Tolerance of Vertical Angle Alteration on Lower Molar Periapical

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tolerance of Vertical Angle Alteration on Lower Molar Periapical"

Transkripsi

1 Tolerance of Vertical Angle Alteration on Lower Molar Periapical Radiographs in Laboratory Andiena Syariefah Primazetyarini, Heru Suryonegoro, Syurri Innaddinna Syahraini Corresponding address: Department of Radiology, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. Jalan Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat Indonesia. Phone: address: timekillsyou@gmail.com (Andiena Syariefah)

2 Abstract Tolerance of vertical angle alteration is an important aspect to minimize vertical distortion on lower molars radiograph. To analyze the tolerance of vertical angle alteration on lower molars periapical radiograph, 30 lower molars were performed measurement of clinical tooth length then were planted in model and were performed radiographic examinations by using periapical radiography technique 7 times for each tooth with vertical angle 0 0, +5 0, +10 0, +15 0, -5 0, and then tooth length and buccal and lingual cusp height difference on radiograph were measured. The result showed that tolerance of positive vertical angle alteration on lower molars periapical radiograph to looking at the tooth length is 15 Keywords: Lower molar, Periapical radiograph, Vertical Angle Abstrak Toleransi perubahan sudut vertikal merupakan aspek penting dalam meminimalisir distorsi vertikal pada radiograf gigi molar rahang bawah. Untuk menganalisis toleransi perubahan sudut vertikal pada radiograf periapikal gigi molar rahang bawah, 30 gigi molar rahang bawah dilakukan pengukuran panjang klinis lalu ditanam dalam model dan dilakukan pemeriksaan radiografik dengan teknik radiografi peripaikal masing-masing sebanyak 7 kali dengan sudut vertikal 0 0, +5 0, +10 0, +15 0, -5 0, -10 0, kemudian dilakukan pengukuran panjang gigi dan perbedaan tinggi cusp bukal lingual pada radiograf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar toleransi perubahan sudut vertikal positif pada radiograf periapikal gigi molar rahang bawah adalah 15 Kata kunci: Gigi molar rahang bawah, Radiograf periapikal, Sudut vertikal

3 PENDAHULUAN Gigi molar pertama rahang bawah adalah gigi permanen yang pertama kali erupsi, yaitu ketika anak berusia antara enam sampai tujuh tahun. 1 Urutan erupsi yang paling awal tersebut membuat gigi molar pertama rahang bawah menjadi gigi yang pertama kali dan paling lama terpapar oleh kondisi oral. 2,3 Waktu erupsi yang terbilang cepat dan ketika itu masih terdapat banyak gigi susu di dalam rongga mulut membuat gigi tersebut sering disalahartikan sebagai gigi susu. Anak dan orang tua menjadi kurang peduli terhadap kebersihan gigi molar pertama rahang bawah karena mereka beranggapan bahwa gigi tersebut akan tanggal dan diganti oleh gigi permanen. 1 Hal ini menyebabkan gigi molar pertama rahang bawah sangat rentan terhadap karies. 3 Prevalensi karies gigi molar pertama rahang bawah meningkat seiring bertambahnya umur. Prevalensi karies gigi molar pertama rahang bawah pada kelompok anak usia 6-8 tahun mencapai 25,8%, kelompok anak usia 9-11 tahun mencapai 54%, dan kelompok anak usia tahun mencapai 72%. 2 Jika gigi yang terkena karies tidak segera dirawat, maka lesi karies akan semakin meluas dan dalam sehingga bakteri kariogenik menginvasi dentin dan kemudian pulpa. Invasi bakteri ke pulpa akan mengakibatkan pulpitis reversibel, yang apabila tidak segera ditangani akan menjadi pulpitis irreversibel. Perawatan yang dapat dilakukan adalah perawatan saluran akar. 4 Sebanyak 36% kasus gigi yang dilakukan perawatan saluran akar adalah gigi yang didiagnosa pulpitis irreversibel, 30,80% adalah kasus gigi dengan nekrosis pulpa, dan 27,20% adalah kasus gigi dengan periodontitis apikalis. Sebanyak 59,18% kasus gigi yang dilakukan perawatan saluran akar disebabkan oleh karies, dan sebanyak 29,97% kasus disebabkan oleh kesalahan dalam perawatan saluran akar sebelumnya. Gigi molar pertama rahang bawah menempati urutan pertama dan kedua di antara gigi-gigi lainnya sebagai gigi yang paling sering dilakukan 1

4 perawatan saluran akar, yaitu gigi molar pertama kanan rahang bawah (9,12 %), kemudian gigi molar pertama kiri rahang bawah (7,07 %). 5 Perawatan saluran akar bertujuan untuk mencegah atau menghilangkan patosis yang berasal dari pulpa sehingga gigi tetap dapat dipertahankan selama mungkin di dalam mulut. 6 Tingkat keberhasilan perawatan saluran akar umumnya tinggi yaitu 85-92%. 7,8 Pada kasus perawatan saluran akar gigi molar pertama rahang bawah, tingkat keberhasilannya masih cukup rendah, yaitu 18,52%. 9 Hal ini disebabkan oleh morfologi akar gigi molar yang bervariasi dan komplek serta penentuan panjang kerja yang tidak tepat sehingga menyebabkan kegagalan perawatan saluran akar seperti perforasi apikal dan overfilling dengan insidensi nyeri pasca tindakan. 10,11 Penentuan panjang kerja saluran akar merupakan salah satu tahap dari prosedur perawatan saluran akar yang sangat menentukan keberhasilan perawatan tersebut. Menurut American Association of Endodontists Glossary of Endodontic Terms, panjang kerja saluran akar didefinisikan sebagai jarak dari titik acuan mahkota ke titik dimana preparasi dan obturasi saluran akar harus diakhiri. Titik dimana preparasi saluran akar harus diakhiri dalam batas apikal adalah cementodentinal junction yang umumnya dianggap berada pada konstriksi apikal. Konstriksi apikal adalah daerah tersempit dalam sistem saluran akar. Meskipun konstriksi apikal merupakan ciri khas anatomis yang telah digambarkan dengan baik, penetapan panjang kerja terhadap titik ini tetap diperlukan. 12 Apabila dokter gigi mengetahui panjang kerja saluran akar yang tepat, maka dokter gigi dapat memastikan pengeluaran jaringan pulpa dan pengisiannya tepat tanpa underfilling maupun overfilling. 13 Penentuan panjang kerja dalam perawatan saluran akar dapat ditentukan berdasarkan rata-rata panjang gigi, sensasi taktil, respon pasien, radiograf, dan electronic apex locator. 12

5 Metode penentuan panjang kerja dalam perawatan saluran akar yang direkomendasikan adalah metode elektronik dan radiograf. Metode yang paling sering digunakan adalah metode radiograf. Meskipun metode elektronik memberikan hasil yang lebih akurat, panjang kerja tetap harus dipastikan secara radiografik. 7 Metode radiograf menggunakan radiograf periapikal dengan teknik paralel ataupun biseksi. Pada penerapannya, penentuan panjang kerja secara radiografik memiliki beberapa keterbatasan seperti distorsi, pemanjangan dan pemendekan, variasi dalam interpretasi, dan tidak adanya gambaran tiga dimensi. Walaupun metode radiograf dilakukan dengan menggunakan teknik paralel, namun masih ditemukan distorsi sebesar 5%. 13 Pada metode penentuan panjang kerja saluran akar secara radiografis yang ditemukan oleh Ingle, terdapat salah satu tahap yaitu mengurangi panjang gigi radiograf pra-operatif minimal 1 mm (safety allowance) karena adanya kemungkinan distorsi dan magnifikasi gambaran radiografis. 14 Apabila terdapat pemanjangan atau pemendekan pada gambaran radiografis akibat distorsi vertikal, maka akan sangat mungkin terjadi kesalahan dalam penentuan panjang kerja. Hal ini tentu akan mempengaruhi keberhasilan dari perawatan tersebut. 15 Pembuatan radiograf tidak bisa terlepas dari paparan sinar-x. Meskipun dosis radiasi dalam pembuatan radiograf periapikal sangat kecil, dokter gigi tetap harus meminimalkan paparan radiasi yang diterima oleh pasien sesuai dengan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achieveble). 16,17 Jika terjadi distorsi vertikal pada radiograf, maka radiograf harus diulang kembali. Hal ini akan membuat pasien menerima paparan radiasi yang tidak perlu. 18 Oleh karena itu, distorsi vertikal memiliki batas toleransi sehingga pengulangan pemeriksaan radiografik dapat dihindari. Selama ini, indikator distorsi vertikal pada gigi mandibula adalah perbedaan tinggi cusp bukal dan lingual. 19 Cusp bukal dan lingual dikatakan sebidang dan distorsi vertikal masih bisa ditoleransi jika perbedaan tinggi cusp berkisar antara 1-2 mm. 20 Hingga saat ini

6 belum ada penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas indikator tersebut dalam penentuan distorsi vertikal radiograf pada gigi molar rahang bawah. Pada pembuatan radiograf intraoral periapikal dengan teknik biseksi, terdapat hal yang perlu diperhatikan antara lain pengaturan angulasi vertikal atau sudut vertikal. 21 Pada gigi molar rahang bawah, pedoman sudut vertikal yang dipakai adalah 0 sampai Namun, belum ada pedoman batas toleransi sudut vertikal pada gigi molar rahang bawah yang dapat dijadikan acuan agar tidak terjadi distorsi vertikal yang dapat menyebabkan kesalahan penentuan panjang kerja dan kegagalan perawatan saluran akar, sehingga operator tidak perlu mengulang pembuatan radiograf dan pasien tidak terkena paparan sinar-x yang tidak perlu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besar sudut vertikal yang masih dapat ditoleransi pada pembuatan radiograf dengan proyeksi periapikal gigi molar rahang bawah sehingga dengan adanya toleransi sudut vertikal para klinisi dapat lebih memperhatikan akurasi dalam penentuan panjang kerja dengan metode radiograf agar tingkat keberhasilan perawatan saluran akar gigi molar rahang bawah dapat ditingkatkan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan 30 gigi molar rahang bawah yang terdiri dari 15 gigi molar pertama rahang bawah dan 15 gigi molar kedua rahang bawah sebagai sampel utama, pesawat sinar-x dan cone beam device (Belmont Phot-X II seri EX10G0062), Digital X-ray sensor dan software EzDent Vatech, serta laptop berbasis Windows XP untuk pemeriksaan radiografik.

7 Sebelum ditanam di dalam model, 30 gigi molar rahang bawah dilakukan pengukuran panjang gigi klinis yaitu dari puncak cusp mesiolingual ke ujung akar mesial dengan menggunakan kaliper digital. Kemudian masing-masing gigi ditanam sampai batas servikal dalam model dengan posisi gigi tegak lurus sumbu gigi. Setelah menyiapkan laptop berbasis Windows XP yang telah terhubung dengan digital X-ray sensor EzDent, posisi gigi yang telah tertanam dalam model diatur agar bagian bukal menghadap ke arah cone dan bagian lingual menghadap ke arah sensor sinar-x. Sisi model yang dekat dengan bagian lingual gigi ditempelkan sejajar dengan sensor sinar-x menggunakan isolasi, dan keduanya harus tegak lurus terhadap bidang horizontal. Sudut vertikal cone diatur menjadi 0 0 kemudian posisi cone diatur sedemikian rupa sehingga sinar-x dapat mengarah ke seluruh bagian gigi yaitu dari mahkota hingga akar. Menurut manual book digital X-ray sensor EzDent, jarak dari pusat cone ke sensor sinar-x harus dipastikan sepanjang 8 cm. Setelah waktu paparan sinar-x diatur menjadi 0,13 detik, dilakukan pemeriksaan radiografik. Langkah yang sama juga dilakukan pada pemeriksaan radiografik dengan sudut vertikal +5 0, +10 0, +15 0, -5 0, dan dengan terlebih dahulu mengubah sudut vertikal cone. Setelah 30 gigi sudah dilakukan pemeriksaan radiografik dengan masing masing sebanyak 7 kali pemeriksaan, dilakukan pengukuran panjang gigi dari cusp mesiolingual sampai ujung akar mesial dan perbedaan tinggi cusp mesiolingual dan mesiobukal pada radiograf dengan menggunakan software EzDent. Data hasil pengukuran panjang kerja klinis dan panjang kerja kemudian dimasukkan dalam software statistika untuk diolah dan dianalisis. Data panjang gigi klinis dan radiograf serta data perbedaan tinggi cusp bukal lingual diuji dengan uji normalitas Shapiro Wilk. Pada data panjang gigi, jika data berdistribusi normal maka selanjutnya data panjang gigi klinis dan panjang gigi radiograf +5 0 / / / -5 0 / / diuji dengan uji t

8 berpasangan untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan reratanya. Namun, jika data berdistribusi tidak normal maka selanjutnya data panjang gigi klinis dan panjang gigi radiograf diuji dengan uji Wilcoxon.ika data berdistribusi normal maka akan diuji dengan uji T berpasangan. Begitu pula dengan data perbedaan tinggi cusp bukal lingual, hanya saja yang dibandingkan adalah antara data perbedaan tinggi cusp bukal lingual pada sudut vertikal 0 dan data perbedaan tinggi cusp bukal lingual pada sudut vertikal+5 0 / / / -5 0 / / HASIL PENELITIAN Data deskriptif rerata panjang gigi klinis dan radiograf serta perbedaan tinggi cusp bukal lingual dapat dilihat pada tabel 1 dan 2. Pada hasil uji T berpasangan antara data panjang gigi klinis dan panjang gigi radiograf dengan sudut vertikal +5, +10, +15 diperoleh nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05) yang artinya terdapat perbedaan rerata antara kedua kelompok tersebut. Sedangkan pada hasil uji T berpasangan antara data panjang klinis dan panjang gigi radiograf dengan sudut vertikal -5, diperoleh nilai signifikansi 0,486 (p > 0,05) yang artinya tidak ada perbedaan bermakna antara rerata kedua kelompok tersebut (Tabel 3). Dari hasil uji Wilcoxon antara data panjang gigi klinis dan panjang gigi radiograf dengan sudut vertikal -10 dan -15 diperoleh nilai signifikansi p > 0.05 yang artinya tidak ada perbedaan bermakna antara rerata kedua kelompok tersebut (Tabel 4). Dari hasil uji Wilcoxon antara data perbedaan tinggi cusp bukal lingual pada sudut vertikal 0 dan +5, +10, +15, -5, -10, -15 diperoleh nilai signifikansi yang sama yaitu 0,000 (p < 0.05) yang artinya terdapat perbedaan bermakna antara rerata masing-masing kelompok tersebut (Tabel 5).

9 DISKUSI Pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa semakin positif sudut vertikal (+5, +10, +15 ) maka panjang gigi radiograf yang diukur dari puncak cusp lingual ke ujung akar gigi molar rahang bawah semakin panjang. Sebaliknya, semakin negatif sudut vertikal (-5, -10, - 15 ) maka panjang gigi radiograf semakin memendek. Hal ini sesuai dengan teori distorsi vertikal pada teknik periapikal biseksi yaitu semakin besar sudut vertikal maka gigi akan semakin memendek dan apabila sudut vertikal yang digunakan tidak mencukupi maka gigi akan terlihat memanjang. 21 Sudut vertikal yang digunakan dalam teknik biseksi gigi molar rahang bawah berkisar antara -5 sampai Letak gigi molar rahang bawah yang berada di bawah garis oklusi membuat kisaran sudut vertikalnya cenderung negatif. Jika sudut vertikal negatif yang digunakan terlalu besar, maka gigi molar rahang bawah akan terlihat memendek, dan jika sudut yang digunakan tidak mencukupi yakni sudut vertikal positif, maka gigi akan terlihat memanjang. 21 Uji t berpasangan antara kelompok panjang gigi klinis dan kelompok panjang gigi radiograf dengan sudut vertikal -5 menunjukkan hasil yaitu tidak ada perbedaan bermakna antara rerata kedua kelompok tersebut. Perbedaan rerata yang tidak bermakna antara panjang gigi klinis dan panjang gigi radiograf dengan sudut vertikal -5 sesuai dengan teori yaitu sudut vertikal yang digunakan pada teknik biseksi gigi molar rahang bawah adalah Jika perbedaan rerata antara panjang gigi klinis dan panjang gigi radiograf dengan pengaturan sudut vertikal positif masing masing +5, +10, +15 dibandingkan dengan perbedaan rerata antara panjang gigi klinis dan panjang gigi radiograf dengan pengaturan sudut vertikal negatif masing-masing -5, -10, -15, dapat dikatakan bahwa perbedaan rerata antara

10 panjang gigi klinis dan panjang gigi radiograf dengan pengaturan sudut vertikal positif lebih bermakna daripada perbedaan rerata antara panjang gigi klinis dan panjang gigi radiograf dengan pengaturan sudut vertikal negatif. Hal ini mungkin disebabkan oleh area sudut vertikal yang juga berbeda. Pada pengaturan sudut vertikal negatif, yang memang sesuai dengan letak gigi molar rahang bawah yakni di bawah garis oklusal, perbedaan rerata dengan panjang gigi klinis tidak akan terlalu bermakna. Sedangkan pada pengaturan sudut vertikal positif, perbedaan rerata dengan panjang gigi klinis akan lebih bermakna jika dibandingkan dengan pengaturan sudut vertikal negatif, karena sudut yang digunakan tidak sesuai dengan letak gigi yang berada di bawah garis oklusal. 21 Pada metode penentuan panjang kerja perawatan saluran akar dengan metode radiograf yang dikemukakan oleh Ingle, terdapat safety allowance yakni pengurangan panjang gigi sebesar 1 mm karena kemungkinan adanya distorsi dan magnifikasi. 14 Pada penelitian ini, batas toleransi distorsi vertikal panjang gigi yang dipakai adalah < 1 mm. Setelah menganalisis hasil uji komparatif antara rerata panjang klinis dan rerata panjang gigi radiograf, besar toleransi perubahan sudut vertikal yang paling memungkinkan dalam penelitian ini adalah +15 karena perbedaan rerata panjang gigi klinis dan panjang gigi pada sudut vertikal +15 telah mencapai atau dapat dikatakan bahwa panjang gigi radiograf pada sudut vertikal +15 telah bertambah sebesar 0,81 dari rerata panjang klinis dengan simpangan baku ±0,39. Diperkirakan apabila sudut vertikal diubah menjadi +20, panjang gigi radiograf akan bertambah signifikan dari panjang klinis yaitu sebesar 1 mm atau lebih. Toleransi perubahan sudut vertikal negatif belum bisa ditetapkan karena hingga sudut -15, perbedaan rerata antara panjang gigi klinis dan panjang gigi radiograf belum menunjukkan perbedaan yang bermakna.

11 Pada penelitian ini, pengukuran perbedaan tinggi cusp bukal lingual secara klinis tidak dilakukan. Hal ini menyebabkan peneliti tidak dapat mengetahui apakah data perbedaan tinggi cusp bukal lingual pada sudut 0º sama atau tidak dengan perbedaan tinggi cusp bukal lingual secara klinis. Selain itu belum ada penelitian mengenai rata-rata perbedaan tinggi cusp bukal lingual gigi molar rahang bawah secara klinis pada orang Indonesia yang dapat digunakan sebagai data referensi. Oleh karena itu, pada penelitian ini, perbedaan tinggi cusp bukal lingual tidak dapat dijadikan acuan dalam menentukan besar toleransi perubahan sudut vertikal untuk melihat panjang gigi. Toleransi perubahan sudut vertikal pada gigi molar rahang bawah dapat membuat operator lebih memperhatikan pengaturan sudut vertikal pada teknik periapikal biseksi agar distorsi vertikal dapat diminimalisir. Selain itu, jika operator salah dalam mengatur sudut vertikal namun masih dalam sudut yang dapat ditoleransi, operator tidak perlu mengulang pemeriksaan radiografik sehingga paparan sinar-x yang tidak perlu juga dapat diminimalisir. Pada tahap penentuan panjang kerja perawatan saluran akar dengan metode radiograf, toleransi perubahan sudut vertikal ini dapat membantu klinisi untuk mendapatkan panjang kerja dengan distrorsi vertikal minimal sehingga kesalahan dalam penentuan panjang kerja dapat dihindari. SIMPULAN Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa toleransi perubahan sudut vertikal positif pada gigi molar rahang bawah yang paling memungkinkan untuk melihat panjang gigi adalah 15. Sedangkan toleransi perubahan sudut vertikal negatif pada gigi tersebut belum bisa dipastikan karena hingga rentang sudut -15, perbedaan rerata panjang gigi klinis dan rerata panjang gigi radiograf masih belum berbeda bermakna.

12 DAFTAR PUSTAKA 1. Tooth Eruption: The Permanent Teeth. JADA. 2006;137: Serban V, Maxim A, Balan A. Study on The Caries of The First Permanent Molar in Children Aged between 6 and 13 years. J Rom Med Dent. 2009;13: Ngangi RS, Mariati NW, Hutagalung BSP. Gambaran Pencabutan Gigi Di Balai Pengobatan Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Universitas Sam Ratulangi Tahun J e- GIGI. 2013;1(2):5 4. Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC p Scavo R, Martinez Lalis R, Zmener O, Dipietro S, Grana D, Pameijer CH. Frequency and Distribution of Teeth Requiring Endodontic Therapy in an Argentine Population Attending a Specialty Clinic in Endodontics. Int Dent J. 2011;61(5): European Society of Endodontology. Consensus report of the European Society of Endodontology on quality guidelines for endodontic treatment. Int Endod J. 1994;27: Kvist T, Reit C. Results of endodontic retreatment: a randomized clinical study comparing surgical and nonsurgical procedures. J Endodon 1999;25: Gilbert BE. Endodontic Retreatment: Achieving Success The Second Time Around. Jun 2010 [cited 2013 Jun 06]. Available from: cess_the_second_time_around.html

13 9. Carlos H, Nestor C, Roberto E, Oliver OP. Root Canal Anatomy of The Permanent Mandibular First Molar: Clinical Complications and Recommendations. Quint Int. 2012; 43 (1): Poorni S, Kumar RA, Indira R. Canal Complexity of A Mandibular First Molar. J Conserv Dent. 2009;12(1): Patel S, Duncan HF. Pitt Ford s Problem Based Learning in Endodontology. UK: Blackwell Publishing p Al-Hadlaq SM. Evaluation of Two Compact Electronic Apex Locator in The Presence of Different Endodontic Solutions. KSUDS. 2012;3(1): Sharma CMC and Arora MGV. Determination of Working Length of Root Canal. MJAFI. 2010;66: Khateeb SU, Kaul R, Gupta AK, Bukhari SS, Sharma K, Khateeb SU. Comparative Study for Determination of Root Canal Length Accuracy by Different Methods-An In Vivo/ In Vitro Study. IJCCI. 2013;4(4): Christensen SR. An In Vitro Comparison of Working Length Accuracy Between a Digital System and Conventional Film When Vertical Angulation of The Object is Variable. IUSD [cited 2013 Jun 11]. Available from: Dental Radiograph: Benefits and Safety. American Dental Association [cited 2013 Jun 11]. Available from: The Selection of Patients for Dental Radiograph Examination. American Dental Association [cited 2013 Jun 11]. Available from:

14 Procedures/MedicalImaging/MedicalX-Rays/UCM pdf 18. Iannucci JM and Howerton LJ. Dental Radiograph: Prinsiples and Techniques. 3th Ed. Missouri: Elsevier p Uraian Interpretasi Intraoral [cited 2013 July 05] Available from: Stuart C.W and MJP. Oral Radiology: Principles and Interpretation. 5th Ed. St. Louise: Mosby p.63, 79-89, , , Langland OE. Principles of Dental Imaging. 1 st Ed. USA: Lippincott Williams & Winkins p.52-53, 87-92, , Dental Technican: Dentist training manual for military dentists. Vol. 2. p.21 [cited 2013 Dec 03]. Available from: Tabel 1. Rerata dan Standar Deviasi Panjang Gigi Klinis dan Radiograf Sudut Vertikal ( ) Pengukuran Panjang Gigi Radiograf (mm) Rerata Standar Deviasi Klinis (0º)

15 Tabel 2. Rerata dan Standar Deviasi Perbedaan Tinggi Cusp Bukal Lingual Sudut Vertikal ( ) Pengukuran Perbedaan Tinggi Cusp Bukal Lingual Radiograf (mm) Rerata Standar Deviasi Tabel 3. Hasil Analisis Uji T Berpasangan Data Panjang Gigi Klinis dan Panjang Gigi Radiograf dengan Sudut Vertikal +5, +10º, +15º, dan -5º Panjang Gigi Radiograf Perbedaan Rerata±s.b. Panjang Gigi Klinis (0º) IK95% p +5º 0,33±0,25 a 0,24-0,42 b < 0,001 c +10 0,54±0,30 d 0,43-0,66 e < 0,001 f +15º 0,81±0,39 g 0,66-0,96 h < 0,001 i -5º 0,08±0,32 j 0,07-0,16 k 0,486 l a,d,g,j : perbedaan rerata dan simpangan baku antara data panjang gigi klinis dan panjang gigi pada radiograf dengan sudut vertikal +5º, +10º, +15º, -5º ; b,e,h,k : rentang selisih data panjang klinis dan panjang gigi pada radiograf dengan sudut vertikal +5º, +10º, +15º, -5º dengan tingkat kepercayaan 95%; c,f,i,l : nilai signifikansi uji T berpasangan antara data panjang gigi klinis dan panjang gigi pada radiograf dengan sudut vertikal +5º, +10º, +15º, -5º.

16 Tabel 4. Hasil Analisis Uji Wilcoxon Data Panjang Gigi Klinis dan Panjang Gigi pada Radiograf dengan Sudut Vertikal -10 dan -15º Panjang Gigi Radiograf Panjang Gigi Klinis (0º) p -10º 0,449-15º 0,120 Tabel 5. Hasil Analisis Uji Wilcoxon Data Perbedaan Tinggi Cusp Bukal Lingual pada Sudut 0 dan +5, +10, +15, -5, -10, -15 Perbedaan Tinggi Cusp Bukal Lingual pada Radiograf Perbedaan Tinggi Cusp Bukal Lingual pada Sudut Vertikal 0 p +5 < 0, < 0, < 0,001-5 < 0, º < 0,001 < 0,001

Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada

Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada Premolar Satu Rahang Bawah Olivia Elton Heryanto, Benindra Nehemia, Hanna H. Bachtiar Iskandar Corresponding address: Department of Radiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat menghasilkan kualitas gambar intraoral yang dapat dijadikan untuk. sebelumnya (Farman & Kolsom, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. tepat menghasilkan kualitas gambar intraoral yang dapat dijadikan untuk. sebelumnya (Farman & Kolsom, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan radiografik telah menjadi salah satu alat bantu diagnosis utama di bidang kedokteran gigi untuk menentukan keadaan penyakit dan merencanakan perawatan

Lebih terperinci

Vertical Angulation Alteration Tolerance in the Periapical Radiograph of Maxillary Incisor (An in vitro Study)

Vertical Angulation Alteration Tolerance in the Periapical Radiograph of Maxillary Incisor (An in vitro Study) doi:10.14693/jdi.v21i2.178 ORIGINAL ARTICLE Vertical Angulation Alteration Tolerance in the Periapical Radiograph of Maxillary Incisor (An in vitro Study) Maureen Antolis 1, Menik Priaminiarti 2, Bramma

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1 BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1 BLOK 05 SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2017-2018 NAMA KLP NIM FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 BUKU PANDUAN SKILL S LAB BLOK 5 PENYAKIT

Lebih terperinci

rongga mulut, kenyamanan dan penampilan yang menyerupai gigi geligi asli. Pada

rongga mulut, kenyamanan dan penampilan yang menyerupai gigi geligi asli. Pada Localization of three-canals with special emphasis on radiographic interpretation and diagnosis Sarianoferni *, Twi Agnita Cevanti** * Radiology Department Faculty of Dentistry Hang Tuah University **

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi.

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar pada gigi desidui merupakan salah satu tindakan terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi. Perawatan saluran akar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Radiologi Kedokteran Gigi a. Sejarah Radiologi Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan

Lebih terperinci

Novitasari et al, Frekuensi Kegagalan Pengisian Saluran Akar dengan Teknik Preparasi Step Back.

Novitasari et al, Frekuensi Kegagalan Pengisian Saluran Akar dengan Teknik Preparasi Step Back. Frekuensi Kegagalan Pengisian Saluran Akar dengan Teknik Preparasi Step Back pada Gigi Berakar Ganda di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Jember 0-06 (The Frequency of Failure Root Canal Filling with

Lebih terperinci

BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 3 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI ( RKG 1 )

BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 3 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI ( RKG 1 ) BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 3 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI ( RKG 1 ) NAMA NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanankan pada bulan Mei 7 bertujuan untuk mengetahui persentase jenis kegagalan radiografi periapikal di RSGM UMY yang diterima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di bidang kedokteran gigi karena radiograf mampu menyediakan informasi kondisi objek yang tidak dapat

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB KESALAHAN INTERPRETAS RADIOGRAFI KELAINAN DALAM RONGGA MUL

FAKTOR PENYEBAB KESALAHAN INTERPRETAS RADIOGRAFI KELAINAN DALAM RONGGA MUL FAKTOR PENYEBAB KESALAHAN INTERPRETAS RADIOGRAFI KELAINAN DALAM RONGGA MUL Muliaty Yunus Bagian Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Abstract For the interpretation of radiography

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Radiografi Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang profesor fisika dari Universitas Wurzburg, di Jerman. Hasil radiografi terbentuk karena perbedaan

Lebih terperinci

SPACE MAINTAINER TIPE CROWN AND LOOP: SUATU PERAWATAN KASUS TANGGAL DINI GIGI SULUNG. Vera Yulina *, Amila Yumna **, Dharli Syafriza *

SPACE MAINTAINER TIPE CROWN AND LOOP: SUATU PERAWATAN KASUS TANGGAL DINI GIGI SULUNG. Vera Yulina *, Amila Yumna **, Dharli Syafriza * SPACE MAINTAINER TIPE CROWN AND LOOP: SUATU PERAWATAN KASUS TANGGAL DINI GIGI SULUNG Vera Yulina *, Amila Yumna **, Dharli Syafriza * * Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Lebih terperinci

GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012

GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012 GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012 1 Devid G. Poha 2 Mona P. Wowor 3 Aurelia Supit 1 Kandidat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

PANJANG RATA-RATA GIGI INSISIVUS SENTRALIS PERMANEN MAKSILA PADA MAHASISWA SUKU ACEH. Cut Soraya, Kemala Hayati, Aci Saspita Reni

PANJANG RATA-RATA GIGI INSISIVUS SENTRALIS PERMANEN MAKSILA PADA MAHASISWA SUKU ACEH. Cut Soraya, Kemala Hayati, Aci Saspita Reni PANJANG RATA-RATA GIGI INSISIVUS SENTRALIS PERMANEN MAKSILA PADA MAHASISWA SUKU ACEH Cut Soraya, Kemala Hayati, Aci Saspita Reni Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Lebih terperinci

Penilaian penempatan implan sebelum dan sesudah pemasangan implan gigi dengan pemeriksaan radiografi periapikal

Penilaian penempatan implan sebelum dan sesudah pemasangan implan gigi dengan pemeriksaan radiografi periapikal 88 Penilaian penempatan implan sebelum dan sesudah pemasangan implan gigi dengan pemeriksaan radiografi periapikal Barunawaty Yunus*, Dharmautama** *Bagian Radiologi **Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dapat diartikan sebagai pecahnya satu bagian, terutama dari struktur tulang, atau patahnya gigi. Akar merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris merupakan bagian dari tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang dari prosesus alveolaris ini tidak berbeda dengan tulang pada bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida hard setting

Lebih terperinci

Pengantar skills lab INTERPRETASI RADIOGRAFIK DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI. Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti

Pengantar skills lab INTERPRETASI RADIOGRAFIK DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI. Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti Pengantar skills lab INTERPRETASI RADIOGRAFIK DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti Interpretasi radiografik kemampuan membaca, menafsirkan dan menjelaskan apa yang terlihat

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan Diagnosa Dalam Perawatan Endodonti Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah : penelitian deskriptif prospektif dengan bantuan radiografi periapikal paralel. B. Populasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA ENDODONSIA DAN METODOLOGI PENELITIAN SEMESTER III TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA ENDODONSIA DAN METODOLOGI PENELITIAN SEMESTER III TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI BPM BUKU PANDUAN MAHASISWA ENDODONSIA DAN METODOLOGI PENELITIAN SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2012-2013 BLOK 2.3.6 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 BUKU PANDUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu endodontik adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan jaringan periapikal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Impaksi Menurut Indonesian Journal of Dentistry, gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

ribbon-shaped yang memutar 180 o dimulai dari mesial (mesiobukal dan atau mesiolingual) melintasi daerah bukal dan berakhir di distal. Sering ditemuka

ribbon-shaped yang memutar 180 o dimulai dari mesial (mesiobukal dan atau mesiolingual) melintasi daerah bukal dan berakhir di distal. Sering ditemuka PERAWATAN SALURAN AKAR PADA GIGI MOLAR 2 MANDIBULAR DENGAN KONFIGURASI C-SHAPED (Laporan Kasus ) Endang Suprastiwi,Estina Sisthaningsih. FKG-UI Konfigurasi C-shape Ditemukan oleh Cooke dan Cox. Potongan

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 dilakukan pemantauan oleh Depkes RI yang. menunjukkan bahwa dari 13 jenis penyakit gigi dan mulut, yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 dilakukan pemantauan oleh Depkes RI yang. menunjukkan bahwa dari 13 jenis penyakit gigi dan mulut, yang paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1997 dilakukan pemantauan oleh Depkes RI yang menunjukkan bahwa dari 13 jenis penyakit gigi dan mulut, yang paling banyak diderita pasien yang datang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

PANJANG SALURAN AKAR GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN RAHANG BAWAH PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER ANGKATAN

PANJANG SALURAN AKAR GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN RAHANG BAWAH PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER ANGKATAN PANJANG SALURAN AKAR GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN RAHANG BAWAH PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER ANGKATAN 2010-2011 SKRIPSI Oleh Dian Rosita Rahman NIM. 081610101104 BAGIAN ANATOMI

Lebih terperinci

RADIOGRAPHIC EVALUATION OF CAPPING PULP DIRECT WITH CALCIUM HIROXIDE HARD SETTING IN DENTAL HOSPITAL UMY

RADIOGRAPHIC EVALUATION OF CAPPING PULP DIRECT WITH CALCIUM HIROXIDE HARD SETTING IN DENTAL HOSPITAL UMY RADIOGRAPHIC EVALUATION OF CAPPING PULP DIRECT WITH CALCIUM HIROXIDE HARD SETTING IN DENTAL HOSPITAL UMY EVALUASI RADIOGRAF PERAWATAN KAPING PULPA DIREK DENGAN BAHAN KALSIUM HIDROKSIDA HARD SETTING DI

Lebih terperinci

PENGUKURAN DOSIS RADIASI PADA PASIEN PEMERIKSAAN PANORAMIK. Abdul Rahayuddin H INTISARI

PENGUKURAN DOSIS RADIASI PADA PASIEN PEMERIKSAAN PANORAMIK. Abdul Rahayuddin H INTISARI PENGUKURAN DOSIS RADIASI PADA PASIEN PEMERIKSAAN PANORAMIK Abdul Rahayuddin H21114706 Jurusan Fisika (Kosentrasi Fisika Medik) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi yang tidak teratur dan keadaan oklusi yang tidak sesuai dengan keadaan normaltentunya merupakan suatu bentuk masalah kesehatan gigi dan mulut. 1,2,3 Data

Lebih terperinci

[JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY

[JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY [JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY Journal Homepage : http://jurnal.unsyiah.ac.id/jds/ GAMBARAN RADIOGRAF PADA PENYAKIT PERIODONTAL Dewi Saputri Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktorial dengan interaksi antara tiga faktor, yaitu gigi, mikroflora, dan diet. Bakteri akan menumpuk di lokasi gigi kemudian membentuk

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK. secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK. secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK Panoramik merupakan salah satu foto rontgen ekstraoral yang telah digunakan secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilofasial. 5,7,10,11

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

INSTRUMENTASI PERIODONTAL

INSTRUMENTASI PERIODONTAL INSTRUMENTASI PERIODONTAL 1.Hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu instrumentasi 2.Penskeleran dan Penyerutan akar HAL-HAL YG HARUS DIPERHATIKAN PADA WAKTU INSTRUMENTASI 1. PEMEGANGAN 2. TUMPUAN &

Lebih terperinci

BPM BLOK 2.4.8K BUKU PANDUAN MAHASISWA ENDODONSIA DAN METODOLOGI PENELITIAN SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK 2015/2016

BPM BLOK 2.4.8K BUKU PANDUAN MAHASISWA ENDODONSIA DAN METODOLOGI PENELITIAN SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK 2015/2016 BPM BUKU PANDUAN MAHASISWA ENDODONSIA DAN METODOLOGI PENELITIAN SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK 2015/2016 BLOK 2.4.8K FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 BUKU PANDUAN MAHASISWA BLOK 2.4.8K ENDODONSIA

Lebih terperinci

Difference in Mesioangular Impacted Lower Third Molars. Angulation Before and After Orthodontic Treatment with Premolars

Difference in Mesioangular Impacted Lower Third Molars. Angulation Before and After Orthodontic Treatment with Premolars Difference in Mesioangular Impacted Lower Third Molars Angulation Before and After Orthodontic Treatment with Premolars Extraction on Patients in RSKGM-P FKG UI Dominikus Fernandy Hartono, Benny M. Soegiharto,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

ANGULASI GIGI PASCA PERAWATAN ORTODONTI DENGAN PENCABUTAN DAN TANPA PENCABUTAN (Kajian Foto Rontgen Panoramik di Klinik Ortodonti FKG UI)

ANGULASI GIGI PASCA PERAWATAN ORTODONTI DENGAN PENCABUTAN DAN TANPA PENCABUTAN (Kajian Foto Rontgen Panoramik di Klinik Ortodonti FKG UI) Indonesian Journal of Dentistry 2009; 16 (1):46-52 http//www.fkg.ui.edu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ISSN 1693-9697 ANGULASI GIGI PASCA PERAWATAN ORTODONTI DENGAN PENCABUTAN DAN TANPA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

GAMBARAN INDIKASI PENCABUTAN GIGI DALAM PERIODE GIGI BERCAMPUR PADA SISWA SMP NEGERI 1 LANGOWAN

GAMBARAN INDIKASI PENCABUTAN GIGI DALAM PERIODE GIGI BERCAMPUR PADA SISWA SMP NEGERI 1 LANGOWAN GAMBARAN INDIKASI PENCABUTAN GIGI DALAM PERIODE GIGI BERCAMPUR PADA SISWA SMP NEGERI 1 LANGOWAN 1 Inka J. Fenanlampir 2 Ni Wayan Mariati 2 Bernat Hutagalung 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN PENYEBAB PENCABUTAN GIGI SULUNG DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KOTA MANADO PADA TAHUN 2012

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN PENYEBAB PENCABUTAN GIGI SULUNG DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KOTA MANADO PADA TAHUN 2012 GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN PENYEBAB PENCABUTAN GIGI SULUNG DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KOTA MANADO PADA TAHUN 2012 1 Dwi Nur Rakhman 2 Benedictus S. Lampus 3 Ni Wayan Mariati 1 Kandidat Skripsi Program Studi

Lebih terperinci

PERAWATAN GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN YANG ERUPSI EKTOPIK. T.HERMINA M.drg. Bagian Pendodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

PERAWATAN GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN YANG ERUPSI EKTOPIK. T.HERMINA M.drg. Bagian Pendodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara PERAWATAN GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN YANG ERUPSI EKTOPIK T.HERMINA M.drg Bagian Pendodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Erupsi ektopik merupakan gangguan erupsi lokal

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

Volume 46, Number 3, September 2013

Volume 46, Number 3, September 2013 162 Volume 46, Number 3, September 2013 Case Report Restorasi mahkota logam dengan pasak fiber komposit pada molar permanen muda (Metal crown restoration with fiber composite post in young permanent molar)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Dental Radiografi pertama kali dikemukakan oleh Wilhelm Conrad Roentgen, seorang professor fisika dari Universitas Wurzburg, Jerman pada November 1895. 8,9 Pada Januari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

Keakuratan pencitraan radiograf CT-Scan sebagai pengukur ketebalan tulang pada pemasangan implan gigi

Keakuratan pencitraan radiograf CT-Scan sebagai pengukur ketebalan tulang pada pemasangan implan gigi Keakuratan pencitraan radiograf CT-Scan sebagai pengukur ketebalan tulang pada pemasangan implan gigi Barunawaty Yunus, Syamsiar Toppo, Muliaty Yunus Bagian Radiologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN. Firdaus, 1 Menik Priaminiarti 2 dan Ria Puspitawati 1 1

ABSTRACT PENDAHULUAN. Firdaus, 1 Menik Priaminiarti 2 dan Ria Puspitawati 1 1 Vol. 62, No. 1, Januari-April l 2013, Hal. 1-6 ISSN 0024-9548 1 Gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia kronologis pada usia 14 22 tahun (Third molars as the chronological age estimation indicator

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan ABSTRAK Impaksi gigi adalah gagalnya erupsi lengkap gigi pada posisi fungsional normal. Insidensi terjadinya impaksi gigi terjadi hampir pada seluruh ras di dunia. Gigi yang impaksi dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PENGISIAN SALURAN AKAR DENGAN KEBERHASILAN PERAWATAN SALURAN AKAR

HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PENGISIAN SALURAN AKAR DENGAN KEBERHASILAN PERAWATAN SALURAN AKAR HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PENGISIAN SALURAN AKAR DENGAN KEBERHASILAN PERAWATAN SALURAN AKAR Putu Ratna Kusumadewi Giri Bagian Ilmu Konservasi Gigi, Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Kata kunci: sefalometri; ortodontik; metode konvensional; metode computerized radiograph

Kata kunci: sefalometri; ortodontik; metode konvensional; metode computerized radiograph ABSTRAK PERBEDAAN SUDUT SNA DAN SNB ANTARA PENAPAKAN METODE KONVENSIONAL DAN COMPUTERIZED (Penelitian Menggunakan Sefalometri Lateral di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Maranatha) Sefalometri memegang peranan

Lebih terperinci

PROFIL INDIKASI PENCABUTAN GIGI DI RSGM UNSRAT TAHUN 2015

PROFIL INDIKASI PENCABUTAN GIGI DI RSGM UNSRAT TAHUN 2015 PROFIL INDIKASI PENCABUTAN GIGI DI RSGM UNSRAT TAHUN 2015 Astria A. P. Palenewen 1), Michael A. Leman 1), Damajanty H. C. Pangemanan 1) 1) Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

Perawatan endodontik pada kasus periodontitis apikalis kronis

Perawatan endodontik pada kasus periodontitis apikalis kronis Vol. 63, No. 3, September-Desember 2014 Hal. 99-103 ISSN 0024-9548 Perawatan endodontik pada kasus periodontitis apikalis kronis (Endodontic treatment on chronis apical periodontitis case) Sari Dewiyani

Lebih terperinci

TINGKAT PENGGUNAAN RADIOGRAFI PERIAPIKAL PADA DOKTER GIGI PRAKTEK DI KABUPATEN MAROS TERHADAP PERAWATAN ENDODOTIK

TINGKAT PENGGUNAAN RADIOGRAFI PERIAPIKAL PADA DOKTER GIGI PRAKTEK DI KABUPATEN MAROS TERHADAP PERAWATAN ENDODOTIK TINGKAT PENGGUNAAN RADIOGRAFI PERIAPIKAL PADA DOKTER GIGI PRAKTEK DI KABUPATEN MAROS TERHADAP PERAWATAN ENDODOTIK SKRIPSI WAHYUNI ISHAQ J 111 12 282 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanalis Mandibularis Kanalis mandibularis adalah saluran yang memanjang dari foramen mandibularis yang terletak pada permukaan medial ramus. Kanalis ini dialiri oleh inferior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Periapikal Nama periapical berasal dari bahasa latin peri, yang berarti sekeliling, dan apical yang berarti ujung. Radiogafi periapikal dapat menunjukkan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

Bedah endodontik suatu pendekatan konservatif dalam penanggulangan kista yang lebih dari 2/3 panjang saluran akar gigi anterior

Bedah endodontik suatu pendekatan konservatif dalam penanggulangan kista yang lebih dari 2/3 panjang saluran akar gigi anterior Bedah endodontik suatu pendekatan konservatif dalam penanggulangan kista yang lebih dari 2/3 panjang saluran akar gigi anterior Laili Aznur Bagian UPF Gigi dan Mulut RSUP Hasan Sadikin Bandung ABSTRACT

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data dari GLOBOCAN memperkirakan, terdapat sekitar 14,1 juta ditemukan kasus kanker baru dan tercatat 8,2 juta jiwa meninggal akibat kanker pada tahun 2012 di seluruh

Lebih terperinci

RADIOGRAPHIC EVALUATION OF INDIRECT PULP CAPPING WITH HARD SETTING CALCIUM HYDROXIDE IN RSGM UMY

RADIOGRAPHIC EVALUATION OF INDIRECT PULP CAPPING WITH HARD SETTING CALCIUM HYDROXIDE IN RSGM UMY RADIOGRAPHIC EVALUATION OF INDIRECT PULP CAPPING WITH HARD SETTING CALCIUM HYDROXIDE IN RSGM UMY EVALUASI RADIOGRAFI KEBERHASILAN KAPING PULPA INDIREK DENGAN BAHAN KALSIUM HIDROKSIDA TIPE HARD SETTING

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 540 kasus perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida melalui hasil radiografi periapikal pasien yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: molar, karies, menyikat gigi, makanan kariogenik. viii

ABSTRAK. Kata kunci: molar, karies, menyikat gigi, makanan kariogenik. viii ABSTRAK HUBUNGAN FREKUENSI MENYIKAT GIGI DAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 8-12 TAHUN DI DESA PERTIMA, KARANGASEM, BALI Karies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan pemeriksaan penunjang dari pemeriksaan klinis yang biasanya digunakan untuk membantu penegakan diagnosa dan rencana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

PERBEDAAN LEBAR LENGKUNG GIGI PADA MALOKLUSI KLASIFIKASI ANGLE DI SMPN I SALATIGA JAWA TENGAH

PERBEDAAN LEBAR LENGKUNG GIGI PADA MALOKLUSI KLASIFIKASI ANGLE DI SMPN I SALATIGA JAWA TENGAH PERBEDAAN LEBAR LENGKUNG GIGI PADA MALOKLUSI KLASIFIKASI ANGLE DI SMPN I SALATIGA JAWA TENGAH NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk Dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TABUNG SINAR-X DENGAN FILM TERHADAP KESESUAIAN BERKAS RADIASI PADA PESAWAT X-RAY SIMULATOR DI INSTALASI RADIOTERAPI RSUD DR

PENGARUH JARAK TABUNG SINAR-X DENGAN FILM TERHADAP KESESUAIAN BERKAS RADIASI PADA PESAWAT X-RAY SIMULATOR DI INSTALASI RADIOTERAPI RSUD DR PENGARUH JARAK TABUNG SINAR-X DENGAN FILM TERHADAP KESESUAIAN BERKAS RADIASI PADA PESAWAT X-RAY SIMULATOR DI INSTALASI RADIOTERAPI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Feni Fitriyani 1, Suharyana 1, Muhtarom 2

Lebih terperinci

Kuretase Periapikal Pada Gigi Insisivus Lateralis Kanan Atas Dengan Nekrosis Pulpa, Disertai Lesi Periapikal

Kuretase Periapikal Pada Gigi Insisivus Lateralis Kanan Atas Dengan Nekrosis Pulpa, Disertai Lesi Periapikal Kuretase Periapikal Pada Gigi Insisivus Lateralis Kanan Atas Dengan Nekrosis Pulpa, Disertai Lesi Periapikal Periapical Curretage On The Right Maxilla Incisivus Lateralis Pulp Necrosis, with Periapical

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. SURAT PERSETUJUAN PERBAIKAN... iv

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. SURAT PERSETUJUAN PERBAIKAN... iv ABSTRAK Respon iatrogenik dapat terjadi pada jaringan yang terlibat selama perawatan ortodontik. Salah satu respon tersebut adalah resorpsi akar. Resorpsi akar yang berkaitan dengan perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan sinar X telah lama dikenal dalam bidang kedokteran umum maupun kedokteran gigi sebagai suatu alat yang sangat membantu dalam suatu diagnosa penyakit gigi.

Lebih terperinci

PERAWATANORTODONTIK KANINUS KIRI MAKSILA IMPAKSI DI DAERAH PALATALDENGAN ALAT CEKATTEKNIK BEGG

PERAWATANORTODONTIK KANINUS KIRI MAKSILA IMPAKSI DI DAERAH PALATALDENGAN ALAT CEKATTEKNIK BEGG Maj Ked Gi; Desember 2011; 18(2): 149-151 ISSN: 1978-0206 PERAWATANORTODONTIK KANINUS KIRI MAKSILA IMPAKSI DI DAERAH PALATALDENGAN ALAT CEKATTEKNIK BEGG Emil' dan Prihandini Iman" * Program Studi Ortodonsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

PENGUKURAN DOSIS RADIASI RUANGAN RADIOLOGI II RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) BAITURRAHMAH PADANG MENGGUNAKAN SURVEYMETER UNFORS-XI

PENGUKURAN DOSIS RADIASI RUANGAN RADIOLOGI II RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) BAITURRAHMAH PADANG MENGGUNAKAN SURVEYMETER UNFORS-XI PENGUKURAN DOSIS RADIASI RUANGAN RADIOLOGI II RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) BAITURRAHMAH PADANG MENGGUNAKAN SURVEYMETER UNFORS-XI Dira Rizki Martem 1, Dian Milvita 1, Helfi Yuliati 2, Dyah Dwi Kusumawati

Lebih terperinci

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti Avi Laviana Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Jl. Sekeloa Selatan No. 1 Bandung Abstrak Analisis

Lebih terperinci

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA PULPA AND PERIAPICAL DISEASE SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA PULPA AND PERIAPICAL DISEASE SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI BPM BUKU PANDUAN MAHASISWA PULPA AND PERIAPICAL DISEASE SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK 2016-2017 BLOK 2.4.6 PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA BUKU PANDUAN

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGGUNAAN RADIOGRAFI GIGI DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

GAMBARAN PENGGUNAAN RADIOGRAFI GIGI DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO GAMBARAN PENGGUNAAN RADIOGRAFI GIGI DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 1 Marvrits Kanter 2 P.S Anindita 2 Lenny Winata 2 1 Kandidat Skripsi Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA D3 POLITEKNIK KESEHATAN GIGI MAKASSAR MENGENAI PROTEKSI RADIASI PADA FOTO ROENTGEN SKRIPSI

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA D3 POLITEKNIK KESEHATAN GIGI MAKASSAR MENGENAI PROTEKSI RADIASI PADA FOTO ROENTGEN SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA D3 POLITEKNIK KESEHATAN GIGI MAKASSAR MENGENAI PROTEKSI RADIASI PADA FOTO ROENTGEN SKRIPSI Wahyuni Sirajuddin J 111 08 113 UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembentukan Akar Gigi Pembentukan akar gigi terjadi setelah pembentukan mahkota gigi selesai dengan sempurna dan gigi mulai erupsi. Pembentukan akar dimulai dari proliferasi

Lebih terperinci

Jenny Krisnawaty dkk: Apeksifikasi gigi permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital

Jenny Krisnawaty dkk: Apeksifikasi gigi permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital Jenny Krisnawaty dkk: Apeksifikasi gigi permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital 119 Perawatan apeksifikasi pada gigi permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital Apexification

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi anak untuk menentukan diagnosis yang akurat dan strategi terapi yang

BAB I PENDAHULUAN. gigi anak untuk menentukan diagnosis yang akurat dan strategi terapi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penentuan usia anak adalah suatu hal yang penting dalam perawatan gigi anak untuk menentukan diagnosis yang akurat dan strategi terapi yang tepat (Black & Scheuer,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi analitik potong lintang (cross sectional). Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci