Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48 benar sebesar 30,8%, sehingga harus dilakukan kembali pengelompokkan untuk mendapatkan hasil proporsi objek tutupan lahan yang lebih baik lagi. Pada pengelompokkan keempat, didapat 7 tutupan lahan. Perkebunan digabungkan dengan hutan tanaman rakyat karena memiliki nilai dijital yang hampir sama. Pengelompokkan ini juga menggabungkan kebun campuran ke dalam hutan tanaman rakyat. Karena selain nilai dijitalnya hampir sama, penampakan secara visual di citra pun sulit dibedakan, selain itu kebun campuran milik masyarakat umumnya kebun dengan tanaman hortikultura dan diselingi dengan tanaman kayu seperti jati atau sengon. Pengelompokkan keempat ini memberikan hasil proporsi tutupan lahan yang benar sebesar 50,5%. Meski nilai ini tidak terlalu tinggi, namun sudah cukup mewakili keterpisahan tiap objek tutupan lahan yang ada. Setelah pengelompokkan keempat, tidak dapat lagi dilakukan pengelompokkan mengingat tidak ada lagi tutupan lahan yang dapat digabungkan. Hutan tanaman kayu putih tidak dapat digabungkan dengan hutan tanaman karena memiliki nilai dijital yang berbeda. Pada citra, tutupan lahan ini juga memiliki kenampakan secara visual yang berbeda dengan hutan tanaman. Jika hutan tanaman cenderung berwarna hijau terang agak kekuningan sampai hijau gelap, maka hutan tanaman kayu putih memiliki warna ungu gelap. Hal ini dapat disebabkan karena hutan tanaman kayu putih yang dijadikan objek titik pengamatan masih berusia muda dengan tinggi ± 1,5 m. Kenampakan tutupan lahan berupa hutan tanaman kayu putih dan foto lapangannya dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18 berikut. Gambar 17 HT Kayu Putih pada PALSAR Gambar 18 Foto Lapang HT Kayu Putih

49

50

51

52

53 Gambar 20 Badan Air Gambar 21 Pertanian Lahan Kering Gambar 22 Padang Rumput Gambar 23 Kebun Kacang Gambar 24 Kebun Singkong Gambar 25 Kebun Kelapa Gambar 26 Kebun Tembakau Gambar 27 Sawah

54 Gambar 28 HT Kayu Putih Pada kelompok warna ini, hanya dapat terbedakan 5 jenis tutupan lahan saja karena memiliki ciri khusus pada elemen interpretasinya. Kelima objek tutupan lahan tersebut adalah badan air, pertanian lahan kering, kebun kelapa, sawah, dan hutan tanaman kayu putih. Sedangkan untuk padang rumput, kebun kacang, kebun singkong, dan kebun tembakau tidak dapat diidentifikasi dengan baik karena ukurannya yang kecil sehingga akan dideliniasi menjadi tutupan lahan yang lebih besar. Selain itu, objek tutupan lahan ini tidak memiliki ciri khusus yang menjadi pembedanya dengan tutupan lahan yang lain. Badan air memiliki tekstur yang halus sehingga akan dengan mudah diidentifikasi. Pertanian lahan kering memiliki pola yang teratur namun warnanya tidak seperti warna sawah. Kebun kelapa mudah dikenali karena asosiasinya dekat dengan pantai. Sedangkan sawah memiliki pola teratur dan ukuran yang relatif besar. Pengelompokkan kedua terdiri atas 6 objek tutupan lahan, yaitu kebun tebu, kebun cengkeh, HTR mahoni, HTR sengon, kebun cokelat, dan kebun karet. Penampakannya pada citra dapat dilihat pada gambar 29 sampai 34 berikut. Gambar 29 Kebun Tebu Gambar 30 Kebun Cengkeh

55 Gambar 31 HR Sengon Gambar 32 HR Mahoni Gambar 33 Kebun Cokelat Gambar 34 Kebun Karet Pada kelompok warna ini, tidak dapat terbedakan secara pasti masing-masing objek tutupan lahan yang ada. Untuk tutupan lahan berupa hutan rakyat, baik HR sengon, maupun HR mahoni memiliki warna hijau gelap yang khas dengan tekstur kasar bila dibandingkan dengan objek tutupan lahan yang lain dalam kelompok warna kedua ini. Sedangkan kebun tebu, kebun cengkeh, kebun cokelat dan kebun karet tidak dapat dibedakan secara pasti karena tidak memiliki ciri yang khusus pada elemen interpretasi lain. Kelompok warna ketiga terdiri atas kebun campuran, kebun buah naga, kebun salak, dan lahan terbangun. Keempat jenis tutupan lahan ini digabungkan karena memiliki nilai dijital yang mirip satu dengan yang lain. Tampilan pada citra dapat dilihat pada gambar 35 sampai 38 berikut.

56 Gambar 35 Kebun Campuran Gambar 36 Kebun Buah Naga Gambar 37 Kebun Salak Gambar 38 Lahan Terbangun Pada kelompok warna ini, kebun campuran dan lahan terbangun dapat dibedakan dari objek tutupan lahan yang lain. Hal ini karena kebun campuran memiliki tekstur yang sedang hingga kasar dengan ukuran yang relatif besar. Penduduk daerah Jawa Tengah banyak memiliki kebun campuran yang hasilnya mereka gunakan untuk konsumsi pribadi maupun dijual. Sedangkan lahan terbangun memiliki pola yang rapat dengan jaringan jalan yang teratur, sehingga diperlukan data vektor berupa jaringa jalan untuk dapat membedakan lahan terbangun dengan kebun campuran maupun objek tutupan lahan yang lain. Untuk lahan terbangun berupa pemukiman, terdapat 3 jenis kelompok warna yakni hijau muda untuk pemukiman pedesaan dan kuning terang hingga merah muda untuk pemukiman di daerah perkotaan. Kelompok warna keempat terdiri atas hutan tanaman jati, kebun alpukat, hutan campuran, HTR suren, dan hutan tanaman pinus. Kenampakan objek tutupan lahan tersebut pada citra dapat dilihat pada gambar 39 sampai 43 berikut.

57 Gambar 39 HT Jati Gambar 41 Hutan Campuran Gambar 40 Kebun Alpukat Gambar 42 HTR Suren Gambar 43 HT Pinus Pada kelompok warna ini hutan tanaman jati dan hutan tanaman pinus dapat dibedakan dari objek tutupan lahan yang lain karena memiliki ciri khusus pada elemen interpretasinya. Hutan tanaman jati memiliki tekstur yang kasar dengan ukuran yang besar. Sedangkan hutan tanaman pinus dapat dibedakan dari warnanya yang kuning terang. Selain itu, hutan tanaman pinus umumnya memiliki site khusus

58

59

60

61

62 Pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, dengan menggunakan interpretasi visual, telah didapatkan 10 jenis tutupan lahan yaitu badan air, pertanian lahan kering, kebun kelapa, sawah, hutan tanaman kayu putih, hutan tanaman rakyat, kebun campuran, lahan terbangun, hutan tanaman jati dan hutan tanaman pinus. Sebelumnya, dari hasil pengamatan lapangan, didapat 24 jenis tutupan lahan. Dengan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m, diharapkan jenis tutupan lahan yang lain dapat diidentifikasi. Untuk dapat mengetahui apakah jenis objek tutupan lahan yang lain dapat diidentifikasi, maka perlu dilihat dari tiap jenis tutupan lahan. Lokasi tiap tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 46 berikut. Gambar 46 Padang Rumput Pada Citra 12,5 m. Pada gambar di atas padang rumput tetap tidak dapat diidentifikasi dengan mudah karena tidak dapat dibedakan dengan pertanian lahan kering yang memiliki tampilan yang sama. Dapat dilihat pada Gambar 46 di atas bahwa tampilan padang rumput menyerupai pertanian lahan kering di sekitarnya yang berwarna ungu kebiruan. Pada kasus di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah, padang rumput yang ditemukan yaitu berupa padang golf, dan tidak ditemukan padang rumput di daerah lain lagi, sehingga tidak dapat dilihat konsistensinya pada lokasi yang lain. Kemudian untuk lokasi kebun kacang dapat dilihat pada Gambar 47 berikut.

63 Gambar 47 Kebun Kacang Pada Citra 12,5 m. Pada citra dengan resolusi 12,5 m kebun kacang juga tidak dapat diidentifikasi, karena tidak memiliki ciri yang khusus pada elemen interpretasinya. Tutupan lahan ini tampak seperti pertanian lahan kering. Karena kebun kacang hanya diambil sekali pada pengamatan lapang, maka tidak dapat dilihat konsistensinya pada lokasi lain. Tampilan untuk tutupan lahan berupa kebun singkong dapat dilihat pada gambar 48 berikut. (a) (b)

64 (c) Gambar 48 Kebun Singkong Pada Citra 12,5 m. Pada gambar di atas tampak warna biru tua yang menunjukkan pertanian lahan kering dengan dominasi tanaman singkong. Namun jenis tutupan lahan ini tidak memiliki ciri khusus pada elemen interpretasinya sehingga jika dilihat dari ciri-cirinya, maka akan dikelompokkan menjadi pertanian lahan kering. Tutupan lahan berupa kebun singkong diambil di tiga lokasi agar dapat dilihat konsistensi tampilannya (Gambar 48 a, b, c). Tampilan untuk tutupan lahan berupa kebun tembakau dapat dilihat pada Gambar 49 berikut. (a) (b) Gambar 49 Kebun Tembakau Pada Citra 12,5 m Pada citra dengan resolusi 12,5 m, tutupan lahan berupa kebun tembakau lebih jelas dengan warna biru tua. Namun jenis tutupan lahan ini tidak memiliki ciri khusus pada elemen interpretasinya sehingga jika dilihat dari ciri-cirinya, maka akan dikelompokkan menjadi pertanian lahan kering. Untuk tutupan lahan

65 berupa kebun tembakau, diambil di dua lokasi agar dapat dilihat konsistensi tampilannya di kedua lokasi tersebut (Gambar 49 a, b). Tampilan tutupan lahan berupa kebun tebu dapat dilihat pada gambar 50 berikut. Gambar 50 Kebun Tebu Pada Citra 12,5 m. Kebun tebu merupakan lahan dengan vegetasi berupa tebu. Meski memiliki batang dengan diameter kecil, namun pada citra ALOS PALSAR tutupan lahan berupa kebun tebu berwarna hijau. Hal ini karena kebun tebu memiliki kerapatan yang tinggi sehingga biomassanya juga tinggi. Ini yang menyebabkan kebun tebu berwarna hijau pada citra. Pada citra resolusi 12,5 m kebun tebu tidak dapat dibedakan dengan tampilan kebun campuran, dapat dilihat pada gambar 50 di atas. Selain itu kebun tebu tidak memiliki ciri khusus pada elemen interpretasinya. Hal ini menyebabkan kebun tebu tidak dapat diidentifikasi. Untuk tutupan lahan berupa kebun salak, dapat dilihat pada Gambar 51 berikut. (a) (b) Gambar 51 Kebun Salak Pada Citra 12,5 m.

66 Dapat dilihat pada citra bahwa tutupan lahan berupa kebun salak tidak dapat diidentifikasi dengan baik mengingat tampilan warnanya mirip dengan warna kebun campuran. Selain itu kebun salak tidak memiliki ciri khusus pada elemen interpretasinya sehingga cenderung akan diinterpretasi menjadi kebun campuran. Tutupan lahan di sekitar kebun salak juga merupakan kebun campuran, sehingga jenis tutupan lahan ini sulit diidentifikasi. Kebun salak diambil di dua lokasi sehingga dapat dilihat konsistensinya di kedua lokasi tersebut (Gambar 51 a, b). Sedangkan untuk tutupan lahan berupa kebun alpukat dan hutan rakyat suren berada pada lokasi yang sama yang ditunjukkan pada Gambar 52. Gambar 52 Kebun Alpukat dan HR Suren Pada Citra 12,5 m. Dapat dilihat pada citra bahwa tutupan lahan berupa kebun alpukat tidak dapat dibedakan dengan baik mengingat tampilannya mirip dengan kebun campuran. Selain itu, baik kebun alpukat maupun hutan suren tidak memiliki ciri khusus pada elemen interpretasinya sehingga cenderung akan diinterpretasi menjadi kebun campuran, selain itu tutupan lahan di sekitarnya juga merupakan kebun campuran. Dapat dilihat pada Gambar 52 di atas bahwa tampilan kedua tutupan lahan ini tidak dapat diidentifikasi. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m memberikan pendetailan dalam proses deliniasi sehingga batas antar objek yang memiliki warna yang berbeda dapat ditentukan dengan pasti. Namun, citra dengan resolusi ini belum dapat memberikan penambahan jumlah tutupan lahan bagi proses interpretasi visual.

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Objek di Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan di 3 (tiga) kabupaten, yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Titik pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B Tabel 5 Matriks Transformed Divergence (TD) 25 klaster dengan klasifikasi tidak terbimbing 35 36 4.1.2 Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU Kelas C Oleh : Ayu Sulistya Kusumaningtyas 115040201111013 Dwi Ratnasari 115040207111011 Fefri Nurlaili Agustin 115040201111105 Fitri Wahyuni 115040213111050

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 31 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Pengamatan tutupan lahan di lapangan dilakukan di Kecamatan Cikalong yang terdiri dari 13 desa. Titik pengamatan yang digunakan

Lebih terperinci

Sumber bacaan 4/30/2012. Minggu 10: Klasifikasi Data Citra KOMBINASI WARNA

Sumber bacaan 4/30/2012. Minggu 10: Klasifikasi Data Citra KOMBINASI WARNA Minggu 10: Klasifikasi Data Citra Proses Sebelum Klasifikasi Koreksi Geometri Koreksi Radiometri Koreksi Topografi Penajaman Citra Minggu 9 Klasifikasi Pemilihan Kombinasi warna Teknik Klasifikasi Visual

Lebih terperinci

5. SIMPULAN DAN SARAN

5. SIMPULAN DAN SARAN 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa di ekosistem transisi yang telah mengalami transformasi dari hutan sekunder menjadi sistem pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian 12 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada akhir bulan Maret 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

Penyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan

Penyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan Standar Nasional Indonesia Penyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan ICS 01.020; 07.040 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH 1. Tata Guna Lahan 2. Identifikasi Menggunakan Foto Udara/ Citra Identifikasi penggunaan lahan menggunakan foto udara/ citra dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Parakasak Kondisi tutupan lahan Gunung Parakasak didominasi oleh kebun campuran. Selain kebun campuran juga terdapat sawah dan

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH ALOS AVNIR UNTUK PEMANTAUAN LIPUTAN LAHAN KECAMATAN

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH ALOS AVNIR UNTUK PEMANTAUAN LIPUTAN LAHAN KECAMATAN PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH ALOS AVNIR UNTUK PEMANTAUAN LIPUTAN LAHAN KECAMATAN Wiweka Peneliti Kantor Kedeputian Penginderaan Jauh LAPAN Dosen Teknik Informatika, FTMIPA, Universitas Indraprasta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM Klasifikasi Dari hasil confusion matrix didapatkan ketelitian total hasil klasifikasi (KH) untuk citra Landsat 7 ETM akuisisi tahun 2009 sebesar 82,19%. Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan citra

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) MUHAMMAD ROMADHON

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) MUHAMMAD ROMADHON IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) MUHAMMAD ROMADHON DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kabupaten Bungo Tahun 2011 dan Perubahan Penggunaannya Tahun

BAB V PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kabupaten Bungo Tahun 2011 dan Perubahan Penggunaannya Tahun 32 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan Lahan Kabupaten Bungo Tahun 2011 dan Perubahan Penggunaannya Tahun 1993-2011 Interpretasi dan analisis visual merupakan kegiatan mengamati citra secara visual dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT THEMATIC MAPPER Ipin Saripin 1 Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama foto udara dianggap paling baik sampai saat ini karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tape merupakan makanan selingan yang cukup populer di Indonesia dan Malaysia. Pada dasarnya ada dua tipe tape, yaitu tape ketan dan tape singkong. Tape memiliki rasa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

Interpretasi Citra dan Foto Udara

Interpretasi Citra dan Foto Udara Interpretasi Citra dan Foto Udara Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal 23 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan Lahan Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal Hasil interpretasi penggunaan lahan dari citra ALOS AVNIR 2009, Kecamatan Babakan Madang memiliki 9 tipe penggunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth.

Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth. menggunakan data latih kedua band citra berbasis rona (tone, sehingga didapatkan pohon keputusan untuk citra berbasis rona. Pembentukan rule kedua menggunakan data latih citra berbasis rona ditambah dengan

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data dan langkah-langkah pengolahan datanya. Data yang digunakan meliputi karakteristik data land use dan land cover tahun 2005 dan tahun 2010.

Lebih terperinci

Lampiran. Universitas Sumatera Utara

Lampiran. Universitas Sumatera Utara Lampiran Lampiran 1. Titik Posisi ground check dan data titik lapangan Tabel 1. Titik Posisi ground check No LU BT Peta Kondisi Lapangan keterangan 1 2 15'6.67" 98 53'24.24" 2 2 14'49.28" 98 53'26.28"

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ekstraksi Citra TerraSAR-X Dual Polarization Citra RGB terbaik idealnya mampu memberikan informasi mengenai objek, daerah atau fenomena yang dikaji secara lengkap. Oleh karena

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP KOMPOSISI. Kesatuan/unity Keselarasan/harmony Keseimbangan/balance Proporsi /Proportion Irama/Rhytm Tekanan/Emphasize

PRINSIP-PRINSIP KOMPOSISI. Kesatuan/unity Keselarasan/harmony Keseimbangan/balance Proporsi /Proportion Irama/Rhytm Tekanan/Emphasize Nirmana Dwimatra Suatu kaidah susunan (organisasi) dari unsur-unsur pendukungnya untuk menciptakan suatu kesatuan bentuk ciptaan dalam batasan dua dimensional PRINSIP-PRINSIP KOMPOSISI Kesatuan/unity Keselarasan/harmony

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1 1. Hasil penginderaan jauh yang berupa citra memiliki karakteristik yang

Lebih terperinci

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa ISSN 0853-7291 Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa Petrus Soebardjo*, Baskoro Rochaddi, Sigit Purnomo Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

RSNI-3. Standar Nasional Indonesia. Klasifikasi penutup lahan

RSNI-3. Standar Nasional Indonesia. Klasifikasi penutup lahan RSNI-3 Standar Nasional Indonesia Klasifikasi penutup lahan Daftar Isi Daftar Isi... i Prakata... ii Klasifikasi penutup lahan... 1 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Istilah, definisi, dan singkatan...

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

Jumlah informasi dan paket iptek pendukung produktivitas hutan dan pola agroforestry berbaris kayu pertukangan

Jumlah informasi dan paket iptek pendukung produktivitas hutan dan pola agroforestry berbaris kayu pertukangan Jumlah informasi dan paket iptek pendukung produktivitas hutan dan pola agroforestry berbaris kayu pertukangan Pola agroforestry hutan rakyat penghasil kayu pertukangan Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Melalui

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN A. Tataran Lingkungan/Komunitas Dalam pemilihan material yang akan digunakan untuk membuat sebuah rak, perlu memperhatikan juga unsur kelestarian bagi lingkungan. Penggunaan kayu

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Penutupan/Penggunaan Lahan dari Citra Landsat Berdasarkan hasil interpretasi visual citra Landsat didapatkan beberapa kelas penggunaan lahan yaitu badan air

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN MOTIF BUNGA MAWAR PADA KELOM GEULIS SHENY TASIKMLAYA

BAB IV KAJIAN MOTIF BUNGA MAWAR PADA KELOM GEULIS SHENY TASIKMLAYA BAB IV KAJIAN MOTIF BUNGA MAWAR PADA KELOM GEULIS SHENY TASIKMLAYA IV. Kajian Estetika Feldman Kajian motif bunga mawar pada kelom geulis Sheny menggunakan teori Estetika Feldman, untuk mengkaji objek

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH A.Pembentukan Tanah Pada mulanya, permukaan bumi tidaklah berupa tanah seperti sekarang ini. Permukaan bumi di awal terbentuknya hanyalah berupa batuan-batuan

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2013 DARI USAHA

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Aseupan Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun 2014, kondisi tutupan lahan Gunung Aseupan terdiri

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan tugas akhir merupakan hal pokok bagi setiap mahasiswa dalam rangka merampungkan studi sarjana Strata Satu (S1) di Institut Teknologi Bandung. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1)

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1) Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1) Kelas kesesuaian (2) Kemiri (Aleuriteus Moluccana WILLD) (3) Durian (Durio zibethinus MURR) (4) Tanaman

Lebih terperinci

bumbu adalah suatu bahan mempertinggi aroma makanan tanpa mengubah aroma bahan alami

bumbu adalah suatu bahan mempertinggi aroma makanan tanpa mengubah aroma bahan alami bumbu & rempah bumbu adalah suatu bahan mempertinggi aroma makanan tanpa mengubah aroma bahan alami rempah Adalah bagian tanaman yang ditambahkan pada makanan untuk menambah atau membangkitkan selera

Lebih terperinci

Klasifikasi penutup lahan

Klasifikasi penutup lahan Standar Nasional Indonesia Klasifikasi penutup lahan Hak C ICS 07.040 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Drs. Dede Sugandi, M.Si. Drs. Jupri, MT. Nanin Trianawati Sugito, ST., MT. Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi No Tahun Bulan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 1987 206 220 368 352 218 17 34 4 62 107 200 210 1998 2 1989 183 198 205 301 150

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung Barat yang merupakan kabupaten baru di Provinsi Jawa Barat hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan tanaman yang berkelanjutan dan lestari membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan tanaman yang berkelanjutan dan lestari membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan hutan tanaman yang berkelanjutan dan lestari membutuhkan informasi potensi hutan yang akurat melalui kegiatan inventarisasi hutan. Salah satu informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 02 Sesi NGAN PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA Semua objek dalam peta ditampilkan dalam bentuk simbol. Artinya, simbol peta mewakili objek baik objek fisik maupun

Lebih terperinci

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, 2007.

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, 2007. Lampiran 1 Lokasi Stasiun Iklim di Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kabupaten Bujur Lintang Tinggi (mdpl) Pacet Cianjur 107 o 05 E 06 o 73 S 1150 Citeko Bogor 106 o 94 E 06 o 70 S 920 Geofisika Bandung 107

Lebih terperinci

UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH

UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH Oleh: Bambang Syaiful Hadi JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FIS UNY 1. RONA Rona adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Lahan merupakan sumberdaya pembangunan yang memiliki karakteristik antara lain (1) luasan relatif tetap, dan (2) memiliki sifat fisik yang bersifat spesifik

Lebih terperinci

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI KONSEP KONVERGENSI BUKTI PADA INTERPRETASI CITRA LANDSAT 8 (KASUS DAS CILIMAN DAN CILEMER PROVINSI BANTEN) CONVERGENT EVIDENCE CONCEPT ON IMAGE INTERPRETATION OF LANDSAT 8 (CASE: WATERSHED CILIMAN AND

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DI LUAR KAWASAN HUTAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai karakteristik kertas seni yang terbuat dari limbah bulu ayam dan limbah kulit singkong telah diperoleh data dari hasil

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 No. 18/03/35/Th.X, 1 Maret 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Februari 2012 Turun 1,39 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah di bagian selatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah di bagian selatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah di bagian selatan Pulau Jawa yang didominasi oleh bentang lahan karst dengan keadaan tapak yang cukup bervariasi.

Lebih terperinci

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS A. Implementasi Teoritis Istilah kata celeng berasal dari sebagian masyarakat Jawa berarti babi liar. Jika dilihat dari namanya saja, sudah nampak bahwa

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30 Persamaan Umum Kehilangan Tanah (Universal Soil Loss Equation) (USLE) (Wischmeier & Smith, 1969) A = R. K. L. S. C. P A = Jumlah Tanah Tererosi (Ton/Ha/Th) R = Jumlah Faktor Erosivitas Hujan (Joule) K

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tutupan Lahan dan Vegetasi Terdapat 6 jenis tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang ada dalam Tabel 4. Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan 68 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan tingkat produksi gula antar daerah. Selain itu Jawa Timur memiliki jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA SUMURUP. Sebelah barat berbatasan dengan desa sengon. 60. Gambar 4.1 Batasan Wilayah Kecamatan

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA SUMURUP. Sebelah barat berbatasan dengan desa sengon. 60. Gambar 4.1 Batasan Wilayah Kecamatan BAB IV GAMBARAN UMUM DESA SUMURUP A. Kondisi Geografis Desa sumurup merupakan salah satu desa di kecamatan bendungan tepatnya lagi di kabupaten trenggalek. Secara geografis luas wilayah desa sumurup adalah

Lebih terperinci

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Teknis Bidang Kehutanan

Lebih terperinci