga beberapa variabel seperti asites dan ensefalopati hepatik dapat berubah dengan pemberian terapi farmakologi. Ketiga, penelitian-penelitian sebelumnya umumnya dilakukan pada penderita sirosis hati yang menjalani TIPS dan sebagian besar merupakan penderita sirosis hati Child C. Pada penelitian ini, sebagian besar subyek (61,11%) merupakan penderita sirosis hati Child B sehingga terdapat perbedaan karakteristik subyek dengan penelitian sebelumnya. Untuk mengetahui perubahan skor CP dalam 3 bulan, dilakukan uji normalitas dan diperoleh kesimpulan bahwa data CP tidak berdistribusi normal (p <0,05) sehingga asumsi normalitas tidak terpenuhi. Oleh karena itu untuk menguji ada tidaknya perbedaan skor CP dalam 3 bulan tidak dapat menggunakan uji anova. Untuk mengatasinya, digunakan uji alternatifnya yaitu uji Kruskal Wallis. Tabel 9. Perubahan skor CP pada sirosis hati dalam 3 bulan Bulan 0 Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Variabel Median Median Median Median (min-maks) (min-maks) (min-maks) (min-maks) Skor CP *Uji Kruskal Walis; min : nilai minimum; maks : nilai maksimum Nilai p 0.717* 42

54 Berdasarkan uji Kruskal Wallis diperoleh nilai p sebesar sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan skor CP dalam 3 bulan. Penelitian Angermayr et al. (2003) didapatkan hasil titik potong skor CP > 11 untuk pasien risiko tinggi untuk kesintasan 3 bulan atau kurang. Titik potong skor CP > 11 menunjukkan sensitivitas 33% dan spesivisitas 94% pada pasien yang menjalani TIPS. Hasil perhitungan dengan kurva ROC untuk skor CP didapatkan titik potong adalah 10,5. Dengan titik potong skor CP 10,5 dilakukan perhitungan untuk mengetahui tabel 2x2 untuk menghitung sensitivitas, spesivisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif, risiko relatif dan signifikansinya. Tabel 10. Tabel 2x2 Risiko Relatif Skor CP Variabel Mortalitas Meninggal Hidup Skor CP 10,5 5 4 Skor CP 10, *Uji Fisher; IK : interval konfidensi Nilai p Risiko Relatif 95% IK 0.002* Tabel 10 menunjukkan berdasarkan perhitungan dengan titik potong skor CP 10,5 didapatkan risiko relatif 15 yang menunjukkan bahwa risiko pasien dengan skor CP lebih dari atau sama dengan 10,5 akan berisiko meninggal 15 kali dibanding pasien dengan skor CP kurang dari 10,5. Hasil uji Fisher diperoleh nilai p sebesar sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara skor CP dengan mortalitas dengan 95% IK 2,01 sampai 111,97. Berdasarkan tabel 2x2 pada tabel 10, maka dapat dihitung sensitivitas 55,56%, spesivisitas 96,30%, nilai prediksi positif 83,33% dan nilai prediksi negatif 86,67%. Sensitivitas 55,56% menunjukkan bahwa proporsi pasien yang hasil pemeriksaan penyakit sirosis hati menunjukkan hasil positif adalah 55,56%. 43

55 Spesivisitas 96,30% menunjukkan proporsi orang tanpa penyakit bila dilakukan pemeriksaan penyakit sirosis hati akan menunjukkan hasil negatif adalah 96,30%. Nilai prediksi positif menujukkan probabilitas penyakit pada seorang pasien dengan hasil pemeriksaan penyakit yang positif (abnormal) adalah 83,33%. Sedangkan nilai prediksi negatif menunjukkan probablilitas subyek tidak menderita sirosis hati bila hasil pemeriksaan penyakitnya adalah negatif (normal) adalah 86,67%. Hasil penelitian Kamath et al. (2001) tentang mortalitas dalam 3 bulan pada pasien sirosis hati CTP kelas A adalah 4%, kelas B adalah 14% dan kelas C adalah 51%. Statistik-c yang berhubungan dengan skor CP dalam memprediksi kesintasan 3 bulan adalah 0,84 (95% interval konfidensi (IK) 0,78-0,90). Gambar 9. Kurva Kaplan Meier berdasarkan skor CP yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu skor CP < 10,5 (garis biru) dan 10,5 (garis hijau) Berdasarkan kurva Kaplan Meier diatas didapatkan HR untuk skor CP adalah 2,07 (95% IK 0,97-4,41) yang berarti bahwa pada pasien sirosis hati 44

56 dekompensata dengan skor CP 10,5 mempunyai risiko mortalitas dalam 3 bulan 2,07 kali per unit waktu dibandingkan pasien sirosis hati dekompensata dengan skor CP < 10,5. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Papatheodoridis et al. (2005) dimana untuk skor CP didapatkan HR 1,38 (95% IK 1,14-1,68) dengan statistik-c 0,77. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan skor MELD pada sirosis hati dalam 3 bulan dilakukan uji Shapiro Wilk dan diperoleh kesimpulan bahwa data MELD bulan 0, bulan 1, bulan 2, dan bulan 3 tidak berdistribusi normal (nilai p < 0.05). Tabel 11. Perubahan Skor MELD pada Sirosis Hati dalam 3 Bulan Bulan 0 Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Variabel Median Median Median Median (min-maks) (min-maks) (min-maks) (min-maks) Skor MELD * : Uji Kruskal Wallis Nilai p 0.809* Berdasarkan uji Kruskal Wallis diperoleh nilai p sebesar sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan skor MELD dalam 3 bulan. Selanjutnya akan dilihat besar risiko relatif skor MELD dengan menggunakan uji Chi Square atau uji Fisher jika asumsi tidak terpenuhi. Data yang akan digunakan yaitu data skor MELD bulan 0 karena berdasarkan uji Kruskal Wallis tidak ada perbedaan skor MELD dalam 3 bulan. Menurut referensi, skor MELD yang dianggap sebagai titik potong pasien risiko tinggi untuk median kesintasan 3 bulan atau kurang pada awalnya adalah 18 tapi hasil penelitian Angermayr et al. (2003) menunjukkan hanya 19% pasien dengan skor MELD > 18 yang meninggal dalam 3 bulan setelah dilakukannya TIPS. Pada penelitian Angermayr et al. (2003) didapatkan titik 45

57 potong skor MELD lebih rendah (> 14) yang akan meningkatkan sensitivitas skor MELD dari 19% menjadi 34%. Pada penelitian ini, dari hasil perhitungan dengan kurva ROC diperoleh titik potong skor MELD adalah 15,5. Dari hasil perhitungan titik potong tersebut akan dibuat tabel 2x2 untuk menghitung sensitivitas, spesivisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, risiko relatif dan signifikansinya. Tabel 12. Tabel 2x2 Risiko Relatif Skor MELD Variabel Mortalitas Nilai p Risiko 95% IK Meninggal Hidup Relatif Skor MELD 15, * Skor MELD ,5 *Uji Fisher; IK : interval konfidensi Hasil tabel 2x2 dengan menggunakan titik potong 15,5 untuk skor MELD berdasarkan kurva ROC didapatkan risiko relatif adalah 3,54. Hal ini berarti pasien dengan skor MELD 15,5 mempunyai risiko mortalitas 3,54 kali dibandingkan subyek dengan skor MELD <15,5.Tapi hasil ini secara statistik tidak bermakna dimana didapatkan nilai p 0,16 dan 95% IK Berdasarkan tabel 2x2 pada tabel 12, maka dapat dihitung sensitivitas 30,79%, spesivisitas 91,30%, nilai prediksi positif 66,67% dan nilai prediksi negatif 70%. Sensitivitas 30,79% menunjukkan bahwa proporsi pasien yang hasil pemeriksaan penyakit sirosis hati menunjukkan hasil positif adalah 30,79%. Spesivisitas 91,30% menunjukkan proporsi orang tanpa penyakit bila dilakukan pemeriksaan penyakit sirosis hati akan menunjukkan hasil negatif adalah 91,30%. Nilai prediksi positif menujukkan probabilitas penyakit pada seorang pasien degan hasil pemeriksaan penyakit yang positif (abnormal) adalah 66,67%. Sedangkan nilai prediksi negatif menunjukkan probablilitas subyek tidak 46

58 menderita sirosis hati bila hasil pemeriksaan penyakitnya adalah negatif (normal) adalah 70%. Hasil penelitian Jiang et al. (2010) menunjukkan kesintasan 1 tahun pasien sirosis hati dapat dibedakan antara kombinasi skor MELD 21 dengan kolesterol 2,8 mmol/l untuk pasien yang meninggal. Hasil penelitian Boursier et al. (2009) yang membandingkan skor CP, MELD dan MELD-Na untuk memprediksi mortalitas 6 bulan, dengan menggunakan indeks Youden yang paling tinggi didapatkan titik potong prediksi mortalitas 6 bulan yang paling baik adalah 10 untuk skor CP, 16,8 untuk skor MELD dan 18,4 umtuk skor MELD-Na. Dengan menggunakan titik-titik potong tersebut, akurasi ketiga skor prognostik tersebut secara statistik tidak berbeda signifikan. Penelitian Kamath et al. (2001) menunjukkan statistik-c dalam memprediksi kesintasan 3 bulan dengan skor MELD adalah 0,87 (95% IK 0,82-0,92) dengan median skor MELD 9 pada pasien yang dirawat. Pada penelitian Malinchoc et al., 2000 didapatkan RR > 1,8 mempunyai median kesintasan 3 bulan atau kurang pada pasien yang menjalani TIPS elektif. Hasil penelitian ini menunjukkan titik potong skor MELD yang lebih rendah dibandingkan penelitian Jiang et al. (2010) dan Boursier et al. (2009) serta lebih tinggi dibandingkan penelitian Kamath et al. (2000). Perbedaan ini disebabkan karena penelitian ini menggunakan titik potong berdasarkan kurva ROC sehingga titik potong peneltian ini berdasarkan data subyek pada penelitian ini. 47

59 Gambar 10. Kurva Kaplan Meier Berdasarkan Skor MELD yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu skor CP < 15,5 (garis biru) dan 15,5 (garis hijau) Hazard ratio untuk skor MELD didapatkan 0,47 (95% IK 0,18-1,20) Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Papatheodoridis et al. (2005) dimana didapatkan HR 1,10 (95% IK 0,6-1,15) dengan statistik-c 0,81. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Boursier et al, 2009 dimana perkiraan kematian dengan follow up 6 bulan menggunakan skor CP, MELD dan MELD-Na tidak berbeda secara statistik. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumya dapat disebabkan dapat berubahnya komponen skor MELD seperti kreatinin dan bilirubin dengan pemberian terapi (misalnya diuretik) sehingga mempengaruhi prognosis (Boursier et al., 2009). Skor MELD sendiri tidak dapat menggambarkan severitas penyakit hati secara keseluruhan pada sirosis dekompensata terutama pada komplikasi hipertensi portal karena tidak terdapat komponen parameter yang berhubungan dengan hipertensi portal (Reuben, 2002). 48

60 Pada beberapa penelitian dengan populasi yang berbeda yaitu pada yang menjalani TIPS, transplantasi maupun pada populasi sirosis secara keseluruhan menunjukkan akurasi skor CP tidak selalu inferior dibandingkan skor MELD. Pada beberapa penelitian, kedua skor tersebut menunjukkan hasil yang sama bahkan skor CP dapat lebih superior dibandingkan skor MELD (Durand&Valla, 2005). Pada penelitian ini skor CP 10,5 mempunyai risiko relatif 15 (p 0,002) dan hazard ratio 2,07 dalam memprediksi mortalitas 3 bulan penderita sirosis hati dekompensata. Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya terdapat faktor-faktor yang menjadi perancu yang tidak dapat dikendalikan ras/genetik dan terapi selain propranolol. 49

61 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian ini skor CP 10,5 meningkatkan risiko mortalitas dalam 3 bulan pada pasien sirosis hati dekompensata dengan risiko relatif 15 (p 0.002) dan hazard ratio 2,07. Risiko relatif skor MELD 3,54 (p > 0,05) dan hazard ratio 0,47. Dari hasil analisis multivariat tidak terdapat faktor prediktor yang dominan terhadap terjadinya mortalitas. B. Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk meneliti faktor yang dapat mempengaruhi hasil seperti ras/genetik dan terapi selain propranolol. 50

62 DAFTAR PUSTAKA Adenan, H., Wandono, S.H., Nurdjanah, S., dan Pratignyo, D Faktor-faktor pencetus ensefalopati hepatik pada penderita sirosis hati di SMF Penyakit Dalam RSUP DR. Sardjito, Yogyakarta (1 Januari Desember 1994). Dalam: H.A.M. Akil, A.R. Amirudin, H. Tahir, E.S. Tehupeiory, & K. Saleh (eds.). Buku Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Nasional VIII PPHI dan Kongres Nasional VII PGI dan PEGI: Alsibae, M,R., dan Cappel, M.S Systemic review: Accuracy of MELD scores in predicting mortality in decompensated cirrhosis from variceal bleeding, hepatorenal syndrome, alcoholic hepatitis, or acute liver failure as well as mortality after non-transplant surgery or TIPS. Digestive Disease and Sciences, Vol 56, no 4: Angeli P, Wong F, Watson H, Gines P, Castelpoggi CHF, Ferraz ML,Bain VG, et al Hyponatremia in cirrhosis: results of a patient population survery. Hepatology;4: Angermayr, B., Cejna, M., Karnel, F., dan M. Gshwantler Child-Pugh versus MELD score in predicting survival in patients undergoing transjugular intrahepatic portosystemic shunt. Gut ; 52 : Blei, A.T., dan J. Cordoba Practice Guidelines : Hepatic Encephalopathy. The American Journal of Gastroenterology. Vol 96 No. 7 Bosch J, Abraldes J. G dan R. Groszmann Current management of portal hypertension. J Hepatol ; 38:S54 S68. Botta, F., Giannini, E., Romagnoli, P. dan A. Fasoli MELD scoring system is useful for predicting prognosis in patients with liver cirrhosis and is correlated with residual liver funtion : a European study. Gut ; 52 : Boursier, J., Cesbron, E., Tropet, A., dan C. Pilette Comparison and Improvement of MELD and Child-Pugh Score Accuracies for the Prediction of 6-month Mortaity in Cirrhotic Patients. J Clin Gastroenterol;43: Budihusodo, U Karsinoma Hati dalam: Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S., Siti, S. (Eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal Cardenas A., dan P. Gines Management of complications of cirrhosis in patientsawaiting liver transplantation. Journal of Hepatology 42: S124 S133 Cholongitas, E., Papatheodoridis M., Vangeli, M Systematic review : the model for end-stage liver disease should it replace Child Pugh s classification for assesing prognosis in cirrhosis? Alinment Pharmacol Ther ; 22 : Cox, D. H Chronic Liver Disease and Cirrhosis Deaths in California, 2004 D Amico, G.; Garcia- Tsao, G. & Pagliaro, L Natural history and prognosticindicators of survival in cirrhosis: A systematic review of 118 studies. Journal ofhepatology. Vol. 44, No. 1, (Jan), pp Dancygier, H Liver Cirrhosis in Clinical Hepatology. Principles and Practice of Hepatobiliary Diaseases Volume 2 51

63 De Franchis, R Incidental esophageal varices. Gastroenterology;126: Doubatty, A.C Perbandingan Validitas Skor Mayo End Stage Liver Disease dan Skor Child Pugh dalam Memprediksi Ketahanan Hidup 12 Minggu Pada Pasien Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Dunn, W., Jamil, L. H., Brown, L. S., dan R. H. Wiesner MELD Accurately Predicts Mortality in Patients WithAlcoholic Hepatitis. HepatologyVol. 41, No. 2; pp Durand, F. dan D. Valla Assesment of the prognosis of cirrhosis : Child Pugh vs MELD. J. Hepatol 42 : Suppl (1) : Friedman, L.S., Liver, Biliary Tract & Pancreas Disorders dalam papakakis, M. A, McPhee, A. J. (eds) Current Medical Diagnosis & Treatment Fifty- Fourth Edotion. Mc Graw Hill. p Hiedelbaugh, J. J., dan M. Sherbondy Cirrhosis and Chronic Liver Failure : Part. II. Complication and Treatment. Am Fam Physician;74:767-76, Hoteit, M. A., Ghazale, A. H., dan A. J., Bain Model for end-stage liver disease score versus Child score in predicting the outcome of surgical procedures in patients with cirrhosis. World J. Gastroenterol ; 14 (11) : Jiang, M., Liu, F., Xiong, W.J., Zhong, L., dan Y.B. Liu Comined MELD and blood lipid level in evaluating the prognosis of decompensated cirrhosis. World J Gastroenterol; 16(11): Kamath, P.S., Wiesner, R. H., Malinchoc, M., Kremers, W., dan T.M. Therneau A Model to Predict Survival in Patients With End-Stage Liver Disease. Hepatology; 33 : Kusumobroto, H. O. 2007, Sirosis Hati dalam Sulaiman, H. A., Akbar, H. N., Lesmana, L. A., Noer, M. S.,: Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati, Edisi pertama, Jaya abadi, Jakarta, hal Malinchoc, M, Kamath, P.S., Gordon, F.D. dan C.J. Peine A Model to Predict Poor Survival in Patients Undergoing Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunts. Hepatology Vol 31 No. 4 Méndez-Sánchez, N.; Almeda-Valdés, P. & Uribe, M Alcoholic liver disease. Anupdate. Annals of Hepatology, Vol. 4, No. 1, (Jan-Mar), pp Meng, F., Yin, X., Ma, X., Guo, X., Bojin dan H. Li Assesment pf the value of serum cholinesterase as a liver function test for cirrhotic patients. Biomedical Reports : Nurdjanah, S Sirosis hati dalam: Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S., Siti, S. (Eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal Papatheodoridis, G. Cholongitas, E., dan E. Dimitriadou MELD vs Child- Pugh and creatinine-modified Child-Pugh score forpredicting survival in patients with decompensated cirrhosis. World J Gastroenterol;11(20): Rendon, A.R., Gonzalez J.A, Compean, D.C., et al Model for end stage of liver disease is better than the Child-Pugh score for predicting in-hospital 52

64 mortality related to esophageal variceal bleeding. Annals of Hepatology : 7 (3) Reuben A Child comes of age. Hepatology; 35: Rockey, D., C., dan S., C., Friedman. Hepatic Fibrosis and Cirrhosis : Runyon, B. A., Management of Adult Patients with Ascites Due to Cirrhosis : Update 2012 AASLD Practice Guideline. Hepatology : 1-27 Said A, Williams J, Holden J, et al Model for end stage liverdisease score predicts mortality across a broad spectrum ofliver disease. J Hepatol. ; 40: Samada, M., dan J. C. Hernandez Prognostic Factors for Survivalin Patients with Liver Cirrhosisdalam Abdeldayem, H., (Ed) Liver Transplation-Basic Issues : Sanchez, W. dan J. A. Talwalkar Liver Cirrhosis. The American College of Gastroenterology : 1-5 Sastroasmoro, S., dan S. Ismael Uji Diagnostik dalam Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto. Schomerus, H danw. Hamster Neuropsychological aspects of portalsystemicencephalopathy. Metab Brain Dis ; 13: Sebastiani, G., Non-invasive assessment of liver fibrosis in chronic liver disease: Implementation in clinical practice and decisional algorithms. World J Gastroenterol, 15(18): Setiawan, P. B. dan H. Kusumobroto. Sindrom Hepatorenal. dalam: Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S., Siti, S. (Eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal Soemadji, D. W Hipoglikemia Iatrogenik dalam: Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S., Siti, S. (Eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal Yu, I.I., dan L. Abola Predicting Prognosis Among Cirrhotic Patients : Child-Pugh Versus APACHE III Versus MELD Scoring Systems. Phil J Gastroenterol; 2:

65 LAMPIRAN 1 Penjelasan kepada subyek penelitian PREDIKTOR PROGNOSIS JANGKA PENDEK PENDERITA SIROSIS HATI DEKOMPENSATA Menggunakan Skor Child Pugh dan Skor Model of End Stage Liver Disease (untuk dibaca, dimengerti dan ditanda tangani oleh penderita yang bersedia ikut dalam penelitian) Kami berharap kesediaan bapak/ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian yang bertujuan mengetahui peran skor Child Pugh dan skor Model of End Stage Liver Disease (MELD) sebagai prediktor prognosis jangka pendek penderita sirosis hati dekompensata di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Skor Child Pugh merupakan skor yang digunakan secara luas untuk mengetahui prognosis pasien sirosis hati, dibagi menjadi 3 tingkat sesuai dengan kriteria West Haven. Skor MELD merupakan skor yang relatif baru untuk memprediksi prognosis pasien sirosis hati, hasilnya berupa angka berdasarkan hasil perhitungan komponen dengan komputer. Sirosis hati dekompensata merupakan perjalanan penyakit hati kronik yang ditandai dengan adanya cairan abnormal di rongga perut dengan atau tanpa perdarahan saluran cerna, penurunan kesadaran karena penyakit hati. Tim peneliti mengajak bapak/ibu/saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini membutuhkan kurang lebih 31 subyek penelitian, dengan jangka waktu keikutsertaan masing-masing subjek untuk diperiksa sekitar 1 jam, yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan tanda vital, pemeriksaan darah dan ultrasonografi (USG) perut. 54

66 A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila Anda sudah memutuskan untuk ikut, Anda juga bebas untuk mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau pun sanksi apapun. B. Prosedur Penelitian Apabila Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda diminta menandatangani lembar persetujuan ini rangkap dua, satu untuk Anda simpan, dan satu untuk untuk peneliti. Prosedur selanjutnya adalah: 1. Anda harus menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang data identitas pribadi, riwayat penyakit yang saat ini sedang anda alami, penyakit lain yang saat ini juga sedang diderita atau yang berhubungan dengan penyakit anda, obatobatan yang sedang atau pernah dikonsumsi serta riwayat penyakit keluarga. 2. Anda akan menjalani pemeriksaan fisik, tanda vital, pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar perut. 3. Peneliti akan melihat data laboratorium (kadar trombosit, albumin, PPT, kontrol PPT, INR, bilirubin, kreatinin, HbsAg, anti HCV total) dan ultrasonografi (USG) perut yang Bapak/Ibu/Saudara/i bawa (untuk pasien yang berobat jalan di poliklinik) atau yang dilakukan di bangsal (untuk pasien yang dirawat inap). C. Kewajiban subyek penelitian Sebagai subyek penelitian, Bapak/Ibu/Saudara/i berkewajiban mengikuti aturan atau petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas, Bapak/Ibu/Saudara/i bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti. D. Risiko dan Efek Samping dan Penanganannya Penelitian ini membutuhkan data pemeriksaan penunjang yaitu data laboratorium (kadar trombosit, albumin, PPT, kontrol PPT, INR, bilirubin, kreatinin, HbsAg, anti HCV total) dan ultrasonografi (USG) perut. Bapak/Ibu/Saudara/i berobat jalan maupun rawat inap, pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium Patologi Klinik RSUP Dr. Sardjito.Pemeriksaan laboratorium akan dilakukan dengan pengambilan sampel darah vena sebanyak 10 cc. Risiko dari pengambilan sampel darah vena adalah perdarahan, memar dan rasa nyeri. Bila terjadi efek samping berupa perdarahan, maka dapat dilakukan penekanan dengan kassa steril 55

67 sampai perdarahan berhenti. Bila terjadi efek samping memar di lokasi pengambilan sampel, dapat dilakukan kompres dengan air dingin atau dioleskan salep heparin. Sedangkan bila terjadi rasa nyeri di lokasi tusukan pengambilan sampel darah, maka akan dilakukan evaluasi sesuai dengan Visual Analogue Scale (VAS). Bila dibutuhkan diberikan analgetik sesuai dengan VAS. Sedangkan pelaksanaan ultrasonografi (USG) perut dapat dilakukan oleh subbagian Gastroenterohepatologi di ruang tindakan di depan bangsal Dahlia 3, di bagian Radiologi RSUP Dr. Sardjito maupun hasil USG dari rumah sakit lain. E. Manfaat Keuntungan langsung yang Bapak/Ibu dapatkan adalah anda mendapatkan penjelasan tentang hasil laboratorium dan ultrasonografi abdomen yang dilakukan serta perhitungan skor Child Pugh dan skor MELD untuk memberikan gambaran prognosis perjalanan penyakit Bapak/Ibu. Peneliti tidak memberikan souvenir atau imbalan apapun kepada Bapak/Ibu. F. Kerahasiaan Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subyek penelitian akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas subyek penelitian. G. Pembiayaan Pemeriksaan laboratorium (kadar trombosit, albumin, PPT, kontrol PPT, INR, bilirubin, kreatinin, HbsAg, anti HCV total) dan ultrasonografi (USG) perut merupakan pemeriksaan rutin pada penderita sirosis hati. Bila ada kekurangan data pemeriksaan penunjang sedangkan data tersebut dibutuhkan untuk data penelitian maka biaya pemeriksaannya akan ditanggung oleh peneliti. H. Informasi Tambahan Apabila Bapak/Ibu/Saudara/i menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka dimohon kesediaannya untuk menandatangani informed consent. Bapak/Ibu/Saudara/i diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu membutuhkan penjelasan lebih lanjut, Bapak/ ibu/ saudara dapat menghubungi dr. Tiara Paramita Poernomo pada no. HP di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito. Bapak/ ibu/ saudara juga dapat menanyakan tentang penelitian 56

68 kepada Komite Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM (Telp dari lingkungan UGM) atau dari luar, atau Hormat saya, dr. Tiara Paramita Poernomo 57

69 LAMPIRAN 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :. Umur : Jenis kelamin : Alamat : Nomor telpon : Pekerjaan : 1. Saya telah mendengar penjelasan dan mengerti mengenai manfaat penelitian : Prediktor Prognosis Jangka Pendek Penderita Sirosis Hati Dekompensata (Menggunakan Skor Child Pugh dan Skor Model of End Stage Liver Disease). 2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun, dengan sukarela saya menyatakan bersedia ikut serta dalam peneltian ini 3. Saya tidak berkeberatan apabila hasil penelitian ini di publikasikan untuk kepentingan IPTEDOK 4. Bila saya merasa dirugikan dalam hal kesehatan saya atau apapun, maka saya dapat keluar dari penelitian ini tanpa ikatan apapun Demikian surat pertanyaan ini saya buat, tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun. Yogyakarta, Juli 2014 Yang memberi penjelasan Yang menyetujui Nama : Nama : Tanda tangan : Tanda tangan : 58

70 LAMPIRAN 3 Nomor penelitian : Initial subjek : CASE REPORT FORM PREDIKTOR PROGNOSIS JANGKA PENDEK PENDERITA SIROSIS HATI DEKOMPENSATA Menggunakan Skor Child Pugh dan Skor Model of End Stage Liver Disease CONFIDENTIAL Peneliti Pembimbing Nama institusi : dr. Tiara Paramita Poernomo : dr. Neneng Ratnasari, SpPD-KGEH dr. Putut Bayupurnama, SpPD-KGEH : Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 59

71 Nomor penelitian : Initial subjek : INFORMASI PASIEN 1. Apakah subjek telah diberikan penjelasan tentang penelitian ini? 2. Apakah subjek telah menandatangani inform consent Ya Tidak Tanggal tanda tangan inform consent : INFORM CONSENT Paraf peneliti Tanggal 60

72 A. IDENTITAS Nomor urut : No CM : Nama : Jenis kelamin : Umur : No telepon : Alamat : B. EPIDEMIOLOGI Tahun terdiagnosis 1 : Asites : Rawat inap ke : Ensefalopati Tindakan/ligasi ke : Alkohol : Etiologi : Hematemesis melena : C. LABORATORIUM Bulan Ke- Bulan Ke Hemoglobin PPT MCV Kontrol PPT MCHC APTT Lekosit Kontrol APTT Netrofil INR Limfosit HbsAg Monosit Anti HCV total Eosinofil Natrium Basofil Kalium Trombosit Klorida Total protein BUN Albumin Creatinin Bilirubin total GDS Bilirubin direk SGOT SGPT 61

73 D. USG ABDOMEN Deskripsi Hati Ukuran: Echo: Nodul: Lien Ukuran:..cm Pancreas Asites Kesimpulan Skor Child Pugh MELD Bulan ke E. DIAGNOSIS F. TERAPI Terapi Saat Dirawat (pada pasien rawat inap) Terapi Rutin yang Diminum 62

74 MEDICAL AND HEALTH RESEARCH ETHICS COMMITTEE (MHREC) FACULTY OF MEDICINE GADJAH MADA UNIVERSITY - DR. SARDJITO GENERAL HOSPITAL ETHICS COMMITTEE APPROVAL Ref : KE/FW /31b EC Title of the Research Protocol Documents Approved Principle Investigator Name of supervisor Date of Approval Institution(s)/place(s) of research Peran Skor Child Pugh dan Skor Model of End Stage Liver Disease sebagai Prediktor Prognosis Jangka Pendek pada Penderita Sir'osis Hati Dekompensata 1. Study Protocol versi Information for Subjects versi 02 2QI4 3. Informed consent form versi Tiara Paramita Poernomo 1. dr. Neneng Ratnasari, Sp.PD-KGEH, 2. dr. Putut Bayupurnama, Sp.PD-KGEH 12 DEc 2014 (Valid for one year beginning from the date of approvai) RSUP Dr Sardjito Yogyakarta The Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) states that the above protocol meets the ethical principle outlined in the Declaration of Helsinki 2008 and therefore can be carried out. The Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) has the right to monitor the research activities at any time. The investigator(s) is/are obliged to submit: n Progress report as a continuing review : Annu4lly o Report of any serious adverse events (SAE) dpinal report upon the completion of the study Prof. dr. Ngatidjan, M.Sc., Sp.FK(K) Chairman, sp.mk Attachments: o Continuing review submission form (AF ) o Serious adverse events (SAE) report form (AF 6.1.Q ) Recogniryd by Forumfor Ethical Review Committees in Asia and the Western Pqictfic (FERCAP) l'il'dec;'14

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). Pada sirosis hati terjadi kerusakan sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati (cirrhosis hati / CH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hati yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perdarahan varises esofagus (VE) merupakan satu dari banyak komplikasi mematikan dari sirosis karena tingkat mortalitasnya yang tinggi. Prevalensi varises

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di dunia. Sirosis hati dan penyakit hati kronis penyebab kematian urutan ke 12 di Amerika Serikat pada tahun 2002,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sirosis hati merupakan penyebab kematian kesembilan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Istilah penyakit hati kronik merupakan suatu kondisi yang memiliki etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis kronik dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah

LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah PERBANDINGAN VALIDITAS MADDREY S DISCRIMINANT FUNCTION DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah Diajukan

Lebih terperinci

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius dan membutuhkan penanganan sedini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO pada tahun 2002, memperkirakan 783 000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, hati merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu penyakit yang memiliki penyebaran di seluruh dunia. Individu yang terkena sangat sering tidak menunjukkan gejala untuk jangka waktu panjang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa kini semakin banyak penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang dan mengancam kehidupan manusia, salah satunya adalah penyakit sirosis hepatis. Sirosis hepatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan meliputi kemandirian atau kolaboratif dalam merawat individu, keluarga, kelompok dan komunitas, baik sakit atau sehat dengan segala kondisi yang meliputinya.

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk RINGKASAN Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama, dan baru terdeteksi ketika fibrosis telah

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Shiela Stefani, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh dunia dan penyebab terjadinya proses fibrosis hati dan berakhir pada sirosis hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan kumpulan gangguan hati yang ditandai dengan adanya perlemakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B

HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ELSY NASIHA ALKASINA G0014082 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit hati (liver) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Kerusakan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Bedah. 3.1.2 Ruang Lingkup Waktu

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE 2010-2012 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar

Lebih terperinci

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu kondisi dimana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan kanker terbanyak kelima pada laki-laki (7,9%) dan ketujuh pada wanita 6,5%) di dunia, sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Kariadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. hepatitis virus B dan C. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat bersama-sama atau berdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. hepatitis virus B dan C. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat bersama-sama atau berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit sirosis hati merupakan kelanjutan fibrosis hati yang progresif dengan gambaran hampir semua penyakit kronik hati. Etiologi paling sering adalah infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan disorganisasi dari struktur hati akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis. Secara lengkap sirosis

Lebih terperinci

BAB 3 METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf. RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Desember 2006 Juli 2007

BAB 3 METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf. RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Desember 2006 Juli 2007 50 BAB 3 METODA PENELITIAN 3.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf 3.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian akan dilakukan di Bangsal Rawat Inap UPF Penyakit

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hati merupakan organ tubuh manusia yang terbentuk dari berbagai tipe sel, seperti hepatosit, epitel biliaris, endotel vaskuler, sel Kupfer, sel stelata, sel limfoid,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama pada beberapa negara dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany &

BAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany & BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany & Hoofnagle, 2004). Hati memiliki beberapa fungsi metabolik, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malnutrisi semakin diketahui sebagai faktor. prosnosis penting yang dapat mempengaruhi keluaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malnutrisi semakin diketahui sebagai faktor. prosnosis penting yang dapat mempengaruhi keluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malnutrisi semakin diketahui sebagai faktor prosnosis penting yang dapat mempengaruhi keluaran klinis pasien penderita penyakit hati tahap akhir. Meskipun faktanya malnutrisi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian Gastroentero-Hepatologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 2014. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan global yang insidensinya semakin meningkat. Sebanyak 346 juta orang di dunia menderita diabetes, dan diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang tergolong dalam famili Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE 2010-2012 JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana Strata-1

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr. 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kariadi Semarang pada periode Maret Juni neutrofil limfosit (NLR) darah tepi sebagai indikator outcome stroke iskemik

BAB III METODE PENELITIAN. Kariadi Semarang pada periode Maret Juni neutrofil limfosit (NLR) darah tepi sebagai indikator outcome stroke iskemik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Hematologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

a. Tujuan terapi.. 16 b. Terapi utama pada hepatitis B.. 17 c. Alternative Drug Treatments (Pengobatan Alternatif). 20 d. Populasi khusus

a. Tujuan terapi.. 16 b. Terapi utama pada hepatitis B.. 17 c. Alternative Drug Treatments (Pengobatan Alternatif). 20 d. Populasi khusus DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv HALAMAN PERNYATAAN... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirosis Hati 2.1.1 Definisi Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang. 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian respirologi. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak, sub ilmu 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

PERBANDINGAN VALIDITAS SKOR MAYO END STAGE LIVER DISEASE DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

PERBANDINGAN VALIDITAS SKOR MAYO END STAGE LIVER DISEASE DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS PERBANDINGAN VALIDITAS SKOR MAYO END STAGE LIVER DISEASE DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis (umbai cacing). 1,2 Penyakit ini diduga inflamasi dari caecum (usus buntu) sehingga disebut typhlitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung yang cukup untuk kebutuhan tubuh sehingga timbul akibat

Lebih terperinci

"' ' '''l$'-zfi'mei. 1nn. Editdi: SltiNurdianah FufutBayupurnamn. InnaEaruda. llotelyugyakarta. 'ir

' ' '''l$'-zfi'mei. 1nn. Editdi: SltiNurdianah FufutBayupurnamn. InnaEaruda. llotelyugyakarta. 'ir InnaEaruda llotelyugyakarta "' ' '''l$'-zfi'mei 1nn " "...'..o...nu. 'ir 'l ",,,' Editdi: SltiNurdianah FufutBayupurnamn 'Fenerbit: SuhBagirngr*t.oenterohepatnlngi Bekerjasama dengan PETKI FressYogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu diantara penyakit degeneratif dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (ADA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014 Jeanatasia Kurnia Sari, 2015. Pembimbing I : July Ivone, dr.,mkk.,mpd.ked dan Pembimbing II : Teresa Lucretia Maria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, infeksi susunan saraf pusat menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit (Saharso dan Hidayati, 2000). Inflamasi yang terjadi pada sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai macam penyakit hati kronik. Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan oleh Laennec

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

Hasil. Hasil penelusuran

Hasil. Hasil penelusuran Pendahuluan Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah keganasan kelima tersering di seluruh dunia, dengan angka kematian sekitar 500.000 per tahun. Kemajuan dalam pencitraan diagnostik dan program penapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung. BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit heterogen yang serius yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). Risiko kematian penderita

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis merupakan suatu penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik, peradangan, nekrosis atau kematian sel-sel hati, dan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hati. Deskripsi sirosis hati berkonotasi baik dengan status pato-fisiologis

BAB I PENDAHULUAN. hati. Deskripsi sirosis hati berkonotasi baik dengan status pato-fisiologis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis Hati masih menjadi salah satu problem kesehatan di dunia. Penyakit ini menjadi penyebab kematian terbesar pada penderitanya. Sirosis Hati (SH) merupakan dampak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang. 25 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE Evan Anggalimanto, 2015 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes Pembimbing 2 : dr Rokihyati.Sp.P.D

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar

Lebih terperinci

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan Naskah Publikasi, November 008 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Hubungan Antara Sikap, Perilaku dan Partisipasi Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe di RS PKU

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik subyek penelitian Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin subyek terdiri atas 26 bayi (54,2%) laki-laki dan 22 bayi (45,8%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci