BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), benteng yang berarti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), benteng yang berarti"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), benteng yang berarti bangunan tempat berlindung atau bertahan dari serangan musuh. Berupa dinding atau tembok untuk menahan serangan, dan sesuatu yang dipakai untuk memperkuat atau mempertahankan kedudukan dan melindungi diri dari serangan musuh dan untuk mengadakan perlawanan kepada musuh yang hendak mendekat. Benteng dalam bahasa Inggris adalah fort, secara umum fort dapat didefinisikan sebagai sebuah bangunan militer atau bangunan yang didirikan untuk tujuan pertahanan. Bangunannya terdiri dari dinding-dinding tinggi atau dibangun dengan tanah yang diperkuat (Pusat Dokumentasi Arsitektur, 2008:19). Abbas dan Ratna Suranti mendefinisikan benteng sebagai konstruksi yang didesain untuk meningkatkan daya tempur pasukan yang berada dalam suatu posisi yang bersama dengan strategi dan taktik meningkatkan daya faktor yang paling mendasar dalam suatu peperangan. (Novida Abbas dan Ratna Suranti, 1997:2). Benteng atau sistem perbentengan sudah dikenal di Nusantara jauh sebelum orang-orang Eropa datang. Pada awalnya benteng hanya berupa tembok, pagar dan parit. Selanjutnya unsur-unsur tersebut dilengkapi dengan menara yang perkembangan selanjutnya pada benteng modern, menara-menara tersebut digantikan oleh bastion (Abbas, 1997: 47). 1

2 2 Benteng-benteng tersebut pastilah mempunyai pintu atau gerbang, sebagai keluar masuknya atau penghubung dunia luar dari kawasan tertutup yang dikelilingi pagar atau dinding. Gerbang berguna untuk mencegah atau mengendalikan arus keluar-masuknya orang, mulai dari yang bersifat sederhana berupa bukaan sederhana pada sebuah pagar, sampai yang penuh dekorasi dan monumental. Istilah lainnya untuk gerbang adalah pintu dan gapura yang besar dan kokoh pada sebuah bangunan dapat menjadi sarana pertahanan, misalnya gerbang pada benteng atau kastil. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), arti pintu adalah bagian yang menutup akses lewat melalui gerbang rumah. Kini banyak gerbang modern dioperasikan secara otomatis sehingga dapat membuka dan menutup secara otomatis. Benteng dan gapura biasanya juga digunakan pada bangunan terluar kerajaankerajaan. Salah satunya adalah kerajaan Kraton Kasultanan Yogyakarta. Kraton Kasultanan Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 atau tahun Jawa 1682, diperingati dengan condrosengkolo memet di pintu gerbang Kemagangan dan di pintu Gadung Mlati berupa dua ekor naga berlilitan satu sama lain. Dalam bahasa Jawa yang berarti Dwi naga rasa tunggal yang artinya Dwi = 2, naga =8, rasa = 6, tunggal = 1. Jika dibaca dari belakang menjadi Arsitektur bangunan kraton didesain oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I (H. B I). (Purwadi, 2008: 42) Sewaktu masih muda bergelar Pangeran Mangkubumi Sukowati dan mendapat julukan, menurut Dr. F. Pigeaud dan Dr. L. Adam sebagai de bouwmeester van zijn broer Sunan P. B II. Artinya adalah arsitek dari kakanda Sri Sultan Paku Buwono II (PB II). ( KPH. Brongtodiningrat, 1940: 7)

3 3 Luas kraton Yogyakarta adalah m 2, yang dikelilingi oleh sebuah tembok yang bernama beteng. Panjangnya 1 km, berbentuk persegi, tinggi 3,5 m, lebar 3 sampai 4 meter di keempat sudutnya terdapat bastion-bastion dengan lubanglubang kecil pada dindingnya untuk mengintai musuh. Beteng ini dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono II melanjutkan apa yang telah dimulai oleh Hamengku Buwono I dengan Tamansarinya. Beteng dipergunakan untuk menghadapi berbagai kemungkinan serangan yang mengancam keamanan dan ketertiban Kraton Kesultanan Yogyakarta. Keterangan tentang beteng Kraton Kesultanan Yogyakarta juga diperkuat berita asing yang ditulis oleh Mayor William Thorn (1815) seorang serdadu kerajaan Inggris yang pada tanggal 17 Juni 1812 ikut ekspedisi militer ke Yogyakarta. Kraton atau tempat kediaman Sultan Mataram, dan seluruh penghuni istana sekitar tiga mil kelilingnya, dipagari parit berair yang lebar yang disebut jagang pada tiap gerbangnya dilengkapi jembatan tarik, dimana di sana juga ada beteng tinggi yang tebal dan kokoh berikut menara-menara penjagaan, dan dipersenjatai sebanyak hampir seratus meriam. Di dalam kraton, terdapat banyak sekali taman dan kebun, yang terlindungi tembok-tembok tinggi, yang semuanya sangat kokoh dan sulit ditembus. Akses masuk utama alun-alun di bagian depan sudah diletakkan dua baris meriam menghadap arah pintu masuk, yang di kanan kirinya diperkuat dengan pos persenjataan yang baru didirikan. Sebanyak tujuh belas ribu pasukan menjaga markas tersebut, sementara orang-orang bersenjata sebanyak lebih dari seratus ribu menjaga bagian luar kampung-kampung sejauh bermil-mil disekelilingnya, dan yang juga

4 4 menjaga tembok dan memenuhi sepanjang sisi jalan-jalan yang mengarah ke benteng kraton. (William Thorn, 1815: 167). Beteng dikelilingi oleh parit lebar dan dalam yang disebut jagang. Di antara beteng-beteng terdapat lima plengkung atau pintu gerbang guna menghubungkan komplek kraton dengan dunia luar dan sebagai akses untuk para penghuni kampungkampung di luar beteng baluwarti kraton. Para penghuni adalah para prajurit angkatan perang dan para perwira Kraton Kesultanan Yogyakarta. Akses keluar dan masuk Kraton disebut gerbang atau plengkung. Diserap dari kata mlengkung (melengkung) dan memang bentuknya separuh bulat melengkung. Plengkung di Kraton Kasultanan Yogyakarta terdapat lima buah tetapi hanya tinggal dua buah yang masih utuh. Kemungkinan perubahan dari plengkung menjadi gapura bentar disebabkan oleh kebutuhan akses jalan raya yang lebih lebar di bagian plengkung. Keberadaan plengkung atau gerbang tersebut ada lima buah yang terbagi di lima tempat. Dengan penempatan dua plengkung menghadap ke utara, satu plengkung menghadap barat, satu plengkung menghadap timur dan satu plengkung menghadap selatan. Kelima plengkung tersebut dilengkapi dengan ruji-ruji besi sebagai daun pintunya. Melengkapi fungsi pertahanan tiap plengkung dijaga bergantian siang dan malam dengan tertib oleh prajurit Kraton Kesultanan Yogyakarta. (Purwadi, 2008: 48) Muka tiap-tiap plengkung ada jembatan yang menghubungkan daerah-daerah Kraton dengan daerah luar. Jika ada bahaya, maka jembatan-jembatan itu dapat ditarik keatas, menutup jalan masuk ke dalam daerah beteng. Sementara itu pintu-

5 5 pintu plengkung ditutup rapat. Plengkung-plengkung itu ditutup pada pukul dibuka kembali pada pukul dengan tanda bunyi genderang dan trompet dari prajurit-prajurit di Kemagangan. Adapun pantun Mijil ini menggambarkan keadaan benteng-benteng Kraton pada masa kejayaannya: Ing Mataram betengira inggil Ngubengi kedaton Plengkung lima mung papat mengane Jagang jero toyaniro wening Tur pinacak suji Gayam turut lurung Arti : Mataram mempunyai beteng tinggi. Mengelilingi keraton. Mempunyai lima buah plengkung. Hanya empat plengkung yang terbuka. Air di parit dalam dan jernih mengelilingi beteng dan diberi pagar yang rapi. Sepanjang jalan ditanami pohon gayam. ( K. P. H. Brongtodiningrat, 1940: 10) Kelima plengkung atau gerbang tersebut : Gambar 1. Plengkung Jagasura/plengkung Gerjen Dokumentasi penulis

6 6 Plengkung Jagasura atau plengkung Gerjen karena berada di Gerjen atau dekat dengan kampung Kauman dan salah satu diantara dua plengkung yang menghadap ke utara sebelah timur. Kata Jagasura berasal dari dua kata yakni jaga yang berarti menjaga dan Sura yang berarti berani sehingga dapat diartikan gerbang komplek kraton yang melambangkan rasa keberanian. Plengkung Jagasura ini pada saat penyerbuan ekspedisi militer Kerajaan Inggris pada yang diceritakan Mayor William Thorn menjadi target awal yang dipimpin Letnan Kolonel Watson untuk serangan pengalih perhatian pasukan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Target sebenarnya adalah plengkung Tarunasura atau plengkung Wijilan yang berlokasi di baratnya dengan meledakkan gudang mesiu yang terletak di sudut benteng timur laut. Gambar 2. Plengkung Tarunasura/plengkung Wijilan Dokumentasi penulis Plengkung Tarunasura atau plengkung Wijilan yang terletak di Timur Laut Alun-Alun utara, dinamakan demikian karena terletak di daerah Wijilan dan salah

7 7 satu diantara dua plengkung yang menghadap ke utara sebelah barat. Kondisi plengkung ini masih utuh dan terawat dengan baik. Plengkung Tarunasura pada saat penyerbuan ekspedisi militer Kerajaan Inggris pada yang diceritakan Mayor William Thorn (1815) menjadi akses masuk bagi barisan pasukan Letnan Kolonel McLeod. Setelah sudut menara beteng timur laut yang terdapat gudang mesiu terletak di sebelah timur plengkung Tarunasura diledakkan oleh barisan pasukan yang dipimpin Letnan Kolonel Watson bersama sebagian dari resimen ke empat belas, sebagian dari pasukan Light Infantry Bengali, bersama pasukan granat pimpinan Letnan Kolonel McLeod, dari resimen ke lima puluh sembilan, pasukan sayap, dan pasukan riffle dari resimen ke tujuh puluh delapan. Hal tersebut yang membuat kerusakan cukup parah di sudut beteng bagian timur laut dan hingga sekarang hanya tersisa tiga bastion yaitu sudut beteng tenggara masyarakat Yogyakarta menyebut Pojok Beteng Wetan. Sudut beteng barat daya yang disebut Pojok Beteng Kulon. Sudut beteng barat laut yang disebut Pojok Beteng Lor. Diceritakan pula bagaimana pasukan Kerajaan Inggris diawali oleh Pasukan Sepoys di barisan terdepan memiliki cara khusus untuk menembus beteng pertahanan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Cara khusus tersebut diawali dengan melewati atau menyeberangi parit pertahanan, cepat-cepat melintasi bibir parit, kemudian seorang prajurit memposisikan diri di bawah celah-celah beteng untuk dinaiki oleh prajurit lain di bagian bahu dan segera memanjat masuk dan menghunus bayonet. Kemudian para prajurit tersebut menguasai area gerbang atau plengkung untuk kemudian

8 8 menurunkan jembatan tarik sebagai jalan masuk bagi barisan pasukan lainnya. (Mayor William Thorn, 1815: ) Gambar 3. Plengkung Jagabaya/plengkung Tamansari Dokumentasi penulis Plengkung Jagabaya atau plengkung Taman Sari terletak di sebelah barat, maka plengkung ini juga dinamakan demikian karena berada di daerah Tamansari, kondisi saat ini juga sudah tidak berupa plengkung hanya berupa gapura bentar. Gambar 4. Plengkung Madyasura/plengkung Gondomanan Dokumentasi penulis Plengkung Madyasura atau plengkung Gondomanan terletak di sebelah timur tepatnya berada di Mantrigawen sebelah selatan Purawisata ke arah barat. Plengkung ini pada tanggal 23 Juni 1812 ditutup sehingga plengkung tersebut dikenal juga plengkung Buntet atau plengkung Tambakbaya atau plengkung Gondomanan.

9 9 Namun pada pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII plengkung Tambakbaya atau plengkung Gondomanan dibongkar dan dijadikan gerbang bentar. Pada saat penyerbuan ekspedisi militer Kerajaan Inggris pada Juni 1812 yang diceritakan Mayor William Thorn, plengkung Madyasura menjadi seolah-olah tertutup karena banyaknya jumlah prajurit Kraton Kesultanan Yogyakarta yang mati tergeletak dan ditumpuk di gerbangnya. Gambar 5. Plengkung Nirbaya/plengkung Gading Dokumentasi penulis Plengkung Nirboyo atau plengkung Gading terletak di sebelah selatan. Bentuk bangunan masih seperti aslinya yakni berupa plengkung. Plengkung ini merupakan satu-satunya pintu keluar raja yang mangkat atau wafat untuk dimakamkan di Makam Raja-Raja Imogiri, sehingga selama Sultan masih hidup tidak diperkenankan melewati plengkung Nirbaya atau plengkung Gading ini. Saat penyerbuan barisan pasukan Kerajaan Inggris pada 1812 plengkung Nirbaya menjadi fokus serangan yang dipimpin Letnan Kolonel Dewar bersama sebagian pasukan Light Infantry Bengali, serta pasukan batalion sukarela ketiga dan dibantu oleh Korps Pangeran Prangwedana. Pertempuran di bagian plengkung

10 10 Gading tergolong besar yang berhasil dikuasai barisan gabungan pasukan Kerajaan Inggris, tetapi tidak terlalu berdampak buruk pada fisik plengkung. Dari kelima gerbang atau plengkung yang mengelilingi beteng Kraton yang menjadi fokus pembahasan adalah gerbang atau plengkung Nirbaya. Plengkung Nirbaya atau plengkung Gading ini menggambarkan batas periode seorang anak yang menginjak dari masa kanak-kanak ke masa pubertas. Diibaratkan sebagai pohon asem yang mempunyai karakter nengasemkaken artinya suka menghias diri (nata sinom). Sinom berarti daun asem yang masih muda dan berwarna hijau muda, sangat menarik dan ornamennya diibaratkan sebagai rambut halus di dahi pemuda. Beberapa perumpamaan itu mengartikan bila terus dijaga akan menambah keindahan atau keelokan dari area plengkung Gading. ( K. P. H. Brongtodiningrat, 1940: 13) Plengkung Gading yang pada tahun 2015 berusia 259 tahun tetap keutuhannya dan masih asli bentuk dan rupanya, dapat digolongkan menjadi Benda Cagar Budaya (BCB) apabila berkaca pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 pedoman penetapan BCB. BCB adalah benda buatan manusia yang bergerak atau tidak bergerak berupa kesatuan atau kelompok atau bagianbagian dan sisa-sisanya yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. BCB dapat berupa bangunan, salah satunya adalah benteng dan plengkung Nirbaya atau plengkung Gading Kraton Kesultanan Yogyakarta. Pemerintah menetapkan landasan hukum untuk pemeliharaan BCB. Seperti dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya yang

11 11 membahas pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. Hal tersebut melaksanakan kewajiban untuk melindungi dan memelihara BCB sesuai kaidah pelestarian dan klasifikasi bangunan yang dilindungi dan dilestarikan dan peraturan perundang-undangan. Hal ini menjelaskan bahwa bangunan gedung dan/atau lingkungannya yang telah ditetapkan menjadi BCB akan dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Pemanfaatan untuk menjaga kelestarian benda atau bangunan cagar budaya juga mengalami revitalisasi. Dalam pengertian umum revitalisasi dapat diartikan proses, cara, atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali. Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi. Proses revitalisasi sebuah kawasan atau bagian kota mencakup perbaikan aspek fisik dan aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang kota. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Dampak Pemanfaatan dan Revitalisasi Area Plengkung Gading Bagi Masyarakat. Plengkung Gading merupakan bagian beteng pertahanan milik Kraton Kasultanan Yogyakarta yang terletak di sisi sebelah selatan. Plengkung Gading digunakan juga sebagai pintu

12 12 keluar raja yang sudah meninggal untuk dimakamkan di Makam Raja-Raja di Imogiri. Sekarang menjadi salah satu ikon pariwisata yang banyak diminati, terutama dikalangan pemuda. Sebagai contoh Festival Kebudayaan Yogyakarta yang mengambil latar bangunan plengkung Gading. 1.2.Rumusan Masalah Keberadaan BCB yang harus dilestarikan dan dimanfaatkan, peneliti menemukan permasalahan yang terjadi di lingkungan benteng Kraton Kasultanan Yogyakarta, tepatnya di sisi benteng sebelah selatan yaitu plengkung Gading. Rumusan permasalahan plengkung Gading diantaranya adalah: 1. Bagaimana pemanfaatan dan revitalisasi bangunan cagar budaya plengkung Gading dan sekitarnya? 2. Apa dampak dari pemanfaatan dan revitalisasi bagi masyarakat sekitar plengkung Gading? 1.3.Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pemanfaatan dan revitalisasi bangunan cagar budaya plengkung Gading dan sekitarnya. 2. Mengetahui dampak dari pemanfataan dan revitalisasi bagi masyarakat sekitar plengkung Gading

13 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang ada penelitian tentang benteng sudah pernah ada yang membahas yaitu Azwar Sutihat (2008) dalam skripsi Aspek-Aspek Pemilihan Lokasi Benteng Lodewijk di Selat Madura dan Keterkaitannya dengan Strategi Pertahanan H. W Daendels menyebutkan tentang aspek pemilihan lokasi di benteng Lodewijk dengan keterkaitannya dengan strategi pertahanan dari Daendels. Pembahasan mengenai benteng juga pernah dibahas oleh Nurachma Iriyanto (2010) dalam tesis Benteng-Benteng Kolonial Eropa di Pulau Ternate membahas tentang peninggalan-peninggalan bangsa Eropa yang pernah singgah di Ternate dan membangun benteng pertahanan untuk pelayaran dan perdagangan di Maluku Utara. Sejarah penyerangan oleh Kerajaan Inggris terhadap Kraton Kesultanan Yogyakarta oleh Mayor William Thorn (1815). Memberikan gambaran kondisi benteng pertahanan Kraton Kesultanan Yogyakarta saat penyerangan pasukan gabungan Kerajaan Inggris sejak tanggal 17 hingga 20 Juni Gambaran yang termasuk dalam catatan Penaklukan Pulau Jawa tersebut, sangat membantu penulis dalam menjelaskan sejarah tinggalan benteng pertahanan yang menjadi satu kesatuan dengan plengkung Gading. Untuk penelitian Dampak Pemanfaatan dan Revitalisasi Area Plengkung Gading Bagi Masyarakat belum ada yang membahas. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas dan meneliti hal tersebut.

14 Ruang Lingkup Penelitian BCB berupa plengkung Gading dimana zaman dahulu digunakan sebagai pintu keluar masuk raja Kraton Kasultanan Yogyakarta yang sudah wafat dan akan dimakamkan di Imogiri. Secara fisik BCB yang masih terjaga keasliannya hingga sekarang mempunyai daya tarik sendiri. Mengingat bangunan cagar budaya yang ada di Nusantara banyak yang mengalami perubahan bahkan hilang. Oleh karena itu pemanfaatan BCB plengkung Gading harus mengalami pemanfaatan dan revitalisasi sehingga bisa memunculkan dampak positif yang dirasakan warga sekitar berupa dampak bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan yang dilestarikan melalui proses penetapan. Sekarang ini kawasan sekitar plengkung Gading dijadikan sebagai tempat bertemu dan berkumpulnya masyarakat. Dari sinilah masyakarakat sekitar dapat memanfaatkan plengkung Gading sehingga dapat meningkatkan perekonomian. Ruang lingkup penelitian ini berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 62 Tahun 2013 tentang pelestarian Cagar Budaya adalah zona inti dari plengkung Gading. Zona inti yang dimaksud adalah Zona Inti (Protection Zone) adalah kawasan atau area yang dibutuhkan untuk pelindungan langsung bagi suatu Cagar Budaya untuk menjamin kelestarian cagar budaya. Berikut gambar dari zona inti plengkung Gading dilihat dari arah utara :

15 15 Gambar 6. Zona inti plengkung Nirbaya/plengkung Gading Sumber Zona Inti dari gambar 6 adalah obyek penelitian ini. Penulis berusaha untuk meneliti, menelusuri dan mempelajari apa saja pemanfaatan dan revitalisasi yang memberikan dampak kepada masyarakat dengan tetap mempertimbangkan unsur pelestarian dan perawatan dari plengkung Gading. Gambar 7. Kiri denah Kraton Kesultanan Yogyakarta buatan Belanda dan kanan posisi plengkung Gading pada denah tersebut Sumber Penulis membatasi ruang lingkup penelitian hanya di area plengkung Gading karena pemanfaatan dan revitalisasinya cukup untuk penyusunan skripsi penelitian ini.

16 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode induktif, sedangkan penelitian ini bersifat deskriptif. Deskriptif digunakan untuk menggungkapkan nilai penting yang meliputi variabel pemanfaatan cagar budaya bangunan untuk sektor pariwisata. Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif adalah sebuah metode yang berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan yang sedang berlangsung. Adapun tahap-tahap yang akan dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, studi pustaka. Dan wawancara. Pengertian observasi disini berarti pengamatan data arkeologi secara langsung di lapangan untuk kemudian dilakukan pencatatan dari hasil observasi. Observasi lapangan biasanya merupakan kegiatan mengidentifikasi dan pencatatan data yang ada secara lengkap (Tanudirdjo, 1968:31). Setelah pengumpulan data di lapangan selesai, tahap pencarian data dilanjutkan melalui studi pustaka digunakan untuk melihat data-data yang berasal dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Studi pustaka bersumber dari buku, arsip, artikel atau laporan penelitian yang berhubungan dengan objek penelitian. Wawancara dilakukan untuk mengetahui perubahan apa saja yang terjadi dengan kondisi perubahan plengkung Gading dari masa ke masa. Wawancara

17 17 dilakukan dengan metode wawancara terbuka yaitu dengan memberikan pertanyaan yang memungkinkan untuk mendapatkan jawaban dari informan secara luas. Wawancara dilakukan kepada pihak yang mengetahui berbagai hal mengenai perubahan kondisi plengkung Gading. (2) Deskripsi data Tahap deskripsi data merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan gambaran data yang memuat informasi. Informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan data. Selain deskripsi melalui tulisan, data diperoleh, diinformasikan dengan gambar atau foto untuk bisa menjelaskan mengenai objek penelitian. (3) Analisis data Penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif yang mencoba menjabarkan dan menjelaskan tentang persoalan atau permasalahan yang menjadi sasaran penelitian berdasarkan data yang tidak dapat diukur dengan angka-angka (Tanudirdjo, 1988: 33). Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan meliputi pemanfaatan dan revitalisasi. (4) Kesimpulan Dari hasil analisis data, maka didapatkan suatu kesimpulan yang diharapkan bisa menjelaskan tentang dampak pemanfaatan dan revitalisasi plengkung Gading bagi masyarakat.

18 BAB II PEMANFAATAN DAN REVITALISASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA PLENGKUNG GADING 2.1.Upaya Perlindungan Plengkung Nirbaya/Plengkung Gading Benda cagar budaya adalah benda buatan manusia yang bergerak atau tidak bergerak berupa kesatuan atau kelompok atau bagian-bagian dan sisa-sisanya yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Selain itu benda cagar budaya diartikan juga sebagai benda yang dianggap memiliki arti penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, seni dan kebudayaan yang perlu mendapat perlindungan dari pemerintah. Upaya pemerintah dapat meliputi proses atau kegiatan pelestarian dengan cara melakukan pendaftaran, pemeliharaan, pengawetan, pemugaran, ekskavasi, pengamanan dan penyelamatan serta perizinan pengelolaannya. Benda cagar budaya dan situs menurut Meike Imbar (1997: 18) berarti pula membicarakan peninggalan sejarah. Keberadaan cagar budaya ini menurut sifatnya dapat dibagi dalam dua golongan yaitu benda-benda bergerak; dan benda-benda tak bergerak. Termasuk dalam golongan ini adalah benda-benda yang dengan mudah dapat dipindah-pindahkan tempatnya, sedangkan benda-benda tidak bergerak pada umumnya merupakan bangunan yang tidak mudah dipindah-pindahkan dan mempunyai satu kesatuan dengan situsnya. 18

19 19 Menurut kriteria dalam UU No. 11 tahun 2010 tentang benda cagar budaya dijelaskan: 1. bahwa budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; 2. bahwa untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya; 3. bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya; 4. bahwa dengan adanya perubahan paradigma pelestarian cagar budaya, diperlukan keseimbangan aspek ideologis, akademis, ekologis, dan ekonomis guna meningkatkan kesejahteraan rakyat; Dalam UU No. 11 tahun 2010 pasal 1 dijelaskan bahwa jenis cagar budaya dapat dibedakan dalam : (1) Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan

20 20 keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. (2) Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagianbagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. (3) Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. (4) Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. (5) Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. (6) Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan /atau memperlihatkan ciri tata ruang khas. Cagar budaya sebagai salah satu bagian dari sejarah perjuangan bangsa dapat difungsikan sebagai bahan kajian nilai sejarah suatu bangsa, khususnya Indonesia. Keberadaan cagar budaya ini merupakan warisan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar. I Gede Widja (1989: 60) menjelaskan bahwa benda cagar

21 21 budaya yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai media pengajaran dan alat bantu untuk mendukung usaha-usaha pelaksanaan strategi serta metode mengajar. Oleh karena itu benda cagar budaya memiliki manfaat untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Menurut Uka Tjandrasasmita (1985: 101) fungsi dari cagar budaya adalah sebagai bukti-bukti sejarah dan budaya yang dapat menjadi alat atau media yang mencerminkan cipta, rasa dan karya leluhur bangsa, yang unsurunsur kepribadiannya dapat dijadikan suri tauladan bangsa, kini dan mendatang dalam rangka membina dan mengembangkan kebudayaan nasionalnya berlandaskan Pancasila; (1) alat atau media yang memberikan inspirasi, aspirasi dan akselerasi dalam pembangunan bangsa baik material maupun spiritual, sehingga tercapai keharmonisan diantara keduanya; (2) obyek ilmu pengetahuan di bidang sejarah dan kepurbakalaan pada khususnya dan ilmu pengetahuan lain pada umumnya; (3) alat pendidikan visual kesejarahan dan kepurbakalaan serta kebudayaan bagi peserta didik untuk memahami budaya bangsa sepanjang masa; (4) alat atau media untuk memupuk saling pengertian di kalangan masyarakat dan bangsa serta umat manusia melalui nilai-nilai sosial budaya yang terkandung dalam peninggalan sejarah dan purbakala sebagai warisan budaya dari masa lampau;

22 22 (5) sebagai media untuk memupuk kepribadian bangsa di bidang kebudayaan dan ketahanan nasional; dan (6) sebagai obyek wisata yang mungkin dapat menambah pendapatan masyarakat daerah sekitarnya. Fungsi lain dari keberadaan cagar budaya adalah: (1) sebagai pola dan nara sumber insipirasi pengembangan teknologi dan sains pada bidang teknologi pemukiman, arsitektur dan teknologi; (2) sebagai obyek studi tentang berbagai aspek kehidupan masa lampau yang dapat menumbuhkan dan memperkuat kesadaran jati diri; dan (3) sebagai obyek wisata budaya yang dapat meningkatkan pendapatan penduduk, daerah dan nasional sekaligus memperluas lapangan kerja, memelihara kualitas lingkungan hidup, menumbuhkan saling pengertian antar bangsa, mendorong pembangunan sektor-sektor lain. (Neneng Dewi Setyowati 2004: 15) Pengertian dan fungsi dari keberadaan cagar budaya secara umum tersebut, maka mendorong cagar budaya itu dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar untuk lebih memahami nilai historis dari suatu cagar budaya. Kesadaran sejarah ini mendorong kesadaran untuk menghimpun jejak-jejak sejarah dari benda cagar budaya tersebut menjadi dianggap memiliki nilai penting. Optimalisasi cagar budaya sebagai sumber belajar dapat dilakukan secara berlanjut sehingga dapat menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pelestarian agar budaya sebagai salah satu bagian dari pemahaman terhadap sejarah perjuangan bangsa. Benteng merupakan salah satu bentuk dari bangunan cagar budaya, karena sebagai salah satu fasilitas pertahanan yang digunakan dalam rangka berlindung atau

23 23 mempertahankan diri dari serangan musuh, juga difungsikan lebih beragam dalam memfasilitasi kebutuhan masyarakat pendukungnya sebagai penjagaan. Pada benteng sisi selatan kraton ini mempunyai sebuah pintu yang berbentuk melengkung, disebut plengkung Gading atau plengkung Nirbaya. Plengkung Gading merupakan salah satu akses penghubung dari dalam kawasan kraton dengan lingkungan luar kraton. Bangunan plengkung Gading dikelilingi oleh parit yang mengitari seluruh kawasan kraton. Parit ini berguna untuk mencegah musuh masuk kedalam kraton dengan cara memanjat benteng pertahanan. Dalam hal ini benteng kraton sebelah selatan tepatnya berada di plengkung Gading termasuk dalam benda atau bangunan cagar budaya. Karena benteng kraton sisi selatan ini merupakan tonggak perlindungan kraton dari serangan musuh yang menghalau masuk ke dalam kraton. Plengkung Gading adalah pintu benteng yang sisi selatan yang masih terjaga keasliannya sejak dibangunnya benteng. Oleh karena itu plengkung Gading wajib untuk dijaga kelestariannya dan wajib untuk dimanfaatkan sebagai fungsi yang ada. Dalam Babad Mangkubumi pada awal 1785 petunjuk pertama dari arah sikap politik Putra Mahkota (Hamengku Buwana II anak dari Hamengku Buwana I) muncul ke permukaan. Sikap politik tersebut terkait dengan hubungan antara kesultanan dengan pihak kolonial Belanda. Sikap politik yang diwujudkan dengan pembangunan benteng pertahanan di sekeliling keraton dan diperkuat dengan

24 24 meriam-meriam yang diperoleh dari pihak Belanda yang bertepatan dengan kepulangan pasukan keraton dari Batavia pada tahun Pembangunan tersebut dicetuskan oleh Putra Mahkota saat pertemuan dengan ayahanda Hamengku Buwana I atau Mangkubumi. Pertemuan untuk membahas proyek pembangunan menambah komplek Taman Sari oleh Hamengku Buwana I ditolak oleh Putra Mahkota. Putra Mahkota memberikan masukan lebih baik untuk membangun benteng berdasarkan pengalaman dari keraton saat masih berada di Kotagedhe dahulu. Masukan juga didukung oleh kakak dari Putra mahkota yaitu Pangeran Arya Ngabei dan Pangeran Danureja. Dalam Babad Mangkubumi juga dijelaskan Hamengku Buwana I setuju dengan rencana pembangunan benteng disertai dengan penyerahan kekuasaan atas kerajaan kepada putra mahkota. Sebelum berdiri Kasultanan Yogyakarta, pada masa itu yang ada hanya kraton Kasunanan Surakarta yang pindah dari Kraton Mataram Kartasura. Ketika istananya masih berada di Kartasura, terjadi peristiwa pemberontakan orang-orang Tionghoa atau dikenal dengan Geger Pacinan pada tahun Pakubuwono II tidak berdaya menghadapi pemberontakan ini dan hanya dengan bantuan Belanda peristiwa itu dapat dipadamkan. Karena istananya Kartasura mengalami kerusakan yang parah sekali, sehingga ibukota dipindahkan ke desa Solo, kemudian dikenal dengan sebutan Surakarta. Pada masa pemerintahan Sultan Pakubuwana II di Kraton Surakarta tahun 1744, masih terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Tumenggung Mertopuro melawan Kraton Surakarta. Namun oleh Pangeran Mangkubumi (adik Pakubuwono II) Tumenggung Mertopuro dapat ditaklukan.

25 25 Dalam suatu perundingan antara Paku Buwono II yang didampingi oleh Pangeran Mangkubumi (penasehat kepercayaannya) dengan pihak Belanda yang diawali oleh Mr. Hoogerdoft yang tidak lain adalah utusan Belanda yang meminta Pakubuwono II untuk menyerahkan seluruh wilayah pesisir utara Jawa kepada VOC. Permintaan itu sebagai tuntutan atas jasa Belanda ketika berhasil memadamkan pemberontakan orang-orang Tionghoa di Kartasura. Pangeran Mangkubumi tidak menyetujui permintaan itu, meski tidak tahu bahwa kedudukan Pakubuwono II sangat sulit. Berawal dari masalah itu, Pangeran Mangkubumi kemudian memohon izin dan doa restu kepada Pakubuwono II untuk menentang dan mengangkat senjata melawan Kompeni belanda VOC. Setelah mendapat restu pada tanggal 21 April 1747, pangeran Mangkubumi meninggalkan Kraton Surakarta menuju ke dalam hutan bersama keluarga dan pasukannya yang setia untuk bergerilya melawan VOC. Dalam mengadakan perlawanan itu, Pangeran Mangkubumi bergabung dengan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa yang sudah lebih dahulu menentang Pakubuwono II dan VOC. Sebelum Pakubuwono II wafat, kekuasaan seluruh tanah Jawa sudah diserahkan kepada VOC pada tanggal 16 Desember Karena itu yang menobatkan atau mengangkat raja-raja di tanah Jawa keturunan Pakubuwono II adalah VOC. Setelah Pakubuwono II wafat, Belanda mengangkat Raden Mas Suryadi (Putra mahkota sebagai Sultan Pakubuwono III). Ia praktis jadi boneka, karena menurut kontrak politik, raja tersebut hanya berkedudukan sebagai peminjam tanah VOC.

26 26 Perlawanan Pangeran Mangkubumi terhadap Belanda semakin menghebat. Dalam setiap pertempuran pasukan Belanda selalu terdesak oleh serangan Pangeran Mangkubumi. bahkan ketika terjadi pertempuran sengit di sungai Bogowonto, semua pasukan belanda termasuk komandannya mati terbunuh. Akhirnya Belanda meminta kepada Mangkubumi untuk berunding. Kemudian terjadilah perjanjian antara ketiga pihak yaitu Pangeran Mangkubumi, Pakubuwono III dan VOC. Perjanjian itu diadakan di Desa Giyanti, Salatiga. Pada tanggal 13 Februari 1755 maka perjanjian tersebut dikenal dengan sebutan perjanjian Giyanti. Akibatnya perjanjian tersebut kerajaan Mataram dibagi menjadi dua bagian yaitu Kraton Kasunanan Surakarta dan Kraton Kasultanan Yogyakarta. Selanjutnya dengan daerah barunya itu, Pangeran Mangkubumi mendirikan kerajaan Mataram Yogyakarta di desa Beringin pada tahun Dan beliau bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I. Gelar lengkapnya adalah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Ngalogo Ngabdurahman Sayidan Panotogomo Khalifatullah Ingkang Jumeneng kaping I Ing Ngayogyakarta Hadiningrat. Tanggal 17 Juni 1812 dimana Letnan Gubernur beserta Komandan Angkatan Bersenjata tiba di Yogyakarta. Mereka langsung menyiapkan operasi militer dan mengirim pasukan berkuda untuk mencegat hubungan dengan pasukan belakang kraton dengan membakar dan menghancurkan jembatan-jembatan dan memporakporandakan kawasan sekitar. Mendengar kabar tersebut Kolonel Gillespie dikawal lima puluh tentara dari pasukan Dragoons untuk menyisir dan berkeliling beberapa

27 27 kali dan bertemu dengan pasukan berkuda milik Sultan namun tidak mengambil tindakan penyerangan. Komandan Angkatan Bersenjata menyembunyikan rencananya yaitu untuk membubarkan gerombolan pasukan musuh lewat peperangan. Melalui bantuan Crawford untuk membujuk dengan cara damai kepada kraton. Namun segala tawaran bahkan ancaman diacuhkan oleh kraton sehingga terjadilah peperangan. Aksi serang tersebut menyebabkan pasukan Dragoon maju menghunus pedang kearah musuh dan menyebabkan korban satu orang terbunuh dan satu orang terluka. Kraton atau tempat kediaman Sultan Mataram dan seluruh penghuni istana dikelilingi dan dipagari parit yang berisi air yang lebar dan dilengkapi dengan jembatan tarik, dimana benteng berdiri tinggi, kokoh dan tebal serta adanya menara-menara yang dijaga penjaga yang disenjatai hampir seratus meriam. Di dalam kraton terdapat banyak sekali taman dan kebun yang terlindungi oleh tembok-temok tinggi, kokoh dan sulit untuk ditembus. Akses pintu utama alun-alun bagian depan sudah diletakkan dua baris meriam menghadap pintu masuk yang kanan-kirinya diperkuat dengan pos persenjataan. Sebanyak tujuh belas pasukan berdiri untuk menjaga pos tersebut. Sementara orang-orang bersenjata sebanyak ratusan orang menjaga bagian luar kampung-kampung dan menjaga tembok sepanjang sisi jalanjalan yang mengarah kearah kraton. Tanggal 19 Juni 1812 malam Kolonel Gillespie memerintahkan seluruh pasukan baik pasukan berkuda maupun infantri masuk ke dalam

28 28 benteng sambil menciptakan efek untuk melenakan pihak kraton yang pada saat itu penjagaannya sudah mulai longgar. Hal tersebut dilakukan guna memberi kesan bayangan mereka terhadap kemungkinan akan adanya serangan besar yang tengah dipersiapkan untuk menggempur kraton itu tidak benar. Barisan pasukan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Watson bersama sebagian dari resimen ke empat belas, sebagian dari pasukan Light Infantry Bengali bersama pasukan barisan granat pimpinan Letkol Kolonel Mc Leod dari resimen ke lima puluh sembilan, pasukan sayap dan pasukan riffle dari resimen ke tujuh puluh delapan menyusun peperangan utama. Barisan pasukan segera bergerak memutari menara benteng sisi timur laut tepatnya di sekitaran plengkung Wijilan atau plengkung Tarunasura. Ketika tanda peringatan ditembakkan dari gardu jaga benteng timur laut terjadilah peperangan. Melalui benteng pertahanan pasukan kraton menembaki musuh melalui celah-celah kecil yang ada pada bastion beteng. Letnan Kolonel Watson menyerbu puncak benteng, pasukan Sepoys menyeberang parit pertahan milik kraton dan disudut benteng yang pertama kali diserang oleh musuh. Namun pasukan Letnan Kolonel Mc Leod berhasil menyeberangi parit jembatan tarik pertahan kraton dengan cara memanjat menaiki pundak para tentara sepasukan. Kraton membalas serangan yang dilancarkan musuh melalui tembakan meriam sepanjang jalan barat daya menara benteng. Sehingga mampu membuka barisan pasukan Letnan Kolonel Dewar. Dan menyebabkan Tumenggung Senopati Diningrat menjadi korban. Dimana Tumenggung Senopati Diningrat adalah salah satu dari penasehat penting Sultan dan penghasut utama

29 29 dalam setiap pertentangan dengan perintah berbahasa Inggris. Sehingga menyebabkan pasukan kraton bercerai berai dan musuh dapat merampas senjata-senjata yang dimiliki kraton. Selama berlangsungnya peperangan, Kolonel Gillespie telah mengatur pasukan kavaleri dan Horse Artillery dalam regunya masing-masing untuk saling mendukung satu sama lainnya dan untuk menyisir jalan-jalan yang mengitari kraton, kemudian memutus akses pelarian para buronan dari benteng dari segala arah. Hal demikian dilakukan guna mencegah upaya pelarian diri Sultan ataupun para pengikutnya. Dan akhirnya Sultan yang lama diasingkan ke pulau Prince of Wales atau disebut dengan Pulau Pinang, sedangkan anaknya pangeran Putra Mahkota dinaikkan tahtanya sehingga menyandang nama dan gelar Hamengkubuwono III. Raja Solo yang juga sama-sama terintimidasi dan sekaligus kagum menyaksikan keberanian yang ditunjukkan oleh Kraton Yogyakarta langsung mengabulkan persyaratan yang ditawarkan kepadanya mewakili pemerintahan. Tindakannya diikuti oleh patih-patih lokal sehingga terciptalah supremasi Inggris atas seluruh pulau Jawa yang ditegakkan atas dasar yang kuat dan diikuti kejayaan yang tak tertandingi dalam catatan sejarah wilayah sejauh ini. (Mayor William Thorn, 1815: ) Terjadinya peristiwa-peristiwa sejarah di benteng-benteng kraton termasuk dalam benda atau bangunan cagar budaya yang hanya bisa diketahui dan direkonstruksi ketika wujud bentengnya masih dapat kita lihat. Sehingga plengkung Gading wajib untuk dilestarikan keberadaannya.

30 Pemanfaatan Plengkung Nirbaya/Plengkung Gading Bangunan bersejarah berupa plengkung Gading mempunyai beberapa fungsi dan manfaat dari bangunan bersejarah tersebut, diantaranya : Objek Pariwisata Pariwisata mempunyai peran yang cukup strategis dalam pembangunan perekonomian terutama dalam meningkatkan penerimaan devisa, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan masyarakat, memberikan peluang dan kesempatan bekerja hingga akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari situ terlihat bahwa sektor pariwisata mampu untuk mendongkrak laju perkembangan ekonomi suatu daerah melalui usaha-usaha yang termasuk dalam industri pariwisata. Dampak ekonomi bagi destinasi wisata bisa berupa pendapatan berupa pajak, sumber mata pencaharian, penyerapan tenaga kerja, multiplier-effect, pemanfaatan fasilitas pariwisata, bersama dengan masyarakat lokal dan sebagainya, pariwisata merupakan suatu sistem seperti jaring laba-laba yang saling terkait antara satu bidang dengan bidang yang lainnya, tetapi dapat dilihat bahwa kunci penggeraknya adalah wisatawan yang datang ke suatu daerah tersebut. Peran wisatawan sangatlah penting bagi penggerak bidang yang lain seperti ekonomi suatu daerah Objek Penelitian dari Berbagai Disiplin Ilmu Bangunan-bangunan yang tersebar di beberapa lingkungan/ pelosok kota adalah sumber ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan objek penelitian bagi perkembangan dari berbagai disiplin ilmu, baik itu untuk ilmu sejarah, bagaimana

31 31 dan sejak kapan arsitektur itu berkembang di daerah ini, atau dengan bangunan itu dapat berbicara tentang lingkup sejarah pada masa itu hingga sekarang. Karena bangunan merupakan tinggalan yang sangat berharga sebagai peninggalan sejarah yang telah ada. Dalam hasil laporan ekskavasi benteng kraton dan plengkung Gading yang dilakukan pada tanggal 9 sampai 28 Februari 1988 yang disusun oleh tim Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada mengemukakan bahwa telah ditemukan data-data baru untuk memberikan dimensi baru tentang rekonstruksi benteng kraton. Dari data tersebut telah dietahui bahwa benteng kraton telah mengalami beberapa kali perubahan dan perluasan-perluasan yang dapat terlihat pada bangunan bastion dan plengkung gading itu sendiri. Hasil ekskavasi tersebut ditemukan beberapa temuan yaitu berupa struktur, artefak, ipsefak dan feature. Bahwa bastion lama susunan bata berspesi berbentuk lengkung (melingkar) dan lantai berplester. Bastion lama memiliki bentuk lebih sempit dan lebih rendah dibanding bastion baru yang ada sekarang. Bastion dilengkapi dengan relung tempat berlindung dan berjaga di sudutnya dan lubang-lubang pengintai. Lubang pengintai ini berbentuk persegi dengan dasar dibuat miring (bagian luar tidak sama dengan bagian dalam). Lubang bastion lama dengan bastion yang baru berbeda dasar lubang pengintai pada bastion baru melandai ke dalam. Sedangkan lubang bastion lama melandai ke luar.

32 32 Lubang pengintai melandai ke luar memungkinkan orang untuk menggunakan jenis senjata yang dapat diangkat tangan dan dapat diarahkan ke bawah. Sebaliknya dasar lubang pengintai melandai ke dalam memungkinkan berhubungan dengan telah digunakannya jenis senjata baru (meriam). Dengan maksud agar penggunaan jenis senjata ini lebih aman jika dibandingkan dengan dasar yang melandai ke luar yang jelas dengan semakin ditinggalkannya tembok benteng dan bastion sudah barang tentu berhubungan dengan sistem perkembangan teknologi persenjataan. Dengan demikian dapatlah diperkirakan bahwa perluasan dan peninggian bastion berhubungan dengan adanya tuntutan yang semakin berkembang di dalam sistem pertahanan. Susunan fondasi bata berspesi yang berbentuk melingkar (melengkung). Struktur ini tidak diberi plester, dalam posisi di dalam tanah. Antara struktur satu dengan lain saling berkaitan. Lengkung-lengkung fondasi mengarah ke sudut bastion atau ke dinding bastion. Fondasi ini berada di dalam tanah artinya terpendam tanah. Di atas permukaan berbentuk melingkar tersebut juga hanya ditutup dengan tanah. Dari struktur diatas adanya hubungan dengan dinding bastion dan lubang pengintai daripada dengan struktur fondasi. Itulah sebabnya mengapa lantai berplester tersebut ditemukan menyatu dengan dinding bastion dan lubang pengintai. Susunan fondasi bata berspesi yang berbentuk melingkar (melengkung) dilihat dari arah lengkung (cekungan) dan konstruksinya yang saling berkaitan maka dapat diduga bahwa struktur ini berfungsi sebagai penahan atau penyangga tanah.

33 33 Dengan struktur tersebut, tanah urug yang dipergunakan untuk meninggikan halaman dalam bastion tidak mudah terkena erosi atau mengalami longsor. Struktur semacam ini memang diperlukan mengingat bahwa tanah urug pada bastion tersebut cukup tinggi, hampir sama dengan tinggi tembok bastion. Adanya lubang berbentuk segitiga pada struktur dimaksudkan untuk lubang peresapan air pada waktu hujan. Temuan lantai berplester nampaknya secara fungsional berhubungan dengan lubang pengintai karena disekitar lubang pengintai sering digunakan untuk kegiatan penjagaan, maka daerah tersebut perlu diperkeras dan agak ditinggikan dari permukaan tanah sekitarnya. Pengerasan pada lantai tersebut selain untuk memberikan rasa nyaman kepada petugas jaga, juga untuk keperluan menempatkan senjata. Dari penggalian penyelamatan di atas juga ditemukan temuan non artefak yaitu berupa keramik lokal dan keramik asing. Keramik ini termasuk ke dalam porselin, fragmen marmer, manik-manik dan tutup dengan motif tulisan remove before firing. Ditemukan juga ipsefak berupa tulang-tulang binatang dan arang. Jenis temuan artefak dan ipsefak tersebut ditemukan dilapisan tanah biasa dan sebagian ditemukan feature. Bentuk-bentuk feature ditemukan menunjukkan bekas tempat pembuangan sampah. Perubahan fungsi mungkin disebabkan oleh perkembangan teknologi yang berlaku. Pada masa pebuatan benteng lama mungkin jenis senjata yang digunakan pada masa penggunaan benteng baru.

34 34 Gambar 8. Plengkung Gading pada malam hari pada tahun 2014 Dokumentasi penulis Gambar 9. Plengkung Gading pada tahun 1988 Sumber Plengkung Gading pernah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan tersebut antara lain berupa penambahan panjang lorong plengkung, penambahan tembok sekat sayap plengkung dan peninggian tembok.

35 35 Data-data hasil ekskavasi pada tahun 1988 menunjukkan bahwa lorong plengkung yang asli mempunyai ukuran yang lebih pendek daripada lorong plengkung sekarang. Data ini terlihat pada kubah atap lorong plengkung yang menunjukkan bahwa atap plengkung bagian utara merupakan tambahan baru. Bagian atap yang baru mempunyai denah berbentuk persegi, sedangkan bagian lama mempunyai bentuk lengkung kubah. Pada batas antara kedua atap baru dan atap lama terdapat bekas dasar relung, seperti yang terdapat pada bagian tympanum sebelah selatan. Dengan data ini dapat diperkirakan bahwa plengkung gading yang asli dulunya mempunyai dua tympanum lengkap dengan relung di tengahnya, baik di bagian luar atau selatan maupun dibagian dalam atau utara. Tembok tympanum tersebut kemudian dibongkar karena alasan perluasan atap plengkung. Penambahan atap plengkung ini diperkirakan juga berhubungan dengan pengembangan fungsi, dimana diperlukan ruang atas plengkung yang lebih luas untuk kepentingan pertahanan atau untuk memperlancar lalu lintas orang berkendara. Kawasan benteng sisi selatan kraton tepatnya di plengkung Nirbaya atau plengkung Gading dapat digunakan sebagai objek penelitian. Hal ini dikarenakan bangunan bekas benteng ini sekarang beralih fungsi pemanfaatannya menjadi pemukiman bagi para penduduk, baik di sisi utara benteng atau sisi selatan pertahanan yang digunakan untuk menghalau musuh, sehingga musuh tidak dapat memasuki area kraton.

36 36 Parit atau saluran air berdasarkan terbentuknya dibedakan menjadi dua yaitu saluran air ilmiah dan saluran air buatan. Saluran air ilmiah terbentuk melalui proses alamiah yang berlangsung lama. Saluran air terbentuk akibat gerusan air sesuai dengan kontur tanah. Saluran air alamiah ini terbentuk pada kondisi tanah yang cukup kemiringannya, sehingga air mengalir dengan sendirinya menuju permukaan tanah yang lebih rendah sampai ke sungai, danau, atau lautan. Saluran air buatan adalah suatu sistem yang dibuat dengan maksud tertentu dan merupakan hasil rekayasa berdasarkan perhitungan dan perencanaan. Tujuan dari saluran air buatan ini antara lain dalam upaya penempurnaan atau melengkapi sistem drainase alam yang ada, pembuangan limbah dan penyaluran air irigasi untuk keperluan pertanian. Saluran air buatan dapat berbentuk saluran air yang hanya merupakan alur galian tanah tanpa perkuatan dinding atau dasar saluran atau saluran air yang dinding atau dasar salurannya diperkuat atau diperkeras (Djoko Marihandono,2010: 3) Sumber Devisa yang Dapat Menambah Pendapatan Daerah Banyaknya tinggalan bangunan bersejarah di daerah tertentu, dapat menjadikan sebagai objek wisata yang menarik para wisatawan yang pada akhirnya dapat menambah devisa, guna meningkatkan daya tarik para wisatawan, penataan dan pemeliharaan kembali bangunan-bangunan bersejarah perlu dilestarikan dan dikembangkan, dengan adanya sedikit catatan mengenai sejarah bangunan tersebut hal ini akan menarik perhatian orang Pengayoman Budaya Daerah Setempat

37 37 Bangunan-bangunan kuno yang ada berarsitektur indah dapat dijadikan aset bagi daerahnya dan menjadikan ciri mandiri dari kota, sehingga sebuah kota yang penuh dengan bangunan kuno yang terpelihara dengan baik adalah cermin budaya masyarakatnya yang sekaligus pula menjadi ciri kebanggaan daerah setempat, karena bangunan bersejarah adalah sumber sejarah yang dapat dan mampu berbicara apa adanya sesuai dengan perjalanan waktu. Bangunan bersejarah dapat dimiliki oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan. Pemanfaatan bangunan bersejarah yang dilindungi dan dilestarikan dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Hal tersebut dalam artian tetap melaksanakan kewajibannya untuk melindungi dan memelihara benda cagar budaya tersebut kaidah pelestarian dan klasifikasi bangunan yang dilindungi dan dilestarikan serta sesuai dengan peraturan perundangundangan. Hal ini menjelaskan bahwa bangunan gedung dan/atau lingkungannya yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya akan dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dari fungsi pemanfaatan di atas dapat diaplikasi pada bangunan atau benda cagar budaya yaitu pada sebuah benteng. Benteng dalam bahasa Inggris adalah fort, secara umum fort dapat didefinisikan sebagai sebuah bangunan militer atau bangunan yang didirikan untuk tujuan pertahanan.

SEMINAR NASIONAL ARSITEKTUR PERTAHANAN (ARSHAN) 2014 Insting Teritorial dan Ruang Pertahanan

SEMINAR NASIONAL ARSITEKTUR PERTAHANAN (ARSHAN) 2014 Insting Teritorial dan Ruang Pertahanan TRANSFORMASI FUNGSI ARSITEKTUR PERTAHANAN KERATON DALAM KONTEKS MASA LALU DAN MASA KINI (Studi Kasus: Beteng dan Plengkung Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat) Dimas Hastama Nugraha Balai Litbang Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah usaha untuk memperluas, menjamin lalu lintas perdagangan rempah-rempah hasil hutan yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 013/M/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 013/M/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 013/M/2014 TENTANG BANGUNAN UTAMA HOTEL TOEGOE SEBAGAI BANGUNAN CAGAR BUDAYA PERINGKAT NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari pengaruh saat Keraton Yogyakarta mulai dibuka sebagai salah satu obyek kunjungan pariwisata

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya.

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya. BAB V KESIMPULAN Keadaan umum Kebumen pada masa kemerdekaan tidak jauh berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Konflik atau pertempuran yang terjadi selama masa Perang Kemerdekaan, terjadi juga di Kebumen.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli yang dibangun pada tahun 1906 M, pada masa pemerintahan sultan Maamun Al- Rasyid Perkasa Alamsjah.Masjid

Lebih terperinci

Benteng Fort Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Robert Sharer dan Wendy Ashmore mengartikan arkeologi sebagai ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Robert Sharer dan Wendy Ashmore mengartikan arkeologi sebagai ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Robert Sharer dan Wendy Ashmore mengartikan arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat dan budaya masa lampau melalui tinggalan materialnya. Arkeologi

Lebih terperinci

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta Firdha Ruqmana firdha.ruqmana30@gmail.com Mahasisw a Sarjana Program Studi A rsitektur,

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun BAB V KESIMPULAN Sri Sultan Hamengkubuwono IX naik tahta menggantikan ayahnya pada tanggal 18 Maret 1940. Sebelum diangkat menjadi penguasa di Kasultanan Yogyakarta, beliau bernama Gusti Raden Mas (GRM)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

MITIGASI, REHABILITASI DAN RECOVERY MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006

MITIGASI, REHABILITASI DAN RECOVERY MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 MITIGASI, REHABILITASI DAN RECOVERY MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 Rafki Imani Universitas Putra Indonesia YPTK Padang, Indonesia E-mail: rafimani17@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman budaya, suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang pencipta. Tak heran negara

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Untung Suropati. Untung Bersekutu Dengan VOC

Untung Suropati. Untung Bersekutu Dengan VOC Untung Suropati Untung Suropati lahir di Bali pada tahun 1660. Ia hidup pada masa Amangkurat II yang pernah memberikan restu kepadanya untuk menaklukan pasuruan. Menurut Babad Tanah Jawi, semasa kecil,

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan Rossler, 1995). Lanskap budaya pada beberapa negara di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Pengertian judul : MUSEUM MUSIK TRADISONAL JAWA TENGAH DI BENTENG VASTENBURG SURAKARTA adalah sebagai berikut : Museum : Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian

I. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian yang ada di Jawa. Sebelum daerah ini menjadi salah satu kerajaan yang berbasis Islam, di daerah

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu mesin penggerak perekonomian dunia yang terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap kemakmuran sebuah negara. Pembangunan pariwisata mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

BAB II FIRST IMPRESSION. perancang melakukan survey lokasi ke Istana Maimun, kesan pertama ketika perancang

BAB II FIRST IMPRESSION. perancang melakukan survey lokasi ke Istana Maimun, kesan pertama ketika perancang BAB II FIRST IMPRESSION Berdasarkan pengetahuan perancang tentang kondisi dan potensi yang mendasari perencanaan untuk penambahan fasilitas pada lokasi Istana Maimun. Selanjutnya, perancang melakukan survey

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten Alya Nadya alya.nadya@gmail.com Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan sebuah kota yang terletak di Propinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu bagian wilayah di Negara Indonesia. Kota ini dalam sejarahnya

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi Sultan ketika itu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi Sultan ketika itu. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun didirikan pada tahun 1906, dan selesai pada tahun 1909.Secara keseluruhan biaya pembangunan masjid ditanggung sendiri oleh Sultan Maamun Al-Rasyid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian

Lebih terperinci

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB III.1. TAMANSARI GAMBAR III.1. Umbul Winangun Tamansari dibangun pada tahun 1749, oleh sultan Hamengkubuwomo I (Pangeran Mangkubumi) kompiek ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Peninggalan sejarah merupakan warisan budaya masa lalu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Peninggalan sejarah merupakan warisan budaya masa lalu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Peninggalan sejarah merupakan warisan budaya masa lalu yang merepresentasikan keluhuran dan ketinggian budaya masyarakat. Peninggalan sejarah yang tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang sebelumnya dijajah oleh Jepang selama 3,5 tahun berhasil mendapatkan kemerdekaannya setelah di bacakannya

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain:

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: 4 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: Pencarian bahan melalui buku, artikel, dan literatur dari

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kota Yogyakarta 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta terletak di Pulau Jawa, 500 km ke arah selatan dari DKI Jakarta, Ibukota Negara

Lebih terperinci

ASAL MULA DESA TALAKBROTO

ASAL MULA DESA TALAKBROTO ASAL MULA DESA TALAKBROTO Pada suatu hari datanglah seorang wanita bernama Mbok Nyai (yang menurut penuturan masyarakat memang namanya adalah Mbok Nyai didapat dari para pengikutnya jika memanggilnya dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II SELAYANG PANDANG KOTA SURAKARTA

BAB II SELAYANG PANDANG KOTA SURAKARTA BAB II SELAYANG PANDANG KOTA SURAKARTA A. Riwayat Pemerintahan Kota Surakarta Kota Surakarta didirikan tahun 1745, yang ditandai dengan dimulainya pembangunan Keraton Kasunanan sebagai ganti keraton di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk wilayah Indonesia bagian barat. Karena letaknya berada pada pantai selat Malaka, maka daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Kraton Yogyakarta merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang ada di Kota Yogyakarta. Keberadaan Kraton Yogyakarta itu sendiri menjadi salah satu unsur

Lebih terperinci

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR Oleh: M Anwar Hidayat L2D 306 015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah, BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam membangun sumber daya diberbagai bidang pembangunan. Peran remaja pada usia produktif sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5 Disusun Oleh : Kelompok 5 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5 LATAR BELAKANG TOKOH PEMIMPIN KRONOLOGIS PETA KONSEP PERLAWANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli

PENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli PENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli APAKAH ARKEOLOGI Arkeologi terkait dengan identifiaksi atas jejak fisik manusia yang ditinggalakan oleh kehidupan masalampau ARKEOLOGI MARITIM Arkeologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa kawasan dan

Lebih terperinci

tanggal 19 Januari Perjanjian Renville antara lain mengenai garis demarkasi dan TNI yang masih berada dalam daerah pendudukan Belanda.

tanggal 19 Januari Perjanjian Renville antara lain mengenai garis demarkasi dan TNI yang masih berada dalam daerah pendudukan Belanda. 2 Perjuangan dalam mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia terus dilakukan. Pada tanggal 17 Januari 1948 perjanjian Renville akhirnya di tandatangani disusul dengan instruksi penghentian tembak menembak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKAKARTA

WALIKOTA YOGYAKAKARTA WALIKOTA YOGYAKAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 88 TAHUN 2009 TENTANG PENJABARAN STATUS KAWASAN, PEMANFAATAN LAHAN DAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Palembang muncul sebagai Kesultanan Palembang sekitar pada tahun 1659 dan

I. PENDAHULUAN. Palembang muncul sebagai Kesultanan Palembang sekitar pada tahun 1659 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Palembang merupakan salah satu wilayah terpenting yang berada di Sumatera dikarenakan keadaan geografinya yang kaya akan sumber daya alamnya dan didominasi oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

Dari Mataram Islam hingga Berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta

Dari Mataram Islam hingga Berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta MODUL I: Sejarah Keistimewaan Materi Kuliah Kewidyamataraman Dari Mataram Islam hingga Berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta Bimo Unggul Yudo, ST. AWAL KEBANGKITAN MATARAM Sejarah berdirinya Kraton Kasultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik tersendiri karena penduduknya yang beragam budaya dan agama. Untuk memasuki kota Semarang dapat

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DRAFT RUU CB Hasil Panja 23 September 2010 Versi 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami. perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami. perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan fungsi baru untuk menunjang ragam aktivitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja SEMINAR HERITAGE IPLBI 207 KASUS STUDI Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja Franciska Tjandra tjandra.fransiska@gmail.com A rsitektur Islam, Jurusan A rsitektur, F akultas Sekolah A rsitektur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 menjadi hari bersejarah dalam kehidupan bangsa Indonesia. Peristiwa yang terjadi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci