BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Administrasi Negara dan Kebijakan Publik 1. Pengertian Administrasi Negara Administrasi sebagai ilmu pengetahuan baru berkembang sejak akhir abad yang lalu (abad XIX), tetapi administrasi sebagai suatu seni atau administrasi dalam praktek, timbul bersamaan dengan timbulnya peradaban manusia. Handayaningrat (1985:2) dalam bukunya Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management, memberikan definisi: Administrasi sebagai kegiatan dari pada kelompok-kelompok yang mengadakan kerjasama untuk menyelesaikan tujuan bersama. yaitu: Dengan demikian administrasi dapat ditinjau dari tiga sudut, 1. Sudut Proses, berarti administrasi adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan, dimulai dari proses pemikiran, proses pelaksanaan sampai proses tercapainya tujuan. 2. Sudut Fungsionil, berarti bahwa dalam segala kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, diperlukan fungsi-fungsi atau tugastugas tertentu, meliputi planning, organizing, staffing, directing and controlling. 3. Sudut Institutionil, berarti administrasi dianggap sebagai totalitas kelembagaan, dimana dalam lembaga itu terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Kegiatan itu bersifat menyeluruh, artinya dimulai dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah. 19

2 20 Istilah administrasi Negara ialah terjemahan dari Public Administrations. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada sekitar tahun jika istilah Public Administration itu di uraikan secara etimologis, maka Public berasal dari bahasa Latin Poplicus yang semula dari kata Populus atau People dalam bahasa Inggris yang berarti rakyat. Administration juga berasal dari bahasa Latin, yang terdiri dari kata ad artinya intensif dan ministrare artinya melayani, jadi secara etimologis administrasi berarti melayani secara intensif. Jadi Administrasi Negara adalah pelayanan secara intensif terhadap rakyat. Menurut Waldo (1973:8) dalam bukunya Public Administration mengemukakan bahwa: Administrasi Negara meliputi kebijakan Negara yang telah ditetapkan oleh badan perwakilan politik. Di Indonesia Badan Perwakilan Politik yang menetapkan Kebijakan Negara ialah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai Lembaga Legislatif. Waldo (1984:17-18) dalam bukunya Public Administration mengatakan bahwa:

3 21 Administrasi Negara ialah organisasi dan management dari manusia dan benda guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah. Administrasi Negara adalah ilmu dan seni managemen yang dipergunakan untuk mengurus urusan-urusan Negara. Sedangkan menurut Wajong (1982:22) dalam bukunya Fungsi Administrasi Negara, menyatakan bahwa: Administrasi Negara adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan usaha-usaha instansi pemerintah agar tujuannya tercapai. Bertolak dari definisi-definisi tersebut di atas, jika dilihat dari sudut Ilmu administrasi Negara, Kahya (1996:4) dalam bukunya Pengantar Ilmu Adminstrasi Negara mengemukakan bahwa: Administrasi negara ialah suatu ilmu yang mempelajari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh alat-alat Negara untuk melaksanakan atau mewujudkan politik Negara atau politik pemerintah. Dalam perkembangan Ilmu Administrasi Negara telah tumbuh dan dikenal sejumlah paradigma yang menggambarkan adanya perubahanperubahan dan perbedaan-perbedaan dalam tujua, teori dan metodologi serta nilai-nilai yang mendasarinya. Berikut disajikan secara singkat pendapat dari Nicholas Henry yang dikutip oleh Kahya (1996:4) dalam bukunya Pengantar Ilmu Adminstrasi Negara sebagai berikut: 1. Dikotomi antara Ilmu Politik dan Ilmu Administrasi 2. Prinsip-Prinsip Administrasi Negara 3. Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik 4. Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi 5. Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara

4 22 Pengertian Administrasi Negara dijelaskan untuk memahami mengenai disiplin Ilmu Administrasi Negara. Dengan memahami pengertian tersebut, maka peneliti selanjutnya akan menguraikan pengertian dari Kebijakan Publik dengan fokus bahasan pada Implementasi kebijakan Publik dimana Kebijakan Publik ini merupakan lokus Administrasi Negara pada Paradigma Administrasi Negara yang kelima. Kemudian peneliti juga akan membahas mengenai efektivitas kerja yang sangat berkaitan erat dengan pencapaian tujuan dan membahas pula mengenai hubungan diantara keduanya. 2. Kebijakan Publik Literatur ilmu politik tradisional dipenuhi oleh definisi-definisi mengenai kebijakan publik. Pendefinisian ini berguna untuk menyediakan sarana komunikasi bagi para perumus dan analisis kebijakan publik juga dalam rangka menentukan definisi operasional ketika para peneliti melakukan penelitian lapangan yang menbutuhkan definisi secara tepat Dasar pembentukan kebijakan publik adalah kepentingan publik, akan tetapi tidak mudah untuk merumuskan apa dan manakah suatu kepentingan yang benar-benar kepentingan bersifat publik. Karena itu, yang disebut kepentingan publik ialah kepentingan yang menyangkut kepentingan masyarakat.

5 23 Pengertian Kebijakan menurut Friedrich yang dikutip oleh Agustino (2006:7) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik sebagai berikut : Kebijakan adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulakan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintahan dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Sedangkan menurut Anderson yang dikutip oleh Agustino (2006:7) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik memberikan pengertian atas definisi kebijakan publik sebagai berikut : Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan. Konsep kebijakan ini menitikberatkan pada yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan atau dimaksud. Dan hal inilah yang membedakan kebijakan dari suatu keputusan yang merupakan pilihan diantara beberapa alternatif yang ada. B. Implementasi Kebijakan dan Indikator Implementasi Kebijakan 1. Implementasi Kebijakan Publik Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam prakteknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang

6 24 begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses Implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli kebijakan Bardach yang dikutip oleh Agustino (2006:138) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik sebagai berikut: Implementasi adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dengan kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka dianggap klien. Dalam derajat lain Mazmatian dan Sabatier yang dikutip oleh Agustiono (2006:139) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik sebagai berikut: Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuj undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusankeputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. Perlu dicatat bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat

7 25 keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas oleh Udoji yang dikutip oleh Agustino (2006:139) dalam bukunya Dasar- Dasar Kebijakan Publik dengan mengatakan bahwa: Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan. Pengertian implementasi kebijaakan menurut Mufiz yang dikutip oleh Kahya dan Zenju (1996:45) dalam bukunya Pengantar Ilmu Administrasi Negara (Suatu Pokok Bahasan) sebagai berikut: Implementasi kebijakan ialah aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk melaksanakan suatu kebijakan secara efektif. Kesulitan yang timbul pada tahap ini adalah sukarnya menentukan hasil kebijakan, karena adanya dampak yang tidak terantisipasi sebelumnya. Berdasarkan definisi dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan (3) adanya hasil kegiatan. 2. Indikator Implementasi Kebijakan Publik Berbagai indikator telah dikembangkan untuk dapat mengukur keberhasilan Implementasi suatu kebijakan publik karena biasanya suatu kebijakan itu mudah dalam formulasinya akan tetapi dalam mengimplementasikannya sangatlah sulit.

8 26 Berikut ini adalah model Implementasi Kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III yang dikutip oleh Winarno (2002:149) dalam bukunya Teori dan Proses Kebijakan Publik sebagai berikut : 1) Komunikasi 2) Sumberdaya 3) Disposisi 4) Struktur Birokrasi Indikator Implementasi Kebijakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Komunikasi Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, diantaranya : Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian dikarenakan komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan. Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelkasana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah suatu konsistensi dan jelas. 2) Sumberdaya Sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staff. Diuperlukan staff yang ahli dan mampu dalam mengimplemetasikan suatu kebijakan. Yang kedua adalah informasi, informasi berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan, implementator harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melaukan tindakan

9 27 3) Disposisi Menurut George C Edward III disposisi merupakan sikap dari pelkasana kebijakan adalah faktor penting ketigab dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelkasana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. 4) Struktur Birokrasi Menurut Edward III, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumbersumber untuk melaksanakan suatu kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam stuktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menjadi penghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Kemudian menurut Hogwood dan Gunn yang dikutip oleh Wahab (1997:71) dalam bukunya Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara menyebutkan bahwa syarat-syarat kebijaksanaan negara secara sempurna, sebagai berkut: 1) Kondisi eksternal tidak menimbulkan kendala yang serius 2) Tersedianya waktu 3) Tersedianya sumber-sumber 4) Kebijakan didasari oleh hubungan kausalitas 5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan sedikit mata rantai penghubungnya

10 28 6) Hubungan saling ketergantungan harus kecil 7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan 8) Tugas terperinci dan penempatan yang tepat 9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna 10) Pihak yang memiliki kewenangan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna 3. Tahap-Tahap kebijakan Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh Karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita di dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. a. Tahap penyusunan agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah mungkin tidak di sentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama. b. Tahap formulasi kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuatan kebijakan. Masaah-masalah tadi

11 29 didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemeacahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan bermain untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. c. Tahap adopsi kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. d. Tahap implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan elit, jika program tersebut tidak diimplentasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implemantasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

12 30 e. Tahap penilaian kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau di evaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan. 4. Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Berikut ini beberapa model pendekatan impelementasi kebijakan publik, yaitu : a. Model Metter dan Horn. Model yang dikembangkan oleh Metter dan Horn dikenal dengan istilai a model of the policy implementation. Ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik : 1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan 2. Sumber Daya 3. Karakteristik Agen Pelaksana 4. Sikap/Kencenderungan (dispostition) para pelaksana 5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana 6. Lingkungan Ekonomi, social dan politik

13 31 b. Model Mazmanian dan Sabatier Model ini dikenal dengan istilah a framework for policy implementation analysis, mereka menekankan pentingnya kemampuan mengidentifikasikan variable yang mempengaruhi tujuan formal dari seluruh proses implementasi. Ada 3 variabel yang mempengaruhi tujuan formal kebijakan publik : 1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi : Kesukaran-kesukaran teknis Keberagaman perilaku yang diatur Presentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki 2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan Ketetapan alokasi sumberdana Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau isntansi-isntansi pelaksana Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana

14 32 Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang Akses formal pihak-pihak luar 3. Variabel-variabel diluar undang-undang yang mempengaruhi impelemntasi Kondisi social-ekonomi dan teknologi Dukungan public Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para [ejabat pelakana c. Model Edward III. Model yang ditawarkan dikenal dengan direct and indirect impact on implementation. Ada 4 variabel yang menetukan keberhasilan impelentasi kebijakan publik : 1. Komunikasi : Transmisi, kejelasan dan konsistensi. 2. Sumberdaya : Staf, Informasi, Wewenang dan Fasilitas 3. Disposisi : Pengangkatan birokrat dan insentif 4. Struktur birokrasi : Kondusif, Kerjasama, Koordinasi, Standar Operating Sistem dan Fragmentasi d. Model Grindle Model yang dikembangkan dikenal dengan istilah impelentation as a political and administrative process menurut grindel ada dua variable yang mempengaruhi implementasi kebijakan

15 33 publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih, dimana keberhasilan tersebut dapat dilihat dari dua hal : 1. Dilihat dari prosenya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan dengan merujuk pada aksi kebijakannya. 2. Apakah tujuan kebijakan tercapai, dimensi ini diukur dengan dua faktor, yaitu : Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi Keberhasilan suatu Implementasi Kebijakan Publik, juga amat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas : 1. Content of policy (isi/substansi kebijakan) Interest affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi) Type of benefits (tipe manfaat) Extent of change envision (derajat perubahan yang ingin dicapai) Site of decision making (letak pengambilan keputusan)

16 34 Program implementer (pelaksana program) Resources committed (sumber-sumber daya yang digunakan) 2. Context of policy Power, interest, and strategy of actor involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari actor yang terlibat) Institution and regime characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa) Compliance and responseveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana) C. Efektivitas Penerimaan Pajak dan Indikator Efektivitas 1. Efektivitas Penerimaan Pajak Setiap organisasi menginginkan agar semua pegawai dapat bekerja sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan dan dapat tercapai tepat pada waktu yang telah ditentukan. Hasil pekerjaan yang dicapai sesuai dengan yang telah ditargetkan adalah efektif karean keberhasilan suatu organisasi pada umumnya diukur dengan efektivitas. Kemudian Steer (1994:12) dalam bukunya Efektivitas Organisasi memberikan batasan pengertian efektivitas sebagai berikut: Efektivitas adalah pengukuran dalam artian sejauhmana organisasi melaksanakan tugasnya atau mencapai semua sasaran dilihat dari jumlah, kualitas dari jasa yang dihasilkan berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Pada dasarnya efektivitas itu adalah suatu pekerjaan yang dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran. Kemudian Siagian

17 35 (1997:151) dalam bukunya Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi mengemukakan sebagai berikut: Efektivitas yaitu penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Artinya, apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai dengan baik atau tidak sangat tergantung pada bilamana tugas tersebut diselesaikan, dan tidak terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu. Peneliti juga kemudian menjelaskan pula mengenai efektivitas suatu organisasi yang menurut Robbins yang dikutip oleh Tika dalam bukunya Budaya Organisasi dan peningkatan Kinerja Perusahaan (2005:129), menjelaskan bahwa Efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi jangka pendek dan jangka panjang. Menurut Schein yang dikutip oleh Tika (2005:129) dalam bukunya Budaya Organisasi dan peningkatan Kinerja Perusahaan, mengemukakan bahwa: Efektivitas organisasi adalah kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan tumbuh, lepas dari fungsi tertentu yang dimilikinya. Dari definisi-definisi diatas dapat disimpilkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang dicapai oleh organisasi dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Indikator Efektivitas Penerimaan Pajak Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas pada suatu organisasi, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat

18 36 sehubungan dengan cara-cara meningkatkan efektivitas kerja ini dalam suatu organisasi. Adapun ukuran-ukuran untuk mengukur efektivitas, Siagian (1997:153) mengemukakan ukuran-ukuran Efektivitas sebagai berikut: 1) Ukuran waktu, yaitu berapa lama seseorang yang membutuhkan jasa untuk memperolehnya 2) Ukuran harga dalam arti berapa besar biaya yang harus yang dikeluarkan untuk memperoleh jasa yang dibutuhkannya itu 3) Ukuran nilai-nilai sosial budaya dalam arti cara penghasil jasa menyampaikan produknya kepada klientelenya 4) Ukuran ketelitian yang menunjukan apakah jasa yag diberikan akurat atau tidak. Selain itu, menurut Steer (1985:206) dalam bukunya Efektivitas Organisasi mengemukakan kriteria untuk mengukur efektivitas sebagai berikut: 1) Keseluruhan Prestasi 2) Produktivitas 3) Kepuasan kerja Pegawai 4) Kemampuan Berlaba 5) Pencarian Sumber Daya Peneliti juga mengungkapkan ukuran-ukuran untuk mengukur efektivitas, Dharma (1991:46) mengemukakan ukuran-ukuran Efektivitas sebagai berikut: 1) Standar waktu, yaitu merupakan pengukuran ketepatan waktu untuk jenis khusus pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu pekerjaan. 2) Jumlah hasil kerja, yaitu jumlah kerja merupakan pengukuran kuantutatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 3) Mutu hasil kerja, yaitu merupakan pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran ketidakpuasan yaitu

19 37 seberapa baik penyelesaian hal ini berkaitan dengan bentuk keluaran. Berdasarkan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa kegiatan organisasi dalam hal ini adalah dalam menghimpun penerimaan Pajak Parkir dapat memaksimalkan hasil dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan jika pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan harus pula mempetimbangkan produktivitas kerja dalam artian kemampuan memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang maksimal. D. Pajak Parkir Penyelenggaraan otonomi daerah telah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menggali berbagai potensi daerah bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan pembiayaan bagi pembangunan daerah. Pajak Derah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah. Menurut Siahaan (2005:7) dalam bukunya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagai berikut:

20 38 Pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dikatakan definisi tempat parkir adalah sejenis usaha yang menyediakan fasilitas tempat penitipan kendaraan bermotor, dan dikelola secara komersial. Tempat parkir merupakan salah satu objek pajak Daerah. Pajak Daerah khususnya Pajak Parkir dapat mencapai target atau efektivitas jika dikelola oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan aspek-aspek yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Pengenaan pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten atau kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut dalam suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menertibkan peraturan daerah tentang pajak parkir yang akan menjadi landasan hukum operasional alam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak parkir di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan Pada pajak parkir yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Pajak parkir dibayar oleh pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran. Pengusaha tersebut secara otomatis ditetapkan sebagai wajib pajak yang harus

21 39 membayar Pajak Parkir yang terutang. Dengan demikian pada Pajak Parkir subjek pajak dan wajib pajak tidak sama. Konsumen yang menggunakan tempat parkir merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak, sedangkan pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak) Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luarbadan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yaitu: a. Penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah Daerah. Penyelenggaraan tempat parkir oleh BUMN dan BUMD; b. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik. Ketentuan tentang pengecualian pajak parkir bagi perwakilan lembagalembaga internasional berpedoman kepada keputusan Menteri Keuangan; dan c. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah, antara lain penyelenggaraan tempat parkir di tempat peribadatan dan sekolah serta tempat-tempat lainnya yang diatur lebih lanjut oleh bupati/walikota.

22 40 Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir, berdasarkan klasifikasi tempat parkir, daya tampung dan frekuensi kendaraan bermotor, dimana tarif pajak parkir dikenakan sebesar 20%. Apabila Wajib Pajak tidak membayar atau kurang bayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak surat ketetapan pajak diterima maka dikenakan sanksi sebesar 2% setiap bulan. Selebihnya dasar hukum mengenai pemungutan Pajak Parkir pada suatu kabupaten atau kota biasanya diatur lebih lanjut dan terperinci dalam Peraturan daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Pajak daerah dan Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Parkir sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Parkir pada Kabupaten/Kota dimaksud. E. Keterkaitan Implementasi Kebijakan dengan Efektivitas Penerimaan Pajak Parkir Seperti yang telah dibahas pada Bab I mengenai keterkaitan antara Implementasi Kebijakan Pajak Parkir dengan Efektivitas Peneriman Pajak bahwa implementasi kebijakan haruslah menampilkan keefektivan dari kebijakan itu sendiri, dan disini kita berbicara tentang keefektivan Implementasi Kebijakan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi Kebijakan sangat menentukan apakah suatu organisasi akan berhasil atau gagal dalam

23 41 mencapai tujuan atau sasaran yang telah digariskan dalam kebijakan tersebut sebelumnya. Keterkaitan antara Implementasi Kebijakan dengan Efektivitas Peneriman Pajak disampaikan oleh Nugroho (2003:179) dalam bukunya Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi sebagai berikut Jadi, memang tidak ada model pilihan yang terbaik. Yang kita miliki adalah pilihan-pilihan model yang harus kita pilih secara bijaksana sesuai dengan kebutuhan dan kebijakannya sendiri. Namun ada satu hal yang paling penting, yakni implementasi kebijakan haruslah menampilkan keefektivan dari kebijakan itu sendiri. Disini kita berbicara tentang keefektivan Implementasi Kebijakan. Berdasarkan pada teori keterkaitan di atas, maka peneliti dapat mengemukakan bahwa secara konseptual Implementasi Kebijakan memiliki keterkaitan yang signifikan dengan Efektivitas Penerimaan. Menurut Nugroho (2004:179) dalam bukunya Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi bahwa pada prinsipnya ada empat tepat yang perlu dipenuhi dalam hal keefektivan Implementasi Kebijakan. Pertama, adalah apakah kebijakannya sendiri sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini dinilai dari ejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Tepat yang kedua adalah tepat pelaksananya. Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama pemerintah masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan. Tepat, ketiga adalah tepat Target. Ketepatan berkenaan dengan tiga hal. Pertama, apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang

24 42 direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervansi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain. Tepat keempat adalah tepat lingkungan. Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan sebagai lingkungan internal, yaitu interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dengan lembaga lain yang terkait yang disebut sebagai variabel endogen. Lingkungan kedua adalah lingkungan eksternal kebijakan yang disebut variabel elsogen yang terdiri dari public opinion yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi kebijakan, interpretive instutions yang berkenaan dengan interpretasi dari lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, dan individuals yaitu individu-individu tertentu yang mampu memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan. Berdasarkan pada teori keterkaitan di atas, maka peneliti dapat mengemukakan bahwa secara konseptual Implementasi Kebijakan memiliki keterkaitan yang signifikan dengan Efektivitas. Lebih lanjut untuk mengetahui keterkaitan implementasi kebijakan dengan target penerimaan pajak akan Peneliti gambarkan dalam bentuk pendekatan sistem yang tersaji pada gambar 2.1 :

25 43

26 44

27 45 Penjelasan : 1. Input (masukan) Adalah suatu masukan dalam suatu sistem pendekatan yang dapat dijadikan suatu bahan yang berguna untuk tercapainya suatu tujuan yang dikehendaki. Implementasi Kebijakan Pajak Parkir merupakan input bagi tercapainya Efektivitas penerimaan pajak parkir secara optimal dimana terdapat dua landasan yang mendukung terhadap Implementasi Kebijakan Pajak Parkir tersebut. Landasan-landasan tersebut adalah: a. Landasan Teoritis, dimana landasan ini menyatakan bahwa Implementasi kebijakan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk melaksanakan suatu kebijakan secara efektif. b. Landasan Praktis, dimana Implementasi Kebijakan Pajak Parkir ini tertuang dalam suatu prodak kebijakan yaitu Peraturan daerah Kota Bandung no 05 tahun 2004 tentang pajak parkir. 2. Process (proses) Di dalam proses ini, sumber-sumber dalam input diupayakan untuk dapat meningkatkan efektivitas penerimaan pajak parkir yang berdasarkan pada variabel-variabel implementasi kebijakan, yang terdiri dari : Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi. sehingga target pajak parkir dapat tercapai. 3. Out put (keluaran) Hasil dari proses adalah berupa penerimaan pajak parkir pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dapat dilakukan secara efektif.

28 46 Variabel-variabel implementasi kebijakan yang dilakukan dengan baik menyebabkan target pajak parkir dapat tercapai. 2. Outcomes Terjadi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Bandung karena Pajak Parkir sebagai salah sumber dari PAD dalam pengimplementasiannya telah dilaksanakan secara efektif yang menyebabkan tercapainya target penerimaan Pajak Parkir. 3. Feed back (umpan balik) Dengan memperbaiki kekurangan pada Implementasi Kebijakan Perda Nomor 05 Tahun 2004 diharapkan dapat memberikan umpan balik atau masukan terhadap efektivitas penerimaan pajak parkir berupa perbaikan kembali mngenai sosialisasi terhadap wajib pajak dan pemetaan ulang kembali mngenai tempat-tempat parkir yang ada di Kota Bandung sehingga tujuan dari implementasi kebijakan pajak parkir yaitu target penerimaan pajak parkir dapat tercapai.

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi nasional yang dicanangkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi nasional yang dicanangkan oleh pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu agenda reformasi nasional yang dicanangkan oleh pemerintah adalah yang menyangkut otonomi daerah. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah perubahan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah perubahan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah perubahan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dan Undang-undang Nomor 33

Lebih terperinci

Istilah administrasi Negara ialah terjemahan dari Public. Administrations. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya Lembaga

Istilah administrasi Negara ialah terjemahan dari Public. Administrations. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya Lembaga 17 Istilah administrasi Negara ialah terjemahan dari Public Administrations. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada sekitar tahun 1956. jika istilah Public Administration

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena Reformasi Birokrasi yang bergulir menuntut perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena Reformasi Birokrasi yang bergulir menuntut perubahan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fenomena Reformasi Birokrasi yang bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupan kenegaraan. Dalam penyelenggaraannya pemerintah daerah, demokrasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sumber daya dan potensi yang ada di daerah harus dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sumber daya dan potensi yang ada di daerah harus dimanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah segenap kemampuan sumber daya dan potensi yang ada di daerah harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Dewasa ini, kebijakan publik menjadi suatu hal yang tidak asing lagi bahkan di kalangan masyarakat awam. Setiap saat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Di dalam UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti kegiatan catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketikmengetik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti kegiatan catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketikmengetik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep administrasi 1. Pengertian administrasi Administrasi berasal dari bahasa Belanda yakni Administratie yang berarti kegiatan catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori good governance mengharuskan penggunaan atau upaya untuk merancang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori good governance mengharuskan penggunaan atau upaya untuk merancang 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Implementasi Kebijakan Publik Teori good governance mengharuskan penggunaan atau upaya untuk merancang bangun perumusan kebijakan proses implementasi kebijakan dan evaluasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan.

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah pada dasarnya adalah upaya untuk mengembangkan kemampuan ekonomi daerah untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan material secara adil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni:

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni: a. Dye dalam Winarno (2012:20) mengatakankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan didalam suatu negara merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Terdapat banyak definisi mengenai apa yang maksud dengan kebijakan publik dalam literatur-literatur politik. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang berkelanjutan, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 jo Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Obyek penelitian ini adalah pelaksanaan desentralisasi Program KB di Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Obyek penelitian ini adalah pelaksanaan desentralisasi Program KB di Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN Obyek penelitian ini adalah pelaksanaan desentralisasi Program KB di Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Barat. Sebagaimana diuraikan dalam penduhuluan,fenomena di

Lebih terperinci

Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle

Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle Kuliah Ke-10 Model Implementasi Kebijakan : Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle 1 Model Implementasi Kebijakan Model van Horn dan van Metter Model Marlee S. Grindle Model Mazmanian dan Sabatier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki sumber Pendapatan Asli Daerah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Organisasi, Administrasi dan Manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Organisasi, Administrasi dan Manajemen 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Organisasi, Administrasi dan Manajemen 1. Pengertian Organisasi Peneliti akan mengemukakan pengertian organisasi dari beberapa ahli. Adapun pengertian organisasi

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam pelaksanaan urusan ini membutuhkan banyak. sumber daya dan kemampuan, diantaranya diperlukan kemampuan

Bab I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam pelaksanaan urusan ini membutuhkan banyak. sumber daya dan kemampuan, diantaranya diperlukan kemampuan Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah daerah harus dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam pelaksanaan urusan ini membutuhkan banyak sumber daya dan kemampuan, diantaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan di dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997, Pasal 1 yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan di dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997, Pasal 1 yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemungutan Secara etimologi pemungutan berasal dari Pungut yang berarti menarik atau mengambil. Sedangkan di dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan pungutan kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kendaraan di kota-kota besar di Indonesia setiap tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kendaraan di kota-kota besar di Indonesia setiap tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan kendaraan di kota-kota besar di Indonesia setiap tahun meningkat dengan pesat. Peningkatan ini terjadi karena meningkatnya jumlah penduduk dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Handayaningrat (2002:2) dalam bukunya Pengantar Studi. Ilmu Administrasi dan Manajemen sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Handayaningrat (2002:2) dalam bukunya Pengantar Studi. Ilmu Administrasi dan Manajemen sebagai berikut : 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Administrasi dan Organisasi 1. Pengertian Administrasi 1.1. Administrasi dalam Arti Sempit Menurut Handayaningrat (2002:2) dalam bukunya Pengantar Studi Ilmu Administrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Sangat banyak definisi mengenai apa yang disebut dengan kebijakan publik, pada setiap definisi memiliki penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi dalam kehidupan manusia di segala bidang khususnya bidang ekonomi dan perdagangan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Implementasi Kebijakan Publik 2.1. 1. Pengertian Implementasi Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam Solihin Abdul Wahab

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RETRIBUSI PARKIR TEPI JALAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RETRIBUSI PARKIR TEPI JALAN 131 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RETRIBUSI PARKIR TEPI JALAN Indra Safawi, Sujianto, dan Zaili Rusli FISIP Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru, 28293 e-mail: radiansafawi@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya Oleh : Imronah*) Abstraksi Eugene Bardach dalam tulisannya mengatakan bahwa penulis yang lebih awal memberikan perhatian terhadap masalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukaan oleh Dye dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang bersifat desentralistik yang merupakan perwujudan dari prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan bertanggung jawab oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah untuk mengatur, mengurus sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan. Ketersediaan dana, menjadi salah satu factor yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan. Ketersediaan dana, menjadi salah satu factor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan untuk membiayai pengeluaran atau kebutuhan negara dalam meningkatkan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. misi pembangunan Kabupaten Natuna Tahun , sebagai upaya yang

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. misi pembangunan Kabupaten Natuna Tahun , sebagai upaya yang BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Natuna Visi Kabupaten Natuna adalah Menuju Natuna yang Sejahtera, Merata dan Seimbang. Sesuai dengan visi tersebut, maka ditetapkan pula misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi kewenangan setiap daerah untuk mengatur dan menciptakan perekonomiannya sendiri sehingga diharapkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kementrian Dalam Negeri (2013) dalam konteks pengembangan ekonomi suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam upaya menggali

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 05 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 05 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2004 TAHUN : 2004 NOMOR : 06 S E R I : A PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 05 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik/Program. Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik/Program. Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai BAB II KAJIAN TEORI A. Kebijakan Publik/Program Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai pengertian. Lasswell dan Kaplan (1970) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen 1. Pengertian Manajemen Ilmu manajemen sampai saat ini sudah berkembang. Hal ini membuktikan bahwa ilmu ini memang dibutuhkan tidak saja oleh kelompok tertentu tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejak 1 januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejak 1 januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daearah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencapai sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula.. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di era globalisasi dan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat bersaing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal satu (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal satu (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak Menurut pasal satu (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengembangan Wilayah Pada dasarnya pengembangan adalah proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi dan masyarakat meningkatkan kemampuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dan paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara adil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis pajak, tata cara pemungutan pajak dan seterusnya yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kebijakan Umum Arah kebijakan umum pembangunan jangka menengah Desa Guyangan akan menentukan agenda, tujuan dan sasaran program pembangunan 5 (lima) Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA MEDAN. dengan kebutuhan sehingga lebih bermanfaat. Nugroho mendefinisikan bahwa : 29

BAB II PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA MEDAN. dengan kebutuhan sehingga lebih bermanfaat. Nugroho mendefinisikan bahwa : 29 BAB II PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA MEDAN A. Konsep Pengelolaan Secara umum pengelolaan merupakan kegiatan merubah sesuatu hingga menjadi baik berat memiliki nilai-nilai yang tinggi dari semula.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. Mengingat : 1. BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa pajak parkir merupakan salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi disegala bidang harus diikuti dengan persiapan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN

V. SIMPULAN DAN SARAN V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan data dan analisa yang dilakukan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Efektivitas organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya BAB III TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pajak dan Objek Pajak Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan pemasukan bagi Negara yang terbesar demikian juga halnya dengan daerah. Sejak dikeluarkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kartu Tanda Penduduk merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang saat ini berlaku diseluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 87 2001 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALLA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2013 DAFTAR ISI NO. URAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa penggunaan lahan untuk parkir di sejumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orangorang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Parkir merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 19 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1.Latar Belakang Penyelenggaraan Otonomi Daerah sebagaimana telah diamanatkan secara jelas di dalam Undang-Undang Dasar 1945, ditujukan untuk menata Sistem Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang- BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Istilah Otonomi Daerah atau Autonomy berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah pada tahun 1999, yaitu sejak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah pada tahun 1999, yaitu sejak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah pada tahun 1999, yaitu sejak diundangkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diganti

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERDA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME DI KOTA SEMARANG

IMPLEMENTASI PERDA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME DI KOTA SEMARANG IMPLEMENTASI PERDA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME DI KOTA SEMARANG Oleh: Rahmat Tri Febriyanto, Ari Subowo Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman yang diikuti dengan adanya perubahan otonomi daerah, telah merubah paradigma penyelenggaraan pemerintah di daerah mengenai kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantang terbesar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. tantang terbesar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, instansi pemerintahan dihadapkan pada semakin tingginya tuntutan terhadap pelayanan yang baik kepada masyarakat. Menyikapi tuntutan ini, tantang terbesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PAJAK DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pajak Daerah Pajak daerah merupakan salah satu bagian dari Pendapatan Asli Daerah yang memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell

TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Tentang Kebijakan Publik II.1.1 Pengertian Kebijakan Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan (Islamy, 2003:16)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci