BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang -undang Dasar Negara Republik
|
|
- Hendra Yuwono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berdasar atas hukum, demikian disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang -undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Republik Indonesia, 2002:1). Negara Hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Ada dua unsur dalam negara hukum, yaitu pertama, hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan melainkan berdasarkan suatu norma objektif, yang juga mengikat pihak yang memerintah, dan kedua, norma objektif itu harus memenuhi syarat bahwa tidak hanya secara formal, melainkan dapat dipertahankan berhadapan dengan ide hukum. Gagasan, cita, atau ide negara hukum, selain terkait dengan konsep rechtsstaat dan the rule of law, juga berkaitan dengan konsep nomocracy yang berasal dari perkataan nomos dan cratos. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan demos dan cratos atau kratien dalam demokrasi. Nomos berarti norma, sedangkan cratos adalah kekuasaan, yang dimaksudkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip rule of law yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon the rule of law, and 1
2 2 not of man, yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang (Asshiddiqie, 2011:1). Konsep Negara Hukum pada zaman modern di Eropa Kontinental dikembangkan oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lainlain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu rechtsstaat. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah rechtsstaat itu mencakup empat elemen penting, yaitu perlindungan hak asasi manusia, pemisahan atau pembagian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan undang-undang, peradilan administrasi yang bebas dalam perselisihan (Sayuti, 2011:92-93). Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan The Rule of Law.A.V Dicey (1885) dalam Sayuti (2011:91) mengatakan bahwa ada tiga ciri negara hukum, yaitu pertama adanya supremasi hukum ( supremacy of law) dalam artian tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum; kedua adanya kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law) baik bagi rakyat biasa maupun pejabat; dan ketiga adanya penegasan serta perlindungan hak-hak manusia melalui konstitusi dan keputusan-keputusan pengadilan ( constitution based on individual rights and enforced by the courts). Usaha melindungi masyarakat dalam kehidupan yang damai, aman dan tertib atas segala gangguan dari pelaku pelanggar norma, maka salah satu sarana untuk menanggulanginya dengan hukum pidana. Menurut E. Utrecht (1968) dalam Faal (1991:4) bahwa hukum pidana merupakan hukum yang bersifat
3 3 represif, hukum yang mempunyai sanksi istimewa, hukum ini tak kenal kompromi, walaupun seumpama si korban tindak pidana sudah memaafkan, mendamaikan dengan si pelaku dan atau sudah menerima nasib agar pelakunya dimaafkan atau tidak dituntut, namun hukum pidana itu bersikap tegas, hukum harus ditegakkan dan pelaku harus ditindak. Kekuatan hukum pidana tersebut diimbangi dengan berbagai kelemahan terkait sanksinya, yaitu bahwa sanksi pidana keras/kejam, operasionalisasi dan aplikasinya memerlukan sarana pendukung yang lebih bervariasi dan membutuhkan biaya yang tinggi, mengandung sifat kontradiktif/paradoksal yang berefek samping negatif, bersifat pengobatan simptomatik (kurieren am sympton), hukum pidana hanya sebagian kecil dari sarana kontrol yang tidak mampu mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusian yang sangat kompleks, sistem pemidanaan bersifat fragamentair dan individual/personal, serta keefektifan pidana masih tergantung pada banyak faktor, karenanya penggunaannya harus sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) (Arief, 1998: ). Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan salah satu alat kekuasaan negara dalam bidang penegakkan hukum. Polisilah yang mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam hal penegakkan hukum (Faal, 1991:69), di samping harus menegakkan hukum di bidang yudisial, polisi harus melaksanakan tugas lainnya yaitu sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Untuk menjalankan kekuasaan yang besar tersebut, Polri diberikan kewenangan, salah satunya terdapat dalam Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Angka 4, Pasal 7 Ayat (1) Huruf j, dan Pasal 16 Ayat (1)
4 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Ketentuan tersebut memberikan kewenangan kepada polisi dalam hal penanganan tindak kejahatan atau pidana atau pelaksanaan tugas Polri secara khusus (repr esif). Begitu pula dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 yang berbunyi,...untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri..., yang lebih cenderung memberikan kewenangan kepada Anggota Polri dalam pelaksanaan tugas umum (preventif) atau dalam tugas ketertiban umum. Kewenangan tersebut baik dalam pelaksanaan tugas represif maupun preventif, biasa disebut dengan diskresi. Tindakan diskresi oleh polisi yang dapat secara umum ditemui yaitu ketika Polisi Lalu Lintas menjalankan kendaraan manakala lampu lalu lintas menyala merah. Kondisi tersebut dilakukan pada saat terdapat iring-iringan kendaraan VIP, ambulan atau kondisi lalu lintas yang padat, sehingga anggota Polisi Lalu Lintas mengambil tindakan untuk mengatur lalu lintas sendiri tanpa bantuan lampu pengatur lalu lintas. Contoh lain dari tindakan diskresi oleh polisi seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Wildana (2012:85), b ahwa dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di wilayah Polsek Bantul, polisi menggunakan pasal di KUHP dalam menentukan perbuatan yang dilakukan oleh tersangka apabila kasus KDRT tersebut dipandang oleh polisi tergolong ringan, namun apabila KDRT tersebut tergolong berat, maka polisi menggunakan pasal
5 5 pada Undang-undang KDRT untuk menentukan perbuatan yang dilakukan tersangka. Kedua contoh di atas merupakan gambaran bagaimana subyektivitas individu anggota polisi dalam penanganan suatu perkara. Polisi lalu lintas bertindak dalam hal ketertiban umum atau public order maintenance, yaitu untuk mencegah macetnya arus lalu lintas yang apabila tidak diatasi akan berakibat terganggunya ketertiban umum, sedangkan contoh yang kedua polisi bertindak dalam hal penegakkan hukum atau law enforcement. Berdasarkan contoh yang kedua, dapat memunculkan berbagai macam penafsiran tentang tindakan diskresi yang dilakukan oleh polisi dalam penentuan pasal yang digunakan tersebut misalnya: Pertama, polisi bertindak karena berdasarkan penilaiannya perbuatan tersangka tidak akan diulangi kembali. Kedua, kondisi rumah tangga tersebut, misalnya masih punya anak kecil yang lebih memerlukan perhatian dan tanggung jawab kedua orang tuanya. Ketiga, polisi bertindak karena mendapat intervensi, baik dari atasan, masyarakat atau yang lainnya. Keempat, dengan tindakan tersebut, polisi mengharapkan sesuatu berupa materi dari tersangka. Alasan ketiga dan keempat itulah yang dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang. Kewenangan diskresi akan menjadi masalah apabila dengan adanya diskresi justru malah merangsang atau memudahkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), karena kekuasaan diskresi yang begitu luas dan kurang atau tidak jelas batas-batasnya. Hal tersebut sebagaimana dikatakan Lord Acton ( ), bahwa...power tends to corrupt, and absolute power corrupts
6 6 absolutely.... Dengan luasnya kekuasaan yang dimiliki polisi, khususnya kewenangan diskresi, orang/kelompok/negara atau polisi sendiri dapat menyalahgunakan kekuasaan itu untuk keuntungan diri sendiri, kelompok atau yang lainnya, dan hal tersebut bertentangan dengan asas rule of law dan atau hak asasi manusia. Dr. Chairul Huda, S.H., M.H., (2014) dalam Putusan Nomor 21/PUU- XII/2014 Mahkamah Konstitusi (2014:34) berpendapat, misalnya dalam hal penahanan, bahwa:...salah satu persoalan mendasar dalam praktek tahan menahan adalah berkenaan dengan alasan subyektif penahan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP, yaitu adanya kekhawatiran penyidik bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidanan. Penggunaan istilah subyektif dalam alasan subyektif menyebabkan praktek hukum umumnya menentukan adanya alasan ini tanpa ukuran-ukuran yang obyektif. Hal itu sepenuhnya bergantung pada penilaian subyektif penyidik, sehingga seolaholah merupakan menifestasi discretionary power. Dengan demikian, praktik penentuan adanya alasan subyektif penahanan telah mengubah prinsip penahanan menjadi arrested is principle, and non arrested is exception, padahal yang benar adalah non arrested is principle, arrested is exception.... Alasan subyektif penyidik tersebutlah atau dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang - undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebut dengan...bertindak menurut penilaiannya sendiri..., yang apabila tidak ditentukan batasnya yaitu dengan perangkat ketentuan tertulis atau pemahaman yang cukup dan benar oleh penyidik, maka akan dijadikan pintu masuk bagi oknum penyidik atau polisi untuk bertindak sewenang-wenang. Manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari masalah sosial, yaitu masalah yang menjadi kepentingan bersama. Penyelesaiannya, haruslah
7 7 diperhatikan bahwa setiap manusia berbeda pandangan, usul dan pendapat dalam menghasilkan keputusan yang bermanfaat dan disetujui bersama. Secara umum pendapat bisa diartikan sebagai gagasan atau buah pikiran. Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia dan setiap individu berhak untuk mendapatkannya. Negara Indonesia sebagai negara hukum, melindungi setiap warga negaranya untuk mendapatkan kebebasan berpendapat. Wujud perlindungan tersebut terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 sebelum perubahan dan dipertegas kembali dalam perubahan keempat Undang-undang Dasar Republik Indonesia Pasal 28 E Ayat (3), Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Terdapat pula dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 23 Ayat (2) (Sitompul, 2000:326) yaitu: Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau pikiran melalui media cetak maupun elektronika dengan memperhartikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa. Serta dalam Pasal 25 (Sitompul, 2000:326), yang berbunyi: Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai ketentuan perundangundangan. Secara khusus di Indonesia, kebebasan berpendapat di muka umum diatur dalam undang-undang tersendiri yaitu Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang berisi aturan tentang bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka umum, ketentuan, hak dan kewajiban serta sanksi dalam penyampaian pendapat di muka umum.
8 8 Bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa ungkapan atau pernyataan di muka umum atau dapat berupa aksi unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas. Setelah tumbangnya rezim orde baru, aksi unjuk rasa/demonstrasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia dipandang sebagai suatu hal yang wajar sebagai cerminan masyarakat modern yang demokratis, hampir setiap terjadi perbedaan pendapat/perselisihan selalu diikuti dengan aksi unjuk rasa, terutama dari pihak yang merasa dalam posisi yang lemah atau kalah. Menilik Pasal 13 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, secara eksplisit menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia-lah yang bertugas atau bertanggung jawab terhadap kegiatan penyampaian pendapat di muka umum, dalam rangka terjaminnya keamanan dan ketertiban umum. Untuk hal tesebut, Polri menerbitkan ketentuan teknis agar bisa dijalankan oleh seluruh Anggota Polri yaitu Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, dan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Kebebasan berpendapat, tak luput pula menghinggapi kehidupan masyarakat Yogyakarta. Kota Yogyakarta sebagai ikon dari Provinsi DIY, yaitu dengan terdapatnya Tugu Yogyakarta, Kantor DPRD Provinsi DIY, Kantor Gubernur DIY sebagai pusat Pemerintahan Provinsi DIY, Jalan Malioboro, dan Gedung Agung sebagai Istana Negara, merupakan sasaran utama dari kegiatan
9 9 tersebut. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam menyampaikan pendapat di muka umum di Kota Yogyakarta memiliki kemungkinan yang sama besar sebagaiman halnya tersebut terjadi juga di tempat lain di Indonesia. Untuk menyikapi hal tersebut, Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dimungkinkan pula untuk menerapkan tindakan diskresi kepolisian dalam penanganan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana Diskresi Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dalam penanganan aksi unjuk rasa? 2. Bagaimana implikasi diskresi oleh Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dalam penanganan aksi unjuk rasa terhadap Ketahanan Wilayah? 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian terkait Diskresi Kepolisian telah banyak dilakukan, namun penelitian tersebut hampir seluruhnya berkaitan dengan tugas kepolisian bersifat represif dalam kaitannya dengan law enforcement atau penegakan hukum, khususnya hukum pidana (lihat Tabel 1.1), bukan tindakan kepolisian tugas preventif dalam hal public order maintenance atau pemelihara ketertiban umum dan kaitannya dengan Ketahanan Wilayah. Penelitian berjudul Diskresi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Penanganan Aksi Unjuk Rasa dan Implikasinya terhadap Ketahanan Wilayah (Studi di Polresta Yogyakarta) sejauh
10 10 pengetahuan peneliti, terkait obyek dan permasalahan yang ada, belum pernah dilakukan dan baru pertama kali dilakukan yaitu oleh peneliti sendiri. Peneliti memilih judul tersebut karena tertarik akan kebijakan/diskresi yang dilakukan oleh Anggota Polri Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dalam penanganan aksi unjuk rasa antara lain dengan tetap mengijinkan peserta aksi unjuk rasa melakukan aksinya meskipun banyak ketentuan dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dilanggar, dan bagaimana implikasi tindakan polisi tersebut terhadap Ketahanan Wilayah. Tabel 1.1 Penelitian terdahulu No Nama Judul Metode Hasil 1. M. Faal Penyaringan Kualitatif, Diskresi Kepolisian dimaksudkan sebagai (1991) Perkara Pidana studi tindakan atau keputuan yang diambil oleh oleh Polisi kepustakaan Pejabat/Petugas Kepolisian berdasarkan (Diskresi syarat-syarat atau pertimbangan yang Kepolisian) dianggap paling tepat dan diayakini kebernarannya serta dapat 2. Faizol Azhari (2003) 3. Abintoro Prakoso (2010) Diskresi Polisi Negara Republik Indonesia dalam rangka Penegakkan Hukum Pidana Vage Normen sebagai Sumber Hukum Diskresi yang Belum Diterapkan oleh Polisi Penyidik Anak Kuantitatif dengan pendekatan yuridis empiris, wawancara, observasi, studi kepustakaan. Analisis diskriptif, studi kasus, studi kepustakaan, wawancara. dipertanggungjawabkan secara hukum. Penerapan Diskresi Kepolisian tidak hanya berdasarkan hukum positif tetapi dari aspek moral dan budaya. Kewenangan diskresi pada polisi yang bersumber pada vage normen secara umum belum atau tidak diterapkan. Karena belum jelas peraturan perundangundangannya, misalnya; jenis-jenis tindak pidana apa yang memungkinkan untuk didiskresi sebab tidak semua jenis tindak pidana dapat didiskresi: perumusan persyaratan apa saja atas diri anak agar penuntutan pidana dapat dicegah. Polisi dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta risiko dari tindakannya dan betul-betul demi kepentingan umum.
11 11 Tabel 1.1 Lanjutan No Nama Judul Metode Hasil 4. Putu Diskresi Kualitatif, Diskresi Kepolisian Dalam penyelidikan Yudha Kepolisian Wawancara penyalahgunaan Narkoba dapat Prawira, dalam terhadap dilaksanakan karena hal tersebut telah Prija Penyelidikan anggota diatur dalam UU Polri dan lebih khusus Djatmika, Tindak Pidana Kepolisian, lagi Pasal 75 UU Narkoba, pasal ini Bambang Penyalahgunaa studi kasus. memuat materi bahwa Penyelidik Sugiri n Narkoba di berwenang melakukan Penyelidikan (2012) Polda Kalteng dengan pola-pola khusus. 5. Febriyan, Syukri, Aswanto (2012) 6 Ridwan (2014) Kewenangan Diskresi dan Pertanggungja waban Hukum dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kepolisian Diskresi dan Tanggung Jawab Pemerintah Kualitatif, wawancara dengan anggota Kepolisian, Analisis data. Kualitatif, studi kasus, studi kepustakaan Diskresi dilakukan Berlandaskan kode etik profesi kepolisian dan tidak melanggar hak asasi manusia sehingga Penerapan diskresi tetap berada pada batas-batas norma hukum yang berlaku. Polisi dan Masyarakat diharapkan lebih memahami tentang tindakan diskresi yang bertujuan mewujudkan Agar keadaan yang aman dan tentram. Kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah pada tahun 2005 ternyata belum berdasar hukum yang tepat dan tidak melibatkan masyarakat, sehingga memicu protes dari berbagai pihak. Hanya saja, subsidi justru dinilai tidak tepat sasaran dan kurang transparan sehingga sarat korupsi di daerah dan pusat 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui penerapan diskresi yang berupa bentuk tindakan, alasan atau pertimbangan, pola, syarat, dan kendala oleh Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dalam penanganan aksi unjuk rasa di Kota Yogyakarta; 2. Mengetahui implikasi dari penerapan diskresi oleh Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dalam penanganan aksi unjuk rasa terhadap Ketahanan Wilayah.
12 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk: 1. Manfaat Praktis Secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbang saran terkait penerapan diskresi oleh Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dalam penanganan aksi unjuk rasa untuk memelihara ketertiban umum di wilayah Kota Yogyakarta dan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam penanganan aksi unjuk rasa di Indonesia pada umumnya. 2. Manfaat Akademis Memberikan sumbangan pemikiran dalam kajian Ketahanan Nasional dan menambah pengetahuan tentang penerapan diskresi oleh Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam hal pemeliharaan ketertiban umum (public order maintenance).
NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA
NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA Angga Setiawan P.U Ari Widido Bayu Gilang Purnomo Arsyadani Hasan Binabar Sungging L Dini Putri P K2510009 K2510011 K2510019 K2111007 K2511011 K2511017 N E G A R
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan
12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar 1945 amandemen keempat, khususnya Pasal 28 B ayat (2) berisi ketentuan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melanggar aturan hukum dan peraturan perundang-undangan serta membuat. sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di dalam sistem peradilan pidana bertujuan untuk menanggulagi setiap kejahatan. Hal ini dimaksudkan agar setiap tindakantindakan yang melanggar aturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi dan perubahan sosial, tidak hanya perubahan-perubahan yang berlangsung dengan intensif ditingkat
Lebih terperinciPERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN
PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN NAMA KELOMPOK : 1. I Gede Sudiarsa (26) 2. Putu Agus Adi Guna (16) 3. I Made Setiawan Jodi (27) 4. M Alfin Gustian morzan (09) 1 DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keamanan dan ketertiban masyarakat,penegakan hukum,perlindungan,
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Peran polisi saat ini adalah pemelihara ketertiban masyarakat juga sebagai aparat penegak hukum fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
Lebih terperinciKONSTITUSI DAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL
KONSTITUSI DAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL SAMSURI FISE UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Semester Gasal 2010/2011 TOPIK MATERI PEKAN INI KONSEP KONSTITUSI dan DEMOKRASI KONSTITUSIONAL PERAN WARGA NEGARA MENURUT
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Afriady Putra S.,SH., S.Sos. Kuasa Hukum: Virza
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan, negara Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan Undang Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah Bangsa demokrasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa demokrasi yaitu bangsa yang mengakui, dan menjamin perlindungan tehadap terhadap hak hak asasi manusia, termasuk dalam hal mengeluarkan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai sebuah institusi negara yang berada secara langsung di bawah Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai profesionalisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang menganut paham nomokrasi atau negara hukum, yaitu paham yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi sekaligus menempatkan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan I. PEMOHON 1. Ricky Kurnia Margono, S.H., M.H. 2. David Surya, S.H., M.H. 3. H. Adidharma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemaslahatan bersama, dan juga untuk mewujudkan masyarakat yang damai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga kepolisian adalah sebagai salah satu penegak hukum di Indonesia dan menjadi lembaga yang keberadaannya bersinggungan langsung dengan masyarakat. Setiap
Lebih terperinciKuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 33/PUU-X/2012 Tentang Pembatasan Kekuasaan dan Kewenangan Kepolisian Republik Indonesia I. PEMOHON Erik.. selanjutnya disebut sebagai Pemohon. II. POKOK
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan
Lebih terperinciJAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016
JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016 Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memutuskan untuk mengesampingkan
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, adalah : dengan prosedur penyidikan dan ketentuan perundang-undangan yang
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Peran penyidik di Polresta Bandar Lampung dalam penerapan diversi terhadap anak
Lebih terperinciKUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON
Lebih terperinciKEWENANGAN MELAKUKAN DISKRESI OLEH PENDAHULUAN PENYIDIK MENURUT UU NO. 2 TAHUN 2002 A.
KEWENANGAN MELAKUKAN DISKRESI OLEH PENYIDIK MENURUT UU NO. 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN 1 Oleh : Revico Patroli 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam
Lebih terperinci: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK
Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET
Lebih terperinciFungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak
Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Oleh : Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Fungsi penegakan hukum dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan HAM. Dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu prinsip Negara hukum adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana yang termuat dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3). Dalam segala aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas
Lebih terperinciWALIKOTA TANGERANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2017
WALIKOTA TANGERANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DI KOTA TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial I. PEMOHON Dr. H. Taufiqurrohman Syahuri, S.H Kuasa Hukum Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. dkk berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi, bukti, keterangan ditempat kejadian suatu peristiwa yang diduga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidikan merupakan tindakan dari penyidik yang bertugas mencari informasi, bukti, keterangan ditempat kejadian suatu peristiwa yang diduga adanya tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD-1945) menyebutkan bahwa tujuan bernegara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan dan hukum, begitu juga dengan Negara Indonesia.Negara Indonesia adalah Negara hukum,
Lebih terperinciPEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1 2 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciHAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar
Lebih terperinciBAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang
BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan I. PEMOHON Rama Ade Prasetya. II. OBJEK PERMOHONAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. Pemohon 1. Iwan Budi Santoso S.H. 2. Muhamad Zainal Arifin S.H. 3. Ardion
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO.POL. : 1 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN
Lebih terperinciSKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG
SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu keberhasilan dalam penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam peradilan pidana. Salah satu pembuka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia selalu erat kaitannya dengan etika, baik ketika manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata etika sudah melekat dalam setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya. Sebagai suatu subyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Munculnya gelombang reformasi di akhir dekade 90-an yang ditandai dengan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya gelombang reformasi di akhir dekade 90-an yang ditandai dengan berakhirnya era orde baru pada tanggal 21 Mei 1998 membawa harapan baru perkembangan demokrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara mempunyai aparat kepolisian yang berbeda-beda dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya hal-hal yang sama dalam pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciCatatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016
Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara
Lebih terperinciBAB I PANDAHULUAN. berusaha memposisikan secara positif kedudukan, fungsi dan peranan. sendiri, merupakan sejarah yang unik.
BAB I PANDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi dan peran Kepolisian Republik Indonesa dari masa ke masa selalu menjadi bahan perbincangan berbagai kalangan, dari praktisi hukum sampai akademis bahkan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa pulau. Indonesia sebagai negara kepulauan memerlukan peran transportasi yang baik, berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciDISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN DI POLRESTA DENPASAR. Oleh: GEDE DICKA PRASMINDA. I Wayan Tangun Susila. I Wayan Bela Siki Layang
DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN DI POLRESTA DENPASAR Oleh: GEDE DICKA PRASMINDA I Wayan Tangun Susila I Wayan Bela Siki Layang Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 9 Tahun Tentang. Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Masuknya ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS), dalam hal ini diwakili oleh Dr. H. Jeje Jaenudin, M.Ag. Kuasa Hukum Muhammad Mahendradatta,
Lebih terperinci