BAB III METODE PENELITIAN
|
|
- Hartanti Setiawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam kegiatan pembangunan dan pengembangan wilayah, terdapat 3 (tiga) pilar utama, yaitu faktor sosial, faktor ekonomi, dan faktor daya dukung lingkungan fisik. Interaksi antara ketiga aspek ini selanjutnya akan mengakibatkan perubahan penggunaan lahan. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan mempunyai pola yang dinamis dan kecepatan perubahan yang berbeda-beda di setiap tempat dan lokasi, bergantung pada faktor-faktor yang dominan menjadi penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah. Beberapa faktor penyebab perubahan penggunaan lahan diantaranya adalah faktor biofisik wilayah, faktor sosial ekonomi dan faktor kelembagaan. Perubahan penggunaan lahan akan dipengaruhi dan berpengaruh terhadap perubahan daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan hidup seharusnya menjadi salah satu pertimbangan terpenting dalam penataan ruang, baik dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun dalam evaluasi pemanfaatan ruang. Pengintegrasian pertimbangan daya dukung lingkungan hidup diperlukan dalam penataan ruang agar alokasi pemanfaatan ruang sesuai dengan kondisi dan kapasitas sumber daya wilayah. dengan demikian, lahan yang misalnya cocok untuk pertanian tetap dipertahankan untuk berlangsungnya kegiatan pertanian, sehingga ketahanan pangan dapat dijaga dan kerusakan tanah akibat pembukaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dapat dicegah. Berbagai bentuk kerusakan dan bencana lingkungan seringkali merupakan permasalahan lingkungan yang timbul akibat ketidaksesuaian antara pemanfaatan dengan daya dukung lingkungan hidup. Hal ini umumnya timbul akibat pertumbuhan penduduk atau perkembangan aktifitas manusia yang melampaui kemampuan lingkungan yang mendukungnya. Banjir di Kota Bima yang terjadi setiap tahun sejak tahun 2003 merupakan salah satu indikator yang mengarah kepada ketidaksesuaian antara pemanfaatan lahan dengan daya dukung lingkungan hidup.
2 18 Dalam penelitian ini, ruang lingkup pembahasan mengenai daya dukung lingkungan dibatasi pada aspek kelas kemampuan lahan dan daya dukung lahan berbasis produktivitas, yaitu kemampuan lahan dalam hal penyediaan kebutuhan pangan masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kemampuan lahan, perubahan penggunaan lahan, dan daya dukung lahan di Kota Bima. Pembangunan dan pengembangan wilayah Pertambahan jumlah penduduk Perkembangan aktifitas ekonomi dan pembangunan infrastruktur Penggunaan lahan aktual Peningkatan kebutuhan terhadap lahan Alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya Penggunaan lahan sesuai daya dukung? Perubahan daya dukung lingkungan Perubahan penggunaan lahan Ya Tidak Arahan penetapan penggunaan lahan sesuai kemampuan lahan Penurunan kualitas lingkungan, bisa terjadi bencana alam Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Kota Bima, yang merupakan kota hasil pemekaran wilayah Kabupaten Bima di Provinsi Nusa Tenggara Barat, terdiri atas 5 kecamatan dan 38 kelurahan. Kota Bima memiliki luas wilayah hektar (BPS 2006) atau hektar (hasil perhitungan dari peta administrasi Bakosurtanal 2009). Luas yang dipakai dalam pengolahan data dalam penelitian ini adalah angka hasil analisis spasial tersebut. Secara geografis Kota Bima
3 19 terletak pada Bujur Timur dan Lintang Selatan. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, penduduk Kota Bima berjumlah jiwa, terdiri atas jiwa laki laki atau 49,03% dan jiwa perempuan atau 50,97% dari jumlah penduduk (BPS 2011). Peta administrasi Kota Bima disajikan dalam Gambar 2. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama delapan bulan, yang dimulai bulan Juli tahun 2010 hingga bulan Februari tahun Gambar 2 Peta administrasi Kota Bima 3.3 Bahan dan Alat Bahan penelitian terdiri atas citra Geoeye-1 Kota Bima tahun 2010, citra ASTER GDEM, peta tanah, peta lereng, dan peta landform. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software Google Earth, Global Mapper 11, ArcGIS 9.3, Statistica 8.0, Microsoft Word, dan Microsoft Excell. Peralatan penunjang lainnya adalah alat tulis dan kamera.
4 Pengumpulan Data Data yang digunakan terdiri dari data primer berupa hasil pengecekan lapang untuk memverifikasi hasil interpretasi penutupan lahan dari citra Geoeye-1 dan data harga beberapa komoditas pada tingkat produsen; serta data sekunder berupa peta-peta tematik, data kependudukan, dan data produksi. Sumber data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini didapatkan dengan cara menginventarisasi dan penelusuran data baik pada buku, peta, internet, perundang-undangan, penelitian terdahulu, maupun dari beberapa instansi terkait, baik instansi pemerintah di daerah maupun pusat, atau instansi/lembaga independen lainnya. Gambaran mengenai kondisi fisik wilayah, khususnya mengenai penggunaan lahan aktual, diperoleh dari hasil survei/cek di lapangan. Pada data yang terkait dengan aspek spasial, standarisasi mutlak diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang sesuai standar agar dapat digunakan dalam proses pengolahan lebih lanjut. Matriks tujuan, metode analisis, data dan sumber data, serta hasil yang diharapkan dari setiap tahapan penelitian disajikan dalam Tabel Analisis Data Analisis data meliputi: (1) analisis perubahan penggunaan lahan, (2) analisis kemampuan lahan, (3) evaluasi kesesuaian penggunaan lahan berbasis kemampuan lahan, (4) analisis status daya dukung lahan berbasis produktivitas, dan (5) penyusunan arahan penggunaan lahan berbasis kemampuan lahan. Bagan alir pengolahan data disajikan pada Gambar 3.
5 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Peta Penggunaan Lahan Tahun 2005 Citra Geoeye Tahun 2010 Interpretasi citra Peta tanah, peta kelas lereng, peta bentuk lahan, citra ASTER GDEM Identifikasi Kelas Kemampuan Lahan Kota Bima Dalam Angka (Tahun 2005 dan 2010) Overlay Peta Perubahan Penggunaan Lahan Pengecekan Lapang Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010 Peta Kemampuan Lahan Tingkat Sub kelas Data Produksi semua komoditas hasil pertanian (Tahun 2005 dan 2010) Ketersediaan Lahan (Tahun 2005 dan 2010) Jumlah Penduduk, kebutuhan lahan per orang (Tahun 2005 dan 2010) Kebutuhan Lahan (Tahun 2005 dan 2010) Tahap 4 Overlay Peta Kesesuaian Penggunaan Lahan Tahun 2005 dan 2010 dengan Kemampuan Lahan Status Daya Dukung Lahan berbasis produktivitas (Tahun 2005 dan 2010) Analisis kuantitatif, spasial dan deskriptif Tahap 5 Arahan penggunaan lahan yang sesuai kemampuan lahan Gambar 3 Bagan alir pengolahan data
6 22 Tabel 1 Matriks tujuan, metode analisis, data dan sumber data, serta hasil yang diharapkan dari penelitian No Tujuan Metode Analisis Data dan Sumber Data Hasil 1 Menganalisis penutupan/ penggunaan lahan tahun 2010 Interpretasi citra menggunakan 9 kunci interpretasi Data yang dibutuhkan: Citra Satelit Geoeye-1 imagery date 30 April 2010 Peta penggunaan lahan tahun 2010 Sumber data: Open source Google Earth 2 Menganalisis perubahan penggunaan lahan periode tahun Analisis SIG: Overlay peta penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010 Analisis LQ Analisis deskriptif Data yang dibutuhkan: Peta penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010 Peta administrasi Sumber data : BAPPEDA Kota Bima Hasil tahapan analisis sebelumnya Mengetahui dinamika dan pusat-pusat aktifitas perubahan penggunaan lahan selama periode tahun Menganalisis kemampuan lahan Kota Bima tingkat sub kelas Analisis SIG: Operasi overlay berbagai peta tematik Analisis kualitatif mengacu pada kriteria klasifikasi kemampuan kelas pada tingkat sub-kelas (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007) Data yang dibutuhkan: Peta tanah, peta kelas lereng, peta bentuk lahan, citra ASTER GDEM Sumber data : Puslittanak Diunduh dari Mengetahui kemampuan lahan Kota Bima tingkat sub kelas
7 23 Lanjutan Tabel 1 No Tujuan Metode Analisis Data dan Sumber Data Hasil 4 Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan dengan kemampuan lahan Analisis SIG: Operasi overlay antara peta penggunaan lahan dengan peta kemampuan lahan Data yang dibutuhkan: Peta penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010 Peta kemampuan lahan Peta kesesuaian penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010 dengan kemampuan lahan Sumber data: BAPPEDA Kota Bima Hasil tahapan analisis sebelumnya 5 Menentukan status daya dukung lahan pada tahun 2005 dan 2010 Perbandingan antara total ketersediaan lahan dan total kebutuhan lahan (Supply Side vs Demand Side) Metode penghitungan merujuk pada Permen LH 17/2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah Data yang dibutuhkan: Jumlah penduduk Produksi padi/beras Produksi non padi Harga satuan beras Harga satuan tiap jenis komoditas selain beras pada tingkat produsen Sumber data: BPS dan BAPPEDA Kota Bima Status daya dukung lahan berbasis produktivitas
8 24 Lanjutan Tabel 1 No Tujuan Metode Analisis Data dan Sumber Data Hasil 6 Membuat peta arahan penggunaan lahan berbasis kemampuan lahan Penentuan arahan penggunaan lahan sesuai kemampuan lahan dilakukan berdasarkan prinsip bahwa semakin tinggi kelas kemampuan lahannya, maka semakin sedikit pilihan penggunaannya (Arsyad 2010) Hasil tahapan analisis sebelumnya Peta arahan penggunaan lahan sesuai kemampuan lahan
9 3.5.1 Perubahan Penggunaan Lahan Peta penggunaan lahan tahun 2005 skala 1 : diperoleh dari BAPPEDA Kota Bima. Sementara peta penggunaan lahan tahun 2010 diperoleh dari interpretasi citra Geoeye-1 Kota Bima dengan resolusi 0,41 meter atau 16 inci dan imagery date 30 April 2010 yang terdapat pada Google Earth. Menurut Este dan Simonett (1975), interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya mengenali obyek melalui tahapan kegiatan deteksi, identifikasi, dan analisis. Setelah mengalami tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai kepentingan, misalnya dalam bidang geografi, geologi, lingkungan hidup, dan sebagainya. Deteksi adalah usaha penyadapan data secara global, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Deteksi merupakan penentuan ada tidaknya suatu obyek, misalnya obyek berupa hutan. Identifikasi adalah kegiatan untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra yang dapat dikenali berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor dengan alat stereoskop. Dalam kegiatan interpretasi citra, ada tujuh karakteristik dasar yang menjadi pertimbangan (Lillesand dan Kiefer 1990), yaitu: 1. Bentuk, adalah konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk beberapa obyek demikian khas sehingga citranya dapat diidentifikasi langsung hanya berdasarkan kriteria ini. 2. Ukuran, adalah ciri obyek berupa jarak, luas, tinggi, dan volume. Ukuran obyek pada citra adalah berupa skala. Contohnya: lapangan olah raga sepak bola dicirikan oleh bentuk segi empat dan ukuran yang tetap, yaitu sekitar m. 3. Pola, adalah hubungan susunan spasial obyek. Pola dapat digunakan untuk membedakan obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Misalnya pola aliran sungai yang berkelok-kelok berbeda dengan pola jalan raya yang umumnya lurus. Kebun karet, kebun kelapa, dan kebun kopi mudah dibedakan dengan hutan atau vegetasi lainnya karena polanya yang teratur. 4. Bayangan, bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang penting dari
10 26 beberapa obyek yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih jelas. Misalnya lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan. Foto-foto yang sangat condong biasanya memperlihatkan bayangan obyek yang tergambar dengan jelas. 5. Rona, adalah warna atau kecerahan relatif obyek pada foto. 6. Tekstur, adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Biasa dinyatakan dengan kasar, sedang dan halus. Misalnya, hutan bertekstur kasar dan semak bertekstur sedang. Tekstur merupakan hasil gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan rona. 7. Situs, adalah letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya. Misalnya permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir pantai, tanggul alam, atau sepanjang tepi jalan; atau persawahan banyak terdapat di daerah dataran rendah. Dari tujuh karakteristik dasar tersebut di atas, Sutanto (1992) menambahkan satu karakteristik lagi, yaitu asosiasi. Asosiasi adalah keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lainnya. Misalnya, stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang). Munibah (2008) menambahkan faktor lain yang dapat dijadikan sebagai kunci interpretasi citra adalah kedekatan antara interpreter dengan obyek yang diinterpretasi. Menurut Sutanto (1992), pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu perekaman data dari citra dan penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu. Perekaman data dari citra berupa pengenalan obyek dan unsur yang tergambar pada citra serta penyajiannya ke dalam bentuk tabel, grafik atau peta tematik. Urutan kegiatan dimulai dari (a) menguraikan atau memisahkan obyek yang rona atau warnanya berbeda; (b) ditarik garis batas/deliniasi bagi obyek yang rona dan warnanya sama; (c) setiap obyek dikenali berdasarkan karakteristik spasial dan unsur temporalnya; (d) obyek yang sudah dikenali diklasifikasi sesuai dengan tujuan interpretasinya; (e) digambarkan ke dalam peta kerja atau peta sementara; (f) dilakukan pengecekan medan (lapangan) untuk verifikasi; dan (g) interpretasi akhir, yaitu pengkajian atas pola atau susunan keruangan (obyek) untuk dapat dipergunakan sesuai tujuannya.
11 27 Deteksi perubahan penggunaan lahan dilakukan melalui proses tumpang susun (overlay) antara peta penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010 menggunakan ArcGIS 9.3. Identifikasi pusat-pusat perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Analisis LQ (Location Quotient) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktifitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas. Sebagai contoh adalah pemusatan aktifitas di level provinsi dalam lingkup wilayah nasional, atau pemusatan aktifitas di level kabupaten/kota dalam lingkup wilayah provinsi, demikian seterusnya. Analisis LQ pada awalnya merupakan salah satu teknik yang dikembangkan untuk melakukan analisis ekonomi basis. Dalam perkembangannya, analisis LQ dapat digunakan untuk menganalisis untuk pemusatan aktifitas apapun, dalam hal penelitian ini adalah pemusatan aktifitas perubahan penggunaan lahan. Teknik LQ dilakukan secara berjenjang, dimulai dari unit administrasi terkecil (kecamatan) untuk setiap wilayah kabupaten, kemudian dilakukan pada unit kabupaten (Rustiadi et al. 2009). Persamaan analisis LQ dalam penelitian ini adalah: Dimana: X IJ LQ IJ X X IJ. J / / X X : luas perubahan penggunaan lahan di kecamatan ke-i X I. : total luas perubahan penggunaan lahan di Kota Bima X.J X.. : luas kecamatan ke-i : total luas wilayah Kota Bima I... (1) Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut: - Jika nilai LQ ij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktifitas di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah atau terjadi pemusatan aktifitas di sub wilayah ke-i, sehingga dapat diketahui bahwa suatu wilayah administrasi terkecil yang dianalisis merupakan wilayah yang menjadi pusat perubahan penggunaan lahan. - Jika nilai LQ ij = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai konsentrasi aktifitas di wilayah ke-i sama dengan rata-rata total wilayah.
12 28 - Jika nilai LQ ij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai aktifitas lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah Kemampuan Lahan Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang mencakup sifat tanah (fisik dan kimia), topografi, drainase, dan kondisi lingkungan hidup lain. Berdasarkan karakteristik lahan tersebut, dapat dilakukan klasifikasi kemampuan lahan kedalam tingkat kelas, sub kelas, dan unit pengelolaan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Dalam penelitian ini kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan lahan pada tingkat sub kelas adalah kelerengan, jenis tanah, bahan induk, tekstur, kedalaman solum, drainase, dan kepekaan erosi. Bahan induk dianggap sebagai faktor pembentuk tanah yang amat penting oleh para perintis pedologi (Dokuchaev 1883 dalam Hardjowigeno 2003). Pengaruh dan hubungan sifat-sifat bahan induk dengan sifat-sifat tanah terlihat lebih jelas pada tanah-tanah di daerah kering atau tanah-tanah muda, hal ini relevan dengan kondisi fisik lahan Kota Bima dimana jenis tanahnya hanyalah dua ordo yaitu Entisol yang merupakan tanah muda dan Inseptisol yang sedikit lebih matang. Data tersebut diperoleh dari peta tanah skala 1: yang bersumber dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittanak). Atribut peta mencakup jenis tanah, landform, relief, kelas lereng, dan ketinggian (altitude). Peta ini kemudian dipertajam dengan menggunakan data pendukung citra ASTER GDEM resolusi 30 m. Penajaman yang dilakukan adalah dengan mendeliniasi manual peta tanah yang ada khususnya atribut landform dan relief. Tahapan penajaman adalah: (1) konversi citra ASTER GDEM menjadi hillshade menggunakan fasilitas ArcToolbox pada ArcGIS; (2) meng-overlay peta tanah dengan DEM hillshade; dan (3) mendeliniasi manual peta tanah berdasarkan kenampakan landform yang serupa. Sukarman (2005) menyatakan bahwa data DEM dapat digunakan untuk membantu deliniasi satuan peta tanah semi detail dengan baik, di daerah bergunung berbahan induk homogen maupun heterogen. Pada daerah demikian, DEM dapat mengidentifikasi landform (bentuk lahan) dan relief dengan baik.
13 29 Klasifikasi kemampuan kelas pada tingkat sub kelas dilakukan dengan memperhatikan kriteria seperti pada Tabel 2 (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Tabel 2 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan pada tingkat sub kelas No. Faktor Kelas Kemampuan I II III IV V VI VII VIII 1. Tekstur tanah (t) a. lapisan atas (40 cm) b. lapisan bawah t2/t3 t2/t4 t1/t4 t1/t4 t1/t4 t1/t4 t2/t3 t2/t4 t2/t3 t2/t4 t2/t3 t2/t4 t2/t3 t2/t4 t2/t3 t2/t4 2. Lereng permukaan l0 l1 l2 l3 (*) l4 l5 l6 (%) 3. Drainase d0/d1 d2 d3 d4 (**) (*) (*) (*) 4. Kedalaman efektif k0 k0 k1 k2 (*) k3 (*) (*) 5. Keadaan erosi e0 e1 e1 e2 (*) e3 e4 (*) 6. Kerikil/batuan b0 b0 b0 b1 b2 (*) (*) b3 7. Banjir o0 o1 o2 o3 o4 (*) (*) (*) (*) = dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat dari kelas yang lebih rendah (**) = permukaan tanah selalu tergenang air. Penggolongan besarnya intensitas faktor penghambat dalam kriteria klasifikasi kemampuan kelas pada tingkat sub kelas dapat diuraikan sebagai berikut (Arsyad 1979 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). a. Tekstur tanah (t) berikut: Duabelas tekstur tanah dikelompokkan ke dalam lima kelompok sebagai - t 1 (halus: liat berdebu, liat) - t 2 (agak halus: liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir) - t 3 (sedang: debu, lempung berdebu, lempung) - t 4 (agak kasar: lempung berpasir) - t 5 (kasar: pasir berlempung, pasir) b. Lereng permukaan (l) Lereng permukaan dikelompokkan sebagai berikut: - l 0 (0-3%: datar) - l 1 (3-8%: landai/berombak) - l 2 (8-15%: agak miring/bergelombang) - l 3 (15-30%: miring/berbukit) - l 4 (30-45%: agak curam)
14 30 - l 5 (45-65%: curam) - l 6 (>65%: sangat curam) c. Drainase tanah (d) Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut: - d 0 (baik): tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai lapisan bawah berwarna terang yang uniform dan tidak terdapat bercak-bercak. - d 1 (agak baik): tanah mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat, atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah. - d 2 (agak buruk): lapisan tanah atas mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat, atau kelabu. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bawah. - d 3 (buruk): bagian atau lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat, dan kekuningan. - d 4 (sangat buruk): seluruh lapisan permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak kelabu, coklat, dan kekuningan. d. Kedalaman efektif (k) Kedalaman efektif dikelompokkan sebagai berikut: - k 0 (dalam: >90 cm) - k 1 (sedang: cm) - k 2 (dangkal: cm) - k 3 (sangat dangkal: <25 cm) e. Keadaan erosi (e) Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut: - e 0 (tidak ada erosi) - e 1 (ringan: <25% lapisan atas hilang) - e 2 (sedang: 25-75% lapisan atas hilang) - e 3 (berat: >75% lapisan atas hilang, <25% lapisan bawah hilang) - e 4 (sangat berat: >75% lapisan atas hilang, >25% lapisan bawah hilang)
15 Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Kemampuan Lahan Untuk memperoleh peta kesesuaian antara penggunaan lahan dengan kemampuan lahan, peta kemampuan lahan tingkat sub kelas di-overlay dengan peta penggunaan lahan tahun 2005 dan Daya Dukung Lahan Berbasis Produktivitas Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi aktual setempat dari setiap komoditas di suatu wilayah, dengan menjumlahkan produk dari semua komoditas yang ada di wilayah tersebut. Untuk penjumlahan ini digunakan harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas memiliki satuan yang beragam. Sementara itu, kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak. Total Produksi aktual seluruh komoditas setempat Gambar 4 Metode penghitungan daya dukung lahan berbasis neraca lahan menurut Permen LH 17/2009 Penghitungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. Penghitungan Ketersediaan (Supply) Lahan Rumus: Ketersediaan Lahan Daya Dukung Lahan Berbasis Produktivitas Kebutuhan Lahan Populasi Penduduk Kebutuhan lahan per orang yang diasumsikan dengan luas lahan untuk menghasilkan 1 ton setara beras/tahun (2) Dimana: SL = Ketersediaan lahan (ha) P i = Produksi aktual tiap jenis komoditi (satuan ton). Komoditas yang diperhitungkan meliputi pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.
16 32 H i = Harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/kg) di tingkat produsen. Hb = Harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat produsen. Ptvb = Produktivitas beras (ton/ha). Dalam penghitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk menyetarakan produk nonberas dengan beras adalah harga. b. Penghitungan Kebutuhan (Demand) Lahan Rumus:.(3) Dimana: D L = Total kebutuhan lahan setara beras (ha) N = Jumlah penduduk (orang) KHL L = Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk: a. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktivitas beras lokal. b. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara beras/kapita/tahun. c. Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal, dapat menggunaan data rata-rata produktivitas beras nasional sebesar 2400 kg/ha/tahun atau 2,4 ton/ha/tahun. c. Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara ketersediaan lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL). Bila SL>DL, daya dukung lahan dinyatakan surplus. Bila SL<DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit. Sumber: Permen LH 17/2009 Terkait standar kebutuhan hidup layak dalam penghitungan kebutuhan lahan, di dalam Permen LH 17/2009 tidak didefinisikan kebutuhan layak yang dimaksud.
17 33 Tabel 3 Contoh perhitungan nilai produksi total No. Komoditas Produksi (Pi) Harga Satuan (Hi) Nilai Produksi (Pi Hi) 1. Padi dan palawija, antara.. lain: padi, jagung, dan seterusnya. 2. Buah-buahan, antara lain:.. mangga, jeruk, dan seterusnya. 3. Sayur mayur, antara lain:.. bawang merah, bawang putih, dan seterusnya. 4. Tanaman obat-obatan, antara.. lain: jahe, lengkuas, dan seterusnya. 5. Produksi daging, antara lain:.. sapi, kambing, dan seterusnya. 6. Produksi telur, antara lain:.. ayam kampung dan ras. 7. Perikanan Perkebunan, antara lain:.. kelapa, kopi, dan seterusnya. 9. Kehutanan :.. kayu dan non kayu TOTAL Arahan Penggunaan Lahan Sesuai Kemampuan Lahan Arahan penggunaan lahan ini hanya didasarkan pada kelas kemampuan lahan. Kemampuan lahan merupakan cara sistematis untuk menilai potensi lahan agar dapat berproduksi secara lestari (Worosuprodjo 2005). Analisis kemampuan lahan dapat digunakan untuk menunjang kebijakan dan perencanaan penggunaan lahan yang optimal yang tujuannya harus berkesinambungan dan berkelanjutan. Lahan diklasifikasikan menggunakan faktor penghambat, sehingga dengan mengetahui faktor penghambatnya maka potensi yang menghambat pemanfaatan dapat diminimumkan. Hal ini dimaksudkan agar peruntukan lahan tidak melebihi kapasitas dan daya dukung lahan sehingga kelestarian lahan pun terjaga. Penilaian ini dapat juga digunakan untuk memperbaiki pengelolaan yang sudah ada sehingga dapat diperoleh bentuk konservasi yang tepat (Notohadiprawiro 1991).
18 Hambatan/ancaman meningkat, Kesesuaian dan pilihan penggunaan berkurang Cagar alam/ Hutan lindung Hutan Produksi Terbatas Penggembalaan Terbatas Penggembalaan Sedang Penggembalaan Intensif Garapan Terbatas Garapan Sedang Garapan Intensif Garapan Sangat Intensif 34 Penentuan arahan penggunaan lahan sesuai kemampuan lahan dilakukan berdasarkan prinsip bahwa semakin tinggi kelas kemampuan lahannya, maka semakin sedikit pilihan penggunaannya. Kemampuan lahan pada kelas I sampai IV dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan, seperti untuk penanaman tanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan tahunan), rumput untuk makanan ternak, padang rumput, dan hutan. Tanah pada kelas V, VI, dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohon atau vegetasi alami. Dalam beberapa hal, tanah kelas V dan VI dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu, seperti buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungan, dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Tanah dalam kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami (Arsyad 2010). Intensitas dan pilihan penggunaan meningkat Kelas kemampuan lahan I II III IV V VI VII VIII Gambar 5 Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan Sumber: Arsyad Batasan Penelitian Beberapa batasan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis daya dukung lingkungan hanya dilakukan terhadap aspek lahan, mencakup analisis kemampuan lahan dan neraca lahan berbasis produk
19 35 biohayati, yaitu perbandingan ketersediaan lahan untuk menghasilkan produk hayati (bioproduct) dengan kebutuhan lahan berdasarkan jumlah penduduk. 2. Hutan tidak dihitung sebagai lahan produktif, karena dalam hal Kota Bima tidak terdapat data produksi hasil hutan. 3. Arahan penggunaan lahan hanya didasarkan pada kelas kemampuan lahan. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa dalam perencanaan penataan ruang secara garis besar alokasi ruang dibagi dalam dua jenis, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Untuk deliniasi kawasan lindung, kriteria evaluasi lahan yang paling sesuai untuk digunakan adalah kemampuan lahan.
Klasifikasi Kemampuan Lahan
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan M10 KLASIFIKASI KEMAMPUAN LAHAN Widianto, 2010 Klasifikasi Kemampuan Lahan TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Mampu menjelaskan arti kemampuan lahan dan klasifikasi kemampuan lahan
Lebih terperinciInterpretasi Citra dan Foto Udara
Interpretasi Citra dan Foto Udara Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan,
Lebih terperinciRINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA
Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,
Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil
Lebih terperinciEvaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan
Evaluasi Lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Penilaian kinerja lahan (land performance) untuk penggunaan tertentu Kegiatan Evaluasi Lahan meliputi survai lahan interpretasi data hasil survai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Menurut Rustiadi et al. (2009) ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi tanah dan tata air. Ruang merupakan bagian dari alam yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian
23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Lahan Aktual Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat ETM 7+ tahun 2009, di Kabupaten Garut terdapat sembilan jenis pemanfaatan lahan aktual. Pemanfaatan lahan
Lebih terperinciV. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG
57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.
Lebih terperinciKESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA
KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan Lahan Kecamatan Depok 5.1.1. Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Quickbird Hasil interpretasi penggunaan lahan dari Citra Quickbird Kecamatan Depok adalah
Lebih terperinciULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH
ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan
Lebih terperinciEvaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan
Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et
Lebih terperinciMATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH
MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH 1. Tata Guna Lahan 2. Identifikasi Menggunakan Foto Udara/ Citra Identifikasi penggunaan lahan menggunakan foto udara/ citra dapat didefinisikan sebagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam
13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam pada sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan.
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat
18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen
Lebih terperinciGambar 1. Lokasi Penelitian
11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan
Lebih terperinci3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi
3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,
Lebih terperinciGambar 7. Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan
31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply
Lebih terperinciPengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian
Lebih terperinciTanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala
Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN
Lebih terperinciAPLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2
APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan
Lebih terperinciKAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI
KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : JUMIYATI NIRM: 5.6.16.91.5.15
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lahan dapat disebutkan sebagai berikut : manusia baik yang sudah ataupun belum dikelola.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan 1. Pengertian Pengertian lahan meliputi seluruh kondisi lingkungan, dan tanah merupakan salah satu bagiannya. Menurut Ritohardoyo, Su (2013) makna lahan dapat disebutkan
Lebih terperinciTabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,
Lebih terperinciMETODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO
METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO Risma Fadhilla Arsy Dosen Pendidikan Geografi FKIP Universitas Tadulako
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS
IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pembangunan dan pengembangan wilayah di setiap daerah merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat di wilayah
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 2, pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2011. Secara geografis
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis
IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten
Lebih terperinciEVALUASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI DAERAH ERNAN RUSTIADI
PENERAPAN EVALUASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI DAERAH ERNAN RUSTIADI Pengertian Daya Dukung Kemampuan dari suatu sistem untuk mendukung (support) suatu aktivitas sampai pada level tertentu Pengertian Daya
Lebih terperinciKONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai
Lebih terperinciGEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari
Lebih terperinci4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN
4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian
15 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Provinsi DKI sebagai wilayah konsumen yang mencakup 6 kabupaten/kota, yaitu Kepulauan Seribu, Barat, Pusat, Selatan, Timur,
Lebih terperinciINTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K
INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS
Lebih terperinciBAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang
BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah
Lebih terperinciVI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN
VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat
4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Prosedur
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan
Lebih terperinciBAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan tubuh alam yang menyelimuti permukaan bumi dan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Tanah mempunyai kemampuan untuk mendukung
Lebih terperinciLOGO Potens i Guna Lahan
LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan
Lebih terperinciBAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara
36 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode penelitian Metode penelitian merupakan sebuah pedoman untuk merancang penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara untuk mendapatkan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan
Lebih terperinciLEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya
LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang
IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU
IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.
IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September sampai Desember
Lebih terperinci2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur
Lebih terperinciPenataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian
Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan, Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan, Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Lahan merupakan sumberdaya pembangunan yang memiliki karakteristik, yaitu (1) memiliki luas yang relatif tetap, dan (2) memiliki sifat
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Lahan Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara
GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total
Lebih terperinciGambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.
Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu
Lebih terperincibenar sebesar 30,8%, sehingga harus dilakukan kembali pengelompokkan untuk mendapatkan hasil proporsi objek tutupan lahan yang lebih baik lagi. Pada pengelompokkan keempat, didapat 7 tutupan lahan. Perkebunan
Lebih terperinciBAB II METODE PENELITIAN
BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas
Lebih terperinciContents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability
LOGO Contents Potensi Guna Lahan AY 12 1 2 Land Capability Land Suitability Land Capability Klasifikasi Potensi Lahan untuk penggunaan lahan kawasan budidaya ataupun lindung dengan mempertimbangkan faktor-faktor
Lebih terperinciGEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG
4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG 4.1 Kondisi Geografis dan Administratif Luas wilayah Kabupaten Sampang 1 233.30 km 2. Kabupaten Sampang terdiri 14 kecamatan, 6 kelurahan dan 180 Desa. Batas administrasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1 1. Hasil penginderaan jauh yang berupa citra memiliki karakteristik yang
Lebih terperinciKEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan
KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua
Lebih terperinci