BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Penyuluhan 1.1. Pengertian Penyuluhan Salah satu bentuk penyampaian pesan dalam komunikasi adalah penyuluhan. Teknik pemberian penyuluhan untuk menyampaikan ide dan gagasan adalah suatu tindakan yang paling sering dilakukan oleh komunikator untuk melakukan perubahan perilaku. Penyuluhan juga sering dilakukan oleh petugas kesehatan untuk merubah perilaku pola hidup sehat. Penyuluhan adalah suatu upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan Edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana dan terarah dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosialekonomi-budaya setempat. (Suhardjo, 2003). Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang biasa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dengan meminta pertolongan (Effendy, 2003).

2 Melakukan penyuluhan kesehatan diharapkan terjadi kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien tersebut dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima prilaku tersebut (mengubah perilaku) (Notoatmodjo, 2003). 1.2 Sasaran Penyuluhan Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan dan masyarakat binaan terutama di lembaga pemasyarakatan. Penyuluhan kesehatan pada keluarga diutamakan pada keluarga resiko tinggi, seperti keluarga yang menderita penyakit menular, keluarga dengan sosial ekonomi rendah, keluarga dengan keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan sanitasi lingkungan yang buruk dan sebagainya. Penyuluhan kesehatan pada sasaran kelompok dapat dilakukan pada kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang mempunyai anak balita, kelompok masyarakat yang rawan terhadap masalah kesehatan seperti kelompok lansia, kelompok yang ada diberbagai institusi pelayanan kesehatan seperti anak sekolah, pekerja dalam perusahaan dan lain-lain. Penyuluhan kesehatan pada sasaran masyarakat dapat dilakukan pada masyarakat binaan puskesmas, masyarakat nelayan, masyarakat pedesaan, masyarakat yang terkena wabah dan lain-lain (Effendy, 2003).

3 1.3 Metode dan Media Penyuluhan Metode Penyuluhan Menurut Notoatmojo (2003), menguraikan ada beberapa metode pendidikan yang bisa digunakan untuk penyuluhan sesuai dengan kebutuhan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Ceramah Cara ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi. Cara ini menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan. 2. Metode Diskusi Kelompok Cara yang dipersiapkan untuk 5-20 peserta (sasaran) yang akan membahas suatu topik yang telah disiapkan dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk. 3. Metode Curah Pendapat Cara yang memungkinkan setiap anggota mengusulkan semua kemungkinan dalam pemecahan masalah yang terpikir oleh masingmasing peserta dan evaluasi atas pendapat-pendapat yang telah dikemukakan.

4 4. Metode Panel Cara yangdirencanakan didepan pengunjung atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin. 5. Metode Bermain Peran Cara yang dilakukan dengan memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok. 6. Metode Demonstrasi Cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya. 7. Metode Simposium Cara yang dilakukan dengan ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.

5 8. Metode Seminar Cara ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah keatas dengan suatu penyajian (persentasi) dari suatu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat dimasyarakat Media /Alat Bantu Penyuluhan Yang dimaksud dengan alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran, berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu didalam peroses pendidikan/ pengajaran (Notoatmodjo 2003). Media sebagai alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan agar lebih mudah untuk diterima atau dipahami oleh masyarakat, untuk itu media yang bisa digunakan sangat bervariasi antara lain (Luice, 2005) : 1. Leaflet Adalah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui lembar yang dilipat. Keuntungan menggunakan media ini antara lain : sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya disaat santai dan sangat ekonomis.

6 Kelemahan dari leafleat adalah : tidak cocok untuk sasaran individu per, tidak tahan lama dan mudah hilang, dan akan menjadi percuma jika sasaran tidak diikutsertakan secara aktif, serta perlu proses penggandaan yang baik. 2. Flift Chart (lembar balik) Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk buku dimana setiap lembar berisi gambar peragaan dan lembar baliknya berisikan kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar. Keunggulan dari penyuluhan dengan menggunakan media ini antara lain mudah dibawa, dapat dilipat maupun digulung, murah dan efesien, dan tidak perlu peralatan yang rumit. Kelemahannya yaitu terlalu kecil untuk sasaran yang berjumlah relatif besar serta mudah sobek dan tercabik. 3. Film dan Video Keunggulan media ini antara lain dapat memberikan realita yang memungkinkan sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat memicu diskusi mengenai sikap dan perilaku, dan dapat merepleksikan kepada diri mereka tentang keadaan yang benar-benar terjadi. Kelemahan media ini antara lain, memerlukan sambungan listrik, peralatannya beresiko untuk rusak, dan perlu adanya kesesuaian antara kaset dengan alat pemutar, membutuhkan ahli profesional agar gambar

7 mempunyai makna dalam sisi artistik maupun materi, serta membutuhkan banyak biaya karena menggunkan alat-alat yang canggih. 4. Slide Keunggulan media ini antara lain dapat memberikan realita walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar dan pembuatannya relatif murah, serta peralatannya cukup ringkas dan mudah digunakan. Kelemahan media ini antara lain memerlukan sambungan listrik, peralatannya beresiko mudah rusak, serta memerlukan sumber daya manusia yang terampil dan memerlukan ruangan sedikit lebih gelap. 5. Transparan OHP Keunggulan media ini antara lain dapat dipakai untuk mencatat point-point penting saat diskusi sedang berjalan, murah dan efesien karena alatnya mudah didapat dan digunakan untuk sasaran yang relatif kecil maupun besar, peralatannya mudah digunakan dan dipelihara. Kelemahan media ini antara lain memerlukan aliran listrik, sukar memperkenalkan gerakan dalam bentuk visual, lensa OHP dapat menghalangi pandangan kelompok sasaran apabila pengaturan tempat duduk komunikan yang tidak baik. 6. Papan Tulis Keunggulan media ini antara lain murah dan efesien, baik untuk menjelaskan sesuatu, mudah dibersihkan dan digunakan kembali.

8 Kelemahan media ini antara lain terlalu kecil untuk sasaran dalam jumlah relatif besar, tidak efektif karena penyuluh harus membelakangi kelompok sasaran saat sedang menulis sesuatu, terkesan kotor apabila tidak dibersihkan dengan baik. 1.4 Pengelolaan Penyuluhan Perencanaan Penyuluhan Perencanaan adalah serangkaian kegiatan dimana keputusan yang dituangkan kedalam bentuk tindakan-tindakan. Perencanaan merupakan langkah awal dari suatu kegiatan. Tahap perencanaan itu ditata secara sistimatis tentang kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan (Luice, 2005). Perencanaan berarti pula bagaimana dan strategi dalam mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan menggunakan segala sumber daya yang ada agar lebih efektif dan efesien dengan memperlihatkan keadaan sosial budaya, psikis dan biologi dari sasaran penyuluhan (Luice, 2005). Menurut Lucie (2005) ada pun langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan, adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan data keadaan b. Analisis data dan evaluasi fakta-fakta atau keadaan c. Identifikasi masalah

9 d. Pemilihan masalah yang ingin dipecahkan e. Perumusan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai f. Perumusan alternatif pemecahan masalah g. Penetapan cara menyampaikan tujuan atau rencana kegiatan h. Pengesahan program penyuluhan i. Pelaksanaan kegiatan j. Perumusan rencana evaluasi k. Rekonsiderasi Pelaksanaan Penyuluhan Penyuluhan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan sasaran penyuluhan dalam rangka meningkatkan minat untuk mengadopsi suatu informasi atau Motivasi sehingga dapat merubah perilaku seseorang menjadi kearah yang lebih baik. Kegiatan ini mengacu kepada perencanaan yang telah ditentukan oleh peneliti (Luice, 2005) Evaluasi Penyuluhan Penilaian (evaluasi) adalah proses menentukan nilai atau keberhasilan dalam mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya yang digunakan untuk menilai sejauh mana keberhasilan dari suatu kegiatan. Pelaksanaan evaluasi harus dipersiapkan pedoman evaluasi yang jelas, dan

10 terukur, dilengkapi dengan indikator keberhasilannya. Sebaiknya, pada saat perencanaan program, sudah ada suatu gambaran tentang rencana evaluasi yang akan dilakukan, sehingga antara keinginan perencanaan program dengan target sasaran yang telah dicapai dapat diukur dengan indikator yang jelas (Luice, 2005). 1.5 Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Prilaku Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkesinambungan dan continue. Dalam proses perubahan prilaku dituntut agar sasaran berubah tidak hanya semata-mata karena adanya penambahan Motivasi saja, namun diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif dan menguntungkan (Luice, 2005). Penyuluhan menduduki peranan yang penting sekali. Ia tidak dilakukan hanya secara verbalistis, melainkan dengan cara praktis. Masingmasing pesan penyuluhan diarahkan kepada pembentukan perilaku yang mudah diamati dan diukur. Penyuluhan sebagai pendekatan edukatif dijalankan secara tatap muka, baikperorang maupun kelompok. Ini akan lebih berhasil lagi, apabila disamping itu ditunjang dengan penyuluhan lewat media masa (Suhardjo, 2003). Dalam hal ini penyuluhan berperan sebagai salah satu metode penambahan dan peningkatan Motivasi seseorang sebagai tahap awal terjadinya perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2003). Proses perubahan prilaku

11 akan menyangkut aspek Motivasi, keterampilan dan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam kehidupannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarga yang ingin dicapai malalui pembangunan kesehatan. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah, hal ini menuntut suatu persiapan yang panjang dan sarana yang memadai bagi penyuluh maupun sasarannya. Penyuluhan sebagai proses perubahan prilaku, selain membutuhkan waktu yang relatif lama juga membutuhkan perencanaan yang matang, terarah dan berkesinambunngan (Lucie, 2005). 2. Motivasi 2.1 Pengertian Motivasi Motivasi adalah semua hal verbal, fisik, atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respons (Nancy, 2001). Menurut Sarwono (2000), motivasi menunjuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Sedangkan menurut Nursalam (2002) mendefenisikan motivasi sebagai karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan sesuatu yang mendorong untuk berbuat dan beraksi yang bersifat dinamis dan

12 merupakan suatu proses yang dapat menampilkan perilaku untuk mencapai tujuan dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhan dirinya, sehingga mendapatkan tujuan yang dikehendaki dan dapat selaras dengan waktu yang ada Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Menurut Stoner & Freeman (1995, dalam Suarli 2009), berdasarkan bentuknya motivasi terdiri dari : a. Faktor Internal Faktor yang berasal dari dalam diri individu, terdiri atas: 1. Hasrat individu sendiri; seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses kognitif berupa persepsi dan keinginan yang kuat dari dalam diri. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak. 2. Kebutuhan; manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total. Kebutuhan akan mendorong dan mengarahkan seseorang untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan memberi respon terhadap tekanan yang dialaminya 3. Harapan; adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi

13 sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku. b. Faktor Eksternal; Faktor yang berasal dari luar diri individu, terdiri atas: 1. Situasi lingkungan pada umumnya; setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya; 2. Sistem penghargaan yang diterima; imbalan yang berupa karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem penghargaan atau pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika tujuan tercapai maka akan timbul imbalan atau penghargaan Teori Motivasi Teori Motivasi Abraham Maslow (Swansburg, 2001) Abraham Maslow mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Maslow menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting

14 setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. c. Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya) d. Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya) e. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki). f. Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan). g. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya) Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg (Swansburg, 2001) Menurut Herzberg, ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor ekstrinsik dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor ekstrinsik memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya, sedangkan faktor intrinsik memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai

15 kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah pengakuan dan kemajuan tingkat kehidupan Teori Motivasi Harapan Vromm Teori ini menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu : h. Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas i. Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu). j. Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan. Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan Teori Motivasi Prestasi Mc Clelland (Swansburg, 2001) Mc Clelland menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu: a. Kebutuhan akan prestasi (Need for achievement) b. Kebutuhan akan afiliasi (Need for affiliation) c. Kebutuhan akan kekuatan (Need for Power)

16 Teori Penguatan (Reinforcement Theory) B.F Skinner mengungkapkan bagaimana konsekuensi perilaku di mada lampau mempengaruhi tindakan di masa depan dalam suatu proses belajar. Teori ini menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman stimulus, respons, dan konsekuensi. Penguatan adalah sesuatu yang meningkatkan kekuatan respons dan cenderung menyebabkan pengulangan perilaku yang didahului oleh penguatan Jenis-Jenis Motivasi Motivasi dilihat dari dasar pembentukan : Motivasi Bawaan Motivasi jenis ini ada sebagai insting manusia sebagai makhluk hidup, motivasi untuk berumah tangga, motivasi untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Motivasi untuk terhindar dari serangan penyakit. Motivasi ini akan terus berkembang sebagai konsekuensi logis manusia Motivasi Yang Dipelajari Motivasi ini akan ada dan berkembang karena adanya keingintahuan seseorang dalam proses pembelajarannya Motivasi Kognitif Motivasi kognitif bermakna bahwa motivasi akan muncul karena adanya desakan proses pikir, sehingga motivasi ini sangat individualistik.

17 Motivasi Ekspresi Diri Motivasi individu dalam melakukan aktivitas/kegiatan bukan hanya untuk memuaskan kebutuhannya saja tetapi ada kaitannya dengan bagaimana individu tersebut berhasil menampilkan diri dengan kegiatan tersebut Fungsi Motivasi Dalam proses pembelajaran dan pembentukan perilaku, motivasi memiliki beberapa fungsi antara lain (Dermawan, 2008) : Motivasi sebagai pendorong individu untuk berbuat Dengan motivasi individu dituntut untuk melepaskan energi dalam kegiatannya Motivasi sebagai penentu arah perbuatan Motivasi akan menuntun seseorang untuk melakukan kegiatan yang benar-benar sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapainya Motivasi sebagai proses seleksi perbuatan Motivasi akan memberikan dasar pemikiran bagi individu untuk memprioritaskan kegiatan mana yang harus dilakukan Motivasi sebagai pendorong pencapaian prestasi Prestasi dijadikan motivasi utama bagi seseorang dalam melakukan kegiatan.

18 2.6. Bentuk-Bentuk Motivasi Memberi Angka Angka adalah deret ukur yang bisa dijadikan motivasi belajar untuk dapat meraihnya. Angka yang tinggi tidak bisa dijadikan patokan keberhasilan sebuah proses pembelajaran, tetapi harus didukung dengan dengan dilaksanakannya nilai-nilai yang sesuai dengan pencapaian angka yang tinggi tersebut Memberi Hadiah Hadiah bisa dijadikan sebagai motivasi bagi individu untuk melakukan suatu kegiatan. Hadiah merupakan salah satu bentuk penguatan untuk seseorang untuk sungguh-sungguh melaksanakan kegiatannya Menjadikan Kompetisi Dengan adanya kompetisi peserta didik akan saling memacu diri untuk meraih tujuan yang ingin dicapai Memberi Evaluasi Evaluasi akan memberikan gambaran sejauh mana peserta didik mampu menerima informasi yang telah disampaikan oleh pengajar dan merupakan satu hal yang akan memotivasi peserta didik untuk dapat belajar.

19 Memberikan Pujian Pujian merupakan bentuk reinforcement bagi peserta didik yang telah berhasil melalui suatu kegiatan pembelajaran yang diberikan harus pada waktu dan kejadian yang tepat sehingga pujian akan berdampak sebagai motivasi belajar bagi peserta didik Memberikan Hukuman Hukuman adalah bentuk reinforcement negatif. Hukuman akan bermakna kalau diberikan dengan prinsip-prinsip yang benar. Hukuman yang tepat akan membuat peserta didik menyadari akan kesalahan yang telah diperbuat dan memperbaiki kesalahan menjadi keberhasilan yang tertunda. 3. Narkoba 3.1 Pengertian Narkoba Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya (Kurniawan, 2008). Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif). Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

20 nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. (Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997, tentang Narkotika). 3.2 Penggolongan Narkoba : Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat berat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997). Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan : a. Narkotika Golongan I Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantunggan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk. b. Narkotika Golongan II Narkotika golongan II adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.

21 c. Narkotika Golongan III Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya (Martono, 2006) Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997). Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan : a. Golongan I Psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin). b. Golongan II Psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin.

22 c. Golongan III Psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam. d. Golongan IV Psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam (Martono, 2006) Zat Adiktif Zat adiktif adalah bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organisme hidup menimbulkan keraj biologi yang apabila disalahgunakan dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) yakni keinginan mengkomsumsi terus menerus. Didalam Undang-Undang no.5 Tahun 1997 tentang psikotropika, jenis obat yang memiliki zat adiktif antara lain : amfetamin, amobarbital, flunitrazeam, diahepam, bromazepam, fenobarbital, minuman beralkohol, tembakau, halusinogen, bahan pelarut (solvent, bensin, thiner, cariaqn lem dan cat ) (Wreswiniro dkk,1999) Penyalahgunaan Narkoba Pengertian Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan Narkoba menimbulkan dampak antara lain, merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk, perubahan perilaku menjadi anti sosial, merosotnya produktivitas kerja, gangguan kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas dan

23 tindak kekerasan lainnya, baik kuantitatif maupun kualitatif (Hawari, 2000:16) Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba diluar keperluan medis, tanpa pengawasan dokter dan merupakan perbuatan melanggar hukum (Pasal 59, Undang-Undang No.5 Tahun 1997, tentang Psikotropika dan pasal 84, 85 dan 86, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, tentang Narkotika. Penyalahgunaan narkoba biasanya diawali oleh penggunaan coba-coba sekedar mengikuti teman atau mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, kelelahan, ketegangan jiwa, atau sebagai hiburan, atau untuk pergaulan. Bila taraf coba coba tersebut disajikan secara terus menerus akan berubah menjadi ketergantungan. Dalam penyalahgunaan narkoba terdapat ganggun prilaku dan perbuatan anti sosial, seperti : berbohong, membolos, minggat, malas, sex bebas, melanggar aturan dan disiplin, merusak, melawan orang tua, mencuri, suka mengancam dan suka berkelahi, sehingga menggangu ketertiban, ketentraman serta keamanan masyarakat. (Mardani, 2008: 99) Golongan Penyalahgunaan Narkoba Secara umum dalam Penyalahgunaan NAZA (Narkoba) dapat dibagi dalam tiga golongan besar (Mardani, 2008: 101), yaitu : 1. Ketergantungan primer, ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepripaadian yang tidak stabil;

24 2. Ketergantungan simtomatis, yaitu penyalahgunaan NAZA (narkoba) sebagai slah satu gejala dari tipe kepribadian yang mendasarinya, pada umumnya terjadi pada orang yang dengan kepribadian psikopatik (antisosial), krimnal dan pemakaian NAZA (narkoba) untuk kesenagan semata 3. Ketergantungan reaktif yaitu (terutama) terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan teman kelompok sebaya (peer group pressure). Menurut Sudarsono, bahwa penyalahgunaan narkoba dilatarbelakangi oleh beberapa sebab (Mardani ; 2008: 101), yaitu : 1. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan tindakan yang berbahaya seprti ngebut da bergaul dengan wanita. 2. Menunjukkan tindakan menentang orang tua, guru, dan norma sosial 3. Mempermudah penyaluran dan perbuatan seks 4. Melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalamn pengalaman emosional 5. Mencari dan menemukan arti hidup 6. Mengisi kekosongan dan kesepian hidup 7. Menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepepet hidup 8. Mengikuti kemauan kawan kawan dalam rangka pembinaan solidaritas 9. Iseng iseng saja dan rasa ingin tahu.

25 Faktor Faktor Penyalahgunaan Narkoba Menurut pendapat Sumarno Ma sum, bahwa factor terjadinya penyalahgunaan NAZA (narkoba) secara garis besar dikelompokkam kepada tiga bagian, (Mardani, 2008: 108) yaitu : 1. Obat kemudahan didapatinya obat secara sah atau tidak, status hukumannya yang masih lemah dan obatnya mudah menimbukan ketergantungan dan adiksi. 2. Kepribadian meliputin pekerbangan fisik dan mental yang labil, kegagalan cita cita, cinta, prestasi, jabatan dan lain lain, menutup diri dengan dari lari dari kenyataan, kekurangan informasi tentang penyalahgunaan obat keras, bertulang dengan sensasi yang penuh resiko dalam mencari identiias kepribadian, kurangnya rasa disiplin, kepercayaan agamanya minim. 3. Lingkungan, meliputi rumah tangga yang rapuh dan kacau, masyarakat yang kacau, tidak adanya tanggung jawab orang masih lemah, berbagai bantuan dan kesulitan zaman Bahaya Narkoba Bahaya dan akibat dari penyalahgunaan narkoba dapat bersifat bahaya pribadi bagi si pemakai dan dapat pula berupa bahaya sosial terhadap masyarakat atau lingkungan. (Makaro,dkk,2003:44) Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada keadaan fisik, psikis maupun keadaan sosial seseorang.

26 1. Secara fisik : a. Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejangkejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi b. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah c. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti : penanahan (abses), alergi, eksim d. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti : penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru e. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur f. Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual g. Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid) h. Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya

27 i. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over Dosis bisa menyebabkan kematian 2. Secara Psikis : a. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah b. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga c. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal d. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan e. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri 3. Secara Sosial : a. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan b. Merepotkan dan menjadi beban keluarga c. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram 4. Narapidana 4.1 Pengertian Narapidana Pengertian narapidana berasal dari dua suku kata yaitu Nara = orang dan Pidana = hukuman dan kejahatan (pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, narkoba, korupsi dan sebagainya). Jadi pengertian narapidana menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai orang hukuman (orang yang menjalani hukuman) karena melakukan tindak pidana (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:612).

28 Menurut UU no. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga permasyarakatan, sedangkan Wilson (2005) mengatakan bahwa narapidana adalah manusia bermasalah yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik. Menurut Harsono (1995), narapidana adalah manusia yang tengah berada di persimpangan jalan karena narapidana harus memilih akan meninggalkan atau tetap pada perilakunya yang dahulu dan tengah mengalami krisis disosialisasi dengan masyarakat. Harsono juga mengatakan bahwa narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani hukuman atau sanksi, yang kemudian akan ditempatkan di dalam sebuah bangunan yang disebut rutan, penjara atau lembaga pemasyarakatan. Bangunan penjara dirancang secara khusus sebagai tempat untuk membuat jera para pelanggar pidana, baik secara fisik maupun psikologis. 5. Lembaga Pemasyarakatan 5.1 Pengertiam Lembaga Pemasyarakatan Pengertian lembaga, lebih menunjuk pada suatu bentuk dan sekaligus juga mengandung pengertian-pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri daripada lembaga tersebut. Norma-norma dalam masyarakat: yang mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai suatu tata tertib. Norma-norma tersebut

29 apabila diwujudkan dalam hubungan antar manusia dinamakan socialorganization. Di dalam perkembangan selanjutnya, norma-norma tersebut berkelompok-kelompok pada berbagai keperluan pokok daripada kehidupan manusia seperti misalnya; kebutuhan hidup, kekerabatan, kebutuhan pencaharian hidup, kebutuhan akan pendidikan, dsb. Misalnya kebutuhan hidup kekerabatan menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti keluarga batih, pelamaran, perkawinan, perceraian, dll. Kebutuhan pencaharian hidup menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pertanian, peternakan, koperasi, industry (Soekanto, 1995:217). 5.2 Ciri-Ciri Lembaga Pemasyarakatan Gillin di dalam tulisannya yang berjudul General feature of Social Institution yang dipetik dari Soerjono Soekanto 1995 telah menguraikan beberapa ciri umum daripada lembaga kemasyarakatan : 1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi daripada polapola pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional. 2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga

30 kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya, setelah mengalami suatu masa percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama sekali, oleh karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara (Ibid, hal. 230). 5.3 Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Fungsi-fungsi lembaga kemasyarakatan antara lain: 1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokoknya. 2. Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian tingkah laku anggota-anggotannya (Ibid. hal. 219).

BAHAYA NARKOBA DAN MOTIVASI NARAPIDANA BERHENTI MENGGUNAKAN NARKOBA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

BAHAYA NARKOBA DAN MOTIVASI NARAPIDANA BERHENTI MENGGUNAKAN NARKOBA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN BAHAYA NARKOBA DAN MOTIVASI NARAPIDANA BERHENTI MENGGUNAKAN NARKOBA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Nanda Prianto Saragih*, Wardiyah Daulay** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Jiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Narkoba 1.1.1 Pengertian Narkoba Narkoba adalah senyawa kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati dan perilaku seseorang jika masuk

Lebih terperinci

BAB III DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB III DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 40 BAB III DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 A. Faktor-faktor Terjadinya Penyebab Penyalahgunaan Narkoba Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkoba Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Adapun istilah lainnya yaitu Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. memimpin anak menuju ke pertumbuhan dan perkembangan secara optimal

BAB 2 LANDASAN TEORI. memimpin anak menuju ke pertumbuhan dan perkembangan secara optimal BAB 2 LANDASAN TEORI 1. Pendidikan 1.1 Defenisi Pendidikan Pendidikan diartikan sebagai kegiatan seseorang dalam membimbing dan memimpin anak menuju ke pertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan alkohol pada tahun 2002, dan penyebab utama terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan alkohol pada tahun 2002, dan penyebab utama terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data dari WHO tercatat 91 juta orang yang terjejas karena penggunaan alkohol pada tahun 2002, dan penyebab utama terjadinya kecelakaan dan tindak kriminal di dunia.

Lebih terperinci

STUDI KASUS REMAJA GANGGUAN PENYALAHGUNAAN ZAT AMPHETAMINE ABUSE DI JAKARTA

STUDI KASUS REMAJA GANGGUAN PENYALAHGUNAAN ZAT AMPHETAMINE ABUSE DI JAKARTA C.02 STUDI KASUS REMAJA GANGGUAN PENYALAHGUNAAN ZAT AMPHETAMINE ABUSE DI JAKARTA Rilla Sovitriana Fakultas Psikologi, UPI YAI rilla.sovitriana@gmail.com Abstraksi. Subjek (A) adalah seorang remaja putri

Lebih terperinci

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA Gambar 7.1, terdiri dari rokok, minuman keras dan obat-obatan yang semuanya tergolong pada zat adiktif dan psikotropika Gambar 7.1: Zat adiktif dan psikotropika 1.

Lebih terperinci

ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H

ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H A. PENDAHULUAN Narkoba sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia, narkoba sudah menjadi momok bagi orang tua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menjadi permasalahan dunia yang tidak mengenal batas Negara, juga menjadi bahaya global yang mengancam

Lebih terperinci

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Pendahuluan Penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat dan permasalahan

Lebih terperinci

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH Latar Belakang Kehamilan merupakan st proses luar biasa, dimana ibu bertanggung jawab untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolesense adalah periode perkembangan selama individu

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolesense adalah periode perkembangan selama individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja atau adolesense adalah periode perkembangan selama individu mengalami perubahan diri masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 21 tahun (Potter,

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN PERILAKU ASERTIF UNTUK PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA. Kata kunci: narkoba; asertif; bimbingan kelompok

MENGEMBANGKAN PERILAKU ASERTIF UNTUK PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA. Kata kunci: narkoba; asertif; bimbingan kelompok MENGEMBANGKAN PERILAKU ASERTIF UNTUK PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA Rahmi Sofah, Harlina, Rani Mega Putri, Vira Afriyanti Universitas Sriwijaya E-mail: rani@konselor.org ABSTRAK Narkoba adalah satu

Lebih terperinci

Konsep Konsep Motivasi BAHAN AJAR 7

Konsep Konsep Motivasi BAHAN AJAR 7 Konsep Konsep Motivasi BAHAN AJAR 7 Konsep Motivasi Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana

Lebih terperinci

MENGENAL BAHAYA NARKOBA BAGI REMAJA. Oleh : Rosita Endang Kusmaryani

MENGENAL BAHAYA NARKOBA BAGI REMAJA. Oleh : Rosita Endang Kusmaryani MENGENAL BAHAYA NARKOBA BAGI REMAJA Oleh : Rosita Endang Kusmaryani Permasalahan Narkoba Saat ini masalah narkoba atau napza sudah menjadi masalah yang menggejala di lingkungan kita, terutama remaja. Namun

Lebih terperinci

III. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN. Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor :

III. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN. Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor : III. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN Penyalahguanaan adalah : penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Definisi Pola Asuh Orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat semakin maraknya penggunaan narkoba, kekhawatiran

Lebih terperinci

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang  2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika adalah zat adiktif yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan ketergantungan bagi penggunanya. Narkotika meningkatkan daya imajinasi manusia dengan merangsang

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA WANITA DEWASA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S -1 Keperawatan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN ( RPL ) BIMBINGAN KLASIKAL

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN ( RPL ) BIMBINGAN KLASIKAL SMK MUHAMMADIYAH 1 SENTOLO RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN ( RPL ) BIMBINGAN KLASIKAL Tugas Perkembangan 3 : Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat Sekolah : SMK Muhammadiyah 1 Sentolo Kelas/Semester

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir ini, masalah penyalahgunaan narkoba meningkat luas, tidak hanya di kota besar namun juga di kota-kota kecil dan pedesaan di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Kunjungan Posyandu 1. Pengertian Posyandu Posyandu merupakan suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang

Lebih terperinci

Penanggulangan Anak Sebagai Kurir Narkotika Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Penanggulangan Anak Sebagai Kurir Narkotika Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Penanggulangan Anak Sebagai Kurir Narkotika Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Pendahuluan Narkoba merupakan bahan berbahaya bukan hanya karena terbuat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini peredaran dan penggunaan narkoba di kalangan masyarakat Indonesia nampaknya sudah sangat mengkhawatirkan dan meningkat tiap tahunnya. Kepala Badan Narkotika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak pada kehidupan sosial ekonomi individu, masyarakat, bahkan negara. Gagal dalam studi,gagal dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Harm Reduction (pengurangan dampak buruk narkoba) di Indonesia telah lahir sejak 1999 pertamakali di Bali dan telah digunakan dalam berbagai cara untuk mengatasi persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk mencapai tujuannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk mencapai tujuannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk mencapai tujuannya diperlukan adanya pembangunan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

II. TINJAUAN PUSTAKA.1 16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (Setiawati, 2008). Motivasi menurut Mc.Donald (Nursalam, 2008) adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (Setiawati, 2008). Motivasi menurut Mc.Donald (Nursalam, 2008) adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Motivasi 2.1.1 Definisi motivasi Motivasi berasal dari kata motif yang memiliki makna daya penggerak yang akan menjadi aktif jika disertai dengan kebutuhan yang akan terpenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya BNN (2006). Narkoba pada awalnya digunakan untuk keperluan medis, pemakaiannya akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

NARKOBA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNA. Oleh : Andang Muryanta

NARKOBA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNA. Oleh : Andang Muryanta NARKOBA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNA Oleh : Andang Muryanta Penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak 1,9 persen atau sekitar 3,1 hingga 3,6 juta sudah menjadi pengguna narkoba (Kompas, 19 Januari 2010).

Lebih terperinci

NARKOBA. Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif

NARKOBA. Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif NARKOBA Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif Narkotika Obat atau zat dari bahan alami, sintetis atau semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa transisi merupakan faktor risiko utama timbulnya masalah kesehatan pada usia remaja. Masa transisi pada remaja meliputi transisi emosional, transisi sosialisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

MAKALAH. ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR (ISBD) Bahaya Narkoba Bagi Remaja. Teknik Komputer Golongan B Muh. An im Fatahna D

MAKALAH. ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR (ISBD) Bahaya Narkoba Bagi Remaja. Teknik Komputer Golongan B Muh. An im Fatahna D MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR (ISBD) Bahaya Narkoba Bagi Remaja Teknik Komputer Golongan B Muh. An im Fatahna D3407267 POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2008-2009 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan kenakalan remaja di negara kita beberapa tahun belakangan ini telah memasuki titik kritis. Selain frekuensi dan intensitasnya terus meningkat, kenakalan

Lebih terperinci

PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA Oleh : Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Surakarta Hp : 0857-2546-0090, e-mail : dosenbeny@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Motif Ekstrinsik. Motif yang timbul dari rangsangan luar. Contoh : pemberian hadiah jika seseorang dapat menyelesaikan tugas dengan baik.

Motif Ekstrinsik. Motif yang timbul dari rangsangan luar. Contoh : pemberian hadiah jika seseorang dapat menyelesaikan tugas dengan baik. M o t i f Motive motion Gerakan; sesuatu yang bergerak; menunjuk pada gerakan manusia sebagai tingkah laku. Rangsangan pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku. Keadaan dalam diri subyek yang mendorong

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia 14 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi ini semakin banyak masalah yang dihadapi oleh negara, baik negara maju maupun negara berkembang, tak terkecuali dengan negara kita. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman terbukti megubah sebagian besar gaya hidup manusia. Mulai dari cara memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan hiburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang mengalami masa transisi (peralihan) dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah 12-24 tahun.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

1. PENDAHULUAN. lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan 1 1. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Banyak tindak pidana yang dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu tindak pidana yang dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke tahun terus bertambah, BNN (Badan Narkotika Nasional) Indonesia telah mendata untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia akibat dari pergaulan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA KLIEN REHABILITASI NARKOBA DI POLI NAPZA RSJ SAMBANG LIHUM

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA KLIEN REHABILITASI NARKOBA DI POLI NAPZA RSJ SAMBANG LIHUM FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA KLIEN REHABILITASI NARKOBA DI POLI NAPZA RSJ SAMBANG LIHUM Syaifullah Kholik 1, Evi Risa Mariana 2, Zainab 3 ABSTRAK Narkoba adalah suatu zat

Lebih terperinci

NAPZA. Priya - PKBI. Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA.

NAPZA. Priya - PKBI. Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA. NAPZA Priya PKBI Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA. Berdasarkan proses pembuatannya di bagi ke dalam 3 Golongan : 1. Alami yaitu jenis ata zat yang diambil langsung

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pendahuluan

KATA PENGANTAR. Pendahuluan KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Bahaya Narkoba Bagi Remaja dan dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat

Lebih terperinci

PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

DAMPAK NARKOTIKA PADA PSIKOLOGI DAN KESEHATAN MASYARAKAT

DAMPAK NARKOTIKA PADA PSIKOLOGI DAN KESEHATAN MASYARAKAT DAMPAK NARKOTIKA PADA PSIKOLOGI DAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh: SUMARLIN ADAM Sumarlin.adam17@gmail.com Dosen Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Sultan Amai Gorontalo ABSTRAK Narkotika adalah barang yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

Riset Per iila il k O u rgan isas

Riset Per iila il k O u rgan isas Riset Perilaku Organisasi i Perilaku organisasi merupakan telaah dan penerapan pengetahuan tentang bagaimana orang-orang bertindak dalam organisasi 3 unsur perilaku organisasi: Orang Struktur Teknologi

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN BAHAYA NARKOBA OLEH Dedy Sambahtera, S.Kep., M.Kes AKADEMI KEBIDANAN KHARISMA HUSADA BINJAI 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global. Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir semua bangsa di dunia ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA (Narkotika dan bahan/obat berbahaya)

Lebih terperinci

GEJALA KONASI--MOTIVASI. PERTEMUAN KE 10

GEJALA KONASI--MOTIVASI. PERTEMUAN KE 10 GEJALA KONASI--MOTIVASI PERTEMUAN KE 10 aprilia_tinalidyasari@uny.ac.id MOTIVASI Motivasi adalah sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang bertindak, dimana rumusan motivasi menjadi sebuah kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang apabila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang untuk melepaskan ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbahaya dalam ilmu kedokteran adalah obat-obatan yang tidak boleh dijual bebas,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbahaya dalam ilmu kedokteran adalah obat-obatan yang tidak boleh dijual bebas, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkoba Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Lama kelamaan disadari bahwa kepanjangan narkoba tersebut keliru sebab istilah obat berbahaya dalam

Lebih terperinci

DAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA

DAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA DAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA S K R I P S I Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : NUARI YAMANI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anastesi yang dapat mengakibatkan tidak sadar karena pengaruh system saraf

BAB I PENDAHULUAN. anastesi yang dapat mengakibatkan tidak sadar karena pengaruh system saraf BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Narkotika disebut juga sebagai obat-obatan yang dipakai untuk anastesi yang dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

MOTIVASI. Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Internal Kegiatan yang dapat diamati Kepuasan Eksternal. Motivasi. Hambatan pencapai Tujuan Mengurangi Tekanan

MOTIVASI. Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Internal Kegiatan yang dapat diamati Kepuasan Eksternal. Motivasi. Hambatan pencapai Tujuan Mengurangi Tekanan Harrison Papande Siregar Tugas Resumé Mata Kuliah Perilaku Organisasi MOTIVASI Di dalam manajemen, kepemimpinan, atau perilaku organisasi, barangkali tidak ada isu paling terkenal selain motivasi. Hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.11/MEN/VI/2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang. Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah perubahan energi diri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang. Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah perubahan energi diri BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi 2.1.1. Definisi Motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang berarti menggerakkan (Winardi, 2007). Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak menuju masa dewasa. Pada masa transisi tersebut remaja berusaha untuk mengekspresikan dirinya

Lebih terperinci

PERATURAN DEKAN FAKULKTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG NOMOR : 4426/UN26/I/KP/2016 TENTANG TATA PERGAULAN MAHASISWA DI FEB UNILA

PERATURAN DEKAN FAKULKTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG NOMOR : 4426/UN26/I/KP/2016 TENTANG TATA PERGAULAN MAHASISWA DI FEB UNILA PERATURAN DEKAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG NOMOR : 4426/UN26/I/KP/2016 TENTANG TATA PERGAULAN MAHASISWA DI FEB UNILA DEKAN FAKULKTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG Menimbang

Lebih terperinci

Oleh : MASYKUR KHAIR. Definisi

Oleh : MASYKUR KHAIR. Definisi Oleh : MASYKUR KHAIR Definisi Konsep aspek ketergantungan : perilaku dan fisik. Perilaku : menekankan pada aktivitas mencari zat dan bukti terkait tentang pola penggunaan patologis. Fisik : Efek fisiologis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai BAB II KAJIAN TEORI 1.1. Motivasi Belajar 1.1.1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2001). Motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa di masyarakat sedemikian luas dan kompleks, saling berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada UU no. 23 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PANCASILA BAHAYA NARKOBA

LAPORAN TUGAS AKHIR PANCASILA BAHAYA NARKOBA LAPORAN TUGAS AKHIR PANCASILA BAHAYA NARKOBA Disusun oleh : Kelompok A Nama : Ahmad Inung Sujatmiko (11.02.8022) Hari/ Tgl : Jum at-sabtu, Oktober 2011 Dosen : Drs.Khalis Purwanto,MM JURUSAN D3 MENEJEMEN

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu

II. KAJIAN PUSTAKA. merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu 6 II. KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan dan Penyuluhan Kesehatan 1. Pendidikan Kesehatan merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu bidang pengajaran pendidikan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Narkoba Narkoba atau Narkotika dan Obat (bahan berbahaya) merupakan istilah yang sering kali digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat. Narkoba dikatakan sebagai

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pernikahan Usia Dini/ Usia Muda a. Pengertian Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman berakohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif yang akan menyebabkan penurunan kesadaran bagi seseorang yang mengkonsumsinya

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan undang-undang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan undang-undang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat adalah kebutuhan dasar bagi manusia. Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan. kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan. kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penyuluhan Kesehatan a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan yang melekat pada setiap upaya peningkatan kesehatan.penyuluhan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 56 TAHUN 2003 SERI E.5

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 56 TAHUN 2003 SERI E.5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 56 TAHUN 2003 SERI E.5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PELANGGARAN KESUSILAAN, MINUMAN KERAS, PERJUDIAN, DAN PENYALAHGUNAAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah. 344 BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Setelah penulis menguraikan pembahasan ini bab demi bab, berikut ini penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah. 1. Dalam Hukum Islam narkoba (al-mukhaddirat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga BAB I PENDAHULUAN Permasalahan penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, dari sudut medik psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psiko sosial (ekonomi politik, sosial budaya, kriminalitas

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Meraih Gelar S1 Psikologi Oleh : Diah Peni Sumarni F 100990135

Lebih terperinci