dengan keyakinan dalam mengarahkan takdirnya sendiri (Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D., 2005). Salah satu ritual berkabung/pemakaman yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "dengan keyakinan dalam mengarahkan takdirnya sendiri (Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D., 2005). Salah satu ritual berkabung/pemakaman yang"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Tidak ada kehilangan yang lebih besar selain kematian dari seseorang yang kita cintai dan kita sayangi seperti, orang tua, saudara kandung, dan pasangan hidup (Santrock, J.W., 2002). Kematian merupakan simbol dari sebuah perpisahan yang permanen dengan orang yang kita cintai. Kematian ini sendiri membuat individu merasakan sakit baik secara sosial, emosional, maupun psikologis dikarenakan kedekatan dengan orang yang telah meninggal (Chan, C.L.W., & Chow, A.Y.M., 2006), sehingga ketika kehilangan orang yang kita cintai kita mengalami dukacita (Tatelbaum, J., 1980). Kematian merupakan fakta biologis, tetapi kematian juga memiliki aspek sosial, budaya, agama, hukum, psikologis, perkembangan, medis, dan etika. Meskipun kematian dan kehilangan merupakan pengalaman yang universal, namun kematian memiliki konteks budaya. Sikap-sikap budaya dan agama terhadap peristiwa kematian, mempengaruhi aspek psikologis dan perkembangan dari kematian, misalnya bagaimana orang-orang dari berbagai usia menghadapi kematian mereka sendiri dan kematian orang-orang terdekat mereka. Kematian bisa memiliki arti tersendiri bagi lansia Jepang beragama Buddha, yang dipengaruhi dengan pengajaran untuk menerima yang tidak terhindarkan, dan kematian juga bisa memiliki arti yang berbeda bagi pemuda Jepang Amerika generasi ketiga yang dibesarkan

2 dengan keyakinan dalam mengarahkan takdirnya sendiri (Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D., 2005). Salah satu ritual berkabung/pemakaman yang ada di Indonesia adalah ritual berkabung suku Toraja yang disebut Rambu Solo yaitu ritual yang berasal dari kepercayaan aluk to dolo yang dulunya merupakan kepercayaan masyarakat Toraja. Kepercayaan aluk to dolo memiliki ajaran mengenai hubungan hubungan manusia (hidup) dengan orang mati, artinya apabila seseorang yang baru mati dan belum sempat diupacarakan pemakamannya, orang yang mati tersebut hanya dianggap sebagai orang yang sedang terbaring, sedang dalam keadaan sakit, yang sering disebut dengan istilah tomakula. Selama dalam keadaan ini, hubungan dengan manusia yang masih hidup dalam keadaan biasa saja. Sementara itu, keadaan tidurnya demikian pula adanya, terlentang di tempat tidur seperti keadaan orang yang masih hidup dalam keadaan berbaring di tempat tidur. Tomakula ini dibaringkan di atas rumah dengan posisi tidur bagaikan manusia yang belum mati dan letak arah kepalanya ke sebelah barat dan arah kakinya membujur ke sebelah timur. Tomakula ini diperlakukan sebagai orang yang masih hidup karena dalam keadaan sehari-hari masih disajikan makanan dan minuman yang mana makanan dan minuman tersebut diletakkan di dalam piring dan cangkir yang telah dikhususkan bagi tomakula. Nanti ketika ritual Rambu Solo akan dilaksanakan, maka peralatan yang digunakan tadi (misalnya, piring dan

3 cangkir) tidak lagi dipakai. Sebagai gantinya ialah daun pisang sebagai ganti piring dan bambu sebagai ganti cangkir tadi. Di saat dikatakan masih dalam keadaan tomakula, setiap harinya seluruh keluarga dan handai taulan serta keluarga terdekat saling bergantian membawakan makanan dan minuman untuk keperluan penjaga-penjaga tomakula. Keadaan seperti ini persis keadaan apabila berkunjung menengok orang sakit. Tomakula juga masih disimpan di atas rumah, biasanya bertahun-tahun lamanya disimpan menunggu saat Rambu Solo dilaksanakan. Di sini jelas bahwa hubungan orang mati dan yang masih hidup sama dengan keadaan manusia yang masih dalam keadaan hidup. Pada saat tomakula akan diupacarakan, maka pada kesempatan ini akan dibunyikan gong atau gendang serta diikuti oleh persembahan-persembahan korban pertama sebagai tanda bahwa di sana ada orang mati, dan sejak saat itu hubungan si mati (tomate) dan manusia yang masih hidup mulai terbatas (Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1984). Keluarga yang berduka belum boleh meratap. Aluk (ritus)-lah yang akan mengesahkan bahwa orang tersebut telah meninggal. Bila ritual Rambu Solo akan dimulai, maka acara pertama ialah korban persembahan menyambung nyawa (sumbung penaa). Pada acara tersebut jenazah dibalik arah tidurnya, yaitu kepala di selatan dan kaki di utara (dipopengulu sau ). Sesudah acara menyambung nyawa selesai dilaksanakan barulah jenazah tersebut resmi meninggal secara aluk dan keluarga sudah boleh

4 meratap. Di sini nampak bahwa jalan hidup ditentukan oleh aluk, kematian ditentukan oleh ritus, dan perjalanan hidup selanjutnya tetap akan ditentukan oleh aluk (Sarira, 1996). Dalam Rambu Solo hubungan dengan keluarga, masyarakat, alam semesta, leluhur dipulihkan kembali. Selain itu adat Rambu Solo adalah jalan atau jaminan kembali ke negeri asal, sehingga jika ada seseorang yang meninggal tanpa upacara korban persembahan, maka orang yang meningggal tersebut bekalnya kurang untuk sampai ke puya/puyo (alam roh) dan keluarga yang ditinggalkan di dunia tidak akan memperoleh berkat. Inilah salah satu alasan mengapa masyarakat Toraja masih menjalankan ritual Rambu Solo hingga sekarang (Sarira, J.A., 1996). Maka, berdasarkan fenomena yang ada, penelitian ini hendak melihat gambaran mengenai dukacita pada orang Toraja yang melaksanakan ritual pemakaman Rambu Solo dan dari hasil deskripsi tersebut kita dapat melihat perasaan, pikiran, dan perilaku yang muncul saat melayani jenazah sebagai tomakula sampai Rambu Solo selesai dilaksanakan, proses dukacita orang Toraja dan dampak yang ditimbulkan oleh Rambu Solo terhadap dukacita orang Toraja. Bagian selanjutnya dalam artikel ini memberikan tinjauan pustaka mengenai dukacita, komponen dukacita, faktor-faktor penyebab dukacita, proses dukacita dan ritual kematian Rambu Solo. Setelah itu dilanjutkan dengan paparan hasil penelitian terhadap dua partisipan serta analisis mengenai dukacita yang

5 dirasakan dikaitkan dengan pelaksanaan Rambu Solo. Bagian terakhir adalah memberikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini dan saran untuk penelitian selanjutnya. TINJAUAN PUSTAKA DUKACITA (GRIEF) Menurut Jeffreys, J. S., (2005), dukacita (grief) adalah sebuah sistem perasaan, pikiran, dan perilaku yang dipicu ketika seseorang diperhadapkan dengan peristiwa kehilangan, yaitu kematian orang yang dikasihi. Reaksi internal (pikiran dan perasaan) dan reaksi eksternal (perilaku) menjadi penekanan dalam dukacita (grief). Menurut Jeffreys, J.S., (2005) setidaknya ada empat komponen dukacita pada kehidupan individu. Pertama, komponen psikologis, yang terbagi menjadi dua yaitu aspekaspek emosional dukacita, seperti kesedihan, rasa marah, rasa takut, rasa bersalah dan rasa malu, selanjutnya adalah aspek kognitif, yaitu individu yang mengalami dukacita akan menemukan bahwa proses berpikir mereka juga menjadi terpengaruh akibat kematian orang yang dicintai, seperti sulit berkonsentrasi terhadap tugas-tugas yang ada, hilangnya ketertarikan terhadap aktivitas yang biasa dilakukan misalnya bekerja atau bergabung dengan kelompok sosial. Kedua, komponen fisik, yaitu terkait dengan faktor-fakor kesehatan, bahwa dukacita yang terus berlanjut akan menyebabkan stres dan akibatnya akan berpengaruh pada penurunan sistem imun yang melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme atau infeksi.

6 Selain itu individu yang berduka cenderung mengeluh mengenai berbagai gangguan fisik, seperti merasa pusing/kepala seperti berputar-putar, tidak bisa tidur, makan terlalu banyak, hilang selera makan, menjadi lebih gemuk atau kekurangan berat badan. Ketiga, komponen sosial, yaitu hubungan dengan keluarga, bahwa dukacita yang dirasakan oleh individu telah mengubah pandangan mereka mengenai dunia mereka seperti peranan sosial, hubungan dengan keluarga, dan identitas diri mereka. Beberapa individu yang berduka takut atau segan untuk melakukan kontak sosial. Namun, melalui peristiwa kehilangan tersebut individu juga didorong untuk mencari dan menemukan tempat yang dapat memberikan kepuasaan dan kegembiraan. Selain itu dalam komponen sosial, cara masyarakat bersikap juga berdampak terhadap dukacita individu. Beberapa masyarakat kemudian mencari orang yang berduka dan menawarkan kepada mereka bantuan berupa nasehat-nasehat dan memberi pengarahan bagi mereka mengenai bagaimana cara memberi semangat bagi diri sendiri setelah peristiwa kehilangan. Keempat, komponen spiritual, pada komponen ini mereka yang berduka dan merasakan penderitaan karena peristiwa kehilangan orang yang dicintai akan berbelok kepada sistem kepercayaan mereka dalam menghadapi peristiwa kematian seperti, melaksanakan ritualritual, dukungan dari para pendoa, penghiburan, dan nasehatnasehat rohani terkait dengan rasa kehilangan (Jeffreys, J.S., 2005).

7 Ada beberapa faktor yang menyebabkan dukacita pada diri individu. Menurut Aiken (dalam Cahyasari, I., 2008) ada tiga faktor yang menyebabkan individu berduka. Pertama, hubungan individu dengan almarhum, yaitu hubungan yang sangat baik dengan orang yang telah meninggal diasosiasikan dengan proses dukacita yang sangat sulit. Kedua, yaitu kepribadian, usia, jenis kelamin orang yang ditinggalkan. Perbedaan yang mencolok ialah jenis kelamin dan usia orang yang ditinggalkan. Secara umum dukacita lebih menimbulkan stres pada orang yang usianya lebih muda. Ketiga, proses kematian, yaitu cara dari seseorang yang meninggal juga dapat menimbulkan perbedaan reaksi pada orang yang ditinggalkan. Pada kematian yang mendadak kemampuan orang yang ditinggalkan akan lebih sulit untuk menghadapi kenyataan. Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan tidak mempunyai kekuatan, hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengatasi dukacita. PROSES DUKACITA Berdasarkan teori dukacita yang diungkapkan oleh Bowlby (dalam Jeffreys, J.S., 2005), ada empat fase atau proses yang terjadi ketika individu berpisah dari sosok terdekat dalam kehidupan mereka, seperti orangtua, kekasih, saudara, kerabat maupun binatang peliaraan. Fase pertama, mati rasa (numbing), individu menutup diri (shutdown), menyangkal (denial), tidak realistis selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Fase

8 kedua, kerinduan dan mencari (yearning and searching), yaitu individu yang berduka mencoba memulihkan keadaan seseorang yang menjadi objek kehilangan. Ini merupakan attachment behavior. Orang yang berkabung mengalami hasutan dan distres seperti, memanggil nama dari orang (almarhum) yang dicintai, menggunakan pakaian yang merupakan milik almarhum, dan merenungkan tentang apa yang telah hilang dari kehidupan pribadinya. Fase ketiga, kekalutan, kesedihan yang mendalam dan putus asa (disorganization and despair), yaitu fase di mana harapan untuk bisa bertemu kembali dengan almarhum memudar dan individu yang berkabung mengakui bahwa orang yang dicintai tidak akan pernah kembali. Rasa putus asa, kelelahan (fatigue), kehilangan motivasi, dan apatis sudah menjadi kebiasaan umum individu yang berduka. Fase keempat, pulih kembali (reorganization), yaitu individu membuat suatu definisni baru mengenai dirinya, membuat pola-pola baru dalam hal pikiran, perasaan, dan perbuatannya. RITUAL RAMBU SOLO PADA ORANG TORAJA Kebudayaan asli suku Toraja yang sampai saat ini masih dipegang kuat adalah kebudayaan mengenai ritual pemakaman yang disebut dengan ritual Rambu Solo. Ritual Rambu Solo berasal dari kepercayaan aluk to dolo yang dulunya merupakan kepercayaan masyarakat Toraja. Kepercayaan aluk to dolo memiliki ajaran mengenai hubungan hubungan manusia (hidup) dengan orang mati, yaitu

9 apabila seseorang yang baru mati dan belum sempat dimakamkan, maka orang yang mati tersebut hanya dianggap sebagai orang yang sedang terbaring, sedang dalam keadaan sakit, yang sering disebut dengan istilah tomakula. Selama dalam keadaan ini, hubungan dengan manusia yang masih hidup dalam keadaan biasa saja. Sementara itu, keadaan tidurnya demikian pula adanya, terlentang di tempat tidur seperti keadaan orang yang masih hidup dalam keadaan berbaring di tempat tidur. Tomakula ini dibaringkan di atas rumah dengan posisi tidur bagaikan manusia yang belum meninggal dan letak arah kepalanya ke sebelah barat dan arah kakinya membujur ke sebelah timur. Tomakula ini diperlakukan sebagai orang yang masih hidup yang dalam keadaan sehari-hari masih disajikan makanan dan minuman yang mana makanan dan minuman tersebut diletakkan di dalam piring dan cangkir yang telah dikhususkan bagi tomakula. Nanti ketika ritual Rambu Solo dilaksanakan, maka peralatan yang digunakan tadi (misalnya, piring dan cangkir) tidak lagi dipakai. Sebagai gantinya ialah daun pisang sebagai ganti piring dan bambu sebagai ganti cangkir tadi. Di saat dikatakan masih dalam keadaan tomakula, setiap harinya seluruh keluarga dan handai taulan serta keluarga terdekat saling bergantian membawakan makanan dan minuman untuk keperluan penjaga-penjaga tomakula. Keadaan seperti ini persis keadaan apabila berkunjung menengok orang sakit. Tomakula juga masih disimpan di atas

10 rumah, biasanya bertahun-tahun lamanya disimpan menunggu untuk diupacarakan. Di sini jelas bahwa hubungan orang yang telah meninggal dan yang masih hidup sama dengan keadaan manusia yang masih dalam keadaan hidup. Pada saat tomakula akan diupacarakan, maka pada kesempatan ini akan dibunyikan gong atau gendang serta diikuti oleh persembahan-persembahan kurban pertama sebagai tanda bahwa di sana ada orang mati, dan sejak saat itu hubungan si mati (tomate) dan manusia yang masih hidup mulai terbatas (Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1984). Keluarga yang berduka belum boleh meratap. Aluk (ritus)-lah yang akan mengesahkan bahwa orang tersebut telah meninggal. Bila ritual Rambu Solo akan dimulai, maka acara pertama ialah korban persembahan menyambung nyawa (sumbung penaa). Pada acara tersebut jenazah dibalik arah tidurnya, yaitu kepala di selatan dan kaki di utara (dipopengulu sau ). Sesudah acara menyambung nyawa selesai dilaksanakan barulah jenazah tersebut resmi meninggal secara aluk dan keluarga sudah boleh meratap. Di sini nampak bahwa jalan hidup ditentukan oleh aluk, kematian ditentukan oleh ritus, dan perjalanan hidup selanjutnya tetap akan ditentukan oleh aluk (Sarira, J.A., 1996). Dalam Rambu Solo hubungan dengan keluarga, masyarakat, alam semesta, leluhur dipulihkan kembali. Selain itu Rambu Solo adalah jalan atau jaminan kembali ke negeri asal, sehingga jika ada seseorang yang meninggal tanpa upacara korban

11 persembahan, maka orang yang meningggal tersebut bekalnya kurang untuk sampai ke puya/puyo (alam roh) dan keluarga yang ditinggalkan di dunia tidak akan memperoleh berkat. Inilah salah satu alasan mengapa masyarakat Toraja masih menjalankan ritual Rambu Solo hingga sekarang (Sarira, J.A., 1996). Menurut Sarungallo, T., (2010), ada beberapa aspek yang terkandung dalam Rambu Solo. Aspek pertama, massuru merupakan aspek membersihkan diri, penyesalan, agar pelanggaran-pelanggaran yang pernah dilakukan terhapus. Kedua, penyembahan dalam pemujaan, yaitu individu yang mengambil bagian dalam upacara Rambu Solo diberi penghormatan, cinta dan pujian dalam berbagai cara. Hal inilah yang membuat penyambutan dan penempatan tamu harus langsung oleh keluarga, tidak diwakilkan pada pihak ketiga. Ketiga, kesejahteraan, yaitu Rambu Solo akan melapangkan jalan bagi almarhum dalam perjalanan peralihannya dari dunia ini ke dunia asalnya, supaya ia bersama leluhur yang sudah terlebih dahulu di sana memperoleh kesejahteraan dengan segala bawaannya yang dikorbankan pada ritual Rambu Solo. Keempat, kekeluargaan, yang mana dalam ritual Rambu Solo hubungan kekeluargaan diperbaharui dan dipulihkan. Selain itu nyata bahwa hubungan kekeluargaan tidak putus. Pada Rambu Solo ada reuni keluarga supaya ikatan kekeluargaan tetap utuh. Kekeluargaan yang dimaksudkan di sini adalah kekeluargaan yang berdasarkan keturunan (geneologis). Kelima, ambakan datu (persekutuan),

12 yang berarti kegotongroyongan. Ambakan datu adalah kesatuan berpikir (musyawarah), kesatuan tindak, kesatuan berbakti, kesatuan emosional, dan kesatuan kerja, sehingga Rambu Solo terbesar pun dapat terselenggara tanpa suatu bentukan organisasi. Keenam, tanggung-jawab dan fungsi kosmis, yaitu saat Rambu Solo berlangsung tak ada orang yang menjadi penonton, karena mereka sudah tahu fungsinya masing-masing. Ketujuh, harga diri, artinya keluarga berani mengorbarkan harta benda daripada menghilangkan harga diri dan nilai persekutuan dalam keluarga. Kedelapan, perdamaian, bagi orang Toraja perdamaian dimanifestasikan pada Rambu Solo. Dalam Rambu Solo perdamaian dipulihkan kembali bagi seluruh keluarga dan bagi seluruh masyarakat. Salah satu wujud perdamaian bagi orang Toraja adalah basse, yaitu ikrar perjanjian perdamaian. Kesembilan, nilai kepahlawanan, misalnya melaksanakan ma randing (tari perang), ma simbuang (mendirikan menhir) yang dilaksanakan bagi sang pahlawan dan membuatkan patung dari kayu nangka sebagai potret dari almarhum (ma tau-tau nangka). Kesepuluh, nilai jasa, yaitu jasa seseorang dengan pikiran, tenaga, dan kehadirannya pada Rambu Solo sangat dihargai. Orang mengatakan hutang korban (kerbau, babi) dapat dibayar tetapi perbuatan baik sukar dibayar. Sebagai penghargaan atas jasa-jasa tersbut, kerbau dan babi disembelih supaya rakyat mendapat makanan. Hal ini berhubungan dengan fungsi seseorang dalam masyarakat dan struktur masyarakat serta

13 pengaturan fungsi seseorang bersifat tertutup (berdasarkan keturunan). Kesebelas, harta kekayaan berfungsi sosial, yaitu orang Toraja meyakini bahwa manusia pada dasarnya satu keluarga, semuanya adalah keturunan Datu Lauku. Pemilikan harta benda berdasarkan pemilikian keluarga, pemilikan tongkonan. Dengan bergotongroyong bukan berarti bekerja siasia untuk orang lain. Hasilnya akan dinikmati bersama. Orang kaya adalah tumpuan harapan orang miskin. Orang kaya harus menjamu tamu secara besar-besaran melalui upacara Rambu Solo yang didalammya seluruh keluarga bersama-sama dapat menjamu dan dijamu. Pada kesempatan tersebut orang kaya dapat memberi makan kepada orang banyak (umpakande tau buda). TARIAN DUKACITA MA BADONG Ma badong adalah kesenian yang paling popular pada ritual Rambu Solo. Ma badong ditampilkan pada tingkat aluk yang lebih tinggi yaitu mulai pada tingkat dipatallungbongi (upacara tiga malam) ke atas, kecuali di daerah Banga yang sudah dimulai pada tingkat penyembelihan seekor kerbau (satu malam saja). Isi badong terdiri dari pembukaan yaitu pernyataan dukacita, menguraikan sejarah ringkas (menurut mitos) keturunan almarhum sejak dari langit, riwayat hidupnya sejak dalam kandungan sampai wafatnya, kemudian bagaimana upacara Rambu Solo nya dilaksanakan, perjalanan ke puya (sorga) sampai akhirnya menjelma menjadi ilah di langit dan memberkati anak cucunya, komoditasnya di dunia ini.

14 Jenis badong yang unik adalah badong pada waktu pemakaman (badong to meaa). Badong to meaa lebih mengungkapkan kegembiraan karena almarhum sedang menuju ke perkampungan leluhurnya bersama-sama dengan para kekasih pendahulunya dan yang pada akhirnya arwahnya akan menjelma menjadi ilah di langit (Sarira, J.A., 1996). Selain itu melalui tarian ini para keluarga dimaksudkan untuk menari sambil berdoa agar arwah yang meninggal diterima di puya (sorga), atau alam baka. (The Guide Magazine Toraja, 1). METODE PENELITIAN Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah dipaparkan, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif sendiri merupakan penelitian yang datanya dikumpulkan dalam bentuk kata-kata, atau gambar dan tidak menekankan pada angka statistika, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bogdan & Taylor (dalam Moleong, L.J., 2010) bahwa metode kualitatif menunjuk kepada prosedur-prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif, yaitu ungkapan atau catatan mengenai orang-orang atau tingkah laku mereka yang terobservasi. Partisipan penelitian terdiri dari dua orang Toraja asli (RM dan KV), kehilangan anggota keluarga akibat kematian selama satu tahun dan hendak melaksanakan ritual Rambu Solo. peneliti juga menggunakan triangulasi data sebagai data pembanding terhadap data yang diperoleh (Moleong, L.J., 2010). Triangulasi

15 data dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari partisipan dengan hasil wawancara dari orang-orang terdekat partisipan. Selanjutnya terhadap data wawancara yang telah terkumpul dilakukan analisis data yang meliputi: reduksi data, kategorisasi, pemeriksaan keabsahan data, penafsiran data, dan kesimpulan. HASIL PENELITIAN Berikut ini akan dipaparkan mengenai latar belakang dan dukacita pada kedua partisipan yang melaksanakan ritual pemakaman Rambu Solo. Kedua partisipan penelitian merupakan turunan orang Toraja asli yang hidup di Toraja, sejak lahir, tumbuh besar hingga menikah dan memiliki keluarga, kecuali partisipan kedua yang setela dewasa meninggalkan Toraja kemudian bekerja, menikah dan berkeluarga, dan menetap di kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Partisipan pertama (RM) berusia 28 tahun. RM kehilangan nenek yang dicintainya sejak lebih dari setahun. Selama kurun waktu tersebut RM adalah satu-satunya orang yang tiap harinya mengantarkan minuman bagi jenazah neneknya, dikarenakan secara adat status sang nenek masih dikatakan tomakula (orang yang sedang sakit). Semasa neneknya masih hidup RM juga turut merawat sang nenek dibantu oleh salah satu anak dari sang nenek yang juga merupakan ibu mertua RM. Selama neneknya masih hidup, RM mengaku memiliki hubungan yang dekat dengan mendiang neneknya. Saat sang nenek meninggal RM merasakan

16 ada yang hilang dalam kehidupannya. Hal ini disebabkan karena sang nenek selalu menolong RM menjaga kedua anaknya yang masih kecil, sehingga RM dapat dengan leluasa memetik sayur untuk diberikan kepada ternak babinya. Kepergian neneknya membuat RM merasa kehilangan secara fungsional, karena menurutnya tidak ada lagi yang akan menjaga anak-anaknya saat ia hendak bekerja memetik sayur bagi ternak babinya. Setelah lebih dari setahun merawat jenazah neneknya layaknya orang yang masih sakit, maka tiba saatnya bagi RM melaksanakan Rambu Solo bagi almarhum nenek. Selama Rambu Solo berlangsung RM menyambut kedatangan para tamunya dan para tamu membawakan sejumlah hewan bagi keluarga RM. Jumlah keseluruhan hewan yang diperoleh RM bersama sang suami adalah 30 ekor hewan, yaitu 3 ekor kerbau dan sisanya 27 ekor babi. Partisipan kedua (KV) berusia 66 tahun dan merupakan anak pertama dari almarhum nenek RM. Di hari pertama kematian ibunya, KV tidak berada di Toraja. Informasi mengenai kematian orang yang ia cintai, KV peroleh dari adiknya yang berada di Toraja. Selama puluhan tahun KV merantau di luar kabupaten Toraja dan menetap di Pinrang bersama anak dan isteriya. Selama puluhan tahun berada di perantauan, KV jarang kembali ke kampung halamannya di Toraja dan selama waktu itu juga KV jarang untuk menjenguk ibunya di Toraja. Jika ia tidak sempat mengunjungi ibunya, maka hubungan di antara mereka hanya

17 sebatas komunikasi lewat surat atau menanyakan kabar ibunya lewat orang-orang terdekatnya. Hal ini terpaksa ia lakukan oleh karena KV kesibukkan pekerjaannya di Pinrang. Selanjutnya akan dibahas mengenai hasil penelitian dukacita pada orang Toraja yang melaksanakan ritual pemakaman Rambu Solo. Kesedihan dan Rasa Marah Di Awal Peristiwa Kematian Kedua partisipan mengalami dukacita oleh karena kehilangan orang yang mereka kasihi. Kesedihan adalah salah satu perasaan emosional dukacita yang dirasakan oleh kedua partisipan. Kesedihan tersebut mereka ekspresikan dengan menangisi kepergian orang yang dikasihi. Namun, meskipun keduanya sama-sama menangisi kepergian orang yang dikasihi ternyata partisipan kedua (KV) tidak menangis seperti perempuan pada umumnya. Partisipan kedua menyebutnya dengan istilah menangis dalam hati. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Jeffreys, J.S., (2005) bahwa tidak semua individu akan menyatakan kesedihan dengan cara yang sama. Ada orang yang bisa merasakan kesedihan ketika kehilangan orang yang dicintai, namun ada juga individu yang menahan rasa dukanya karena adanya tekanan dari pihak luar atau karena individu tersebut tidak merasa berhak untuk mengungkapkan rasa dukanya. Selain itu jenis kelamin orang yang ditinggalkan menentukan reaksi yang ditimbulkan. Fivush dan Buckner (dalam Cahyasari, I., 2008) menyebutkan bahwa pria cenderung lebih

18 menyembunyikan perasaannya dibandingkan dengan wanita yang lebih sering mengungkapkan perasaannya. Tidak hanya mengalami kesedihan karena peristiwa kehilangan, partisipan pertama (RM) ternyata mengalami perasaan emosional dukacita yang tidak dialami oleh partisipan kedua. Partisipan pertama menunjukkan kemarahannya secara langsung kepada jenazah neneknya. Seperti yang diungkapkan oleh Jeffreys, J.S., (2005) marah adalah reaksi yang terjadi secara alami ketika individu kehilangan orang yang dicintainya. Rasa marah ini dapat ditujukan secara langsung kepada orang yang meninggal, situasi, atau kepada Tuhan. Partisipan pertama menunjukkan rasa marahnya (anger) langsung kepada almarhum neneknya melalui ungkapkan mengapa nenek tinggalkan saya?. Kemarahan yang terjadi menggambarkan suasana hati partisipan pertama yang tidak rela kehilangan neneknya. Rasa tidak rela kehilangan neneknya dikarenakan kedekatan emosional yang terjalin di antara keduanya, yang disebabkan selama empat tahun ia beserta suami dan kedua anaknya hidup bersama dengan neneknya dan ia adalah orang yang merawat almarhum selama sakit sampai meninggal. Kedekatan partisipan pertama dan neneknya semakin erat juga dikarenakan sang nenek membantunya menjaga kedua anaknya yang masih balita, sehingga ketika sang nenek telah tiada hal ini juga membuat partisipan pertama mengalami kehilangan nenek secara fungsional.

19 Oleh karena kedekatan yang terjalin sangat baik di antara partisipan pertama dengan almarhum neneknya, membuatnya sulit atau tidak rela kehilangan neneknya. Proses yang terjadi pada partisipan pertama menunjukkan bahwa ada kesesuaian teori yang diungkapkan oleh Aiken (dalam Cahyasari, I., 2008), bahwa jika kedekatan suatu hubungan yang terjalin dengan baik akan memungkinkan bagi seseorang yang ditinggalkan sulit untuk melupakan dan melepaskan ikatan tersebut. Berbeda dengan partisipan pertama, partisipan kedua tidak menunjukkan kemarahannya baik terhadap almarhum ibunya, orang-orang terdekatnya maupun Tuhan. Sejak awal peristiwa kehilangan partisipan kedua mengatakan bahwa ia sudah dapat menerima kenyataan ibunya telah tiada. Perbedaan reaksi emosianal di antara keduanya berkaitan dengan perbedaan umur kedua partisipan yang selisih 38 tahun dan menurut Aiken (dalam Cahyasari, I., 2008) bahwa secara umum dukacita lebih menimbulkan stres pada orang yang usianya lebih muda. Rindu Sengsara sebagai Perasaan Emosional Dukacita karena Ritual Rambu Solo Terdapat persamaan perasaan emosional dukacita yang dirasakan oleh kedua partisipan mulai dari awal kehilangan sampai dengan Rambu Solo diselenggarakan. Perasaan emosional ini kedua partisipan sebut dengan perasaan rindu sengsara. Rindu sengsara merupakan gejolak emosional yang dirasakan dalam waktu yang bersamaan oleh kedua partisipan.

20 Rasa rindu keduanya, ditujukan kepada jenazah orang yang mereka kasihi dan perasaan sengsara sebagai penderitaan akibat memikirkan pelaksanaan Rambu Solo dan bagaimana melunaskan hutang hewan yang diperoleh. Proses Penantian Ritual Rambu Solo Upacara peristiwa kematian yang dialami oleh kedua partisipan tidak dilakukan seperti ritual pemakaman masyarakat pada umumnya. Kedua partisipan membuat ritual pemakaman bagi orang yang dikasihinya dengan menggunakan ritual berkabung adat orang Toraja, yang dikenal dengan nama Rambu Solo. Sebelum Rambu Solo dilaksanakan keluarga kedua partisipan wajib mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh adat, yaitu bahwa sekalipun orang yang dikasihi telah dinyatakan meninggal secara medis, namun sebelum Rambu Solo resmi dilaksanakan, maka jenazah belum dapat dikatakan meninggal secara adat. Jenazah masih dianggap sebagai orang sakit, masih hidup, ditaruh di dalam rumah bersama dengan anggota keluarga yang masih hidup dan para keluarga inti wajib melayani jenazah seperti saat jenazah masih hidup, yaitu dengan membawa makanan, minuman ataupun sirih dan rokok serta mengajak jenazah berkomunikasi (Sarira, J.A., 1996). Proses ritual sebelum Rambu Solo yang berlangsung dalam kurun waktu lebih dari setahun ternyata memberi dampak terhadap proses dukacita yang dialami oleh kedua partisipan.

21 Di awal peristiwa kehilangan kedua partisipan sempat beranggapan bahwa orang yang mereka kasihi belum meninggal, tetapi masih hidup. Kedua partisipan menyangkali kebenaran yang sedang terjadi dan menjadi tidak realistis. Menurut Bowlby (dalam Jeffreys, J.S., 2005) bahwa proses yang dialami oleh keduanya saat peristiwa kehilangan terjadi merupakan proses dukacita yang pertama, yaitu yang disebut dengan fase mati rasa (numbing). Mati rasa (numbing), yaitu fase di mana individu menutup diri (shutdown), menyangkal (denial), tidak realistis selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Hal ini juga diungkapkan oleh Kubler Ross (dalam Santrock, J.W., 2002), bahwa penyangkalan (denial) merupakan hal yang wajar yang dialami oleh seseorang sebagai luapan emosi oleh karena peristiwa kematian. Akan tetapi, hal ini terus berlanjut selama proses ritual dijalankan, terlebih khusus dialami oleh partisipan pertama. Selama lebih dari satu tahun partisipan pertama merasa bahwa neneknya masih hidup, apalagi di saat ia sering kali memimpikan sang nenek. Pengalaman mimpi ini membuatnya seperti hidup di dua dunia, di satu sisi menganggap neneknya masih hidup, namun di sisi lain menyadari bahwa sebenarnya neneknya telah tiada. Pemikiran ini juga semakin berakar kuat dalam dirinya dikarenakan ia adalah satu-satunya orang yang setiap harinya melayani jenazah, sehingga menurutnya dengan kondisinya yang setiap hari melayani jenazah layaknya orang

22 masih hidup membuatnya semakin beranggapan bahwa neneknya masih hidup. Partisipan kedua yang juga menjalankan proses ritual selama satu tahun justru membuatnya berpikir bahwa memang ibunya telah tiada. Baginya ini hanya persoalan menurut apa yang dikatakan oleh adat, sehhingga ia sendiri lebih mempercayai tentang realita yang terjadi. Partisipan kedua juga mengakui bahwa ia jarang melayani jenazah seperti yang dilakukan oleh partisipan pertama, karena setiap kali ia melihat jenazah ibunya akan membuatnya semakin rindu dan juga merasakan sakit serta kasihan terhadap jenazah ibunya. Kerinduan dan Attachment Behavior Sebelum Rambu Solo Rasa rindu yang dialami oleh kedua partisipan membawa mereka pada proses berduka lainnya yaitu mencoba memulihkan keadaan orang yang telah meninggal. Menurut Bowlby (dalam Jeffreys, J.S., 2005) saat individu melalui proses ini, yaitu mencoba memulihkan keadaan orang yang telah meninggal, hal ini merupakan attachment behavior. Pada partisipan pertama, attachment behavior ini ia nyatakan dengan tetap menjaga komunikasi dengan almarhum neneknya. Komunikasi tersebut terjadi setiap ia mengantarkan minuman bagi neneknya, ia selalu menegur jenazah dengan menyuruh jenazah bangun untuk kemudian meminum minuman yang ia bawakan. MY yang merupakan tetangga dekat partisipan pertama juga mengatakan bahwa jika ia dan partisipan pertama makan siang bersama, maka

23 tanpa ragu-ragu partisipan pertama akan memanggil jenazah dari dapur untuk makan siang bersama-sama. Bentuk komunikasi lainnya adalah partisipan pertama tetap senantiasa membawa almarhum dalam doanya. Selain itu partisipan pertama sering mengenang masa-masa ketika neneknya selama hidup begitu menyayangi dan bersedia merawat anak-anaknya. Partisipan kedua jarang menegur jenazah ibunya, ia mengakui hanya beberapa kali menegur jenazah ibunya, salah satunya di saat ia datang di awal peristiwa kematian ibunya. Namun, ia tetap mendoakan ibunya agar diterima di sisi Tuhan. Cara lain yang partisipan kedua lakukan adalah dengan bersabar dan mengikhlaskan kepergian orang yang ia kasihi dan mencoba menghadirkan sosok ibunya dalam pikirannya, yaitu dengan mengenang kembali akan pribadi ibunya yang selalu menyayanginya. Dari hal ini dapat dilihat bahwa kerinduan (yearning) terhadap sosok orang yang disayangi dapat muncul ketika sedang teringat mengenai kenangan yang dulunya pernah terjadi (Turner & Helmes, dalam Cahyasari, I., 2008). Meskipun kedua partisipan sama-sama merasakan kerinduan dan mencoba menghadirkan kembali sosok orang yang telah tiada, namun keduanya memiliki harapan yang berbeda. Partisipan pertama mengharapkan agar neneknya masih hidup, sehingga ia dapat kembali melakukan aktivitas seperti saat neneknya masih hidup, terlebih khusus ia mengharapkan agar neneknya dapat kembali

24 menjaga anak-anaknya dan ini terkait akan rasa kehilangan pribadi nenek secara fungsional. Partisipan kedua tidak berharap agar ibunya masih hidup, tetapi ia berharap agar kelak dapat bertemu dengan ibunya di sorga. Perbedaan intensitas pertemuaan kedua partisipan terhadap orang yang dikasihi mempengaruhi attachment behavior di antara mereka, sehingga memberi pengaruh terhadap perbedaan harapan kepada sosok pribadi yang telah tiada. Kerinduan dan kesepian yang terus dirasakan kedua partisipan selama lebih dari satu tahun, diakui oleh keduanya dikarenakan proses ritual yang masih mengizinkan mereka melayani jenazah. Tinggal bersama jenazah dan merawat jenazah dengan status tomakula membuat kerinduan mereka semakin besar. Meskipun proses ritual sebelum Rambu Solo membuat rasa rindu kedua partisipan semakin bertambah besar, rasa rindu keduanya dapat teratasi dengan adanya kehadiran anggota keluarga lain dan para tetangga yang menawarkan diri untuk membantu mempersiapkan Rambu Solo. Adanya keterlibatan orang-orang terdekat mampu menolong partisipan pertama dan partisipan kedua dari dukacita, sehingga pemulihan tidak hanya upaya personal namun juga keterlibatan orang-orang terdekat. Hal ini sejalan dengan pendapat Harper (dalam Cahyasari, I., 2008) bahwa dukungan (support social) yang datang dan diberikan kepada seseorang yang sedang berduka akan membuat

25 individu tersebut merasa lebih kuat dan tegar untuk menghadapi kondisi yang sedang dialami, tanpa adanya dukungan akan membuat individu yang ditinggalkan oleh orang yang dicintainya merasa sepi dan hampa di dunia ini. Peran Tarian Dukacita Ma badong Rasa rindu juga coba diatasi oleh keduanya dengan cara mengikuti tarian dukacita ma badong. Keduanya mengikuti tarian ini sejak sebelum Rambu Solo sampai Rambu Solo resmi dilaksanakan. Bagi partisipan pertama tarian dukacita yang ia ikuti dapat menghibur dirinya dari rasa kehilangan yang ia hadapi. Tarian dukacita ini lebih dirasakan manfaatnya oleh partisipan pertama saat Rambu Solo berlangsung, karena tidak hanya menghiburnya dari rasa kehilangan namun juga menolongnya untuk sejenak tidak memikirkan hutang yang ia peroleh selama Rambu Solo. Pikiran mengenai hutang tersebut menjadi beban pikiran bagi partisipan pertama sejak di awal peristiwa kematian. Hutang ini dirasakan oleh partisipan pertama sebagai hal yang mengganggu pikiran dan menambah rasa dukacitanya. Di awal kematian partisipan kedua juga merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan oleh partisipan pertama. Ada keterpaksaan dan penderitaan dalam diri partisipan kedua untuk mempersiapkan Rambu Solo. Oleh karena itu untuk mengatasi perasaan-perasaan negatif yang timbul karena pemikiran mengenai hutang yang akan diperoleh, maka partisipan kedua juga memilih terlibat secara aktif dalam tarian ma badong,

26 karena tarian dukacita ini ia anggap sebagai hal yang dapat menghibur dirinya setelah kehilangan orang yang ia kasihi, membebaskannya dari rasa susah akibat hutang serta keyakinannya bahwa tarian tersebut dapat menghibur jenazah ibunya. Dari hal ini dapat diketahui bahwa seni tari memberi dampak yang positif terhadap dukacita yang dialami oleh kedua partisipan. Menurut Sarira, J.A., (1996) kesenian yang ditampilkan pada Rambu Solo adalah ungkapan ratapan dan penghormatan kepada almarhum. Kesenian ini tidak hanya pengungkapan penderitaan di dunia sekarang, melainkan juga mengungkapkan masa awal yang indah. Isi tarian ma badong terdiri dari pembukaan, yaitu pernyataan dukacita, menguraikan sejarah ringkas keturunan almarhum, riwayat hidup sejak lahir sampai wafatnya, kemudian bagaimana upacara Rambu Solo nya dilaksanakan dan perjalanannya ke sorga (puya). Selain itu dalam tarian ini para penari juga menari sambil berdoa bagi arwah orang yang mati agar diterima di negeri arwah/sorga (puya), atau di alam baka (The Guide Magazine Toraja, 1). Perubahan Status Jenazah menjadi Tomate Saat Rambu Solo resmi berlangsung, maka saat itupula jenazah resmi berubah status menjadi tomate (orang yang resmi dikatakan meninggal oleh adat). Perubahan status jenazah ini membuat kedua partisipan semakin menyadari bahwa orang yang dikasihi benar-benar akan meninggalkan mereka. Harapan untuk

27 bertemu kembali seperti masih hidup semakin memudar dalam diri kedua partisipan. Menurut Bowlby (dalam Jeffreys, J.S., 2005) ini merupakan proses dukacita yang disebut dengan fase kekalutan, kesedihan yang mendalam dan putus asa. Pada fase ini, individu yang mengalaminya dicirikan dengan harapan yang semakin memudar, mengakui orang yang dicintai tidak akan pernah kembali serta menjadi terbiasa dengan rasa putus asa, kelelahan, kehilangan motivasi, serta apatis. Pada partisipan pertama selama lebih dari satu tahun ia masih berharap agar neneknya masih hidup, saat Rambu Solo harapan agar neneknya masih hidup memudar. Berbeda dengan partisipan pertama, partisipan kedua sejak awal kematian tidak lagi mengharapkan agar dapat bertemu dengan ibunya seperti masih hidup. Dengan berlangsungnya Rambu Solo partisipan kedua semakin disadarkan bahwa memang ibu yang dicintainya tidak ada lagi di dunia ini dan mulai menerima peristiwa kehilangan ini adalah nyata adanya. Namun, kedua partisipan tetap memiliki harapan dan keyakinan bahwa kelak mereka akan bertemu dengan orang yang dikasihi di sorga. Kedua partisipan juga masih merasakan perasaan kehilangan terlebih khusus saat jenazah yang mereka kasihi resmi menjadi tomate. Secara jujur keduanya mengakui bahwa masih adanya keinginan mereka untuk memperlakukan jenazah layaknya tomakula, namun mereka sadar akan ketentuan adat yang berlaku. Akhirnya, baik partisipan pertama maupun partisipan

28 kedua memasrahkan hal ini kepada kuasa yang lebih besar dari mereka, yaitu kepada kuasa Tuhan. Menurut Jeffreys, J.S., (2005) respons dukacita individu secara khas berhubungan dengan peran spiritual (keagamaan). Banyak orang-orang yang menderita karena peristiwa kehilangan akan berbelok kepada sistem kepercayaan atau sistem iman mereka untuk menolong mereka dalam menghadapi peristiwa kematian, seperti melaksanakan ritual-ritual maupun dukungan dari para pendoa (prayer support). Hal ini terlihat selama Rambu Solo, yaitu keluarga kedua partisipan tetap melibatkan peran serta iman percaya mereka dengan melaksanakan ibadah malam dalam bentuk liturgi agama Katholik dan di hari pemakaman pun dipimpin oleh seorang Frater. Selain itu perubahan status jenazah nenek dari tomakula menjadi tomate memunculkan konflik batin bagi partisipan pertama yang disebabkan karena ia setiap hari melayani jenazah neneknya. Di satu sisi ia masih ingin mengurus jenazah neneknya layaknya orang masih hidup, namun di sisi lain ia harus merelakan bahwa orang yang ia kasihi telah resmi dikatakan sebagai orang yang telah meninggal baik secara medis maupun adat, namun ia pribadi pada akhirnya lebih memilih neneknya dengan status tomate agar ia tidak lagi menganggap bahwa nenek yang ia kasihi masih hidup. Dari hal ini nampak bahwa partisipan pertama belum sepenuhnya menerima perubahan status yang diberikan terhadap neneknya. Seperti yang juga dikatakan oleh

29 Turner & Helms (dalam Cahyasari, I., 2008) bahwa tidak mudah bagi seseorang yang telah ditinggalkan untuk menyadari seutuhnya dan menerima kematian orang yang dicintainya. Kedua partisipan mengalami konflik perasaan lainnya, yaitu berbaurnya rasa sepi, sedih dan bahagia selama Rambu Solo berlangsung. Kesepian dan kesedihan yang dirasakan oleh keduanya merupakan manifestasi dari dukacita karena kehilangan orang yang dicintai. Rasa sepi dan sedih tersebut semakin kuat dirasakan keduanya oleh karena hari pemakaman yang semakin dekat. Rasa bahagia yang dirasakan kedua partisipan oleh karena melalui Rambu Solo mereka dapat berjumpa dengan keluarga besarnya yang datang dari Toraja, khususnya di luar daerah Toraja. Bagi kedua partisipan Rambu Solo merupakan salah satu media yang berhasil mengumpulkan keluarga besar mereka, sehingga menciptakan rasa kekeluargaan yang lebih erat di antara mereka. Kekeluargaan itu sendiri juga merupakan salah satu aspek penting di dalam Rambu Solo. Menurut Sarira, J.A., (1996) dalam upacara Rambu Solo hubungan kekeluargaan diperbaharui dan dipulihkan. Dalam ritual Rambu Solo nyata bahwa hubungan kekeluargaan tidak putus, ada reuni keluarga supaya ikatan kekeluargaan tetap utuh. Kekeluargaan yang dimaksudkan di sini adalah kekeluargaan yang berdasarkan keturunan (geneologis). Peran dan Manfaat Melaksanakan Ritual Rambu Solo Selain relasi dengan keluarga yang membuat kedua partisipan merasa bahagia, kehadiran para tetangga juga turut

30 membantu dimulai sebelum Rambu Solo sampai dengan saat Rambu Solo berlangsung juga membawa rasa gembira bagi keduanya. Fakta ini kembali membuktikan bahwa tidak hanya aspek kekeluargaan yang dirasakan oleh keduanya, tetapi aspek persekutuan (ambakan datu) turut memberi hal positif bagi keduanya di tengah dukacita yang dialami. Ambakan datu yang berarti kegotong-royongan, adalah suatu pranata sosial, suatu kesatuan regional dalam hubungan dengan kepemimpinan struktur Tongkonan yang merupakan lambang persekutuan dari orang Toraja, karena dengan adanya Tongkonan orang Toraja bisa mengetahui garis keturunan melalui Tongkonan. Ambakan datu adalah kesatuan berpikir (musyawarah), kesatuan tindak, kesatuan berbakti, kesatuan emosional, dan kesatuan kerja, sehingga Rambu Solo terbesar pun dapat terselenggara tanpa suatu bentukan organisasi (Sarira, J.A., 1996). Semua hal ini dianggap kedua partisipan sebagai manfaat dari ritual Rambu Solo. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Doka, J.K., (2003) bahwa ritual memiliki peran, yaitu ritual menetapkan sebuah masyarakat atau komunitas. Ini menawarkan sebuah kesempatan untuk bangkit secara bersama dan mendemonstrasikan persatuan mereka. Peran lainnya bahwa ritual memperlihatkan rasa solidaritas kepada para korban. Oleh karena itu, mereka yang mengalami kematian sahabat atau anggota keluarganya, pemakaman dan ritual upacara akan

31 memberikan keuntungan baik secara sosial, psikologis dan spiritual (Rando, dalam Doka, J.K., 2003). Selanjutnya Saroengallo, T., (2010) kembali menambahkan bahwa menurut beberapa pengamat sosial-budaya Toraja; bahwa salah satu ciri khas masyarakat Toraja adalah ikatan kekerabatan yang kental atau rasa persaudaraan dan persahabatan yang kuat dan erat. Kentalnya hubungan kekerabatan dan persahabatan, atau hubungan persaudaraan yang dirasakan dekat dan akrab ini ditopang oleh tiga sistem sosial-budaya yaitu: kesatuan asal-usul (seketurunan), sistem bawaan kerbau/babi pada ritual Rambu Solo dan sistem passarak. Dari ketiga sistem di atas, sistem bawaan mempunyai jangkauan dan jaringan yang luas, karena di samping menyangkut keluarga seketurunan, juga mencakup pertemanan atau persahabatan seperti kenalan dekat, teman sekerja, teman seorganisasi dan sebagainya. Rambu Solo, Hewan Kerbau dan Babi Sebagai Simbol Strata Sosial Selain itu ada hal lain yang membuat partisipan kedua secara pribadi merasa bahagia, yaitu ia dapat mengorbankan hewan bagi ibunya sebagai syarat yang ia dan keluarganya harus penuhi untuk melaksanakan Rambu Solo bagi ibunya. Bagi partisipan kedua pelaksanaan Rambu Solo layak diterima ibunya karena hal ini ia anggap sebagai bentuk balas budi terhadap apa yang telah almarhum ibunya berikan kepadanya, meskipun ia sadar akan adanya konsekuensi yang diterima karena melaksanakan Rambu

32 Solo, yaitu hutang. Menurut Saroengallo, T., (2010) tidak ada sanksi adat yang akan diberikan jika keluarga yang berduka tidak melaksanakan Rambu Solo bagi orang yang dikasihi. Akan tetapi, jika keluarga berduka tidak melaksanakan Rambu Solo apalagi jika menyandang status sebagai topuang atau tomakaka dan dihormati oleh kalangan masyarakat, maka dapat menimbulkan rasa bersalah dalam diri individu tersebut. Rasa Kelelahan Selama Rambu Solo Bowlby (dalam Jeffreys, J.S., 2005) mengatakan bahwa saat individu telah sampai pada proses berduka, yaitu kekalutan, kesedihan yang mendalam dan putus asa, maka individu akan terbiasa dengan rasa kelelahan (fatigue). Kedua partisipan mengalami kelelahan fisik maupun psikis dan puncak kelelahan yang keduanya rasakan adalah saat penerimaan tamu yang berlangsung selama tujuh hari. Kesibukkan ini, khususnya membuat partisipan pertama mengalami perubahan jam tidur yang mengakibatkan kelelahannya semakin besar. Meskipun kelelahan dalam melayani para tamu juga dirasakan oleh partisipan kedua, namun kelelahan yang dirasakan tidak lebih besar dari yang dirasakan oleh partisipan pertama. Selama penerimaan tamu partisipan kedua lebih banyak bersenda gurau dengan para tamu maupun sanak keluarga di lantangnya. Ia jarang membawakan makanan dan minuman bagi para tamunya, karena pekerjaan tersebut diambil alih oleh para wanita dan para kaunan (hamba) yang datang ke

33 lantang miliknya. Partisipan pertama meskipun tugas di dapur telah dikerjakan oleh kaum kaunan, namun hal tersebut tidak membuatnya meninggalkan tugas yang selama ini melekat pada diri perempuan, seperti membawa sirih, makanan dan minuman bagi para tamu. Partisipan pertama tidak hanya bertugas di lantangnya pribadi, namun ia dengan rela mau mengantarkan makanan berupa nasi, lauk, minuman, bahkan rokok dan sirih untuk seluruh tamu yang datang. Kesibukkan lainnya setiap pagi ia tetap mengambil sayur bagi ternak babinya dan tetap menjaga kedua anaknya yang masih balita, sedangkan partisipan kedua hampir semua anaknya telah bekerja dan hanya tiga anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan selama Rambu Solo ketiga anaknya dijaga oleh isterinya, sehingga ia tidak direpotkan oleh pekerjaan mengasuh anak di tengah berlangsungnya ritual Rambu Solo. Dampak Hutang Hewan terhadap Keluarga yang ditinggalkan Pikiran-pikiran yang menganggu dan menjadi beban dirasakan kedua partisipan sebelum Rambu Solo, yaitu hutang hewan, kembali mengusik pikiran keduanya khususnya di hari penerimaan tamu. Saat penerimaan tamu adalah saat kedua partisipan beserta keluarga besarnya mengetahui berapa jumlah hutang hewan yang diperoleh. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa jumlah hutang partisipan pertama jauh lebih besar yaitu berjumlah tiga puluh ekor sudah termasuk kerbau dan babi,

34 sedangkan partisipan kedua hanya memperoleh tujuh ekor. Hewan-hewan tersebut semuanya dikorbankan oleh kedua partisipan selama Rambu Solo berlangsung. Jumlah hutang yang berbeda di antara keduanya tergantung seberapa banyak kerabat yang datang membawakan hewan bagi kedua partisipan. Hutang yang di satu sisi menjadi beban pikiran bagi kedua partisipan, namun di sisi lain keduanya mengakui bahwa dengan adanya hutang memotivasi mereka untuk bekerja dengan lebih giat dan mencari pekerjaan tambahan agar semua hutang hewannya dapat dilunaskan. Perbedaan jumlah hutang di antara partisipan pertama dan partisipan kedua memunculkan kekhawatiran yang berbeda pula. Dapat disimpulkan bahwa partisipan pertama memiliki rasa khawatir yang lebih besar dibandingkan partisipan kedua. Selain karena jumlah hutang hewan yang partisipan pertama peroleh jauh lebih besar daripada partisipan kedua, faktor lainnya adalah karena partisipan pertama dan suaminya tidak mempunyai pekerjaan yang menetap ditambah lagi anak-anak mereka yang belum bekerja, sehingga tidak dapat membantu partisipan pertama melunasi hutangnya. Oleh karena itu impian agar kelak anak-anaknya sukses menjadi semakin lebih besar. Cara yang partisipan pertama tempuh untuk melunasi hutang-hutangnya, selain mengandalkan pendapatan suami adalah dengan rajin memberi makan ternak babinya, sehingga babi-babi tersebut dapat menjadi alat melunasi hutangnya. Hewan babi bagi orang

35 Toraja merupakan hewan peliharaan yang sangat penting. Selain dagingnya yang enak dimakan, babi juga menjadi hewan penting karena dapat digunakan sebagai persembahan dalam ritual keagamaan. Selain itu babi dianggap sebagai aset dalam setiap keluarga yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk kepentingan tertentu, misalnya untuk biaya pendidikan anak-anak dan sebagai pelunasan hutang yang diperoleh saat melaksanakan Rambu Solo (The Guide Magazine Toraja, 1). Partisipan pertama juga menganggap hutang hewan tersebut sangat mengganggu pikirannya dan membuatnya merasakan kekhawatiran yang besar mengenai biaya pendidikan anak-anaknya yang masih kecil di tengah kesusahan memikirkan pelunasan hutang. Bagi partisipan kedua, setelah mengetahui jumlah hutang yang diperoleh ia kemudian berpendapat bahwa hutang hewan tidak lagi dirasa sangat mengganggu pikirannya seperti saat sebelum Rambu Solo, namun cukup mengganggu. Hal ini partisipan kedua katakan dengan alasan bahwa baginya ada anakanaknya yang telah bekerja yang dapat membantunya untuk melunasi hutang-hutangnya. Di sini terlihat bahwa ketika semua anggota keluarga inti (suami, isteri dan anak) telah memiliki pekerjaan, maka dapat menolong individu mengatasi kecemasan dalam menghadapi proses pelunasan hutang hewan. Hal lain yang membuat partisipan pertama semakin terbebani dengan hutang adalah proses pembayaran yang tidak langsung dibayar, tetapi menunggu sampai orang yang membawakan

36 hewan melaksanakan Rambu Solo. Namun, tidak demikian halnya dengan partisipan kedua, yang tidak merasa terbeban seperti yang dialami partisipan pertama. Bagi partisipan kedua, hutang yang tidak langsung terbayar dengan lunas bukanlah hal yang menjadi masalah besar karena ia sendiri berhutang bukan kepada orang lain, namun kepada orang yang dianggapnya keluarga. Pendapat partisipan kedua sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Saroengallo, T., (2010) bahwa pengembalian hutang hewan hanya dapat dilakukan bila ada lalan (jalan) artinya bila keluarga bersangkutan melaksanakan ritual pemakaman. Hal ini dilakukan karena di lingkungan masyarakat Toraja adalah sangat tidak sopan atau tidak tahu adat bila menagih bawaan hewan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penagihan merupakan pertanda ketidaktulusan ketika memberikan bawaan yaitu hewan. Selain dengan bekerja agar mendapatkan penghasilan untuk membayar hutang, kedua partisipan menyerahkan segala kekhawatiran tersebut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kesedihan Di Hari Pemakaman Ketika hari pemakaman tiba kesedihan kembali dirasakan oleh kedua partisipan. Bagi partisipan pertama, hari pemakaman adalah saat kesedihan dirasakan paling besar, karena ia masih terus berharap dapat melayani jenazah neneknya. Di tengah kesedihan yang begitu dalam ia rasakan, ia kembali harus diperhadapkan dengan larangan aluk to dolo yang melarangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian ini adalah pengantar yang memaparkan tentang latar belakang masalah, yang di dalamnya membahas keberagaman dan keunikan budaya di Indonesia khususnya Toraja tentang tradisi di

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua.

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. BAB III TEMUAN PENELITIAN Dalam bab ini saya akan membahas temuan hasil penelitian terkait studi kasus kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. Mengawali deskripsi hasil

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja Upacara pemakaman yang dilangsungkan saat matahari tergelincir ke barat. Jenazah dimakamkan di gua atau rongga di puncak tebing batu. Sebagai tanda

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008)

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika putri saya meninggal dunia, saya merasa kehilangan bagian dari diri saya. Saya merasa tidak utuh dan segala sesuatu tidak akan pernah sama lagi. Beberapa hari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada Bab ini penulis akan menguraikan tentang metode penelitian kualitatif, partisipan, lokasi penelitian, instrumen dan metode pengumpulan data sera teknik analisis data.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. Dalam bab ini saya akan membahas dan menganalisa temuan-temuan yang

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. Dalam bab ini saya akan membahas dan menganalisa temuan-temuan yang BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Dalam bab ini saya akan membahas dan menganalisa temuan-temuan yang diperoleh oleh saya di lapangan terkait studi kasus kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

Adakah ada yang Akan Mendoakan Kita?

Adakah ada yang Akan Mendoakan Kita? Adakah ada yang Akan Mendoakan Kita? Oleh, FizRahman.com Seorang pengarah yang berjaya, jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke. Sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU.. Di saat orang-orang terlelap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan identitas dari komunitas suatu daerah yang dibangun dari kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya menggambarkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut : BAB V PENUTUP Pada bagian V ini, penulis akan memaparkan tentang kesimpulan dan saran. 5. 1. Kesimpulan Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal penting yang menjadi pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

46 47 48 49 50 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Bapak Albert Taguh (Domang Kabupaten Lamandau) 1. Apakah yang dimaksud dengan upacara Tewah? 2. Apa tujuan utama upacara Tewah dilaksanakan? 3. Siapa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sikap orang tua mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak, dan perlakuan mereka terhadap anak sebaliknya mempengaruhi sikap anak terhadap mereka dan perilaku mereka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI NYADRAN DI DESA PAGUMENGANMAS KEC. KARANGDADAP KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI NYADRAN DI DESA PAGUMENGANMAS KEC. KARANGDADAP KAB. PEKALONGAN 60 BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI NYADRAN DI DESA PAGUMENGANMAS KEC. KARANGDADAP KAB. PEKALONGAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Nyadran di desa Pagumenganmas Tradisi Nyadran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

para1). BAB I PENDAHULUAN

para1). BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Adanya kebudayaan pada kehidupan manusia ibarat darah yang mengalir di dalam tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Etnis Simalungun memiliki kebudayaan yang banyak menghasilkan kesenian daerah dan upacara adat, dan hal tersebut masih dilakukan oleh masyarakat Simalungun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA Oktavianus Patiung Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN A LEMBAR DATA PARTISIPAN

LAMPIRAN A LEMBAR DATA PARTISIPAN LAMPIRAN A LEMBAR DATA PARTISIPAN Identitas Partisipan Nama (Inisial) : Tempat, Tanggal Lahir : Anak Ke : Agama : Status : Suku Bangsa : Pendidikan Terakhir : Profesi/ Pekerjaan : Alamat/ No Telepon :

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB V PEMBAHASAN MASALAH BAB V PEMBAHASAN MASALAH A. PEMBAHASAN Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Tetapi ketika sudah menikah banyak dari pasangan suami istri yang memilih tinggal bersama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap temuan-temuan di lapangan pada bab IV,

BAB V PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap temuan-temuan di lapangan pada bab IV, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap temuan-temuan di lapangan pada bab IV, pada bab ini saya akan menyimpulkan seluruh temuan yang diperoleh dari hasil penelitian studi kasus

Lebih terperinci

Dalam Roma 12-13, Paulus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan...

Dalam Roma 12-13, Paulus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan... Lesson 12 for December 23, 2017 ALLAH Roma 12:1-2 Roma 13:11-14 KEDATANGAN YESUS YANG KEDUA KALI HUKUM TAURAT Dalam Roma 12-13, Paulus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan... GEREJA ORANG LAIN

Lebih terperinci

BAB III PSIKOLOGIS SUAMI YANG DITINGGAL ISTRI SEBAGAI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI DESA TEMBONG

BAB III PSIKOLOGIS SUAMI YANG DITINGGAL ISTRI SEBAGAI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI DESA TEMBONG BAB III PSIKOLOGIS SUAMI YANG DITINGGAL ISTRI SEBAGAI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI DESA TEMBONG A. Profil Responden Tenaga kerja wanita di Desa Tembong Kec. Carita sangatlah banyak, istri yang pergi ke

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

1 Tesalonika 1. 1 Tesalonika 2

1 Tesalonika 1. 1 Tesalonika 2 1 Tesalonika 1 Salam 1 Dari Paulus, Silwanus dan Timotius kepada jemaat orang-orang Tesalonika yang di dalam Allah Bapa dan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu.

Lebih terperinci

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata.

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata. Hikayat Cabe Rawit Alkisah, pada zaman dahulu hiduplah sepasang suami-isteri di sebuah kampung yang jauh dari kota. Keadaan suami-isteri tersebut sangatlah miskin. Rumah mereka beratap anyaman daun rumbia,

Lebih terperinci

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Lampiran Ringkasan Novel KoKoro Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Kamakura menjadi sejarah dalam kehidupan keduanya. Pertemuannya dengan sensei merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman di Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa dan Tuhan kita Kristus Yesus: Salam

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian yang membahas mengenai proses pengambilan keputusan yang individu hadapi mengenai pengambilan keputusan untuk hidup membiara, disertai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

Oleh: Windra Yuniarsih

Oleh: Windra Yuniarsih Puncak Kebahagiaan Oleh: Windra Yuniarsih Perempuan adalah makhluk yang istimewa. Aku merasa beruntung dilahirkan sebagai perempuan. Meskipun dari keluarga sederhana tetapi kakiku dapat membawaku ke tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa

dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial. Perlu punya sahabat di dunia nyata (bukan hanya sahabat dari dunia maya) Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang

BAB I PENDAHULUAN. Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas perkembangan yang utama dari seorang wanita adalah hamil dan melahirkan seorang anak, dan kemudian membesarkannya. Kehamilan adalah masa

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam 40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan subyek yang ikut berperan 14 1 7. PERTANYAAN UNTUK DISKUSI Menurut Anda pribadi, manakah rencana Allah bagi keluarga Anda? Dengan kata lain, apa yang menjadi harapan Allah dari keluarga Anda? Menurut Anda

Lebih terperinci

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida Manusia dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain. Seorang anak memerlukan waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN KATA PENGANTAR Saya adalah mahasiswa Psikologi. Saat ini saya sedang melakukan suatu penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) mengenai kecerdasan dari Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) Persekutuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss). BAB II LANDASAN TEORITIS A. GRIEF 1. Definisi Grief Menurut Rando (1984), grief merupakan proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BABl PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi pasangan suami istri, memiliki keturunan merupakan sesuatu yang dinantikan. Pasangan yang baru menikah ataupun sudah lama berkeluarga tapi

Lebih terperinci

-AKTIVITAS-AKTIVITAS

-AKTIVITAS-AKTIVITAS KEHIDUPAN BARU -AKTIVITAS-AKTIVITAS BARU Dalam Pelajaran Ini Saudara Akan Mempelajari Bagaimanakah Saudara Mempergunakan Waktumu? Bila Kegemaran-kegemaran Saudara Berubah Kegemaran-kegemaran Yang Baru

Lebih terperinci

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat "Terima kasih, ini uang kembalinya." "Tetapi Pak, uang kembalinya terlalu banyak. Ini kelebihannya." "Betul. Anda seorang yang jujur. Tidak banyak yang akan berbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal BAB II PROFIL INFORMAN Dalam bab sebelumnya telah dikemukakan tentang alasan apa saja yang mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal pasangan mahasiswa yang hamil diluar

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Tesalonika 1:1 1 1 Tesalonika 1:6 Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman di Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa

Lebih terperinci

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Hari ini kita akan melihat mengapa kita harus memberitakan Injil Tuhan? Mengapa harus repot-repot mengadakan kebaktian penginjilan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

63 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

63 Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN 63 SKALA KECEMASAN PADA WANITA MENOPAUSE Usia : Mulai Menopause umur : Masih Bersuami : ya / tidak Alamat : NO PERNYATAAN SS S TS STS 1. Saya menghadapi masa-masa menopause ini dengan biasa seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penduduk Usia Lanjut merupakan bagian dari anggota keluarga dananggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa tahap perkembangan. Keseluruhan tahap perkembangan itu merupakan proses yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Tiri Istilah ibu tiri secara harfiyah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ibu merupakan panggilan yang takzim kepada wanita, sedangkan tiri berarti bukan darah daging

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dimulai pada tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu fase

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dimulai pada tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu fase BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pernikahan dimulai pada tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu fase yang ditandai dengan meninggalkan rumah dan menjadi orang dewasa yang hidup sendiri,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

1 1 Dari Paul, Silwanus, dan Timotius.

1 1 Dari Paul, Silwanus, dan Timotius. 1 Tesalonika Salam 1:1 1 1 Dari Paul, Silwanus, dan Timotius. Kepada jemaah Tesalonika yang ada dalam Allah, Sang Bapa kita, dan dalam Isa Al Masih, Junjungan kita Yang Ilahi. Anugerah dan sejahtera menyertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian seorang ayah. Kematian adalah keadaan hilangnya semua tanda tanda kehidupan secara permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan manusia dari generasi ke generasi untuk menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter,

Lebih terperinci

My Journey with Jesus #2 - Perjalananku dengan Yesus #2 THE JOY OF THE LORD SUKACITA DALAM TUHAN

My Journey with Jesus #2 - Perjalananku dengan Yesus #2 THE JOY OF THE LORD SUKACITA DALAM TUHAN My Journey with Jesus #2 - Perjalananku dengan Yesus #2 THE JOY OF THE LORD SUKACITA DALAM TUHAN Hari ini judul khotbah saya adalah THE JOY OF THE LORD/SUKACITA DALAM TUHAN. Saya rindu hari ini bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci