BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aliran berkecepatan tinggi ditunjukkan oleh kasus keluarnya air dari mulut (nozzle) pipa pemadam kebakaran. Aliran berkecepatan tinggi juga nampak pada aliran sungai yang mempunyai dasar curam, air terjun, serta aliran banjir; yang mana aliran-aliran ini terjadi secara alamiah. Aliran berkecepatan tinggi juga terjadi pada struktur hidraulik buatan seperti aliran dalam pipa, pancuran air, aliran di atas saluran luncur bangunan pelimpah, serta aliran pada saluran curam lainnya. Aliran berkecepatan tinggi lazim disebut sebagai aliran superkritik. Aliran superkritik ini dapat mengakibatkan dampak buruk pada struktur hidraulik. Dampak yang sering diakibatkan oleh aliran ini adalah kikisan pada tebing sungai atau pipa, gerusan pada dasar sungai, gerusan pada dinding samping saluran luncur bangunan pelimpah. Kikisan dan gerusan yang diakibatkan oleh aliran superkritik di saluran luncur bangunan pelimpah bendungan serta di saluran curam lainnya sering disebut sebagai erosi. Kikisan dan gerusan adalah proses gesekan pada permukaan dasar sungai atau saluran yang menyebabkan lapisan itu terkelupas sedikit demi sedikit. Makin tinggi kecepatan aliran, makin besar kikisan atau gerusan yang terjadi. Kecepatan yang tinggi pada aliran menyebabkan terjadinya tekanan rendah atau negatif dalam aliran, terutama di dasar saluran atau sungai. Gaya yang disebabkan oleh tekanan negatif akan menarik unsur-unsur pada struktur bangunan hidraulik yang selanjutnya akan mengakibatkan pengelupasan pada permukaan dasar bangunan. Lama kelamaan pengelupasan dasar bangunan hidraulik akan membentuk lubang kecil yang selanjutnya menjadi lubang besar yang membahayakan struktur hidraulik. Pada aliran superkritik, udara dari atmosfir masuk ke dalam aliran. Masuknya udara dalam aliran akan memperbesar volume aliran, yang mana hal ini dapat menyebabkan aliran melimpas di atas dinding samping saluran luncur atau bangunan

2 2 pelimpah, sehingga gejala ini harus diperhitungkan dalam perencanaannya ( Yazdi, Manizani, dan Matorakis, 2008). Di sisi lain, pemasukan udara dalam aliran dimungkinkan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh kavitasi (Chanson, 1993). Gambar 1.1 Wilayah pemasukan udara (self air enrainment) secara alamiah Keterangan: x : Jarak yang diukur dari awal lapis batas ke arah hilir saluran (delta) : Ketebalan lapisan batas c : Point of inception X B : Tinggi tekanan di atas ambang pelimpah X c : Jarak Point of inception yang diukur dari awal lapisan batas Kondisi hidraulik di bangunan pelimpah melibatkan empat resim aliran (Gambar 1.1) yaitu (1) aliran subkritik, saat aliran mendekati bangunan pelimpah; (2) aliran kritik pada saat melewati puncak ( crest); (3) aliran superkritik pada saluran luncur di hilir ( crest); dan (4) aliran kritis di uju ng akhir saluran luncur (Bhajantri, Eldho, dan Deolalikar, 2006). Menurut Borman seperti yang dikutip oleh Falvey (1980), resim pemasukan udara secara alami di bangunan pelimpah melibatkan tiga wilayah yaitu (1) no air entrainment; (2) developing; dan (3) fully developed. Aliran

3 3 superkritik yang terjadi di saluran luncur serta pada wilayah pemasukan udara no air entrainment dan developing di duga dapat menyebabkan erosi dan kavitasi. Dugaan ini didukung oleh Kramer dan Hager (2005 ) bahwa erosi terjadi di wilayah yang mana tekanan rendah serta di wilayah yang mana gelembung udara belum menyentuh dasar saluran atau di wilayah developing. Pada saat kecepatan aliran meningkat (makin jauh dari crest pelimpah), maka tekanan akan berkurang. Penurunan tekanan ini dapat saja cukup besar, sehingga tekanan aliran tersebut turun mencapai tekanan uapnya (Hager: 2006). Dalam situasi demikian pendidihan terjadi, gelembung uap terbentuk dan kemudian pecah pada saat aliran bergerak ke daerah tekanan yang lebih tinggi (kecepat an aliran lebih rendah). Pada saat gelembung uap tersebut pecah di dekat suatu batas fisik tertentu, misalnya dasar atau dinding samping chute, maka dalam kurun waktu tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan di daerah kavitasi (Munson, Young, da n Okhiisi: 2003). Aliran superkritik yang terjadi di dasar dan dinding samping chute mengakibatkan tekanan yang rendah, kombinasi antara kedua gejala tersebut dapat menyebabkan kavitasi serta berbahaya bagi kestabilan bendungan. Kerusakan akibat kavitasi seperti terjadi di Bendungan Karun di Iran pada tahun 1977, serta di Bendungan Glen Canyon di Colorado pada tahun 1983 (Yazdi, Manizani dan Mastorakis; 2008). Erosi di saluran luncur dapat dikurangi atau dihilangkan dengan cara (1) meningkatkan tinggi tekanan; (2) meningkatkan kehalusan dasar dan dinding saluran luncur; (3) memasang slot aeration; dan (4) memasang aerator (Chanson, 1993). Upaya berupa meningkatkan kehalusan dasar dan dinding saluran dengan cara menggunakan material tertentu merupakan langkah yang mahal. Chanson (199 3) menyarankan agar erosi kavitasi dikurangi atau dihilangkan dengan cara memasang slot aeration atau aerator. Prinsip pemasangan slot aeration atau aerator adalah memasukkan udara hingga ke dasar saluran curam, sehingga tekanan di dasar saluran dapat ditingkatkan.

4 4 Peterka (1953) serta Russell dan Sheehan (1974) seperti yang dikutip oleh Chanson (1989) telah melaksanakan eksperimen pada model bangunan pelimpah yang terbuat dari beton menunjukkan bahwa konsentrasi udara sebesar 1% sampai dengan 2% dapat mengurangi erosi karena kavitasi, sedangkan pada konsentrasi udara antara 5% sampai dengan 7% erosi dapat dihentikan sama sekali. Chanson (1989) selanjutnya mengatakan bahwa masuknya udara dari atmosfir ke dalam tubuh aliran sehingga mencapai dasar aliran >7% dapat mencegah dasar bangunan pelimpah dari kejadian kavitasi. Pada saat konsentrasi udara di dasar aliran secara alimiah tidak dapat mencapai besaran 7%, maka dapat disediakan melalui pemasukan udara buatan dengan cara memasang aerator di dasar atau di dinding bangunan pelimpah. Gambar 1.2 Wilayah aliran di atas aerator yang dipasang di dasar saluran Sumber: Chanson. dalam Study of air entrainment and aeration devices (1989)

5 5 Aliran di atas aerator terbagi kedalam beberapa wilayah, yaitu (1) approach flow region; (2) zona transisi; (3) zona aerasi; (4) impact point region; (5) down stream flow region; serta (6) equilibrium flow region (Gambar 1.2). Approach flow region adalah wilayah yang mana gelembung udara berada di permukaan aliran, ataupun sudah mencapai tengah kedalaman namun konsentrasinya belum mencapai 5 %. Zona transisi adalah wilayah yang terletak di sepanjang deflektor, lazimnya gelembung udara terdapat di permukaan aliran. Pada zona aerasi pemasukan udara terjadi dari sisi atas lompatan atau bawah lompatan aliran karena pemasangan aerator, sering disebut sebagai nappe air entrainment. Impact point region adalah wilayah yang mana terjadi interaksi atau tumbukan antara lompatan aliran karena pemasangan aerator serta dasar aliran. Di hilir impact point terjadi deaeration, yaitu proses menyebarnya gelembung udara karena tumbukan ke arah permukaan aliran. Pada wilayah impact point lazimnya permukaan aliran tidak stabil. Pada saat permukaan aliran mulai stabil, maka disebut sebagai down stream flow region, yang jaraknya dari ujung mulut deflektor adalah 1,5 L jet (Chanson, 1989). Di hilir down stream flow region, pada saat distribusi gelembung udara homogen C f(x), maka wilayah itu disebut sebagai equilibrium flow region. Masalah yang timbul kemudian adalah pengaruh pemasukan udara baik secara alamiah ( self air entrainment) maupun secara buatan ( artificial air entrainment) terhadap unjuk kerja saluran berkemiringan curam. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan di atas. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, kajian pustaka dan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut. a. Dimanakah lokasi point of inception pada kondisi pemasukan udara alamiah (self air entrainment) pada saluran curam di lokasi developing aerated flow?

6 6 b. Bagaimanakah distribusi konsentrasi gelembung udara pada kondisi pemasukan udara alamiah ( self air entrainment) pada saluran curam di lokasi developing aerated flow? c. Berapakah tekanan di dasar aliran pada kondisi pemasukan udara alamiah (self air entrainment) pada saluran curam di lokasi developing aerated flow? d. Bagaimanakah konstruksi aerator pada saluran curam yang mampu menimbulkan gelembung udara di dasar aliran secara optimal? e. Bagaimanakah distribusi konsentrasi gelembung udara pada kondisi pemasukan udara buatan setelah dipasang aerator (artificial air entrainment) pada saluran curam di aeration zone? f. Bagaimanakah distribusi konsentrasi gelembung udara pada kondisi pemasukan udara buatan setelah dipasang aerator (artificial air entrainment) pada saluran curam di down stream flow region? g. Bagaimanakah efektifitas aerator dalam meningkatkan konsentrasi gelembung udara di dasar saluran curam? 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini hanya berlaku (1) di lokasi developing aerated flow, sehingga tidak berlaku di lokasi no air entrainment serta di fully developed flow; (2) di clear water; (3) pada kemiringan dasar saluran 15, 20, dan 25 ; (4) pada debit aliran 9,4 l/s, 11,5 l/s, serta 20,9 l/s; serta (5) pada saluran luncur dan curam persegiempat prismatis. 1.4 Keaslian Penelitian Point of inception atau critical point telah ditulis oleh Falvey (1980) dalam monogram yang berjudul Air Water Flow. Persamaan point of inception yang ditulis adalah kutipan dari Hickox (1939) yang parameter utamanya adalah debit per satuan lebar (q w ). Persamaan ini digunakan untuk menjelaskan awal dimulainya proses pemasukan udara atau aerasi ke dalam tubuh aliran. Lokasi awal pemasukan

7 7 udara ini secara fisik ditandai oleh air putih di dalam aliran, terutama jika dilihat dari kejauhan. Penelitian tentang point of inception atau titik pemasukan udara (X c ) telah dilakukan oleh Ferrando dan Rico (2002). Penelitian ini mempunyai tujuan membandingkan persamaan yang disusun oleh Ferrando dan Rico (2002) dengan persamaan yang telah ada sebelumnya, yaitu Wood, Ackers, dan Loveless (1983) serta Hager dan Blaser (1998). Penelitian ini hanya membandingkan nilai X c hasil perhitungan diantara ketiga persamaan itu saja. Nilai-nilai parameter yang terdapat dalam persamaan tidak diperoleh atas dasar pengukuran atau eksperimen, namun hanya besaran-besaran simulatif. Penelitian ini mendasarkan asumsi bahwa pelaksanaanya dilakukan di saluran prismatik persegi panjang. Parameter debit dalam perhitungan bervariasi antara 0,5 m 3 /s sampai dengan 20 m 3 /s. Parameter kemiringan dasar saluran bervariasi mulai dari 8, 20, dan 45. Parameter kekasaran dasar saluran (k s ) bervariasi antara 0,001 m sampai dengan 0,003 m. Najafi dan Yasi (2004) telah melakukan penelitian tentang Evaluation of incipient-aeration point on spillways. Penelitian ini membandingkan nilai X c antara hasil perhitungan dengan hasil pengukuran pada prototipe bangunan pelimpah. Persamaan untuk menghitung X c seperti yang dikemukakan oleh Keller dan Rastogi (1977), Wood, Ackers, dan Loveless (1983), serta Ferrando dan Rico (2002). Prototipe bangunan pelimpah yang digunakan untuk penelitian adalah bendungan Norris Amerika Serikat, Douglas Amerika Serikat, Gen Meggiee Australia, Werribee Australia dan Aviomore New Zealand. Kemiringan saluran luncur bangunan pelimpah adalah 45 sampai dengan 60. Peneliti tidak melakukan pengukuran sendiri (data primer), namun menggunakan data -data yang telah tersedia (data sekunder). Penelitian tentang X c menerapkan model numerik telah dilakukan oleh Sabbagh, Manizani dan Mastorakis (2007). Pe nelitian ini mempunyai tujuan membandingkan nilai X c hasil perhitungan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Wood, Ackers, dan Loveless (1983) serta Ferrando dan Rico

8 8 (2002) dengan hasil analisis simulasi numerik menerapkan finite volume. Bangunan yang dimodelkan adalah saluran luncur bangunan pelimpah bendungan Aviomore New Zealand, artinya nilai X c dalam penelitian ini tidak diperoleh melalui pengukuran, tetapi melalui perhitungan atau X c teoritik. Berdasarkan review satu monogram dan tiga penelitian sebelumnya seperti diuraikan di atas, maka penelitian tentang Pemasukan Udara Alamiah dan Buatan Di Saluran Curam dapat mengisi beberapa kekosongan mengenai (1) nilai X c hasil pengukuran pada kemiringan dasar saluran (ƒ)= 15, 20, dan 25 ; serta pada debit (Q)= 9,4 l/s, 11,5 l/s dan 20,9 l/s; dan (2) persamaan pembanding yang berbeda dan lebih banyak yaitu Bauer (1954) serta Hager dan Blaser (1998). Penelitian tentang A study of air entrainment in steep open channels telah dilakukan oleh Lai, K.K. (1968). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan distribusi konsentrasi gelembung udara pada kondisi self air entrainment. Pada penelitian ini distribusi gelembung udara dideskripsikan ke dalam zona atas dan bawah. Instrumen penelitian ini adalah botol terbuat dari gelas transparan. Botol ini digunakan untuk mengukur dan mengumpulkan data konsentrasi gelembung udara. Penelitian ini dilakukan di daerah developing. Kemiringan dasar saluran (ƒ) yang digunakan adalah 18 dan 24. Debit aliran yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1,2 ft/s, 1,7 ft/s, dan 2,2 ft/s. Data konsentrasi gelembung udara dicocokan dengan kurva distribusi gelembung udara yang dikemukakan oleh Straub dan Anderson (1958). Persamaan distribusi konsentrasi gelembung udara yang dikemukakan oleh Straub dan Anderson (1958) juga dimuat di dalam monogram (Falvey, 1980). Menurut Straub dan Anderson (1958) distribusi konsentrasi gelembung udara dibagi ke dalam dua zona, yaitu underlying dan mixing. Persamaan di zona underlying melibatkan parameter kedalaman normal, konsentrasi gelembung udara di kedalaman transisi, serta kedalaman transisi. Persamaan di zona mixing melibatkan fungsi distribusi normal. Wood pada tahun 1983 melakukan penelitian yang berjudul Uniform region of self aerated flow. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan distribusi konsentrasi

9 9 gelembung udara di daerah uniform atau di wilayah fully developed. Kemiringan dasar aliran (ƒ) dalam penelitian ini adalah 22,5, 30, 37,5, 45, 60, dan 75. Debit aliran dalam penelitian bervariasi, yaitu 0,4 m 3 /s, 0,45 m 3 /s, 0,55 m 3 /s, 0,59 m 3 /s, 0,79 m 3 /s, dan 0,93 m 3 /s. Persamaan distribusi konsentrasi gelembung udara Chanson disusun pada tahun 1995, yang ditulis di dalam proseding pada acara Twelfth Australian Fluid Mechanic Conference di Universitas Sydney Australia. Persamaan yang dikemukakan oleh Chanson (1995) didasarkan pada teori difusi gelembung udara. Persamaan ini tidak membagi distribusi konsentrasi gelembung udara ke dalam dua zona, namun dalam satu bagian. Persamaan ini mensyaratkan agar parameter konsentrasi gelembung udara ada yang telah mencapai nilai 90% atau z 90. Dengan demikian persamaan ini tidak dapat digunakan jika konsentrasi gelembung udara di kedalaman (z) tidak ada yang mencapai 90% (z 90 ). Padahal pada kenyataannya tidak semua distribusi memiliki konsentrasi gelembung udara sebesar 90%. Distribusi konsentrasi gelembung udara yang tidak memiliki nilai C=90%, pada umumnya terjadi pada kemiringan dasar landai (<20 ) serta pada debit aliran yang kecil. Berdasarkan review satu monogram, satu proseding konferensi, dan dua penelitian sebelumnya seperti diuraikan di atas, maka penelitian tentang Pemasukan Udara Alamiah dan Buatan Di Saluran Curam dapat mengisi beberapa kekosongan mengenai (1) penelitian ini dilakukan di developing flow region; (2) pada kemiringan dasar saluran (ƒ)= 15, 20, dan 25 ; serta pada debit (Q)= 9,4 l/s, 11,5 l/s dan 20,9 l/s; dan (3) hasil pengukuran dalam penelitian ini dibandingkan dengan persamaan Chanson (1995) serta Straub dan Anderson (1958) sekaligus. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat melengkapi hasil penelitian yang sebelumnya. Penelitian yang berjudul Study of air entrainment and aeration device dilakukan oleh Chanson pada tahun Penelitian ini mempunyai tujuan mendeskripsikan konsentrasi gelembung udara di impact point region. Di samping itu, mempunyai tujuan menjelaskan konsentrasi gelembung udara karena proses detrainment. Penelitian ini termasuk dalam ketagori artificial air entrainment.

10 10 Penelitian ini memodelkan bangunan pelimpah bendungan Clyde. Skala model adalah 1:15. Kemiringan dasar aliran (ƒ)=52,33. Bilangan Froude yang digunakan adalah 3 sampai dengan 25. Kecepatan rata-rata dalam penelitian adalah 3 m/s sampai dengan 14 m/s. Konfigurasi aerator yang digunakan adalah deflektor dan offset. Ukuran deflektor adalah 30 mm untuk tinggi dan 300 mm untuk panjang serta sudut deflektor adalah 5,7. Ukuran offset adalah 30 mm tinggi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah conductivity probes with single tip probe. Analisis data yang digunakan adalah metode cross-corelation. Pada tahun 2006, Kramer, Hager, dan Minor melakukan penelitian yang berjudul Development of air concentration on chute spillways. Penelitian ini bertujuan menyajikan data mengenai distribusi konsentrasi gelembung udara di wilayah preaerated dan di wilayah aeration. Penelitian ini termasuk dalam kategori artificial air entrainment. Aerator yang digunakan dalam penelitian ini adalah deflektor (tunggal). Kemiringan dasar aliran (ƒ)=10% dan 50%. Instrumen yang digunakan untuk mengukur konsentrasi gelembung udara adalah fiber optical. Bilangan Froude di preaerated region sebesar 10,03, sedangkan di aeration region adalah 8. Penelitian yang mempunyai tujuan ingin menguji kesahihan model matematika dalam mendeskripsikan distribusi konsentrasi gelembung udara dilakukan oleh Sabbagh, Manizani, dan Mastorakis (2008). Penelitian ini memodelkan saluran luncur bangunan pelimpah bendungan Aviomore. Aerator yang digunakan dalam model matematika adalah deflektor (tunggal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa model matematika sahih dan menunjukkan kecocokan kurva dengan data yang diperoleh oleh Kramer, Hager, dan Minor (2004). Berdasarkan review rangkaian penelitian sebelumnya seperti telah diuraikan di atas, maka penelitian tentang Pemasukan Udara Alamiah dan Buatan Di Saluran Curam dapat mengisi beberapa kekosongan mengenai (1) konfigurasi aerator, pada penelitian ini digunakan deflektor, groove atau duct, dan air duct; (2) instrumen untuk mengukur konsentrasi gelembung udara, pada penelitian ini instrumen yang

11 11 digunakan adalah kamera video yang dilengkapi dengan Ulead Corel video release 11 serta program perangkat lunak Imagej, dan (3) wilayah analisis data, pada penelitian ini analisis datanya dilakukan di preaerated region, free surface region, fully aerated jet region, serta di down stream flow region; (4) instrumen untuk mengukur tekanan di dasar aliran berupa membran karet tipis fleksibel yang dilengkapi dengan sensor cahaya reflektif. Fokus uraian pada sub bab keaslian penelitian ini adalah (1) titik pemasukan udara X c ; (2) pemasukan udara secara alamiah ( self air entrainment); dan (3) artificial air entrainment. Penelitian tentang Pemasukan Udara Alamiah dan Buatan Di Saluran Curam mencakup ketiga hal di atas sekaligus. Dengan demikian cakupan penelitian disertasi ini menjadi lebih luas dan dalam serta komprehensif dibandingkan penelitian sebelumnya seperti yang telah diuraikan di atas. Kebaruan ( novelty) yang diharapkan dari penelitian disertasi ini adalah (1) dikembangkannya instrumen untuk mengukur tekanan di dasar aliran pada saluran curam yang lazimnya mengandung gelembung udara. Instrumen pengukur yang berupa tabung Pitot tidak dapat digunakan dalam penelitian ini, karena aliran mengandung gelembung udara, sehingga menyebabkan tabung Pitot kemasukan gelembung yang menyebabkan gangguan dalam proses pengukurannya; (2) dikembangkannya persamaan distribusi konsentrasi gelembung udara modifikasi pada kondisi alamiah ( self air entrainment); serta (3) ditemukannya model aerator yang memiliki efektifitas yang tinggi dalam mengurangi gejala kavitasi. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a. Deskripsi distribusi konsentrasi gelembung udara pada kondisi pemasukan udara alamiah (self air entrainment) di lokasi developing aerated flow;

12 12 b. Pengembangan persamaan distribusi konsentrasi gelembung udara pada kondisi pemasukan udara alamiah ( self air entrainment) di lokasi developing aerated flow; c. Identifikasi lokasi point of inception pemasukan udara alamiah ( self air entrainment) pada saluran curam di lokasi developing aerated flow; d. Deskripsi distribusi konsentrasi gelembung udara pada kondisi pemasukan udara buatan (artificial air entrainment); e. Pengembangan persamaan distribusi konsentrasi gelembung udara buatan setelah dipasang aerator (artificial air entrainment) pada saluran curam; f. Efektifitas aerator dalam meningkatkan konsentrasi gelembung udara di dasar saluran curam. 1.6 Manfaat Penelitian Secara teoritik hasil penelitian ini mempunyai sumbangan dalam: a. Mengembangkan persamaan distribusi konsentrasi gelembung udara pada kondisi pemasukan udara alamiah (self air entrainment) di saluran curam di lokasi developing aerated flow; b. Mengembangkan persamaan distribusi konsentrasi gelembung udara pada kondisi pemasukan udara buatan setelah dipasang aerator (artificial air entrainment). Secara praktik hasil penelitian ini mempunyai sumbangan dalam: a. Penentuan pilihan persamaan yang digunakan untuk menghitung lokasi point of inception atau critical point dalam merancang bangunan pelimpah bendungan; b. Penentuan pilihan persamaan yang digunakan untuk memprediksi distribusi konsentrasi gelembung udara C (%) yang mendekati distribusi konsentrasi gelembung udara aktual secara akurat dan presisi, pada kondisi pemasukan udara alamiah (self air entrainment); c. Penentuan pilihan persamaan yang digunakan untuk memprediksi distribusi konsentrasi gelembung udara C (%) yang mendekati distribusi konsentrasi

13 13 gelembung udara aktual secara akurat dan presisi, pada kondisi pemasukan udara buatan (artificial air entrainment), khususnya di wilayah free surface aeration; d. Penentuan lokasi penempatan aerator yang pertama kali yang mampu menimbulkan gelembung udara secara optimal.

14 Kerangka Pikir Penelitian Kondisi Hidraulik Saluran Luncur Bangunan Pelimpah: Kondisi hidraulik di saluran luncur melibatkan empat kondisi aliran yaitu (1) aliran subkritik, saat aliran mendekati bangunan pelimpah; (2) aliran kritik pada saat melewati puncak (crest); (3) aliran superkritik pada saluran luncur di hilir (crest); dan (4) aliran kritis di ujung saluran luncur (Bhajantri, Eldho, dan Deolalikar, 2006) Karakter Aliran Superkritik (1): Gaya kelembaman lebih dominan dibanding gaya gravitasi _ Kecepatan U F r 1 gl aliran lebih besar dibanding kecepatan rambat gelombang Aliran superkritik pada saluran luncur di hilir crest bangunan pelimpah Karakter Aliran Superkritik (2): Aliran menjadi turbulen, partikel aliran bergerak pada lintasan yang tidak teratur atau sembarang, R e (Anggrahini, 2005) Erosi Dasar Saluran Curam: Pada saat kecepatan aliran meningkat (makin jauh dari crest pelimpah), maka tekanan akan berkurang. Penurunan tekanan ini dapat saja cukup besar, sehingga tekanan aliran tersebut turun mencapai tekanan uapnya (Hager: 2006). Dalam situasi demikian pendidihan terjadi, gelembung uap terbentuk dan kemudian pecah pada saat aliran bergerak ke daerah tekanan yang lebih tinggi (kecepatan aliran lebih rendah). Pada saat gelembung uap tersebut pecah di dekat suatu batas fisik tertentu, misalnya dasar atau dinding samping chute, maka dalam kurun waktu tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan di daerah kavitasi (Munson, Young, dan Okhiisi: 2003). Aliran superkritik yang terjadi di dasar dan dinding samping chute mengakibatkan tekanan yang rendah, kombinasi antara kedua gejala tersebut dapat menyebabkan kavitasi serta berbahaya bagi kestabilan bendungan. Kerusakan akibat kavitasi seperti terjadi di Bendungan Karun di Iran pada tahun 1977, serta di Bendungan Glen Canyon di Colorado pada tahun 1983 (Yazdi, Manizani dan Mastorakis; 2008). Self Air Entrainment: Air Entrainment terjadi ketika energi kinetik permukaan aliran melampaui energi tegangan permukaan; serta lapis batas turbulen telah menjangkau permukaan bebas aliran. Kecepatan fluktuasi turbulen u' sudah lebih besar daripada kecepatan komponen gelembung udara. u ' > 8 dan d w ab u' u r cos Konsentrasi Udara: C (distribusi konsentrasi udara) di aliran fully developed, tidak tergantung pada jarak dari titik pemasukan udara. Gelembung udara sudah mencapai dasar dan menyebar secara homogen Konsentrasi Gelembung Udara: C (distribusi konsentrasi udara) di aliran developing tergantung pada jarak dari titik pemasukan udara. Gelembung udara sebagain belum dan sebagian sudah mencapai dasar serta menyebar secara tidak homogen. Gambar 1.3 Kerangka pikir penelitian Pencegahan Erosi/kavitasi: (1) dinding dibuat sangat halus; (2) memasang aerator, berupa deflector, offset, atau duct, serta kombinasi dari ketiganya. Memasang Artificial aeration: Bentuk artificial aeration adalah deflektor, duct dan air duct atau kombinasi dari ketiganya. Lokasi pemasangan di daerah developing, yang mana gelembung udara belum mencapai dasar aliran (Kramer dan Hager: 2005) Unjuk kerja saluran curam meningkat jika tekanan di dasar saluran setelah dipasang aerator juga meningkat, yang ditandai oleh konsentrasi gelembung udara di dasar saluran makin besar Efek Konsentrasi Udara terhadap Tekanan dan Indeks Kavitasi

PEMASUKAN UDARA ALAMIAH (SELF AIR ENTRAINMENT) PADA ALIRAN SUPERKRITIK DI SALURAN CURAM

PEMASUKAN UDARA ALAMIAH (SELF AIR ENTRAINMENT) PADA ALIRAN SUPERKRITIK DI SALURAN CURAM PEMASUKAN UDARA ALAMIAH (SELF AIR ENTRAINMENT) PADA ALIRAN SUPERKRITIK DI SALURAN CURAM Yeri Sutopo 1, Budi S. Wignyosukarto 2, Bambang Yulistyanto 2 dan Istiarto 2 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

PEMASUKAN UDARA ALAMIAH DAN BUATAN DI SALURAN CURAM

PEMASUKAN UDARA ALAMIAH DAN BUATAN DI SALURAN CURAM " PEMASUKAN UDARA ALAMIAH DAN BUATAN DI SALURAN CURAM PRESS RELEASE Oleh: Yeri Sutopo 07/259267/SMU/282 j PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSIT AS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014 , PRESS RELEASE PEMASUKAN

Lebih terperinci

Pemasukan Udara secara Alamiah Ke dalam Aliran di Saluran Curam (Self Air Entrainment in Steep Channel Flow)

Pemasukan Udara secara Alamiah Ke dalam Aliran di Saluran Curam (Self Air Entrainment in Steep Channel Flow) Pemasukan Udara secara Alamiah Ke dalam Aliran di Saluran Curam (Self Air Entrainment in Steep Channel Flow) Oleh: Yeri Sutopo (Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil FT UGM Yogyakarta) ABSTRAK Erosi dasar

Lebih terperinci

TEKANAN DAN TEGANGAN GESEK ALIRAN SUPERKRITIK DI DASAR SALURAN CURAM

TEKANAN DAN TEGANGAN GESEK ALIRAN SUPERKRITIK DI DASAR SALURAN CURAM TEKANAN DAN TEGANGAN GESEK ALIRAN SUPERKRITIK DI DASAR SALURAN CURAM Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan penelitian ini adala: (1) tersedianya asil analisis

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase 1 Analisis Hidraulika Perencanaan Hidraulika pada drainase perkotaan adalah untuk

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

Pudyono, Sunik. Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 167 Malang ABSTRAK

Pudyono, Sunik. Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 167 Malang ABSTRAK PENENTUAN KEDALAMAN DAN POLA GERUSAN AKIBAT ALIRAN SUPERKRITIK DI HILIR PINTU AIR MENGGUNAKAN END SILL DAN BUFFLE BLOCK DENGAN SIMULASI MODEL INTEGRASI NUMERIK Pudyono, Sunik Jurusan Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY digilib.uns.ac.id ABSTRAK Sad Mei Nuraini, 2012. MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY DENGAN STEPPED CHUTES. Skripsi, Jurusan Tenik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bangunan spillway

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pengujian dilakukan di Laboratorium Keairan dan Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Didapatkan hasil dari penelitian dengan aliran superkritik

Lebih terperinci

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN R.A Dita Nurjanah Jurusan TeknikSipil, UniversitasSriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET Bendung karet adalah bendung gerak yang terbuat dari tabung karet yang mengembang sebagai sarana operasi pembendungan air. Berdasarkan media pengisi tabung karet, ada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *) SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI Dian Savitri *) Abstrak Gerakan air di daerah pesisir pantai merupakan kombinasi dari gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah suatu saluran terbuka yang berfungsi sebagai saluran drainasi yang terbentuk secara alami. Sungai mengalirkan air dari tempat yang tinggi (hulu) ketempat

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Batasan

Lebih terperinci

BENDUNG BERTANGGA SEBAGAI ALTERNATIF PADA PERENCANAAN BANGUNAN IRIGASI STEPPED WEIR AS AN ALTERNATIVE DESIGN OF IRRIGATION STRUCTURE

BENDUNG BERTANGGA SEBAGAI ALTERNATIF PADA PERENCANAAN BANGUNAN IRIGASI STEPPED WEIR AS AN ALTERNATIVE DESIGN OF IRRIGATION STRUCTURE BENDUNG BERTANGGA SEBAGAI ALTERNATIF PADA PERENCANAAN BANGUNAN IRIGASI STEPPED WEIR AS AN ALTERNATIVE DESIGN OF IRRIGATION STRUCTURE Oleh: Denik Sri Krisnayanti 1), Very Dermawan 2), M. Sholichin 2), Suhardjono

Lebih terperinci

Hidrolika Saluran. Kuliah 6

Hidrolika Saluran. Kuliah 6 Hidrolika Saluran Kuliah 6 Analisa Hidrolika Terapan untuk Perencanaan Drainase Perkotaan dan Sistem Polder Seperti yang perlu diketahui, air mengalir dari hulu ke hilir (kecuali ada gaya yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literature Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal yang mendukung untuk kebutuhan penelitian. Jurnal yang diambil berkaitan dengan pengaruh adanya gerusan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bendung atau pelimpah adalah bangunan yang melintang sungai yang berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air untuk keperluan irigasi, PLTA, dan air bersih dan keperluan

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR HIDROLIKA

PRINSIP DASAR HIDROLIKA PRINSIP DASAR HIDROLIKA 1.1.PENDAHULUAN Hidrolika adalah bagian dari hidromekanika (hydro mechanics) yang berhubungan dengan gerak air. Untuk mempelajari aliran saluran terbuka mahasiswa harus menempuh

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 50-59 STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Peredam energi merupakan suatu bagian dari bangunan air yang berguna

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Ukuran Bentuk Pilar Data Hasil Uji Lapangan Diameter Sedimen Boundary Conditions - Debit -

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur

Lebih terperinci

BAB III SET-UP ALAT UJI

BAB III SET-UP ALAT UJI BAB III SET-UP ALAT UJI Rangkaian alat penelitian MBG dibuat sebagai waterloop (siklus tertutup) dan menggunakan pompa sebagai penggerak fluida. Pengamatan pembentukan micro bubble yang terjadi di daerah

Lebih terperinci

PENGUJIAN MODEL FISIK BANGUNAN PENGENDALI BENDUNG PAMARAYAN JAWA-BARAT

PENGUJIAN MODEL FISIK BANGUNAN PENGENDALI BENDUNG PAMARAYAN JAWA-BARAT PENGUJIAN MODEL FISIK BANGUNAN PENGENDALI DASAR SUNGAI (BOTTOM CONTROLLER) BENDUNG PAMARAYAN JAWA-BARAT Qurotul Ayni NRP : 9821060 Pembimbing : Maria Christine S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Abstrak. Abstract

PENDAHULUAN. Abstrak. Abstract PERBANDINGAN ENERGI AIR PADA PELIMPAH BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELIMPAH BERSALURAN PELUNCUR ANAK TANGGA (THE COMPARISON OF WATER ENERGY AT CONVENTIONAL SPILLWAY AND STEPPED SPILLWAY) Linda Wahyuningsih,

Lebih terperinci

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE PERMUKAAN UNTUK JALAN RAYA a) Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b) Mengalirkan air permukaan yang terhambat oleh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

Aliran berubah lambat laun. surut di muara saluran atau. air atau pasang surut air laut. berpengaruh sampai ke hulu dan atau ke hilir.

Aliran berubah lambat laun. surut di muara saluran atau. air atau pasang surut air laut. berpengaruh sampai ke hulu dan atau ke hilir. Aliran berubah lambat laun banyak terjadi akibat pasang surut di muara saluran atau akibat adanya bangunan-bangunan air atau pasang surut air laut terutama pada saat banjir akan berpengaruh sampai ke hulu

Lebih terperinci

Sambungan Persil. Sambungan persil adalah sambungan saluran air hujan dari rumah-rumah ke saluran air hujan yang berada di tepi jalan

Sambungan Persil. Sambungan persil adalah sambungan saluran air hujan dari rumah-rumah ke saluran air hujan yang berada di tepi jalan Kelengkapan Saluran Sambungan Persil Sambungan persil adalah sambungan saluran air hujan dari rumah-rumah ke saluran air hujan yang berada di tepi jalan Bentuk: Saluran terbuka Saluran tertutup Dibuat

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI Pribadi Maulana NRP : 0121113 Pembimbing : Maria Christine S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) Nur Fitriana Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl, Raya Palembang-Prabumulih

Lebih terperinci

KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI).

KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI). KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI). Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma,,2013

Lebih terperinci

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetauan tentang ubungan analisis idrolika dalam perencanaan drainase Analisis Hidraulika Perencanaan Hidrolika pada drainase perkotaan adala untuk menentukan

Lebih terperinci

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen 1 BED LOAD Transpor Sedimen Transpor Sedimen 2 Persamaan transpor sedimen yang ada di HEC-RAS Ackers and White (total load) Engelund and Hansen Laursen (total load) Meyer-Peter and Müller Beberapa persamaan

Lebih terperinci

BAB III RANCANG BANGUNG MBG

BAB III RANCANG BANGUNG MBG BAB III RANCANG BANGUNG MBG Peralatan uji MBG dibuat sebagai waterloop (siklus tertutup) dan menggunakan pompa sebagai penggerak fluida, dengan harapan meminimalisasi faktor udara luar yang masuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Menurut Maryono (2007) disebutkan bahwa sungai memiliki aliran yang kompleks untuk diprediksi, tetapi dengan pengamatan dan penelitian jangka waktu yang panjang, sungai

Lebih terperinci

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification)

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Didasarkan pada tinjauan tertentu, aliran fluida dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan. Dalam ulasan ini, fluida yang lebih banyak dibahas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR Abstrak Risman 1) Warsiti 1) Mawardi 1) Martono 1) Lilik Satriyadi 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 02 UPR. 02.4 PEMELIHARAAN RUTIN TALUD & DINDING PENAHAN TANAH AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih BANGUNAN IRIGASI GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih DEFINISI GORONG-GORONG Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang)

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

THE EFFECT OF STEPPED SPILLWAY ( AKAR TERPOTONG TYPE) TO THE LENGTH OF HIDRAULIC JUMP AND ENERGY LOSS IN STILLING BASSIN

THE EFFECT OF STEPPED SPILLWAY ( AKAR TERPOTONG TYPE) TO THE LENGTH OF HIDRAULIC JUMP AND ENERGY LOSS IN STILLING BASSIN THE EFFECT OF STEPPED SPILLWAY ( AKAR TERPOTONG TYPE) TO THE LENGTH OF HIDRAULIC JUMP AND ENERGY LOSS IN STILLING BASSIN PENGARUH PELIMPAH BERTANGGA TIPE AKAR TERPOTONG TERHADAP PANJANG LONCAT AIR DAN

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

PEMODELAN NUMERIK PELIMPAH SAMPING WADUK TELAGAWAJA BALI KABUPATEN KARANGASEM DENGAN ANALISA KOMPUTASI FLUIDA DINAMIS

PEMODELAN NUMERIK PELIMPAH SAMPING WADUK TELAGAWAJA BALI KABUPATEN KARANGASEM DENGAN ANALISA KOMPUTASI FLUIDA DINAMIS PEMODELAN NUMERIK PELIMPAH SAMPING WADUK TELAGAWAJA BALI KABUPATEN KARANGASEM DENGAN ANALISA KOMPUTASI FLUIDA DINAMIS Anggara Cahyo Wibowo 1, Very Dermawan, Pitojo Tri Juwono 1 Mahasiswa Program Magister

Lebih terperinci

BAB FLUIDA A. 150 N.

BAB FLUIDA A. 150 N. 1 BAB FLUIDA I. SOAL PILIHAN GANDA Jika tidak diketahui dalam soal, gunakan g = 10 m/s 2, tekanan atmosfer p 0 = 1,0 x 105 Pa, dan massa jenis air = 1.000 kg/m 3. dinyatakan dalam meter). Jika tekanan

Lebih terperinci

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI DESAIN BANGUNAN IRIGASI 1. JENIS JENIS BANGUNAN IRIGASI Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 80 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Tinjauan Umum Bagian hilir muara Kali Silandak mengalami relokasi dan menjadi satu dengan Kali Jumbleng yang menyebabkan debit hilirnya menjadi lebih besar

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM :

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM : NASKAH SEMINAR 1 ANALISA NUMERIK GERUSAN LOKAL METODE CSU (COLORADO STATE UNIVERSITY) MENGGUNAKAN HEC-RAS 5.0.3 PADA ALIRAN SUPERKRITIK (Studi Kasus : Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi) Vinesa Rizka Amalia

Lebih terperinci

Bab VI Hasil dan Analisis

Bab VI Hasil dan Analisis Bab VI Hasil dan Analisis Dalam bab ini akan disampaikan data-data hasil eksperimen yang telah dilakukan di dalam laboratorium termodinamika PRI ITB, dan juga hasil pengolahan data-data tersebut yang diberikan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS NILAI SEBARAN KADAR OKSIGEN TERLARUT DALAM ALIRAN (DO) PADA HULU DAN HILIR BANGUNAN BENDUNG DI DAERAH IRIGASI TUMPANG KABUPATEN MALANG

STUDI ANALISIS NILAI SEBARAN KADAR OKSIGEN TERLARUT DALAM ALIRAN (DO) PADA HULU DAN HILIR BANGUNAN BENDUNG DI DAERAH IRIGASI TUMPANG KABUPATEN MALANG STUDI ANALISIS NILAI SEBARAN KADAR OKSIGEN TERLARUT DALAM ALIRAN (DO) PADA HULU DAN HILIR BANGUNAN BENDUNG DI DAERAH IRIGASI TUMPANG KABUPATEN MALANG Ulill Allbab 1, Very Dermawan 2, Donny Harisuseno 2

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI QQ =... (2.1) Dimana: VV = kebutuhan air (mm 3 /hari) tt oooo = lama operasi pompa (jam/hari) nn pp = jumlah pompa

BAB II DASAR TEORI QQ =... (2.1) Dimana: VV = kebutuhan air (mm 3 /hari) tt oooo = lama operasi pompa (jam/hari) nn pp = jumlah pompa 4 BAB II DASAR TEORI 1.1 Definisi Pompa Pompa merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Journal INTEK. April 17, Volume 4 (1): 6-6 6 Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Hasdaryatmin Djufri 1,a 1 Teknik Sipil, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Tamalanrea Km., Makassar,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. STUDI LITERATUR Studi literatur dilakukan dengan mengkaji pustaka atau literature berupa jurnal, tugas akhir ataupun thesis yang berhubungan dengan metode perhitungan kecepatan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Penentuan Data Uncertainty Dalam setiap penelitian, pengambilan data merupakan hal yang penting. Namun yang namanya kesalahan pengambilan data selalu ada. Kesalahan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai langkah untuk memenuhi kebutuhan energi menjadi topik penting seiring dengan semakin berkurangnya sumber energi fosil yang ada. Sistem energi yang ada sekarang

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Sungai Sungai merupakan jalan air alami dimana aliranya mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke sungai yang lain. Menurut Soewarno (1991) dalam Ramadhan (2016) sungai

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A)

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A) PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (8A) Agatha Padma L Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaa Yogakarta, Jl. Babarsari 44 Yogakarta Email: padma_laksita@ahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Percobaan 1 Karakteristik Aliran di Atas Ambang Tajam Berbentuk Segi Empat Tujuan Alat yang Dipergunakan...

DAFTAR ISI. Percobaan 1 Karakteristik Aliran di Atas Ambang Tajam Berbentuk Segi Empat Tujuan Alat yang Dipergunakan... DAFTAR ISI Percobaan 1 Karakteristik Aliran di Atas Ambang Tajam Berbentuk Segi Empat... 1 1.1. Tujuan... 1 1.2. Alat yang Dipergunakan... 1 1.3. Dasar Teori... 2 1.4. Prosedur Percobaan... 3 1.5. Prosedur

Lebih terperinci

beberapa parameter yang berdasarkan pada perubahan kedalaman aliran dengan

beberapa parameter yang berdasarkan pada perubahan kedalaman aliran dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pendahuluan Aliran air di dalam saluran terbuka mempunyai sifat khusus, bila dibandingkan dengan aliran air di dalam pipa, yaitu antara lain : a. aliran air pada saluranterbuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran lahar atau banjir lahar dalam masyarakat Indonesia dipahami sebagai aliran material vulkanik yang biasanya berupa batuan, pasir dan kerikil akibat adanya aliran

Lebih terperinci

I Putu Gustave Suryantara Pariartha

I Putu Gustave Suryantara Pariartha I Putu Gustave Suryantara Pariartha Open Channel Saluran terbuka Aliran dengan permukaan bebas Mengalir dibawah gaya gravitasi, dibawah tekanan udara atmosfir. - Mengalir karena adanya slope dasar saluran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Gerusan merupakan penurunan dasar sungai karena erosi di bawah permukaan alami ataupun yang di asumsikan. Gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai karena interaksi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai merupakan saluran alami yang mempunyai peranan penting bagi alam terutama sebagai system drainase. Sungai memiliki karakteristik dan bentuk tampang yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Kerja Pompa Hidram Prinsip kerja hidram adalah pemanfaatan gravitasi dimana akan menciptakan energi dari hantaman air yang menabrak faksi air lainnya untuk mendorong ke

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ENERGI AIR MELALUI SPILLWAY BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELUNCUR BERTANGGA DI KOLAM OLAK

PERBANDINGAN ENERGI AIR MELALUI SPILLWAY BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELUNCUR BERTANGGA DI KOLAM OLAK PERBANDINGAN ENERGI AIR MELALUI SPILLWAY BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELUNCUR BERTANGGA DI KOLAM OLAK (THE COMPARISON OF WATER ENERGY AT CONVENTIONAL SPILLWAY AND STEPPED SPILLWAY AT STILLING BASIN)

Lebih terperinci

Edy Sriyono. Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013

Edy Sriyono. Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013 Edy Sriyono Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013 Aliran Pipa vs Aliran Saluran Terbuka Aliran Pipa: Aliran Saluran Terbuka: Pipa terisi penuh dengan zat cair Perbedaan tekanan mengakibatkan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR

PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR ( DETAIL DESIGN EMBUNG UNDIP AS A FLOOD CONTROL OF EAST FLOOD CHANNEL) Disusun Oleh : Anette

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) VIII-1 BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) 8.1. Tinjauan Umum Bangunan pelimpah berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung agar tidak membahayakan keamanan tubuh embung.

Lebih terperinci

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN Bangunan pelengkap jalan raya bukan hanya sekedar pelengkap akan tetapi merupakan bagian penting yang harus diadakan untuk pengaman konstruksi jalan itu sendiri dan petunjuk

Lebih terperinci

HIDROLIKA DAN JENIS ALIRAN DALAM SALURAN

HIDROLIKA DAN JENIS ALIRAN DALAM SALURAN HIDROLIKA DAN JENIS ALIRAN DALAM SALURAN Dasar-Dasar Aliran Fluida Konsep penting dalam aliran fluida 1. Prinsip kekekalan massa (persamaan kontinuitas) 2. Prinsip Energi Kinetik (persamaanpersamaan aliran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Pengatur Overflow Weir Side Weir PERENCANAAN HIDROLIS OVERFLOW WEIR Bangunan dapat digolongkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci