BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik/Program. Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik/Program. Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Kebijakan Publik/Program Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai pengertian. Lasswell dan Kaplan (1970) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan- tujuan tertentu, nilai- nilai tertentu, dan praktik- praktik tertentu (Nugroho, 2012 : 119). Hal tersebut diperkuat oleh Anderson (1984) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan (Agustino, 2008 : 7). Kesamaan kedua pendapat diatas adalah bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian kegiatan/ praktik dengan tujuan tertentu. Kemudian secara praktis, Lester dan Stewart (2000) mengungkapkan bahwa kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat oleh institusi otoratif yang ditujukan dan berdampak pada publik serta ditujukan untuk mengatasi persoalan- persoalan publik. Senada dengan Lester dan Stewart, Nakamura dan Smalwood (1980) juga menekankan bahwa serangkaian instruksi dari pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan- tujuan dan cara- cara mencapai tujuan tersebut adalah definisi dari kebijakan publik (dalam Kusumanegara, 2010 : 4). Pendapat 11

2 12 kedua tokoh tersebut juga diperkuat oleh Suharno (2013 : 5) bahwa kebijakan publik adalah keputusan pemerintah guna memecahkan masalahmasalah publik. Kesimpulan mengenai definisi kebijakan publik dari pendapat ketiga tokoh tersebut diatas adalah suatu keputusan pemerintah yang bertujuan mengatasi masalah- masalah publik dengan langkah- langkah yang telah dirancang sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dengan adanya berbagai definisi mengenai kebijakan publik, Winarno (2008 : 16) dan Wahab (2004 : 1-2) sepakat bahwa istilah kebijakan sering dipertukarkan dengan istilah- istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang- undang, ketentuan- ketentuan, standar, proposal, dan grand design. Dengan demikian, secara singkat kebijakan pemerintah dapat berupa program yang dirancang dengan cara- cara yang telah ditentukan untuk dilaksanakan oleh pelaksana program. B. Implementasi Kebijakan/ Program 1. Pengertian Implementasi merupakan tahapan paling penting dalam rangkaian kebijakan publik. Pentingnya implementasi kebijakan publik disampaikan oleh Huntington (1968) yang berpendapat bahwa perbedaan yang paling penting antara suatu negara dengan negara lain terletak pada kemampuan negara dalam melaksanakan pemerintahan, tingkat kemampuan itu dapat dilihat dari kemampuan dalam mengimplementasikan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat (Abidin, 2012 : 145). Maka dari itu, keberhasilan atau kegagalan program tergantung pada implementasinya.

3 13 Beberapa ahli kebijakan publik mendefinisikan dan memaparkan pengertian implementasi kebijakan/ program dengan sudut pandang yang berbeda- beda. Widodo (mengutip Van Meter dan Van Horn, 1975 menyatakan bahwa implementasi kebijakan menekankan pada suatu tindakan baik yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun individu (atau kelompok) swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan- tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan sebelumnya (2008: 86). Disamping itu, Ripley dan Franklin (1982) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang- undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output) (Winarno, 2008 : 145). Kedua pendapat diatas menekankan bahwa dalam implementasi terdapat tindakan operasional yang dilakukan oleh pemerintah setelah adanya keputusan, yang diharapkan dapat memberikan hasil yang nyata, sehingga tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai. Disamping itu, hal serupa juga disampaikan oleh Mazmanian dan Sabatier (1983) bahwa pelaksanaan kebijaksanaan dasar biasanya dalam bentuk undang- undang, namun dapat pula berbentuk perintah dan keputusan. Lazimnya, keputusan itu mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan dan sasaran, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya (dalam Agustino, 2008 : 139). Pendapat itu didukung oleh salah seorang pakar kebijakan publik di Indonesia yang menyatakan, Pada prinsipnya

4 implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (Nugroho, 2012: 674). Kedua pendapat diatas menekankan bahwa dalam proses implementasi harus ada cara yang terstruktur agar tujuan kebijakan dapat tercapai. Mendasarkan pada pendapat- pendapat ahli, maka implementasi kebijakan dalam hal ini dimaksudkan sebagai serangkaian tindakan terstruktur yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. 2. Tahapan Implementasi Kebijakan/ Program Seperti telah dijelaskan sebelumnya, implementasi kebijakan merupakan serangkaian tindakan terstruktur yang dilakukan pemerintah dalam mencapai tujuan. Tindakan yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan kebijakan pada dasarnya melalui berbagai tahapan maupun proses. Tahap implementasi kebijakan dipaparkan oleh Tachjan (2006) mencakup langkah- langkah sebagai berikut : a. merancang bangun (mendisain) program, beserta perincian tugas dan perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi kerja, biaya, dan waktu; b. melaksanakan (mengaplikasikan) program, yakni pendayagunaan struktur- struktur dan personalia, dana dan sumber- sumber lainnya, prosedur- prosedur dan metode- metode yang tepat; c. membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana- sarana pengawasan yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan kebijakan (hlm. 35). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Widodo (2008), yang menyatakan bahwa proses implementasi suatu kebijakan publik mencakup 14 3 tahap, antara lain :

5 a. Tahap interpretasi, yakni tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang lebih bersifat operasional yang diikuti dengan sosialisasi; b. Tahap pengorganisasian, yakni tahapan yang lebih mengarah pada proses kegiatan pengaturan dan penetapan sumber- sumber daya; c. Tahap aplikasi, merupakan tahap penerapan rencana proses implementasi kebijakan dalam realitas nyata (hlm ). Kedua pendapat diatas menjelaskan bahwa tahap awal implementasi suatu kebijakan adalah mengoperasioanalkan kebijakan atau mendesain program. Setelah program terindentifikasi maksud dan tujuannya, tahap selanjutnya adalah mengkomunikasikan program kepada pelaksana dan kelompok sasaran dengan kegiatan sosialisasi, serta menetapkan sumber- sumber yang akan digunakan. Kemudian diikuti pelaksanaan di lapangan, dan dilanjutkan upaya monitoring dan evaluasi. Secara garis besar, program PAMSIMAS II dilaksanakan dengan tahapan diatas, yakni sosialisasi, pelaksanaan kegiatan pokok, dan pelaporan serta pemantauan Faktor- faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pelaksanaan kebijakan publik akan manimbulkan dua konsekuensi, yakni berhasil atau gagal. Hal yang memicu keberhasilan maupun kegagalan dalam mencapai tujuan tentunya dipengaruhi berbagai faktor. Iribarnegaray dan Seghezzo (2012 : 2939) menyatakan sebagai berikut : Successful implementation of any improvement stategy also requires commitment and cooperation on the part of companies and authorities, vis-a-vis the financial, logistic, and administrative obligations involved. (Keberhasilan implementasi dalam hal perbaikan strategi apapun membutuhkan komitmen dan kerjasama antara perusahaan dan pemangku kebijakan, yang berkaitan dengan keuangan, logistik, dan kewajiban administasi yang terkait).

6 16 Faktor- faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan publik dapat diidentifikasi melalui model- model implementasi berikut ini : a. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn Model implementasi Van Meter Van Horn ini digambarkan bahwa terdapat enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, antara lain : (1) ukuran dan tujuan kebijakan; (2) sumberdaya; (3) karakteristik agen pelaksana; (4) sikap pelaksana; (5) komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana; dan (6) lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. 1) Ukuran dan tujuan kebijakan Variabel ini harus jelas dan terukur, karena ketidakjelasannya akan berpotensi menimbulkan multi-interpretasi yang akhirnya akan berimplikasi pada sulitnya implementasi kebijakan (Suharno, 2013 : 176). Disamping itu, kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika ukuran dan tujuan kebijakan memang realistis dengan sosio kultur yang berada di level pelaksana kebijakan (Agustino, 2008 : 142). Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan ini akan memudahkan serta meminimalisir pertentangan antar pelaksana kebijakan/program. 2) Sumberdaya Kelancaran proses implementasi kebijakan tidak terlepas dari ketersediaan sumberdaya. Tahap- tahap tertentu dari keseluruhan

7 17 proses implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan (Agustino, 2010 : 142). Disamping sumberdaya manusia, sumber dana atau perangsang (incentive) juga mendorong dan memperlancar implementasi program yang efektif (Winarno, 2008 : 158). Akan tetapi, dalam manajemen publik keperluan pembiayaan suatu program sangat terikat dengan ketentuan peruntukan dari mata anggaran yang telah disetujui terlebih dahulu, serta ketentuan mana biasanya dibuat oleh pihak atau instansi lain di luar yang berwenang melakukan pengeluaran (Abidin, 2012 : 150). Dengan demikian, jika terjadi keterlambatan penurunan dana atau biaya, bisa dipastikan implementasi kebijakan akan terhambat. 3) Karakteristik agen pelaksana Karakteristik agen pelaksana tidak terlepas dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi diartikan sebagai karakteristikkarakteristik, norma- norma, dan pola hubungan yang terjadi berulang- ulang dalam badan- badan eksekutif (Winarno, 2008 : 163). 4) Sikap pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implemenasi kebijakan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena

8 18 kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan (Agustino, 2008 : 143). Sikap pelaksana ini mencakup tiga hal penting, yakni : a) respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b) kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan c) intensitas disposisi implementor (Suharno, 2013 : 177). 5) Komunikasi antar organisasi Prospek- prospek tentang implementasi yang efektif ditentukan oleh kejelasan ukuran- ukuran dan tujuan- tujuan yang dinyatakan dan oleh ketepatan dan konsistensi dalam mengkomunikasikan ukuran- ukuran dan tujuan- tujuan tersebut. Dalam meneruskan pesan- pesan ke bawah dalam suatu organisasi atau dari suatu organiasasi ke organisasi lainnya, para komunikator dapat menyimpangkannya atau menyebarluaskannya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja (Winarno, 2008 : 159). Dengan demikian, semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihakpihak yang terlibat dalam proses implementasi, maka asumsinya kesalahan- kesalahan akan sangat kecil terjadi (Agustino, 2008 : 144). 6) Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

9 19 Lingkungan eksternal ini harus dijaga kekondusifannya, agar mendorong keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Suharno (2013 : 177) menjelaskan bahwa variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini pubik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. Standar dan Tujuan Aktivitas Implementasi dan Komunikasi Antarorganisasi Kebijakan Publik Standar dan Tujuan Karakteri stik dari Agen Pelaksana Kecenderu ngan/ Disposisi dari Pelaksana Kinerja Kebijakan Publik Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik Gambar 2.1. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn (Agustino, 2008:144) b. Model Implementasi George C. Edward III George C Edward III menamakan model implementasi kebijakan publiknya dengan Direct and Indirect Impact on

10 20 Implementation. Terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. 1) Komunikasi Dalam komunikasi kebijakan, Edward III membahas tiga hal penting, yakni transmisi, kejelasan, dan konsistensi. Dalam proses transmisi atau penyaluran informasi seringkali terjadi salah pengertian dikarenakan komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. Kemudian komunikasi yang diterima pelaksana harus jelas dan tidak membingungkan. Ketidakjelasan pesan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam pelaksanaan kebijakan. Namun pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. Lalu, hal penting lainnya dari komunikasi adalah adanya konsistensi perintah yang diberikan. Karena jika perintah yang diberikan sering berubah- ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan (Agustino, 2008 : ). 2) Sumberdaya Sumberdaya merupakan faktor yang penting dalam pelaksanaan kebijakan publik. Sumberdaya yang diperlukan antara

11 21 lain: a) staf yang memadai dari segi kuantitas maupun kualitas; b) informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan dan data kepatuhan dari pelaksana terhadap peraturan; c) wewenang yang bersifat formal; d) fasilitas yang mendukung pelaksana dalam melaksanakan tugasnya (Agustino, 2008 : ). 3) Disposisi Kecenderungan pelaksana kebijakan untuk bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Hal penting dalam komponen disposisi adalah pengangkatan birokrat atau personil tanpa penelitian mengenai bakat yang sistematis dan lengkap dan pemberian insentif yang dimaksudkan untuk memperbaiki kecenderungan pelaksana, namun terkadang mengakibatkan motivasi birokrat menjadi rendah (Winarno, 2008 : 201). 4) Struktur Birokrasi Untuk mendukung implementasi kebijakan diperlukan sebuah Standard Operational Procedures atau SOP sebagai pedoman operasional bagi implementor kebijakan. Selain itu, struktur organisasi birokrasi juga harus dirancang seemikian rupa untuk menghindari prosedur yang terlalu panjang dan berbelit- belit, serta

12 22 tentunya untuk memudahkan pengawasan (Suharno, 2013 : 171). Selain itu dibutuhkan fragmentasi organisasi sebagai upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan- kegiatan atau aktivitasaktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja (Agustino, 2008 : 153). Komunikasi Sumberdaya Disposisi Implementasi Struktur Birokrasi Gambar 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut George C. Edward III (Winarno, 2008:208) c. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier Model implementasi yang ditawarkan oleh Mazmanian dan Sabatier (dalam Agustino, 2008: 144) terdapat tiga kategori variabel besar yang berpengaruh pada implementasi program, antara lain: 1) Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: (a) kesukaran- kesukaran teknis; (b) keberagaman perilaku yang diatur; (c) persentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran; dan (d) tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki.

13 23 2) Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat, meliputi: (a) kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuantujuan resmi yang akan dicapai; (b) keterandalan teori kausalitas yang diperlukan; (c) ketetapan alokasi sumber dana; dan d) keterpaduan hierarki di dalam lingkungan dan diantara lembagalembaga atau instansi- instansi pelaksana. 3) Variabel- variabel diluar undang- undang yang mempengaruhi implementasi a) Kondisi sosial ekonomi dan teknologi. Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah- wilayah hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan dalam suatu undang- undang. b) Dukungan publik. Hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan kesukaran- kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya dukungan dari warga. Karena itu, mekanisme partisipasi publik sangat penting dalam proses pelaksanaan di lapangan. c) Sikap dan sumber- sumber yang dimiliki kelompok masyarakat. Perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik akan berhasil apabila warga memiliki sumber dan sikap masyarakat yang kondusif terhadap kebijakan yang ditawarkan kepada mereka.

14 d) Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana. Kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi 24 dari kemampuan undang- undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan- badan pelaksana melalui penyeleksian institusi- institusi dan pejabat- pejabat terasnya. Selain itu pula, kemampuan berinteraksi antarlembaga atau individu di dalam lembaga untuk menyukseskan implementasi kebijakan menjadi hal indikasi penting keberhasilan kinerja kebijakan publik. Mudah Tidaknya Masalah Dikendalikan 1. Dukungan Teori dan Teknologi 2. Keragaman Perilaku Kelompok Sasaran 3. Tingkat Perubahan Perilaku yang Dikehendaki Kemampuan Kebijakan untuk menstruktur Proses Implementasi 1. Kejelasan dan Konsistensi Tujuan 2. Dipergunakannya Teori Kausal 3. Ketepatan Alokasi Sumber Dana 4. Keterpaduan Hierarki Antarlembaga Pelaksana 5. Aturan Pelaksanaan dari Lembaga Pelaksana 6. Perekrutan pejabat Pelaksana 7. Keterbukaan Kepada Pihak Luar Variabel di Luar Kebijakan yang MempengaruhiProses Implementasi 1. Kondisi Sosio-Ekonomi dan Teknologi 2. Dukungan Publik 3. Sikap dan Sumberdaya dari Konstituen 4. Dukungan Pejabat yang Lebih Tinggi 5. Komitmen dan Kualitas Kepemimpinan dari pejabat Pelaksana Tahapan dalam Proses Implementasi Kebijakan Output Kebijakan dari Lembaga Pelaksana Kepatuha n target utk Mematuhi Output Kebijakan Hasil Nyata Output Kebijakan Diterima nya Hasil Tersebut Revisi Undang- Undang Gambar 2.3. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier (Agustino, commit 2008 to user : 149)

15 25 Ketiga model tersebut dipaparkan oleh masing- masing ahli dari berbagai sudut pandang, sehingga menghasilkan variabel yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan publik secara beragam. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan untuk menganalisis implementasi program PAMSIMAS II adalah sumberdaya, komunikasi, sikap pelaksana, dan dukungan publik. C. Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) II Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) II adalah salah satu program nasional yang dilaksanakan untuk mendukung dua agenda nasional untuk meningkatkan cakupan penduduk terhadap pelayanan air minum dan sanitasi yang layak dan berkelanjutan, yaitu (1) Air Bersih untuk Rakyat, dan (2) Sanitasi Total Berbasis Masyarakat melalui pendekatan berbasis masyarakat melalui pelibatan masyarakat dan pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (demand responsive approach). Kedua pendekatan tersebut dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan prakarsa, inisiatif, dan partisipasi aktif masyarakat dalam memutuskan, merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, mengoperasikan dan memelihara sarana yang telah dibangun, serta melanjutkan kegiatan peningkatan derajat kesehatan di masyarakat termasuk di lingkungan sekolah. Sasaran lokasi Program PAMSIMAS diutamakan bagi kabupaten/kota yang memiliki cakupan pelayanan air minum aman perdesaan dibawah ratacommit to user

16 26 rata nasional. Pemilihan kabupaten/ kota sasaran dilakukan oleh Pemerintah Nasional, sedangkan pemilihan desa/kelurahan sasaran dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota yang bersangkutan. Secara umum, kriteria desa/kelurahan sasaran PAMSIMAS adalah sebagai berikut : 1. belum pernah mendapatkan program PAMSIMAS; 2. cakupan akses air minum aman masih rendah; 3. cakupan akses sanitasi masih rendah; 4. prevalensi penyakit diare (atau penyakit yang ditularkan melalui air dan lingkungan) tergolong tinggi berdasarkan data Puskesmas; 5. memenuhi biaya per penerima manfaat yang efektif dan efisien; 6. adanya pernyataan kesanggupan masyarakat untuk: a. menyediakan Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) bidang AMPL minimal 3 orang; b. menyediakan kontribusi sebesar minimal 20% dari kebutuhan biaya RKM yang terdiri dari 4% in cash dan 16% in kind; c. menghilangkan kebiasaan BABS (Buang Air Besar Sembarangan). Program PAMSIMAS II terdiri dari 5 (lima) komponen, antara lain: 1. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan daerah Tujuan dari komponen ini antara lain: (a) memampukan masyarakat untuk mengorganisasi dirinya, merencanakan, mengelola dan menjaga keberlanjutan pelayanan air minum dan sanitasi yang aman; (b) memperkuat kapasitas kelembagaan masyarakat dalam rangka menjamin kualitas pengelolaan SPAM desa/ kelurahan, dan (c) membangun

17 27 komitmen dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan provinsi dalam peningkatan kinerja sistem pengelolaan air minum dan sanitasi perdesaan berbasis masyarakat yang berkelanjutan melalui program pengarusutamaan pendekatan PAMSIMAS dalam kebijakan pembangunan air minum dan sanitasi daerah. 2. Peningkatan perilaku higienis dan pelayanan sanitasi Komponen ini bertujuan untuk membantu masyarakat dan institusi lokal dalam pencegahan penyakit yang disebabkan dan atau ditularkan sanitasi yang buruk dan air yang tidak bersih (seperti diare) melalui perubahan perilaku menuju perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan peningkatan akses sanitasi dasar. Kampanye PHBS dilaksanakan sebagai upaya untuk Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBABS) dan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) serta PHBS lainnya. 3. Penyediaan sarana air minum dan sanitasi umum Penyediaan sarana air minum dilakukan dengan tiga pilihan pembangunan SPAM, yaitu perluasan (penyediaan SPAM), pengembangan dan optimalisasi. Pemilihan menu tersebut diadakan untuk melatih masyarakat menentukan mau membangun baru, mengembangkan yang sudah ada, atau optimalisasi yang sudah ada tapi rusak. Kemudian sarana sanitasi yang dimaksud dalam hal ini adalah sarana penunjang PHBS yang disediakan pada fasilitas umum, seperti sekolah dasar, puskesmas pembantu, dan posyandu. Pelaksanaan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi dalam Program PAMSIMAS

18 28 II didasarkan pada kebutuhan nyata masyarakat setempat dan pilihan prasarana dan sarana yang diinformasikan. Pilihan yang diinformasikan tersebut menyangkut seluruh aspek, seperti aspek teknologi, pembiayaan, lingkungan, sosial dan budaya serta kelembagaan pengelolaan. 4. Insentif desa/ kelurahan dan Kabupaten/ Kota Insentif diberikan dalam upaya keberlanjutan pemanfaatan dan pengembangan hasil kegiatan (konstruksi). Insentif merupakan tambahan pendanaan untuk digunakan desa/kelurahan dan kabupaten/kota dalam pencapaian target pembangunan air minum dan sanitasi perdesaan pada Program PAMSIMAS. Pelaksanaan insentif tetap mengharuskan adanya kontribusi masyarakat (dalam in-cash dan in-kind) dan pengajuan proposal kegiatan dari desa/kelurahan. Hibah Insentif Desa (HID) diberikan kepada desa/kelurahan yang telah menunjukkan kinerja yang baik dalam pelaksanaan program PAMSIMAS untuk digunakan dalam pengembangan SPAM. 5. Dukungan manajemen pelaksanaan program. Komponen kelima ini menyediakan dukungan teknis pengelolaan pelaksanaan program pada komponen sebelumnya, serta memberikan dukungan teknis kepada unit pelaksana (implementation agency). Dukungan teknis terdiri dari : a. Dukungan teknis untuk pelatihan sektoral, peningkatan kelembagaan, kesehatan, sanitasi dan air minum pada tingkat desa/kelurahan, kabupaten/kota, provinsi dan tingkat pusat.

19 29 b. Pemantauan pengelolaan program dan kualitas pelaksanaan, monitoring-evaluasi keuangan dan teknis serta laporan setiap komponen program. c. Evaluasi outcomes program, dan d. Kemajuan alih kelola fungsi- fungsi serta tanggungjawab program kepada pemerintah daerah. D. Implementasi Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) II Pelaksanaan program PAMISMAS II di desa/ kelurahan setelah adanya penetapan secara garis besar terdiri dari tahapan berikut : 1. Sosialisasi Tahap sosialisasi merupakan tahap awal dalam program PAMSIMAS II agar masyarakat sebagai kelompok sasaran mampu mendukung dan mengawal pelaksanaan program dengan baik. Tahap ini mengacu pada pendapat Widodo (2008: 90) yang menjelaskan bahwa tahap pertama dalam implementasi kebijakan adalah interpretasi, yang merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang lebih bersifat operasional yang diikuti dengan sosialisasi. Artinya, sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang bersifat praktis kepada kelompok sasaran agar mereka mampu memahami dan pada akhirnya mampu bekerjasama dengan agen pelaksana kebijakan untuk mengoperasikan maksud dan tujuan kebijakan.

20 30 Disamping itu, telah dipaparkan sebelumnya bahwa Program PAMSIMAS II merupakan program yang menerapkan pendekatan dan prinsip berbasis masyarakat. Hal ini menunjukkan pentingnya tahapan sosialisasi sebagai langkah awal untuk mendorong masyarakat menjadi mitra pemerintah dalam pelaksanaan dan pengelolaan Program PAMSIMAS II. 2. Pelaksanaan kegiatan pokok Setelah adanya sosialisasi, tahapan selanjutnya dalam rangkaian implementasi program PAMSIMAS II adalah pelaksanaan kegiatan pokok. Kelompok sasaran dalam program PAMSIMAS II adalah masyarakat desa/kelurahan sasaran yang telah terpilih melalui seleksi proposal. Maka dari itu, tahapan pokok dari program PAMSIMAS II adalah pelaksanaan beberapa kegiatan pokok. Tahapan ini merupakan tahapan inti, seperti yang dikemukakan oleh Tachjan (2006) bahwa pada tahap kedua implementasi program adalah tahap pelaksanaan atau pengaplikasian program dengan mendayagunakan struktur- struktur dan personalia, dana dan sumber- sumber lainnya, prosedur- prosedur dan metode- metode yang tepat. Pelaksnaaan Program PAMSIMAS II dilakukan dengan mendayagunakan sumber- sumber yang telah tersedia, seperti SDM, dana swadaya masyarakat, dana dari APBN, dan berbagai buku pedoman yang menunjang terlaksananya kegiatan desa/kelurahan sasaran. Tahap pelaksaaan kegiatan pokok ini juga disampaikan oleh Widodo (2008) bahwa pada tahap penerapan rencana program dalam

21 31 reaitas nyata dilakukan dengan adanya aplikasi program yang diterapkan di kelompok sasaran. Aplikasi program PAMSIMAS II ini dilakukan berdasarkan rencana yang telah disusun warga setempat didampingi fasilitator masyarakat yang telah ditugaskan. 3. Pemantauan dan pelaporan Pemantauan dan pelaporan juga merupakan salah satu tahapan implementasi kebijakan/ program, yang bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan program. Tachjan (2006) menyatakan bahwa tahap ini sebagai tahapan yang membangun sistem penjadwalan, monitoring dan saranasarana pengawasan yang tepat guna. Pentingnya tahap pemantauan dan pelaporan Program PAMSIMAS II adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban dan sebagai bahan evaluasi pelaksanaan di tahun berikutnya. Dari model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter & Van Horn, George C. Edward, dan Mazmanian & Sabatier, variabel yang digunakan peneliti untuk mengetahui faktor- faktor yang mendukung maupun menghambat implementasi program PAMSIMAS II adalah sebagai berikut : a. Sumberdaya Ketersediaan sumberdaya merupakan titik awal kebijakan/program dapat dilaksanakan. Sumberdaya yang dianggap berpengaruh dalam implementasi program PAMSIMAS II antara lain ketersediaan sumberdaya manusia baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya serta ketersediaan fasilitas maupun dana yang menunjang pelaksaan program.

22 32 Ketersediaan kedua sumber daya tersebut menjadi hal yang mutlak, terlebih dalam Program PAMSIMAS II ini. Meskipun masyarakatnya sanggup menyediakan tenaga dan waktu untuk melaksanakan program, namun jika kemampuan dana atau fasilitas tidak tercukupi dengan baik maka akan berpengaruh pada hasil kegiatan yang dilaksanakan. b. Sikap Pelaksana Sikap pelaksana menunjukkan kecenderungan pelaksana terhadap kebijakan/ program. Dalam program PAMSIMAS II, pelaksana yang dimaksud adalah pelaksana di tataran birokrasi, fasilitator masyarakat, dan pengelola program PAMSIMAS II di tingkat masyarakat. Komponen sikap pelaksana yang dianalisis dalam penelitian ini adalah mencakup 3 hal penting seperti yang dikemukakan Van Meter & Van Horn yakni: a) respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b) kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan c) intensitas disposisi implementor. Ketiga komponen sikap diatas akan mendukung implementasi Program PAMSIMAS II jika pelaksana memahami program yang dijalankannya, responsif terhadap tugas dan tanggung jawabnya, serta bersikap menuntun dan mempengaruhi pelaksana maupun kelompok sasaran untuk bersama- sama mendukung terlaksananya program.

23 33 c. Komunikasi Komunikasi yang terbentuk dalam implementasi program PAMSIMAS II adalah komunikasi antar pelaksana, dan komunikasi dengan kelompok sasaran. Maka dari itu, kejelasan dan konsistensi dalam penyampaian informasi harus diperhatikan. Hal ini guna menghindari interpretasi yang berbeda antar agen pelaksana, sehingga semakin baik komunikasi yang terjalin, semakin baik pula proses implementasi program PAMSIMAS II. Disamping itu, pola komunikasi yang baik antara agen pelaksana dengan masyarakat sasaran akan mendukung terlaksananya program sesuai dengan petunjuk dan tujuan yang dimaksudkan oleh pemerintah. Program PAMSIMAS II merupakan kebijakan yang dilaksanakan secara kemitraan dari berbagai kementerian, sehingga koordinasi yang baik akan mendukung tersampaikannya informasi yang jelas, akurat, dan konsisten kepada masyarakat sasaran. d. Dukungan Publik Dukungan publik dalam implementasi program PAMSIMAS II dimaksudkan sebagai partisipasi publik atau masyarakat dalam implementasi Program PAMSIMAS II. Pelaku utama di tingkat masyarakat dalam program PAMSIMAS II adalah masyarakat, sehingga partisipasi yang dilihat dalam implementasi Program PAMSIMAS II ini adalah komponen partisipasi yang dikemukakan oleh Yadav (dalam Mardikanto, 2010: 95), bahwa ada empat macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan, yaitu :

24 34 1) Partisipasi dalam pengambilan keputusan, yakni perlunya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang program- program pembangunan di wilayah setempat; 2) Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang diterima oleh masing- masing warga yang bersangkutan; 3) Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan, dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan; 4) Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, hal ini berkenaan dengan tujuan pembangunan yakni untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Selain itu pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang. E. Kerangka Berpikir Adanya agenda pembangunan dunia yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs), menuntut setiap negara untuk berusaha mencapai tujuan pembangunan tersebut pada tahun Salah satu butir penting adalah terjaminnya kelestarian lingkungan hidup, dengan fokus sektor air minum dan sanitasi. Menyikapi hal tersebut, pemerintah melalui

25 35 Departemen Pekerjaan Umum membuat regulasi berupa Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP- SPAM). Salah satu wujud nyata penjabaran kebijakan tersebut, pemerintah menggulirkan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) pada tahun 2008 sampai tahun Kemudian program tersebut dilanjutkan pada tahun dengan PAMSIMAS II. Pelaksaanaan program PAMSIMAS II kemudian dilaksanakan di tingkat pemerintah kabupaten/ kota. Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupaten yang melaksanakan program PAMSIMAS II berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 79/KPTS/DC/2013 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/KPTS/DC/2013 tentang Penetapan Kabupaten/Kota Sasaran Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat. Implementasi program PAMSIMAS II di tingkat desa/kelurahan dilakukan dengan tahapan sosialisasi, pelaksanaan kegiatan pokok, dan pemantauan serta pelaporan. Kemudian variabel yang dianalisis untuk melihat faktor yang berpengaruh dalam implementasi Program PAMSIMAS II antara lain: sumberdaya, sikap pelaksana, komunikasi, dan dukungan publik. Implementasi Program PAMSIMAS ini diharapkan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yakni meningkatnya jumlah warga masyarakat kurang terlayani termasuk masyarakat berpendapatan rendah di wilayah perdesaan dan periurban yang dapat mengakses pelayanan air minum dan

26 sanitasi yang berkelanjutan, serta meningkatkan penerapan nilai dan perilaku hidup bersih dan sehat. 36 Gambar 2.4 Kerangka Berpikir Millenium Development Goals (MDGs) (Menjamin Keberlanjutan Lingkungan Hidup) Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM) Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) II Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 79/KPTS/DC/2013 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/KPTS/DC/2013 tentang Penetapan Kabupaten/Kota Sasaran Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat Implementasi Program PAMSIMAS II di Kabupaten Wonogiri : Sosialisasi Pelaksanaan Kegiatan Pokok Pelaporan dan Pemantauan Faktor- faktor yang Berpengaruh 1. Sumberdaya 2. Sikap Pelaksana 3. Komunikasi 4. Dukungan Publik Tujuan : Meningkatnya jumlah warga masyarakat kurang terlayani termasuk masyarakat berpendapatan rendah di wilayah perdesaan dan periurban yang dapat mengakses pelayanan air minum dan sanitasi yang berkelanjutan, serta meningkatkan penerapan nilai dan perilaku hidup bersih dan sehat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROGRAM PAMSIMAS III I. LATAR BELAKANG

GAMBARAN UMUM PROGRAM PAMSIMAS III I. LATAR BELAKANG GAMBARAN UMUM PROGRAM PAMSIMAS III I. LATAR BELAKANG Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk melanjutkan keberhasilan capaian target Millennium Development Goals sektor Air Minum dan Sanitasi (WSS-MDG),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik. Pembangunan berkelanjutan harus menyentuh seluruh aspek,

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik. Pembangunan berkelanjutan harus menyentuh seluruh aspek, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tercapainya kesejahteraan manusia merupakan tujuan dalam bernegara. Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diwujudkan dalam pembangunan yang berkelanjutan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Dewasa ini, kebijakan publik menjadi suatu hal yang tidak asing lagi bahkan di kalangan masyarakat awam. Setiap saat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PROGRAM PAMSIMAS III

LATAR BELAKANG PROGRAM PAMSIMAS III LATAR BELAKANG PROGRAM PAMSIMAS III Program PAMSIMAS III [2016 2019] merupakan kelanjutan program PAMSIMAS I [2008 2012] dan PAMSIMAS II [2013 2016] Dalam RPJMN 2015-2019, Pemerintah Indonesia telah mengambil

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 125 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.3 Implementasi Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Pelayanan Antenatal Care dan Nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang Setiap kebijakan yang dibuat pasti

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

Model Mazmanian dan Sabatier

Model Mazmanian dan Sabatier Kuliah 11 Model Mazmanian dan Sabatier 1 Model Mazmanian dan Sabatier Tiga variabel yg mempengaruhi implementasi kebijakan : 1.Karakteristik masalah; 2.Struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni:

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni: a. Dye dalam Winarno (2012:20) mengatakankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik. kegiatan tertentu. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik. kegiatan tertentu. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik Secara umum, istilah kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu

Lebih terperinci

Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan pendekatan

Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan pendekatan Bagaimana Kegiatan Dilaksanakan? Siswa-siswi SDN Kwangsan 02 di Kec. Jumapolo Kab. Karanganyar Jawa Tengah melakukan demo PHBS dalam rangkaian program Pamsimas. Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 30 TAHUN TENTANG STRATEGI DAERAH SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN SUMEDANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 30 TAHUN TENTANG STRATEGI DAERAH SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 30 TAHUN 22010 TENTANG STRATEGI DAERAH SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang : a. bahwa tantangan

Lebih terperinci

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat BAB II KAJIAN TEORI Dalam bab ini, disajikan teori sebagai kerangka berpikir untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan pada bab sebelumnya. Teori merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial.

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 27 A TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 27 A TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 27 A TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. administration atau to administear yang berarti mengelola (to manage) atau. usaha seperti tulis menulis, surat menyurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. administration atau to administear yang berarti mengelola (to manage) atau. usaha seperti tulis menulis, surat menyurat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka a. Administrasi dan Administrasi Negara Administrasi secara etimologi berasal dari Bahasa Inggris yaitu administration atau to administear yang berarti mengelola

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN SEMARANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

Sri Yuliani FISIP UNS

Sri Yuliani FISIP UNS Sri Yuliani FISIP UNS Model Implementasi Implementasi kebijakan atau program pada dasarnya secara sengaja dilaksanakan untuk meraih kinerja yang tinggi, dimana selama proses itu berlangsung dipengaruhi

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN NOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SUMENEP

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SUMENEP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SUMENEP Rillia Aisyah Haris Program Studi Administrasi Publik, FISIP Universitas Wiraraja Sumenep Email: rilliaharis@gmail.com

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun simpulan dan rekomendasi berikut ini: 7.1. Simpulan Kebijakan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Akuntabilitas Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan sebuah program pemberadayaan masyarakat dibutuhkan perencanaan yang sistematis, perencanaan yang baik akan terlihat dari singkronisasi antara

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology/ICT) di dunia telah semakin luas. Hal tersebut merupakan dampak

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis,

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis, karena perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung berjalan di tempat. Sementara

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat. karena kemiskinan menyebabkan terjadinya kerentanan, ketidakberdayaan,

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat. karena kemiskinan menyebabkan terjadinya kerentanan, ketidakberdayaan, NAMA NIM : RISKI PUTRI AMALIA : D2A604045 JURUSAN : ADMINISTRASI PUBLIK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat Miskin) DI KECAMATAN KOTA KABUPATEN KUDUS. Kemiskinan dapat menjadi masalah

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Ardhana Januar Mahardhani Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Implementasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan didalam suatu negara merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH TIMUR

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH TIMUR ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO-UNICEF dalam joint monitoring 2004, perihal kinerja sektor Air Minum dan Sanitasi.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO-UNICEF dalam joint monitoring 2004, perihal kinerja sektor Air Minum dan Sanitasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan WHO-UNICEF dalam joint monitoring 2004, di antara negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia tergolong masih rendah perihal kinerja sektor

Lebih terperinci

Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle

Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle Kuliah Ke-10 Model Implementasi Kebijakan : Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle 1 Model Implementasi Kebijakan Model van Horn dan van Metter Model Marlee S. Grindle Model Mazmanian dan Sabatier

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukaan oleh Dye dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

Kelompok seperti inilah yang menjadi target grup program Pamsimas

Kelompok seperti inilah yang menjadi target grup program Pamsimas program sejenis dalam 2 tahun terakhir. Konfirmasi akhir desa/kelurahan sasaran ditentukan oleh kriteria respon dan kesediaan masyarakat untuk berkontribusi sebesar minimal 20 % (minimal 16% in kind dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekanan terhadap kualitas dan kuantitas sumber daya air semakin meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. tekanan terhadap kualitas dan kuantitas sumber daya air semakin meningkat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya air merupakan sumber daya yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Banyak kegiatan yang dilakukan manusia yang sangat bergantung dengan ketersediaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan

Lebih terperinci

PROGRAM PENGUATAN KEBERLANJUTAN UNTUK STBM KABUPATEN/KOTA DAN MASYARAKAT

PROGRAM PENGUATAN KEBERLANJUTAN UNTUK STBM KABUPATEN/KOTA DAN MASYARAKAT PROGRAM PENGUATAN KEBERLANJUTAN UNTUK STBM KABUPATEN/KOTA DAN MASYARAKAT PAMSIMAS II: Komponen Kesehatan Direktur Penyehatan Lingkungan Disampaikan Pada Rapat Koordinasi Regional 3 Denpasar, Bali 29 Sept

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN G. Indikator Strategi Pelaksanaan

LAMPIRAN G. Indikator Strategi Pelaksanaan LAMPIRAN G Indikator Strategi Pelaksanaan LAMPIRAN G Indikator Strategi Pelaksanaan (Merupakan contoh indikator yang dapat dikembangkan) Strategi 1 Mengembangkan kerangka peraturan untuk mendorong partisipasi

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1136, 2014 KEMEN KP. Penyuluh Perikanan. Swasta. Swadaya. Pemberdayaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. A. Efektivitas Inplementasi Kebijakan. 1. Efektivitas. Suatu kebijakan yang dibuat pemerintah, mempunyai maksud

BAB II TEORI DASAR. A. Efektivitas Inplementasi Kebijakan. 1. Efektivitas. Suatu kebijakan yang dibuat pemerintah, mempunyai maksud 12 BAB II TEORI DASAR A. Efektivitas Inplementasi Kebijakan 1. Efektivitas Suatu kebijakan yang dibuat pemerintah, mempunyai maksud menyelesaikan masalah dan dilaksanakan untuk mencapai sebuah tujuan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT, Menimban: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN Pada bagian identifikasi permasalah berdasarkan tugas dan fungsi Kantor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 852/MENKES/SK/IX/2008 TENTANG STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 852/MENKES/SK/IX/2008 TENTANG STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 852/MENKES/SK/IX/2008 TENTANG STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan 7. URUSAN PERUMAHAN Penataan lingkungan perumahan yang baik sangat mendukung terciptanya kualitas lingkungan yang sehat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan meningkatnya kualitas

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau

BAB II KERANGKA TEORI. Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau BAB II KERANGKA TEORI II.1 Kerangka Teori Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Sanitasi. Berbasis Masyarakat. Total. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012)

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012) 4.1 Sasaran dan Arahan Tahapan Pencapaian. Bab empat (IV) ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman tahun 2012-2016 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Terdapat banyak definisi mengenai apa yang maksud dengan kebijakan publik dalam literatur-literatur politik. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang diurakan pada Bab IV maka dapat disimpulkan bahwa proses perumusan kebijakan sertifikasi pendidik

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN AIR MINUM DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI TENTANG

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN AIR MINUM DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI TENTANG FORMAT PERJANJIAN KERJASAMA Logo Pemda PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN AIR MINUM DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI Nomor: Nomor: TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. SIMPULAN Implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : (1) Komunikasi, (2) Sumber Daya, (3) Disposisi,

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu target MDGS adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak memiliki akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar. Sehubungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131,2012 PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN PENANGANAN LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Proses komunikasi kebijakan Proses komunikasi dan sosialiasi kebijakan telah mengantar Dinas Pendidikan Provinsi dapat mengimplementasikan kebijakan tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PROPOSAL KERJASAMA CSR dan SWASTA

PROPOSAL KERJASAMA CSR dan SWASTA PROPOSAL KERJASAMA CSR dan SWASTA 1.1. Latar Belakang Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan (PPSP) adalah sebuah road map pembangunan sanitasi di Indonesia. Program ini digagas oleh Tim Teknis Pembangunan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1170, 2015 BNPP. Garda Batas RI. Pembinaan. Pedoman. BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SOAL DAN TUGAS. Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Alam Dosen : Prof. Dr. Bambang Heru, M.S DISUSUN OLEH : IID MOH. ABDUL WAHID

SOAL DAN TUGAS. Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Alam Dosen : Prof. Dr. Bambang Heru, M.S DISUSUN OLEH : IID MOH. ABDUL WAHID SOAL DAN TUGAS Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Alam Dosen : Prof. Dr. Bambang Heru, M.S DISUSUN OLEH : IID MOH. ABDUL WAHID 250120140017 MAGISTER ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS PADJAJARAN 2014 SOAL-SOAL

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Bagian ini menjelaskan mengenai kesimpulan dalam penelitian, berdasar pada pertanyaan penelitian serta pembahasan penelitian. Berikut hasil penelitian yang dapat disimpulkan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PROMOSI KESEHATAN TINGKAT MASYARAKAT

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PROMOSI KESEHATAN TINGKAT MASYARAKAT KERANGKA ACUAN PELATIHAN PROMOSI KESEHATAN TINGKAT MASYARAKAT I. PENDAHULUAN Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah tercapainya bangsa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir dan bathin.

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mazmanian dan Sabsister dalam Siswadi (2012:24)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mazmanian dan Sabsister dalam Siswadi (2012:24) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Implementasi 1. Implementasi Menurut Mazmanian dan Sabsister dalam Siswadi (2012:24) implementasi merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam

Lebih terperinci

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa Edisi Desember 2016 PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang pada dasarnya merupakan jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Banyak kebijakan Pemerintah terutama dalam hal pelayanan publik yang dikeluhkan oleh masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Pemerintah,

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN PROBOLINGGO SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal dasar bagi pembangunan suatu negara, hal ini telah disadari oleh para pendiri bangsa indonesia dengan meletakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setiap pemerintahan yang tengah memimpin saat ini sudah seharusnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setiap pemerintahan yang tengah memimpin saat ini sudah seharusnya 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Setiap pemerintahan yang tengah memimpin saat ini sudah seharusnya menawarkan produk-produk kebijakan publik

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Bappeda Kota Bogor Berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA DI DESA SUNGAI RAYA KECAMATAN SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA DI DESA SUNGAI RAYA KECAMATAN SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA DI DESA SUNGAI RAYA KECAMATAN SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Abdul Harsin 1, Zulkarnaen 2, Endang Indri Listiani 3 ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNANN SANITASI. 3.1 Tujuan,Sasaran dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNANN SANITASI. 3.1 Tujuan,Sasaran dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNANN SANITASI 3.1, dan Pengembangan Air Limbah Domestik Tabel 3.1,sasaran dan Tahapan Pencapaian Pengembngan Air Limbah Domestik Tercapainya peningkatan cakupan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN Pada bagian awal dari bab in akan dibahas tentang permasalahan narkoba dan mengenai ditetapkannya Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan peredaran Gelap Narkotika,

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

2.3. Keberlanjutan Program Konsep Keberlanjutan (Sustainability) Partisipasi Masyarakat

2.3. Keberlanjutan Program Konsep Keberlanjutan (Sustainability) Partisipasi Masyarakat DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v INTISARI... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci