BAB I PENDAHULUAN. Tradisi dalam kehidupan yang memengaruhi bentukan dari masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Tradisi dalam kehidupan yang memengaruhi bentukan dari masyarakat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi dalam kehidupan yang memengaruhi bentukan dari masyarakat yang berorientasi pada masa lalu yang bersifat dinamis adalah mitos. Mitos yang dipaparkan dengan sistem komunikasi yang disajikan dalam bentuk wacana dan direpresentasikan dalam bentuk tulisan (teks) disebut sebagai pesan (Barthes, 1983: 151). Demikian pula yang diungkap dalam pedoman ATL, Tradisi lisan sebagai sumber pembentukan peradaban dalam berbagai aspek kehidupan yang meliputi cerita, mitos, legenda, dongeng, kearifan lokal, sistem nilai, pergelaran tradisional, permainan anak, sejarah, hukum adat, pengobatan, mantera, sistem kepercayaan dan religi, astrologi, dan hasil seni merupakan kekuatan kultural. Kesadaran akan pentingnya tradisi lisan sebagai sumber ilmu pengetahuan mulai terasa ketika sumber-sumber pengetahuan modern yang diperoleh dari sumber tertulis hampir kerap tidak memberi jawaban terhadap keunikan-keunikan lokal yang dihadapi(pedoman KTL. 2009). Kearifan lokal dalam suatu daerah yang merupakan sumber dari tradisi lisan cenderung diabaikan oleh penutur dan semakin berkurang komunitas tradisi lisan. Kurangnya minat generasi saat ini pada budaya tradisi nenek moyang karena dianggap kuno dan tidak modern. Dengan demikian, proses pewarisan secara alamiah tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Sementara itu perubahan kebudayaan berkembang cepat karena dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada era globalisasi, manusia berkeinginan melakukan perubahan sesuai dengan zamannya sehingga tidak memperhatikan dampak pada lingkungan yang 1

2 2 berhubungan dengan alam. Interaksi manusia dengan lingkungannya cenderung dilakukan dengan semena-mena. Sumber alam digunakan dari generasi ke generasi secara terus menerus sesuai dengan perkembangan dan evolusi kebutuhan manusia. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia mengeksploitasi alam. Tanpa disadari manusia telah menimbulkan rusaknya siklus alam. Alam tidak dihormati tetapi dimanipulasi. Seharusnya manusia menghormati alam dengan menyempurnakan lingkungan dan membangun keharmonisan dengan alam. Kurangnya pengetahuan manusia, tentang kesadaran untuk menjaga dan memelihara alam daripada pengetahuannya untuk menyelamatkan lingkungannya (Kleden, 1987: 148). Hal ini sangat berpengaruh pada masyarakat dalam menyikapi keseimbangan lingkungan alam di masyarakat agar terciptanya keharmonisan dan keselarasan antara manusia dan lingkungan alam. Menyikapi keseimbangan lingkungan alam akibat perbuatan manusia dalam memenuhi kehidupan, maka diperlukan kesadaran berbudaya. Budaya dan tradisi yang dianggap kuno dan tidak menarik ternyata mengandung makna, nilainilai moral, dan berfungsi merekonstruksi pola budaya menjadi lebih baik sesuai dengan kaidah dan aturan masyarakat setempat yang dipengaruhi budaya modern. Budaya dan tradisi yang dimiliki dapat membenahi dan memengaruhi kehidupan masyarakat menjadi lebih harmonis dan sejahtera. Dalam konteks tersebut budaya Bali sangat kaya dan unik, salah satunya adalah mitos. Secara universal mitos merupakan dongeng yang dapat memengaruhi kehidupan manusia dan memiliki banyak persepsi dalam memahami dan memaknai fenomena di lingkungan masyarakat.

3 3 Mitos memiliki hubungan dengan cerita anonim masa lampau yang berakar dalam kebudayaan yang sampai kini memengaruhi kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Mitos yang diyakini sebagai cerita dan dongeng suci, memengaruhi kegiatan kehidupan manusia secara turun-temurun sehingga menimbulkan banyak persepsi. Untuk itu, pemahaman mitos diperlukan dengan cara mengembangkan simbol-simbol yang penuh makna dan berfungsi untuk menjelaskan fenomena lingkungan yang mereka hadapi, yaitu fenomena yang tidak tampak tetapi dapat dipercaya. Mitos yang banyak berkembang di masyarakat adalah kepercayaan tentang dewa-dewa dan hewan, perjuangan antara kekuatan yang berlawanan atau kematian dari dewa atau binatang sebagai asal usul alam semesta dengan segala kompleksitasnya (Levi-Strauss, 1977: 139). Barthes (1983: 151), Levi-Straus (1980: 80) berpendapat bahwa mitos mengandung pesan-pesan yang disampaikan dengan pengucapan. Demikian pula, menurut Teeuw (1988: 142), pengucapan atau tuturan yang berupa teks pada konsep struktur dapat dipakai pada tataran pemakaian bahasa. Teks dapat berubah bila unsurnya mengalami perubahan sehingga fungsi dari unsurnya menjadi berubah. Keseluruhan teks merupakan koherensi intrinsik, yaitu fungsi teks yang mempunyai kaidah linguistik. Pada mitos hal itu dapat dilihat dari unsur penokohan dan perilaku atau karakteristik tokoh dan unsur sejarah perkembangan mitos dari generasi ke generasi. Teks pada mitos memiliki sebuah pesan yang terbuka untuk ditafsirkan oleh masyarakat sehingga berfungsi dalam kehidupan sosial masyarakat. Pesan mitos ditafsirkan dengan perspektif kesejarahan, kepercayaan, dan tradisi maka

4 4 mitos dapat dimaknai dan dipersepsikan dalam kehidupan masyarakat. Mitos memengaruhi kehidupan pola pikir dan kehidupan berperilaku yang didasari nilai-nilai moral, agama, budaya, mata pencaharian, dan pengetahuan. Seperti yang diungkap oleh Sibarani (2012: 47) bahwa tradisi lisan merupakan kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang disampaikan secara lisan dan diwariskan secara turun temurun. Teks mitos Badawangnala yang diyakini masyarakat Bali terdapat pada Adiparwa I. teks ini menceritakan tentang pamuteran lautan susu. Seluruh dewa dan para raksasa berusaha untuk mendapatkan amerta di lautan. Sang Hyang Wisnu, para dewa, dan raksasa menuju ke Gunung Mandaragiri dengan lautannya lautan susu. Gunung itu dicabut oleh Sanghyang Antabhoga, terbawa dengan segala isinya, dan dijatuhkan pada laut Ksirna, dipakai sebagai pengaduk lautan. Golongan dewa merasa senang, bila amerta didapatkan maka kebahagiaan dunia ketiga akan tercapai 1. Para dewa memerintahkan Batara Wisnu, untuk menahan Gunung Mandara sebagai dasar pangkal gunung itu supaya tidak tenggelam. Batara Wisnu menjelma menjadi seekor penyu. Sebutan penyu tersebut adalah akupa, kurmaraja, atau raja penyu (Zoetmulder, 2005: 55). Dalam mitologi Hindu, mitos Badawangnala dipercaya masyarakat Hindu sebagai api magma sebagai sumber energi bumi, dilukiskan berbentuk kura-kura raksasa yang kepalanya mengeluarkan api, karena itu disebut Badawangnala. Kata Badawang artinya kura-kura besar dan kata nala berasal dari kata anala dalam bahasa Sansekerta artinya api. Secara geologis, Badawangnala adalah 1 Awet muda dan panjang umur

5 5 magma api yang berada di dalam bumi. Bila bumi terguncang maka magma bergerak menyembur keluar dan lahar mengalir seperti nyala api (Cudamani, 1998: 20). Sumber ajaran agama Hindu yang terdapat pada kitab-kitab Itihasa dan Purana mengacu pada susastra Sanskerta dan Jawa Kuno dapat dijumpai istilah yang berkaitan dengan penyu/empas. Pada kitab Itihāsa dan Purāna diceritakan bahwa Dewa Wisnu turun ke bumi menjelma (avatāra) menjadi Kūrmavātara. Istilah penyebutan avatāra sebagai Kūrmavātara bermacam-macam sesuai dengan yang terdapat pada masing-masing kitab, di antaranya dalam Vālmiki Rāmāyana Bālakānda, Māhabhārata, Adiparwa, Bhāgavata Purāna, dan Agni Purāna disebut dengan istilah Kūrmarāja (terjemahan dari ratuning empās) atau Badavagni. Nama lainnya dalam bahasa Sansekerta adalah Akupara yang disebut sebagai mitos penyangga bumi. Sementara itu, dalam Susastra Jawa Kuno dikenal dengan istilah pas (empas). Sebutan yang sangat populer adalah Badavang atau Badavaŋnala (Badawangnala) terdapat pada kitab Koravāsrama, Bomakāvya, Pārta Yadna, dan Navaruci. Di dalam Veda terdapat istilah kurma yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris tortoise/penyu darat (Titib, 2001: 404). Dari beberapa sebutan dan istilah tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Dewa Wisnu turun ke bumi untuk menyelamatkan umat manusia dan menegakkan kebaikan dengan menjelma menjadi Badawangnala merupakan hipogram yang memiliki pengaruh kuat pada kehidupan spiritual masyarakat Hindu di Bali. Dengan adanya permasalahan kehidupan sosial di masyarakat dan rasa bakti pada sang pencipta sebagai ungkapan syukur dan mohon kesejahteraan,

6 6 melalui mitos Badawangnala, terinspirasi untuk membangun tempat suci. Tempat suci untuk kontak dengan kekuatan suci sebagai sarana persembahyangan, supaya turunnya kekuatan suci. Di Bali tempat suci yang abadi dari para dewa dan roh leluhur adalah gunung. Dengan demikian, muncul anggapan bahwa gunung sebagai alam roh suci dan alam para dewa. Seperti halnya dalam cerita pemutaran Gunung Mandara Giri, gunung merupakan tempat untuk mencari air kehidupan (amerta). Gunung tersebut disangga oleh kura-kura raksasa agar tidak tenggelam (Adiparwa I: 31). Dari konsep inilah dibangun padmasana, berbentuk penyu raksasa yang dililit oleh naga raksasa, yaitu oleh Naga Anantaboga dan Naga Basuki. Bangunan padmasana tersebar pada sebagian pura di Bali. Secara etimologis, kata padmasana berasal dari padma artinya teratai dan asana, artinya tempat duduk. Padmasana berarti tempat duduk dari teratai, maksudnya adalah stana suci Tuhan Yang Maha Esa. Bangunan padmasana memiliki simbol keseimbangan, keharmonisan di dunia (bumi/pertiwi), dan penyangga bumi (Cudamani, 1998: 5). Berhubungan dengan mitos Badawangnala, di bagian utara Pulau Serangan ada Pura Tanjung Segara yang elemen bangunan sucinya terdiri dari padmasana, padmasari, dan gedong (tempat pemujaan roh suci, berbentuk bujur sangkar atau persegi). Padmasana di Pura Tanjung Segara, pada bagian dasarnya terdapat ukiran berwujud Badawangnala (penyu/empas) yang dililit oleh dua ekor naga, yaitu Naga Ananta Boga dan Naga Basuki (Titib, 2001:106).

7 7 Salah satu padmasana terdapat di Pura Tanjung Segara di Desa Serangan, Denpasar Selatan. Bangunan Pura Tanjung Segara sudah berdiri sejak tahun Upacara di Pura Tanjung Segara rutin dilakukan secara berulang sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan sebagai hari baik oleh nelayan di Desa Serangan. Upacara persembahyangan (odalan/yadnya) diadakan satu tahun sekali, pada sasih kapat bulan sepuluh berdasarkan kalender Bali. Para nelayan melakukan persembahyangan di sana untuk menghaturkan rasa syukur pada Sang Hyang Widhi, mohon perlindungan dan rezeki kepada penguasa laut. Persembahyangan itu dipercaya akan menghindarkan warga dari bencana di tengah laut saat menangkap ikan dan akan memperoleh hasil tangkapan ikan yang melimpah. Sebaliknya, bila upacara itu tidak dilakukan maka akan terjadi bencana dan kelaparan karena sang penguasa marah (wawancara Mangku Rajin, Tanggal 23 Mei 2012) Upacara tersebut merupakan jalinan komunikasi antara manusia yang lemah (nelayan) dan kekuatan yang besar Sang Hyang Widhi, penguasa langit dan bumi. Upacara dipimpin oleh pandeta atau pemangku untuk menyampaikan komunikasi antara manusia dan sang penguasa di padmasana atau bebaturan sebagai tempat Ida Bhatara Khayangan Tiga (wawancara dengan Mangku Rajin, 23/05/2012). Dalam perkembangannya, mitos Badawangnala di Serangan memiliki sifat khusus karena merupakan versi khusus. Teks dalam mitos yang diwariskan secara turun-temurun cenderung mengalami perubahan sehingga banyak variasi yang disebabkan perbedaan pandangan dan pemahaman. Teks mengalami

8 8 perubahan fenomena, secara turun temurun yaitu dari teks tulis Adiparwa, tutur Watugunung menjadi cerita lisan. Dengan demikian, teks memiliki relasi tertentu dalam perkembangannya dan mengalami perubahan, pengurangan, dan penambahan teks secara terus-menerus membentuk struktur baru. Hal ini terlihat dari perjalanan dan perkembangan teks. Terdapat tiga teks mitos yang berupa wacana menjadi inspirasi bangunan Pura Batu Api yaitu, teks Adiparwa, teks Watugunung, dan teks Watugunung yang dilisankan Made Mudana Wiguna. Mitos yang direkonstruksi oleh Made Mudana Wiguna berupa Badawangnala 2 atau Kurma berkuku tajam dan berlidah api bersumber dari cerita runtuhnya Watugunung. Dalam mitos tersebut diceritakan Dewa Wisnu memerangi Watugunung atas keserakahannya yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan kepentingan orang lain dan telah membuat kesalahan yang tidak diampuni oleh Sang Hyang Widhi. Kesalahannya adalah Watugunung telah menikahi ibu kandung sendiri, yaitu Dewi Sinta Kasih. Mitos ini dijadikan dasar pemikiran para tokoh dan masyarakat di Desa Serangan untuk membangun tempat suci sebagai sarana persembahyangan. Bangunan suci tersebut adalah Pura Batu Api yang didirikan di atas batu api. Batu api tersebut hanya satusatunya di Pulau Serangan. Tempat persembahyangan tersebut diharapkan dapat menjadi kekuatan untuk mempersatukan masyarakat Serangan akibat dampak dari reklamasi. Dampak terlihat dari perbuatan mementingkan diri dan keluarga sehingga merusak lingkungan. Sesuai dengan ajaran yang mengajarkan untuk membangun hubungan yang harmonis dengan Tuhan, dengan sesama manusia, 2 Masyarakat Desa Serangan meyakini mitos Badawangnala.

9 9 dan dengan alam lingkungan yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana. Tri Hita Karana memiliki filosofi hidup yaitu, mewujudkan sikap hidup seimbang dan konsisten untuk percaya dan bakti pada Tuhan, mengabdi pada sesama, dan memelihara kesejahteraan alam lingkungan (Wiana. 2007: 8). Mitos Badawangnala sebagai Avatara Dewa Wisnu dalam memerangi Watugunung diduga/diasumsikan sebagai sarana/media menyelesaikan permasalahan dampak reklamasi yang dilakukan Bali Turtle Island Development (BTID) pada tahun 1994, seperti mata pencaharian masyarakat Desa Serangan hilang, akibat pengerukan dan penimbunan sehingga lingkungan rusak, abrasi pantai di beberapa lokasi, perubahan arus air laut, penumpukan sampah laut dan lumpur di sebelah barat Pulau Serangan, ekosistem hutan bakau rusak, dan berkurangnya biota laut, dan nelayan melakukan penambangan liar yang mengakibatkan terumbu karang rusak. Penyu yang singgah untuk bertelur juga berkurang. Sebelum reklamasi, Pulau Serangan merupakan tempat peternak dan tempat mengeksploitasi penyu terbesar di Indonesia setelah Kalimantan. Akan tetapi, setelah reklamasi, nelayan sulit mendapatkan pekerjaan lain karena rendahnya tingkat pendidikan sehingga mereka memanfaatkan sumber lainnya tanpa mempedulikan dampaknya terhadap ekosistem lingkungan (Woinarski, 2002:13). Selain sumber daya alam yang rusak ditafsirkan oleh para tokoh dan bendesa adat, BTID mengganggu keseimbangan alam, sehingga masyarakat melihat banyak kejanggalan yang terjadi, seperti bangkrutnya BTID akibat krisis

10 10 moneter, bank-bank yang menerima tabungan ganti rugi pemilik tanah Serangan terkena likuidasi, dan Presiden RI, Soeharto lengser dari kursi kepresidenan. Hal ini dihubung-hubungkan dengan ulah pemimpin dan masyarakat yang merusak, mengganggu ekosistem di Pulau Serangan. (wawancara dengan Bendesa Adat, Made Mudana Wiguna, 05/09/2012). Akibat adanya perbedaan persepsi, tradisi lisan pada setiap etnik mempunyai peluang punah, bertahan, dan berkembang menjadi bentuk baru, seperti yang dinyatakan oleh Pudentia (2008: 377) bahwa pada satu sisi tradisi lisan dalam kehidupan masyarakat pendukungnya secara perlahan mulai hilang. Ternyata, di sisi lain, tradisi lisan memiliki potensi tetap bertahan hidup dengan berbagai cara dan wahana. Tadisi lisan dapat bertahan melalui media seperti televisi, iklan, dan internet. Beberapa di antaranya bahkan dapat tampil dalam wujudnya yang baru (menitis dalam kemasan baru) melalui transformasi mengalami perubahan budaya, bahasa, dan bentuk. Dalam konteks tersebut, menurut Ong (2002: 11), tradisi yang diturunkan secara lisan tidak mudah dipahami dan diterima seperti aslinya. Teks sangat membantu dalam penurunannya karena memberikan isyarat dan menguraikan isi. Ketika diceritakan atau dituturkan, sejarah tidak sama seperti teks tertulis walaupun isi dan maknanya sama. Seperti dikatakan oleh Roland Barthes (1983: 49) bahwa cerita mitos berkembang melalui pemikiran, ide-ide, dan mimpi yang diyakini dan dipahami masyarakat setempat, oleh sekelompok orang atau pengikutnya melalui kepentingan, kekuasaan, dan ideologi kesatuan dan koherensinya sangat bergantung pada fungsinya di masyarakat. Demikian juga

11 11 menurut Levi-Strauss (1993: 208) bahwa dalam penciptaannya mitos tidak teratur, tergantung dari kehendak hati si pencerita. Keteraturan dalam menciptakan mitos tidak disadari oleh pencerita, keteraturan ini sering disebut struktur. Mitos Badawangnala memiliki keunikan dan diyakini dapat merekontruksi pola tingkah laku yang harmonis dan sejahtera. Oleh karena itu maka peneliti tertarik dan penting melakukan penelitian mitos Badawangnala di Pulau Serangan, Denpasar Selatan. 1.2 Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang masalah yang telah disampaikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah struktur teks Mitos Badawangnala yang dilisankan di Pulau Serangan? 2) Apakah fungsi teks Mitos Badawangnala yang dilisankan di Pulau Serangan? 3) Apakah makna teks Mitos Badawangnala yang dilisankan di Pulau Serangan? 4) Bagaimanakah pola pewarisan Mitos Badawangnala yang dilisankan di Pulau Serangan?

12 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang upaya pelestarian dan pengembangan mitos sebagai sebuah tradisi lisan. Teks mitos dapat dikembangan seluas-luasnya bagi kepentingan masyarakat terutama dalam pembangunan bangsa manusia Indonesia seutuhnya Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut. 1) Menjelaskan struktur teks mitos Badawangnala yang dilisankan dalam keunikannya di Pulau Serangan. 2) Memahami fungsi mitos Badawangnala yang dilisankan di Pulau Serangan dalam mencapai kehidupan yang bahagia dengan melakukan hubungan yang harmonis dengan Tuhan, dengan sesama, dan lingkungan alam yang disebut dengan ajaran Tri Hita Karana. 3) Mengungkap makna mitos Badawangnala yang dilisankan di Pulau Serangan dalam pencerahan dinamika budaya masyarakat Serangan. 4) Merumuskan strategi pewarisan teks mitos Badawangnala yang dilisankan di Pulau Serangan. 1.4 Manfaat Penelitian praktis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoretis maupun secara

13 Manfaat Teoretis Secara teoretis, manfaat dalam penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan tentang mitos Badawangnala, terutama yang berkaitan dengan kebudayaan pada tradisi lisan yang merupakan sistem simbol dan memperkaya khazanah linguistik yang tampak pada bahasa dan dialek khas Serangan, sekaligus memberikan sumbangan keilmuan yang semakin berkembang di masyarakat. Sumbangan tersebut dapat sebagai kebijakan model ritual dalam kehidupan masyarakat di Pulau Serangan. Di samping itu, temuan penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi peneliti lain yang tertarik dalam mengkaji masalah yang terkait dan dijadikan alternatif untuk penelitian lebih lanjut terhadap karya sastra lama yang ada di nusantara Manfaat Praktis Secara praktis, temuan penelitian ini diharapkan dapat: 1. melegitimasi keberadaan Badawangnala sebagai sumber kekuatan untuk kesejahteraan masyarakat di Pulau Serangan; 2. menambah keyakinan, kepercayaan masyarakat Serangan dalam mengadakan komunikasi dengan Sang Hyang Widhi di Pulau Serangan; dan 3. memberikan dorongan, dan dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan, mengambil, serta menetapkan kebijakan dalam melestarikan lingkungan, khususnya budaya di Pulau Serangan dan Pulau Bali pada

14 14 umumnya, sehingga tidak terulang lagi reklamasi yang pasti mengganggu biota laut dan lingkungan secara menyeluruh. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian memerlukan batasan untuk memudahkan peneliti dalam melakukan kajian. Dengan demikian peneliti mudah untuk merumuskan pokok bahasan dalam mengkaji struktur teks mitos dalam keunikannya, fungsi dan makna, serta pola pewarisan mitos Badawangnala.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Pada subbab ini dilakukan penelusuran tulisan dan penelitian yang lalu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Pada subbab ini dilakukan penelusuran tulisan dan penelitian yang lalu BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Pada subbab ini dilakukan penelusuran tulisan dan penelitian yang lalu untuk membantu dan melihat manfaatnya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lisan dikatakan sebagai sastra yang dikatakan dari mulut ke mulut. Ciri yang

BAB I PENDAHULUAN. lisan dikatakan sebagai sastra yang dikatakan dari mulut ke mulut. Ciri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra lisan adalah karya sastra yang bentuknya murni lisan, sastra lisan dikatakan sebagai sastra yang dikatakan dari mulut ke mulut. Ciri yang penting disebutkan

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan adalah suatu karya sastra tradisional yang mempunyai sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh atau pupuh pupuh, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi lisan di tengah kemajuan peradaban umat manusia yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi lisan di tengah kemajuan peradaban umat manusia yang ditandai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi lisan di tengah kemajuan peradaban umat manusia yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi modern. Tradisi lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan aset, anak adalah titisan darah orang tua, anak adalah warisan, dan anak adalah makhluk kecil ciptaan Tuhan yang kelak menggantikan peran orang tua sebagai

Lebih terperinci

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pengakuan keesaan Tuhan dalam mantra Sahadat Sunda pengakuan keislaman sebagai mana dari kata Sahadat itu sendiri. Sahadat diucapkan dengan lisan dan di yakini dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Labuh Saji berlokasi di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, pada tahun ini upacara dilaksanakan pada tanggal 13 Juni hal tersebut dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satua merupakan salah satu karya sastra dari kesusastraan Bali purwa (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng (bahasa Indonesia)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi 126 BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan Tulisan ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1). Upaya-upaya pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di Kota Denpasar adalah sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga sekarang. Folklor termasuk dalam suatu kebudayaan turun-temurun yang

BAB I PENDAHULUAN. hingga sekarang. Folklor termasuk dalam suatu kebudayaan turun-temurun yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak folklor yang telah berkembang dari dulu hingga sekarang. Folklor termasuk dalam suatu kebudayaan turun-temurun yang dimiliki oleh masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tidaklah dilihat sebagai barang antik yang harus diawetkan, yang

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tidaklah dilihat sebagai barang antik yang harus diawetkan, yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tidaklah dilihat sebagai barang antik yang harus diawetkan, yang beku, berasal dari masa lalu, dan tidak pernah akan dan boleh berubah yang kemudian diagungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi syarat. Dilihat dari segi isinya, karya jenis tutur tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi syarat. Dilihat dari segi isinya, karya jenis tutur tidak kalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutur merupakan salah satu jenis karya Sastra Jawa Kuno yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Menurut Soebadio (1985: 3), tutur merupakan pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi sudah melewati proses sejarah yang sangat panjang, suatu fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh satu ini. Umat manusia

Lebih terperinci

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan penelitian (4) mamfaat penelitian. A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Manusia pada zaman modern ini mungkin patut berbangga atas pencapaian yang telah diraih manusia hingga sampai pada saat ini dan kemajuan dalam segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan sastra adalah cermin kebudayaan dan sebagai rekaman budaya yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran penting bahasa dan

Lebih terperinci

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau MATERI USBN SEJARAH INDONESIA PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang; rumusan masalah; tujuan; serta metodologi penelitian penyusunan landasan konsepsual Museum Nelayan Tradisional Bali di Kabupaten Klungkung.

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang BAB V KESIMPULAN Permasalahan pertama yang berusaha diungkap melalui penelitian ini adalah membuktikan dan sekaligus mempertegas pernyataan Levi-Strauss, yang mengatakan bahwa mitos asal usul orang Sasak

Lebih terperinci

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD 27. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan dirumuskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Folklor merupakan sebuah elemen penting yang ada dalam suatu sistem tatanan budaya dan sosial suatu masyarakat. Folklor merupakan sebuah refleksi sosial akan suatu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE A. Kesimpulan Astana Gede Kawali adalah salah satu situs bersejarah yang terdapat di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception 88 BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN A. Analisis Resepsi 1. Pengertian Resepsi Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T (Transportation, Technology, Telecommunication, Tourism) yang disebut sebagai The Millenium 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut bentuk dan cara pendekatan terhadap karya sastra dan gejala

BAB I PENDAHULUAN. disebut bentuk dan cara pendekatan terhadap karya sastra dan gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan suatu kegiatan mengekspresikan diri yang diwujudkan dalam bentuk karya yaitu yang disebut karya sastra. Sastra boleh juga disebut karya seni karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta menyalin dan menciptakan karya-karya sastra baru. Lebih-lebih pada zaman

BAB I PENDAHULUAN. serta menyalin dan menciptakan karya-karya sastra baru. Lebih-lebih pada zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan dan tidak bosan-bosannya membaca, menerjemahkan, menghayati, mengkaji, serta menyalin dan

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN. PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN. PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn PAMERAN: KOLABORASI INTERNASIONAL ALL GREE VS TAPAK TELU THE INDONESIAN INSTITUTE OF THE ARTS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar untuk melihat lebih dekat keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan sesama manusia atau kelompok. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan pesan kepada seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian Ziarah merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Ziarah adalah salah satu bentuk kegiatan berdoa yang identitik dengan hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan berasal dari kata tahu yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tahun 2008, artinya mengerti setelah melihat suatu fenomena alam. Berdasarkan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ungkapan adalah aspek fonologis atau grafemis dari unsur bahasa yang mendukung makna. Bahasa bersifat abstrak, bahasa itu adanya hanya dalam pemakaian (Sudaryanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan mengandung nilai-nilai luhur. Aktivitas yang terdapat dalam tradisi secara turuntemurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci