Oleh/By : xxxxxxxxxxxxxx ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh/By : xxxxxxxxxxxxxx ABSTRACT"

Transkripsi

1 KAJIAN TEMPAT TUMBUH JENIS Shorea smithiana, Shorea johorensis Dan Shorea leprosula3 JENIS MERANTI KOMERSIL DI KAWASAN SEKSI KONSERVASI SANGKIMA, TAMAN NASIONAL KUTAI, KALIMANTAN TIMUR (TREE GROWTH STUDY OF THREE MERANTI COMMERCIAL IN SANGKIMA, KUTAI NATIONAL PARK, EAST KALIMANTAN) DALAM RANGKA PERLAKUAN SILVIKULTUR DI HUTAN TANAMAN Commented [A1]: Tempat Tumbuh sama dengan habitat apakah tidak lebih baik diganti dengan kata habitat? Formatted: Font: Not Italic Formatted: Font: Not Italic Formatted: Font: Not Italic Oleh/By : xxxxxxxxxxxxxx ABSTRACT Based on raw material needs for timber construction continues to increase, accordingly this research conducted on tree growth of three Meranti commercial species, namely: Shorea smithiana, Shorea johorensis and Shorea leprosula. This study is expected to provide information about ideal requirements for its species planting in forest plantations. The results showed that all Meranti species had IVI dominant enough of other species that grows on slope class in accordance with habitat origin in natural forest. S. Smithiana grown without any lingkage or not interacted with others. While, S. leprosula and S. johorensis tend to harm each other or have different adaptive responses to the environment due to competition in terms of light, nutrients, growing space and other needs. On the other hand, soil analysis showed quite good of physical and chemical properties, and a micro-climate changes on average (moderate air temperatures, high humidity with a low intensity of light to moderate). Formatted: Justified Commented [A2]: Diberi kepanjangannya terlebih dahulu kemudian singkatan dalam kurung Keywords: Shorea smithiana, Shorea johorensis, Shorea leprosula, IVI, forest products commercial. ABSTRAK Dilandasi oleh kebutuhan bahan baku kayu pertukangan yang terus meningkat, maka dilakukan penelitian mengenai kajian tempat tumbuh tiga jenis Meranti komersil, yaitu: Shorea smithiana, Shorea johorensis dan Shorea leprosula. Kajian ini diharapkan dapat menyediakan informasi tentang persyaratan Formatted: Justified, Indent: Left: 0 cm, Hanging: 2.22 cm Commented [A3]: Lebih dari 5 kata Formatted: Font: (Default) Times New Roman Formatted: Font: (Default) Times New Roman

2 tempat tumbuh ideal bagi jenis-jenis tersebut untuk penanamannya di hutan tanaman.dilandasi oleh kebutuhan bahan baku kayu yang terus meningkat, maka dilakukan penelitian mengenai kajian tempat tumbuh jenis Shorea smithiana, Shorea johorensis dan Shorea leprosula dalam mendukung pembangunan hutan tanaman di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pembuatan plot penelitian sebanyak 3 plot seluas 1 hektar berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi 100 meter jarak datar, selanjutnya dibuat jalur-jalur inventarisasi dengan lebar jalur 20 meter jarak datar. Dari hhasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis yang menjadi target memiliki INP yang cukup dominan dari jenis lainnya dan ketiga jenis tersebut tumbuh pada kelas kelerengan yang sesuai dengan habitatnya pada hutan alam. Pada jjenis Shorea smithiana tumbuh tanpa adanya keterkaitan atau saling mempengaruhi dengan jenis lain., padkedua a jenis lainnya, Shorea johorensis dan Shorea leprosula hidupnya cenderung merugikan satu dengan lainnya atau mempunyai respon adaptasi yang berbeda dengan lingkungannya sebagai akibat dari yang dapat diartikan bahwa terjadi kompetisi dalam hal cahaya, nutrisi, ruang tumbuh dan kebutuhan lainnya. antar kedua jenis tersebut. Di sisi lain, Dari hhasil analisa tanah tempat tumbuh, memperlihatkan sifat fisik tanah yang relatif bagus, baik dan kimia tanah yang cukup baik, sertabulk density, pori total, kadar air tanah dan tekstur tanahnya. Untuk sifat kimia juga terlihat cukup bagus, perubahan iklim mikro tipe iklim mikro terlihat rata-rata (suhu udara masuk kategori sedang, dan kkelembaban masuk kategori tinggi, dengan intensitas cahaya yang rendah sampai dengan sedang). Kata Kunci : Shorea smithiana, Shorea johorensis, dan Shorea leprosula, INP,, tanah, iklim mikro hasil hutan komersil. Formatted: Font: (Default) Times New Roman Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt Commented [A4]: Diberi kepanjangannya terlebih dahulu kemudian singkatan dalam kurung Formatted: Indent: Left: 0 cm, Hanging: 2.38 cm Formatted: Indent: Left: 0 cm, Hanging: 2.38 cm, Space After: 10 pt, Line spacing: Multiple 1.15 li I. PENDAHULUAN Hutan alam di Indonesia telah mengalami laju deforestasi yang sangat cepat. Salah satu penyebabnya yaitu kebutuhan bahan baku kayu yang terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk. Dalam kaitannya dengan problematika ini, banyak solusi yang sudah disuarakan agar tetap menjaga kelestarian dari hutan alam dan mulai beralih ke hutan tanaman dengan mengembangkan jenis-jenis pohon penghasil kayu pertukangan yang diproduksi dari hutan alam yang merupakan jenis prioritas atau unggulan setempat (Sari, 2012). Dalam pengembangannya, keberhasilan pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh ketepatan dalam melakukan perlakuan silvikultur terhadap jenis yang dikembangkan dan kondisi tempat tumbuh jenis tersebut. Menurut Soekotjo (1976) dalam Duryat (2006), lingkungan suatu hutan biasanya dinamakan tempat Commented [A5]: Cari referensi primernya

3 tumbuh yang dapat diartikan sebagai jumlah dari keadaan-keadaan yang efektif yang mempengaruhi penghidupan suatu tumbuhan atau masyarakat tumbuhtumbuhan. Dari segi silvikultur, tempat tumbuh dapat dianggap sebagai semua yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi vegetasi hutan. Selain perlakuan silvikultur yang tepat, perlu juga diketahui faktor-faktor tempat tumbuh yang meliputi, faktor klimatis, faktor fisiografis, faktor edafis dan faktor biotis (Soekotjo, 1976 dalam Duryat, 2006). Penelitian ini mengkaji tempat tumbuh dari family Dipterokarpa, yaitu jenis Shorea smithiana, Shorea johorensis dan Shorea leprosula. Jenis hasil hutan ini dipilih karena merupakan hasil hutan yang bernilai ekonomi tinggi, sebagai penghasil kayu pertukangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan data tentang persyaratan tempat tumbuh jenis Shorea smithiana, Shorea johorensis dan Shorea leprosula untuk penanaman jenis tersebut di hutan tanaman. Commented [A6]: Cari referensi primernya.hindari mengutip dalam kutipan Commented [A7]: Perlu ditambah paragraph khusus untuk menyatakan justifikasi atau alasan mengapa ke3 jenis ini dipilih lengkap dengan referensi pendukung jika ada. Baru dilanjutkan dengan tujuan. Formatted: Font: (Default) Times New Roman II. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 di areal Seksi Konservasi Sangkima Taman Nasional Kutai, SPTN Wilayah I Sangatta Kab. Kutai Timur B. Pembuatan Plot Penelitian 1. Metode Penentuan dan Pembuatan Plot Penelitian Plot penelitian yang dibuat seluas 1 hektar, dengan penentuan plot menggunakan metode Purposive sampling. Plot penelitian berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi 100 meter jarak datar, selanjutnya dibuat jalur-jalur inventarisasi dengan lebar jalur 20 meter jarak datar. Untuk memudahkan dalam kegiatan inventarisasi pohon, maka dibuat Petak Ukur (PU) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 20 m x 20 m yang disesuaikan dengan lebar jalur. 2. Pengumpulan Data Pengumpulan data berupa data primer, berupa : sifat fisik, sifat kimia tanah, inventarisasi pohon dan asosiasi pohon induk dengan jenis lain. Data sekunder, berupa : Data geografis dan topografi secara umum. C. Analisa Data Data dari kegiatan penelitian dianalisis untuk mengetahui : 1. Indeks Nilai Penting (INP) Indeks Nilai Penting adalah penjumlahan dari kerapatan jenis (KR), frekwensi jenis (FR) dan dominansi jenis (DR) digunakan rumus menurut Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) dalam Wahyuningtyas (2010) sebagai berikut: Commented [A8]: Lebih menarik penyajiannya jika ditambah dengan peta lokasi Commented [A9]: Dibuat jelas dengan desain plot Commented [A10]: Cari referensi primer bukan kutipan dalam kutipan KR (%) = Jumlah individu suatu jenis dalam plot Jumlah individu seluruh jenis dalam plot X 100

4 FR (%) = DR (%) = Jumlah kehadiran suatu jenis dalam plot Jumlah kehadiran seluruh jenis dalam plot Jumlah Luas Bidang Dasar suatu jenis Jumlah Luas Bidang Dasar seluruh jenis X 100 X 100 INP (%) = KR+FR+DR

5 Keteraangan: KR = Kerapatan Relatif; FR = Frekuensi Relatif; DR = Dominasi Relatif 2. Asosisi Jenis Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan tabel korelasi dua jenis (2x2) seperti yang dikemukakan oleh Mueller-Dombois and Ellenberg (1974) dalam Fajri dan Saridan (2012) atau disebut juga tabel Contingency seperti berikut: Tabel 1. Bentuk tabel Contingency. Commented [A11]: Hindari referensi sekunder cari ref primer/utama Jenis A Jenis B a B a + b - c D c + d a + c b + d N = a + b + c + d Keterangan : a : Jumlah petak yang mengandung jenis A dan jenis B. b : Jumlah petak yang mengandung jenis A saja, jenis B tidak c : Jumlah petak yang mengandung jenis B saja, jenis A tidak d : Jumlah petak yang tidak mengandung jenis A dan jenis B N : Jumlah semua petak Selanjutnya dilakukan perhitungan langsung tanpa menghitung nilai observasi, yaitu dengan menggunakan rumus perhitungan Chi Square (X 2 ) hitung seperti berikut ini: (ad bc) 2 x N X 2 = (a+b)(c+d)(a+c)(b+d) Untuk menghindari nilai Chi Square (X 2 ) yang bias bila nilai a, b, c atau d dalam tabel Contingency ada yang kurang atau sama dengan 5 (lima), maka perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: { (ad bc) N/2 } 2 x N X 2 = (a+b)(c+d)(a+c)(b+d) Setelah didapat besarnya nilai Chi Square hitung kemudian dilakukan pengujian dengan membandingkan antara Chi Square hitung (X 2 hitung) dengan Chi Square tabel (X 2 tabel) pada derajat bebas (df) sama dengan 1 (satu) pada tingkat 5% (3, 841) dan tingkat 1% (6,635) untuk mengetahui hubungan antar jenis. Bila X 2 hitung yang diuji lebih besar atau sama dengan X 2 tabel pada tingkat 1% berarti terjadi asosiasi sangat nyata, bila X 2 hitung yang diuji lebih besar atau sama dengan X 2 tabel pada tingkat 5% berarti terjadi asosiasi nyata dan apabila X 2 hitung yang diuji lebih kecil dari X 2 tabel pada tingkat 5% berarti tidak terjadi asosiasi atau asosiasi tidak nyata. Untuk menghitung besarnya nilai hubungan antar dua jenis dalam satu komunitas hutan (asosiasi positif atau negatif) dilakukan perhitungan Koefisien Asosiasi (C) atau nilai

6 kekerabatan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Bratawinata (1998) dalam Fajri dan Saridan (2012), yaitu: Commented [A12]: Cari ref primernya 1. Bila ad > bc, maka C = ad - bc (a + b)(b + d) 2. Bila bc > ad dan d > a, maka C = 3. Bila bc > ad dan a > c, maka C = ad - bc (a + b)(b + c) ad - bc (a + d)(c + d) Nilai positif atau negatif dari hasil perhitungan menunjukkan asosiasi positif atau negatif antar dua jenis. Menurut Whittaker (1975) dalam Fajri dan Saridan (2012), asosiasi positif berarti secara tidak langsung beberapa jenis berhubungan baik atau ketergantungan antara satu dengan yang lainnya, sedangkan asosiasi negatif berarti secara tidak langsung beberapa jenis mempunyai kecenderungan untuk meniadakan atau mengeluarkan yang lainnya atau juga berarti dua jenis mempunyai pengaruh atau reaksi yang berbeda dalam lingkungannya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Iklim Mikro Kawasan Penelitian Pengaruh iklim terhadap tanah sangat menentukan untuk mengambil berbagai tindakan dalam hal pemanfaatan dan pemeliharaannya. Hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya yang masuk selama berada di lokasi penelitian, seperti pada Tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Kondisi Iklim Mikro di Kawasan Penelitian Plot Suhu ( o C) Kelembaban (%) Intensitas Cahaya (%) 1 23, , , , ,98 Suhu udara pada lokasi penelitian tercatat bahwa pada ketiga plot penelitian berbeda, untuk plot satu suhu udara 23,5 o C, pada plot dua 24 o C dan pada plot tiga 25,5 o C. Suhu udara pada ketiga plot termasuk kategori sedang. Menurut Soetrisno (1998) suhu mempengaruhi pertumbuhan karena efeknya terhadap semua aktivitas metabolisme seperti digesti, translokasi, respirasi dan pembangunan protoplasma baru. Pertumbuhan biasanya bertambah dengan meningkatnya suhu sampai mencapai suatu suhu tinggi yang kritis untuk suatu spesies dan kemudian pertumbuhan menurun dengan cepat. Untuk kelembaban pada ketiga plot juga berbeda, untuk plot satu 70%, plot dua 74% dan plot tiga 72%. Kelembaban udara pada ketiga plot termasuk kategori tinggi. Sedangkan untuk intensitas cahaya terlihat pada ketiga plot juga berbeda, untuk plot satu 64,45%, plot Commented [A13]: Penentuan kategori menurut siapa?referensi?

7 dua 43,85% dan plot tiga 56,98%. Intensitas cahaya pada ketiga plot termasuk kategori sedang sampai tinggi. Menurut Faridah (1995) setiap tanaman atau jenis pohon mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya matahari. Ada tanaman yang tumbuh baik ditempat terbuka, sebaliknya ada beberapa tanaman yang tumbuh dapat tumbuh dengan baik pada tempat teduh/bernaungan. Adapula tanaman yang memerlukan intensitas cahaya yang berbeda sepanjang periode hidupnya. B. Indeks Nilai Penting (INP) Untuk mengetahui urutan jenis yang paling dominan berdasarkan kerapatan jenis, frekwensi jenis dan dominansi jenis, maka dihitung INP dan didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa jenis Shorea smithiana pada plot penelitian memiliki INP yang cukup tinggi dari jenis-jenis lainnya. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1984) dalam Istomo (1994) INP yang tinggi dapat menunjukkan suatu penguasaan atau dominansi yang tinggi pula, karena tumbuhan mempunyai korelasi dengan tempat tumbuh atau habitat dalam penyebaran jenis, kerapatan dan dominansinya. Pada areal ini memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dengan jumlah individu tiap masing-masing jenis dalam suatu komunitas. Menurut Latifah (2004) mengatakan bahwa keanekaragaman jenis adalah suatu ukuran yang menggambarkan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari setiap jenis. Tabel 3. Indeks Nilai Penting Jenis Shorea smithiana dengan jenis lain No. Nama Latin KR (%) FR (%) DR (%) INP (%) 1 Eusideroxylon zwageri Macaranga gigantea Shorea smithiana Macaranga tricocarpa Cananga odorata Dracontomelon dao Melicope glabra Dipterocarpus confertus Dillenia reticulata Commented [A14]: Penentuan kategori menurut siapa?referensi? Commented [A15]: Referensi terbaru Commented [A16]: Referensi primer Commented [A17]: Penyajian table dirapihkan dan diberi tambahan judul dalam bahasa Inggris.konsisten setiap tabelnya Tabel 4. Indeks Nilai Penting Jenis Shorea johorensis dengan jenis lain No. Nama Latin KR (%) FR (%) DR (%) INP (%) 1 Eusideroxylon zwageri Shorea johorensis Cananga odorata Macaranga gigantea Duabanga moluccana Dracontomelon dao Dari hasil perhitungan INP menunjukkan bahwa jenis Shorea johorensis cukup dominan dari jenis lainnya (Tabel 4), sehingga secara keseluruhan baik dilihat dari sebaran individu pada plot maupun hasil perhitungan INP menunjukkan bahwa jenis ini tumbuh pada

8 lingkungan yang sesuai, yaitu pada lereng-lereng bukit, tanah rata (alluvial) dan pada medan yang bergelombang dengan ketinggian sampai 600 mdpl (LIPI, 1979 dalam Kusumawati, 1996). Tabel 5. Indeks Nilai Penting Jenis Shorea leprosula dengan jenis lain No. Nama Latin KR (%) FR (%) DR (%) INP (%) 1 Eusideroxylon zwageri Shorea leprosula Cananga odorata Dracontomelon dao Dipterocarpus confertus Macaranga gigantea Commented [A18]: Cari referensi primer 10 tahun terakhir Commented [A19]: Penyajian table dirapihkan dan diberi tambahan judul dalam bahasa Inggris.konsisten setiap tabelnya Dari hasil perhitungan INP menunjukkan bahwa jenis Shorea leprosula juga cukup dominan dari jenis lainnya, sehingga secara keseluruhan baik dilihat dari sebaran individu pada plot maupun hasil perhitungan INP menunjukkan bahwa jenis ini tumbuh pada lingkungan yang sesuai dengan habitatnya. C. Asosiasi dan Nilai Kekerabatan Dari hasil analisis penggabungan antara perhitungan assosiasi jenis (X 2 ) yang menunjukkan hubungan nyata dan sangat nyata dengan hasil perhitungan Cole Coefficient (C) pada masing-masing plot, untuk jenis Shorea smithiana tidak menunjukkan kombinasi nyata atau sangat nyata, hal ini menggambarkan bahwa jenis tersebut tumbuh tanpa adanya keterkaitan atau saling mempengaruhi dengan jenis lain., untuk jenisdi sisi lain Shorea johorensis menunjukkan 7 kombinasi jenis negatif nyata dan 1 kombinasi negatif sangat nyata, yaitu kombinasi antara jenis Shorea johorensis dengan Duabanga moluccana. dan untuksedangkan jenis Shorea leprosula sama dengan jenis Shorea johorensis menunjukkan 7 kombinasi jenis negatif nyata dan 1 kombinasi negatif sangat nyata, yaitu kombinasi antara jenis Shorea leprosula dengan Duabanga moluccana, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini : Tabel 6. Hasil perhitungan asosiasi Shorea johorensis dan Shorea leprosula dengan jenis lain di Kawasan Wisata Alam Sangkima Shorea X_tabel No. Jenis X_hit johorensis Asosiasi C 1 Duabanga moluccana Sangat Nyata - 2 Diospyros borneensis Nyata - 3 Cananga odorata Nyata - 4 Macaranga hypoleuca Nyata - 5 Planchonia valida Nyata - Commented [A20]: Uasahakan dalam satu kalimat tidak terlalu panjang agar mudah dipahami. Jelaskan detail dan tegas satu persatu. Konsisten penulisannya di seluruh bagian substansi

9 6 Pterospermum diversifolium Nyata - 7 Pterospermum javanicum Nyata - 8 Syzigium polyanthum Nyata - Shorea leprosula Asosiasi C 1 Duabanga moluccana Sangat Nyata - 2 Diospyros borneensis Nyata - 3 Cananga odorata Nyata - 4 Macaranga hypoleuca Nyata - 5 Planchonia valida Nyata - 6 Pterospermum Nyata diversifolium - 7 Pterospermum javanicum Nyata - 8 Syzygium polyanthum Nyata - Pada jenis Shorea johorensis terlihat bahwa kombinasi jenis negatif sangat nyata dan nyata menggambarkan bahwa antara jenis Shorea johorensis dengan jenis lainnya (seperti pada Tabel 6) cenderung merugikan satu dengan lainnya atau mempunyai respon adaptasi yang berbeda dengan lingkungan yang dapat diartikan bahwa terjadi kompetisi dalam hal cahaya, nutrisi, ruang tumbuh dan kebutuhan lainnya antar kedua jenis tersebut.., sedangkan pada jenis Shorea leprosula juga sama terlihat bahwa kombinasi jenis negatif sangat nyata dan nyata menggambarkan bahwa antara jenis Shorea leprosula dengan jenis lainnya (seperti pada Tabel 6) cenderung merugikan satu dengan lainnya atau mempunyai respon adaptasi yang berbeda dengan lingkungan yang dapat diartikan bahwa terjadi kompetisi dalam hal cahaya, nutrisi, ruang tumbuh dan kebutuhan lainnya antar kedua jenis tersebut. Rudi, (1998) dalam Wahyudi, Saridan dan Rombe (2010), bahwa assosiasi negatif menunjukkan jenis yang bersangkutan secara tidak langsung mempunyai kecenderungan untuk meniadakan atau mengeluarkan yang lainnya atau juga berarti dua jenis mempunyai pengaruh atau reaksi yang berbeda dalam lingkungannya. Dugaan lain bahwa assosiasi negatif menimbulkan modifikasi lingkungan dan jenis-jenis tertentu yang memproduksi racun. Karena pengaruh yang saling merugikan tersebut menyebabkan jenis yang dirugikan tidak dapat bertahan hidup yang berarti hubungan kedua jenis tersebut mempunyai kecenderungan untuk saling meniadakan satu dengan lainnya oleh beberapa efek komunitas. Commented [A21]: Cukup untuk kalimat berikutnya adalah ganti kalimat dengan awalan yang disesuaikan. Commented [A22]: Ref primer Commented [A23]: Dugaan ini butuh referensi pendukung. D. Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Tanah Tempat Tumbuh Shorea smithiana, Shorea johorensis dan Shorea leprosula Secara umum sifat fisik tanah pada areal penelitian memiliki kandungan liat lapisan permukaan lebih tinggi dibandingkan lapisan bawah. Keadaan tersebut mungkin disebabkan terjadi pencucian liat di lapisan permukaan dan terakumulasi di lapisan bawah dan tekstur tanah pada semua lapisan tergolong lempung berliat.

10 Tabel 7. Distribusi Partikel dan Tekstur Tanah di Lokasi Penelitian Distribusi Partikel Lokasi Kedalaman Fn. Clay Silt Penelitian (cm) Sand M & Cr Sand Tekstur % Plot I CL CL Plot II CL CL Plot III CL CL Secara umum permeabilitas permukaan tanah lebih tinggi dari pada lapisan di bawahnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa permeabilitas memiliki hubungan berbanding terbalik dengan bulk density dan searah dengan porositas. Permeabilitas dipengaruhi oleh bulk density dan porositas tanah. Jika bulk density kecil, porositas besar maka permeabilitas tanah besar. Menurut Tan (1995) bergeraknya air diantara partikel tanah dipengaruhi oleh potensial matrik. Potensial matrik menurunkan energi bebas air yang terjerap. Dengan hadirnya bahan padat (matrik), air terpengaruh untuk terjerap pada permukaan partikel, dan air yang terserap tidak dapat bergerak semudah air bebas. Tanah yang bertekstur kasar, permeabilitasnya lebih besar daripada tanah yang bertekstur halus, karena potensial matrik tanah bertekstur kasar lebih rendah daripada tanah bertekstur halus. Bulk Density pada plot penelitian berkisar antara 1,12-1, 37 g/cm 3, secara umum bulk density lapisan permukaan lebih rendah daripada lapisan di bawahnya (Tabel 7). Menurut Ohta dan Syarif (1996), bulk density yang lebih rendah pada lapisan permukaan disebabkan terjadinya perkembangan struktur yang lebih baik, akibat percampuran bahan organik dengan liat. Sedangkan pori total berkisar antara 40,42-46,61. Tabel 8. Permeabilitas, Bulk Density dan Pori Total di Lokasi Penelitian. Lokasi Penelitian Kedalaman (cm) Permeabilitas (cm/jam) Bulk Density (g/cm3) Pori Total (% vol) Plot I ,01 1,12 43, ,55 1,17 46,61 Plot II ,04 1,13 42, ,18 1,37 42,45 Plot III ,35 1,22 43, ,11 1,28 40,42 Commented [A24]: Hubungankan bulk density dengan pori total.cari referensi terbaru Karakteristik kimia tanah lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 8. ph H2O tergolong sangat masam, yaitu berkisar antara 4,1-4,3. ph rendah tanah ini terjadi karena pencucian kation-kation basa seperti Ca, Mg, K, Na oleh curah hujan yang tinggi (Supriyo, 1996). Pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa ph H2O lebih tinggi dibandingkan ph KCl. Perbedaan nilai ph positif menunjukkan bahwa koloid lempung bermuatan negatif (Tan, 1995) dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini :

11 Tabel 9. Karakteristik Kimia Tanah di Lokasi Penelitian Plot I Plot II Plot III Parameter 0-30 cm cm 0-30 cm cm 0-30 cm cm ph H2O 4,3 4,2 4,1 4,1 4,1 4,1 ph KCl 4,1 4,1 4,1 3,9 3,9 3,7 C-organik (%) 2,45 1,51 1,37 1,29 1,03 1,20 N total (%) 0,22 0,16 0,13 0,11 0,17 0,10 C/N rasio P2O5 Bray (ppm) 8,07 5,38 5,38 4,03 6,72 5,38 K2O Morgan (ppm) 59,4 39,3 59,4 40,4 46,7 75,8 Al 3+ (me/100 g) 1,8 2,4 2,2 2,8 3,9 4,1 H + (me/100 g) 0,8 1,4 1,5 1,6 1,2 1,2 Ca ++ (me/100 g) 2,70 4,58 1,09 0,71 7,69 4,17 Mg ++ (me/100 g) 2,38 2,98 0,99 0,86 1,76 1,83 K + (me/100 g) 0,38 0,48 0,43 0,40 0,39 0,40 Na + (me/100 g) 0,04 0,03 0,03 0,05 0,05 0,04 KTK 10,4 13,0 14,3 7,8 11,7 10,0 KB Pada Tabel 9 terlihat kandungan C-organik berkisar antara 1,03-2,45%. C-organik ini berasal dari timbunan sisa tumbuhan, binatang dan jasad mikro yang telah mengalami pelapukan sebagian atau seluruhnya.kandungan C-organik menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Pencampuran bahan organik di lapisan permukaan lewbih intensif dibandingkan lapisan bawah. Kandungan N-total berkisar antara 0,10-0,22 %. N-total menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Mineralisasi bahan organik dipermukaan lebih intensif, sehingga kandungan N-total di permukaan lebih tinggi di bandingkan lapisan di bawahnya. Berdasarkan hasil pengamatan C/N ratio permukaan lebih tinggi dibandingkan lapisan dibawahnya, hal ini menunjukkan bahwa dekomposisi bahan organik di permukan lebih tinggi dibandingkan di lapisan bawahnya. Menurut Ohta dan Syarif (1996), perbedaan C dan N di permukaan tanah, mungkin berhubungan dengan mineralisasi bahan organik. P tersedia bervariasi antara 4,03-8,07 ppm, P tersedia menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Hal ini selaras dengan kandungan C-organik. P tersedia paling tinggi di lapisan permukaan mungkin berasal dari mineralisasi bahan organik (Ohta dan Syarif, 1996). K tersedia bervariasi antara 39,3-75,8 ppm, K tersedia menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Hal ini selaras dengan kandungan C-organik. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara K tersedia dengan kandungan C- organik. P tersedia paling tinggi di lapisan permukaan mungkin berasal dari mineralisasi bahan organik (Ohta dan Syarif, 1996). Kapasitas tukar kation (KTK) bervariasi antara 7,8-14,3 me/100 g, KTK tergantung bahan organik dan kandungan liat (Supriyo, 1996). Tetapi secara umum, KTK rendah mungkin karena mengandung mineral liat kaolinit (Ohta dan Syarif, 1996). KTK mineral kaolinit adalah berkisar antara 3-15 me/100 g (Tan, 1995). KTK menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Kandungan bahan organik mempengaruhi KTK. Commented [A25]: Tambahkan dukungan referensi terbaru Commented [A26]: Tambahkan dukungan refernsi terbaru

12 Kandungan basa-basa dapat ditukar (dd) seperti Ca, Mg, K dan Na, masing-masing antara 0,71-7,69; 0,86-2,98; 0,38-0,48 dan 0,03-0,05 me/100 g. Kandungan H dapat ditukar (dd) berkisar antara 0,8-1,6 me/100g dan Al-dd berkisar antara 1,8-4,1 me/100g. E. Sebaran Pohon Berdasarkan Kelas Kelerengan. Berdasarkan hasil tumpang susun peta sebaran pohon dan peta kelas kelerengan, maka dihasilkan data sebaran pohon berdasarkan kelas kelerengan seperti yang disajikan pada Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 2. Sebaran Jenis Shorea smithiana pada Kelas Kelerengan

13 Gambar 3. Sebaran Jenis Shorea smithiana pada Kelas Kelerengan

14 Gambar 4. Sebaran Jenis Shorea leprosula pada Kelas Kelerengan Secara keseluruhan, semua jenis pohon tumbuh di daerah lereng, baik lereng tengah maupun lereng atas dengan kelas kelerengan berkisar 8-40%. Untuk jenis pohon Shorea smithiana tumbuh pada kelas kelerengan 8-15%, 15-25% dan >40% (Gambar 2). Kelas kelerengan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jenis Shorea smithiana. Menurut Noor dan Leppe (1995) Shorea smithiana tumbuh pada lahan bergelombang dan sampai ketinggian 600 m dpl, berkembang biak secara bebas bahkan pada lahan yang keras, padat dengan tajuk terbuka dan tumbuh sangat baik pada pembukaan rumpang dengan intensitas cahaya Untuk jenis pohon Shorea johorensis tumbuh pada kelas kelerengan 8-15%, 15-25%, 25-40% dan >40% (Gambar 3). Kelas kelerengan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jenis Shorea johorensis. Menurut LIPI (1979) dalam Kusumawati (1996) Shorea johorensis tumbuh pada lereng-lereng bukit, tanah rata (alluvial) dan pada medan yang bergelombang dengan ketinggian sampai dengan 600 m dpl, sedangkan jenis Shorea leprosula tumbuh hanya pada satu kelas kelerengan yaitu 0-8% (Gambar 4). Kelas kelerengan untuk jenis Shorea leprosula berpengaruh terhadap pertumbuhan jenis tersebut. Menurut Anonim (2002) jenis Shorea leprosula tumbuh pada berbagai jenis tanah tetapi tidak toleran terhadap genangan dan biasanya banyak dijumpai di hutan Dipterocarpaceae dataran rendah dibawah 700 m dpl menempati ruang terbuka di hutan yang mengalami gangguan. Hal ini memberikan gambaran bahwa jenis Shorea smithiana dan Shorea johorensis mampu tumbuh pada kelas kelerengan yang ekstrim, selain memang karena kondisi kelerengan di lokasi penelitian yang di dominasi oleh kelas kelerengan 25-40% dan >40% dan jenis Shorea leprosula tumbuh pada kelas kelerengan sesuai dengan kondisi hidup jenis tersebut di alam. Area plot penelitian disajikan pada Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6. Commented [A27]: Referensi priper ditambahkan pula dukungan ref primer terbaru Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt Gambar 4. Peta Topografi Plot Jenis Shorea smithiana

15 Gambar 5. Peta Topografi Plot Jenis Shorea johorensis Gambar 6. Peta Topografi Plot Jenis Shorea leprosula

16 IV. KESIMPULAN Dari hasil penelitian terlihat bahwa jenis Shorea smithiana, Shorea johorensis dan Shorea leprosula pada areal penelitian ini hidupnya lebih cenderung tidak ditemukan bersama atau tidak mau hidup bersama dengan jenis lainnya. Pada areal penelitian ini habitatnya memiliki tipe tanah yang masam sampai dengan masam, bulk density yang rendah, KTK juga menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Iklim mikro terlihat intensitas cahaya yang masuk sedang sampai tinggi, dengan suhu lingkungan cukup baik dan kelembaban udara yang cukup tinggi. Keberadaan jenis-jenis tersebut masih banyak di areal ini, hanya untuk jenis Shorea smithiana keberadaannya lebih sedikit dari kedua jenis Shorea lainnya. Untuk itu pengembangan jenis-jenis tersebut pada hutan tanaman perlu ditingkatkan dengan melakukan manipulasi lingkungan dan praktek silvikultur yang baik, sehingga bisa sesuai dengan kondisi habitatnya di hutan alam. CATATAN : 1. Konsistensi penulisan perlu dibenahi 2. Perlu pemutakhiran referensi 3. Format penulisan belum menggunakan template 4. Banyak detail penulisan yang terlalu panjang sehingga perlu disingkat penyampaiannya. DAFTAR PUSTAKA Duryat, Dimensi Tegakan dan Pengaruh Peubah Tempat Tumbuh Terhadap Produksi Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et. V.) di Krui Lampung Barat. Tesis. Bogor : IPB. Formatted: Highlight Formatted: Indonesian, Highlight Formatted: Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2, 3, + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.63 cm + Indent at: 1.27 cm Formatted: Highlight Formatted: Indonesian, Highlight Formatted: Highlight Formatted: Indonesian, Highlight Formatted: Highlight Commented [A28]: Kurang dari 80% ref terbaru.tambahkan 10thn terakhir Fajri, M. dan Saridan, A Kajian Ekologi Parashorea malaanonan MERR di Hutan Penelitian Labanan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Dipterokarpa Vol. 6 No. 2. Desember Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. Faridah E, Pengaruh Intensitas Cahaya, Mikoriza Dan Serbuk Arang Pada Pertumbuhan Alam Drybalanops Sp Buletin Penelitian Nomor 29. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Istomo, Hubungan Antara Komposisi, Struktur dan PenyebaranRamin (Gonystylus bancanus) dengan Sifat-sifat Tanah Gambut (Studi Kasus di Areal HPH PT. Inhutani III Kalimantan Tengah). Tesis. Bogor : IPB. Kusumawati, E. S Inventarisasi Kualitas Untuk Menduga Nilai Pohon Kenuar (Shorea johorensis Foxw.) (Studi Kasus di Areal Hak Pengusahaan Hutan PT. International

17 Timber Corporation Indonesia, Balikpapan, Kalimantan Timur). Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Bogor. Latifah, S. Pertumbuhan Dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis DI Hutan Tanaman Industri. ITI Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Noor, M dan Leppe, D Pengaruh pembukaan celah terhadap tanaman Dipterocarpaceae apad areal bekas terbakar. Wanatrop 8(1): 1-8. Ohta, S and Syarif, E Soils Under Lowland Dipterocarp Forest Characteristics and Classification. Ed:Schulte A and Schöne, D. Dipterocarp Forest Ecosystems: Towards Sustainable Management. World Science. Singapore. Sari, Persyaratan Tumbuh Jenis Dipterokarpa. Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. Sofian, M Assosiasi dan sebaran jenis pohon penghasil buah tengkawang (Shorea pinanga R. Scheffer) pada KHDTK Labanan, Kabupaten Berau hutan alam labanan, Kabupaten Berau. Skripsi Program Studi Pertanian Jurusan Manajemen Hutan Universitas Tujuh Belas Agustus1945 Samarinda. Supriyo, H Chemical and Physical Characteristic of Major Soils Under Dipterocarp Forest in PT. Silva Gama Jambi Sumatera. Proceedings of Seminar on: Ecology an Reforestation of Dipterocarp Forest. Gadjah Mada University Yogyakarta, Indonesia, Januari Ed: Suhardi, et al., Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, hal: Tan, K, H Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wahyudi, A. Saridan, A. dan Rombe, R Sebaran dan Asosiasi Jenis Pohon Penghasil Tengkawang (Shorea spp) di Kalimantan Barat. Laporan Hasil Penelitian. Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa Kementerian Negara Riset dan Teknologi Tahun Anggaran Wahyuningtyas, R, S Pengaruh Pola Tanam Sengon Terhadap Kelimpahan Makrofauna Tanah (Studi Kasus di Hutan Rakyat Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY). Prosiding Seminar Nasional (Kontribusi Litbang dalam Peningkatan Produktivitas dan Kelestarian Hutan). Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Bogor. Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

Nilam Sari dan Rizki Maharani

Nilam Sari dan Rizki Maharani KAJIAN TEMPAT TUMBUH 3 JENIS MERANTI KOMERSIL DI SANGKIMA, TAMAN NASIONAL KUTAI, KALIMANTAN TIMUR Habitat Study of Three Meranti Commercial Species in Sangkima, Kutai National Park, East Kalimantan Nilam

Lebih terperinci

KONDISI TEMPAT TUMBUH TEGAKAN ALAM Shorea leprosula, Shorea johorensis DAN Shorea smithiana. Oleh : Nilam Sari, Karmilasanti Dan Rini Handayani

KONDISI TEMPAT TUMBUH TEGAKAN ALAM Shorea leprosula, Shorea johorensis DAN Shorea smithiana. Oleh : Nilam Sari, Karmilasanti Dan Rini Handayani KONDISI TEMPAT TUMBUH TEGAKAN ALAM, DAN Shorea smithiana Oleh : Nilam Sari, Karmilasanti Dan Rini Handayani BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA SAMARINDA 203 PENDAHULUAN Pembangunan di bidang kehutanan

Lebih terperinci

KAJIAN TEMPAT TUMBUH JENIS SHOREA SMITHIANA

KAJIAN TEMPAT TUMBUH JENIS SHOREA SMITHIANA KAJIAN TEMPAT TUMBUH JENIS SHOREA SMITHIANA, S. JOHORENSIS DAN S. LEPROSULA DI PT. ITCI HUTANI MANUNGGAL, KALIMANTAN TIMUR Site Study of Shorea smithiana, S. johorensis and S. leprosula Species in PT.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI DAN ASSOSIASI JENIS PADA HABITAT Parashorea malaanonan MERR. M. Fajri dan Ngatiman Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN

ANALISIS VEGETASI DAN ASSOSIASI JENIS PADA HABITAT Parashorea malaanonan MERR. M. Fajri dan Ngatiman Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN ANALISIS VEGETASI DAN ASSOSIASI JENIS PADA HABITAT Parashorea malaanonan MERR Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Studi vegetasi yang telah dilakukan di kawasan ini bertujuan untuk menggali informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dibidang kehutanan saat ini terus ditingkatkan dan diarahkan untuk menjamin kelangsungan tersedianya hasil hutan, demi kepentingan pembangunan industri, perluasan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

SIFAT TANAH PADA AREAL APLIKASI TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) DI PT. INTRACAWOOD, BULUNGAN, KALIMANTAN TIMUR

SIFAT TANAH PADA AREAL APLIKASI TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) DI PT. INTRACAWOOD, BULUNGAN, KALIMANTAN TIMUR ISSN: 1978-8746 SIFAT TANAH PADA AREAL APLIKASI TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) DI PT. INTRACAWOOD, BULUNGAN, KALIMANTAN TIMUR Soil Properties at Selective Cutting and Line Planting (SCLP) Application

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Komposisi dan Struktur Tegakan 5.1.1. Komposisi Jenis Komposisi jenis merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk mengetahui proses suksesi yang sedang berlangsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

Amiril Saridan dan M. Fajri

Amiril Saridan dan M. Fajri POTENSI JENIS DIPTEROKARPA DI HUTAN PENELITIAN LABANAN, KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR Potential Species of Dipterocarps in Labanan Research Forest, Berau Regency, East Kalimantan Amiril Saridan dan

Lebih terperinci

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG Muhammad Syukur Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : msyukur1973@yahoo.co.id ABSTRAKS:

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Sifat Fisik Tanah pada Lokasi Tambang Batubara Site Binungan Sebelum Ditambang. Tekstur

Tabel Lampiran 1. Sifat Fisik Tanah pada Lokasi Tambang Batubara Site Binungan Sebelum Ditambang. Tekstur LAMPIRAN 40 41 Tabel Lampiran 1. Sifat Fisik Tanah pada Lokasi Tambang Batubara Site Binungan Sebelum Ditambang. Kedalaman (cm) Tekstur BD (g/cm ) P (cm/jam) Kode Lokasi Struktur Konsistensi C Si S Kelas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

Nilam Sari & Rizki Maharani

Nilam Sari & Rizki Maharani ASOSIASI JENIS ULIN (EUSYDEROXILON ZWAGERI) DENGAN JENIS POHON DOMINAN DI KAWASAN KONSERVASI SANGKIMA, TAMAN NASIONAL KUTAI, KALIMANTAN TIMUR Association of Ironwood (Eusyderoxilon zwageri ) with Other

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 4. Lahan Kebun Campuran di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 5. Lahan Kelapa Sawit umur 4 tahun di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 6. Lahan Kelapa Sawit

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Vegetasi Pada hutan sekunder di Desa Santu un kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan terdapat banyak vegetasi baik yang diketahui maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal LAMPIRAN 45 46 Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal No Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan 1 ph (H 2 O) 4,59 Masam 2 Bahan Organik C-Organik (%) 1,22 Rendah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

MERR DI HUTAN PENELITIAN LABANAN KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR

MERR DI HUTAN PENELITIAN LABANAN KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR KAJIAN EKOLOGI Parashorea malaanonan MERR DI HUTAN PENELITIAN LABANAN KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR (Ecology study on Parashorea malaanonan (Blco) Merr. in Labanan Forest Research Berau Regency, East

Lebih terperinci

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. KARYA TULIS DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 1961 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode belt transek. Metode ini sangat cocok digunakan untuk mempelajari suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung (Gambar 2). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU DI HUTAN KOTA KELURAHAN BUNUT KABUPATEN SANGGAU Bamboo Species Diversity In The Forest City Bunut Sanggau District

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU DI HUTAN KOTA KELURAHAN BUNUT KABUPATEN SANGGAU Bamboo Species Diversity In The Forest City Bunut Sanggau District KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU DI HUTAN KOTA KELURAHAN BUNUT KABUPATEN SANGGAU Bamboo Species Diversity In The Forest City Bunut Sanggau District Ridwansyah, Harnani Husni, Reine Suci Wulandari Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

ditanam bersama sama dengan tanaman pertanian dan tanaman penghasil makanan ternak. Asosiasi ini meliputi dimensi waktu dan ruang, dimana

ditanam bersama sama dengan tanaman pertanian dan tanaman penghasil makanan ternak. Asosiasi ini meliputi dimensi waktu dan ruang, dimana TINJAUAN PUSTAKA Definisi Agroforestri Karet Agroforestri berhubungan dengan sistem penggunaan lahan di mana pohon ditanam bersama sama dengan tanaman pertanian dan tanaman penghasil makanan ternak. Asosiasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Luas dan Letak PT Berau Coal merupakan perusahaan tambang batubara yang secara administratif wilayah kerjanya terletak di Kecamatan Gunung Tabur dan Kecamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September ) KARAKTERISTIK TANAH PADA SEBARAN ULIN DI SUMATERA DALAM MENDUKUNG KONSERVASI 1) Oleh : Agung Wahyu Nugroho 2) ABSTRAK Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) merupakan salah satu jenis pohon yang hampir

Lebih terperinci

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA Usaha pelestarian dan pembudidayaan Kultivan (ikan,udang,rajungan) dapat dilakukan untuk meningkatkan kelulushidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN TINGGI AWAL TIGA JENIS POHON MERANTI MERAH DI AREAL PT SARPATIM KALIMANTAN TENGAH

PERTUMBUHAN TINGGI AWAL TIGA JENIS POHON MERANTI MERAH DI AREAL PT SARPATIM KALIMANTAN TENGAH PERTUMBUHAN TINGGI AWAL TIGA JENIS POHON MERANTI MERAH DI AREAL PT SARPATIM KALIMANTAN TENGAH Early height growth of three red meranti tree species at PT Sarpatim forest area Central Kalimantan Riskan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

V1 (II) V3 (II) V5(III) V0(IV) V4(III) V2 (I)

V1 (II) V3 (II) V5(III) V0(IV) V4(III) V2 (I) Lampiran 1. Bagan Percobaan U V4(IV) V5 (II) V1 (II) V3(III) V2 (II) V3 (I) V3 (II) V4 (I) V1(IV) V2(III) V5(III) V0 (II) V0 (I) V4 (II) V0(IV) V2(IV) V5 (I) V1(III) V4(III) V5(IV) V3(IV) V0(III) V2 (I)

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN Struktur vegetasi tumbuhan bawah diukur menggunakan teknik garis berpetak. Garis berpetak tersebut ditempatkan pada setiap umur tegakan jati. Struktur vegetasi yang diukur didasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon. BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2009 hingga Agustus 2009. Lokasi penelitian terletak di daerah Semenanjung Ujung Kulon yaitu Cigenter, Cimayang, Citerjun,

Lebih terperinci

Kenapa arang? Temuan ilmiah:

Kenapa arang? Temuan ilmiah: PEMANFAATAN ARANG KAYU SEBAGAI SOIL CONDITIONER UNTUK MEMPERBAIKI KUALITAS TANAH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN HUTAN Hotel Royal, 1 Desember 2015 Chairil Anwar Siregar siregarca@yahoo.co.id Puslitbang Hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN

Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN Jenis Bambang Lanang Kajian Dampak Hutan Tanaman Jenis Penghasil Kayu Terhadap Biodiversitas Flora, Fauna, dan Potensi Invasif Paket Informasi Dampak

Lebih terperinci

KEBERADAAN RAMIN (GONYSTYLUS BANCANUS (MIQ.) KURZ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AMBAWANG KECIL KECAMATAN TELUK PAKEDAI KABUPATEN KUBU RAYA

KEBERADAAN RAMIN (GONYSTYLUS BANCANUS (MIQ.) KURZ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AMBAWANG KECIL KECAMATAN TELUK PAKEDAI KABUPATEN KUBU RAYA KEBERADAAN RAMIN (GONYSTYLUS BANCANUS (MIQ.) KURZ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AMBAWANG KECIL KECAMATAN TELUK PAKEDAI KABUPATEN KUBU RAYA Ramin Existence (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) In The Area Of Protected

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU Diana Sofia 1 dan Riswan 1 Staf Pengajar Fakultas Pertanian USU Medan Staf Pengajar SMAN I Unggulan (Boarding

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU Khairijon, Mayta NovaIiza Isda, Huryatul Islam. Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Species Meranti (Shore spp) In Protected Forest Area Ambawang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG Oleh: ANDITIAS RAMADHAN 07113013 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 4 praktek perambahan masyarakat lokal melalui aktivitas pertanian atau perladangan berpindah dan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan karakteristik usaha kehutanan yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci