BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan termasuk bagian dari sektor pertanian yang
|
|
- Yohanes Chandra
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor perkebunan termasuk bagian dari sektor pertanian yang merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Usaha perkebunan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penerimaan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahkan bahan baku industri dalam negeri. 1 Perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait tanaman perkebunan. 2 Tujuan utama dari penyelenggaraan perkebunan adalah untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani. 3 Hal ini sebagaimana induk dari pengaturan mengenai ruang lingkup agraria yakni Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Namun, pada kenyataannya semangat yang semestinya menjadi ruh dalam setiap peraturan perundang-undangan perkebunan yang menjadi dasar pelaksanaan perkebunan, seringkali menjadi sumber permasalahan dengan konteks pelaksanaanya. 1 Teguh, et al., 2013, Hukum dan Undang-Undang Perkebunan, Nusa Media, Bandung, hlm Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. 3 Tujuan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun
2 Permasalahan yang ditimbulkan oleh ketidakjelasan peraturan perundangundangan perkebunan adalah terjadinya sengketa perkebunan (plantationdispute) antara perusahaan perkebunan dengan pekebun maupun dengan masyarakat pemilik tanah yang berhubungan dengan penguasaan dan pemilikan tanah perkebunan. 4 Tidak dapat dipungkiri bahwa tanah adalah faktor produksi utama dalam usaha perkebunan karena tanah adalah tempat tumbuh komoditaskomoditas perkebunan. 5 Beberapa pasal yang menyudutkan posisi pekebun dan masyarakat dalam penguasaan dan pemilikan tanah perkebunan di dalam undangundang perkebunan antara lain Pasal 12 ayat (1) terkait dengan penggunaan tanah hak ulayat untuk keperluan usaha perkebunan. Ketentuan melakukan musyawarah bagi pelaku usaha perkebunan dengan pemegang hak ulayat untuk memperoleh pesetujuan mengenai penyerahan tanah dan imbalannya. Beberapa kata dalam Pasal 12 ayat (1) mengandung makna paksaan. Pertama, kata persetujuan memaksa pemegang hak ulayat untuk setuju tanahnya digunakan untuk keperluan usaha perkebunan. Padahal dalam kenyataanya, belum tentu pemegang hak ulayat setuju dengan hal tersebut. Kata persetujuan dalam Pasal 12 ayat (1) tersebut merupakan pemaksaan dalam ketentuan musyawarah yang harus mencapai persetujuan. Padahal dalam melakukan musyawarah seharusnya diperoleh kata sepakat 6 yang dalam hal ini bisa sepakat untuk menyerahkan tanah atau tidak menyerahkan tanah tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Kedua, kata 4 Teguh. et al., Op.cit., hlm Mubyarto, et al., 1992, Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan, Aditya Media, Yogyakarta, hlm Menurut KBBI, sepakat adalah semufakat, sependapat. 2
3 imbalan 7 yang digunakan dalam Pasal 12 ayat (1) merendahkan posisi pemegang hak ulayat karena kata imbalan identik dengan pemberian upah setelah melakukan suatu pekerjaan. Penggunaan kata imbalan merendahkan posisi pemegang hak ulayat, padahal perusahaan perkebunanlah yang membutuhkan tanah. Kata kompensasi 8 seharusnya bisa lebih pantas digunakan untuk mengganti kata inbalan. Pasal 12 ayat (2) mengenai ketentuan musyawarah yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ketentuan ini juga membatasi ruang gerak masyarakat hukum adat yang memiliki cara-cara tersendiri dalam melakukan musyawarah. Ketiga, Pasal 55 huruf a, huruf c, dan huruf d yang berkaitan dengan Pasal 107 huruf a, huruf c, dan huruf d yang menghidupkan kembali sanksi pidana setelah dilakukan pembatalan oleh Mahkamah Konstitusi terhadap pasal yang serupa. Sanksi pidana ini berpotensi disalahgunakan untuk mengkriminalisasi 9 masyarakat sekitar perkebunan yang sangat rentan mengalami permasalahan dengan perusahaan perkebunan. 10 Sengketa perkebunan yang melibatkan perusahaan perkebunan, pekebun hingga masyarakat bukan merupakan perkara baru dalam ranah penguasaan dan pemilikan tanah perkebunan di Indonesia. Pada masa Hindia Belanda 7 Menurut KBBI, imbalan adalah upah sebagai pembalas jasa atau honorarium, baik berupa uang ataupun bukan uang (natura) yang diberikan kepada karyawan dalam perusahaan. 8 Menurut KBBI, kompensasi adalah ganti rugi, pemberesan piutang dengan memberikan barangbarang yang seharga dengan utangnya. 9 Menurut KBBI, kriminalisasi adalah proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat. 10 Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Rakyat Perkebunan, UU Perkebunan Kembali Hidupkan Represi Negara Terhadap Perjuangan Petani, diakses 10 April
4 permasalahan serupa sudah sering terjadi. 11 Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Hindia Belanda menetapkan sebuah peraturan yang berisi tentang kewajiban bagi para pemegang hak erpacht untuk mengajukan tuntutan pengusiran terhadap rakyat yang menduduki tanah perkebunannya. 12 Namun setelah kemerdekaan, penggunaan aturan tersebut dinilai tidak pantas dilakukan oleh pemerintah Indonesia. 13 Seperti mengulang sejarah, dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan kembali diatur pasal-pasal yang dapat mengkriminalisasi pekebun dan masyarakat, terkait dengan penguasaan dan pemilikan tanah perkebunan yakni Pasal 55 dan Pasal 107. Munculnya sengketa perkebunan sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari pemahaman masyarakat tentang kepemilikan dan penguasaan tanah perkebunan yang dipersepsikan berbeda dengan kepemilikan dan penguasaan tanah perkebunan oleh perusahaan swasta perkebunan. Masyarakat berpegang pada kepemilikan dan penguasaan tanah perkebunan berdasarkan fakta-fakta kepemilikan dan penguasaan tanah secara turun-temurun 14. Berbeda dengan perusahaan swasta perkebunan yang berpedoman pada kepemilikan tanah dengan dasar kepemilikan sertifikat Hak Guna Usaha. 15 Pemahaman masyarakat atas kepemilikan hak atas tanah perkebunan tersebut merupakan dampak atas 11 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Djambatan, Jakarta, hlm Ordonnantie Tahun 1937 yang dimuat dalam S no. 560 yang berisi dapat dilakukannya tuntutan perdata dan Ordonnantie Tahun 1948 yang dimuat dalam S no. 110 yang berisi dapat dilakukannya tuntutan pidana yang dapat diajukan oleh pemegang hak erfpacht untuk mengatasi persoalan pendudukan tanah perkebunan secara ilegal.. 13 Ibid 14 Masyarakat berpandangan meskipun tidak memiliki sertifikat hak atas tanah, namun ketika telah memiliki dan menguasai tanah-tanah perkebunan selama turun-temurun maka tanah tersebut adalah hak miliknya. Hak milik tersebut terjadi menurut hukum adat. 15 Teguh. et al., Op.cit., hlm
5 kesewenang-wenangan penguasaan tanah perkebunan sejak masa Hindia Belanda yang diawali dengan penggunaan dalil Domein Verklaring 16 untuk melegitimasi semua tanah di Indonesia merupakan milik pemerintah Hindia Belanda. Dalil inilah yang menjadi pemicu dari permasalahan penguasaan dan pemilikan tanah perkebunan sejak masa Hindia Belanda hingga sekarang. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki tanah yang subur yang sangat mendukung berkembangnya usaha perkebunan maupun pertanian pada umumnya. Faktor tanah yang subur inilah yang dahulu menarik kaum penjajah untuk menguasai tanah di Indonesia. Pada masa penjajahan, hampir semua peraturan yang diadakan kaum penjajah terfokus pada soal tanah. Perundang-undangan di bidang agraria (pertanahan) dibuat sedemikian rupa sehingga mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi negeri penjajah. Sebaliknya rakyat Indonesia sangat dirugikan dan menderita. 17 Sejarah perkembangan perkebunan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme dan modernisasi. Sistem perkebunan yang dibawa oleh pemerintah kolonial atau yang didirikan oleh korporasi kapitalis asing itu pada dasarnya adalah sistem perkebunan Eropa (European plantation), yang berbeda dengan sistem kebun (garden system) yang telah lama berlaku di Indonesia pada masa pra-kolonial. 18 Sebelum pemerintah Hindia Belanda memperkenalkan sistem tanam paksa ( ) di Jawa dengan beberapa variasinya di Sumatera Barat, Vereenigde 16 Menurut Keputusan Agraria S no.118 menyatakan bahwa semua tanah yang tidak dapat dibuktikan oleh orang lain bahwa diatasnya ada hak eigendom adalah milik (domein) dari negara. 17 Mubyarto. et al., Op.cit., hlm Sartono Kartodirdjo. Djoko Suryo, 1991, Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial Ekonomi, Aditya Media, Yogyakarta, hlm. 3. 5
6 OostIndische Compagnie (VOC) selama 200 tahun telah membeli paksa berbagai hasil rempah-rempah Indonesia Timur dan gula serta kopi di Jawa. Sesudah dihapuskannya sistem tanam paksa dan diundangkannya Agrarische Wet tahun 1870, dimulailah perkembangan sistem perkebunan swasta. Perolehan tanah-tanah yang luas oleh perkebunan swasta dimungkinkan oleh aturan-aturan di dalam Undang-Undang Agraria Pada awal kemerdekaan, nasib perkebunan masih tak menentu. Hal ini terjadi akibat pada awal kemerdekaan keadaaan perekonomian Indonesia masih sangat kacau disebabkan oleh inflasi dan kesulitan ekonomi karena blokade Angkatan Laut Belanda, yang mengakibatkan pintu perdagangan luar negeri tertutup, sehingga barang-barang hasil pertanian dan perkebunan tidak dapat diekspor. 20 Demi menghilangkan anggapan negatif terhadap kondisi perkebunan yang erat dengan kolonial Belanda, diterbitkanlah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang mengatur tentang reforma agraria dengan tujuan agar buruh tani mendapat lahan garapan, sekaligus mengatur redistribusi lahan perkebunan. Namun, banyak lahan-lahan yang diperoleh masyarakat tidak didukung oleh bukti-bukti otentik, sehingga menyebabkan ketika Orde Lama tumbang pada tahun 1965 yang kemudian digantikan oleh Orde Baru, banyak lahan-lahan masyarakat yang menimbulkan sengketa. 21 Pada periode Orde Baru pola feodalisme yang dilakukan kolonial Belanda dalam kegiatan perkebunan kembali dilanggengkan. Pemerintah melakukan 19 Mubyarto. et al., Op.cit., hlm Renville Siagian, 2013, 182 Tahun Perkebunan di Indonesia ( ), Yayasan Cempaka Kencana, Yogyakarta, hlm Ibid, hlm
7 intensifikasi di bidang perkebunan dengan melakukan perluasan lahan-lahan perkebunan dan membuka pintu bagi pengusaha-pengusaha swasta lokal maupun asing. Sayangnya penerapan kebijakan pintu terbuka ini dilakukan tanpa pengawasan. Amanat UUPA tidak dijalankan, pemerintah Orde Baru membuat sejumlah undang-undang tandingan yang lebih pro terhadap pengusaha dan pemodal besar. Konflik petani versus perusahaan perkebunan sering terjadi, praktek premanisme diterapkan pengelola perkebunan. 22 Selain permasalahan pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah perkebunan yang menyebabkan terjadinya sengketa perkebunan, undang-undang perkebunan juga cenderung memfasilitasi dan memberi kemudahan pada perusahaan perkebunan yang berskala besar untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan, pengaturan mengenai nilai tukar pekebun 23 seperti hak dan kewajiban pekebun dalam menyelenggarakan usaha perkebunan, serta perlindungan bagi pekebun untuk mewujudkan kesejahteraan pekebun belum banyak diatur secara jelas. Padahal penyelenggaraan perkebunan semata-mata untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan, terutama bagi rakyat tani, yaitu pekebun. Perkebunan rakyat selama masa Hindia Belanda telah mengalami masa-masa sulit. Kebangkitan perkebunan rakyat saat ini ditandai dengan meningkatnya luas lahan perkebunan rakyat hingga tahun 2012 mencapai ha. 24 Namun tidak sedikit masalah yang harus di hadapi oleh pekebun dalam melakukan 22 Ibid, hlm Secara konsepsional Nilai Tukar Petani (termasuk di dalamnya pekebun) adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan oleh petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi pertanian. 24 Ibid, hlm
8 usahanya seperti kekurangan modal, akses mendapatkan pupuk yang sulit, kurangnya tenaga kerja dan alat produksi, ancaman gagal panen, dan pengelolaan pasca panen. 25 Petani kecil yang termasuk didalamnya adalah pekebun saat ini sedang menjadi perhatian PBB dengan disusunnya Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dalam Human Right Of Peasent And Other People Working in Rural Areas sebagai upaya untuk menjawab persoalan krisis pangan, kemiskinan dan marjinalisasi pedesaan. Kajian yang dilakukan oleh IAASTD yang merupakan panel bentukan FAO yaitu Assesment of Agricultural Knowledge, Science and Technology for Development menyimpulkan bahwa model pertanian ekpor industrial monokultur bukan resep ajaib untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan. Model itu menghancurkan lingkungan (air dan tanah), mengerosi keanekaragaman hayati dan kearifan lokal (pola tanam, waktu tanam, olah tanah, dan pengendalian hama) dan menyebabkan kerentanan. Hasil riset menunjukan bahwa pertanian kecil jauh lebih produktif dari pertanian industrial karena mengonsumsi sedikit input terutama bahan bakar minyak. Pertanian kecil juga lebih mampu beradaptasi dengan kearifan lokal, dan keragaman hayati, termasuk untuk menghadapi perubahan iklim. 26 Melihat kajian tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran pekebun sebagai bagian dari pertanian kecil dinilai lebih ampuh untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan, dan krisis pangan. Namun, melihat pula berbagai permasalahan yang 25 Muhammad Zainul Asror, Balai Tani : Alternatif Jaminan Sosial untuk Peningkatan Kesejahteraan Petani, diakses 10 April Syahyuti, Pemahaman Terhadap Petani Kecil Sebagai Landasan Kebijakan Pembangunan Pertanian, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Volume 31 No. 1, Juli
9 harus dihadapi oleh pekebun dalam menyelenggarakan usahanya, perlu didukung oleh pemerintah dengan menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan yang dapat memfasilitasi pekebun. Oleh karena itu, menarik untuk melihat pengaturan nilai tukar pekebun yang berisi hak dan kewajiban pekebun serta pelindungan bagi pekebun dalam menyelenggarakan usaha perkebunannya dan mengkajinya sejak masa Hindia Belanda untuk melihat perkembangannya hingga sekarang. Penulis tertarik untuk membahas kedua hal tersebut, yaitu peraturan perundang-undangan penguasaan tanah perkebunan dan pengaturan nilai tukar pekebun sejak masa Hindia Belanda hingga sekarang. Maka Penulis mengangkat penulisan hukum dengan judul Dinamika Pengaturan Penguasaan Tanah Perkebunan Di Indonesia. 9
BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai
Lebih terperinciBAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA
BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA Perkembangan sejarah hukum agraria di Indonesia, dapat dilihat dalam 4 (empat) tahapan, yaitu tahap Indonesia sebelum merdeka (masa kolonial), tahap Pemerintahan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat
BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat Penyebutan masyarakat dapat ditemukan dalam berbagai peraturan. Masyarakat yang dimaksud tersebut bukan berarti menunjuk pada kerumunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara agraris yang berarti bahwa penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani dan pendapatan nasional sebagian besar bersumber dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.
Lebih terperinciBAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA
BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Perkembangan Hukum (agraria) yang berlaku di suatu negara, tidak dapat dilepaskan dari politik agraria yang diberlakukan dan atau dianut oleh Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat di pisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang masalah Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar dan kecil, serta masyarakatnya mempunyai beraneka ragam agama, suku bangsa, dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.
19 BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA A. Pengertian Tanah Terlantar Tanah terlantar, terdiri dari dua (2) kata yaitu tanah dan terlantar. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan
Lebih terperinciRuang Lingkup Hukum Agraria
RH Pendahuluan Definisi Hukum Agraria Dalam bahasa latin ager berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius - berladangan, persawahan, pertanian. KBBI Agraria- urusan pertanian atau pertanahan juga urusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. M. Nur bin (Alm) Abdul Razak; 2. AJ. Dahlan; 3. Theresia Yes Kuasa Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan
Lebih terperinciKebijakan Agraria Berbau Kolonial?
POLICY PAPER BINA DESA #UU PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN Kebijakan Agraria Berbau Kolonial? Masuknya RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan (RUU PTuP) ke dalam pembahasan Prolegnas DPR-RI sekali lagi
Lebih terperinciKONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial
KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) 1. Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. 2. Kebijakan pembangunan pertanahan
Lebih terperinciBab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas
Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal
Lebih terperinciPertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn
Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn SEJARAH HUKUM TANAH DI INDONESIA A. SEBELUM BERLAKUNYA HUKUM TANAH NASIONAL Pengaturan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan kemakmuran dan. dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, perkebunan harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah
8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan
II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka A.1. Konsep Tinjauan Historis Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan historis. Kata tinjauan
Lebih terperinciPengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI
Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS); 2. Perkumpulan Sawit Watch; 3. Aliansi Petani Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara yang corak kehidupan serta perekonomian rakyatnya masih bercorak agraris, sebagian besar kehidupan rakyatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks. Tidak berjalannya program landreform yang mengatur tentang penetapan luas pemilikan tanah mengakibatkan terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam
122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara agraris. Sebagai negara agraris, salah satu peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian besar penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan primer manusia adalah sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Kebutuhan primer berarti kebutuhan manusia yang pokok dan bersifat mendesak.
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN Rangga Dwi Prasetya Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKELAPASAWITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKELAPASAWITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang
Lebih terperinciLex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018
PENGATURAN HUKUM TENTANG PENDAFTARAN TANAH MENJADI HAK MILIK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh: Syendy A. Korompis 2 Dosen Pembimbing: Atie Olii, SH, MH; Godlieb N. Mamahit, SH, MH
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL
BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL A. Ketentuan Konversi Hak-Hak Lama Menjadi Hak-Hak Baru Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria 1. Sejarah Munculnya Hak Atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.
14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisis hukum kegiatan..., Sarah Salamah, FH UI, Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 40.
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
Lebih terperinciIMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani*
Al Ulum Vol.64 No.2 April 2015 halaman 14-20 14 IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Istiana Heriani* ABSTRAK Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang
Lebih terperinciBAB V. PENUTUP. (dua) permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu:
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan kajian tentang Konstruksi Hukum Penguasaan Tanah Negara dalam Sistem Hukum Tanah Nasional maka diajukan jawaban terhadap 2 (dua) permasalahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kabupaten Labuhanbatu Utara pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Labuhanbatu Utara pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu. Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah daerah Agraris, lebih 70% penduduknya bekerja pada sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu daerah, dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan atau kemunduran.
Lebih terperinciHUKUM AGRARIA NASIONAL
HUKUM AGRARIA NASIONAL Oleh : Hj. Yeyet Solihat, SH. MKn. Abstrak Hukum adat dijadikan dasar karena merupakan hukum yang asli yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hukum adat ini masih harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka mempertinggi taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai dan terjangkau oleh seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris tentu menggantungkan masa depannya pada pertanian. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. penting untuk kepentingan pembangunan perekonomian di Indonesia, sebagai
1 BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara yang bercorak agraris, bumi, air, dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk kepentingan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.
Lebih terperinciCUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa
Lebih terperinciBEBERAPA CATATAN TENTANG NASKAH AKADEMIK RUU HAK ATAS TANAH DAN RUU PENGADILAN AGRARIA
2014 BEBERAPA CATATAN TENTANG NASKAH AKADEMIK RUU HAK ATAS TANAH DAN RUU PENGADILAN AGRARIA MARHAENDRA WIJA ATMAJA FGD PENYUSUNAN RUU DARI DPD RI TENTANG HAK ATAS TANAH DAN PENGADILAN AGRARIA DISELENGGARAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis.
BAB I PENDAHULUAN Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di muka bumi. Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor pertanian. Sampai saat ini,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tidak terlepas dari struktur perekonomian Indonesia yang merupakan Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak terlepas dari struktur perekonomian Indonesia yang merupakan Negara agraris sektor pertanian yang sangat perlu mendapat perhatian karena sebagian penduduk besar
Lebih terperinciPERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK
PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Menurut Undang Undang no 41 tahun 1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada abad ke-18 muncul revolusi industri di Eropa, kemudian diciptakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad ke-18 muncul revolusi industri di Eropa, kemudian diciptakan mesin-mesin yang digerakkan dengan tenaga uap. Orang-orang tidak dapat membantah dan menyangkal
Lebih terperinciPertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA
Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA FUNGSI UUPA 1. Menghapuskan dualisme, menciptakan unifikasi serta kodifikasi pada hukum (tanah)
Lebih terperincipengolahan produksi serta menunjang pembangunan wilayah (Antonius,1993).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia masih merupakan Negara agraris (pertanian) oleh karenanya prioritas pembangunan hingga saat ini tetap diletakkan pada sektor pertanian. pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN PETANI DAN KOMODITAS PERTANIAN JAGUNG DAN KEDELAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciREFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM
BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN
Lebih terperinciPENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN
PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN I. Pendahuluan Rancangan Undang-Undang tentang Perkelapasawitan diajukan oleh Anggota lintas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan
Lebih terperinciJAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015
JAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015 oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 disampaikan pada Tentir Hukum Agraria 27 Maret 2015 I. PENGETAHUAN TEORI: 1. a. Jelaskan apa yang dimaksud Domein Verklaring
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara finansial maupun didalam menjaga keharmonisan alam. Sektor pertanian
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang memiliki potensi besar dalam keanekaragaman sumber daya alam yang bisa memberikan keuntungan baik secara finansial maupun didalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan tanah adalah dua unsur yang tak dapat di pisahkan. Bahkan saat manusia mati pun tanah masih sangat diperlukan oleh manusia. Dari pernyataan itu dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan
Lebih terperinciPROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT
PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DAFTAR ISI LATAR BELAKANG KEDATANGAN BANGSA BARAT KE INDONESIA What: (latar belakang) Indonesia negara dengan SDA yang melimpah Why: (Alasan) Orang-orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kandungan kekayaan alam yang sangat berlimpah di Indonesia. Sayangnya kekayaan alam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dianugerahi posisi geografis yang strategis. Letaknya berada tepat di jalur garis katulistiwa dan memiliki cakupan kewilayahan yang luas
Lebih terperinciREFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN
REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat
Lebih terperinciKonsep-Konsep Dasar Ekonomi 1. Para Pelaku Pada dasarnya pembagian pelaku ekonomi hanya 2, yaitu: 1. Konsumen dan Produsen Konsumen adalah para
Konsep-Konsep Dasar Ekonomi 1. Para Pelaku Pada dasarnya pembagian pelaku ekonomi hanya 2, yaitu: 1. Konsumen dan Produsen Konsumen adalah para pemakai barang dan jasa yang dihasilkan oleh para kaum produsen.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi, air dan ruang angkasa atau kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Dan oleh
Lebih terperinciPokok-Pokok Pikiran Mengenai Kelas Menengah *
Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Kelas Menengah * Farchan Bulkin 1. Gejala kelas menengah dan sektor swasta tidak bisa dipahami dan dianalisa tanpa pemahaman dan analisa kapitalisme. Pada mulanya, dewasa ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH A. Pengertian Tanah Menarik pengertian atas tanah maka kita akan berkisar dari ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, hanya saja secara rinci pada ketentuan
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KETENTUAN TEKNIS, SYARAT DAN TATA CARA PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Dari uraian dan berbagai temuan serta hasil pengkajian dari temuan lapang di Indramayu dan Pontianak tersebut, secara sederhana dapat disajikan beberapa simpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan tanah dewasa ini meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah tidak saja sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sektor pertanian dinegara-negara berkembang perannya sangat besar karena merupakan mata pencarian pokok sebagian besar penduduk. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------ RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak
1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan
Lebih terperinciPERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DR. Wahiduddin Adams, SH., MA ** Pembentukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berawal dari bersatunya komunitas adat yang ada di seluruh
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciSENGKETA TANAH PERKEBUNAN
SENGKETA TANAH PERKEBUNAN Masa: Hindia Belanda Jepang Indonesia merdeka Sumber dari buku karangan Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH.(2013).Politik Hukum Agraria, Bab IV. Jakarta: Konstitusi Press. Masa Hindia
Lebih terperinciSengketa Agraria: Kebijakan dan Perlawanan Dari Masa ke Masa. Ririn Darini 1
1 Abstrak Sengketa Agraria: Kebijakan dan Perlawanan Dari Masa ke Masa Ririn Darini 1 Perjalanan sejarah agraria di Indonesia dari waktu ke waktu selalu diwarnai dengan sengketa agraria. Berbagai macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangan terhadap hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Hukum Adat (selanjutnya disebut MHA) di Indonesia merupakan kesatuan kemasyarakatan yang berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan bermasyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat terpisahkan dengan kehidupan manusia. Karena bagi manusia, tanah merupakan tempat untuk hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata
Lebih terperinciEkonomi Kerakyatan dan Subversi Neokolonialisme
Ekonomi Kerakyatan dan Subversi Neokolonialisme Ekonomi Kolonial Kolonialisme Soal jajahan adalah soal rugi atau untung; soal ini bukanlah soal kesopanan atau soal kewajiban; soal ini ialah soal mencari
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Ciamis sebagai
Lebih terperinci