JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 7 (2014) Copyright 2014
|
|
- Sudomo Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 7 (2014) Copyright 2014 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERTAMBANGAN PASIR TANPA IZIN DI DESA TELUK DALAM KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Abstrak Diyas Jaya Kesuma Wardana 1 (diyasjkw@rocketmail.com) Haris Retno Susmiyati 2 (harisretno@yahoo.co.id) Rini Apriyani 3 (harisretno@yahoo.co.id) Pasir termasuk bahan tambang mineral bukan logam dan batuan/bahan galian golongan C. Pertambangan pasir merupakan salah satu pertambangan rakyat yang dimana sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan BatuBara. Secara khusus diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Izin Usaha Pertambangan Golongan C dan Peraturan Daerah Kabuaten Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum. Kegiatan pertambangan pasir di Sungai Mahakam ternyata tidak memiliki K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) serta kegiatan tersebut tidak disertai dengan Izin Pertambangan yang sesuai dengan Peraturan yang berlaku sehingga kegiatan ini dapat dikenai sanksi. Kurangnya pengawasan, pembinan, pemberian informasi serta penyuluhan Instansi Pemerintah terhadap hal ini merupakan suatu penyebab terjadinya usaha pertambangan pasir tanpa izin. Saran yang diajukan penulis adalah agar Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara bersikap tegas dengan mentertibkan kegiatan pertambangan pasir yang tidak memiliki izin dengan melaksanakan program Inspeksi, Penyuluhan dan Edukasi yang berkelanjutan bagi masyarakat pesisir sekitar pertambangan pasir dan para pelaku usaha pertambangan pasir agar pelaku usaha pertambangan pasir dapat melaksanakan kegiatan pertambangan pasir dengan benar sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang ada dan para buruh mendapatkan Jaminan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang jelas. Kata Kunci : Kewenangan, Penegakan Hukum, Tambang Tanpa Izin. 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 2 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 3 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
2 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 Pendahuluan Hasil kekayaan alam Negara Republik Indonesia begitu besar. Hal ini dapat di lihat dari sejarah bangsa kita di mulai pada zaman kerajaan dan penjajahan Belanda hingga sekarang. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam saat ini lebih di tekankan pada hasil alam seperti pertambangan batubara, minyak mentah, emas, mangan, pasir, dan sebagainya. Jika berbicara mengenai sumber daya alam, tentu saja kita harus mengetahui tentang beberapa jenis sumber daya alam yang terkandung di permukaan bumi dan perut bumi. Sumber daya alam meliputi sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui merupakan segala hasil alam yang berasal dari permukaan bumi yang dapat di manfaatkan terus-menerus. Dalam hal ini makhluk hidup karena jumlahnya yang tidak akan pernah habis. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui merupakan segala hasil alam yang didapat luar atau dari dalam perut bumi yang jumlahnya terbatas dan akan habis apabila dimanfaatkan secara terus-menerus, seperti pemanfaatan bahan galian atau pertambangan emas, minyak mentah lepas pantai dan sebagainya. Makna dari penjabaran diatas telah termuat dalam beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang diantaranya adalah sebagai berikut : Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut Bumi, air dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh Negara dan sebesarbesarnya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Hingga saat ini belum pernah ada penjelasan maupun kejelasan secara resmi tentang makna dikuasai oleh Negara. Namun dapat dipastikan, dikuasai oleh Negara tidak sama dengan 2
3 Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) dimiliki Negara. Kerangka penguasaan Negara atas pertambangan mengandung pengertian Negara memegang kekuasaan untuk menguasai dan mengusahakan segenap sumber daya bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. Hal ini dapat diartikan sebagai tugas Negara secara adil, jujur dan terbuka terhadap bangsa dalam mengelola maupun memanfaatkan hasil alam di Indonesia. 4 Khusus mengenai penjelasan sumber daya alam berupa batu bara dan mineral lainnya sekarang ini di atur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Pertambangan. Daerah dalam hal ini bertindak lebih lanjut untuk membuat PERDA (Peraturan Daerah). Demikian pula pada Kabupaten Kutai Kartanegara dalam memperoleh PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan penghasilan dari izin tambang di dasarkan pada Peraturan Daerah Kabuapten Kutai Kartanegara Nomor 02 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum serta Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Izin Usaha Pertambangan Golongan C. Kemudian berkaitan dengan proses izin penambangan batubara dan mineral tersebut, maka dalam sistem pemerintah telah diatur pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, 4 Saleng Abrar, 2004, hukum pertambangan, UII Press, Jakarta, halaman 21 3
4 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebagai Kewenangan Daerah Dan Kebijakan Lebih Lanjut Mengenai Batubara Dan Mineral Lainnya. Pembahasan A. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pertambangan Pasir Tanpa Izin Di Desa Teluk Dalam Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda bevoegdheid (yang berarti wewenang atau berkuasa). Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata Pemerintahan (Hukum Administrasi), karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Kewenangan itu sendiri ada 2 yaitu kewenangan Atribusi dan kewenangan Delegasi. Kewenangan Atribusi, terjadinya pemberian wewenang Pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam Peraturan Perundang- Undangan. Atribusi kewenangan dalam Peraturan perundang-undangan adalah pemberian kewenangan membentuk Peraturan Perundang-undangan yang pada puncaknya diberikan oleh UUD 1945 atau UU kepada suatu lembaga Negara atau Pemerintah. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap diperlukan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. 4
5 Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) Legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang Pemerintahan dibedakan : Original legislator, dalam hal ini di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk Undang-undang Dasar dan DPR bersama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu Undang-undang. Dalam kaitannya dengan kepentingan daerah, oleh Konstitusi diatur dengan melibatkan DPD. Di tingkat daerah yaitu DPRD dan Pemerintah Daerah yang menghasilkan Peraturan Daerah. Artinya Kewenangan Atribusi Ialah kewenangan yang diberikan langsung oleh Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan Kewenangan Delegasi yaitu terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan Kewenangan Atribusi yang dimana kewenangan langsung diberikan oleh Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, menjelaskan Pemerintahan Daerah menurut Pasal 1 angka (3) adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara 5
6 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 Republik Indonesia Tahun Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. B. Penegakan Hukum Terhadap Pertambangan Pasir Tanpa Izin B.1. Pemberian izin pertambangan pasir di Sungai Mahakam Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidahkaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 5 Jadi penegakan hukum terhadap pertambangan pasir tanpa izin, sangat perlu dilakukan, agar terciptanya kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidupan yang rukun akan dapat terwujud. Berdasarkan Pasal 35 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, Usaha Pertambangan dilaksanakan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP). IUP diberikan oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya setelah mendapat WIUP. WIUP mineral logam dan batubara diberikan dengan cara lelang, sedangkan WIUP mineral bukan 5 Soerjono Soekanto dkk, 1986, Suatu Pengantar Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta, Halaman 7. 6
7 Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) logam dan bebatuan diberikan dengan cara permohonan wilayah. Mengingat belum adanya rekomendasi dari DPR-RI sebagaimana pelaksanaan Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral cq. Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara menerbitkan Surat Edaran Nomor 08.E/30/DJB/2012 Tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan terbit tanggal 6 Maret 2012 dan ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di Seluruh Indonesia. Saat ini dengan terbitnya surat edaran tersebut, maka para Gubernur dan Bupati/Walikota diseluruh Indonesia diminta untuk menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai ditetapkannya WP. Jadi, Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara untuk saat ini tidak akan mengeluarkan surat izin usaha pertambangan, karena ada Surat Edaran dari Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 08.E/30/DJB/2012 Tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan, yang menghimbau kepada seluruh Pemerintah Kota/Kabupaten seindonesia untuk tidak mengeluarkan izin usaha pertambangan untuk sementara sampai dengan waktu yang tidak ditentukan setelah ditetapkannya Wilayah Pertambangan. 7
8 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 B.2. Faktor Yang Mempengaruhi Pertambangan Pasir Tanpa Izin Di Tenggarong Seberang B.2.1. Substansi Dari Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Tentang Pertambangan Pasir Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, pada Pasal 158 menyebutkan Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah). Artinya dalam Undang-undang ini memang tidak disebutkan dengan jelas bahwa apakah perlunya memiliki izin usaha pertambangan itu sendiri. Akan tetapi pada Pasal 158 dapat kita pahami bahwa setiap orang/badan hukum yang melakukan pertambangan mineral dan batubara tanpa disertai dengan izin usaha pertambangan akan dikenai sanksi, dengan kata lain usaha pertambangan mineral dan batubara wajib menggunakan izin usaha pertambangan agar legal dimata hukum. Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum Daerah, pada Pasal 8 menyebutkan setiap kegiatan pertambangan umum daerah dapat dilaksanakan setelah mendapat IUP dari Bupati 8
9 Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) atau Pejabat yang ditunjuk/berwenang memberikan IUP. Sudah diketahui bahwa Pasal 8 ini sudah jelas, yang dimana setiap usaha pertambangan dapat dilakukan dan dilaksanakan jika sudah mendapatkan IUP, jika tidak ada IUP tetapi tetap melakukan kegiatan pertambangan maka sesuai dengan Pasal 28 Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum Daerah akan dikenai Sanksi pidana kurungan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp ,- (Lima Ratus Juta Rupiah). B.2.2. Aparatur Negara Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara yang bertindak sebagai pengawas terhadap usahausaha pertambangan yang ada, baik itu pertambangan dalam skala kecil maupun besar yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Mempunyai inspektur tambang yaitu pelaksana pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan dan energi Kabupaten Kutai Kartanegara. Kerjasama dilakukan oleh Dinas Pertambangan Dan Energi dengan Satuan Polisi Pamong Praja dan Kepolisian Resort Kutai Kartanegara, tapi pada kenyataannya tidak terciptanya kerjasama yang baik dan murni, artinya kerjasama yang dilakukan selama ini dilakukan dengan memberikan sejumlah uang kepada pihak 9
10 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 yang diajak kerjasama, baik Satuan Polisi Pamong Praja maupun Kepolisian Resort Kutai Kartanegara. Jadi dapat dikatakan lancar tidaknya hubungan antara kerja sama tersebut diatur dengan sejumlah uang yang harus diberikan. Selain hal diatas, hal yang dapat mempengaruhi kegiatan pertambangan pasir tanpa izin adalah kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara terhadap masyarakat sekitar daerah tambang. Jika dilakukan sosialisasi yang benar kepada masyarakat sekitar tambang maupun masyarakat luas dengan tujuan meluruskan pandangan masyarakat yang tidak benar dan salah terhadap pertambangan pasir tanpa izin yang telah mereka lakukan. B.2.3. Budaya Hukum Masyarakat Ada beberapa faktor yang mempengaruhi budaya hukum masyarat yang menyebabkan terjadinya pertambangan pasir tanpa izin di Desa Teluk Dalam Kecamatan Tenggarong Seberang, faktor tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Tingkat Pengetahuan Untuk Mengurus Perizinan 2. Tingkat Kerumitan Untuk Mengurus Perizinan 3. Pola Pikir Pengusaha Tambang Pasir Yang Tidak Memiliki Izin 10
11 Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) Budaya hukum masyarakat yang menganggap mengurus perizinan pertambangan pasir rumit adalah salah satu factor yang menyebabkan timbulnya pertambangan tanpa izin (illegal mining), sesuai dengan pendapat soerjono soerkanto bahwa faktor reaksi sosial dalam masyarakat dapat menimbulkan sebuah kejahatan, perilaku menyimpang tersebut dapat pula dijelaskan melalui suatu pendekatan sosiogenik dalam kriminologi yang menekankan pada aspek-aspek prosesual dari terjadi dan berlangsungnya penyimangan terutama dalam hubungannya dengan reaksi sosial. Dengan adanya budaya seperti ini di masyarakat, sehingga mengakibatkan kerugian sendiri, walaupun Peraturan perundang-undangan telah mengaturnya. Penutup A. Kesimpulan 1. Kurangnya pengawasan, pembinaan, pemberian informasi atau penyuluhan mengenai pemanfaatan bahan mineral bukan logam dan batuan khususnya pasir sungai Mahakam oleh pajabat Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara secara langsung kepada masyarakat yang melakukan kegiatan pertambangan pasir sehingga para pelaku usaha pertambangan pasir menganggap mengurus perizinan pertambangan pasir rumit dan mengakibatkan timbulnya pertambangan pasir tanpa izin 11
12 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 2. Kegiatan pertambangan pasir di sungai Mahakam pada Desa Teluk Dalam merupakan kegiatan pertambangan rakyat yang Illegal (tidak sah) karena tidak disertai dengan izin sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral Dan Batubara pada pasal 47 ayat 1, 2, dan 3, pasal 48 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 mengenai Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral cq. Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara menerbitkan Surat Edaran Nomor 08.E/30/DJB/2012 Tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan terbit tanggal 6 Maret 2012 dan ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di Seluruh Indonesia. Dengan terbitnya surat edaran tersebut, maka para Gubernur dan Bupati/Walikota diseluruh Indonesia diminta untuk menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai ditetapkannya WP. Pemerintah Daerah sedang menguji Rancangan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintah berharap agar para pelaku usaha pertambangan pasir dapat bekerja sama setelah Peraturan Daerah disahkan, jika tidak Pemerintah Daerah akan memberikan sangsi yang tegas kepada pelaku usaha pertambangan pasir yang masih tidak mengikuti Peraturan yang ada. 12
13 Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) B. Saran 1. Memberikan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku terhadap pelaku usaha pertambangan pasir yang tidak disertai dengan izin pertambangan rakyat. Pengawasan langsung dan berkesinambungan harus dilakukan oleh Dinas Pertambangan Mineral Dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara terhadap pelaku usaha pertambangan pasir agar tertib membayar pajak dapat terlaksana. 2. Mentertibkan kegiatan usaha pertambangan pasir yang tidak disertai dengan izin dengan mengadakan program inpeksi, penyuluhan, serta edukasi berkelanjutan bagi masyarakat penambang pasir yang tidak memiliki izin agar para pelaku usaha penambang pasir dapat menjadi wajib pajak dan buruh mendapatkan jaminan kesehatan kerja dan keselamatan kerja yang jelas. Daftar Pustaka A. Buku Alim, Achmad, 1996, Menguak Tabir Hukum : Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis, Chandra Pratama, Jakarta Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Grafindo Persada, Jakarta Bahasa, Pusat, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Hs, Salim, 2005, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta Manan, Abdul, 2006, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta Muhammad, Abdul Kadir, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung 13
14 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7 Santoso, Urip, 2005, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta Saleng Abrar, 2004, Hukum Pertambangan, UII Press, Jakarta S, Nasution, 1992, Metode Penelitian Naturlistik Kualitatif, CV. Tarsito, Bandung Soekanto, Soejono, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta Soekanto, Soejono dkk, 1986, Suatu Pengantar Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta Sunggono, Bambang, 2005, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suryabrata, Sumardi, 1998, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Usman, Husaini Dan Purnomo Setiady Akbar, 2003, Metodologi Penelitian Sosial, PT.Bumi Aksara. Waluyo Bambang, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok Pertambangan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Izin Usaha Pertambangan Golongan C Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum C. Jurnal Ilmiah Dan Artikel Internet erah.semakin.besar yang diakses pada tanggal 25 oktober 2013, pada pukul WITA di akses pada tanggal 10 Oktober 2013, pada pukul WITA 14
15 Kewenangan Pemerintah Daerah (Diyas Jaya) Pemkab%20Bisa%20Bina%20Usaha%20Tambang%20Pasir di akses pada tanggal 10 Oktober 2013, pada pukul WITA di akses pada tanggal 25 Oktober 2013, pada pukul WITA di akses pada tanggal 10 Oktober 2013, pada pukul WITA 15
JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 4 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 PERBANDINGAN HUKUM PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA
Lebih terperinciOleh : Iin Suhartini NIM : Pembimbing : Haris Retno Susmiyati, S.H., M.H. La SYarifuddin, S.H., M.H. ABSTRAK
KAJIAN TEORITIS KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 10/PUU-X/2012) Oleh : Iin Suhartini NIM : 0908015189
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959]
UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959] BAB XXIII KETENTUAN PIDANA Pasal 158 Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK
Lebih terperinciJURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS PENGAWASAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SAMARINDA TERHADAP USAHA
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : dapat dilaksanakan secara maksimal.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah penulisan dan analisis penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Penegakan hukum terhadap perusakan lingkungan sebagai akibat penambangan
Lebih terperinciKAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri 1, Lita Tyesta A.L.W. 2 litatyestalita@yahoo.com ABSTRAK Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat besar, salah satunya adalah bahan galian tambang. Indonesia merupakan negara
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA
UU No. 4/2009 Pertambangan Mineral dan Batubara. Usaha pertambangan dikelompokkan atas: a. pertambangan mineral; dan b. pertambangan batubara. Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada pertambangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah salah satu negara di dunia dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dibandingkan dengan negara lainnya di dunia. Sebagai negara kepulauan
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Semenjak berlaku Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disingkat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009) Pemerintah Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumber daya, baik itu sumber daya manusia atau pun sumber daya alam. Dari aspek sumber daya alam, kekayaan yang dimiliki
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI
30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 1. Pembangunan Unit Pengolahan dan Pemurnian Guna Melaksanakan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XIII/2015 Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XIII/2015 Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi I. PEMOHON Jendaita Pinem bin Zumpa i Pinem II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penulisan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. maka dapat dibuat beberapa kesimpulan diantaranya:
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penulisan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat dibuat beberapa kesimpulan diantaranya: 1. Kualifikasi delik atau rumusan delik Berdasarkan unsur-unsur
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. 1. Pendapat hakim Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu mengenai hubungan
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pendapat hakim Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu mengenai hubungan keperdataan antara anak dengan orang tua dari perkawinan di bawah tangan menurut UU No.1 tahun 1974
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya alam yang dapat di perbaharui maupun yang tidak dapat di perbaharui. Potensi yang sangat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017
LANDASAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DI BIDANG PERPAJAKAN YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PAJAK 1 Oleh: Grace Yurico Bawole 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana landasan
Lebih terperinciPERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA NO PENJELASAN 1. Judul: Judul: PERATURAN PEMERINTAH PENJELASAN REPUBLIK INDONESIA ATAS NOMOR 23
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 8 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciBUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pertambangan rakyat di Kabupaten
Lebih terperincifile://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm
Page 1 of 16 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam
Lebih terperincikemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan mineral dan batubara dapat menjadi salah satu tolak ukur kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan mineral dan batubara yang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciJURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 4 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA TERHADAP PENGAWASAN HEWAN TERNAK DI TEMPAT
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. karena adanya hambatan-hambatan sebagai berikut: informasi bahwa akan adanya penertiban.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah penulisan hukum ini dan analisis hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa penegakan hukum terhadap pertambangan emas tanpa izin di
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Aksi Penambangan Timah Ilegal di Desa Perawas Kecamatan
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Aksi Penambangan Timah Ilegal di Desa Perawas Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung Pertambangan timah di Daerah Bangka Belitung ditemukan pada tahun 1970-an.
Lebih terperinciDaftar Pustaka. Ade Saptomo, 2010, Hukum dan Kearifan Lokal Revitalisasi Hukum Adat Nusantara, PT. Grasindo, Jakarta
Daftar Pustaka Ade Saptomo, 2010, Hukum dan Kearifan Lokal Revitalisasi Hukum Adat Nusantara, PT. Grasindo, Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologi).PT.Toko Gunung Agung 2002
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciKEWENANGAN PEMERINTAH DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK PADA SEKTOR PERTAMBANGAN
Penulis: Danni Aprianza Helmi KEWENANGAN PEMERINTAH DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK PADA SEKTOR PERTAMBANGAN Sumber gambar: www.tempo.co I. PENDAHULUAN Konstitusi Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENETAPAN WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN DAN SISTEM INFORMASI WILAYAH PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1997, Tambahan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENJUALAN DAN/ATAU RENCANA PENGIRIMAN HASIL TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
S A L I N A N PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENJUALAN DAN/ATAU RENCANA PENGIRIMAN HASIL TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tiga asas yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistim desentralisasi, sehubungan dengan itu penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan melalui tiga
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1, 2014 PERTAMBANGAN. Usaha Pertambangan. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5489) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah
Lebih terperinciIMPLEMENTASI RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOS-KOSAN (STUDI DI KELURAHAN GUNUNG KELUA)
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 2 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 IMPLEMENTASI RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOS-KOSAN (STUDI DI KELURAHAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XIII/2015 Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XIII/2015 Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi I. PEMOHON Jendaita Pinem bin Zumpa i Pinem II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, bahwa
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.
No.1366, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Kabupaten Bantul dalam rangka pengamanan pasir di wilayah pesisir di
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kebijakan mengenai pengamanan pasir, kerikil, dan batu di lingkungan sungai dan pesisir di Kabupaten Bantul diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2003.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. termasuk bahan galian pertambangan. Indonesia memiliki ketergantungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam termasuk bahan galian pertambangan. Indonesia memiliki ketergantungan tinggi terhadap pemanfaatan bahan galian
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang :
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciDr. H. Salim HS., S.H., M.S. HUKUM TAMBANGAN
Dr. H. Salim HS., S.H., M.S. HUKUM TAMBANGAN lsi BAB 1 PEND.AlIULUAN'... 1 BAH 2 PENGERTIAN DAN' KARAKTERISTIK HUKUM PERTAMBAN'GAN' MINERAL DAN' BATUBARA 11 A. Pengertian Hukum Pertambangan Mineral dan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1, 2014 PERTAMBANGAN. Usaha Pertambangan. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5489) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Mengingat : a. bahwa mineral dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dianugerahi laut yang begitu luas dengan berbagai jenis ikan di dalamnya. Potensi sumber daya laut tersebut tersebar di seluruh wilayah laut nusantara. 1 Pada
Lebih terperinciBUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa mineral merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa potensi
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. permasalahan dalam penulisan hukum ini sebagai berikut: menggunakan telepon seluler pada saat berkendara adalah langsung
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran
Lebih terperinciOleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah
Pelaksanaan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Tata Kelola Kegiatan Usaha Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum modern, fungsi negara tidak hanya sebatas fungsi Eksekutif, Legislatif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep negara hukum kesejahteran atau sering juga disebut negara hukum modern, fungsi negara tidak hanya sebatas fungsi Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan
Lebih terperinciPENGELOLAAN TANAH DESA DI DESA PANCA JAYA KECAMATAN MUARA KAMAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA SKRIPSI
PENGELOLAAN TANAH DESA DI DESA PANCA JAYA KECAMATAN MUARA KAMAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Diajukan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/26/KPTS/013/2015 TENTANG TIM VERIFIKASI DAN EVALUASI DOKUMEN IZIN PERTAMBANGAN YANG DISERAHKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA KEPADA PEMERINTAH
Lebih terperinciKEKUATAN HUKUM PERDA
SUBSTANSI PENGERTIAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH PERATURAN DAERAH KEPENTINGAN UMUM PRINSIP PENETAPAN RAPERDA MENJADI PERDA KEKUATAN HUKUM PERDA DASAR PERTIMBANGAN PERDA TAHAP RAPERDA DAN PENETAPANNYA PERSIAPAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI
-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1)
Lebih terperinciSUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )
SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) Penerapan asas negara hukum oleh pejabat administrasi terikat dengan penggunaan wewenang kekuasaan. Kewenangan pemerintah ini
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN
BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa pengelolaan ketenagalistrikan
Lebih terperincib. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud butir air di atas, perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah;
PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO
PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa dengan adanya perubahan kewenangan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
Lebih terperinciPEMBAGIAN URUSAN PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DAN PERUBAHANNYA
PEMBAGIAN URUSAN PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DAN PERUBAHANNYA Oleh : Indra Syahputra Lubis Pada Tanggal 30 September 2014, Presiden Republik Indonesia telah menandatangani
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Pelaksanaan perlindungan kawasan hutan melalui pengawasan alat
56 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pelaksanaan perlindungan kawasan hutan melalui pengawasan alat berat pertambangan yang berada dalam kawasan Pinjam Pakai Kawasan Hutan di Kabupaten Murung Raya Propinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memberikan kesejahteraan, berkesinambungan dan berwawasan lingkungan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan negara Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pertambangan merupakan salah satu bidang yang
Lebih terperinciMATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. sebelumnya, Penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya, Penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan renegosiasi Kontrak
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai banyak kekayaan alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Jenis kekayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya
Lebih terperinciJURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN ALIH DAYA (OUTSOURCING) ANTARA PDAM DENGAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.67, 2014 KEMEN ESDM. Dekonsentrasi. Energi dan Sumber Daya Mineral. Gubernur. TA 2014. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAN PEMANFAATAN ENERGI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAN PEMANFAATAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO SELATAN, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciDAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:
Lebih terperinciPenegakan Hukum Lingkungan Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Reklamasi Pantai di Kota Bandar Lampung. Eka Deviani.
Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Reklamasi Pantai di Kota Bandar Lampung Eka Deviani Dosen Bagian Hukum Administrasi Negara FH Universitas Lampung Abstrak Tujuan penelitian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 232
Lebih terperinci