Istilah administrasi Negara ialah terjemahan dari Public. Administrations. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya Lembaga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Istilah administrasi Negara ialah terjemahan dari Public. Administrations. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya Lembaga"

Transkripsi

1 17 Istilah administrasi Negara ialah terjemahan dari Public Administrations. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada sekitar tahun jika istilah Public Administration itu di uraikan secara etimologis, maka Public berasal dari bahasa Latin Poplicus yang semula dari kata Populus atau People dalam bahasa Inggris yang berarti rakyat. Administration juga berasal dari bahasa Latin, yang terdiri dari kata ad artinya intensif dan ministrare artinya melayani, jadi secara etimologis administrasi berarti melayani secara intensif. Jadi Administrasi Negara adalah pelayanan secara intensif terhadap rakyat. Menurut Waldo (1973:8) dalam bukunya Public Administration mengemukakan bahwa: Administrasi Negara meliputi kebijakan Negara yang telah ditetapkan oleh badan perwakilan politik. Sedangkan menurut Wajong (1982:22) dalam bukunya Fungsi Administrasi Negara, menyatakan bahwa: Administrasi Negara adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan usaha-usaha instansi pemerintah agar tujuannya tercapai. Bertolak dari definisi-definisi tersebut di atas, jika dilihat dari sudut Ilmu administrasi Negara, Kahya (1996:4) dalam bukunya Pengantar Ilmu Adminstrasi Negara mengemukakan bahwa:

2 18 Administrasi negara ialah suatu ilmu yang mempelajari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh alat-alat Negara untuk melaksanakan atau mewujudkan politik Negara atau politik pemerintah. Dalam perkembangan Ilmu Administrasi Negara telah tumbuh dan dikenal sejumlah paradigma yang menggambarkan adanya perubahan-perubahan dan perbedaan-perbedaan dalam tujuan, teori dan metodologi serta nilai-nilai yang mendasarinya. Berikut disajikan secara singkat pendapat dari Nicholas Henry yang dikutip oleh Kahya (1996:4) dalam bukunya Pengantar Administrasi Negara sebagai berikut : 1. Dikotomi antara Ilmu Politik dan Ilmu Administrasi 2. Prinsip-prinsip Administrasi Negara 3. Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik 4. Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi 5. Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara Paradigma New Public Management yang menggambarkan adanya perubahan-perubahan dan perbedaan-perbedaan dalam tujuan, menurut Christopher yang dikutip oleh Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik menjelaskan bahwa NPM mengandung tujuh komponen utama, yaitu : 1. Manajemen profeisonal di sektor publik 2. Adanya standar kinerja dan ukuran kinerja 3. Penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome 4. Pemecahan unit-unit kerja di sektor publik 5. Menciptakan persaingan di sektor publik 6. Pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik 7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih besar dalam menggunakan sumber daya

3 19 Perspektif new public service mengawali pandangannya dari pengakuan atas warga negara dan posisinya yang sangat penting bagi kepemerintahan demokratis. Jati diri warga negara tidak hanya dipandang sebagai semata persoalan kepentingan pribadi (self interest) namun juga melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian terhadap orang lain. Warga negara diposisikan sebagai pemilik pemerintahan (owners of government) dan mampu bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang lebih baik. Kepentingan publik tidak lagi dipandang sebagai agregasi kepentingan pribadi melainkan sebagai hasil dialog dan keterlibatan publik dalam mencari nilai bersama dan kepentingan bersama. Perspektif New Public Service menghendaki peran administrator publik untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan bertugas untuk melayani masyarakat. Dalam menjalankan tugas tersebut, administrator publik menyadari adanya beberrapa lapisan kompleks tanggung jawab, etika, dan akuntabitas dalam suatu sistem demokrasi. Administrator yang bertanggung jawab harus melibatkan masyarakat tidak hanya dalam perencanaan tetapi juga pelaksanaan program guna mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Hal ini harus dilakukan tidak saja karena untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik tapi juga sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Dengan demikian, pekerjaan administrator publik tidak lagi mengarahkan atau memanipulasi insentif tetapi pelayanan kepada masyarakat.

4 20 Perspektif New Public Service dapat dilihat dari beberapa prinsip yang dilontarkan oleh Denhardt dan Denhardt yang dikutip oleh Muluk dalam jurnal ilmiah yang berjudul New Public Service dan Pemerintahan Lokal Partisipatif, yaitu : 1. Serve citizens, not customers, kepentingan publik merupakan hasil dialog tentang nilai-nilai bersama daripada agregasi kepentingan pribadi. 2. Seek the public interest, administrator publik harus memberikan sumbangsih untuk membangun kepentingan publik bersama. 3. Value citizenship over entrepreneurship, kepentingan publik lebih baik dijalankan oleh abdi masyarakat dan warga negara yang memiliki komitmen untuk memberikan sumbangsih bagi masyarakat daripada dijalankan oleh manager wirausaha yang bertindak seolah-olah uang masyarakat adalah milik mereka sendiri. 4. Think strategically, act democratically, kebijakan dan program untuk memenuhi kebutuhan publik dapat dicapai secara efektif dan bertanggung jawab melalui upaya kolektif dan proses kolaburatif. 5. Recognize that accountability is not simple, abdi masyarakat seharusnya lebih peduli daripada mekanisme pasar. 6. Serve rather than steer, abdi masyarakat menggunakan kepemimpinan yang berbasis pada nilai bersama dalam membantu warga negara mengemukakan kepentingan bersama dan memenuhinya daripada mengontrol atau mengarahkan masyarakat kearah nilai baru. 7. Value people, not just productivity, organisasi publik beserta jaringannya lebih memungkinkan mencapai keberhasilan dalam jangka panjang jika dijalankan melalui proses kolaborasi dan kepemimpinan bersama yang didasarkan pada penghargaan kepada semua orang.

5 21 Pengertian Administrasi Negara dijelaskan untuk memahami mengenai disiplin Ilmu Administrasi Negara. Dengan memahami pengertian tersebut, maka peneliti selanjutnya akan menguraikan pengertian dari Kebijakan Publik dengan fokus bahasan pada Implementasi kebijakan Publik dimana Kebijakan Publik ini merupakan lokus Administrasi Negara pada Paradigma Administrasi Negara yang ke-lima. Kemudian peneliti juga akan membahas mengenai efektivitas kerja yang sangat berkaitan erat dengan pencapaian tujuan dan membahas pula mengenai hubungan diantara keduanya. 2. Kebijakan Publik Secara etimologis, istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani. Akar kata policy dalam bahasa Yunani yaitu polis (Negara-kota) dan pur (kota), yang kemudian dikembangkan dalam bahasa latin menjadi politia (Negara) dan pada akhirnya berkembang menjadi policie di masa Ingris pertengahan yang mempunyai arti menangaini masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan (Dunn, 2000:51). Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah kebijakan diartikan sebagai kepandaian, kemahiran dan kebijaksanaan. Eulau dan Prewitt seperti yang dikutip oleh yang dikutip oleh Agustino (2006:6) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik mendefinisikan kebijakan publik sebagai: Keputusan tetap yang dicirikan dengan

6 22 konsistensi dan pengulangan tingkahlaku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Pengertian lain mengenai kebijakan dikemukakan oleh Carl Friedich seperti yang dikutip oleh Agustino (2006:7) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik yang menyatakan bahwa: Kebijakan merupakan suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu, sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu, seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Pendapat lain juga dikemukakan Dye yang dikutip oleh Agustino (2006:7) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik sebagai Pilihan pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan. Sedangkan menurut Easton yang dikutip oleh Kahya dan Zenju (1996:45) dalam bukunya Pengantar Ilmu Administrasi Negara (Suatu Pokok Bahasan) mendefinisikan kebijakan publik sebagai Pengalokasian nilai-nilai kepada seluruh masyarakat secara keseluruhan Rose mengemukakan definisi kebijakan publik yang dikutip oleh Agustino (2006:7) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik sebagai berikut : Sebuah rangkaian panjang dari banyak atau sedikit kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki konsekuensi bagi yang berkepentingan sebagai keputusan yang berlainan

7 23 Rose memberikan catatan yang berguna pada kita yang dikutip oleh Agustino (2006:7) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik bahwa: kebijakan publik merupakan bagian mozaik atau pola kegiatan dan bukan hanya suatu kegiatan pola dalam regulasi. Anderson yang dikutip oleh Agustino (2006:7) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik memberikan pengertian atas definisi kebijakan publik sebagai berikut : Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan. Konsep kebijakan ini menitikberatkan pada yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan atau dimaksud. Dan hal inilah yang membedakan kebijakan dari suatu keputusan yang merupakan pilihan diantara beberapa alternatif yang ada. B. Implementasi Kebijakan dan Parameter Implementasi Kebijakan 1. Implementasi Kebijakan Publik Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu

8 24 sendiri Untuk lebih jelasnya peneliti akan mencoba mengemukakan terlebih dahulu pengertian Implementasi menurut Lester dan Stewart. yang dikutip oleh Agustino (2006:139) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik mengemukakan sebagai berikut : Implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Implementasi Kebijakan menurut Meter dan Horn yang dikutip oleh Agustino (2006: 139) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai berikut : Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individuindividu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Hal ini ntak jaih berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Grindle yang dikutip oleh Agustino (2006:139) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik sebagai Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai. Perlu dicatat bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses

9 25 kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas oleh Udoji yang dikutip oleh Agustino (2006:139) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik dengan mengatakan bahwa: Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan. Dalam derajat lain Mazmanian dan Sabatier yang dikutip oleh Agustino (2006:139) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai : Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula bebbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. Pengertian implementasi kebijakan menurut Mufiz yang dikutip oleh Kahya dan Zenju (1996:45) dalam bukunya Pengantar Ilmu Administrasi Negara (Suatu Pokok Bahasan) sebagai berikut: Implementasi kebijakan ialah aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk melaksanakan suatu kebijakan secara efektif. Kesulitan yang timbul pada tahap ini adalah sukarnya menentukan hasil kebijakan, karena adanya dampak yang tidak terantisipasi sebelumnya.

10 26 Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan (3) adanya hasil kegiatan. 2. Parameter Implementasi Kebijakan Publik Berbagai indikator telah dikembangkan untuk dapat mengukur keberhasilan Implementasi suatu kebijakan publik karena biasanya suatu kebijakan itu mudah dalam formulasinya akan tetapi dalam mengimplementasikannya sangatlah sulit. Berikut ini adalah model Implementasi Kebijakan yang dikembangkan oleh Meter dan Horn yang dikutip oleh Agustino (2006:139) dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik sebagai berikut : berikut: 1) Ukuran dan Tujuan kebijakan 2) Sumberdaya 3) Karakteristik Agen Pelaksana 4) Sikap/ Kecendrungan Pelaksana 5) Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana 6) Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik Variabel implementasi kebijakan tersebut diatas dapat diuraikan sebagai 1) Ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor yang menentukan pencapaian kebijakan. Menurut Meter dan Horn, identifikasi indikator-indikator pencapaian merupakan tahap yang sangat krusial dalam analisis suatu implementasi kebijakan. Indikator-indikator pencapaian ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran

11 dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan atau dilaksanakan oleh para pelaksana kebijakan. ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan sangat berguna didalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh. 2) Sumber-sumber kebijakan Disamping ukuran- ukuran dasar dan sasaran kebijakan, yang perlu mendapatkan perhatian dalam proses implementasi kebijakan adalah sumbersumber yang tersedia, sumber- sumber tersebut layak mendapatkan perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan, sumbersumber yang dimaksud mencakup manusia, dana atau perangsang yang mendorong dan mempelancar implementasi yang efektif. 3) Karakteristik badan-badan pelaksana Menurut Van Meter dan Van Horn struktur birokrasi diartikan sebagai karakteristik- karakteristik, normanorma dan pola- pola hubungan yang terjadi berulang- ulang dalam badan- badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan. Komponen dari model ini terdiri ciri- ciri struktur formal dari organisasi- organisasi dan atribut- atribut yang tidak formal dari personil mereka. 4) Sikap/ kecendrungan pelaksana Pemahaman pelaksana tentang tujuan umum maupun ukuran dasar dan tujuan- tujuan kebijakan merupakan suatu hal yang penting, implementasi kebijakan yang berhasil harus diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan tersebut secara menyeluruh. Hal ini berarti bahwa kegagalan suatu implementasi kebijakan sering diakibatkan oleh ketidaktaatan para pelaksana terhadap kebijakan, intensitas kecendrungan pelaksana akan mempengaruhi pencapaian kebijakan. Para pelaksana yang mempunyai pilihan- pilihan negatif mungkin secara terbuka akan menimbulkan sikap menentang tujuantujuan program, bila hal itu terjadi, maka persoalan implementasi akan mengundang perdebatan, bawahan mungkin akan menolak untuk berperan serta dalam 27

12 28 program tersebut, selain itu, tingkah laku yang kurang kuat mungkin mengakibatkan para pelaksana mengalihkan perhatian- perhatian dan mengelak secara sembunyi- sembunyi jadi kecendrungan para pelaksana dalam proses implementasi harus mendapat perhatian yang sangat besar karena sebaik apapun kebijakan diambil bila pelaksana kebijakan kurang berperan dengan baik maka kebijakan tersebut akan sia- sia. 5) Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana Komunikasi di dalam dan antar organisasi merupakan suatu proses yang kompleks dan sulit. Dalam meneruskan pesan kebawah dalam suatu organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi yang lainnya, para komunikator dapat menyimpan atau menyebarluaskannya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Lebih dari itu, jika sumber- sumber informasi yang berbeda memberikan interpretasi yang tidak konsisten terhadap ukuran dasar dan tujuan atau jika sumber yang sama memberikan interpretasi yang bertentangan maka para pelaksana akan menghadapi kesulitan yang lebih besar untuk melaksanakan maksud- maksud kebijakan. Oleh karena itu, menurut Van Meter dan Van Horn, prospek tentang implementasi kebijakan yang efektif ditentukan oleh kejelasan ukuran dan tujuan yang dinyatakan dan oleh ketepatan dan konsistensi dalam mengkomunikasikan ukuran dan tujuan tersebut. 6) Lingkungan ekenomi, sosial, dan politik Tidak dapat dipungkiri lagi kalau kondisi ekonomi, sosial, dan politik sangat mempengaruhi terhadap kebijakan, karena dengan baiknya kondisi tersebut maka para pengambil kebijakan tidak akan mengalami hambatan dalam artian segala keputusan yang diambil tidak akan mendapat respon yang negatif dari pelaksana kebijakan. Disamping itu juga apabila kondisi ekonomi, sosial, dan politik baik maka kebijakan yang diambil dapat dilaksanakan karena ditunjang oleh kondisi yang baik dari lingkungan luar. Selain itu, Nugroho (2003: ) dalam bukunya Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi mengemukakan prinsip empat tepat

13 29 yang perlu dipenuhi agar agar implementasi kebijakan dapat dilaksanakan dengan efektif, yaitu: 1) Apakah kebijakan itu sendiri sudah tepat 2) Tepat pelaksananya 3) Tepat target 4) Tepat lingkungan C. Efektivitas dan Ukuran-Ukuran Efektivitas 1. Efektivitas Setiap organisasi menginginkan agar semua pegawai dapat bekerja sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan dan dapat tercapai tepat pada waktu yang telah ditentukan. Hasil pekerjaan yang dicapai sesuai dengan yang telah ditargetkan adalah efektif karean keberhasilan suatu organisasi pada umumnya diukur dengan efektivitas. Pengertian efektivitas menurut Emerson yang dikutip oleh Handayaningrat (1996:16) dalam bukunya Pengantar Studi ilmu Administrasi dan Manajemen, menjelaskan bahwa : Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Jelasnya bila sasaran atau tujuan yang telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif. Jika tujuan atau sasaran itu tidak selesai dengan waktu yang telah ditentukan, pekerjaan itu tidak efektif. Kemudian Steer (1994:12) dalam bukunya Efektivitas Organisasi memberikan batasan pengertian efektivitas sebagai berikut: Efektivitas adalah pengukuran dalam artian sejauhmana organisasi melaksanakan tugasnya atau mencapai semua sasaran dilihat dari jumlah, kualitas dari

14 30 jasa yang dihasilkan berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Pada dasarnya efektivitas itu adalah suatu pekerjaan yang dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran. Kemudian Siagian (1997:151) dalam bukunya Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi mengemukakan sebagai berikut: Efektivitas kerja yaitu penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Artinya, apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai dengan baik atau tidak sangat tergantung pada bilamana tugas tersebut diselesaikan, dan tidak terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu. Peneliti juga kemudian menjelaskan pula mengenai efektivitas suatu organisasi yang menurut Robbins yang dikutip oleh Tika dalam bukunya Budaya Organisasi dan peningkatan Kinerja Perusahaan (2005:129), menjelaskan bahwa Efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi jangka pendek dan jangka panjang. Menurut Schein yang dikutip oleh Tika (2005:129) dalam bukunya Budaya Organisasi dan peningkatan Kinerja Perusahaan, mengemukakan bahwa: Efektivitas organisasi adalah kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan tumbuh, lepas dari fungsi tertentu yang dimilikinya.

15 31 Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang dicapai oleh organisasi dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Ukuran-ukuran Efektivitas Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas kerja pegawai pada suatu organisasi, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat sehubungan dengan cara-cara meningkatkan efektivitas kerja ini dalam suatu organisasi. Adapun mengenai ukuran-ukuran untuk mengukur efektivitas, Siagian (1982:153) dalam bukunya Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, mengemukakan ukuran-ukuran Efektivitas sebagai berikut: 1) Ukuran waktu, yaitu merupakan pengukuran ketepatan waktu untuk jenis khusus pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu pekerjaan. 2) Ukuran hasil, yaitu jumlah kerja merupakan pengukuran kuantutatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 3) Ukuran ketelitian, yaitu merupakan pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran akurat atau tidak yaitu seberapa baik penyelesaian hal ini berkaitan dengan bentuk keluaran. Selain itu, menurut Steer (1995:206) dalam bukunya Efektivitas Organisasi mengemukakan kriteria untuk mengukur efektivitas sebagai berikut:

16 32 1) Keseluruhan Prestasi 2) Produktivitas 3) Kepuasan kerja Pegawai 4) Kemampuan Berlaba 5) Pencarian Sumber Daya Berdasarkan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa kegiatan organisasi dalam hal ini adalah dalam menghimpun penerimaan Pajak Parkir dapat memaksimalkan hasil dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan jika pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan harus pula mempetimbangkan produktivitas kerja dalam artian kemampuan memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang maksimal. D. Pendapatan Asli Daerah Pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-undang RI No. 25 Tahun 1999 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Dalam rangka kelancaran pembangunan daerah maka dibentuk daerah otonomi di tingkat kabupaten agar dapat dilaksanakan pembangunan sesuai kemampuan dan pemberdayaan daerah. Pembiayaan belanja pembangunan juga tergantung pada sumber Pendapatan Asli Daerah.

17 33 1. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-undang RI No.25 Tahun 1999 yaitu a. Hasil Pajak Daerah Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya tidak secara langsung diberikan, sedang pelaksanaannya dapat dipaksakan. b. Hasil Retribusi Daerah Retribusi daerah merupakan pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah yang bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat: pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walaupun memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi tetap ada alternatif untuk mau tidak mau membayar, merupakan pungutan yang pada umumnya bersifat budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk sesuatu tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal retribusi daerah tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat.

18 34 c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Hasil Perusahaan Milik Daerah yang merupakan pendapatan daerah adalah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambahkan penghasilan daerah, memberri jasa, penyelenggaaraan kemanfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah. d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan lain yang tidak termasuk ke dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat pembuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam hal kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah suaatu bidang tertentu. e. Dana perimbangan Dana perimbangan diperoleh melalui bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan baik dari sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan daaari sumber daya alam serta bea perolehan hak aatas tanah dan bangunan.

19 35 f. Pinjaman Daerah Pinjaman daerah adalah pinjaman dalam negeri yang bersumber dari pemerintah, lembaga komersial dan atau penerbitan obligasi daerah dengan diberitahukan kepada pemerintah sebelum tidaknya usulan pinjaman daerah diproses lebih lanjut. Sedangkan yang berwenang mengadakan dan menanggung pinjaman daerah adalah kepala daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah atas persetujuan DPRD. g. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain misalnya: sumbangan daari pihak ketiga kepada daerah tingkat I atau daerah II dan lain-lain yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa untuk membiayai pembangunan di daerah, penerimaannya bersumber dari : Pendapatan Asli Daerah (Pajak, Retribusi, Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah). Pemerintah daerah melakukan upaya maksimal dalam pengumpulan pajak-pajak dan retribusi daerah. Besarnya penerimaan daerah dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan sangat membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan di daerah serta

20 36 dapat mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat sesuai dengan harapan yang diinginkan dalam otonomi daerah. E. Pajak Reklame Penyelenggaraan otonomi daerah telah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menggali berbagai potensi daerah bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan pembiayaan bagi pembangunan daerah. Pajak daerah merupakan salah satu sumber dana potensial bagi daerah dan diharapkan dapat menjadi sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat di daerah. Pajak dipungut oleh Negara dimana pembayaran pajak ini harus masuk kepada kas negara sebagai pembiayaan kepentingan daerah. Pajak dipungaut karena adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang menurut peraturan Perundang-undangan Pajak dikenakan pajak. Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan. Artinya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak, dapat dikenakan sanksi, baik sanksi pidana maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Siahaan (2005:7) dalam bukunya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagai berikut:

21 37 Pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara ddalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Adapun pengertian pajak parkir menurut Siahaan (2005:407) dalam bukunya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai berikut : Pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dikatakan definisi panggung reklame adalah tempat yang menyediakan fasilitas untuk menyebar luaskan suatu produk barang atau jasa untuk bisa diketahui orang banyak. Panggung reklame merupakan salah satu objek pajak Daerah. Pajak Daerah khususnya Pajak Reklame dapat mencapai target atau efektivitas jika dikelola oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan aspek-aspek yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Pengenaan pajak reklame tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten atau kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut dalam suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menertibkan peraturan daerah tentang pajak reklame yang akan menjadi landasan

22 38 hukum operasional alam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak reklame di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan Pada pajak reklame yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas panggung reklame. Pajak reklame dibayar oleh pengusaha yang menyediakan panggung reklame dengan dipungut bayaran. Pengusaha tersebut secara otomatis ditetapkan sebagai wajib pajak yang harus membayar Pajak Reklame yang terutang. Konsumen yang menggunakan panggung reklame merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak. Objek Pajak Reklame adalah pajak yanga dikenakan atas penyelenggaran panggung reklame diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan yang diimplementasikan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 11 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame serta dilaksanakan pada tercapainya efektivitas pemerimaan Pajak Reklame di Kabupaten Cianjur. Pengertian Reklame seperti yang tercantum dalam Perturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 11 Tahun 1998 yaitu sebagai berikut : Reklame adalah benda, atau alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa, atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. Selanjutnya peneliti juga akan mengemukakan pengertian panggung reklame berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1998 pasal 1, yaitu sebagai berikut

23 39 Panggung atau lokasi reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan satu reklame atau beberapa reklame Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggraan reklame sebagaimana, yang dimaksud pada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1998 pasal 3 ayat 2 sebagai berikut : 1. Reklame papan/billboard/megatron 2. Reklame kain 3. Reklame melekat 4. Reklame selebaran 5. Reklame berjalan, remasuk pada kendaraan 6. Reklame udara 7. Reklame suara 8. Reklame film/slide 9. Reklame peragaan Subjek pajak reklame menurut Perda No. 11 Tahun 1998 adalah orang pribadi atau badan hukum yang menyelenggarankan atau memasang reklame. Wajib pajak menurut Perda No. 11 Tahun 1998 adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. F. Pengertian Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame Kebijakan Peraturan Daerah No. 11 Tahun 1998 merupakan suatu dasar bagi pegawai untuk melaksanakan pekerjaannya dengan penuh rasa tanggung jawab kemudian mengarahkannya kearah usaha pencapaian tujuan organisasi secara berhasil guna dan berdaya guna. Implementasi kebijakan Peraturan Daerah No 11 Tahun 1998 harus dapat menyebabkan tercapainya efektivitas dalam melakukan kegiatan

24 40 penerimaan dengan didasarkan pada langkah-langkah dari Peratuaran Daerah Nomor 11 Tahun 1998 tersebut. Kaitan nya dengan pelaksanaan penerimaan pajak reklame, maka setiap pelaksanaan kerja hanya dapat dilaksanakan secara efektif apabila didukung oleh halhal yang berkaitan dengan penerimaan tersebut. Artinya pendukung didalam melaksanakan pekerjaan mencakupi baik dari kualitas atau dari segi kuantitasnya seperti tenaga kerja yang melaksanakan waktu yang ditetapkan, sarana pendukung yang memadai, kerjasama antar pegawai, kerjasama antar wajib pajak dan lain-lain. Jika keberadaan faktor-faktor tersebut kurang memadai maka suatu pelaksanaan kerja yang efektif akan sulit untuk diwujudkan. Efektivitas mempunyai konotasi tercapainya tujuan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan dimana pelaksanaan kerja yang dilakukan sesuai dengan rencana atau pencapain target yang telah ditetapkan. G. Relevansi Implementasi Kebijakan Terhadap Efektivitas Implementasi kebijakan sangat menentukan apakah organisasi akan berhasil atau gagal dalam mencapai tujuan atau sasaran yang telah digariskan dalam kebijakan tersebut sebelumnya. Oleh karena itu, Implementasi kebijakan berkaitan dengan kata lain adanya target waktu yang diarahkan untuk dilaksanakan.

25 41 Adapun yang menggambarkan adanya fungsi implementasi kebijakan terhadap efektivitas dikemukakan oleh Suryaningrat dalam bukunya Mengenal Ilmu Pemerintahan (1994:102) sebagai berikut : Pelaksanaan kebijakan adalah upaya untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan mempergunakan sarana dan urutan waktu tertentu. Pelaksanaan kebijakan dapat pula dirumuskan sebagai pengguna sarana yang telah dipilih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Dari pendapat diatas dijelaskan bahwa suatu kebijakan disebut efektif bila dilaksanakan menurut urutan waktu yang telah ditentukan terlebih dahulu. Selanjutnya Mufiz dalam bukunya Materi Pokok Pengantar Administrasi Negara ( Modul Universitas Terbuka ) (1986:108), mengemukakan : Pelaksanaan kebijakan adalah aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan untuk melaksanakan sesuatub aspek kebijaksanaan yang amat sulit dalam menentukan hasil kebijaksanaan tertentu. Dari uraian diatas dapatlah dikatakan bahwa efektivitas dari suatu implementasi kebijakan berhubungan erat dengan terpenuhnya syarat-syarat bagi suatu implementasi suatu kebijakan yangb antara lain kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/ instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai, perpaduan sumber yang diperlukan benar-benar tersedia, kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal, hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya,

26 42 hubungan saling ketergantungan harus kecil, pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan, tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat, komunikasi dan koordinasi yang sempurna, pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sumber daya dan potensi yang ada di daerah harus dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sumber daya dan potensi yang ada di daerah harus dimanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah segenap kemampuan sumber daya dan potensi yang ada di daerah harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Administrasi Negara dan Kebijakan Publik 1. Pengertian Administrasi Negara Administrasi sebagai ilmu pengetahuan baru berkembang sejak akhir abad yang lalu (abad XIX), tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan di negara Indonesia khususnya dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan di negara Indonesia khususnya dalam sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak bergulirnya era reformasi telah terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan di negara Indonesia khususnya dalam sistem pemerintahan di daerah. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan. Ketersediaan dana, menjadi salah satu factor yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan. Ketersediaan dana, menjadi salah satu factor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi dalam kehidupan manusia di segala bidang khususnya bidang ekonomi dan perdagangan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki tujuan pembangunan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan daerah termasuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena Reformasi Birokrasi yang bergulir menuntut perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena Reformasi Birokrasi yang bergulir menuntut perubahan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fenomena Reformasi Birokrasi yang bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupan kenegaraan. Dalam penyelenggaraannya pemerintah daerah, demokrasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan di dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997, Pasal 1 yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan di dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997, Pasal 1 yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemungutan Secara etimologi pemungutan berasal dari Pungut yang berarti menarik atau mengambil. Sedangkan di dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI

GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI Ari Wibowo, M.Pd LATAR BELAKANG Reformasi 1998 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Perkembangan teknologi Informasi dan Komunikasi PRINSIP GOOD GOVERNANCE Partisipasi Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan daerah (sebagai bagian integral dari pembangunan nasional) pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dan paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada tahun 1997 Pemerintah akhirnya mengeluarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kalau dilihat dari segi waktu

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G Kembali P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah di Indonesia memasuki babak baru dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya BAB III TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pajak dan Objek Pajak Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan pemasukan bagi Negara yang terbesar demikian juga halnya dengan daerah. Sejak dikeluarkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Kebijakan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah perubahan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah perubahan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah perubahan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dan Undang-undang Nomor 33

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang- BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Istilah Otonomi Daerah atau Autonomy berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dikemukakan oleh beberapa ahli telah memberikan batasan-batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional identik dengan pembangunan daerah karena pembangunan nasional pada dasarnya dilaksanakan di daerah. Sejak beberapa tahun terakhir ini, di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 (satu) disebutkan, bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 (satu) disebutkan, bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari Pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada Bab V (lima) Nomor 1 (satu) disebutkan,

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK REKLAME DI KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS PAJAK REKLAME DI KABUPATEN PURWOREJO PERIODE ANALISIS PAJAK REKLAME DI KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2012-2016 Arum Kusumaningdyah Adiati, Diessela Paravitasari, Trisninik Ratih Wulandari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS Surakarta Email : adiati_rk@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan.

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah pada dasarnya adalah upaya untuk mengembangkan kemampuan ekonomi daerah untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan material secara adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis pajak, tata cara pemungutan pajak dan seterusnya yang berkaitan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf d Undang-Undang

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemungutan serta pengelolaan pajak dibagi menjadi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah suatu pajak yang dikelola dan dipungut oleh Negara,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan suatu bangsa. Dalam rangka pembiayaan pembangunan, potensi dan peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dampak positif dari reformasi total di Indonesia, telah melahirkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

Paradigma New Public Management Paradigma New Public Service

Paradigma New Public Management Paradigma New Public Service TOPIK : Paradigma Governance : Paradigma New Public Management Paradigma New Public Service Governance = Proses atau fungsi kepemerintahan yang melibatkan peran banyak aktor di lingkup negara, bisnis maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

MENGANALISIS ADMINISTRASI PENDAPATAN DAN BELANJA KEUANGAN

MENGANALISIS ADMINISTRASI PENDAPATAN DAN BELANJA KEUANGAN MENGANALISIS ADMINISTRASI PENDAPATAN DAN BELANJA KEUANGAN MODUL MENGANALISIS ADMINISTRASI PENDAPATAN DAN BELANJA KEUANGAN OLEH : IMA KHOIRUN NIKMAH 1 Page Kata KATAPengantar PENGANTAR Puji syukur saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemberlakuan undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. penulis mengambil tema mengenai Pajak Daerah, khususnya Pajak Reklame.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. penulis mengambil tema mengenai Pajak Daerah, khususnya Pajak Reklame. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan suatu kegiatan penerapan ilmu yang diperoleh mahasiswa dibangku perkuliahan pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan bertanggung jawab oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah untuk mengatur, mengurus sendiri

Lebih terperinci

TESIS. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Magister. Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Tata Negara.

TESIS. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Magister. Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Tata Negara. REALISASI PENDAPATAN PAJAK REKLAME DALAM PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 1998 DI KABUPATEN WONOGIRI (Studi Kasus Di Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Wonogiri) TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi negara yang dibayarkan oleh masyarakat. Pajak juga sebagai iuran pemungutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki sumber Pendapatan Asli Daerah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup segala bidang yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Rusyadi, 2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. misi pembangunan Kabupaten Natuna Tahun , sebagai upaya yang

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. misi pembangunan Kabupaten Natuna Tahun , sebagai upaya yang BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Natuna Visi Kabupaten Natuna adalah Menuju Natuna yang Sejahtera, Merata dan Seimbang. Sesuai dengan visi tersebut, maka ditetapkan pula misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya.

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API BERDASARKAN KONSEP PARADIGMA NEW PUBLIC SERVICE (NPS)

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API BERDASARKAN KONSEP PARADIGMA NEW PUBLIC SERVICE (NPS) ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API BERDASARKAN KONSEP PARADIGMA NEW PUBLIC SERVICE (NPS) Irvan Arif K/170720120029 Universitas Padjadjaran Program Magister, Program Studi Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber ekstern tersebut sehingga sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. sumber ekstern tersebut sehingga sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah membutuhkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); Menimbang : a. PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah untuk meningkatkan kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun pada kenyataannya, pemerintah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra Prestasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak BAB II 1. Penelitian Terdahulu Tinjauan Pustaka Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak Parkir di Kota Malang telah dilaksanakan dengan baik. Proses pemungutan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retribusi Daerah merupakan sumber pendapatan yang paling memungkinkan untuk dikembangkan sesuai dengan kreatifitas pemerintah daerah masing-masing, karena memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Daerah adalah suatu rencana keuangan yang disusun untuk satu periode mendatang yang berisi tentang Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rendahnya kemampuan dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang sah. Selama ini, selain disebabkan oleh faktor Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan yang disebabkan

Lebih terperinci

Re R f e ormasi s Ad A m d inistras a i s Publ b i l k Dwi Harsono

Re R f e ormasi s Ad A m d inistras a i s Publ b i l k Dwi Harsono Reformasi Administrasi Publik Dwi Harsono Pengertian Terminologi - reformasi: perubahan, perbaikan penyempurnaan - administrasi: organisasi dan manajemen pemerintahan negara Usaha sadar dan terencana untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yaitu melalui pembangunan yang dilaksanakan secara merata. Pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Repulik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, hal ini terlihat dengan diberikannya keleluasaan kepada kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pemerintah) berdasarkan Undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan

BAB I PENDAHULUAN. (pemerintah) berdasarkan Undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dengan melalui peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hakikat mendasar dari prinsip kebijakan otonomi daerah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa yang telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)

Lebih terperinci