2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau dari gugusan Kepulau Seribu dan termasuk ke dalam daerah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS). TNKpS memiliki luas Ha yang terdiri dari 78 pulau kecil, 86 gosong pulau, dan hamparan laut dangkal pasir karang pulau sekitar Ha. Selain itu, terdapat terumbu karang tipe fringing reef, mangrove dan lamun dengan substrat sangat miskin hara/lumpur dengan kedalaman laut dangkal sekitar m (Departemen Kehutanan 2008). Dari sejumlah pulau yang ada pada daerah tersebut, hanya 6 pulau yang menjadi pemukiman penduduk dan sisanya digunakan sebagai kawasan wisata (20 pulau) yang dikelola secara perorangan atau badan usaha (Departemen Kehutanan 2008). Ditinjau dari letak kontinental dan oseanografinya, wilayah Kepulauan Seribu mempunyai iklim muson laut tropis, yakni adanya pergantian arah angin setiap setengah tahun. Dimana musim basah mencapai kondisi maksimum pada bulan Januari, sedangkan musim kering mencapai puncak pada bulan Juni- Agustus. Pengaruh musim sebagai tiupan angin Barat Laut Utara yang kuat selama musim Barat pada bulan Oktober-April : serta angin Tenggara-Timur pada musim Tenggara atau Timur pada bulan Mei-September (Departemen Kehutanan 2008). Kondisi iklim di Kepulaun Seribu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pesisir Teluk Jakarta, dimana nisbah jumlah bulan kering dan bulan basah antara %. Musim hujan berlangsung pada bulan November - April dengan jumlah hari hujan antara hari per bulan dan curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari. Musim kemarau berlangsung antara bulan Mei - Oktober dengan hari hujan antara 4-10 hari per bulan dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus. Rata-rata curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir berkisar antara mm, dimana curah hujan terbanyak (510 mm)

2 7 terjadi pada bulan Januari dan curah hujan terkecil (43 mm) terjadi pada bulan Agustus (BPLHD DKI Jakarta 2002 in Departemen Kehutanan 2008) Parameter Fisika dan Kimia Salah satu komponen abiotik dalam ekologi adalah parameter fisika dan kimia. Kedua parameter ini merupakan faktor yang tidak dapat dikontrol keberadaannya di alam. Parameter tersebut biasanya terdiri dari parameter fisika (suhu, arus, dan kecerahan) dan kimia (ph, salinitas, oksigen terlarut, dan nutrien). Selain parameter di atas, dalam penelitian ini yang perlu diamati adalah habitat dari makrozoobentos dan lamun itu sendiri, yaitu substrat dasar (tekstur dan kandungan C-Organik) Suhu Suhu atau temperatur termasuk ke dalam tiga besar faktor yang paling berpengaruh di laut setelah sinar matahari dan salinitas (Odum 1993). Menurut Hutabarat & Evans (1985), suhu menjadi sangat penting bagi kehidupan organisme di laut karena dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan dari organisme itu sendiri. Suhu udara rata-rata di Kepulauan Seribu berkisar antara 26,5 C - 28,5 C, suhu udara maksimum berkisar antara 29,5 C - 32,5 C, sedangkan suhu udara minimum berkisar antara 23,4 C - 23,8 C (Dinas Tata Kota DKI Jakarta 2003 in Departemen Kehutanan 2008). Di daerah tropis sendiri suhu air laut rata-rata berkisar antara 28 o -31 o C (Nontji 2007). Untuk lamun, suhu akan mempengaruhi transport elektron dalam proses fotosintesis, apabila suhu lingkungan mencapai kisaran 38 o -40 o C, maka akan akan menggangu proses fotosintesis dan akan mengakibatkan kematian pada lamun tersebut (McKenzie & Yoshida 2009) Kecepatan Arus Kecepatan arus berpengaruh pada turbulensi air yang akan membawa unsur hara serta partikel-partikel yang pada akhirnya akan berpengaruh

3 8 terhadap produktivitas suatu kawasan. Beberapa spesies lamun mampu hidup dengan kecepatan arus berkisar antara 0 sampai 2,06 m/detik, contohnya Halophila spinulosa dan Halodule uninervis pada kisaran 0 sampai 1,03 m/detik (Walker 1989 in Irawan 2003). Menurut McKenzie & Yoshida (2009), arus pasang surut merupakan faktor yang mempengaruhi proses penyerbukan lamun. Menurut Nybakken (1988), kemungkinan faktor fisik terpenting yang beraksi pada komunitas dasar adalah turbulensi atau gerakan ombak. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pengadukan sedimen sehingga bahan-bahan yang telah mengendap pada sedimen akan kembali terlarut atau terbawa oleh massa air. Karena itu karakteristik sedimen akan berbeda pada setiap lokasi dan berpengaruh terhadap sebaran organisme bentik di dalamnya Kedalaman Kedalaman mempengaruhi sebaran lamun dan bentos di perairan. Lamun dapat hidup sampai kedalaman dimana radiasi matahari cukup untuk membantu melakukan proses fotosintesis. Jenis lamun Halophila dapat ditemukan pada kedalaman 90 meter di bawah laut (Kiswara 1985). Kedalaman berpengaruh terhadap pengadukan massa air dan proses sedimentasi. Kemudian proses sedimentasi akan mempengaruhi karakteristik serta kandungan bahan organik pada substrat atau sedimen sebagai habitat makrozoobentos. Oleh karena itu, sebaran makrozoobentos dipengaruhi juga oleh kedalaman suatu perairan Kecerahan Kecerahan sangat mempengaruhi kehidupan organisme di perairan terutama organisme yang berperan sebagai produsen pertama yang memanfaatkan sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis seperti lamun. Oleh karena itu penyebaran lamun sangat dipengaruhi oleh kecerahan suatu perairan dimana sinar matahari cukup untuk membantu dalam melakukan proses fotosintesis. Radiasi minimal yang dibutuhkan oleh lamun itu sendiri

4 9 untuk dapat tetap tumbuh yaitu, sekitar 4% sampai 29% (Dennison et al in Heminga & Duarte 2000) Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman menunjukkan banyaknya jumlah ion hidrogen (H + ) dalam suatu larutan. Nilai ph di lingkungan perairan laut relatif stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,5 8,4 (Nybakken 1988). Hal tersebut dikarenakan adanya sistem karbon dioksida-asam karbonat-bikarbonat yang berfungsi sebagai buffer sehingga mampu mempertahankan air laut dengan kisaran yang sempit. Derajat keasaman (ph) berpengaruh terhadap metabolisme dari hewan akuatik. Nilai ph sendiri dipengaruhi oleh kadar CO 2 di perairan dan kadar CO 2 di perairan dipengruhi oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi hewan air (Sanusi 2006) Salinitas Salinitas merupakan jumlah total (gr) dari material padat termasuk NaCl yang terkandung dalam air laut sebanyak 1 kg dimana bromin dan iodin diganti dengan klorin dan bahan organik seluruhnya telah dibakar habis (Wibisono 2005; Sanusi 2006). Salinitas pada bebagai tempat di lautan terbuka yang jauh dari daerah pantai variasinya sempit, biasanya antara PSU, dengan rata-rata 35 PSU. Perbedaan terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan presipitasi, oleh karena itu laut di daerah tropis cenderung memiliki salinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah beriklim sedang atau subtropis (Nybakken 1988). Menurut McKenzie & Yoshida (2009) beberapa jenis lamun dapat mentolelir kisaran salinitas yang cukup luas yaitu sekitar 4-65 PSU. Akan tetapi pada umumnya pertumbuhan lamun akan maksimal pada salinitas 35 PSU. Berbeda dengan pernyataan McKenzie & Yoshida (2009), menurut Heminga & Duarte (2000) nilai salinitas yang dapat ditoleransi oleh lamun yaitu 10 PSU untuk air payau sampai 45 PSU dimana lamun sudah tidak dapat lagi tumbuh dan mati. Kematian tersebut dikarenakan jaringan pada lamun akan mengalami stres

5 10 akibat tekanan osmotik ketika berada pada salinitas yang tinggi atau rendah, kemudian akan kehilangan fungsinya dan terjadi kerusakan pada jaringan tersebut (necrotic) yang akan mengakibatkan kematian (Bieble & McRoy 1971 in Heminga & Duarte 2000). Salinitas air permukaan laut di Kepulauan Seribu secara umum berkisar antara PSU. Salinitas air permukaan pada musim barat, musim timur dan musim pancaroba tidak berfluktuasi secara nyata (Dinas Perikanan DKl Jakarta 1997 in Departemen Kehutanan 2008) DO (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut sangat mempengaruhi kelangsungan dari organisme yang hidup di laut, nilai DO ini sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan turbulensi air serta akan berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer (Jeffries dan Mills 1996 in Effendi 2003). Sumber oksigen terlarut bisa berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty & Olem 1994 in Effendi 2003). Ketiadaan DO pada dasar perairan mengakibatkan dekomposisi yang terjadi pada daerah tersebut menjadi anaerob dan menghasilkan H 2 S. Hal ini akan mempengaruhi makrozoobentos yang hidup pada substrat dasar perairan (epifauna dan infauna) Nutrien (Nitrat dan Ortofosfat) Nutrien berpengaruh dalam produktivitas suatu perairan. Lamun sangat membutuhkan nutrien untuk bertahan hidup. Nutrien yang dibutuhkan lamun utamanya dua yaitu nitrogen dan fosfat. Kebutuhan lamun akan nutrien tergantung dari musim. Selama musim pertumbuhan, lamun membutuhkan nutrien yang tinggi akan tetapi ketika lamun tersebut telah dewasa, kadar nutrien yang tinggi dapat berubah menjadi toksik (McKenzie & Yoshida 2009). Sama halnya dengan lamun, organisme bentik dipengaruhi oleh kandungan nutrien di perairan terutama organisme yang menfaatkan nutrien secara langsung (suspention feeders). Akan tetapi, apabila nutrien berlebih dan proses

6 11 dekomposisi terjadi secara anaerob, maka organisme bentik akan terganggu. Unsur hara utama bagi jasad hidup di laut adalah posfor (P) dan nitrogen (N) yang memegang peranan terpenting dalam daur organik, meskipun bukan unsurunsur kima yang tinggi kadarnya dalam air laut (Romimohtarto & Juwana 2001) Substrat (Sedimen) Sedimen terutama terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari pembongkaran batu-batuan dan potongan-potongan kulit kerang (shell) serta sisa-sisa rangka-rangka dari organisme laut. Tidaklah mengherankan jikalau ukuran-ukuran partikel ini sangat ditentukan oleh sifat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat pada berbagai tempat di dunia mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya (Hutabarat dan Evans, 1985). Salah satu cara untuk mengklasifikasikan jenis substrat yaitu dengan melihat secara langsung ukuran partikelnya. Ukuran sedimen laut dangkal sangat beragam, mulai dari batuan kerikil (> 1mm), pasir ( mm), lumpur ( mm), dan lempung atau liat (> mm) (Sanusi 2006). Ukuran dari partikel pasir dipantai merupakan fungsi dari gerakan ombak di pantai itu (Nybakken 1988). Menurut asal usulnya, sedimen dasar laut dapat dibedakan atau digolongkan menjadi (Wibisono, 2005) : (1) Lithogenous, yaitu jenis sedimen yang berasal dari pelapukan (weathering) batuan dari daratan, lempeng kontinen termasuk yang berasal dari kegiatan vulkanik. (2) Biogenous, sedimen yang berasal dari organisme laut yang telah mati dan terdiri dari remah-remah tulang, gigi geligi dan cangkang-cangkang tanaman maupun hewan mikro. (3) Hydrogenous, sedimen yang berasal dari komponen kimia yang larut dalam air laut dengan konsentrasi yang lewat jenuh sehingga terjadi pengendapan (deposisi) di dasar laut.

7 12 (4) Cosmogenous, sedimen yang berasal dari luar angkasa dimana partikelpartikel dari benda-benda angkasa ditemukan di dasar laut dan mengandung banyak unsur besi sehingga mempunyai respon magnetik dan berukuran antara m. Kualitas sedimen, kedalaman dan arus sangat berpengaruh terhadap penyebaran lamun, pertumbuhan dan keberadaannya (McKenzie & Yoshida 2009). Sama halnya dengan lamun, jenis sedimen juga menentukan keberadaan dari organisme bentik yang tinggal, terutama senyawa kimia yang terdapat dalam sedimen yang terbentuk salah satunya oleh reaksi oksidasi-reduksi (Sanusi 2006). Oleh karena itu pada lokasi tertentu terdapat pengelompokan jenis organisme bentik yang berbeda Lamun Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang dapat menyesuaikan diri dalam kondisi tenggelam pada lingkungan laut. Biasanya terdapat pada perairan dangkal di kawasan pesisir pantai. Seperti rumput yang terdapat di daratan, lamun memiliki daun, tunas, rhizome, dan akar yang mencengkram substrat, selain itu lamun menghasilkan buah dan biji serta memiliki sistem transpor internal dalam tubuhnya untuk mengedarkan gas dan nutrien (Fortes 1990). Menurut Dahuri (2003) dan McKenzie & Yoshida (2009), lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini mempunyai sifat yang memungkinkannya hidup di lingkungan laut, yaitu (1) mampu hidup di media air asin, (2) mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, (3) mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, (4) mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam (Den Hartog 1970 in Dahuri 2003).

8 Habitat dan sebaran lamun Lamun hidup di perairan dangkal yang agak berpasir. Sering pula dijumpai di terumbu karang atau bahkan di lokasi yang lebih dalam dimana sinar matahari masih dapat menembus perairan. Dimana ada ruang tersedia, maka lamun dapat berkembang jika substratnya sesuai. Kebanyakan dari spesies lamun tumbuh terbatas hanya pada kawasan dengan substrat berpasir sampai berlumpur walaupun ada juga yang hidup di substrat berbatu. Berbeda dengan alga yang membutuhkan nutrien dalam air, lamun merupakan tumbuhan yang menyerap nutrien dari sedimen atau substrat. Jadi lamun dapat mendaurulangkan nutrien kembali ke dalam ekosistem agar tidak terperangkap di dasar laut (Nybakken 1988). Lamun golongan Parvozosterid (daun panjang dan sempit seperti Halodulle dan Zostera) dan Halopilid (daun berebentuk elips, bulat telur, berbentuk tombak/lanciolate, rapuh dan tanpa saluran udara seperti Halophila) dapat ditemukan hampir disemua habitat, mulai dari pasir kasar sampai ke lumpur yang lunak, mulai dari daerah pasang surut (intertidal) sampai daerah yang cukup dalam dan mulai dari laut terbuka sampai ke estuari. Bahkan untuk jenis Halophila dapat ditemukan pada kedalaman 90 meter dibawah permukaan laut (Kiswara 1985). Batas kedalaman dari lamun ditentukan oleh berapa radiasi minimal yang dibutuhkan oleh lamun itu sendiri untuk dapat tetap tumbuh yaitu, sekitar 4% sampai 29% (Dennison et al in Heminga & Duarte 2000). Setiap jenis lamun memiliki perbedaan habitat menurut kedalamannya, hal ini mengakibatkan adanya pola zonasi lamun berdasarkan kedalamannya. Sementara ini, di dunia dijumpai sebanyak 58 jenis lamun (Kuo & McComb 1989 in Kiswara 1999). Berdasarkan garis lintang, spesies lamun terbanyak berada di lintang rendah atau di kawasan tropis dibandingkan dengan dikawasan berlintang tinggi atau daerah subtropis (Heminga & Duarte 2000). Di Indonesia sendiri sebelumnya hanya terdapat 12 spesies yang terdiri dari tiga genus famili Hydrocharitaceae (Enhalus, Thalassia, Halophila) dan empat genus dari famili Potamogetonaceae (Cymodocea, Halodule, Sryngodium, dan Thalassodendron)

9 14 (Nontji 2007). Akan tetapi pada tahun 2007 telah ditemukan jenis baru yaitu, Halophila sulawesii di perairan Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Jenis ini mirip dengan H. Ovalis namun bersifat monoecious (berumah satu) dan ditemukan di perairan dalam sekitar m (Kuo 2007 in Kuriandewa 2009). Informasi tentang sebaran lamun di Indonesia sangatlah langka. Dalam Kiswara (1985), dari keduabelas spesies lamun yang terdapat di Indonesia, terdapat satu spesies yang penyebarannya terbatas di kawasan timur Indonesia yaitu, Thalassodendron ciliatum. Selain itu terdapat dua spesies yang sebarannya sempit sekali dibandingkan dengan spesies lainnya yaitu, Halophila spinulosa yang tercatat hanya di empat lokasi yaitu, Kep. Riau, Anyer (Pulau Jawa), Baluran Utara (Besuki), dan Irian. Serta H. decipiens yang tercatat di tiga lokasi yaitu, Teluk Jakarta (Pulau Jawa), Teluk Moti-moti (Sumbawa), dan Kep. Aru. Di Pulau Pramuka, terdapat 6 jenis lamun, yaitu Cymodoceae rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila pinifolia (Dwindaru 2010). Akan tetapi, menurut Dwintasari (2009) di Pulau Pramuka juga ditemukan Syringodium isoetifolium. Menurut Kepmen LH No. 200 Tahun 2004, kondisi lamun di Pulau Pramuka tergolong rusak (Dwindaru 2010) Peran dan Manfaat Lamun Secara ekologi, padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan sumber utama produktivitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme (dalam bentuk detritus). Tidak seperti tumbuhan teresterial yang lain dimana herbivora dapat memanfaatkan langsung tumbuhan tersebut, organisme yang memanfaatkan lamun tidaklah banyak. Kemungkinan hewan yang paling banyak memanfaatkan lamun secara langsung adalah bulu babi, beberapa ikan (Scaridae, Acanthuridae), penyu, dan ikan duyung. Sumber energi yang berasal dari fotosintesis hanya sedikit yang disalurkan langsung kedalam rantai makanan daerah pesisir (Nybakken 1988). Menurut Fenchel (1977) in

10 15 Nybakken (1988), energi yang bersumber dari lamun ini memasuki ekosistem melalui detritus, yaitu tanaman air yang mati dan membusuk kemudian dihancurkan menjadi partikel yang lebih kecil dan bahan yang telah didekomposisi ini dimakan oleh berbagai organisme pemakan detritus (Gambar 2). Penyu, Manatee Bebek, Angsa Cadangan bahan organik terlarut Penguraian oleh bakteri Rantai makanan plankton Rumput Laut Daun dan akar mati Detritus tertentu Jamur Bakteri Mikro Fauna Bakteriovora Mikrofauna Karnivora Herbivora, Invertebrata Ikan Herbivora Ikan Karnivora Pemakan Detritus Ikan, Invertebrata, Karnivora besar Gambar 2. Lintasan yang dilalui lamun (eel grass) untuk masuk ke dalam jaringan makanan (Sumber: Nybakken 1988). Padang lamun juga dapat berfungsi sebagai perangkap dasar sedimen dan selanjutnya membentuk dasar. Selain itu, apabila pertumbuhan lamun mencapai permukaan, maka daun yang mengapung dapat mematahkan kekuatan ombak sehingga membentuk habitat yang berair tenang dibawahnya dan menjadi tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari pengaruh cahaya matahari yang kuat. Jika padang lamun barada pada daerah pasang surut, daun dapat menutupi substrat dasar pada waktu air surut serta melindungi penghuninya dari kekurangan air (desiccation) (Nybakken 1988). Padang lamun juga merupakan habitat dari beberapa jenis biota laut seperti Crustacea, Moluska, Annelida, dan Pisces (ikan). Beberapa jenis ikan biasanya datang ke padang lamun untuk memijah atau sekedar mencari makan. Beberapa jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis menggunakan daerah

11 16 padang lamun sebagai tempat asuhan antara lain ikan beronang. Duyung (Dugong dugon) merupakan mamalia laut yang makanannya adalah lamun terutama Syringodium isoetifolium (Nontji 2007). Menurut Nybakken (1988), contoh spesies lain yang bernilai ekonomis penting dan memilih padang lamun sebagai tempat pembesaranya adalah udang (Penaeus duorarum) yang hidup di daerah Florida Selatan. Beberapa jenis lamun dapat dimanfaatkan sebagai makanan seperti samosamo (Enhalus acoroides) yang dimanfaatkan bijinya oleh penduduk Pulau Seribu sebagai bahan makanan dan dimasak seperti menanak nasi (Nontji 2007). Fortes (1990) membagi fungsi lamun menjadi 2, yaitu pertama, pemanfaatan secara tradisional (masa lalu), seperti dibuat anyaman keranjang, pupuk kompos, atap, bahan baku untuk tikar, sebagai kain pelapis untuk mengemas barang, sebagai sekat untuk suara dan temperatur, pengganti serat dalam membuat nitroselulosa, untuk membuat gundukan sebagai tanggul, dan bahan pembuatan rokok dan mainan anak kecil. Kedua, pemanfaatan pada masa sekarang; sebagai penyaring kotoran dalam air, sebagai penstabil kawasan pesisir, bahan baku pembuatan kertas, sumber bahan kimia yang bermanfaat, sebagai pupuk dan pakan, serta makanan dan obat untuk manusia. Valuasi ekonomi dari padang lamun sangat besar, walaupun sulit untuk dihitung. Padang lamun merupakan peringkat ketiga dalam ekosistem global yang bernilai tinggi (dalam satuan hektar) setelah estuari dan wetland. Estimasi rata-rata nilai lamun pada tahun 1994 secara global yang dgunakan untuk daur nutrien dan penyedia bahan baku produksi sebesar US$ 19,004 ha tahun -1 (McKenzie & Yoshida 2009) Makrozoobentos Menurut Hutabarat & Evans (1985), organisme yang hidup di bagian dasar lautan dikenal sebagai bentos, termasuk seluruh hewan dan tumbuhan yang hidup pada daerah-daerah yang masih dipengaruhi oleh air pasang (daerah litoral), daerah continental shelf (sub litoral) dan yang tinggal di laut yang sangat

12 17 dalam (daerah bathyal dan abyssal). Bentos yang hidup di setiap daerah memilki pola adaptasi yang berbeda bergantung kepada kondisi dari daerah tersebut. Secara ekologis kelompok organisme ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu epifauna, merupakan organisme bentik yang hidup pada atau dalam keadaan lain berasosiasi dengan permukaan dan infauna, merupakan organisme yang hidup di substrat lunak (Nybakken 1988). Menurut Barnes & Huges (1991); Eleftheriou & Moore (2005); Gray & Elliott (2009), organisme bentos biasanya digolongkan berdasarkan ukuran saringan (mesh size) yang dipakai, yaitu: (1) Megafauna, merupakan organisme yang tertahan pada saringan berukuran > 5cm, (2) Makrofauna (makrozoobentos), merupakan organisme yang tertahan pada saringan berukuran 500µm-5cm, (3) Meiofauna, merupakan organisme yang lolos pada saringan berukuran µm, dan (4) Mikrofauna, merupakan organisme yang lolos pada saringan berukuran <63µm. Kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak sublitoral terbagi menjadi empat kelompok taksonomi : kelas Polychaeta, kelas Crustacea, filum Echinodermata, dan fillum Moluska (Nybakken 1988). Woodin (1976) in Nybakken (1988) mengklasifikasikan organisme infauna menjadi penggali pemakan deposit, pemakan suspensi, dan pembentuk dari berbagai tipe. Pembagian tersebut bergantung kepada klasifikasi oportunis-ekuilibrium; dimana spesies oportunistik merupakan organisme yang mempunyai masa hidup yang pendek, perkembangan yang cepat untuk bereproduksi, terdapat banyak reproduksi per tahun, larva terdapat hampir atau sepanjang tahun di perairan, dan angka kematian yang tinggi serta biasanya merupakan hewan kecil dan sering menetap atau sesil. Sedangkan spesies ekuilibrium merupakan organisme yang memiliki daur hidup yang panjang, perkembangan mencapai dewasa relatif lama, terdapat satu atau lebih periode reproduksi per tahun, angka kematiannya

13 18 rendah, biasanya ukurannya besar, dan lebih bersifat mobil dibandingkan dengan yang bersifat oportunistik (MacArthur 1960 in Nybakken 1988). Penyebaran bentos biasanya dipengaruhi oleh lingkungan, pengaruh lingkungan tersebut dapat berupa kematian atau memperpendek usia organisme tersebut (pulse disturbances) dan tekanan yang berlangsung lama pada rentang waktu tertentu (press disturbances) (Bender et al in Underwood & Chapman 2005). Menurut Pearson dan Rosenberg (1978) in Taurusman (2007), seringkali komunitas marine bentos dicirikan oleh jumlah spesies, kepadatan, dan biomassanya. Selain tiga parameter tersebut, untuk menjelaskan keanekaragaman hayati bentos tersebut maka biasanya digunakan indeks seperti indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman. Di Indonesia, makrozoobentos sudah banyak dijadikan objek penelitian tidak terkecuali di kawasan Teluk Jakarta dan Pulau Seribu. Menurut Taurusman (2007), di Teluk Jakarta struktur komunitas makrozoobentos dipengaruhi oleh pengkayaan bahan organik di perairan. Penelitian lain di Kawasan Pulau Seribu, yaitu asosiasi makrozoobentos dengan lamun di Pulau Kelapa Dua dan Harapan. Pada penelitian tersebut, biomassa dan kepadatan lamun mempengaruhi keanekaragaman makrozoobentos (Ramadhan 2010).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Peranan Lamun 2.1.1 Biologi Lamun Lamun (seagrass) termasuk dalam sub kelas monocotyledonae dan merupakan tumbuhan berbunga (kelas Angiospermae) (Yulianda 2002).

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu hidup terbenam dalam air di lingkungan perairan dekat pantai. Secara taksonomi, lamun termasuk ke dalam kelompok

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Pantai Pantai memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Secara umum, musim penghujan di Kepulauan Seribu mulai terjadi pada bulan November hingga April dengan 10-20 hari hujan per bulan. Bulan Januari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau dari gugusan Kepulauan Seribu dan termasuk ke dalam wilayah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Perairan Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisika Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi pengambilan data (Lampiran 2), didapatkan hasil seperti tercantum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari 7 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Umum Tumbuhan Lamun Menurut Azkab (2006), lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang. seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang. seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vegetasi Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan salinitas cukup tinggi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK

JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA Rinta Kusumawati ABSTRAK Lamun merupakan tanaman laut berbentuk daun tegak memanjang dengan pola sebaran mengelompok pada substrat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun ( Seagrass Deskripsi Lamun

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun ( Seagrass Deskripsi Lamun 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun (Seagrass) 2.1.1. Deskripsi Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut (McKenzie & Yoshida 2009).

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Deskripsi lamun

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Deskripsi lamun 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun 2.1.1 Deskripsi lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkunga laut; berpembuluh, berdaun, berimpang (rhizome), berakar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lamun Lamun (seagrass) merupakan bentangan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari klass angiospermae, tumbuhan air berbunga yang telah menyesuaikan diri hidup terbenam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Mofologi Lamun Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km 2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Lamun 2.1.1 Ekosistem Padang Lamun Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat

PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat Album Peta Lamun 2017 Pusat Penelitian Oseanografi PENYUSUN Marindah Yulia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Udang Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Jenis udang sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perairan teluk Lampung, Desa Ketapang, kecamatan Padang Cermin,

II. TINJAUAN PUSTAKA. perairan teluk Lampung, Desa Ketapang, kecamatan Padang Cermin, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Perairan pulau Kelagian merupakan salah satu pulau yang terdapat di wilayah perairan teluk Lampung, Desa Ketapang, kecamatan Padang Cermin, kabupaten

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Makrozoobentos Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau di permukaan substrat dasar perairan (Odum, 1994). Organisme ini terdiri

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Identifikasi Keanekaragaman Molusca Di Pantai Bama

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Identifikasi Keanekaragaman Molusca Di Pantai Bama Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Identifikasi Keanekaragaman Molusca Di Pantai Bama BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi Taman Nasional Baluran tidak hanya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Kerang tahu (Meretrix meretrix L. 1758)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Kerang tahu (Meretrix meretrix L. 1758) 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Kerang Tahu (Meretrix meretrix) Kerang merupakan hewan filter feeders yang memasukkan pasir kedalam tubuhnya kemudian mengakumulasikan pasir tersebut dilapisan tubuhnya.

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

KONEKTIVITAS KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS ANTARA HABITAT MANGROVE, LAMUN DAN TERUMBU KARANG DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA

KONEKTIVITAS KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS ANTARA HABITAT MANGROVE, LAMUN DAN TERUMBU KARANG DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA i KONEKTIVITAS KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS ANTARA HABITAT MANGROVE, LAMUN DAN TERUMBU KARANG DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA NINA WULANSARI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri II. Tinjuan Pustaka A. Bulu Babi Tripneustes gratilla 1. Klasifikasi dan ciri-ciri Bulu babi Tripneustes gratilla termasuk dalam filum echinodermata dengan klasifikasi sebagai berikut (Anon 2011 ) : Kingdom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan negara kepulauan dengan hamparan pulau-pulau dan garis pantai yang sepanjang 81.000 km.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Pulau Barrang Lompo adalah salah satu pulau di kawasan Kepulauan Spermonde, yang berada pada posisi 119 o 19 48 BT dan 05 o 02 48 LS dan merupakan salah

Lebih terperinci

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI PRINSIP DAN KONSEP ENERGI DALAM SISTEM EKOLOGI 1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI ENERGI DALAM EKOSISTEM Hukum thermodinamika I energi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan

TINJAUAN PUSTAKA. pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan 47 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan, sehingga Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut yang tinggi. Biota laut yang tinggi

Lebih terperinci

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memegang peranan penting dalam mendukung kehidupan manusia. Pemanfaatan sumber daya ini telah dilakukan sejak lama seperti

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka A. Defenisi Padang lamun

II. Tinjauan Pustaka A. Defenisi Padang lamun II. Tinjauan Pustaka A. Defenisi Padang lamun Lamun (seagrass) merupakan satu- satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizome, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut (Bengen,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Bintan merupakan salah satu bagian dari gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.Wilayah administrasi gugus Pulau

Lebih terperinci

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) Gautama Wisnubudi 1 dan Endang Wahyuningsih 1 1 Fakultas Biologi Universitas

Lebih terperinci

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, mor 1, Juni 2013 Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Meilan Yusuf, 2 Yuniarti Koniyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Biawak merupakan suatu daerah yang memiliki ciri topografi berupa daerah dataran yang luas yang sekitar perairannya di kelilingi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan Kondisi parameter fiskia-kimia perairan secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme perairan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LAMUN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LAMUN 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LAMUN Dalam dunia tumbuhan, lamun dipandang sebagai kelompok flora yang unik. Dianggap demikian, karena lamun merupakan satu-satunya kelompok tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi

TINJAUAN PUSTAKA. diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi 6 TINJAUAN PUSTAKA Zona Intertidal Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna Viridis ) Kerang hijau (Perna virisis) memiliki nama yang berbeda di Indonesia seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

Lebih terperinci

3. mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembangbaik

3. mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembangbaik BAB 7 EKOSISTEM PADANG LAMUN 1. Karakteristik Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup berbenam di dalam laut. Tumbuhan ini mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci