BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar 1945 amandemen keempat, khususnya Pasal 28 B ayat (2) berisi ketentuan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28 G ayat (1) berisi ketentuan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman kekuatan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 1 Kedua pasal tersebut dipergunakan sebagai konsideran, bagian mengingat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice, yang merupakan bagian dari Diversi. Substansi yang diatur dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak antara lain, mengenai penempatan Anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Substansi yang paling mendasar dalam Undang Undang tersebut adalah pengaturan secara tegas mengenai keadilan Restorative Justice dan Diversi, yang dimaksudkan untuk menghindari 1 Sekretariat Jenderal, Unsdang Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Sekretarian Jenderal, 2003, hlm. 116 dan 118.

2 2 dan menjauhkan Anak dari proses peradilan, sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum, dan diharapkan Anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh karena itu, sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut. Proses itu harus bertujuan pada terciptanya Keadilan Restoratif, baik bagi Anak maupun bagi korban. Keadilan Restoratif merupakan suatu proses Deversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban. Anak dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi dan menentramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan 2 Restorativ Justice dan Diversi khusus penanganan perkara Anak yang Berhadapan Dengan Hukum merupakan kewenangan Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim. Polri dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, selanjutnya disebut UU No. 2 Tahun 2002, di antaranya bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14 huruf g UU No. 2 Tahun Polri selaku penyidik dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian 2 Lihat Penjelasan umum Undang undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak dalam Undang undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak dan Undang undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Ana, Penerbit Citra Umbara, Bandung, 2012, hlm

3 3 Negara Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan. Terkait dengan tugas Polri di bidang proses pidana Polri diberi kewenangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 2 Tahun Tugas dan kewenangan yang diberikan kepada Polri selaku Penyidik dalam proses tindak pidana merupakan tindakan hukum dalam kerangka penegakan hukum terhadap semua tindak pidana yang terjadi melalui criminal justice system. Sebagai suatu tindakan hukum, penyidik dalam melaksanakan tugas dan menggunakan kewenangannya dibatasi dengan hukum. Hal ini mengandung pengertian bahwa hanya penegakan hukum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan saja yang dibenarkan dilakukan oleh Polri selaku penyidik. Penegakan hukum yang menyimpang dari aturan yang telah digariskan bukan saja akan menimbulkan persepsi negatif terhadap Polri, tetapi juga akan menimbulkan permasalahan sesama penegak hukum. Persepsi negatif tersebut dapat diwujudkan dengan tuntutan baik secara keperdataan maupun Praperadilan serta melaporkan penyidik yang melakukan penyidikan kepada fungsi pengawasan Polri. Kenyataan penegakan hukum, tidak berada di ruang hampa, penegakan hukum dipengaruhi banyak faktor. Lawrence dalam bukunya sistem hukum perspektif ilmu sosial bahwa penagakan hukum dipengaruhi oleh tiga unsur yaitu struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum. 3 Ketiga variabel tersebut saling mempengaruhi, betapun sempurnanya hukum dibuat tanpa ada 3 Lawrence, System Hukum Perspektif Ilmu social,nusa media, bandung 2011 hlm

4 4 aparat penegak hukum yang mengerti dan memahami bagaimana hukum tersebut harus ditegakkan, maka hukum yang baik tidak akan menjamin tercapainya tujuan hukum, demikian juga dengan budaya masyarakat tidak sadar hukum maka akan sulit menegakan hukum yang baik. Orang akan selalu mengkaitkan hukum dengan keadilan, sebaik apapun hukum kalau tidak dapat memberi keadilan bagi masyarakat, maka hukum itu dianggap tidak baik. Kasus kecil yang membuat berita besar di berbagai mass media cetak maupun elektronik baik lokal maupun nasional yang sempat menghebohkan dunia penegakan hukum. Kasus pencurian semangka, pencurian kapuk, pencurian sandal, pencurian setandan pisang dan masih banyak kasuskasus kecil yang penegakan hukum menunai kontra di masyarakat. Respon masyarakat terhadap kasus-kasus tersebut memberi sinyal bahwa penegakan hukum tidak hanya melihat dari kaca mata peraturan prundang-undangan saja, tetapi harus melihat rasa keadilan yang ada di masyarakat. Pemikiran penegakan hukum untuk mencapai keadilan substantif dengan tujuan terlaksanakannya tugas pokok Polri sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat perlu diupayakan. Hal ini perlu mengingat proses pidana yang menuai protes masyarakat diakibatkan tidak pekanya aparat penegak hukum dalam menyelesaikan masalah. Sistem peradilan pidana belum memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak korban secara porposional, keberadaan korban dalam sistem peradilan pidana hanya dibutuhkan oleh penyidik atau penuntut umum untuk lebih membuat

5 5 terang suatu perkara guna menentukan kesalahan tersangka atau terdakwa.semestinya korban diberi peran aktif untuk ikut menentukan keadilan macam apa yang diinginkan. Penyidik Polri sebagai pintu masuk proses peradilan pidana (Criminal Justice System) harus mampu menyembatani kepentingan pencari keadilan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang diundangkan pada tanggal 30 Juli 2012, yang dalam salah satu pasalnya mewajibkan perkara Anak diselesaikan dengan terlebih dahulu dilakukan secara Diversi yaitu pengalihan penyelesaian di luar pengadilan. Diversi menginspirasi para penegak hukum menyelesaikan perkara tindak pidana di luar Sistem Peradilan Anak ( pidana biasa/orang dewasa )dengan menerapkan Restorative Justice. Seperti halnya tindak pidana penipuan, penganiayaan dan penggelapan yang terjadi ada yang diselesaikan dengan Restorative Justice. Tindak pidana tersebut merupakan delik biasa yang tentunya berdasarkan peraturan perundandang-undangan tidak dapat diselesaikan dengan Restorative Justice. Penyelesaian perkara selain perkara anak yang dillakukan melalui diversi atau dengan program Restorative justice juga ditemukan di wilayah hukum Polres Bantul. Penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan yang dilakukan oleh Polres Bantul tersebut, dapat menimbulkan reaksi pro kontra di masyarakat. Hal itu terjadi akibat belum adanya payung hukum yang menjadi dasar tindakan polisi selaku penyidik. Tindakan penyelesaian perkara dengan program restorative justice dianggap sebagai penyimpangan bagi mereka yang berpikir legalistik. Kelompok ini mendalilkan

6 6 bahwa semua perkara pidana harus sampai pengadilan, karena memang seperti itulah penegakan hukumnya. Tidak adanya dasar hukum yang pasti untuk melakukan restorative justice terhadap semua tindak pidana biasa, maka penyelesaian melalui program itu dianggap illegal. Walaupun penyelesaian perkara dengan mekanisme program restorative justice belum ada payung hukumnya, tetapi dalam praktik hampir semua Polres/Polresta sejajaran Polda DIY pernah melaksanakan program ini. Sebagai pelayan terkadang Polri mengikuti dinamika yang berkembang dimasyarakat, tidak terkecuali Polri selaku penyidik. Program restorative justice dalam hukum modern sebagai hal yang baru apalagi di Indonesia, mengingat pengaturan ini belum ada dalam hukum positif kita. Penyelesaian perkara pidana model program restorative justice sebenarnya sering dilakukan oleh tetua-tetua kampung,dengan mendamaikan antara pelaku dan korban dengan melibatkan tokoh-tokoh kampung.penyelesaian tersebut kemudian dibuatkan kesepakatan yang ditandatangani para pihak dan saksi. Polres Bantul yang merupakan bagian dari Polda DIY,tidak luput dari praktik penerapan program restorative justice sebagaimana Polres yang lain,tetapi mengingat karakteristik wilayah dan masyarakatnya maka dalam penelitian ini mengambil tempat wilayah hukum Polres Bantul. Kelanjutan proses penyidikan dalam hal telah dilakukan penyelesaian dengan program restorative justice juga menjadi permasalahan tersendiri, apakah perkara dihentikan, apa alasan penghentikan penyidikan yang dilakukan oleh polri selaku penyidik. Kalau perkara tersebut dilanjutkan ke penuntutan,apa

7 7 gunanya diselesaikan secara restorative justice, dan masih banyak lagi permasalah yang harus dipikirkan dan perlu pemecahan. B. Rumusan Masalah Dengan mencermati latar belakang tersebut maka terdapat permasalahan yang ingin dibahas sebagai berikut : 1. Dalam perkara apa saja yang dapat diselesaikan dengan program restorative justice oleh Penyidik Polres Bantul? 2. Bagaimana tindakan penyidik apabila program restorative justice yang telah disepakati, tidak dilaksanakan oleh para pihak atau salah satu pihak? C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan Rumusan Masalah maka tujuan penelitian atau penulisan tesis ini adalah untuk: 1. mengetahui, menganalisa perkara apa saja yang dapat diselesaikan secara restorative justice oleh Polres Bantul. 2. mengetahui tindakan penyidik apabila program restorative justice yang telah disepakati, tidak dilaksanakan oleh para pihak atau salah satu pihak. D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu : a. Manfaat Teoritis

8 8 Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran yang positif dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum yang tidak bisa lepas dari lingkungan sosialnya dimana hukum itu berada. Dengan demikian penelitian ini akan memberikan kontribusi terhadap upaya penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan di Polres Bantul dan dasar hukumnya dalam rangka melayani masyarakat. b. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para penegak hukum khususnya polri sebagai penyidik dalam rangka pelayanan kepada masyarakat dibidang penegakan hukum dan upaya percepatan penyelesaian perkara guna mengurangi penumpukan perkara serta pencari keadilan terutama korban dalam pemenuhan hak-haknya E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penulusuran dan pengamatan yang penulis lakukan terdapat karya tulis yang berkaitan dengan Program Restorative Justice berupa tesis, tetapi penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian atau karya tulisan sebelumnya. Beberapa tesis yang berkaitan dengan program Restorative Justice dapat dikemukakan penulis sebgai berikut : 1. Farida Tri Yugo Astuti, No. Mhs. 09/291434/Phk/05905, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, tahun Judul tesis adalah Penerapan Konsep Restorative Justice Dalam Perkara Pidana Anak Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Purwokerto.

9 9 Rumusan Masalahnya adalah Bagaimanakah penerapan konsep restorative justice dalam perkara pidana anak di wilayah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto? dan apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapan konsep restorative justice pada perkara pidana anak di wilayah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto?. Hasil Penelitiannya adalah penerapan restorative justice pada perkara anak meliputi: a. Penerapan restorative justice 1) Pada tingkat Penyidikan, penerapan restorative justice dilakukan penyidik dengan menggunakan kewenangan yang dimiliki berupa diskresi melalui diversi. Pendekatan restorative justice dilakukan oleh penyidik dalam tindak pidana ringan seperti pencurian ringan, dimana penyidik sebagai mediator dengan memberikan alternatif solusi dan menawarkan kepada pihak korban/keluarga korban dan kepada pihak pelaku/keluarga pelaku agar supaya dilakukan upaya damai. Dasar hukum yang dijadikan penyidik dalam melakukan diskresi adalah Pasal 5 ayat 1 a angka 4 dan Pasal 7 ayat 1 huruf j KUHAP dan Pasal 16 ayat 1 huruf ( l ) Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian yang kemudian diperluas oleh Pasal 18 ayat 2. 2) Pada tingkat Kejaksaan, restorative justice tidak diterapkan karena jaksa penuntut umum tidak memiliki kewenangan diskresi sebagaimana yang dimiliki oleh pihak Kepolisian. Kewenangan yang dimiliki untuk melakukan" penghentian penuntutan demi kepentingan umum" tidak dapat digunakan sebagai upaya melakukan diversi dengan

10 10 pendekatan restorative justice, karena kepentingan umum dalam penerapan asas oportunitas adalah didasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat, dan bukan untuk kepentingan pribadi. Selain itu, kewenangan tersebut juga hanya dimiliki oleh Jaksa Agung dan bukan oleh setiap jaksa penuntut umum. 3) Pada tingkat Pengadilan, penerapan konsep restorative justice untuk memulihkan keseimbangan tujuan hukum pidana sudah diterapkan yaitu dengan menjatuhkan tindakan, tetapi untuk kejahatan yang sifatnya serius tetap dikenakan sanksi pidana tetapi tidak menutup kemungkinan dipertimbangkan restorative justice sebagai ultimum remidium. b. Kendala yang dihadapi dalam penerapan restorative justice adalah anak kurang terbuka (takut, malu) dalam memberikan keterangan sehingga akan menyulitkan penyidik dalam mencari informasi tindak pidana tersebut. Selain itu, belum adanya peraturan yang spesifik dalam bentuk undang-undang sebagai alternatif mekanisme penerapan restorative justice yang jelas untuk bisa menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Kendala lainnya adalah sangat sulit untuk menghindarkan anak dari pemidanaan secara retributive justice apabila anak melakukan pelanggaran yang sangat serius karena tidak setiap perkara dapat diselesaikan secara restorative justice. 2. Tesis yang ditulis oleh Nofita Dwi Wahyuni Nomor Mahasiswa dari Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia dengan judul Penerapan Restorative Justice dalam Putusan Pengadilan

11 11 Sebagai Tujuan Pemidanaan ( Studi Kasus Terhadap Perkara yang Telah diselesaikan Secara Adat, Analisa Putusan No. 21/PID.B/2009/PN.Srln Dan No.223/PID.B/2009?.PN.Srln). Dalam tesis tersebut permasalahan yang dibahas : a. Bagaimana eksistensi Restorative Justice di Pengadilan? dan apakah Restorative Justice dapat sebagai tujuan pemidanaan? b. Bagaimana sistem penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme adat? dan apakah ada hubungannya restorative justice dengan nilai hukum adat? c. Bagaimana penerapan Restorative Justice dalam Putusan Pengadilan terhadap perkara yang telah diselesaikan secara adat? Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah : a. Untuk mengetahui dan menganalisa esksistensi Restorative Justice dalam praktek di Pengadilan dan untuk mengetahui dan menganalisa apakah retorative justice dapat menjadi tujuan pemidanaan; b. Untuk mengetahui dan menganalisa sistem penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme adat dan untuk mengetahui dan menganalisa hubungan restorative justice dengan nilai hukum adat; c. Untuk mengetahui dan menganalisa penerapan restorative justice dalam putusan pengadilan terhadap perkara yang telah diselesaikan secara adat.

12 12 Dengan melihat beberapa tesis yang telah ditemukan terdapat perbedaan penelitian yang penulis lakukan difokuskan kepada tindak pidana yang dapat dilakukan penyelesaian dengan program restorative justice di tingkat penyidikan dan yang menjadi latar belakang penyelesaian itu dan hukum yang menjadi dasar peneyelesaian perkara tersebut serta bagaimana tindakan penyidik apabila para pihak tidak melaksanakan kesepakatan yang telah dibuatnya.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats), setiap warga Indonesia mendapatkan perlindungan atas kepastian, keadilan serta perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakteristik anak yang sedang dalam pertumbuhan atau mengalami proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri tanpa perlindungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan hak asasi yang menderita. 1 Korban kejahatan yang pada

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan hak asasi yang menderita. 1 Korban kejahatan yang pada BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Permasalahan keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk direalisasikan. Salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah : Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah : Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah : Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak

Lebih terperinci

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Disusun oleh : Hadi Mustafa NPM : 11100008 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang menganut paham nomokrasi atau negara hukum, yaitu paham yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi sekaligus menempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi

BAB I PENDAHULUAN. penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia sebagai subjek hukum juga semakin kompleks dan

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN 1 TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN Suriani, Sh, Mh. Fakultas Hukum Universitas Asahan, Jl. Jend Ahmad Yani Kisaran Sumatera Utara surianisiagian02@gmail.com ABSTRAK Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus yang akan menentukan arah bangsa di kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, maka di masa mendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan Delik Pembunuhan Tidak Disengaja Oleh Anak di Bawah Umur Menurut

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mekanisme Mediasi Penal Pada Tahap Penyidikan : mediasi penal dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).

BAB V PENUTUP. 1. Mekanisme Mediasi Penal Pada Tahap Penyidikan : mediasi penal dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). 130 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Mekanisme Mediasi Penal Pada Tahap Penyidikan : Berdasarkan penelitian yang Penulis lakukan, terdapat fakta mengenai perbedaan pemahaman penyidik tentang istilah mediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, karena anak mempunyai peran yang sangat penting untuk memimpin dan memajukan bangsa. Peran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan yang mendesak yang mana kebutuhan tersebut bertujuan untuk memenuhi segala keperluan hidupnya.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan selalu terjadi pada masyarakat pelakunya dapat orang dewasa, maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan Perlindungan hukum

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka 1 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis mengambil kesimpulan: 1) Perlindungan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia FALSAFAH PENANGANAN ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENYANGKUT TIGA HAL : 1. Sifat yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

BAB III PENJATUHAN SANKSI HUKUM TERHADAP ANAK. A. Asas-Asas dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

BAB III PENJATUHAN SANKSI HUKUM TERHADAP ANAK. A. Asas-Asas dalam Sistem Peradilan Pidana Anak BAB III PENJATUHAN SANKSI HUKUM TERHADAP ANAK A. Asas-Asas dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Anak yang diduga ataupun sebagai pelaku tindak pidana, penanganannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas sebagai hasil penelitian dan pembahasan dalam disertasi ini, maka dapat diajukan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penjabaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidikan adalah merupakan kegiatan/proses yang dilakukan oleh penyidik kepada tersangka yang melakukan perbuatan pidana. Seseorang dapat dikatakan tersangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di Indonesia saat ini semakin meningkat, melihat berbagai macam tindak pidana dengan modus tertentu dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi 1. Pengertian Diversi Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang seutuhnya. Anak merupakan salah satu

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE Oleh : Dheny Wahyudhi 1 Abstrak Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam proses peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai sebuah institusi negara yang berada secara langsung di bawah Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai profesionalisme

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing: TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional kedepan. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya, sebagai generasi muda penerus cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hampir setiap hari surat kabar maupun media lainnya memberitakan tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas selalu menjadi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra 90 V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, konsep Negara hukum tersebut memberikan kewajiban bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan proses modernisasi yang membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang timbul adalah semakin maju dan makmur kondisi ekonomi,

Lebih terperinci

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT Copyright (C) 2000 BPHN PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT *39306 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 2 TAHUN 2002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia, negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang oleh karena itu segala

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah I. PEMOHON Drs. Setya Novanto,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan anak maupun yang menyangkut penyimpangan sikap dan. mengalami proses tumbuh kembangnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan anak maupun yang menyangkut penyimpangan sikap dan. mengalami proses tumbuh kembangnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa di masa yang akan datang.

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2010 tanggal 24 September 2010 atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum pidana yang tergolong sebagai hukum publik berfungsi untuk melindungi kepentingan orang banyak dan menjaga ketertiban umum dari tindakan tindakan warga

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan I. PEMOHON - Drs. Rusli Sibua, M.Si. ------------------------------- selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI RUU Pengadilan Pidana Anak: Suatu Telaah Ringkas Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI Anak perlu perlindungan khusus karena Kebelum dewasaan anak baik secara jasmani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para aparat penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) butir j Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, dan Pasal 18 Undang-undang

Lebih terperinci

Tindak Kekerasan dan Pemidanaan Anak ditinjau dari Perspektif HAM

Tindak Kekerasan dan Pemidanaan Anak ditinjau dari Perspektif HAM Tindak Kekerasan dan Pemidanaan Anak ditinjau dari Perspektif HAM Oleh Asep Mulyana Tindak kekerasan yang dilakukan oleh anak sekolah sudah lama terjadi, baik kekerasan yang bersifat kenakalan nonkriminal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suporter sepakbola merupakan kerumunan di mana diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suporter sepakbola merupakan kerumunan di mana diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suporter sepakbola merupakan kerumunan di mana diartikan sebagai sejumlah orang yang berada pada tempat yang sama, adakalanya tidak saling mengenal, dan memiliki

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XV/2017 Nominal Transaksi Keuangan Mencurigakan, Kewajiban Pembuktian Tindak Pidana Asal, Penyitaan Kekayaan Diduga TPPU I. PEMOHON Anita Rahayu Kuasa Hukum Antonius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Copyright@2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Barangsiapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setiap pelanggaran hukum yang menjadi perhatian adalah pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus pelanggaran hukum tersebut.

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang- BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap

Lebih terperinci