Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 18 April TINJAUAN FILOSOFIS KONSEP CBSA Oleh : Ki Supriyoko
|
|
- Sugiarto Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 18 April 1988 TINJAUAN FILOSOFIS KONSEP CBSA Oleh : Ki Supriyoko Dalam hak pengembangan kemampuan anak didik maka setidak-tidaknya ada tiga acuan teoritis dasar yang sering disebut-sebut dalam dunia pendidikan. Ketiga acuan tersebut masing-masing adalah teori nativisme, teori empirisme, serta teori konvergensi. Teori nativisme dikembangkan oleh Arthur Schopenhauer, seorang ilmuwan yang lahir di kota Dantzig pada tanggal 22 Februari 1788 dan meninggal pada tamggal 21 September Menurut teori tersebut perkembangan kemampuan seseorang akan sangat ditentukan oleh "potensi dalam" dari orang yang bersangkutan. Apabila seseorang mempunyai "potensi dalam" yang memadai maka perkembangan kemampuannya akan memadai pula, sebaliknya kalau "potensi dalam" yang dimiliki oleh orang tersebut sangat terbatas maka perkembangan kemampuannya pun akan menjadi sangat terbatas pula. Bertolak belakang dengan teori nativisme tersebut diatas adalah teori empirisme yang dikembangkan oleh seorang ilmuwan Swiss, Jean Jacques Rousseau, yang lahir di Geneva pada tahun 1712 dan meninggal tahun Teori yang lahir lebih dulu dari teori nativisme tersebut mengatakan bahwa perkembangan kemampuan seseorang yang semata-mata ditentukan oleh lingkungan atau pengalaman orang yang bersangkutan. Dan lingkungan akan memberi pengalaman kepada diri seseorang selanjutnya akan "membentuk" orang tersebut. Kalau lingkungan baik maka baiklah orang tersebut, sebaliknya bila lingkungannya jelek, maka akan jeleklah orang tersebut. Louis William Stern, seorang ilmuwan Jerman yang lahir pada tahun 1871 dan meninggal pada tahun 1938, mencoba memadukan dua teori tersebut diatas yang kemudian melahirkan teori baru yang lebih populer dengan teori konvergensi. Menurut teori konvergensi perkembangan kemampuan seseo-rang akan sangat ditentukan oleh "potensi dalam" serta lingkungan atau pengalaman sama-sama
2 2 memiliki peran yang dominan. Sekarang ini para pendidik pada umumnya cenderung mengacu pada teori yang terakhir, konvergensi, dimana antara "potensi dalam" serta lingkungan atau pengalaman dipercayai sebagai dua faktor yang sama-sama sangat menentukan perkem-bangan kemampuan seseorang. Ki Hadjar Dewantara (1936), relevan dengan teori konvergensi Stern, memberi istilah dua faktor tersebut sebagai 'dasar' dan 'ajar'. Menurut Ki Hadjar masing-masing orang itu dari "sono"-nya sudah mempunyai dasar sendiri-sendiri; ada yang putih, kuning, merah, hijau, biru, dan sebagainya. Meskipun demikian orang tersebut tetap terbuka kemungkinan untuk "diajar" oleh lingkung-an; dijadikan putih, kuning, merah, hijau, biru dan sebagainya. Meskipun seseorang mempunyai dasar putih, tetap terbuka kemungkinan untuk dijadikan merah kalau memang dikehendaki; meskipun dasarnya hijau namun tetap terbuka kemungkinan untuk dijadikan hitam, dsb. Tentunya membuat seseorang menjadi hijau akan lebih mudah pada orang yang dasarnya hijau dari pada orang yang dasarnya bukan hijau. Demikian pula membuat seseorang menjadi merah akan lebih mudah pada orang yang dasarnya merah dari pada orang yang dasarnya bukan merah. Dan sebagainya. Itulah sekilas tentang acuan teoritis dasar yang sering diaplikasikan dalam dunia pendidikan dewasa ini. Pengajaran sebenarnya merupakan manifestasi dari 'ajar' karena esensi pengajaran adalah menciptakan lingkungan untuk memberi pengalaman tertentu pada diri seorang anak; dan dengan lingkungan ini maka seseorang atau anak tersebut akhirnya menjadi "terbentuk". Istilah pendidikan kemudian muncul manakala lingkungan yang diciptakan atau pengalaman yang diberikan kepada anak bersifat selektif dan konstruktif untuk membawa pengembangan kemampuan anak tersebut ke arah yang positif, bukan asal berkembang saja. Terjadilah kemudian interaksi antara guru dan murid yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa. Sejauh mana pengembangan kemampuan siswa setelah melalui proses pengajaran/pendidikan itulah yang merupakan hasil belajar. Secara matematis bila anak memiliki dasar kemampuan "X", kemudian setelah mengalami proses pengajaran/ pendidikan menjadi "X+Y", maka "Y" merupakan hasil pengajaran/pendidikan, atau yang lazim disebut sebagai hasil belajar. Pada mulanya banyak para pendidik yang semata-mata yang berorientasi pada produk (product orientation), ialah bagaimana dapat menciptakan "Y" semaksimal mungkin tanpa memikirkan bagaimana cara yang konstruktif dan efektif untuk menciptakan "Y" tersebut. Hal ini ternyata mengandung banyak kelemahan, diantaranya adalah karena siswa kurang dibiasakan menghayati cara untuk mencapai "Y",
3 3 akhirnya mereka banyak yang menjadi asing bila dihadapkan kepada masalahmasalah terapan tanpa bantuan orang lain. Menyadari adanya kelemahan tersebut diatas maka kemudian dikembangkan apa yang disebut dengan "process and product orientation" yang memberi perimbangan pada pencapaian hasil serta cara untuk mencapainya. Jadi bukan semata-mata pada hasilnya saja. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) adalah merupakan manifestasi dari "process and product orientation" yang diformat secara operasional untuk mencapai hasil belajar yang seoptimal mungkin tanpa mengabaikan proses belajar mengajar didalamnya. Di negara kita format CBSA ini mulai dieksperimentasikan sejak tahun 1979/1980, dan kini berbagai sekolah telah mengaplikasikan format CBSA ini secara alternatif. Ciri khas utama CBSA adalah mulai ditinggalkannya sistem pengajaran klasik yang disebut 'teacher centered' untuk selanjutnya beralih pada sistem pengajaran yang lebih "modern" yang disebut dengan 'student centered'. Dalam sistem pengajaran 'teacher centered' maka proses belajar pengajar yang terjadi di kelas senantiasa berorientasi pada guru. Apa yang dikehendaki oleh "sang guru" itulah yang akan mendasari segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas. Di sini peran guru benar-benar bersifat mutlak, dalam arti peran siswa sama sekali tidak masuk dalam "rekening" proses belajar mengajar di kelas. Akhirnya style, logat, kepri- badian kemampuan, cara berekspresi, dan kebiasaan "sang guru" akan menguasai kelas. Ironisnya, tidak jarang ditemui fakta bahwa peran guru dapat "mengalahkan" tujuan belajar. Hal ini semata-mata karena dominannya dan mutlaknya peran guru di kelas. Dalam format CBSA keadaan tersebut tidak berlaku lagi karena proses belajar mengajar di kelas senantiasa berorientasi pada siswa, bukan guru. Potensi dasar yang dimiliki oleh siswa sangat diperhatikan dalam proses belajar mengajar di kelas. Disam-ping itu peran siswa untuk mengembangkan kemampuannya sendiri juga mendapat porsi yang sangat layak. Tentu saja tidak berarti bahwa dengan menonjolnya peran siswa dalam proses belajar mengajar di kelas telah menjadikan "sang guru" tidak berperan lagi. Disini peran guru sama sekali tidak mengalami penurunan, akan tetapi mengalami "penyesuaian". Dalam sistem pengajaran 'teacher centered' maka seorang guru lebih berperan sebagai aktor dan instruktor; sedang siswa harus puas menelan vitamin "D5" (Duduk-Diam-Dengar-Dokumen-Dukani). Di dalam CBSA maka seorang guru lebih berperan sebagai motivator dan dinamisator; sedangkan siswa diharuskan memainkan perannya dalam porsi yang layak. Jadi sama sekali tidaklah benar kalau ada yang berpendapat bahwa CBSA membuat para guru kehilangan perannya.
4 4 Orientasi pengajaran yang tertuju pada siswa itu sangat relevan dengan "format ABCD" yang dibangun oleh Yerold E Kemp (1975). Menurut Kemp didalam proses pengajaran sedikitnya ada empat faktor utama yang harus diperhatikan; masing-masing ialah Audience, Behavior, Condition serta Degree. Keempat komponen ini selanjutnya lebih dikenal dengan "format ABCD". Pertama kali yang harus diperhatikan dalam proses belajar mengajar adalah siapakah siswanya (audience), seberapa jauh kemampuan dasar yang dimilikinya, bagaimana karakteristiknya, dsb. Serta tingkah laku (behavior) yang bagaimana yang diinginkan, kemampuan apa yang ingin dicapai, dsb. Selanjutnya bagaimana kondisi (condition) yang ada guna mencapainya, sarana dan fasilitas apa yang tersedia, dsb. Yang terakhir adalah sejauh mana tingkatan (degree) tingkah laku yang ingin dicapainya. CBSA menginginkan anak atau siswa berkembang dan ber-kreativitas sesuai dengan kemampuan dasarnya; tentu saja perkembangan kearah yang positif. Peran "sang" guru disamping memotivasi dan mendinamisasi siswa juga berperan memberi bimbingan manakala anak atau siswa tersebut akan keluar dari jalur-jalur rel perkembangan yang konstruktif menuju rel destruktif. Prinsip pengajaran/pendidikan seperti tersebut diatas sudah lama kita kenal dengan sistem 'tut wuri han dayani'. Dengan ungkapan lain CBSA merupakan penjabaran dari sistem 'tut wuri handayani'. Dalam sistem 'tut wuri handayani' maka sang anak diberi kebebasan yang tinggi untuk berkreativitas serta mengemukakan pendapatnya, sementara itu guru sebagai seorang pamong berkewajiban memberikan bimbingan dan arahan kepada anak tanpa harus memasung kreativitas. Dengan adanya jaminan bagi anak untuk berkreativitas dan mengemukakan pendapat maka terbukalah kemungkinan yang sangat lebar untuk menciptakan komunikasi dua arah (two ways traffic communication) ialah antara siswa dengan guru, antara sang anak dengan pamongnya. Bahkan komunikasi multi arah (multi ways traffic communication) pun dapat diciptakan sebaik mungkin. Dengan cara seperti tersebut maka kelak sang anak tidak akan menjadi "yesman" atau "nggihman"; tetapi akan menjadi orang yang berani berpendapat dan berkreativitas menurut batas-batas kemampuannya. Dia akan benar-benar menjadi orang yang "dewasa". Kita menaruh harapan yang besar dengan diaplikasikannya CBSA di dalam sistem pendidikan kita, terutama untuk jenjang pendidikan dasar, yang kemudian diharapkan akan lahirnya generasi yang benar-benar "dewasa" dalam berpendapat, berkreativitas dan bertingkah laku. Diaplikasikannya CBSA dalam sistem pendidikan ini sering disebut-sebut
5 5 sebagai era baru dalam sistem pendidikan di Indonesia, ini disebabkan karena CBSA merupakan pola baru yang diha-rapkan akan mampu menghasilkan generasi baru. Dengan diaplikasikannya CBSA maka tidak akan muncul lagi generasi "yesman" atau "nggihman", tetapi yang akan muncul adalah generasi yang benarbenar "dewasa" dalam berpendapat, berkreativitas dan bertingkah laku. Namun demikian kiranya perlu disadari bahwa hasil CBSA ini tidak mungkin dapat dipetik dalam waktu yang singkat. Lahirnya generasi baru ini tentunya memerlukan waktu yang tidak singkat tetapi cukup panjang. CBSA yang diaplikasikan untuk jenjang pendidikan dasar, SD, itupun sekarang ini belum seluruh SD menerapkan CBSA secara konsekuen, baru akan menghasilkan generasi baru setidak-tidaknya pada belasan tahun mendatang. Untuk memetik hasil CBSA memang diperlukan proses yang panjang, hal ini kiranya sesuai dengan sifat pendidikan itu sendiri yang merupakan proses yang tak pernah mengenal batas akhir (over ending process). Pada sisi lain untuk dapat menghasilkan generasi baru maka CBSA akan menemui banyak hambatan yang harus disingkirkan. Dua hambatan yang paling dominan adalah tercekamnya masyarakat kita oleh budaya paternalisme dan terbiasanya para siswa di negara kita yang belajar seca- ra klasikal. Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang sangat majemuk atau "masyarakat pluralistik", oleh karena struktur dan sistem masyarakatnya dibangun diatas berbagai suku bangsa dengan aneka macam adat, kultur dan subkulturnya masing-masing. Soerjono Soekanto (1983) menterjemahkan istilah masyarakat majemuk atau masyarakat pluralistik sebagai kelompok masyarakat tertentu yang mencakup aneka ragam suku bangsa (ethnic-group) yang masing-masing mempunyai kebudayaan yang bersifat khusus (sub-culture). Masing-masing suku bangsa tersebut merupakan kesatuan-kesatuan manusia yang sangat terikat oleh kesadaran akan kesatuankesatuan manusia yang sangat terikat oleh kesadaran akan kesatuan sistem sosial dan budaya,yang tidak jarang diduga oleh adanya bahasa-bahasa tertentu di kalangan suku-suku bangsa tersebut. Pada kenyataannya masyarakat Indonesia berdiri diatas keanekaragaman sukubangsa dengan adat, budaya dan kebiasaannya masing-masing; meski demikian pada umumnya mereka mempunyai kesamaan budaya, adalah masih kuatnya budaya paternalisme di kalangan mereka. Itulah sebabnya maka masyarakat Indonesia pada umumnya, serta masyarakat Jawa pada khususnya, sering kali mendapatkan predikat sebagai "masyarakat paternalistik". Dalam budaya paternalistik maka apa yang dikerjakan oleh seseorang selalu akan cenderung "mengacu" pada apa yang dikerjakan oleh "pater" atau tokoh "figur"-nya. Implikasinya, apa yang dikerjakan oleh siswa sekolah pun akan cenderung "mengacu" pada "pater"-nya pula, yaitu gurunya.
6 6 Keadaan tersebut tentu bukan berarti jelek, namun "pengacuan" terhadap seorang "pater" atau "figur" secara berlebihan akan menghambat pengembangan kreativitas sang anak itu sendiri. Siswa akan mengerjakan segala sesuatu kalau sudah diperintah atau "dicontohi" oleh gurunya; hal ini kurang relevan dengan konsep CBSA. Sudah terbiasanya para siswa di negara kita yang belajar secara klasikal juga merupakan hambatan tersendiri bagi pengembangan konsep CBSA. Bukan berarti bahwa dalam sistem belajar klasikal tidak dapat diaplikasikan CBSA, tetapi sistem belajar ini dapat menjadi hambatan operasional yang sangat berarti manakala ditemui kenyataan tentang bervareasinya potensi atau kemampuan dasar yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Implikasinya: kalau masing-masing siswa mempunyai kemampuan dasar yang berbeda maka diperlukan perhatian dan penanganan atau sistem pengelolaan yang berbeda-beda pula untuk mengembangkan kemampuan masing-masing siswa. Hal ini kiranya cukup sulit dilakukan dalam sistem belajar klasikal dengan pola pengelolaan kelas yang realtif homogen. Ternyata hambatan bagi CBSA tidaklah ringan, akan tetapi justru disitulah letak tantangannya!!!*** Drs. Ki Supriyoko, M.Pd: Dosen Sarjanawiyata Tamansiswa Yk
Sejarah pendidikan Indonesia 1. Dyah Kumalasari
Sejarah pendidikan Indonesia 1 Dyah Kumalasari PENDAHULUAN Francis Bacon Knowledge is power Pendidikan untuk Manusia.Sumber pokok kekuatan bagi manusia adalah Pengetahuaan. Mengapa...? Karena manusia dgn
Lebih terperinciMajalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi April 2007
Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi April 2007 MENGEMBANGKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI)
Lebih terperinciKEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN, SERTA BATASAN PENDIDIKAN. Ismail Hasan
KEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN, SERTA BATASAN PENDIDIKAN Ismail Hasan A. Keharusan Pendidikan Anak di lahirkan dalam keadaan tidak berdaya (berbeda dengan binatang seperti; kura-kura, buaya, kambing, kera,
Lebih terperinciSurat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 8 Maret 1986
Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 8 Maret 1986 KENAKALAN SISWA SMTA : MEDIA MASSA DAN LINGKUNGAN SEKOLAH Oleh : Ki Supriyoko Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN
BAB I PENDAHULUAN Sejauh mana peranan dan efektivitas pendidikan dalam pembinaan kepribadian manusia, para ahli tidak sama pandangannya. Secara fisiologis, pandangan pandangan tersimpul dalam teori teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan bidang studi yang menduduki peranan penting dalam bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah matematika. Oleh karena itu matematika merupakan bidang studi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asuh, asih, asah orang tua. Asuh adalah kebutuhan dasar pangan, sandang, papan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Tuhan untuk dipelihara dan dilindungi orang tua hingga didewasakan dan dilepaskan dari tanggung jawab orang tua. Anak adalah tunas bangsa
Lebih terperinciSurat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 20 Juli 1988
Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 20 Juli 1988 ANALISIS POTENSI AKADEMIK YOGYAKARTA UNTUK MENYONGSONG WAJIB BELAJAR SMTP Oleh : Ki Supriyoko Pembicaraan tentang masalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang berdiri di atas empat pilar berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia, dan Bhinneka
Lebih terperinciBAHAN AJAR PEMBELAJARAN II
BAHAN AJAR PEMBELAJARAN II Nama Mata Kuliah Kode I SKS Waktu Pertemuan Pertemuan : Filsafat Pendidikan : FIF 342 / 3 SKS : 1 x pertemuan (1 x 1 50 menit) : III Tujuan Instruksional Umum 1. Umum : Setelah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang
I. PENDAHULUAN Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
Lebih terperinciTabloid Pelajar PELAJAR INDONESIA, terbit di Bandung, Edisi November 2002
Tabloid Pelajar PELAJAR INDONESIA, terbit di Bandung, Edisi November 2002 PRAKTEK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) MENUJU KEMANDIRIAN SEKOLAH Oleh : Ki Supriyoko Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diterjemahkan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN ASPEK KEPEMIMPINAN GURU DALAM PENYELENGGARAAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI KELAS. Oleh: Dra. Aas Saomah, M.Si
PENGEMBANGAN ASPEK KEPEMIMPINAN GURU DALAM PENYELENGGARAAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI KELAS Oleh: Dra. Aas Saomah, M.Si Abstrak: Aspek kepemimpinan guru dalam pembelajaran di kelas sangat penting karena
Lebih terperinciMajalah Tiga Bulanan Depdikbud MAJALAH MAHASISWA, terbit di Jakarta
Majalah Tiga Bulanan Depdikbud MAJALAH MAHASISWA, terbit di Jakarta Tugas Perguruan Tinggi: KEMBANGKAN ABILITAS DAN PERSONALITAS UNTUK MEMBANGUN NEGARA DAN BANGSA Oleh : Ki Supriyoko Kemajuan suatu negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang mencetak seseorang menjadi generasi yang berkualitas dan memiliki daya saing. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak didik kita diberi bekal ilmu yang memadai melalui jalur pendidikan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perkembangan global begitu cepat dan sangat dinamis. Pendidikan menjadi alat untuk mengatasi keadaan tersebut dan hal itu dapat dilakukan apabila anak didik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya, serta mampu
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kunci pokok pembangunan suatu bangsa dimasa mendatang, termasuk Indonesia adalah pendidikan, sebab dengan pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional maupun bahasa daerah. Masyarakatnya
Lebih terperinciKemampuan berpikir kreatif mendapatkan perhatian yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak yang begitu besar terhadap berbagai aspek kehidupan. Salah satu dampak tersebut adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sumber daya manusia berhubungan dengan upaya peningkatan disemua lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya pengkajian semua unsur pada dunia pendidikan
Lebih terperinciSurat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 10 Juli 1989
Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 10 Juli 1989 MENUJU "RESEARCH UNIVERSITY" SEBAGAI PERGURUAN TINGGI DI MASA DEPAN Oleh : Ki Supriyoko Adalah Department of Electrical Engineering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman kebudayaan Indonesia merupan kebanggaan yang pant as
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman suku bangsa Indonesia merupakan, bangsa yang kaya akan budaya yang bernilai tinggi serta beraneka ragam sifat dan coraknya. Keanekaragaman kebudayaan
Lebih terperinciSurat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 6 Juni "MENDOBRAK" PINTU DUNIA INDUSTRI Oleh : Ki Supriyoko
Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 6 Juni 1988 Tantangan Sekolah Kejuruan Kini: "MENDOBRAK" PINTU DUNIA INDUSTRI Oleh : Ki Supriyoko Ada suatu aktivitas akademik penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sains merupakan suatu proses yang didalamnya terkandung sikap ilmiah, hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains merupakan suatu proses yang didalamnya terkandung sikap ilmiah, hal ini merupakan salah satu faktor pendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Semakin rendah dan
Lebih terperinciSILABI. Jenis Penilaian Aktivitas. Alokasi Waktu. Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran. Sumber Bahan. Indikator Pencapaian
SILABI Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS Prodi Standard Kompetensi : Ilmu : MDK218 : 2 SKS : Sejarah : Mahasiswa mampu memahami mengembangkan konsep dasar secara komprehensif fungsional, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional Indonesia menyatakan perlunya masyarakat melaksanakan program pembangunan nasional dalam upaya terciptanya kualitas manusia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan pada umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat memberikan perubahan, perbaikan, dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang
Lebih terperinci2. Dimensi-dimensi hakikat manusia serta Potensi, Keunikan, dan Dinamikanya
RANCANGAN AKTIVITAS PERKULIAHAN (RAP) MATA KULIAH : PENGANTAR PENDIDIKAN KODE MATA KULIAH/SKS : KBM 1201/ 2 NAMA PENGEMBANG : Edy Widayat BEBAN STUDI : 2 SKS SEMESTER : II DISKRIPSI MATA KULIAH : Matakuliah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha secara sadar dan terencana yang dilakukan oleh guru kepada muridnya sehingga diharapkan akan terwujudnya proses pembelajaran secara aktif demi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam semua aspek kehidupan manusia termasuk
Lebih terperinciSurat Kabar Harian SUARA MERDEKA, terbit di Semarang, Edisi 4 Oktober 1986
Surat Kabar Harian SUARA MERDEKA, terbit di Semarang, Edisi 4 Oktober 1986 DIKOTOMI SEKOLAH UMUM DAN KEJURUAN PERLU DIROMBAK Oleh : Ki Supriyoko Dalam sejarah pendidikan di negara kita terdapat sebuah
Lebih terperinciSurat Kabar Harian SUARA KARYA, terbit di Jakarta, Edisi 30 Agustus MEMBANGUN POLITEKNIK DI INDONESIA BAGIAN TIMUR Oleh : Ki Supriyoko
Surat Kabar Harian SUARA KARYA, terbit di Jakarta, Edisi 30 Agustus 1988 MEMBANGUN POLITEKNIK DI INDONESIA BAGIAN TIMUR Oleh : Ki Supriyoko Salah satu kompleksitas utama yang dihadapi oleh negara-negara
Lebih terperinciA. PENGANTAR. MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SOSIAL PADA GURU INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko
MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SOSIAL PADA GURU INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Kalau dikumpulkan terdapat belasan bahkan puluhan pengertian atau pun definisi kompetensi. Kalau kita buka Oxford Advance
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mewujudkan semua potensi diri manusia dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekayaan yang sampai saat ini merupakan hal yang berpengaruh besar pada sikap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan hasil cipta manusia dan juga merupakan suatu kekayaan yang sampai saat ini merupakan hal yang berpengaruh besar pada sikap dan sifat manusia.
Lebih terperinciKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kebijakan pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistis (kewenangan pengembangan kurikulum
PERENCANAAN PEMBELAJARAN GEOGRAFI Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kebijakan pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistis (kewenangan pengembangan kurikulum lebih banyak diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama dalam proses pembelajaran. Dalam menciptakan kondisi belajar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses belajar mengajar yang berorientasi pada keberhasilan tujuan senantiasa memberikan rangsangan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Kondisi Awal. Penelitian ini dilakukan di kelas I MI Miftahul Ulum Curah Keris Kalipang Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran untuk menunjang kelancaran jalannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan perwujudan diri siswa. Hal ini karena pendidikan menyediakan lingkungan yang memungkinkan
Lebih terperinciBAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. dari hasil wawancara dengan informan, observasi di lapangan maupun datadata
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data Paparan data temuan penelitian adalah pengungkapan dan pemaparan data maupun temuan yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan baik dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebriani Rizki Ali, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil observasi awal pra penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2014 di SMP Negeri 12 Bandung tepatnya di kelas 7F, terdapat beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya harus diimbangi dengan aturan-aturan atau norma-norma yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat dan dinamis pada saat ini, tentunya harus diimbangi dengan aturan-aturan atau norma-norma yang dapat mengatur bisnis itu
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) MENGGUNAKAN SOFTWARE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) MENGGUNAKAN SOFTWARE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN BIOLOGI PADA SISWA KELAS VII F DI SMP NEGERI I BULU SUKOHARJO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Semarang: Aneka Ilmu, 1992), hlm
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebagai katalisator utama pengembangan SDM, dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebagai katalisator utama pengembangan SDM, dengan anggapan bahwa dengan semakin terdidik seseorang, semakin tinggi pula kesadarannya terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian tujuan pendidikan ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan untuk menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran melibatkan beberapa komponen yaitu: 1) peserta didik;
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran melibatkan beberapa komponen yaitu: 1) peserta didik; sebagai pencari, penerima, dan penyimpan pesan pengetahuan yang telah disampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap provinsi di Indonesia memiliki cerita rakyat yang berbeda-beda. Sebagai salah satu dari keragaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia, cerita rakyat tentu patut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi yang saat ini tengah berlangsung, banyak sekali memunculkan masalah bagi manusia. Manusia dituntut untuk meningkatkan kualitas dirinya agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan sesuatu yang dapat dirasakan, dipikirkan, dan dihayati, dalam seni
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan hasil karya seni yang mengekspresikan ide, dimana ide merupakan sesuatu yang dapat dirasakan, dipikirkan, dan dihayati, dalam seni musik, bunyi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20. Pendidikan diarahkan untuk dapat menciptakan sumber daya yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya untuk menuju perubahan yang lebih baik, sebagaimana tertuang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki sistem dan visi pendidikan yang berbeda-beda.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran penting dalam keberhasilan suatu bangsa. Setiap bangsa memiliki sistem dan visi pendidikan yang berbeda-beda. Berdasarkan Peraturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di tiap-tiap negara. Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa Undang-Undang Dasar 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan merupakan salah satu satu faktor yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa. Bahwasannya berhasil tidaknya pendidikan yang dilaksanakan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat globalisasi dan pasar bebas mulai merambah Indonesia, terjadilah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat globalisasi dan pasar bebas mulai merambah Indonesia, terjadilah persaingan ekonomi dan teknologi untuk menjadi yang terbaik. Hal ini terutama terlihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. A. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) Perspektif Ki Hadjar
BAB V PEMBAHASAN A. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) Perspektif Ki Hadjar Dewantara Sebagaimana disebutkan di dalam penegasan istilah bahwa penelitian ini dibatasi pada nilai-nilai Pendidikan Agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan merupakan unsur dasar yang menentukan kecakapan berpikir tentang dirinya dan lingkungannya. Seseorang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang mampu meletakkan posisi guru dengan tepat sehingga guru mampu memainkan perannya dengan tepat sesuai dengan kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
23 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Deskripsi Kondisi Awal. Penelitian ini dilakukan di kelas I SD Negeri Kebolampang Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun Pelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat berubah saat ini membutuhkan manusia yang siap dan tanggap. Salah satu cara untuk menghasilkan manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah saat ini, karena usia dini berada pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu upaya mengembangkan kemampuan intelektual, potensi, bakat, dan kepribadian yang ada dalam individu dengan memberikan suatu pengetahuan dan
Lebih terperinciTEKS DESKRIPSI BUDAYA INDONESIA
Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Kebudayaan nasional dalam pandangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama sebagai pemegang kendali dalam proses pembelajaran. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran di kelas, satu komponen penting yang dapat menentukan kualitas adalah guru, karena peran mereka sangat sentral, terutama sebagai pemegang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan mutlak harus dipenuhi dalam rangka upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Dari pendidikan inilah diperoleh pengetahuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam konteks pembangunan bangsa dan negara, masih mengalami permasalahan yang serius. Kunandar (2011:7), menjelaskan bahwa bangsa Indonesia kini
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru Guru adalah pejabat profesional, sebab mereka diberi tunjangan profesional. Namun, walaupun mereka secara formal merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak hal yang harus disiapkan dan dibekali pada diri kita sehingga tidak mengalami kesulitan dalam menjalani
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI, MORAL DAN SIKAP
MAKALAH PERKEMBANGAN NILAI, MORAL DAN SIKAP Disusun Sebagai Syarat Pelaksanaan Presentasi Kelompok Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik Disusun oleh: YULI ARDIKA P. DESTYANA KHAIRUNISA WINDA FITRIFITANOVA
Lebih terperinciBAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL
BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang untuk menciptakan kualitas Sumber Daya Manusia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung, tentang pembelajaran IPS teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question
1 BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran PKn (Penelitian
Lebih terperinciPengaruh Penerapan Model Pembelajaran Discovery
0 Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Discovery Terhadap Kemampuan Menulis Teks Laporan Hasil Observasi Siswa Kelas X SMK Swasta GKPS 2 Pematangsiantar Tahun Pembelajaran 2013/2014 Oleh: Rifkawaty Pasaribu
Lebih terperinciPengembangan Pembelajaran PKN di SD. Wuri Wuryandani, M.Pd. Universitas Negeri Yogyakarta 12 November 2009
Pengembangan Pembelajaran PKN di SD Wuri Wuryandani, M.Pd. Universitas Negeri Yogyakarta 12 November 2009 PARADIGMA BARU PKn CIVIC KNOWLEDGE (Pengetahuan Kewarganegaraan) CIVIC SKILLS (Keterampilan Kewarganegaraan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman, ketua pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan generasi penerus bangsa. Perkembangan kemajuan bangsa sedikit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Sistim Pendidikan Nasional Tahun 2003 pada pasal 3 yang dikatakan
Lebih terperinciTUJUAN PEMBELAJARAN SEBAGAI KOMPONEN PENTING DALAM PEMBELAJARAN
TUJUAN PEMBELAJARAN SEBAGAI KOMPONEN PENTING DALAM PEMBELAJARAN Oleh Drs. Samsul Hidayat, M.Ed (WI Madya BKD & Diklat Provinsi NTB) Abstraksi Seorang pengajar/guru/ Widyaiswara dalam merencanakan pembelajaran
Lebih terperinciPEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR REMAJA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN KODE WARNA DAN KREATIVITAS
PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR REMAJA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN KODE WARNA DAN KREATIVITAS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana (S-1) Psikologi Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tangung jawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagi guru SD, yang merupakan ujung tombak bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terstruktur, di samping penguasaan alat belajar. Dengan demikian, pembelajaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciPENGARUH INSENTIF, ABSENSI DAN TUNJANGAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. KOSOEMA NANDA PUTRA DI KLATEN
PENGARUH INSENTIF, ABSENSI DAN TUNJANGAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. KOSOEMA NANDA PUTRA DI KLATEN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, teknologi dan budaya masyarakat. Pendidikan dari masa
Lebih terperinciPRIJANTO: TANGAN KEDUA YANG SETIA DAN BISA DIANDALKAN. Oleh: Niniek L. Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, Nurlyta Hafiyah
PRIJANTO: TANGAN KEDUA YANG SETIA DAN BISA DIANDALKAN Oleh: Niniek L. Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, Nurlyta Hafiyah Muncul dari kalangan perwira militer, Prijanto adalah sosok yang sebelumnya tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat keindahan dan dapat diekspresikan melalui suara, gerak ataupun ekspresi lainnya. Dilihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rena Ernawati, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan formal bertambah dari tahun ke tahun. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya
Lebih terperinci