BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme, dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme, dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan perkebunan termasuk Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme, dan modernisasi. Di negara-negara berkembang, pada umumnya perkebunan hadir sebagai perpanjangan dari perkembangan kapitalisme agraris barat yang diperkenalkan melalui sistem perekonomian kolonial 1. Sebelum mengenal sistem perkebunan dari barat, masyarakat agraris di negara-negara berkembang mengenal sistem kebun sebagai bagian dari sistem perekonomian pertanian tradisional. Usaha kebun sering merupakan usaha tambahan atau pelengkap dari pertanian pokok terutama pertanian pangan secara keseluruhan. Sistem kebun biasanya diwujudkan dalam bentuk usaha kecil, tidak padat modal, penggunaan lahan terbatas, sumber tenaga kerja yang berpusat pada anggota keluarga, kurang berorientasi pada pasar, dan lebih berorientasi kepada kebutuhan subsisten 2. Penetrasi kekuasaan politik dan ekonomi barat telah menagkibatkan terjadinya proses transformasi struktural dari struktur politik dan ekonomi tradisional ke arah struktur politik dan ekonomi kolonial dan modern 3. Sistem perkebunan dibentuk dalam usaha pertanian skala besar dan kompleks, bersifat padat modal (capital intensive), penggunaan areal pertanahan yang luas, organisasi tenaga kerja besar, pembagian kerja rinci, penggunaan tenaga kerja 1 Kartodirdjo, Sartono. & Djoko Suryo Sejarah Perkebunan Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media. Hal. 3 2 Kartodirdjo, Sartono. & Djoko Suryo. Ibid. hal 4 3 Kartodirdjo, Sartono. & Djoko Suryo. Ibid. hal. 5

2 upahan (wage labour), struktur hubungan kerja yang rapi, dan penggunaan teknologi modern, spesialisasi, sistem administrasi dan birokrasi, dan penanaman tanaman komersial (commercial crops) yang ditujukan untuk komoditi ekspor di pasaran dunia 4. Sejarah perkebunan Indonesia memang sangat ditentukan oleh politik kolonial penjajah, terutama Belanda. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditetapakan dari waktu ke waktu telah mewarnai bentuk perkebunan hingga sampai seperti saat ini 5. Berpangkal pada doktrin Kejayaan (glory), kekayaan (gold) dan penyebaran agama (gospel). Gerakan kolonialisme barat pada tahap awal telah melancarkan kegiatan ekspansi kekuasaan teritorial untuk membangun kekuasaan dominasi kolonial. Dampak penting dari gerakan kolonialisme ialah timbulnya sistem kolonial (colonial system) dan situasi kolonial (colonial situation) di negara jajahan. Sistem kolonial dan situasi kolonial telah mencipatakan sistem hubungan kolonial antara pihak penguasa kolonial dan penduduk pribumi yang dikuasai, dan antara pihak jajahan dan negara induknya 6. Perwujudan dominasi kolonial berpusat pada golongan minoritas yang memerintah terhadap golongan mayoritas yang diperintah. Dominasi kolonial tidak hanya diwujudkan dalam sentralisasi kekuasaan politik di tangan kekuasaan kolonial, tetapi juga dalam eksploitasi dan akumulasi sumber kekayaan tanah jajahan untuk kepentingan negara induk. Dominasi minoritasmayoritas ini mendasari pola hubungan superioritas-inferioritas antara penguasa dan yang dikuasai dalam segala bidang kehidupan, baik bidang politik, militer, ekonomi, sosial maupun kebudayaan 4 Kartodirdjo, Sartono. & Djoko Suryo. Ibid. hal 4 5 Mubyar to Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan. Yogyakarta: Aditya Media. Hal Kartodirdjo, Sartono. & Djoko Suryo. Op. cit. hal. 5

3 Sistem kolonial menghendaki diskriminasi rasial sebagai dasar pembentukan struktur dan pola hubungan sosial dalam masyarakat kolonial yang hierarkis menempatkan golongan bangsa yang memerintah di puncak teratas dari strukur masyarakat tanah jajahan. Dalam struktur masyarakat kolonial diskriminasi mendasari sistem pergailan dalam berbagai dimensi kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik maupun kebudayaan. Diskriminasi menjadi inti hubungan sosial dan menjadi faktor penguat dalam hubungan kolonial antara yang memerintah dan yang diperintah 7. Sistem dominasi, eksploitasi dan diskriminasi yang berlaku dalam sistem kolonial telah menciptakan hubungan ketergantungan dan jurang perbedaan antara pusat dan daerah, antara negara jajahan dan negara induk pada pihak lain. Dikotomi hubungan depedensi antara negara induk dan negara jajahan, pada dasarnya masih dapat dijumpai dalam hubungan antara apa yang disebut negara-negara pusat (central) atau negara maju (developed countries) dan negara-negara berkembang (developing atau under developed countries) dari bangsa-bangsa pinggiran (peripherial) 8. Dikotomi hubungan depedensi 9 semacam ini pada dasarnya juga merupakan hasil perkembangan sistem kapitalisme, dari sistem merkantilisme pada masa awal sampai ke sistem korporasi multinasional (multinational corporation) yang berlaku pada masa kini 10. Hubungan antara daerah jajahan dengan daerah pusat penjajahan boleh dikatakan hampir tidak pernah memberikan keuntungan finansial bagi negara- 7 Kartodirdjo, Sartono. & Djoko Suryo. Ibid. hal. 6 8 Stavenhagen, Rodolvo Social Classes in Agrarian Societies. New York: Anchor Books. Hal Lihat Bakry, Umar S Ekonomi Politik Internasional. Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Jaya Baya. Hal Kartodirdjo, Sartono. & Djoko Suryo. Op. cit. hal. 6-7

4 negara terjajah. Belanda khususnya di Indonesia sejak merkantilisme hingga kapitalisme dalam pandangan tertentu dianggap sebagai keberhasilan dalam menanamkan model dari sebuah sistem ekonomi yang dapat diandalkan. Penetrasi kapitalisme utamanya bersumber dari keberhasilan Belanda dalam mengadopsikan sistem ekonomi modern 11 Pada permulaan masa penjajahan di Indonesia (awal abad ke 17), Belanda melalui VOC yang merupakan suatu sindikat dagang memusatkan perhatiannya pada masalah perdagangan semata-mata. Pada waktu itu yang dianggap penting adalah bagaimana dengan segala cara dapat terus diperoleh hasil bumi Indonesia yang sangat laku di pasaran Eropa tanpa harus mengusahakan hasil bumi itu secara langsung. Hal ini dilakukan dengan cara membeli hasil bumi dari penduduk atau melalaui perjanjian pembelian dengan para raja-rajanya 12. Adapun taktik yang dijalankan oleh Belanda adalah dengan menjalankan monopoli dan pungutan paksa. Dalam perkembangan selanjutnya, dengan meningkatnya permintaan bahan rempah-rempah di pasar internasional, kemudian kebun-kebun rempah-rempah diperluas untuk memenuhi permintan tersebut. Tidak hanya perkebunan rempah-rempah yang diperluas, tetapi perluasan ini menyangkut tanaman-tanaman lain seperti kopi di Priyangan 13 dan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hasilnya kemudian diserahkan kepada Bupati untuk seterusnya diserahkan kepada Kumpeni. 11 lihat Yanuar, Ikbar Ekonomi Politik Internasional. Bandung: Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi. Hal Mubyarto. Op. cit. hal Sistem pengusahaan kopi di Priyangan dikenal dengan Priyangan stelsel

5 Menurut ketentuan uang pembayaran yang diberikan VOC diserahkan kepada penduduk 14. Sebagai akibat terjadinya Revolusi Prancis, negara negara di Eropa termasuk Belanda dilanda oleh paham dan cita-cita liberalisme. Perkembangan politik Belanda diwarnai oleh munculnya dua partai yaitu yang beraliran liberal dan yang beraliran konservatif. Kedua paham tersebut mempunyai pandangan yang berbeda dalam pengelolaan tanah jajahan. Kelompok liberal menghendaki agar pemerintah mengupayakan penghapusan verplichten memberikan hak tanah secara perorangan bagi pribumi. Sementara golongan konservatif menghendaki tetap dipertahankannya cara lama yang jelas memenguntungkan demi kemakmuran setinggi-tinginya bagi negeri Belanda Daendles (Belanda) dan Rafles (Inggris) yang berkuasa di Indonesia setelah bubarnya VOC, merupakan tokoh-tokoh penguasa yang menganut paham liberal. Mereka memperjuangkan diterapkannya kebebasan perorangan, baik dalam hak milik tanah, bercocok tanam, berdagang, menggunakan hasil tanaman, maupun dalam pemberian kepastian hukum dan keadilan bagi rakyat tanah jajahan. Raffles mengubah sistem pungutan paksa yang dijalankan oleh VOC menjadi sistem pungutan pajak tanah (landrente). Dengan cara ini rakyat dibebaskan dari segala unsur paksaan, dan sebaliknya rakyat diberi kebebasan baik dalam menentukan tanaman-tanaman yang dikehendaki maupun dalam menentukan penggunaan hasil panennya serta. Banyak cara dilakukan untuk meningkatkan ekspor seperti menyewakan kebun-kebun 14 Kartodirdjo, Sartono. & Djoko Suryo. Op. cit. hal Pajak yang berupa hasil bumi 16 Mubyarto. Op. cit. hal

6 kepada kepala-kepala desa, mengadakan kontrak penyerahan hasil tanaman dan pembatasan kegiatan dagang orang-orang cina di pedesaan. Upaya-upaya tersebut tetap tidak berhasil memajukan produksi tanaman ekspor. Bahkan secara keseluruhan, sistem sewa tanah yang telah berjalan hampir 20 tahun ( ) ternyata tidak berhasil mewujudkan tujuannya yaitu tercapainya kemakmuran rakyat dan meningkatnya produksi tanaman ekspor. Dengan gagalnya pelaksanaan sistem sewa tanah dalam merangsang para petani untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor, maka Johanes van den Bosch yang pada tahun 1830 menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia, kemudian mengenalkan sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) 17. Sistem tanam paksa pada dasarnya merupakan penyatuan antara sistem penyerahan wajib dan sistem pajak tanah. Pajak yang dibayarkan oleh rakyat bukan dalam bentuk uang (pajak uang), tetapi berupa hasil pertanian. Selama pelaksanaan tanam paksa, dapat dikatakan bahwa diantara tanaman ekspor yang dikembangkan, kopi dan tebu menduduki peran yang terpenting karena mendapat keuntungan yang terbesar. Perusahaan-perusahaan gula melakukan perbaikan-perbaiakan jaringan irigasi sehingga sawah tempat penanaman tebu menjadi subur pada gilirannya meningkatkan produksi beras juga. Dengan intensifikasi dalam penggarapan sawah ini terjadi peningkatan hasil, tetapi hasil yang lebih tinggi itu hanya cukup untuk mempertahankan taraf penyediaan pangan bagi perorangan 18 Penderitaan rakyat Indonesia akibat diberlakukannya sistem tanam paksa telah menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, terutama para penganut paham liberal. Sejalan dengan hal ini, kaum borjuis Belanda yang 17 Mubyarto. Ibid. hal Geertz, Cliford Involusi Pertanian Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Jakarta: Bhratara K.A. hal. 82.

7 mempunyai modal lebih, menuntut digantikannya sistem monopoli pemerintah dan sistem kerja paksa dengan sistem persaingan bebas dan kerja bebas menurut konsepsi kapitalisme liberal yang saat itu sedang berkembang di Eropa 19. Tuntutan ini terjawab dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun Agrarische Wet pada dasarnya berisi dua hal pokok, yaitu memberi kesempatan kepada perusahaan-perusahaan swasta untuk berkembang di Indonesia disamping melindungi hak-hak rakyat atas tanahnya. Mulai saat itu kedudukan pemerintah diganti oleh kaum usahawan perkebunan. Sejak diundangkannya Agrarische Wet, maka perusahaan swasta tumbuh subur baik di Jawa maupun di luar Jawa, terutama di daerah Sumatera Timur. Disamping itu, muncul pula perkebunan rakyat pribumi Selama masa pendudukan Jepang, terjadi penurunan produksi perkebunan yang sangat drastis. Dapat dikatakan bahwa ekonomi perkebunan menjadi terhenti. Hal ini disebabkan oleh kebijaksanaan peningkatan produksi pangan yang dijalankan pemerintah Jepang untuk kepentingan ekonomi perang, yang dilakukan dengan cara mengadakan pembatasan-pembatasan penggunaan lahan perkebunan untuk diganti dengan tanaman pangan dan membongkar tanah-tanah perkebunan untuk digantikan tanaman pangan. Pada mulanya pembongkaran tanah-tanah perkebunan ditujukan terutama pada tanah-tanah perkebunan yang lahannya paling mudah diubah seperti perkebunan-perkebunan tembakau. Namun pembukaan lahan baru ini kemudian meluas juga pada tanaman keras. Keadaan ini diperparah dengan munculnya penduduk setempat untuk menguasai tanah-tanah perkebunan 19 Harsono, Boedi UUPA, Sejarah Penyusunan, Isi dan Pelaksanaannya. Bagian I, Jilid I. Jakarta: Jambatan. Hal Mubyarto. Op. cit. hal

8 setelah Jepang terusir dari Indonesia. Sebagai dampak Perang Dunia II, perkebunan pada umumnya mengalami kerusakan berat 21. Berdasarkan ketentuan Konferensi Meja Bundar tahun 1949, perkebunan milik asing perlu dikembalikan, sedang perkebunan milik pemerintah kolonial diambilalih oleh pemerintah Republik Indonesia, begitu pula milik orang asing yang tidak akan dieksploitasi lagi oleh pemiliknya Pemulihan perkebunan mulai dilaksanakan sekitar tahun 1951 dan beberapa perusahaan perkebunan mulai beroperasi lagi. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1958 terjadi peristiwa pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda yang ada di Indonesia, termasuk perusahaam-perusahaan perkebunan. Peristiwa ini dikenal dengan Nasionalisasi Perusahaan swasta Belanda. Peristiwa ini diawali gagalnya Pemerintah Indonesia dalam memperoleh dukungan pada pemungutan suara di PBB mengenai tuntutan kedaulatan Indonesia atas Irian Barat yang selama itu masih dikuasai Belanda. Hal ini terjadi pada tanggal 29 November Sebagai akibatnya, terjadi gelombang protes yang berupa pemogokan buruh yang bekerja pada perusahaan Belanda, dan kemudian disusul dengan pengambilalihan perusahaan dan perkebunan-perkebunan Belanda oleh para buruh dan kemudian militer 23 Selanjutnya pada tanggal 9 Desember 1957, Perdana Menteri/Menteri Pertahanan Djuanda Kartawidjaja selaku pimpinan tertinggi militer mengeluarkan sebuah peraturan yang menempatkan semua perkebunan Belanda di bawah yuridiksi Republik Indonesia dan memberi wewenang 21 Mubyarto. Ibid. hal Kartodirdjo, Sartono. & Djoko Suryo. Op. cit. hal Mubyarto. Op. cit. hal

9 kepada Menteri Pertanian untuk mengeluarkan peraturan yang dianggap perlu. Kemudian pada hari berikutnya Menteri Pertanian mengeluarkan peraturan tentang penempatan perkebunan Belanda di bawah pengawasan teknis sebuah organisasi baru yaitu PPN Baru yang cikal bakalnya adalah Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) dan Jawatan Perkebunan 24. Pada bulan Desember 1957 itu lebih dari 500 perkebunan Belanda atau lebih kurang 75% dari seluruh perkebunan yang ada di Indonesia, maupun sejumlah besar perusahaan lainnya telah berada di bawah pengawasan militer 25. Karena hingga tahun 1958 Belanda tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah pada tekanan ekonomi Indonesia, maka pada bulan November 1958, kabinet mengajukan Rancangan Undang-Undang Nasionalisasi, dan selanjutnya pada tanggal 27 Desember 1958, Presiden Soekarno menandatangani Undang-Undang nomor 86 tahun 1958 tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia Setelah terjadinya pengambilalihan perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda pada tahun , memang ada kecenderungan terjadinya penurunan produksi. Hal ini disebabkan karena adanya kemunduran pengelolaan dan keterampilan teknis dalam perusahaan perkebunan setelah dikelola oleh pemerintah Indonesia. Namun sedikit demi sedikit hal ini dapat diatasi, sehingga produksi dapat ditingkatkan lagi Pelzer, Karl J Sengketa Agraria Pengusaha Perkebunan Melawan Petani. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal Pelzer, Karl J. ibid. hal Mubyarto. Loc. cit.

10 Dalam masa-masa selanjutnya, perkebunan mengalami perkembangan yang meningkat, dan sampai saat ini sektor perkebunan masih tetap merupakan salah satu sumber penting perekonomian negara. Bagaimanakah kebudayaan politik pada masyarakat Perkebunan? Berdasarkan sikap, nilai-nilai, informasi, dan kecakapan yang dimiliki kita dapat menggambarkan orientasi-orientasi warga negara terhadap kehidupan politik negaranya; atau dengan kata lain kita bisa mengambarkan kebudayaan politiknya 27. Maka dengan ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk menggambarkan bagaimanakah kebudayaan politik pada masyarakat perkebunan beradasarkan kajian teori studi kebudayaan politik. Bahjambi dipilih sebagai lokasi penelitian karena penulis menganggap lokasi tersebut mendukung untuk mewakili masyarakat perkebunan, disamping lokasi yang masih dapat dijangkau oleh penulis. 2. Perumusan Masalah Yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah kebudayaan politik yang ada pada masyarakat perkebunan di PTPN IV Bahjambi. 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisa bagaimana gambaran masyarakat perkebunan PTPN IV Bahjambi berdasarkan kajian teori budaya politik. 27 Mohtar Mas oed Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

11 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi banyak pihak, antara lain : 1. Bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah dan menganalisa kondisi sosial masyarakat. 2. Manfaat akademis bagi FISIP-USU khususnya Departemen Ilmu Politik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi kepustakaan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 3. Penelitian ini juga diharapakan mampu memberikan sumbangan bagi berbagai pihak yang menaruh perhatian bagi studi budaya politik. 5. Dasar-Dasar Teori Terminologi Budaya Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut dengan culture, dengan asal kata dari bahasa latin colere yang berarti mengolah tanah. Dari defenisi tersebut, berkembanglah istilah culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam. 28 Dalam bahasa Inggris, kata culture dalam abad yang lalu mengalami pergeseran arti sebagai berikut: a. a general state or habits of mind (suatu kebiasaan umum atau kebiasaan pemikiran) 28 Haryono, Drs. P Memahami Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar. Yogyakarta: Kanisius. Hal 46

12 b. The general state of intellectual development in society as a whole (kedaaan umum dari pengembangan intelektual dari masyarakat secara keseluruhan) c. the general body of arts (bagian umum dari seni) d. a whole way of life, material, intellectual and spiritual (keseluruhan cara hidup, material, intelektual, dan spiritual) 29 Menurut Linton (1940) Budaya adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola prilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh suatu anggota masyarakat tertentu 30. Menurut Kluckhohn dan Kelly (1945) Budaya adalah semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, dan nonrasional, yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial bagi perilaku manusia 31 Menurut Kroeber (1948) Budaya adalah keseluruhan realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan dan perilaku yang ditimbulkannya 32. AL. Kroeber dan C. Kluchkohn sempat mengumpulkan 160 defenisi tentang kebudayaan. Defenisi yang beragam tentang kebudayaan terjadi karena manusia tidak mungkin membicarakan kebudayaan seluruhnya sekaligus tetapi sebagian kecil saja yang menjadi minat dan perhatiannya Harsojo. Prof Pengantar Antropologi. Bandung : Binacipta. Hal Keesing, Roger M Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta: Erlangga. hal Keesing, Roger M ibid 32 Keesing, Roger M ibid 33 Haryono, Drs. P Op. cit. hal 46

13 Dapat disimpulkan bahwa arti kebudayaan amat luas, meliputi seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatkan dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat 34. Dengan demikian kebudayaan dapat pula dilihat secara kontekstual sesuai yang dibicarakan menurut tafsiran beberapa disiplin ilmu. AL. Krober dan C. Kluckhohn merumuskan tujuh kategori pokok, masing-masing menurut pendekatan ilmu tertentu Sosiologi menekankan kebudayaan sebagai keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan seterusnya) yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat. 2. Ilmu Sejarah menekankan kebudayaan sebagai perkembangan dan tradisi atau warisan dari generasi ke generasi. 3. Filsafat menekankan aspek normatif, nilai-nilai, realisasi cita-cita, dan way of life dari konsep kebudayaan itu. 4. Antropologi Budaya menekankan aspek tingkah laku dan tata kelakuan manusia sebagai makhluk sosial. 5. Psikologi menekankan proses-proses adaptasi, belajar, dan pembentukan kebiasaan manusia terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Kebudayaan dipandang sebagai syarat-syarat untuk survival. Psikoanalisis menekankan peranan alam bawah sadar dalam pembentukan kebudayaan. Freud, misalnya berpendapat bahwa kebudayaan tak lain dari sublimasi atau deseksualisasi libido. 6. Ilmu Bangsa-Bangsa dan petugas museum menekankan aspek material dari kebudayaan, yaitu artifacts atau bendabenda hasil kebudayaan. 7. Defenisi-defenisi lain, misalnya yang dikemukakan Karl Marx, menyatakan bahwa kebudayaan adalah superstruktur ideologis yang mencerminkan pertentangan kelas-kelas didalam Masyarakat. Lain lagi, A. Toynbee, memahami kebudayaan sebagai dialektika, chalenge and response. Dapat ditambahkan, misalnya, disiplin ilmu hukum menekankan kebudayaan sebagai akhlak. Ilmu ekonomi menekankan pada upaya pemenuhan kesejahteraan dan kebutuhan manusia. Arsitektur menekankan 34 Harsojo. Prof Op. cit. Hal Haryono, Drs. P Op.cit. hal 47

14 kebudayaan sebagai simbol. Yaitu suatu kreasi yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai seperti Kriteria akan kebutuhan, pemakaian yang tepat, nilai estetik, makna asosiatif dan fungsi teknologi 36. Dalam pengertian ilmu sosial kebudayaan adalah seluruh cara hidup masyarakat. Defenisi kebudayaan amat banyak, dengan redaksi yang berbedaberbeda, bahwa pengertian kebudayaan memiliki pokok-pokok sebagai berikut 37 Ciri-ciri budaya : 1. Bahwa kebudayaan yang terdapat antara umat manusia itu sangat beranekaragam. 2. Bahwa kebudayaan itu dapat diteruskan secara sosial dengan pelajaran 3. Bahwa kebudayaan itu terjabarkan dari komponen biologi, komponen psikologis dan sosial dari eksistensi manusia 4. Bahwa kebudayaan itu berstruktur 5. Bahwa kebudayaan terbagi kedalam beberapa aspek 6. Bahwa kebudayaan itu dinamis 7. Bahwa nilai dalam kebudayaan itu relatif. Ciri-ciri budaya sebagai berikut 38 : 1. Dapat dipelajari. 2. Diturunkan dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tertulis, baik disengaja maupun tidak disengaja. 3. Memiliki simbol-simbol tertentu. Setiap budaya memiliki simbolsimbol yang memiliki makna khusus biasanya dimengerti oleh masyarakatnya. 4. Selalu berubah. Tidak ada budaya yang statis. Budaya suatu masyarakat selalu dinamis dan terus berubah sesuai dengan perkembangan Zamannya 5. Memiliki sistem integral. Setiap unsur kebudayaan terkait satu dengan yang lain. Oleh sebab itu, satu unsur kebudayaan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi menyangkut unsur-unsur yang lain dalam suatu jaringan yang kompleks 6. Sifatnya adaftif. Kebudayaan berubah untuk beradaptasi dengan dunia yang berubah. Wujud Kebudayaan 36 Haryono, Drs. P ibid. hal Haryono, Drs. P Op.cit. hal Kuntjara, Esther Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 3

15 Pakar sosiologi Talcott Parsons maupun pakar antropologi A. L Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan antara wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari gagasan-gagasan serta konsep-konsep, dan wujudnya sebagai rangkaian tindakan dan aktifitas manusia yang berpola. 39 Dalam rangka itu J.J Honingmann membuat perbedaan atas tiga gejala kebudayaan. Yakni (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifacts Koentjoroningrat menyarankan agar kebudayaan dibedakan sesuai dengan empat wujudnya. Dari bagian terluar sampai bagian terdalam adalah sebagai berikut Bagian yang paling luar merupakan kebudayaan sebagai artifacts, atau benda-benda fisik. Yakni berupa benda-benda hasil karya manusia yang bersifat kongkret yang dapat diraba. Misalnya bangunan, peralatan, dan benda teknologi. Sebutan bagi budaya dalam bentuk konkret ini adalah kebudayaan fisik 2. Bagaian kedua terluar merupakan wujud dan tingkah laku manusia. Wujud berikut ini masih bersifat konkret. Dapat difoto ataupun di film. Semua gerak-gerak yang dilakukan dari waktu ke waktu. Merupakan pola tingkah laku yang dilakukan berdasarkan sistem. Karena itu pola tingakah laku manusia disebut sistem sosial. 3. Bagian ketiga merupakan wujud gagasan dari kebudayaan, dan tempatnya ada didalam diri warga kebudayaan. Kebudayaan dalam wujud ini bersifat abstrak. Dan hanya dapat diketahui dan dipahami setelah ia mempelajarinya dengan mendalam, baik dengan wawancara intensif atau dengan membaca literatur yang sudah ada. Kebudayaan dalam wujud gagasan juga berpola berdasarkan sistem-sistem tertentu yang disebut sistem budaya. 4. Bagian keempat merupakan bagian yang terdalam, merupakan gagasan-gagasan yang telah dipelajari oleh para warga suatu kebudayaan sejak usia dini dan karenanya sukar diubah. Istilah untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang menjadi pusat dari semua unsur yang lain adalah nilai-nilai budaya, yang menentukan sifat dan corak dari pikiran, cara berfikir, serta tingkah laku manusia sebuah kebudayaan. 39 Koentjotoningrat Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hal Koentjotoningrat Ibid.

16 Unsur-Unsur Kebudayaan Kebudayaan dari tiap-tiap bangsa dapat dibagi kedalam suatu jumlah unsur yang tak terbatas jumlahnya. Unsur kebudayaan yang terkecil sampai kepada yang merupakan gabungan yang terbesar bersama-sama merupakan unsur kebudayaan. Cara menganalisa kebudayaan dalam strukturnya seperti tersebut diatas sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan kebudayaan itu sendiri, dan dirasakan terlalu mekanis. Akan tetapi cara analisa seperti itu dapat memberikan kepada kita gambaran ilmiah yang lebih baik tentang hakekat kebudayaan. Koentjoroningrat mengumukakan konsep unsur-unsur kebudayaan menjadi 7, yaitu 41 : 1. sistem religi dan upacara adat 2. sistem organisasi sosial dan kemasyarakatan 3. sistem ilmu pengetahuan 4. bahasa 5. kesenian 6. sistem ekonomi dan mata pencaharian 7. sistem alat dan teknologi Ketujuh unsur kebudayaan tersebut sering disebut sebagai unsure kebudayaan universal (kultural universal). Kesatuan kebudayaan dimanapun dimuka bumi ini, mulai dari masyarakat yang sederhana samapai masyarakat yang modern, akan dapat ditemukan tujuh unsur kebudayaan tersebut di dalamnya. 41 Koentjotoningrat Ibid. Hal. 81

17 5.2. Terminologi Politik Secara sederhana politik yaitu suatu usaha untuk mencapai atau mewujudkan tujuan, cita-cita atau ideologi politik. Politik ialah hal yang ada hubungannya dengan kekuasaan. Sedangkan kekuasaan dapat diartikan sebagai authority, control, capacity, dan hubungan/relationship. Suatu hubungan kekuasaan dapat terjadi bilamana sekelompok orang atau sekelompok golongan tunduk kepada orang atau golongan lain dalam suatu bentuk kegiatan tertentu. Seseorang dapat menikmati kekuasaan, bila orang itu dapat mempengaruhi perilaku dan pikiran orang lain. H.J. Morgenthau dalam Politics Among Nations menulis power means man s control over the minds and actions of other men. Demikian juga Soeleman Soemardi merumuskan bahwa kekuasaan adalah pengaruh atau pengawasan atau pengambilan keputusan yang berwenang. Sedangkan Robert M. Mac Iver memberikan batasan bahwa: kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan kelakuan orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberikan perintah maupun secara tidak langsung dengan jalan mempergunakan segala alat dan cara yang ada 42. Dalam batasan diatas maka kekuasaan diartikan sebagai capacity. Sehubungan dengan ini dapat dikemukakan pula pendapat Talcot Parsons yang mengemukakan bahwa: hasil daripada politik sebagai suatu sistem adalah kekuasaan, yang diberi batasan sebagai kemampuan yang digeneralisir dari suatu sistem sosial untuk menyelasaikan sesuatu berdasarkan kepentingan bersama. 43 Menurut Ossip K Flechteim, kekuasaan sosial adalah keseluruhan daripada kemampuan, hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain untuk tujuan-tujuan yang 42 Mac Iver, Robert M The Web of Government. New York: The Mac Milan Company. Hal Parsons, Talcot Structure and Process in Modern Societies. Hal.131

18 ditetapkan oleh pemegang kekuasaan. 44 Disamping itu kekuasaan dapat diartikan sebagai authority, control. Dalam bukunya Contemporary Political Science mengatakan bahwa: kekuasaan, misalnya dapat diberi batasan sebagai authority dan control; tingkat tertinggi dari authority adalah kedaulatan sedangkan tingkat tertinggi daripada control adalah supremasi. 45 Kekuasaan politik merupakan bagian dari kekuasaan sosial, yaitu kekuasaan yang mempunyai fokus ditujukan kepada negara yang merupakan satu-satunya pihak yang berwenang yang mempunyai hak untuk mengendalikan tingkah laku sosial dengan paksaan. Kekuasaan politik disamping mencakup kekuasaan untuk memperoleh ketaatan dari warga masyarakat, juga menyangkut pengendalian orang lain dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan dan aktifitas negara dalam bidang administratif, legislatif dan yudikatif. Kekuasaan politik oleh Ossip K Flechtheim dibedakan menjadi dua macam 46 : 1. bagian dari kekuasaan sosial yang terwujud dalam negara/kekuasaan negara atau state power seperti lembaga legislatif dan presiden 2. bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan pada negara Asal Kata Politik Asal kata politik berasal dari kata polis bahasa Yunani, dapat berarti kota atau negara kota. Dari kata polis ini kemudian diturunkan menjadi kata-kata polities yang berarti warga negara. Politicos yang berarti kewarganegaraan, politike te ckne yang berarti kemahiran politik; politike episteme yang berarti ilmu politik. Selanjutnya orang Romawi mengambil alih perkataan Yunani itu lalu menamakan 44 Fleichteim, Ossip K Fundamentals of Political Science. New York: Ronald Press Co. Hal Lasswel, Harold D Contemporary Politican Science. Hal Flechtheim, Ossip K Op. cit. hal. 16

19 pengetahuan tentang negara/pemerintah dengan istilah ars politica artinya kemahiran tentang masalah-masalah kenegaraan. Kalau kita lihat dalam sejarah masyarakat Yunani pada waktu sekitar empat abad sebelum masehi sudah mengenal suatu kebiasaan untuk berkelompok yaitu hidup berkumpul dan membentuk suatu alat untuk mengatur ketentraman, ketertiban dan keamanan dalam kehidupan bersama. Alat ini diberi wewenang untuk mewujudkan dengan cara-caranya tersendiri, suatu ketentraman, dan ketertiban dalam masyarakat. Organisasi ini yang diberi segala wewenang untuk mengatur kehidupan bersama yang disebut polis 47. Masyarakat Yunani pada waktu itu terdiri atas beberapa kelompok-kelompok kecil atau masyarakat kecil yang mendiami suatu daerah tertentu. Keanggotaan masyarakat ini sangat sedikit jumlahnya karenanya masing-masing sangat mengenal dengan baik dan mengenal luas daerahnya yang hanya relatif kecil/sempit saja. Masyarakat yang demikian disebut city state (negara kota). Dapat dikatakan bahwa polis yang satu memandang dirinya sebagai keutuhan yang terlepas dari polis yang lain. Bahkan kadang-kadang polis yang satu memandang polis yang lain sebagai lawannya. Dari kata polis inilah lahir kata politik yang pengertiannya berubah-ubah sepanjang sejarah. Selanjutnya kehidupan negara kota (city state) tersebut makin meluas dan berkembang sesuai dengan zamannya mendekati bentuk-bentuk dan sifatsifat negara dalam pengertian modern 48. Politik adalah masalah setiap warga negara dan karenanya masalah bersama dan apa yang menjadi masalah bersama sudah seyogiyanya diputuskan bersama pula. Azas inilah sesungguhnya yang merupakan dasar utama dari apa yang sejak zaman Yunani kuno disebut negara yang demokratis. Aristoteles, filosof zaman Yunani yang lazim dianggap sebagai bapak ilmu politik, dua puluh empat abad yang lalu telah 47 Gani, Soeliswati Ismail Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Ghalia Indonesi. Hal Gani, Soeliswati Ismail ibid. hal 15

20 membahas secara sistematais peran warga negara dalam negaranya. Yang dianggap warga negara oleh aristoteles hanyalah mereka yang turut mengambil bagian dalam tata pemerintahan 49. Bagi Plato dan Aristoteles, organisasi politik dari warga negara Yunani purba yang disebut polis adalah organisasi yang bertujuan memberikan kepada warga negaranya kehidupan yang baik. Jadi polis bertujuan menjamin kehidupan yang baik bagi warga negaranya dan polis itu dipertahankan demi kehidupan yang baik itu pula. Oleh karena itu masalah-masalah yang dihadapi polis itu adalah masalah-masalah bersama, yang juga adalah masalah dari setiap individu dan individu wajib untuk turut serta memikirkan dan menyelesaikan masalah-masalah polis. Tidak mengherankan jikalau ilmu politik sejak zaman Yunani purba itu dipandang sebagai the master science, induk dari segala ilmu, justru karena fungsinya sebagai ilmu tentang kebahagaiaan umat manusia. Sifat polis pada waktu itu mutlak dimana tidak dikenal pemisahan antara negara dan masyarakat sehingga merupakan negara-masyarakat. Negara dan masyarakat adalah satu dan tidak dapat dipisahkan telah berubah sama sekali pada abad-abad berikutnya. Ada berbagai pendefenisian ilmu politik yang beraneka ragam oleh para sarjana. Bahkan Ny. Mirriam Budiardjo menulis mengenai hal berikut. Setiap kali para ahli berkumpul, maka sukar bagi mereka untuk mencapai persetujuan mengenai pendefenisian ilmu politik Keadaan seperti itu Namun kesukaran dalam pendefenisian ilmu politik itu tidak menyebabkan usaha-usaha mencari defenisi umum yang dapat diterima itu menjadi dihentikan, melainkan justru menimbulkan berbagai macam defenisi. Sehingga dapatlah 49 Isjwara. F Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Penerbit Bina Cipta. Hal.1 50 Barker, Ernest Pricipes of Social and Political Theory. London: Oxford University Press. Hal Budiardjo, Mirram. Ilmu Politik dan Artinya bagi Indonesia. Hal. 50

21 dikatakan kesukaran mendefenisikan ilmu politik itu disebabkan terutama karena banyaknya defenisi-defenisi yang berlainan. Yang satu berbeda dengan yang lain secara prinsipil. Hal ini disebabkan para sarjana ilmu politik itu sudah punya konsepsi sendiri tentang hakekat ilmu politik yang pada umumnya berbeda dari konsepsi sarjana-sarjana lainnya 52. Jika dianggap bahwa ilmu politik mempelajari politik, maka perlu kiranya dibahas istilah politik itu. Dalam kepustakaan ilmu politik ternyata ada bermacammacam defenisi mengenai politik. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacammacam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaankebijaksanaan umum (public Policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber dan resources yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority), yang akan dipakai untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai bersifat persuasi (meyakinkan) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka. 52 Isjwara. F Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Penerbit Bina Cipta. Hal 26

22 Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Lagipula politik menyangkut kegiatan berbagai-bagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan orang-seorang (individu). Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai, disebabkan kareana setiap sarjana meneropong hanya satu aspek atau unsur saja. Unsur itu diperlakukan nya sebagai konsep pokok, yang dipakai untuk meneropong unsur-unsur lainnya. Dari uraian diatas jelaslah bahwa konsep-konsep pokok itu adalah negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, pembagian atau alokasi. Berikut defenisidefenisi yang diberikan para sarjana: 1. negara (state) Roger F. Soltau dalam Introduction to Politics bahwa ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu; hubungan negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain 53. J. Barents, dalam Ilmu Politika menyatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya kekuasaan (power) Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Society: ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan. W.A. Robson dalam The University Teaching of Social Sciences: Ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, 53 Soltau, Roger F An Introduction to Politics. London: Longmans. Hal Barents, J Ilmu Politika: Suatu Perkenalan Lapangan. Jakarta: PT. Pembangunan. Hal. 23

23 ruang lingkup, dan hasil-hasil. Fokus perhatian sarjana ilmu politik tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu pengambilan keputusan (decision making) Joy Mitchell dalam bukunya Political Analysis and Public Policy bahwa Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya 56. Karl W. Deutsch menyatakan politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum 57. Keputusan yang merupakan sektor publik dari suatu negara. 4. kebijaksanaan ( policy, beleid) Hoogerwerf menyatakan bahwa Objek dari ilmu politik adalah kebijaksanaan pemerintah, proses terbentuknya, serta akibat-akibatnya. David Easton menyatakan ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijaksanaan umum pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) Harold Laswell dalam buku Who gets What, When and How: Politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana 59. David Easton mengatakan sistem politik adalah keseluruhan dari interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara autoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan atas nama masyarakat Robson. W. A The University Teaching of Social Sciences. Paris: Unesco. Hal Mitchell, Joyce M Political Analysis and Public Policy. Chicago: Rand Mc Nally. Hal Deutsch, Karl W Politics and Government. Boston: Houghton miffinh co. hal 5 58 Easton, David The Political System. NewYork: Alfred A. Knopf, inc. hal Laswell, Harold D Politics, Who gets What, When, How. New york: World Publishing Co. 60 Easton,David A System Analysis of Political Life. New York.

24 5.3. Terminologi Masyarakat Kata masyarakat dalam bahasa Inggris disebut society berasal dari kata Latin yaitu socius yang berarti kawan. Ini paling lazim ditulis dalam tulisan-tulisan ilmiah maupun bahasa sehari-hari untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia. Masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab yaitu syaraka, yang artinya ikut serta, berperan serta. Kata Arab musyaraka berarti saling bergaul. Istilah masyarakat terlalu banyak mencakup hubungan yang luas sehingga walaupun diberi defenisi yang mencakup keseluruhannya masih ada juga yang tidak memenuhi unsur-unsurnya. Berikut adalah berbagai pandangan para sarjana tentang defenisi masyarakat. Ralph Linton mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu 61. Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan Herkoyits mendefenisikan masyarakat sebagai kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti cara hidup tertentu Menurut J.L Gillin dan J.P Gillin masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan yang sama Maclver menyatakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari cara kerja dan prosedur, dari otoritas dan saling bantu-membantu yang meliputi kelompokkelompok dan pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia Pelly, H. Zainul Pengantar Sosiologi. Medan: USU Press Medan. Hal Pelly, H. Zainul ibid. hal Pelly, H. Zainul ibid 64 Pelly, H. Zainul ibid.

25 dam kebebasan. Sistem yang kompleks selalu berubah atau jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamakan masyarakat 65. Menurut Paul B. Horton dan C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut. Bagi Durkheim masyarakat merupakan suatu kenyataan yang objektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Masyarakat bukanlah hanya penjumlahan individu-individu semata melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka; sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya sendiri Marion Levy mengemukakan empat Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu kelompok dapat disebut masyarakat, yaitu (1) kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu; (2) rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi (3) kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama bersama (4) adanya system tindakan utama bersama yang bersifat swasembada. Kemudian Inkeles mengemukakan bahwa suatu kelompok hanya dapat dikatakan sebagai masyarakat bila kelompok tersebut memenuhi keempat Kriteria tersebut; atau bila kelompok tersebut dapat bertahan stabil untuk beberapa generasi walaupun samasekali tidak ada orang atau kelompok lain diluar kelompok tersebut 67. Talcot Parsons pun merumuskan kriteria bagi adanya masyarakat. Menurutnya masyarakat adalah suatu sistem sosial yang swasembada (self subsistent) melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta Maclver Society, An Introductory Analysis. Hal 5 66 Durkheim, Emile The Rules, of Sociological Method. New York: Free Press. Hal Sunarto, Kananto Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hal. 56

26 melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya. Edward Shils pun menekankan pada aspek pemenuhan keperluan sendiri (self sufficiency) yang dibaginya dalam tiga komponen: pengaturan diri, reproduksi sendiri dan penciptaan diri (self-regulation, self- reproduction, self-generation) 68. Kalau kita merujuk definisi Linton maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu-individu yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama. Dalam waktu yang cukup lama itu yang belum terorganisasikan, mengalami proses fundamental yaitu 69 : 1. adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota 2. timbulnya secara lambat laun, perasaan kelompok atau L espirit de corps Proses itu biasanya bekerja tanpa disadari dan diikuti oleh semua anggota kelompok. Untuk tidak simpang siur dalam penggunaan istilah, maka yang dimaksud dengan kelompok (group) disini adalah setiap pengumpulan manusia sosial yang mengadakan relasi sosial antara yang satu dengan yang lain 70. Anggota dari suatu kelompok menunjukkan adanya suatu reprositas. Kelompok seperti yang dimaksud diatas belum terorganisasikan secara sadar. Jadi menurut Linton ada satu faktor yang penting dalam pembentukan suatu masyarakat yaitu faktor waktu. Sebab faktor waktulah yang memberi kesempatan pada individu untuk dapat bekerja sama dan menemukan pola tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik, dan menemukan suatu teknik untuk hidup bersama. Dengan adanya waktu yang cukup lama timbullah syarat yang dimiliki oleh tiap-tiap masyarakat, yaitu proses adaptasi dan organisasi dari kelakuan para anggota kelompok dan disamping itu timbullah kesadaran berkelompok. Adaptasi timbal balik dalam tingkah laku dan sikap individu, 68 Sunarto, Kananto ibid. 69 Harsojo, Prof Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta. Hal Harsojo, prof Ibid.

27 mengubah aggregate of individuals kelompok yang terorganisasikan dan mempunyai jiwa kelompok, dan jika kelompok itu mempunyai ciri-ciri seperti itu maka Linton menyebutnya masyarakat 71. Adapun kerjasama yang terdapat dalam suatu masyarakat terdapat dalam bidang psikologis bukan hanya pada bidang fisik saja. Dengan adanya penyesuaian psikologis, terdapatlah integrasi dalam masyarakat. Dan pada umumnya dalam suatu masyarakat, pola sikap dan emosi cenderung sama yang disebabkan oleh kebiasaan dan latihan. Oleh karena itulah masyarakat dapat mengadakan suatu tindakan sebagai suatu kesatuan 72. Ciri/Kriteria Masyarakat Seperti yang telah disebut, menurut Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpulan manusia bisa dikatakan/disebut sebagai masyarakat. 1. Ada sistem tindakan utama. 2. Saling setia pada sistem tindakan utama. 3. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota. 4. Sebagian atan seluruh anggota baru didapat dari kelahiran/reproduksi manusia W F Connell menyimpulkan bahwa ciri masyarakat adalah 1. suatu kelompok orang yang berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai kelompok yang berbeda, diorganisasi, sebagai kelompok yang diorganisasi secara tetap untuk waktu yang lama dalam rintang kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja pada daerah geografls tertentu, 73 : 71 Harsojo, prof Ibid. 72 Harsojo, prof ibid. hal

28 2. kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok, sampai turun temurun dan mensosialkan anggota anggotanya melalui pendidikan, 3. suatu ke orang yang mempunyai sistem kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat anggota-anggotanya secara bersama dalam keselurühan yang terorganisasi Menurut Koentjoraningrat ikatan yang menyebabkan suatu kesatuan disebut masyarakat adalah pola tingkah laku yang menyangkut semua aspek kehidupan dalam batas kesatuan tersebut yang sifatnya khas, mantap, dan berkesinambungan, sehingga menjadi adat istiadat. Selain adat istiadat yang meliputi sektor kehidupan serta kontinitas waktu, warga masyarakat juga harus memiliki ciri lain yaitu rasa identitas bahwa mereka merupakan suatu kesatuan yang khusus yang berbeda dari kesatuamkesatuan masyarakat lainnya. Maka yang disebut masyarakat harus memilki keempat ciri itu, yaitu interaksi antar warga 2. adat istiadat, norma-norma, hukum serta aturan yang mengatur semua pola tingkah laku masyarakat 3. kontinuitas dalam waktu 4. rasa identitas yang kuat yang mengikat semua warga. Faktor-Faktor/Unsur-UnsurMasyarakat Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini 75 : 1. Berangotakan minimal dua orang manusia 2. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu 3. Adanya aturan aturan yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama 4. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan. 5. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama 6. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat. 74 Koentjaraningrat Pengantar Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hal Pelly, H. Zainul Op. cit. hal

29 Masyarakat tidak begitu saja muncul seperti sekarang ini, tetapi adanya perkembangan yang dimulai dari masa lampau sampai saat sekarang ini dan terdapat masyarakat yang mewakili masa tersebut. Masyarakat ini kemudian berkembang mengikuti perkembangan jaman sehingga kemajuan yang dimiliki masyarakat sejalan dengan perubahan yang terjadi secara global, tetapi ada pula masyarakat yang berkembang tidak seperti mengikuti perubahan jaman melainkan berubah sesuai dengan konsep mereka tentang perubahan itu sendiri Budaya Politik Terminologi Budaya Politik Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr. menyatakan bahwa budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi 76. Lucian Pye memandang budaya politik sebagai cara untuk menemukan sebuah metode kerja dari hal-hal terpendam psikologi individual yang kompleks hingga ke tingkat agregat sosial yang menjadi lahan tradisional ilmu politik 77. Pye memandang budaya politik memberikan suatu batas subyek yang teratur yang diketemukan dalam dua tingkat. Bagi individu budaya politik memberikan panduan kontrol prilaku politik yang efektif, dan kolektivitas ia memberikan satu struktur sistematis nilai-nilai dan pertimbangan-pertimbangan 76 Almond, Gabriel A. & G. Bingham Powel, Jr Compartive Politics. Boston: Litle, Brown and Company. hal Pye, Lucian W dan Sidney Verba Introduction: Political Culture and Political Development. Princenton: Princenton University Press. Hal. 9

30 rasional yang memastikan koherensi dan kinerja-kinerja institusi-institusi dan organisasi-organisasi 78. Menurut Gabriel A. Almond dan Sidney Verba kebudayaan politik adalah merupakan distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat tersebut 79. Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat tersebut. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik. Sidney Verba selanjutnya menyatakan budaya politik terdiri dari sistem keyakinan empiris, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai dimana tindakan politik berlangsung. Budaya politik adalah sebuah kontrol berhubungan dengan keyakinan-keyakinan yang dipegang individu-individu 80. Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut 81 : 78 Pye, Lucian W dan Sidney Verba Ibid. hal Almond, Gabriel A. & Sidney Verba Budaya Politik Tingah Laku di Lima Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Hal Pye, Lucian W dan Sidney Verba Comparative Political Culture. Princenton: Princenton University Press. Hal diakses tanggal 30 Januari 2009

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #4 Y E S I M A R I N C E, M. S I

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #4 Y E S I M A R I N C E, M. S I Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #4 Y E S I M A R I N C E, M. S I PENGERTIAN ILMU POLITIK Secara Etimologis istilah politik berasal dari kata dalam bahasa Yunani Kuno yakni polis yang artinya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 Agus sudarsono 1 VII. KEBUDAYAAN 2 A. BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi

Lebih terperinci

Konsep-konsep Pokok Politik yang Mendasari Definisi/Pengertian Ilmu Politik

Konsep-konsep Pokok Politik yang Mendasari Definisi/Pengertian Ilmu Politik Konsep-konsep Pokok Politik yang Mendasari Definisi/Pengertian Ilmu Politik Oleh: Adiyana Slamet Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-2-3 (IK-1,3,4,5) NEGARA Negara adalah suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP SOSIOLOGI POLITIK

PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP SOSIOLOGI POLITIK PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP SOSIOLOGI POLITIK Disampaikan Pada Mata Kuliah SOSIOLOGI POLITIK Dosen: TATIK ROHMAWATI, S.IP.,M.Si. 24/09/2013 HandOut Sosiologi Politik 1 DEFINISI SOSIOLOGI 1.

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Khusus

Tujuan Instruksional Khusus Sosiologi Tujuan Instruksional Khusus Agar mahasiswa mengenal, mengerti, dan dapat menerapkan konsep-konsep sosiologi dalam hubungannya dengan psikologi SUMBER ACUAN : Soekanto, S. Pengantar Sosiologi.

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM SOSIAL 4.1 Pengantar 4.2 Sistem Sosial

BAB IV SISTEM SOSIAL 4.1 Pengantar  4.2 Sistem Sosial BAB IV SISTEM SOSIAL 4.1 Pengantar Kebudayaan merupakan proses dan hasil dari kehidupan masyarakat. Tidak ada mayarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan, hanya saja kebudayaan yang dimiliki masyarakat

Lebih terperinci

Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Politik. Yanuardi, M.Si

Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Politik. Yanuardi, M.Si Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Politik Yanuardi, M.Si Ilmu Politik Ilmu Politik adalah Ilmu yang mempelajari tentang politik What is Science? science dalam pengertian ilmu pengetahuan alam ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Ilmu Politik

Ruang Lingkup Ilmu Politik Ruang Lingkup Ilmu Politik Perkembangan Ilmu Politik Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmuilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus dan ruang lingkup yang

Lebih terperinci

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I PERKEMBANGAN ILMU POLITIK CARA MEMANDANG ILMU POLITIK Ilmu yang masih muda jika kita memandang Ilmu Politik semata-mata sebagai salah

Lebih terperinci

Politik & Strategi Nasional

Politik & Strategi Nasional Politik & Strategi Nasional 4 Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat mengerti, memahami, mendalami, menghayati politik dan strategi nasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

Lebih terperinci

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono*

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono* SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono* ABSTRAK Pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama

Lebih terperinci

By : Rahmadani Yusran

By : Rahmadani Yusran PENGANTAR ILMU POLITIK By : Rahmadani Yusran Definisi Ilmu Politik Secara Umum : Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda, dan perubahan ini

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT Y E S I M A R I N C E, S. I P

KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT Y E S I M A R I N C E, S. I P KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT Y E S I M A R I N C E, S. I P Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

Sifat dan Arti Ilmu Politik

Sifat dan Arti Ilmu Politik Sifat dan Arti Ilmu Politik sent by Weldan Firnando Smith Perkembangan Ilmu Politik Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka,

Lebih terperinci

Sistem Politik Gabriel Almond. Pertemuan III

Sistem Politik Gabriel Almond. Pertemuan III Sistem Politik Gabriel Almond Pertemuan III Teori Fungsionalisme Lahir sebagai kritik terhadap teori evolusi, yang dikembangkan oleh Robert Merton dantalcott Parsons. Teori fungsional memandang masyarakat

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya MODUL PERKULIAHAN Masyarakat & Budaya FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ MK 42005 Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 5 Abstract Dalam pokok bahasan

Lebih terperinci

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Saudara mahasiswa, kita berjumpa kembali dalam kegiatan Tutorial Online yang ketiga untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang masalah Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar dan kecil, serta masyarakatnya mempunyai beraneka ragam agama, suku bangsa, dan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )/ RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPS)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )/ RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPS) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )/ RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPS) 1. Nama Mata Kuliah : Perencanaan Pembangunan 2. Dosen Pembina : Drs. Achmadur Rifa i 3. Kode/ SKS : 010 023311/

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian. Dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

Sistem Perkebunan Masa Hindia-Belanda

Sistem Perkebunan Masa Hindia-Belanda Sistem Perkebunan Masa Hindia-Belanda Bab I Pendahuluan Sejarah perkembangan perkebunan di negara berkembang (termasuk Indonesia) tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme,

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) karena interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari

BAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Psikologi Sosial Kata psikologi mengandung kata psyche yang dalam bahasa Yunani berarti jiwa dan kata logos yang dapat diterjemahkan dengan kata ilmu. Dengan demikian, istilah

Lebih terperinci

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI Oleh: Zulkarnain JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 1 SISTEM TANAM PAKSA Oleh: Zulkarnain Masa penjajahan yang

Lebih terperinci

Pertemuan6 Peradaban; Wujud kebudayaan danunsur-unsur kebudayaan MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA

Pertemuan6 Peradaban; Wujud kebudayaan danunsur-unsur kebudayaan MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA Pertemuan6 Peradaban; Wujud kebudayaan danunsur-unsur kebudayaan MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA Kebudayaandan Peradaban Peradaban adalah suatu bentuk masayarakat

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

KEKUASAAN DAN WEWENANG

KEKUASAAN DAN WEWENANG KEKUASAAN DAN WEWENANG A. Pengantar Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

SISTEM TANAM PAKSA. Oleh: Taat Wulandari

SISTEM TANAM PAKSA. Oleh: Taat Wulandari SISTEM TANAM PAKSA Oleh: Taat Wulandari E-mail: taat_wulandari@uny.ac.id TOKOH-TOKOH PENENTANG TANAM PAKSA 1. Eduard Douwes Dekker (1820 1887) Ia mengarang sebuah buku yang berjudul Max Havelaar (lelang

Lebih terperinci

Budaya. Oleh: Holy Greata. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Budaya. Oleh: Holy Greata. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Budaya Fakultas Psikologi Oleh: Holy Greata Program Studi Psikologi Pengertian "Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehldupan

Lebih terperinci

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DAFTAR ISI LATAR BELAKANG KEDATANGAN BANGSA BARAT KE INDONESIA What: (latar belakang) Indonesia negara dengan SDA yang melimpah Why: (Alasan) Orang-orang

Lebih terperinci

KONSEP-KONSEP POKOK DALAM ANTROPOLIGI: KEBUDAYAAN

KONSEP-KONSEP POKOK DALAM ANTROPOLIGI: KEBUDAYAAN KONSEP-KONSEP POKOK DALAM ANTROPOLIGI: KEBUDAYAAN Oleh: Suyatno, Ir., MKes. KEBUDAYAAN??? KE BUDAYA AN BUDAYA Sosioantro 2 adaptasi tantangan manusia Alam : (REAKSI) KEBUDAYAAN Geografis, Geologis, Iklim,

Lebih terperinci

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN. Modul ke: MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN MODUL 2 NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SUMBER : BUKU ETIKA BERWARGANEGARA, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI. ( DITERBITKAN OLEH UMB GRAHA ILMU ) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pabrik Gula Kwala Madu atau sering disebut orang dengan istilah PGKM merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA NASIONAL

HUKUM AGRARIA NASIONAL HUKUM AGRARIA NASIONAL Oleh : Hj. Yeyet Solihat, SH. MKn. Abstrak Hukum adat dijadikan dasar karena merupakan hukum yang asli yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hukum adat ini masih harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan termasuk bagian dari sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan termasuk bagian dari sektor pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor perkebunan termasuk bagian dari sektor pertanian yang merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Usaha perkebunan mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE 5

PERTEMUAN MINGGU KE 5 PERTEMUAN MINGGU KE 5 WUJUD KEBUDAYAAN Talcott Parsons bersama A.L. Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan

Lebih terperinci

SISTEM POLITIK INDONESIA

SISTEM POLITIK INDONESIA SISTEM POLITIK INDONESIA PENGERTIAN UMUM, MASALAH, PENDEKATAN Sebelum masuk ke istilah SISTEM POLITIK INDONESIA, kita harus paham dulu apa arti SISTEM POLITIK. Menurut Sukarna, untuk memahaminya bisa ditempuh

Lebih terperinci

Antropologi Psikologi

Antropologi Psikologi Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Antropologi Psikologi Manusia sebagai makhluk individu Manusia sebagai makhluk sosial Manusia sebagai makhluk budaya Kehidupan kolektif manusia dan defenisi masyarakat Wenny

Lebih terperinci

1. Oleh: 2. Taat Wulandari 3.

1. Oleh: 2. Taat Wulandari 3. 1. Oleh: 2. Taat Wulandari 3. E-mail: taat_wulandari@uny.ac.id Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah dan cagar budaya banyak

Lebih terperinci

Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia Masyarakat : ( - مشاركة -(شارك kaum/komunitas Budaya : Pola pikir/tradisi/kebiasaan Kebudayaan : Wujud material

Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia Masyarakat : ( - مشاركة -(شارك kaum/komunitas Budaya : Pola pikir/tradisi/kebiasaan Kebudayaan : Wujud material Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia Masyarakat : ( - مشاركة -(شارك kaum/komunitas Budaya : Pola pikir/tradisi/kebiasaan Kebudayaan : Wujud material dari budaya (benda/fisik) حضر مدن (ثقف- ثقافة ( Arab

Lebih terperinci

PENGERTIAN NEGARA DARI BERBAGAI TOKOH

PENGERTIAN NEGARA DARI BERBAGAI TOKOH PENGERTIAN NEGARA DARI BERBAGAI TOKOH 1. Roger H. Soltau Negara adalah agen atau kewenangan yang mengatur atau mengendalikan persoalanpersoalan bersama atas nama masyarakat 2. Harold J. Laski Negara adalah

Lebih terperinci

MASYARAKAT DAN KESADARAN BUDAYA. Oleh: Resti Nur Laila, Atika Widayanti, Krissanto Kurniawan

MASYARAKAT DAN KESADARAN BUDAYA. Oleh: Resti Nur Laila, Atika Widayanti, Krissanto Kurniawan MASYARAKAT DAN KESADARAN BUDAYA Oleh: Resti Nur Laila, Atika Widayanti, Krissanto Kurniawan Budaya merupakan suatu hal yang dihasilkan masyarakat dari kebiasaan-kebiasaan yang akhirnya mengkristal atau

Lebih terperinci

Pendekatan-Pendekatan dalam Ilmu Politik. Cecep Hidayat Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

Pendekatan-Pendekatan dalam Ilmu Politik. Cecep Hidayat Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Pendekatan-Pendekatan dalam Ilmu Politik Cecep Hidayat Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Definisi Pendekatan Menurut Vernon van Dyke: Pendekatan adalah

Lebih terperinci

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni INDUSTRIALISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL Industrialisasi menjadi salah satu strategi pembangunan ekonomi nasional yang dipilih sebagai

Lebih terperinci

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI Fitri Dwi Lestari ASAL USUL SOSIOLOGI Dari bukti peninggalan bersejarah, manusia prasejarah hidup secara berkelompok. ASAL USUL SOSIOLOGI Aristoteles mengatakan bahwa

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

Dampak Perubahan Sosial Budaya

Dampak Perubahan Sosial Budaya Dampak Perubahan Sosial Budaya Terhadap Kesehatan dr.taufik Suryadi,SpF (abiforensa@yahoo.com) Ahli Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Lulusan FK USU Lulusan Program Bioetika, Hukum Kedokteran dan HAM

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Hindia Belanda. Setelah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) 31. besar di daerah Sumatera Timur, tepatnya di Tanah Deli.

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Hindia Belanda. Setelah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) 31. besar di daerah Sumatera Timur, tepatnya di Tanah Deli. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad 19 dalam sejarah merupakan abad terjadinya penetrasi birokrasi dan kekuasaan kolonialisme Belanda yang di barengi dengan Kapitalisme di beberapa wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melarat, dan mereka yang berada ditengah tengahnya. Uraian yang dikemukakan Aristoteles itu

BAB I PENDAHULUAN. melarat, dan mereka yang berada ditengah tengahnya. Uraian yang dikemukakan Aristoteles itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak terjadi perubahan dalam kehidupan, kehidupan yang berlangsung di dunia bersifat dinamis. Namun, kita dapat mengetahui perubahan-perubahan yang telah terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penulisan sejarah Indonesia, gerakan-gerakan sosial cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan bahwa sejarawan konvensial lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1992:78). Dalam pengertian lain industrialisasi merupakan transformasi proses

BAB I PENDAHULUAN. 1992:78). Dalam pengertian lain industrialisasi merupakan transformasi proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi adalah proses segala hal yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perusahaan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya (SR. Parker, 1992:78).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas

BAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Luas daratan yang terbentang dari sabang sampai merauke yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa anak-anak, remaja, nikah, masa tua, dan mati (Koenthjaraningrat, 1977: 89). Masa pernikahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA FUNGSI UUPA 1. Menghapuskan dualisme, menciptakan unifikasi serta kodifikasi pada hukum (tanah)

Lebih terperinci

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Konsep (pengertian) ilmu pengetahuan Memahami dan menjelaskan konsep (pengertian) ilmu pengetahuan secara umum Hubungan sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara agraris yang berarti bahwa penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani dan pendapatan nasional sebagian besar bersumber dari

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

KONSEP-KONSEP POLITIK

KONSEP-KONSEP POLITIK KONSEP-KONSEP POLITIK (Teori politik, Masyarakat, Kekuasaan dan Negara) Oleh: Adiyana Slamet Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-9 (IK-1,3,4,5) Pengertian Teori Teori adalah abstraksi

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL DRS. M. KHALIS PURWANTO, MM

PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL DRS. M. KHALIS PURWANTO, MM PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL DRS. M. KHALIS PURWANTO, MM DI SUSUN OLEH BILLY IGAN SISWARA 11.02.8047 D3 MI 03 PENDIDIKAN PANCASILA MANAJEMEN INFORMATIKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Identitas

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI BARU Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Teori Dependensi Baru Teori ini

Lebih terperinci

Konsep-Konsep Dasar dalam Ilmu Politik

Konsep-Konsep Dasar dalam Ilmu Politik Konsep-Konsep Dasar dalam Ilmu Politik Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Kekuasaan.

Lebih terperinci

August Comte Selo Soemardjan Soelaeman Soemardi

August Comte Selo Soemardjan Soelaeman Soemardi PENGANTAR SOSIOLOGI 1. Pengertian Dasar Sosiologi berasal dari kata latin socius dan kata yunani yaitu logos. Socius berarti kawan atau teman; Logos berarti pengetahuan. Maka sosiologi berarti pengetahuan

Lebih terperinci

Pendekatan Studi Perbandingan Pemerintah

Pendekatan Studi Perbandingan Pemerintah Pendekatan Studi Perbandingan Pemerintah Pendekatan Kelembagaan/Institusi onal/tradisional Pendekatan Behavioural/Tingkah Laku Pendekatan Paskabehavioural 1. Pendekatan Kelembagaan (1920an-1930an) Ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis 1. Hakikat Tradisi dan Kebudayaan Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu berupa kekayaan alam maupun kekayaan budaya serta keunikan yang dimiliki penduduknya. Tak heran

Lebih terperinci

Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah

Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah Tugas Ringkasan Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah Imelda Polii Pracecilia Damongilala Anastania Maria Stephanie Bokong Pontoh UNIVERSITAS SAM RATULANGI TEKNIK ARSITEKTUR MANADO 2006 PANCASILA SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

Pengertian dan Definisi Negara Menurut Para Ahli

Pengertian dan Definisi Negara Menurut Para Ahli Pengertian dan Definisi Negara Menurut Para Ahli Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Selain itu, manusia juga merupakan mahluk politik yang mempunyai naluri utnuk berkuasa. Oleh

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

Pendekatan Historis Struktural

Pendekatan Historis Struktural Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan modernisasi membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga

Lebih terperinci

BUDAYA POLITIK MASYARAKAT PERKEBUNAN (Studi Kasus PTPN IV Bahjambi)

BUDAYA POLITIK MASYARAKAT PERKEBUNAN (Studi Kasus PTPN IV Bahjambi) BUDAYA POLITIK MASYARAKAT PERKEBUNAN (Studi Kasus PTPN IV Bahjambi) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Oleh : Heri Aprilando Simanjuntak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

Pendekatan-Pendekatan dalam Ilmu Politik

Pendekatan-Pendekatan dalam Ilmu Politik Pendekatan-Pendekatan dalam Ilmu Politik Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Pribumi sangat tergantung pada politik yang dijalankan oleh pemerintah kolonial. Sebagai negara jajahan yang berfungsi sebagai daerah eksploitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengindikasikan

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks. Tidak berjalannya program landreform yang mengatur tentang penetapan luas pemilikan tanah mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07 MODUL PERKULIAHAN Kelompok & Organisasi Sosial Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 07 MK61004 Nurwidiana, SKM MPH Abstract Mata kuliah ini merupakan pengantar bagi

Lebih terperinci

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa 1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya

Lebih terperinci

PANCASILA PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

PANCASILA PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi. PANCASILA Modul ke: PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA ABSTRACT Menjelaskan ideologi

Lebih terperinci

Kewarganegaraan UMB. Bab Negara dan Sistem Pemerintahan. Bambang Sukiyono, ST. MT. Modul ke: Fakultas Teknik. Program Studi Teknik Elektro

Kewarganegaraan UMB. Bab Negara dan Sistem Pemerintahan. Bambang Sukiyono, ST. MT. Modul ke: Fakultas Teknik. Program Studi Teknik Elektro Kewarganegaraan UMB Modul ke: Bab Negara dan Sistem Pemerintahan Fakultas Teknik Bambang Sukiyono, ST. MT. Program Studi Teknik Elektro www.mercubuana.ac.id 1. Pendahuluan Istilah dan Pengertian Negara:

Lebih terperinci

SOSIOLOGI (PENDAHULUAN) OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

SOSIOLOGI (PENDAHULUAN) OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI SOSIOLOGI (PENDAHULUAN) OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI POKOK BAHASAN Batasan sosiologi Memahami dan menjelaskan batasan sosiologi Ruang lingkup sosiologi Memahami dan menjelaskan ruang lingkup sosiologi

Lebih terperinci