Sistem Perkebunan Masa Hindia-Belanda

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sistem Perkebunan Masa Hindia-Belanda"

Transkripsi

1 Sistem Perkebunan Masa Hindia-Belanda Bab I Pendahuluan Sejarah perkembangan perkebunan di negara berkembang (termasuk Indonesia) tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme, dan modernisasi. Di negara berkembang, perkebunan hadir sebagai perpanjangan kapitalisme agraris Barat yang diperkenalkan melalui sistem perekonomian kolonial. Awalnya, ia hadir sebagai sistem perekonomian baru yang belum dikenal yaitu sistem perekonomian pertanian komersial (commercial agriculture) yag bercorak kolonial. Sistem perekonomian yang dibawa oleh pemerintah kolonial atau oleh korporasi kapitalis asing itu pada dasarnya adalah sistem perkebunan Eropa (European plantation), yang berbeda dengan sistem kebun (garden system) yang telah berlaku di negara-negara berkembang. Sebelum mengenal sistem dari Barat, di negara-negara berkembang mengenal sistem kebun sebagai bagian dari sistem perekonomian pertanian tradisional yang merupakan usaha tambahan atau pelengkap. Sistem kebun biasanya berbentuk usaha kecil, tidak padat modal, penggunaan lahan terbatas, sumber tenaga kerja berpusat pada anggota keluarga (extended family), kurang berorientasi pada pasar, akan tetapi lebih berorientasi subsisten. Sedangkan sistem perkebunan Barat berbentuk usaha pertanian skala besar dan kompleks, padat modal, lahan luas, organisasi tenaga kerja besar, pembagian kerja rinci, sistem upah buruh, struktur rapi, menggunakan teknologi modern, serta penanaman tanaman komersial untuk komoditi ekspor pasar dunia Kolonialisme

2 Hampir seluruh negara berkembang (developing countries atau underdeveloped countries) memiliki pengalaman historis dengan perkembangan kolonialisme. Ekspansi kekuasaan kolonial pada abad ke-19 merupakan gerakan kolonialisme yang paling besar pengaruhnya dalam membawa dampak perubahan berbagai aspek di negara-negara yang mengalami penjajahan serta terjadi transformasi struktur politik ekonomi tradisional ke arah struktur politik ekonomi kolonial dan modern. Dampak penting gerakan kolonialisme adalah timbulnya sistem kolonial (colonial system) dan situasi kolonial (colonial situation) di negara jajahan yang pada akhirnya menciptakan sistem hubungan kolonial antara penguasa kolonial dan penduduk pribumi yang dikuasai, dan antara pihak negara jajahan dengan negara induknya. Ciri pokok kolonial adalah prinsip dominasi, eksploitasi, diskriminasi, dan dependensi yang berpangkal pada doktrin pengejaran kejayaan (glory), kekayaan (gold), dan penyebaran agama (gospel). Sistem dominasi, eksploitasi, dan diskriminasi yang berlaku dalam sistem kolonial telah menciptakan jurang perbedaan serta hubungan ketergantungan antara pusat dengan daerah, dan antara negara induk dengan jajahan. Hubungan ketergantungan ini mencakup berbagai hal seperti modal, teknologi, pengetahuan, keterampilan, organisasi dan kekuasaan. Perbedaan yang ada sejak hadirnya sistem perkebunan di lingkungan masyarakat agraris tradisional di tanah jajahan (oleh beberapa pihak) dianggap telah menciptakan tipe perekonomian kantong (enclave economics) yang bersifat dualistis (dualistic economy) yakni kehadiran komunitas sektor perekonomian modern (yang berorientasi ekspor dan pasaran dunia) di tengah-tengah lingkungan komunitas sektor perekonomian tradisional (yang bersifat subsisten) Kolonialisme dan Modernisasi di Indonesia

3 Seperti negara-negara berkembang lainnya (sebelum masuknya sistem perkebunan kolonial), di Indonesia juga telah berkembang sistem kebun terlebih dahulu. Sistem ini bahkan berlaku sampai masa penjajahan VOC pada abad ke Proses perkembangan sistem perkebunan berlangsung sejajar/sinergis dengan perkembangan politik kolonial. Pertumbuhan sistem perkebunan berlangsung dalam dua fase perkembangan yaitu fase perkembangan industri perkebunan negara ke fase industri perkebunan swasta, serta beriringan dengan perkembangan orientasi politik kolonial dari orientasi politik konservatif ke politik liberal. Pada masa awal abad ke-19, golongan konservatif menguasai pemerintahan. Mereka melakukan politik eksploitasi dengan penyerahan paksa ( ). Eksploitasi produksi pertanian diwujudkan dalam bentuk usaha perkebunan negara berdasar sistem tanam wajib/tanam paksa. Pelaksanaan sistem ini dijalankan melalui alat birokrasi pemerintah sehingga menuntut perangkat birokrasi yang mapan yang mengimbangi perkembangan sistem perkebunan. Hal itu ditandai dengan proses birokratisasi berupa sentralisasi administrasi pemerintahan dari tingkat pusat hingga ke tingkat desa. Perkembangan ini juga menuntut kebutuhan pegawai perkebunan sehingga terjadi gejala peningkatan edukasi yang ditandai dengan lahirnya sekolah calon pegawai. Selain itu, sebelumnya, proses agro-industrialisasi juga melahirkan perkembangan komunikasi dan transportasi seperti jalan Anyer-Panarukan. Selanjutnya, sejak tahun 1870-an terjadi pergeseran kebijaksanaan politik dari politik konservatif ke politik liberal. Hal ini diikuti dengan perubahan kebijaksanaan politik drainage, yaitu politik eksploitasi tanah jajahan yang semula dikelola negara, kemudian diganti oleh perusahaan awasta. Perubahan kebijaksanaan politik tersebut dalam perkembangannya menuntut peningkatan intensifikasi sistem administrasi serta penekanan orientasi kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Perkembangan pada awal abad ke-20 ini mendasari perubahan orientasi kebijaksanaan politik yang baru lagi yaitu Politik Etis.

4 Bab II Masa Pra-Kolonial: Sistem Kebun pada Masa Tradisional Dari Ladang ke Kebun Dari berbagai perkembangan ragam pertanian di kepulauan nusantara, terdapat empat sistem pertanian yang telah lama dikenal di daerah Indonesia yaitu (1) sistem perladangan (shifting cultivation), yaitu jenis kegiatan pertanian yang berpindah-pindah, penanaman tanaman yang berumur pendek; (2) sistem persawahan (wet rice cultivation sistem); (3) sistem kebun yang menggarap tanaman (perdu) berusia panjang (perennial) atau tanaman penghasil panenan (crops) yang ditanam pada lahan tetap; dan (4) sistem tegalan (dry field), yaitu tipe kegiatan penanaman tanaman pangan (food crops) secara tetap pada daerah lahan kering. Semua sistem tersebut telah berlaku sebelum kedatangan bangsa Eropa, bahkan masih ada yang berlaku hingga saat ini. Sistem perladangan ditandai oleh sifat imitasi ekologis, pertanian tidak tetap, aneka ragam tanaman, dan berkaitan dengan kepadatan penduduk yang rendah. Sedangkan sistem persawahan merupakan bangunan alam sekitar artifisial yang ditanami tanaman khusus, didukung lingkungan pedesaan padat penduduk, sistem irigasi yang kompleks yang determinan dengan pertumbuhan penduduk yang kompleks pula. Selain itu, sistem persawahan juga memiliki kecendrungan untuk merespon kenaikan penduduk melalui intensifikasi. Seperti halnya sistem peladangan dan persawahan, sistem kebun juga telah tua, setidaknya sejak 1200 M. Dalam perkembangannya, sistem kebun mengalami berbagai ragam bentuk, baik penanaman tanaman campuran, penanaman satu jenis tanaman, tanaman usia pendek maupun panjang. Berbeda dengan sawah, kebun kurang menuntut tenaga kerja besar. Kebun juga tidak menuntut lokasi istimewa, asalkan

5 iklim dan pengeringan tanah yang baik serta jarak pasar yang tidak jauh. Sekali dibangun di suatu tempat, kebun bisa terus berlangsung lama sehingga hal ini mendasarkan dugaan Terra bahwa sistem perkebunan campuran di Jawa Timur telah berlangsung lama, yaitu sejak tahun 1200 M. Di Jawa Tengah bahkan lebih jauh sebelum itu. Begitu juga dengan kebun karet dan kopi di Sumatera sejak akhir abad ke-19, serta berbagai perkebunan lain di wilayah nusantara Kebun Komoditi Perdagangan Salah satu perubahan yang lebih penting daripada variasi daerah ialah perubahan dari sistem ladang ke sistem kebun permanen yang menanam tanaman perdagangan. Kebun bertanaman campuran merupakan salah satu tipenya. Kebun ini diduga telah berkembang di Jawa Tengah sebelum abad ke-10. Perkembangan yang sudah cukup tua juga terjadi di Sumatera dan Sulawesi Selatan, disamping di daerah Nusa Tenggara. Berbeda dengan kebun campuran yang subsisten, sejumlah daerah di luar Jawa sebelum abad ke-19 telah mengembangkan kebun tanaman perdagangan (gardens of commercial crops) seperti kopi, lada, kapur barus, dan rempah-rempah. Berdasarkan laporan perjalanan yang ada, berbagai komoditi tersebut telah lama diperdagangkan serta telah mendorong pertumbuhan kebun-kebun tanaman komersial dan mendongkrak aktivitas perdagangan internasional. Proses komersialisasi itu diawali dengan hubungan simbiotik antar daerah yang diwujudkan dalam bentuk hubungan perdagangan. Maksud dari hubungan simbiotik adalah hubungan perdagangan yang saling menguntungkan bukan hanya dilihat dari sisi pendapatan, akan tetapi dilihat dari pemenuhan komoditi yang dibutuhkan satu sama lain. Contoh corak pertukaran komoditi perdagangan simbiotik antara lain adalah pesisir Jawa-Sulawesi yang menukar emas ditukarkan dengan tekstil India.

6 Selain meningkatnya pertumbuhan kebun komoditi komersial, meningkatnya proses komersialisasi di daerah pantai pada abad ke-16 juga mendorong pertumbuhan kelahiran kerajaan-kerajaan Islam, dan pertumbuhan kota-kota emporium di sepanjang pantai Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku. Pertumbuhan kerajaan dan kota-kota emporium ini sekaligus diikuti dengan kemunduran kerajaan Majapahit dan kota-kota emporiumnya. Kotakota Bandar emporium di jawa yang tumbuh dari abad ke-11 sampai abad ke-16 seperti Tuban, Sidayu, Jaratan, Lasem, Brondong, Canggu, Gresik, Surabaya, Demak, dan Jepara. Kota-kota ini memiliki hubungan perdagangan dengan kota Bandar emporium di daerah timur seperti Ternate, Tidore, Makasar, dan Banjarmasin. Kota Bandar emporium yang ada di daerah barat adalah Malaka, Aceh, dan Palembang. Kedudukan pusat Jawa sebagai daerah persawahan juga dibuktikan dengan berdirinya kerajaan-kerajaan agraris yang berlangsung silih berganti pada masa pra-kolonial. Kerajaan itu antara lain adalah Mataram lama, Jenggala, Kediri, Singasari, Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram Islam. Berbeda dengan di Jawa, kerajaan-kerajaan lain di Maluku (Ternate dan Tidore) mengandalkan surplus tanaman kebun, yaitu bahan rempahrempah karena mereka tidak memiliki basis persawahan seperti yang dimiliki kerajaan Jawa. Surplus poduksi komoditi perdagangan yang dimiliki kerajaan umumnya didasarkan atas hak monopoli raja terhadap bahan perdagangan yang ada di wilayah kekuasaannya. Ada beberapa bentuk organisasi proses produksi. Pertama, raja menerima produksi komoditi perdagangan dari para kepala penguasa lokal, atas dasar penyerahan wajib/upeti. Pala dan cengkih lebih banyak dikelola oleh penguasa lokal, Orang Kaya. Kedua, raja selain menerima upeti juga memilki kebun sendiri. Menurut van Leur, sturktur perekonomian dan perdagangan Indonesia dengan Eropa pada hakikatnya mirip. Akan tetapi, mengapa kegiatan perdagangan dan masyarakat Indonesia tidak

7 meningkatkan kemajuan perkembangan ekonomi seperti yang dicapai oleh Eropa? Mengenai hal ini, ada beberapa faktor yang mendasarinya yakni struktur geografis wilayah perdagangannya, struktur sosial, serta perkembangan pengetahuan dan teknologi yang melatarbelakangi perkembangan selanjutnya, terutama perkembangan kapitalisme dan kolonialisme. Struktur geografi kepulauan Indonesia yang luas dan jarak yang cukup jauh satu dengan yang lainnya menyebabkan biaya pengangkutan perdagangan menjadi mahal sehingga yang bermain hanya golongan raja dan bangsawan saja. Selain itu, di Indonesia belum mengenal organisasi perdagangan seperti di Eropa sehingga perdagangan di Indonesia menjadi lemah dalam menghadapi persaingan dengan pihak luar. Perkembangan pengetahuan dan teknologi di Eropa tidak dijmpai di Indonesia sehingga kegiatan perdagangan dan ekonomi berjalan lambat dan statis selama beberapa periode. Bab IV Perkebunan pada Masa Pemerintahan Konservatif ( ) 4.1. Konflik Politik Konservatif dan Liberal: Peralihan pemerintahan VOC ke pemerintahan Hindia Belanda dalam rentang waktu abad ke-18 sampai abad ke-19 memberikan latar perkembangan sistem perkebunan di Indonesia pada abad ke-19. Pergantian politik pemerintahan ini ditandai dengan kebangkrutan VOC yang disebabkan berbagai faktor seperti kecurangan pembukuan, korupsi, pegawai yang lemah, sistem monopoli dan sistem paksa yang membawa kemerosotan moral dan penderitaan penduduk. Pada

8 saat yang sama, Negeri Belanda juga sedang mengalami dampak buruk akibat perang menghadapi Inggris. Sementara itu, Negeri Belanda sendiri sedang berada dalam pengaruh kekuasaan kekaisaran Perancis di bawah Napoleon sebagai akibat dari perang yang dilakukan Perancis dengan negeri-negeri tetangganya. Oleh karena itu semua, maka perpindahan pemerintahan VOC ke tangan pemerintahan Hindia Belanda pada awal abad itu tidak membawa banyak perubahan. Masih pada saat yang sama, di Eropa sedang terjadi perluasan paham dan cita-cita liberal sebagai akibat dari Revolusi Perancis. Paham liberal itupun masuk ke Negeri Belanda. Salah satu tokohnya adalah Dirk van Hogendorp. Ia adalah juru bicara kaum liberal Belanda yang sering mengajukan gagasan baru kepada pemerintahan Belanda untuk menjalankan politik kolonialnya di Indonesia dengan berdasarkan kebebasan dan kesejahteraan umum. Kaum liberal juga mengusulkan perubahan sistem pemerintahan tidak langsung ke sistem pemerintahan langsung serta mengusulkan untuk mengganti sistem tanam paksa dengan sistem pajak. Gagasan itu tentu saja ditentang oleh kelompok lain khususnya kaum konservatif yang hendak mempertahankan sistem dagang dari politik VOC. Dua gagasan tersebut (sistem pajak dan sistem dagang) mempengaruhi poltik kolonial Belanda selama periode tahun 1800 sampai sekitar tahun Dihadapkan kepada kenyataan tersebut, pemerintah kolonial lebih cenderung memilih kebijaksanaan politik kaum konservatif yang dianggap realistis dan mudah dilaksanakan. Namun dalam perkembangan penerapannya, idealisme liberal banyak dilaksanakan pendukungnya di tengah-tengah menjalankan garis politik konservatif. Daendels ( ) dan Raffles ( ) adalah dua contoh penguasa yang menganut idealisme liberal. Mereka memperjuangkan kebebasan perseorangan baik dalam hak milik tanah, bercocok tanam, berdagang, menggunakan hasil tanaman, maupun dalam kepastian hukum dan keadilan. Banyak

9 upaya yang dilakukan Daendels dengan berbagai cara untuk mewujudkan idealismenya, namun tidak semua gagasan tersebut dilaksanakanya karena kenyataan yang mendesak untuk mempertahankan Jawa dari ancaman Inggris. Pada masa Raffles, upaya pembaharuan yang paling menonjol adalah pengenalan sistem pemungutan pajak tanah (land rent) Sistem Pajak Tanah: Pengenalan sistem pajak tanah oleh Raffles adalah bagian integral dari gagasannya tentang sistem sewa tanah (landelijk stelsel) di tanah jajahan yang berupaya memperbaiki sistem paksa VOC yang dianggapnya memberatkan dan merugikan penduduk. Ia menganggap bahwa gagasannya akan menguntungkan kedua belah pihak, baik negara maupun penduduk). Dalam pengaturan pajak tanah, Raffles dihadapkan dengan dua pilihan, antara penetapan pajak secara perseorangan atau satu desa. Akhirnya Raffles lebih memilih penetapan pajak secara perseorangan karena khawatir adanya ketergantungan peduduk kepada penguasa pribumi serta menghindari penindasan yang sangat mungkin terjadi dialami rakyat. Penetapan pajak tersebut berpangkal pada peraturan tentang pemungutan semua hasil penanaman baik di lahan sawah maupun di lahan tegal, dan didasarkan pada kesuburan tanah yang diklasifikasikan menjadi tiga yaitu terbaik (I), sedang (II), dan kurang (III), dengan rincian sebagai berikut: A. Pajak Tanah Sawah: Golongan I Golongan II Golongan III 1/2 hasil panenan 2/5 hasil panenan 1/3 hasil panenan B. Pajak Tanah Tegal: Golongan I 2/5 hasil panenan

10 Golongan II Golongan III 1/3 hasil panenan 1/4 hasil panenan Pajak dibayarkan dalam bentuk uang tunai atau dalam bentuk padi atau beras. Penarikannya dilakukan oleh petugas pemungut pajak. Dalam pelaksanaannya, sistem pemungutan pajak tanah ini mengalami berbagai hambatan yang timbul di lapangan. Berbagai penyelewengan, ukuran tanah, dan berbagai masalah lainnya mengakibatkan gagalnya pelaksanaan sistem tersebut. Setelah Belanda menerima kembali tanah jajahannya dari Inggris, mereka dihadapkan keraguan dalam memilih sistem yang akan diterapkan karena melihat realitas di lapangan serta dihadapkan dengan tuntutan negeri induk yang mendesak. Para penguasa kolonial sesudah tahun 1816, seperti para Komisaris Jenderal ( ), Gubernur Jenderal Van der Capellen ( ), dan Du Bus de Gisignies pada awalnya berniat untuk melanjutkan gagasan liberal, akan tetapi realitas keuangan negeri induk yang mengalami kemerosotan membuat mereka terpaksa menerapkan politik eksploitasi tanah jajahan. Akan tetapi, mereka mencari cara untuk menerapkan kebebasan sehingga kebijakan politiknya bersifat dualistis. Sementara itu, sistem pemungutan pajak tetap berjalan seperti masa Raffles tetapi mengalami beberapa perubahan seperti penetapan pajak kepada desa. Berbeda dengan masa Raffles, pemerintah kolonial Belanda sesudah tahun 1816 menjalankan fungsionalisasi dengan mempertahankan kedudukan para bupati sebagai penguasa feodal (tradisional) di samping sebagai pegawai pemerintah kolonial yang bertanggung jawab terhadap pungutan pajak. 4.3 Sistem Sewa Tanah (Landelijk Stelsel):

11 Sistem sewa tanah (landelijk stelsel) yang menjadi dasar kebijaksanaan ekonomi pemerintahan Raffles membawa pengaruh arah kebijaksanaan politik pemerintah kolonial Belanda selama periode Gagasan Raffles pada dasarnya ingin melepaskan segala unsur paksaan dan sifat feodalisme dalam pemerintahan yang pernah dijalankan oleh VOC. Semangat Revolusi Perancis dan keberhasilannya dalam memerintah India membuat ia begitu yakin dengan penerapan gagasannya. Padahal, banyak perbedaan struktur dan kondisi sosial yang membedakan semuanya dengan masyarakat Jawa yang dipimpinnya. Persamaan gagasan Raffles dengan tokoh liberal Belanda Dirk van Hogendorp adalah mengenai defungsionalisasi penguasa pribumi untuk menghapuskan sistem feodal yang berlaku karena dianggapnya mematikan kreativitas dan swadaya rakyat. Dalam hal perdagangan, Raffles maupun Dirk menginginkan keleluasaan petani dalam menamam tanaman perdagangan yang dapat diekspor, sedangkan pemerintah bertugas untuk menyediakan perangkat dan prasarana yang dibutuhkan. Untuk menyusun kebijaksanaan politik perekonomian baru itu, Raffles merumuskan tiga asas perubahan. Pertama, menghapuskan segala bentuk penyerahan wajib dan rodi, dan memberikan kebebasan penuh kepada rakyat untuk menentukan jenis tnaman yang hendak ditanam dan diperdagangkan tanpa adanya unsur paksaan. Kedua, pengawasan tanah secara terpusat dan langsung serta penarikan pendapatan dan pungutan sewa oleh pemerintah tanpa perantaraan para bupati. Bupati tetap sebagai pegawai dengan bedasar asas pemerintahan Barat. Ketiga, didasarkan anggapan bahwa pemerintah adalah pemilik tanah, maka para petani dianggap sebagai penyewa tanah (tenant) milik pemerintah. Oleh karena itu, mereka diwajibkan membayar sewa tanah (land rent). Dalam pelaksanaannya, sistem sewa tanah tidak dapat diberlakukan di seluruh Jawa karena terbentur dengan banyaknya tanah partikelir (tanah milik swasta).

12 Pada masa pemerintahan Komisaris Jenderal Elout, Busykes, dan Van der Capellen ( ), sistem sewa tanah mengalami berbagai kesulitan dari para petaninya yang walaupun telah diberikan kebebasan tetapi tidak memiliki semangat tinggi dalam melakukan garapannya sehingga hasilnya tidak memuaskan (seperti yang terjadi di Cirebon dan sebelah timurnya). Dalam upaya meningkatkan ekspor dan kemakmuran rakyat, pemerintah Komisaris Jenderal membuka kontrak-kontrak antara pengusaha Eropa dengan kepala desa. Akan tetapi hal itu juga mengalami kendala karena berbagai faktor seperti lemahnya lalu lintas komersial di desa, tidak adanya pengalaman dagang, belum meresapnya ekonomi uang, serta berbagai kecurangan yang terjadi. Melihat kenyataan bahwa banyak faktor yang tidak mendorong rakyat untuk melakukan pertanian ekspor, maka Van der Capellen pada masa pemerintahannya melakukan politik perlindungan dengan melakukan berbagai pembatasan kegiatan perdagangan, kepemilikan tanah, dan lain-lain terhadap orang asing (Cina, Eropa, dsb). Berbeda dengan Van der Capellen yang memberikan pembatasan bagi orang asing, Du Bus de Gisignies ( ) justru menarik dan mendorong pengusaha-pengusaha swasta untuk menanamkan modalnya dalam kegiatan perekonomian di tanah jajahan. Menurut Du Bus, untuk meningkatkan produksi ekspor, perlu dilakuakan dua tindakan. Pertama, milik tanah bersama (communal bezit) perlu diganti dengan milik tanah perseorangan (individueel grondbezit). Pada intinya, di satu sisi Du Bus ingin mendorong kinerja petani agar bekerja lebih keras sedangkan di sisi lain Du Bus hendak menjalankan sistem sewa tanah dengan jalan memperkuat pengaruh Barat dalam kegiatan ekonomi di pedesaan. Namun upaya Du Bus hanyalah mimpi yang mustahil diwujudkan karena saat itu terjadi Perang Diponegoro atau Perang Jawa selama lima tahun ( ).

13 Dari seluruh gambaran upaya yang dilakukan oleh setiap pemerintahan yang mencoba menerapkan sistem sewa tanah tadi, dapat disimpulkan bahwa selama hampir 20 tahun ( ), sistem sewa tanah mengalami kegagalan mewujudkan tujuannya untuk memakmurkan rakyat dan meningkatkan produksi ekspor. Pada awalnya, gagasan yang dilontarkan Raffles ini memang memilki berbagai kelemahan dikarenakan persepsi Raffles yang menganggap sistem yang berhasil diterapkan di India ini juga akan berhasil diterapkan di Jawa. Akan tetapi, Raffles tidak memikirkan bahwa struktur sosial serta kondisi sosial yang jauh berbeda antara sebagian daerah India yang sudah dapat melepaskan diri dari ikatan feodalisme serta sudah cukup lama mengenal sistem ekonomi dibandingkan dengan keadaan Jawa yang masih kental dengan ikatan feodal dan kondisi masyarakatnya yang sebagian besar masih belum memahami sistem ekonomi. Pada masa selanjutnya, setelah tahun 1830, ketika Gubernur Jenderal Van den Bosh memegang pemerintahan, sistem sewa tanah dihapuskan. Sebagai gantinya, ia menghidupkan kembali sistem penanaman dengan unsur paksaan bahkan dengan cara yang lebih keras dibandingkan masa sebelumnya.

KONSEP DASAR PEREKONOMIAN GLOBAL

KONSEP DASAR PEREKONOMIAN GLOBAL Indah Oktaviani, M. Si KONSEP DASAR PEREKONOMIAN GLOBAL TPB SEM. II 2017/2018 Kebutuhan 1. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh seseorang, yang apabila tidak terpenuhi maka dapat menganggu

Lebih terperinci

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DAFTAR ISI LATAR BELAKANG KEDATANGAN BANGSA BARAT KE INDONESIA What: (latar belakang) Indonesia negara dengan SDA yang melimpah Why: (Alasan) Orang-orang

Lebih terperinci

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono*

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono* SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono* ABSTRAK Pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama

Lebih terperinci

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME KOLONIALISME DAN IMPERIALISME Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga

Lebih terperinci

BAB 5: SEJARAH POLITIK KOLONIAL

BAB 5: SEJARAH POLITIK KOLONIAL www.bimbinganalumniui.com 1. Pada tahun 1811, seluruh wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia telah berhasil direbut oleh... a. Alfonso d Albuqueque b. Lord Minto c. Bartholomeus Diaz d. Thomas Stamford

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah seperti vanili, lada, dan cengkeh. Rempah-rempah ini dapat digunakan sebagai pengawet

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah Kelas : 8 Waktu : 10.00-11.30 No.Induk : Hari/Tanggal : Senin, 08 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1.

Lebih terperinci

MASA PEMERINTAHAN HERMAN WILLIAN DAENDELS DI INDONESIA

MASA PEMERINTAHAN HERMAN WILLIAN DAENDELS DI INDONESIA MASA PEMERINTAHAN HERMAN WILLIAN DAENDELS DI INDONESIA Latar Belakang Kedatangan Herman William Daendels Herman William Daendels di utus ke Indonesia pada tahun 1808 dengan tujuan yakni mempertahankan

Lebih terperinci

SISTEM TANAM PAKSA. Oleh: Taat Wulandari

SISTEM TANAM PAKSA. Oleh: Taat Wulandari SISTEM TANAM PAKSA Oleh: Taat Wulandari E-mail: taat_wulandari@uny.ac.id TOKOH-TOKOH PENENTANG TANAM PAKSA 1. Eduard Douwes Dekker (1820 1887) Ia mengarang sebuah buku yang berjudul Max Havelaar (lelang

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN

KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2014-2015 Nama Sekolah : SMK AL-ISHLAH CILEGON Alokasi Waktu : 90 menit Mata Pelajaran : Sejarah Jumlah : 30 PG, 5 uraian Kelas/ Program

Lebih terperinci

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI Oleh: Zulkarnain JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 1 SISTEM TANAM PAKSA Oleh: Zulkarnain Masa penjajahan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana rempah-rempah menjadi komoditas yang paling menguntungkan pasar internasional. Itulah yang mendorong para

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1 KISI-KISI PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1 Nama Sekolah : SMA Islam Al-Azhar BSD Alokasi Waktu : 90 menit Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia Jumlah Soal : 50 Kelas / Semester : XI / Ganjil Bentuk Soal : Pilihan

Lebih terperinci

Oleh Taufik Hidayat, S.Pd

Oleh Taufik Hidayat, S.Pd Oleh Taufik Hidayat, S.Pd Terlebih dahuli kita akan membahas apa itu Kolonialisme dan Imperialisme Kolonialisme merupakan politik atau praktik yang di jalankan oleh suatu negara terhadap negara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Umum. Tujuan Khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Umum. Tujuan Khusus BAB 1 PENDAHULUAN Tujuan Umum Agar mahasiswa dapat memahami sejarah agraria Indonesia mulai jaman kerajaan, jaman kolonial sampai pada jaman pasca kemerdekaan. Tujuan Khusus Di dalam bab ini disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor

I. PENDAHULUAN. berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor pertanian. Sampai saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan Pekalongan, di sebelah Selatan berbatasan dengan Karesidenan Kedu, Surakarta, Madiun. Di

Lebih terperinci

KEUNGGULAN LOKASI TERHADAP KOLONIALISME DI INDONESIA

KEUNGGULAN LOKASI TERHADAP KOLONIALISME DI INDONESIA KEUNGGULAN LOKASI TERHADAP KOLONIALISME DI INDONESIA ALASAN BANGSA EROPA MELAKUKAN PERJALANAN SAMUDRA KARENA JATUHNYA KOTA KONSTANTINOPEL KE TANGAN BANGSA TURKI. UNTUK MENCARI REMPAH-REMPAH. INGIN MENJELAJAHI

Lebih terperinci

POLITIK KOLONIAL KONSERVATIF, ) ENCEP SUPRIATNA

POLITIK KOLONIAL KONSERVATIF, ) ENCEP SUPRIATNA POLITIK KOLONIAL KONSERVATIF, 1800-1870) ENCEP SUPRIATNA LATAR BELAKANG SETELAH VOC DINYATAKAN BANGKRUT KARENA MENEMPUH CARA-CARA TRADISIONAL. ATAS NAMA PEMERINTAH INGGRIS RAFFLES (1811-1816), MENERAPKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda antara tahun 1830 hingga akhir abad ke-19 dinamakan Culturstelsel (Tanam Paksa).

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Program Studi IPA (Sejarah) Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Kerajaan Kutai dan Tarumanegara Pertemuan Ke- : 1 Alokasi Waktu : 1 x pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah dan cagar budaya banyak

Lebih terperinci

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT A. Pengaruh Kebudayaan Islam Koentjaraningrat (1997) menguraikan, bahwa pengaruh kebudayaan Islam pada awalnya masuk melalui negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakikatnya, Indonesia telah mengenal sistem kebun sebagai sistem perekonomian tradisional dengan penanaman tanaman-tanaman seperti kopi, lada, kapur barus dan rempah-rempah,

Lebih terperinci

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA TUJUAN PEMBELAJARAN Dengan mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu: mendeskripsikan sebab dan tujuan kedatangan bangsa barat ke Indonesia;

Lebih terperinci

2. Sistem kerja wajib ( kerja rodi ) oleh Herman Willem Daendels

2. Sistem kerja wajib ( kerja rodi ) oleh Herman Willem Daendels Kebijakan kebijakan pemerintah kolonial yaitu: 1. Sietem penyerahan wajib oleh VOC 2. Sistem kerja wajib ( kerja rodi ) oleh Herman Willem Daendels 3. Sistem sewa tanah oleh Thomas Stamford Raffles 4.

Lebih terperinci

Sebuah Pendekatan dalam Mempelajari Pembangunan di Negara Berkembang. By Dewi Triwahyuni

Sebuah Pendekatan dalam Mempelajari Pembangunan di Negara Berkembang. By Dewi Triwahyuni Sebuah Pendekatan dalam Mempelajari Pembangunan di Negara Berkembang By Dewi Triwahyuni Jika Teori Modernisasi cenderung menjadikan negara2 maju/industri sebagai model pembangunan, sebaliknya teori dependensia

Lebih terperinci

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN Saya siswa kelas 5A Siap Belajar dengan Tenang dan Tertib dan Antusias Pada abad ke-16 berlayarlah bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Timur. Diantaranya adalah Portugis, Spanyol,

Lebih terperinci

Ditulis oleh AdminMaI.Com Sabtu, 26 November :43 - Pemutakhiran Terakhir Selasa, 13 Desember :01

Ditulis oleh AdminMaI.Com Sabtu, 26 November :43 - Pemutakhiran Terakhir Selasa, 13 Desember :01 NASIB KAUM TANI Oleh: A. Ponta, Aktivis Tani, Tinggal di Bandung Bagi kaum sosialis ilmiah, perjuangan untuk mewujudkan sosialisme, mengandung pengertian bahwa terjadinya transformasi kepemilikan alat

Lebih terperinci

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPS 2011

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPS 2011 KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPS 2011 Jenis sekolah : SMA/MA Jumlah soal : 55 butir Mata pelajaran : SEJARAH Bentuk soal/tes : Pilihan Ganda/essay Kurikulum : KTSP Alokasi waktu : 90

Lebih terperinci

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA Peta Konsep Peran Indonesia dalam Perdagangan dan Pelayaran antara Asia dan Eropa O Indonesia terlibat langsung dalam perkembangan perdagangan dan pelayaran antara Asia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam kesimpulan

Lebih terperinci

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN DESA - KOTA : 1 A. PENGERTIAN DESA a. Paul H. Landis Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

BAB 9: SOSIOLOGI MODERNISASI. PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI. e. Kemakmuran masyarakat luas

BAB 9: SOSIOLOGI MODERNISASI.  PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI. e. Kemakmuran masyarakat luas 1. Makna modernisasi di bidang ekonomi a. Penggunaan sistem ekonomi liberal seperti negara-negara Eropa b. Proses industrialisasi yang dapat menggantikan sistem ekonomi pertanian c. Pelaksanaan sistem

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara agraris yang berarti bahwa penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani dan pendapatan nasional sebagian besar bersumber dari

Lebih terperinci

Pendekatan Historis Struktural

Pendekatan Historis Struktural Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan modernisasi membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah usaha untuk memperluas, menjamin lalu lintas perdagangan rempah-rempah hasil hutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

dari periode yang awal sampai pada periode-periode berikutnya?. Perkembangan terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk yang

dari periode yang awal sampai pada periode-periode berikutnya?. Perkembangan terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk yang PERIODISASI SEJARAH Apakah yang disebut dengan periodisasi? Pertanyaan tersebut kita kembalikan pada penjelasan sebelumnya bahwa sejarah adalah studi tentang kehidupan manusia dalam konteks waktu. Untuk

Lebih terperinci

Sejarah Penjajahan Indonesia

Sejarah Penjajahan Indonesia Sejarah Penjajahan Indonesia Masa penjajahan Indonesia tidak langsung dimulai ketika orang-orang Belanda pertama kali menginjakkan kaki di Nusantara pada akhir abad ke-16. Sebaliknya, proses penjajahan

Lebih terperinci

FOTO KEGIATAN SIKLUS I

FOTO KEGIATAN SIKLUS I FOTO KEGIATAN SIKLUS I FOTO KEGIATAN SIKLUS II Lampiran : Observasi data LEMBAR OBSERVASI 1 Mata pelajaran : IPS Sejarah Kelas/Semester : VIII C / I (satu) Hari/tanggal : Kamis, 29 September 2011 Fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Hindia Belanda. Setelah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) 31. besar di daerah Sumatera Timur, tepatnya di Tanah Deli.

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Hindia Belanda. Setelah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) 31. besar di daerah Sumatera Timur, tepatnya di Tanah Deli. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad 19 dalam sejarah merupakan abad terjadinya penetrasi birokrasi dan kekuasaan kolonialisme Belanda yang di barengi dengan Kapitalisme di beberapa wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan Indonesia sudah diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan Indonesia sudah diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan Indonesia sudah diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak datang ke Indonesia dengan keuntungan yang melimpah. Hal tersebut merupakan salah

Lebih terperinci

A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani

A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani Pertanian merupakan suatu kegiatan menghasilkan produk yang dihasilkan dari kegiatan budidaya yang kegiatannya bergantung dengan alam. Kegiatan pertanian juga dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI BARU Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Teori Dependensi Baru Teori ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara multibahasa. Ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, ada bahasa Melayu lokal yang dituturkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kabupaten Labuhanbatu Utara pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kabupaten Labuhanbatu Utara pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Labuhanbatu Utara pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu. Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah daerah Agraris, lebih 70% penduduknya bekerja pada sektor

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA BY DIANA MA RIFAH

SISTEM EKONOMI INDONESIA BY DIANA MA RIFAH SISTEM EKONOMI INDONESIA BY DIANA MA RIFAH DEFINISI Sistem ekonomi adalah suatu cara untuk mengatur dan mengorganisasi segala aktivitas ekonomi dalam masyarakat baik yang dilakukan oleh pemerintah atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke 20 bukan hanya menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia, akan tetapi dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan yang bermunculan di masa ini menarik perhatian

Lebih terperinci

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN Slamet Widodo Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan termasuk bagian dari sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan termasuk bagian dari sektor pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor perkebunan termasuk bagian dari sektor pertanian yang merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Usaha perkebunan mempunyai peranan

Lebih terperinci

1. Oleh: 2. Taat Wulandari 3.

1. Oleh: 2. Taat Wulandari 3. 1. Oleh: 2. Taat Wulandari 3. E-mail: taat_wulandari@uny.ac.id Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melarat, dan mereka yang berada ditengah tengahnya. Uraian yang dikemukakan Aristoteles itu

BAB I PENDAHULUAN. melarat, dan mereka yang berada ditengah tengahnya. Uraian yang dikemukakan Aristoteles itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak terjadi perubahan dalam kehidupan, kehidupan yang berlangsung di dunia bersifat dinamis. Namun, kita dapat mengetahui perubahan-perubahan yang telah terjadi

Lebih terperinci

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Latar Belakang Kesultanan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

Ebook dan Support CPNS Ebook dan Support CPNS. Keuntungan Bagi Member cpnsonline.com:

Ebook dan Support CPNS   Ebook dan Support CPNS. Keuntungan Bagi Member cpnsonline.com: SEJARAH NASIONAL INDONESIA 1. Tanam paksa yang diterapkan pemerintah colonial Belanda pada abad ke-19 di Indonesia merupakan perwujudan dari A. Dehumanisasi masyarakat Jawa B. Bekerjasama dengan Belanda

Lebih terperinci

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA Indonesia lahir sebagai sebuah negara republik kesatuan setelah Perang Dunia II berakhir. Masalah utama yang dihadapai setelah berakhirnya Perang Dunia

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem. Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan

BAB VI KESIMPULAN. Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem. Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan BAB VI KESIMPULAN Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan penghubung jaringan transportasi darat antara sentral di Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Pribumi sangat tergantung pada politik yang dijalankan oleh pemerintah kolonial. Sebagai negara jajahan yang berfungsi sebagai daerah eksploitasi

Lebih terperinci

Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa

Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa 18 JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016 Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa 1830-1870 Wafiyatu Maslahah* Arif Wahyu Hidayat* Abstrak Kegagalan sistem sewa tanah yang dilakukan pada pemerintahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

THE EFFECT OF LANDRENTE ON LAND MASTERY AND LAND USE IN MANGUNHARJO SUB DISTRICT, MADIUN ( ) By: Ike Evi Nurtanti 2 Sariyatun, Riyadi 3

THE EFFECT OF LANDRENTE ON LAND MASTERY AND LAND USE IN MANGUNHARJO SUB DISTRICT, MADIUN ( ) By: Ike Evi Nurtanti 2 Sariyatun, Riyadi 3 2 THE EFFECT OF LANDRENTE ON LAND MASTERY AND LAND USE IN MANGUNHARJO SUB DISTRICT, MADIUN (1860-1870) By: Ike Evi Nurtanti 2 Sariyatun, Riyadi 3 Abstract The objective of research was to find out: (1)

Lebih terperinci

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA by: Dewi Triwahyuni INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT COMPUTER UNIVERSITY OF INDONESIA (UNIKOM) BANDUNG 2013 1 SOUTHEAST ASIA (SEA) 2 POSISI GEOGRAFIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kolonial Sumatera Timur merupakan wilayah di Pulau Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama dalam pengembangan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penulisan sejarah Indonesia, gerakan-gerakan sosial cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan bahwa sejarawan konvensial lebih

Lebih terperinci

Sejarah Sosial & Politik Indonesia.

Sejarah Sosial & Politik Indonesia. Sejarah Sosial & Politik Indonesia Sejarah Ina Modern * Ricklefs: sejarah tertulis dimulai prasasti Yupa, Kutai 400M *3 unsur fundamental sbg kesatuan historis Budaya & agama: Islamisasi Ina 1300 M Unsur

Lebih terperinci

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurun waktu 1945-1949, merupakan kurun waktu yang penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Karena Indonesia memasuki babakan baru dalam sejarah yaitu masa Perjuangan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas / semester Materi Pokok Alokasi Waktu : SMK N 1 Seyegan : Sejarah Indonesia (wajib) : XI / Gasal : Antara Kolonialisme Dan Imperialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengindikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. internasional, adanya kontrol terhadap labour dan hasil tanah serta sudah memilki

I. PENDAHULUAN. internasional, adanya kontrol terhadap labour dan hasil tanah serta sudah memilki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nusantara adalah sebuah wilayah yang telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional, karena sudah memiliki perniagaan regional dan internasional, adanya kontrol

Lebih terperinci

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota Geografi Pengertian Desa Kota Potensi Desa Kota Unsur - unsur potensi Fisik desa Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota Sekian... Pengertian Desa... Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB XIII PERKEMBANGAN MASYARAKAT PADA MASA KOLONIAL EROPA PETA KONSEP. Kata Kunci

BAB XIII PERKEMBANGAN MASYARAKAT PADA MASA KOLONIAL EROPA PETA KONSEP. Kata Kunci BAB XIII PERKEMBANGAN MASYARAKAT PADA MASA KOLONIAL EROPA Setelah mempelajari bab ini, diharapkan kamu memiliki kemampuan untuk menjelaskan kedatangan bangsa Eropa dan perkembangan agama Nasrani pada masa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

Resensi buku: Barrington Jr Moore.1967 SOCIAL ORIGINS OF DICTATORSHIP AND DEMOCRACY: LORD AND PEASENT IN THE MAKING OF THE MODERN WORLD

Resensi buku: Barrington Jr Moore.1967 SOCIAL ORIGINS OF DICTATORSHIP AND DEMOCRACY: LORD AND PEASENT IN THE MAKING OF THE MODERN WORLD Resensi buku: Barrington Jr Moore.1967 SOCIAL ORIGINS OF DICTATORSHIP AND DEMOCRACY: LORD AND PEASENT IN THE MAKING OF THE MODERN WORLD 11 Oleh: Sulthan Zainuddin ABSTRAK Dalam bukunya Social Origins of

Lebih terperinci

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR Oleh: M Anwar Hidayat L2D 306 015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Tatanan Politik di Nusantara Masa Kedatangan Islam

Tatanan Politik di Nusantara Masa Kedatangan Islam Tatanan Politik di Nusantara Masa Kedatangan Islam Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Lisan Semester VI Dosen Prof.Dr.H.Edi.S.Ekadjati Oleh : Fandy Hutari HIC 02005 JURUSAN ILMU SEJARAH

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ).

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ). BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 65% jumlah penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan, sisanya 35% jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia mencapai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan rasa bahagia dan ucapan rasa terima kasih kepada :

KATA PENGANTAR. Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan rasa bahagia dan ucapan rasa terima kasih kepada : KATA PENGANTAR Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas sejarah yang berjudul Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR Oleh : SEVINA MAHARDINI L2D 000 456 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah. Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu Kotamadya dari 33 kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah. Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu Kotamadya dari 33 kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu Kotamadya dari 33 kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Tebing Tinggi memiliki luas daerah kurang dari 31 km² dan berjarak

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni INDUSTRIALISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL Industrialisasi menjadi salah satu strategi pembangunan ekonomi nasional yang dipilih sebagai

Lebih terperinci

Konflik Politik Karl Marx

Konflik Politik Karl Marx Konflik Politik Karl Marx SOSIALISME MARX (MARXISME) Diantara sekian banyak pakar sosialis, pandangan Karl Heindrich Marx (1818-1883) dianggap paling berpengaruh. Teori-teorinya tidak hanya didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menyebabkan bangsa Eropa tertarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menyebabkan bangsa Eropa tertarik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan bangsa Eropa tertarik untuk mengunjungi hingga menjajah Indonesia adalah potensi sumber sumber daya alam Indonesia yang melimpah.indonesia

Lebih terperinci

INDONESIA KRISIS IDENTITAS, BENARKAH? Montanus Barep Hiovenaguna

INDONESIA KRISIS IDENTITAS, BENARKAH? Montanus Barep Hiovenaguna INDONESIA KRISIS IDENTITAS, BENARKAH? Montanus Barep Hiovenaguna 125100107111047 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

KONSEPSI MASYARAKAT MAJEMUK KOMPONEN KEMAJEMUKAN BUDAYA

KONSEPSI MASYARAKAT MAJEMUK KOMPONEN KEMAJEMUKAN BUDAYA KONSEPSI MASYARAKAT MAJEMUK KOMPONEN KEMAJEMUKAN BUDAYA KONSEPSI MASYARAKAT MAJEMUK KOMPONEN KEMAJEMUKAN KONSEPSI MASYARAKAT MAJEMUK KOMPONEN KEMAJEMUKAN KONSEPSI MASYARAKAT MAJEMUK KOMPONEN KEMAJEMUKAN

Lebih terperinci

Pe n g e m b a n g a n

Pe n g e m b a n g a n Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Akhir tahun 70-an dan awal 80-an, Pemerintahan Orde Baru menggalakkan program transmigrasi dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, seperti Sulawesi, Kalimantan,

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) 66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan

Lebih terperinci