BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN DAN PERIZINAN VILLA. pemerintahan dan fungsi pelayanan pemerintahan, namun dalam melakukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN DAN PERIZINAN VILLA. pemerintahan dan fungsi pelayanan pemerintahan, namun dalam melakukan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN DAN PERIZINAN VILLA 2.1 Pengertian Kewenangan Dalam hukum tata pemerintahan pejabat tata usaha negara merupakan pelaku utama dalam melakukan perbuatan dan tindakan hukum fungsi pokok pemerintahan dan fungsi pelayanan pemerintahan, namun dalam melakukan tindakan dan perbuatannya harus mempunyai kewenangan yang jelas. Dalam banyak literatur, sumber kewenangan berasal dari atribusi, delegasi dan mandat. Sebelum mengetahui atribusi, delegasi dan mandat, terlebih dahulu yang perlu dipahami ialah mengenai kewenangan dan wewenang. Philipus M. Hadjon, dalam tulisannya tentang wewenang mengemukakan bahwa Istilah wewenang disejajarkan dengan istilah bevoegdheid dalam istilah hukum Belanda. Kedua istilah ini terdapat sedikit perbedaan yang teletak pada karakter hukumnya, yaitu istilah bevoegdheid digunakan baik dalam konsep hukum publik maupun dalam konsep hukum privat, sementara istilah wewenang atau kewenangan selalu digunakan dalam konsep hukum publik 22. Ateng Syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Kewenangan (authority) adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang (bevoegdheid) hanya mengenai suatu onderdeel (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang- 22 Philipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang, Majalah Yuridika Fakultas Hukum Unair, Surabaya, h

2 21 wewenang (rechtsbevoegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan 23. Pengertian wewenang menurut H.D. Stoud, wewenang adalah keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik dalam hukum publik 24. Berbagai pengertian mengenai wewenang sebagaimana dikemukakan diatas, walaupun dirumusakan dalam bahasa yang berbeda, namun mengandung pengertian bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian yang berbeda dengan wewenang (competence). Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam kewenangan itu. Kewenangan itu memberikan dasar hukum untuk bertindak dan mengambil keputusan tertentu berdasarkan wewenang yang diberikan atau melekat padanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kepustakaan hukum administrasi terdapat cara untuk memperoleh wewenang pemerintahan, 23 Ateng Syafrudin, 2000, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan, Bandung, h Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah, Alumni, Bandung, h.4.

3 22 yaitu atribusi, delegasi dan mandat 25. Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Atribusi Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undangundang kepada organ pemerintahan. Artibusi dikatakan sebagai cara normal untuk memperoleh wewenang pemerintahan. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (UUD). 2. Delegasi Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. 3. Mandat Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan atas nama pejabat TUN yang memberi mandat. Tanggung jawab tetap pada pemberi mandat. 2.2 Pengertian Perizinan Perizinan berasal dari kata izin. Menurut N. M. Spelt dan J. B. J. M. ten Berge, izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari 25 Philipus M. Hadjon, Op.cit, h. 2.

4 23 ketentuan larangan perundang-undangan (dalam arti luas), sedangkan izin (dalam arti sempit) adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin yang pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai tujuan tertentuatau menghalangi keadaan buruk 26. Pendapat tersebut berbeda dengan pendapat Van der Pot. Menurut Van der Pot 27, izin adalah suatu keputusan yang memperkenankan melakukan perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan. Selanjutnya Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa izin adalah suatu ketetapan yang merupakan dispensasi dari larangan oleh undang-undang, yang kemudian larangan itu diikuti oleh syarat-syarat yang harus dipenuhi agar memperoleh dispensasi dari larangan tersebut. Selain pengertian izin yang dikemukakan beberapa sarjana tersebut, pengertian izin dan perizinan dalam Pasal 1 angka 8 dan 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pasal 1 angka 8 mengemukakan bahwa izin adalah dokumen yang dikeluarkan pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, yang menyatakan diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu.berdasarkan pengertian tersebut, izin merujuk pada ketentuan tertulis, izin tertulis yang berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai izin tidak diberikan secara lisan. Pengertian Perizinan dikemukakan pada Pasal 1 angka 9, perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang, pelaku usaha atau 26 Adrian Sutedi, Op.cit, h Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan-Problem dan Upaya Pembenahan, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 7.

5 24 kegiatan tertentu baik dalam bentuk izin atau daftar usaha. Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan yang bersifat pengendalian secara administratif terhadap kegiatan yang dilakukan masyarakat oleh pemerintah Sifat dan Tujuan Perizinan Pada dasarnya perizinan merupakan suatu keputusan dari pemerintah melalui badan tata usaha negara yang berwenang. Izin sebagai instrument pemerintah merupakan ujung tombak instrument hukum dalam hal pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makur serta bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat. Perizinan merupakan pengecualian yang diberikan oleh undang-undang untuk menunjukan legalitas sebagai suatu ciri negara hukum yang demokratis. Berikut adalah sifat perizinan secara umum, yaitu: a. Konkret (objeknya tidak abstrak melainkan berwujud, tertentu dan ditentukan), b. Individual (siapa yang diberikan izin), c. Final (seseorang telah mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan isinya yang secara definitif dapat menimbulkan akibat hukum tertentu). Selain itu, apabila dilihat dari isinya, izin memiliki sifat-sifat sebagai berikut 29 : 28 Adrian Sutedi, Op.cit, h. 173.

6 25 1. Izin yang bersifat bebas, yaitu izin yang penerbitannya tidak terikat dengan hukum tertulis, serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kebebasan dalam pemberian izin, sehingga izin tidak dapat ditarik kembali atau dicabut. 2. Izin yang terikat, yaitu izin yang penerbitannya terikat oleh hukum tertulis dan tidak tertulis, serta organ yang berwenang dalam izin bertindak sejauh yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. 3. Izin yang bersifat menguntungkan, yaitu izin yang mempunyai sifat menguntungkan bagi yang bersangkutan, karena yang bersangkutan diberi hak atau pemenuhan tuntutan. 4. Izin yang bersifat memberatkan, yaitu izin yang mengandung unsur memberatkan yang berbentuk ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh yang bersangkutan, dan juga memberi beban kepada masyarakat. 5. Izin yang segera berakhir, yaitu izin yang memiliki masa berlaku yang singkat. 6. Izin yang berangsung lama, yaitu izin yang memiliki masa berlaku relatif lama. 7. Izin yang bersifat pribadi, yaitu izin yang tergantung pada sifat atau pribadi dan pemohon izin. 8. Izin yang bersifat kebendaan, izin yang tergantung pada sifat dan objek izin. Adapun tujuan perizinan secara umum berdasarkan pada keinginan pembuat undang-undang dapat dijabarkan sebagai beriku: 29 Ibid.

7 26 Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu (misalnya izin mendirikan bangunan) Mencegah bahaya lingkungan (misalnya izin usaha industri) Melindungi objek-objek tertentu (misalnya izin membongkar pada monumen) Membagi benda, lahan atau wilayah yang sedikit (misalnya izin menghuni didaerah padat penduduk) Mengarahkan dengan menggunakan seleksi terhadap orang dan aktivitas tertentu (misalnya izin transmigrasi) Selain itu, tujuan dari perizinan juga dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi pemerintah dan dari sisi masyarakat. 1. Sisi pemerintah, yaitu: a. Melaksanakan peraturan (apakah ketentuan dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan atau tidak dan sekaligus untuk mengatur ketertiban); b. Sumber pendapatan daerah (semakin banyak pemohon izin, maka pendapatan daerah akan meningkat. Hal ini karena, setiap pemohon izin harus membayar retribusi). 2. Sisi masyarakat, yaitu: a. Memberikan kepastian hukum; b. Memberikan kepastian hak; c. Mempermudah untuk mendapatkan fasilitas. 2.4 Jenis-Jenis Perizinan Perizinan merupakan keputusan yang dikeluarkan pemerintah, sebagaimana telah dijabarkan diatas. Jenis dan jumlah perizinan pun banyak dan tersebar. Pada umumnya, izin dibuat dengan proses dalam jangka waktu tertentu.

8 27 Untuk dapat diterbitkannya suatu izin diawali dari pengajuan permohonan oleh pihak yang memiliki kepentingan, disertai dengan pemenuhan syarat-syarat yang ditetapkan dan kemudian diproses dengan mempertimbangkan syarat-syarat tersebut hingga kemudian terbitlah izin yang dimohonkan. Izin merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki karena akan mempermudah dalam melakukan hubungan hukum, baik dengan pemerintah maupun dengan pihak lain. Jenis-jenis izin tersusun secara berbeda-beda dan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Berikut ini sedikit gambaran mengenai sejumlah izin yang dikeluarkan pemerintah kabupaten/kota 30 : (1) Izin Lokasi; (2) Izin Pemanfaatan Tanah; (3) Izin Mendirikan Bangunan atau Izin Mendirikan Bangun-Bangunan; (4) Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadat; (5) Izin Gangguan HO (Hinder Ordonantie); (6) Tanda Daftar Industri; (7) Izin Usaha Industri; (8) Surat Izin Usaha Perdagangan; (9) Tanda Daftar Perusahaan; (10) Izin Peruntukan Lahan; (11) Izin Usaha Perkebunan; (12) Izin Usaha Restoran, Rumah Makan, dan Tempat Makan; (13) Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum; (14) Izin Usaha Biro Perjalanan Wisata dan Izin Usaha Agen Perjalanan Wisata; (15) Izin Usaha Hotel Bintang; (16) Izin Usaha Hotel Melati; (17) Izin Usaha Penginapan; (18) Izin Usaha Pondok Wisata; (19) Izin Usaha Penginapan Remaja; (20) Izin Usaha Taman Rekreasi; (21) Izin Usaha Fasilitas Wisata Tirta dan Rekreasi Air; (22) Izin Usaha Jasa Biro Perjalanan Wisata; (23) Izin Usaha Objek dan Daya Tarik Wisata Alam; (24) Izin Pemasangan Reklame Papan/billboard. 30 Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 8.

9 Perizinan Villa Villa merupakan suatu bentuk usaha pariwisata di bidang penyediaan akomodasi pariwisata. Penyelenggaraan usaha pariwisata dilakukan berdasarkan izin, dimana izin ini berfungsi sebagai sarana yuridis administratif, yaitu dasar hukum untuk usaha pariwisata. Selain sebagai dasar hukum, izin ini juga memuat syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh pihak yang memperoleh izin. Bentuk-bentuk perizinan usaha pariwisata yaitu: 1. Perizinan Persyaratan, yaitu perizinan yang harus dipenuhi sebelum mendirikan akomodasi pariwisata, terdiri dari: a. Persetujuan Prinsip, yaitu adalah persetujuan pendahuluan yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk menanamkan modal atau mengembangkan kegiatan atau pembangunan di wilayah kabupaten sesuai RTRWK. b. Izin Lokasi, yaitu izin yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk memperoleh tanah/pemindahan hak atas tanah/menggunakan tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal. c. Izin Mendirikan Bangunan, yaitu izin yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis. 2. Perizinan Operasional, yaitu perizinan yang harus dipenuhi apabila akanmenjalankan usaha pariwisata dibidang akomodasi, yang terdiri dari: Izin Usaha dan Izin Penggunaan Bangunan.

10 29 Secara khusus penyediaan akomodasi villa juga harus memiliki izin sebagai dasar hukum beroperasinya villa itu sendiri. Namun di Indonesia belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus perizinan villa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 3 tahun 2002 tentang Penggolongan Kelas Hotel, menyatakan fasilitas akomodasi turistermasuk Pondok Wisata(Cottage), Hotel Melati (hotel non bintang), dan Hotel Berbintang (star hotel). Jadi jelas penggunaan kata villa hanyalah sebuah istilah yang digunakan untuk nama jenis dari sewa akomodasi, misalnya kamar standar, deluxe room, suite room, executive suiteroom, cottage dll. Sejauh ini sesuai Keputusan Menteri Nomor 3 Tahun 2002, izin villa cukup dengan izin Pondok Wisata karena termasuk dalam kategori hotel dengan jumlah kamar di bawah lima kamar. Seperti yang dikemukakan Ketua Bali Villa Association, Pemerintah Provinsi Bali dan pengusaha di Bali berpedoman pada Keputusan Menteri Nomor 3 Tahun 2002 dalam perizinan villa terkhusus pembangunan villa, yang mengacu pada izin pondok wisata 31. Apabila izin villa disamakan dengan izin pondok wisata, maka untuk memperoleh izin pondok wisata, harus melengkapi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ); 2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk; 3. Bukti pemilikan/penguasaan hak atas tanah ; 31 Bali Villa Association, 2013, Pendataan dan Penataan Villa di Bali, URL: %20Villa%20Accommodations%20in%20Bali.pdf, Diakses tanggal 17 Mei 2015.

11 30 4. Izin Undang undang Gangguan ( HO ) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 5. Izin teknis dan dokumen lingkungan hidup; 6. Gambar rencana bangunan dan peta lokasi bangunan; 7. Data fasilitas Pondok Wisata yang bersangkutan. Selain izin tersebut, pondok wisata juga harus terdaftar sebagai usaha akomodasi pariwisata. Hal ini bertujuan untuk: 1) Memberikan kepastian hukum dalam menjalankan usaha pariwisata; 2) Menyediakan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Tanda Daftar Usaha. Meskipun izin villa disamakan dengan izin pondok wisata, seperti yang dijabarkan diatas, bukan berarti semua villa di Bali khususnya sudah mengantongi izin, mulai dari izin mendirikan villa sampai dengan izin operasional. Kenyataannya, seperti yang diungkapkan ketua Bali Villa Association (BVA), Mangku Suteja, bahwa 32 : Dari sekitar villa yang ada di Bali, kami perkirakan jumlah villa yang tidak berizin sekitar 25 hingga 30 persen. Sesuai peraturan yang berlaku, sebuah villa haruslah memiliki 5 unit kamar dengan memberikan pelayanan selama 24 jam penuh kepada para tamu dengan dilengkapi petugas keamanan. Kami harapkan kepada pengelola unit jenis ini yang tak berizin untuk tidak menggunakan namavilla sebagai brand merk jualan mereka apabila tidak mau mengurus izin. Sebab keberadaan villa tidak berizin ini memberikan citra yang cukup negatif terhadap akomodasi serupa yang beroperasi secara resmi. Apalagi, setelah terjadinya insiden pencurian dan pemerkosaan menimpa sejumlah 32 Denpost, 2013, Tangani Villa Bodong, BVA Bentuk Pokja. Penegakan Dinilai Ompong, URL: Diakses tanggal 17 Mei 2015.

12 31 wisatawan mancanegara yang menginap di rumah pribadi milik ekpaktriat yang dijadikan villa. 2.6 Villa Sebagai Akomodasi Pariwisata di Kabupaten Buleleng Akomodasi adalah suatu yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan, misalnya tempat menginap atau tempat tinggal sementara bagi orang yang bepergian. Akomodasi pariwisata merupakan suatu industri yang memiliki suatu komponen, berupa penyediaan suatu tempat atau kamar dimana pengunjung atau wisatawan dapat beristirahat, menginap, tidur, mandi, makan dan minum serta menikmati jasa pelayanan dan hiburan yang tersedia. Pada umumnya fasilitas yang diperlukan untuk tempat menginap adalah tempat yang bernuansa pariwisata dan tidak jauh dari objek dan daya tarik pariwisata yang akan dikunjungi. Akomodasi wisata secara umum dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu : a. Akomodasi Komersil, yaitu akomodasi yang dibangun dan dioperasikan semata-mata untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. b. Akomodasi Semi Komersil, yaitu akomodasi yang dibangun dan dioperasikan bukan semata-mata untuk tujuan komersil, tetapi juga untuk tujuan sosial (masyarakat yang kurang mampu). c. Akomodasi Non Komersil, yaitu akomodasi yang dibangun dan diopersikan semata-mata untuk tujuan non komersil, yaitu tidak mencari keuntungan atau semata-mata untuk tujuan sosial atau bantuan secara cuma-cuma, namun khusus untuk golongan/kalangan tertentu dan juga untuk tujuan tertentu.

13 32 Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010, No. PM.86/HK.501/MKP/2010, jenis-jenis akomodasi pariwisata adalah sebagai berikut: 1. Hotel adalah penyedia akomodasi secara harian berupa kamar-kamar di dalam 1 (satu) bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makanan dan minuman, kegiatan hiburan serta fasilitas lainnya. 2. Bumi Perkemahan adalah penyediaan akomodasi di alam terbuka dengan menggunakan tenda. 3. Persinggahan Karavan adalah penyediaan tempat untuk kendaraan yang dilengkapi fasilitas menginap di alam terbuka dapat dilengkapi dengan kendaraannya. 4. Villa adalah penyedia akomodasi berupa penyediaan keseluruhan bangunan tunggal yang dapat dilengkapi dengan fasilitas, kegiatan hiburan serta fasilitas lainnya. 5. Pondok Wisata adalah penyedia akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan pada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya. Hingga saat ini, di Bali ada lebih dari kamar hotel dengan berbagai jenis akomodasi seperti villa, hotel, bumi perkemahan dan pondok wisata. Berdasarkandata yang tersediadi Biro Pusat Statistik Provinsi Bali, jumlah hotel berbintang1 sampai 5 di Bali pada 2013 mencapai 227. Sementara itu, jumlah non-bintang hotel dan akomodasi wisata seperti villa atau cottage untuk tahun

14 mencapai Angka ini lebih tinggi dari pada empat tahun sebelumnya (2009) di mana ada Hal ini menunjukkan seberapa cepat berkembang akomodasi wisata di Bali. Berdasarkan data Bali Villa Association tahun 2013, jumlah villa cukup besar yaitu lebih kurang 1000 buah villa yang tersebar di seluruh Bali. Villa dalam kamus Kata Serapan karangan Surawan Martinus, villa adalah rumah pertanian, rumah di pedesaan/di pedalaman, biasanya dikebun, rumah untuk berlibur dipedesaan/dekat pantai pegunungan 34. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, disebutkan pengertian villa adalah rumah yang bagus biasanya ditepi atau diluar kota 35. Villa adalah rumah tersendiri untuk menginap dan terletak di luar kota, di puncak gunung atau di tepi laut 36. Apabila dilihat pada peraturan perundang-undangan di Kabupaten Buleleng, baik Peraturan Daerah, Peraturan Bupati serta Peraturan Walikota, tidak dijelaskan mengenai villa. Tercantum dalam peraturan perundang-undangan di Kabupaten Buleleng khususnya Perda Nomor 11 tahun 2007, disana hanya disebutkan hotel melati dan pondok wisata sebagai sumber retribusi daerah yang berasal dari akomodasi pariwisata di Kabupaten Buleleng. Hal ini didukung dengan penyampaian Nyoman Gede Gunawan, selaku kepala bidang pengembangan pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng, pada tanggal 15 Juli 2015, bahwa villa hanya sebatas istilah yang 33 Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2013, URL : diakses tangga 8 Agustus Surawan Martinus, 2001, Kamus Kata Serapan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h W.J.S. Poerwadarminta.2003, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, h Bartono PH, 2005, Hotel Training yang Efektif, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, h. 60.

15 34 digunakan oleh pengusaha penyedia akomodasi untuk jenis akomodasi yang disediakan. Hal ini dikarenakan, dalam satu dekade belakangan, nama villa yang menjadi idaman yang merupakan akomodasi paling popular sebagai tempat wisatawan untuk menginap. Pesatnya pembangunan dan pertumbuhan villa di Bali dan Buleleng khususnya, mengungkapkan bahwa sebagian besar wisatawan memilih villa sebagai alternatif penginapan. Berikut adalah alasan yang menyebabkan wisatawan lebih memilih villa sebagai penginapan, yaitu: 1. Villa memiliki pemandangan (view) yang menarik dan bagus karena biasanya berada di pegunungan atau di pantai. 2. Villa menyediakan pelayanan dan servis lebih secara personal. 3. Villa memberi tingkat kenyamanan dan keamanan yang lebih untuk terhindar dari ancaman-ancaman teror maupun kriminal yang biasanya menyerang kelompok-kelompok wisatawan tertentu. 4. Villa merupakan tempat yang bagus untuk bersama keluarga atau teman dekat. 5. Villa memberikan kebebasan, sehingga wisatawan dapat mengadakan privat party.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.738, 2010 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. Usaha Penyediaan Akomodasi. Pendaftaran. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.738, 2010 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. Usaha Penyediaan Akomodasi. Pendaftaran. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.738, 2010 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. Usaha Penyediaan Akomodasi. Pendaftaran. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 18 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PENYEDIAAN AKOMODASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Izin adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Indonesia adalah salah satu tujuan wisata yang cukup diminati oleh wisatawan mancanegara, bukan saja karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang banyak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Menurut Soerjono Soekanto ( 2002;243 ) adalah Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN DI BIDANG IZIN PEMANFAATAN RUANG (IPR) (DI KABUPATEN BADUNG-BALI) GUSTI AYU RATIH DARMAYANTI

KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN DI BIDANG IZIN PEMANFAATAN RUANG (IPR) (DI KABUPATEN BADUNG-BALI) GUSTI AYU RATIH DARMAYANTI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN DI BIDANG IZIN PEMANFAATAN RUANG (IPR) (DI KABUPATEN BADUNG-BALI) GUSTI AYU RATIH DARMAYANTI Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram e-mail : gek_ratihdarmayanti@yahoo.com

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN. Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN. Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN A. Pengertian Tempat Hiburan Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Izin Izin sangat sulit untuk di definisikan, hal ini dikemukakan oleh Van der Pot yang mengatakan, sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa usaha Hotel sebagai suatu usaha yang melengkapi

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA WALIKOTA PEMATANGSIANTAR PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 09 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PENANDATANGANAN PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kegiatan pariwisata berfungsi sebagai penggerak seluruh potensi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kegiatan pariwisata berfungsi sebagai penggerak seluruh potensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepariwisataan merupakan suatu kegiatan yang memiliki fungsi strategis dan bersifat multidimensional serta melibatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kegiatan

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan. sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan. sebagai berikut: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kebijakan pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam penerapan Unit Pelayanan Terpadu Satu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 26 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran

5. Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA HOTEL MELATI DAN PONDOK WISATA DI KABUPATEN BULELENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kota pariwisata dan kota pelajar dengan unsur budaya yang melekat, dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kota pariwisata dan kota pelajar dengan unsur budaya yang melekat, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dewasa ini merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kemajuan pembangunan yang pesat. Yogyakarta dikenal sebagai kota pariwisata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1 Pengertian Perizinan Penggunaan kata izin dalam ranah hukum merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 3 Tahun 2001 Seri B PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG IJIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kewenangan Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau institusi menurut ketentuan yang berlaku, dengan demikian kewenangan juga

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG 1 BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA

Lebih terperinci

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN A. Pengertian Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PENANDATANGANAN PERIZINAN KEPADA KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian

I. PENDAHULUAN. oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Izin merupakan suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) 2.1 Pemerintahan Daerah Sebagai daerah otonomi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk dapat menyelenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG 1 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN SARANA AKOMODASI PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN SARANA AKOMODASI PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN SARANA AKOMODASI PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ATAS IJIN USAHA HOTEL MELATI, PONDOK WISATA DAN RUMAH MAKAN / RESTORAN / WARUNG WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah di amandemen menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Prof.

Lebih terperinci

PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG STANDARISASI USAHA VILA DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG STANDARISASI USAHA VILA DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG STANDARISASI USAHA VILA DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan suatu Negara dapat dikatakan maju apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang semakin bertumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN TEKNIS DAN PERSYARATAN ADMINISTRASI USAHA KEPARIWISATAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN TEKNIS DAN PERSYARATAN ADMINISTRASI USAHA KEPARIWISATAAN BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN TEKNIS DAN PERSYARATAN ADMINISTRASI USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA BANDUNG

PERATURAN WALIKOTA BANDUNG PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 018 TAHUN 2013 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM... 3 BAB II SUBJEK OBJEK DAN TEMPAT PENDAFTARAN TDUP Bagian Kesatu... 6 BAB III Persyaratan

Lebih terperinci

TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN

TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG KEPARIWISATAAN DI KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 1 Oleh: Sonny E. Udjaili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai lebih atau barang jadi menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Usaha Pondok Wisata mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA D. Pengertian Izin Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan, 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Perizinan 2. 1. 1 Pengertian Izin Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Izin secara khusus adalah suatu persetujuan penguasa untuk dalam keadaan

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN YANG MENJADI URUSAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN PEMBERIAN IZIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN PEMBERIAN IZIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN PEMBERIAN IZIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya Pemerintah Daerah dalam rangka mengendalikan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupkan salah satu sektor penting dalam pembangunan nasional. Peranan pariwisata di Indonesia sangat dirasakan manfaatnya, karena pembangunan dalam sektor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERANCANGAN

BAB IV ANALISA PERANCANGAN BAB IV 4.1 Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya. 4.1.1 Analisa Pelaku

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN HOTEL, PENGINAPAN ATAU WISMA DAN PONDOK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN HOTEL, PENGINAPAN ATAU WISMA DAN PONDOK WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN HOTEL, PENGINAPAN ATAU WISMA DAN PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten Sleman, Bantul, Gunung Kidul dan Kulon Progo. Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

I. UMUM. Sejalan...

I. UMUM. Sejalan... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM I. UMUM Kekayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perizinan 1. Pengertian Perizinan Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 16 TAHUN 1996 TENTANG USAHA BAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 16 TAHUN 1996 TENTANG USAHA BAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 16 TAHUN 1996 TENTANG USAHA BAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG, Menimbang : a. bahwa berkenaan dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 03 Tahun : 2010 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN yang tertuang dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN yang tertuang dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA

BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA 4.1 Karakteristik Kebutuhan Hukum yang Timbul dari Akibat Penerapan Model Invetasi Semi Kelola dalam Bidang

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG OLEH: I NENGAH SUHARTA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang John Locke menganggap bahwa negara merupakan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, a. bahwa kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang paling populer akan kepariwisataannya. Selain itu, pariwisata di Bali berkembang sangat pesat bahkan promosi pariwisata

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Perda No. 5 Tahun 2012 tentang Sumbangan Pihak Ketiga Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Perda No. 5 Tahun 2012 tentang Sumbangan Pihak Ketiga Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah A. IZIN NON USAHA I. IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH ( IPPT ). IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ( IMB ) Perda No. Tahun 0 tentang Sumbangan Pihak Ketiga Undang-Undang No. Tahun 00 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi akibat reformasi menuntut organisasi untuk berinovasi guna menghadapi tuntutan perubahan dan berupaya menyusun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN USAHA HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya usaha kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Banyaknya Pengunjung obyek-obyek wisata pantai di Gunung Kidul Mancanegara (Man) dan Nusantara (Nus)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Banyaknya Pengunjung obyek-obyek wisata pantai di Gunung Kidul Mancanegara (Man) dan Nusantara (Nus) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan wisata terus berlanjut di masa yang akan datang. Hal inilah yang mendorong pariwisata dapat menjadi komoditi andalan suatu negara. Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam ataupun luar negeri datang untuk menikmati objek-objek wisata tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dalam ataupun luar negeri datang untuk menikmati objek-objek wisata tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam objek wisata, seperti pulau-pulau dengan pemandangan pantai yang indah, pegunungan, dan keindahan baharinya.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai upaya pengendalian agar penggunaan tanah dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 15 TAHUN 1996 TENTANG USAHA PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 15 TAHUN 1996 TENTANG USAHA PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 15 TAHUN 1996 TENTANG USAHA PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG, Menimbang : a. bahwa berkenaan

Lebih terperinci

KOTA BATU KATALOG BPS : 35794. 15.01 KOTA BATU ISSN : No. Publikasi : 35794.14.01 Katalog BPS : Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : V + 30 Halaman Naskah : Seksi Statistik Distribusi Kota Batu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi

BAB I PENDAHULUAN. kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika dilihat secara nyata, saat ini pembangunan yang terjadi di beberapa kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi daya tampung dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

STATISTIK PERHOTELAN KOTA BATU TAHUN 217 ISSN : No. Publikasi : 3579.17.5 Katalog BPS : 8435.3579 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 17,6 cm x 25 cm : IV + 42 Halaman Penyunting Naskah : Seksi Statistik Distribusi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG USAHA DAN PENGGOLONGAN HOTEL MELATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG USAHA DAN PENGGOLONGAN HOTEL MELATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG USAHA DAN PENGGOLONGAN HOTEL MELATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SERUYAN 1. bahwa dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN SEBAGIAN WEWENANG PENANDATANGANAN PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang diunggulkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang diunggulkan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang diunggulkan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Gianyar. Sektor pariwisata memberikan dampak

Lebih terperinci

Peraturan Daerah Provinsi Bali. Nomor 7 Tahun Tentang. Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Peraturan Daerah Provinsi Bali. Nomor 7 Tahun Tentang. Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa usaha penyediaan sarana wisata tirta

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah wajib

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR 3.1. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata usaha negara) merupakan keputusan pemerintah

Lebih terperinci

FORMULIR PERMOHONAN IJIN USAHA HOTEL & PENGINAPAN

FORMULIR PERMOHONAN IJIN USAHA HOTEL & PENGINAPAN FORMULIR PERMOHONAN IJIN USAHA HOTEL & PENGINAPAN (Mohon diisi dengan jelas menggunakan huruf cetak atau diketik) Banyuwangi,... Kepada Yth. Bupati Banyuwangi c.q Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan mineral dan batubara dapat menjadi salah satu tolak ukur kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Perancangan Seiring perkembangan manusia yang semakin pesat, maka kebutuhan yang dibutuhkan oleh manusia menjadi bertambah dan bervariasi. Terlebih lagi di industri

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Repub

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Repub WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa kekayaan sumber daya alam sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, dimana perkembangan ini akan dibarengi dengan. lebih pesat dari pada pranata hukum yang mengiringinya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, dimana perkembangan ini akan dibarengi dengan. lebih pesat dari pada pranata hukum yang mengiringinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jaman merupakan suatu konsekuensi logis bagi kehidupan manusia, dimana perkembangan ini akan dibarengi dengan peningkatan kebutuhan-kebutuhan aturan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Arkeologi : adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1. Arkeologi : adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Diskripsi Judul Agar dapat memberikan kejelasan mengenai maksud dari judul yang diangkat, maka setiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan pengertiannya, yaitu sebagai berikut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa pengalihan hak atas tanah dan investasi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara material dan spiritual sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. secara material dan spiritual sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi memberi pengaruh besar terhadap pesatnya perkembangan berbagai sektor di Indonesia, tidak terkecuali pada sektor pembangunan dan pariwisata.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Izin Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemeiintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Wisatawan Di Cikole Jayagiri Resort Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Wisatawan Di Cikole Jayagiri Resort Bandung BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pariwisata merupakan sektor industri yang sangat berkembang pesat di negara kita, selain itu pariwisata adalah salah satu sektor yang meningkatkan taraf perekonomian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 61 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci