Lutfal Mustaqim, R. Hanung Satrio Pitono, Rahardyan Wisnu Aji. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lutfal Mustaqim, R. Hanung Satrio Pitono, Rahardyan Wisnu Aji. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS METERIIL ARGUMENTASI HUKUM MEMORI BANDING PENUNTUT UMUM DALAM UPAYA HUKUM BANDING TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TIPIKOR (STUDI PUTUSAN PENGADILAN TINGGI BANTEN NOMOR: 1/PID. Lutfal Mustaqim, R. Hanung Satrio Pitono, Rahardyan Wisnu Aji Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meninjau aspek materiil argumentasi hukum memori banding jaksa penutut umum dalam mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan pengadilan tipikor pada pengadilan negeri Rangkasbitung. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal yang bersifat preskriptif. Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta bahan hukum sekunder. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan, yakni argumentasi hukum memori banding jaksa penuntut umum pada pokoknya menyangkut dua hal yaitu mengenai pidana penjara dan denda yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Rangkasbitung dan menyangkut pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang tidak dimasukkan dalam amar putusan pengadilan tipikor Rangkasbitung kepada Terdakwa Kata Kunci: Argumentasi Hukum, Memori Banding, Penuntut Umum PENDAHULUAN Proses dan mekanisme penyelesaian perkara pidana menurut KUHAP meliputi 3 (tiga) tahapan, Tahap pemeriksaan di tingkat penyidikan, Tahap penuntutan, dan Tahap pemeriksaan di sidang pengadilan.salah satu tahap penting pada proses dan mekanisme penyelesaian perkara pidana adalah tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Tahap ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan dan membuat serta menemukan putusan yang menjadi tugas hakim di pengadilan. Pengaturan secara yuridis formil tentang putusan berkorelasi dengan upaya hukumnya. Upaya hukum menurut KUHAP adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut undang-undang. KUHAP membedakan upaya hukum menjadi 2 (dua) macam upaya hukum yaitu: upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa, Upaya hukum biasa diantaranya banding dan kasasi yang terdapat dalam Bab XVII bahwa pada azasnya upaya hukum biasa menangguhkan eksekusi,sedangkan upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali yang terdapat dalam Bab XVIII tidak menangguhkan eksekusi. KUHAP mengatakan Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua 1394 GEMA, Th. XXVI/48/Februari Juli 2014

2 belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri. Rumusan pasal 67 KUHAP menyatakan: Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama. Pasal 67 dengan tegas menyebut permintaan banding adalah hak yang diberikan undangundang kepada terdakwa dan penuntut umum, dengan demikian KUHAP tegas memberikan hak kepada penuntut umum untuk meminta banding pada pengadilan tingkat kedua atau pengadilan tinggi. Salah satu kasus yang dimintakan banding oleh penuntut umum terhadap putusan pengadilan tingkat pertama diantaranya kasus Yosep Kurniawan bin Ujang Suherman. Dalam perkara Yosep Kurniawan bin Ujang Suherman adalah Staf Komputer Bagian Rekening PDAM Kabupaten Lebak yang didakwa melakukan korupsi dan kemudian oleh pengadilan negeri Rangkasbitung divonis dengan pidana penjara selama 1 (satu ) tahun dan 6(enam) bulan denda sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan, namun jaksa penuntut umum kemudian melakukan banding dan permohonan banding tersebut diregister oleh Pengadilan Tinggi Banten dalam putusan banding No.1/Pid. Sus/2011/PT.BTN dan terdakwa divonis oleh Pengadilan Tinggi Banten dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, dan denda sebesar Rp , 00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Selain itu Yosep Kurniawan bin Ujang Suherman juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp ,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan ketentuan apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan. Dengan demikian menjadi menarik bagi penulis untuk menelaah bagaimanakah argumentasi hukum memori banding jaksa penuntut umum dalam upaya hukum banding terhadap putusan pengadilan tipikor Rangkasbitung ditinjau secara materiil. TINJAUAN PUSTAKA Istilah argumentasi dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi kedua, diartikan sebagai pemberian alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat pendirian atau gagasan. Berargumentasi berarti memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Dalam Kamus Hukum menurut Sudarsono, sebagaimana dikutip oleh Kusnu Goesnadhie dalam istilah argumen diberikan arti sebagai alasan yang dapat diapaki untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Berargumen, berarti berdebat dengan saling mempertahankan atau menolak alasan masing-masing. Argumentasi hukum dalam system hukum Common Law (Anglo Saxon) dikenal sebagai Legal Opinion, dalam sistem hukum Civil Law (Europe Continental) dikenal sebagai Legal Critic. Dalam bahasa latin disebut sebagai Ius Opinio, artinya: Ius = Hukum, Opinio = pandangan atau pendapat. Jadi yang dimaksud dengan Legal Opinion adalah pandangan atau pendapat hukum yang dikaji secara parsial, imparsial, gradual, maupun krusial, khusus menyangkut ketumpangtindihan pelaksanaan peraturan hukum. (Amos, 2004: 4). Menurut Henry Compbell Black, Legal Opinion diartikan sebagai: Sekumpulan dokumen tertulis yang dijadikan pandangan aplikasi bagi para pengacara atau pengertian pendapat hukum yang berkaitan dengan berbagai masalah GEMA, Th. XXVI/48/Februari Juli

3 hukum dari para pihak terkait sesuai dengan fakta- faktanya. (Black, 1999: 1120). Teori argumentasi hukum mengkaji bagaimana menganalisis, merumuskan suatu argumentasi hukum secara cepat. Teori argumentasi hukum mengembangkan kriteria yang dijadikan dasar untuk suatu argumentasi yang jelas dan rasional. Isu utama adalah kriteria universal dan kriteria yuridis yang spesiik yang menjadikan dasar rasionalitas argumentasi hukum. Argumentasi hukum merupakan satu model argumentasi khusus. Terdapat dua hal yang menjadi dasar kekhususan argumentasi hukum: a. Tidak ada Hakim ataupun Pengacara yang mulai berargumentasi dari suatu keadaan hampa. Argumentasi hukum selalu di mulai dari hukum positif. Hukum positif bukan merupakan suatu keadaan yang tertutup ataupun statis, akan tetapi merupakan satu perkembangan yang berlanjut. Dari suatu ketentuan hukum positif, yurisprudensi akan menentukan norma norma baru. Orang dapat bernalar dari ketentuan hukum positif dari asas yang terdapat dalam hukum positif untuk mengambil keputusan-keputusan baru. b. Kekhususan yang kedua dalam argumentasi hukum atau penalaran hukum, berkaitan dengan kerangka prosedural, yang di dalamnya berlangsung argumentasi rasional dan diskusi rasional. Argumentasi hukum dalam suatu pokok perkara berupa pidana, perdata, atau administrasi negara,yang diakibatkan kesalahterapan hukum oleh poliisi, jaksa, hakim, maupun kebijakn publik; dapat dijadikan dalil- dalil untuk menangkis suatu tuduhan atau sanksi di pengadilan. (M. Darin Arif Mualiin, 2012: 77) Undang-Undang menyediakan upaya hukum bagi terdakwa maupun penuntut umum, yaitu apabila pihak-pihak tersebut merasa tidak puas terhadap kualitas putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan atau putusan tersebut dirasakan tidak mencerminkan nilainilai keadilan. Upaya hukum, secara yuridis normatif diatur dalam Bab I Pasal 1 Angka 12 KUHAP, yang berbunyi Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. Upaya Hukum Banding adalah hak terdakwa atau pununtut umum untuk menolak putusan pengadilan dengan tujuan untuk meminta pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi, serta untuk menguji ketetapan penerapan hukum dari putusan pengadilan tingkat pertama. Memori banding bukan merupakan kewajiban/keharusan bagi pemohon banding untuk membuatnya, karena hanya berupa hak semata, jika tidak disertakan dalam permohonan tidak akan berakibat ditolaknya permohonan banding. Permohonan banding diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan, atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam pengucapan putusan. Permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut harus ditolak dengan membuat surat keterangan. Permohonan banding yang telah memenuhi prosedur dan waktu yang ditetapkan, harus dibuatkan akta pernyataan banding yang ditandatangani oleh panitera dan pemohon banding, serta tembusannya diberikan kepada pemohon banding. Dalam hal pemohon tidak dapat menghadap, hal ini harus dicatat oleh panitera dengan disertai alasannya dan catatan tersebut harus dilampirkan dalam berkas perkara serta juga ditulis dalam daftar perkara pidana. Permohonan banding yang 1396 GEMA, Th. XXVI/48/Februari Juli 2014

4 diajukan harus dicatat dalam buku register insuk perkara pidana dan register banding. Panitera wajib memberitahukan permohonan banding dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding, harus dicatat dan salinannya disampaikan kepada pihak yang lain, dengan membuat relaas pemberitahuan/ penyerahannya. Sebelum berkas pidana dikirim ke Pengadilan Tinggi, selama 7 hari pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas pidana. Dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak permohonan banding diajukan, berkas perkara banding berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi. Selama perkara banding belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, permohonan banding dapat dicabut sewaktuwaktu, dan dalam hal sudah dicabut tidak boleh diajukan permohonan banding lagi. Gambaran mengenai kerangka pemikiran dapat dilihat pada konsep sebagai berikut: Penjelasan: Sebuah perkara korupsi di PDAM Cabang Rangkasbitung Kabupaten Lebak dilakukan oleh terdakwa Yosep Kurniawan bin Ujang Suherman dengan melakukan penyimpangan atau korupsi uang setoran pembayaran air konsumen. Terdakwa diadili, diperikasa, dan diputus oleh Pengadilan Tipikor Rangkasbitung dengan pasal 3 jo. 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undng Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Terdakwa terbukti bersalah dan dijatuhkan pidana oleh Pengadilan Tipikor. KUHAP memberi hak kepada Jaksa Penuntut Umum dan atau Terdakwa untuk mengajukan banding atas putusan pengadilan negeri. Dalam mengajukan banding tersebut, jaksa penuntut umum membuat memori banding, kemudian penulis meneliti dan membahas argumentasi hukum dalam memori banding tersebut baik secara materiil. GEMA, Th. XXVI/48/Februari Juli

5 METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun penelitian ini adalah penelitian doktrinal. Metode penelitian doktrinal adalah penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (library based) yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian hukum doktrinal merupakan suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan deskriptif sebagai ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22). Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji serta mempelajari bahanbahan hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, artikelartikel yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Ditinjau dari sifatnya, penelitian yang penulis laksanakan ini bersifat preskriptif, Ilmu hukum memiliki karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22), maka dari itu dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan karakteristik ilmu hukum yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilainilai, keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuanketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah sumber bahan sekunder. Sumber bahan hukum sekunder berupa dokumen-dokumen resmi, arsip-arsip, laporan, perundangundangan atau bahkan beberapa literatur lainnya dan juga dari situs internet yang mendukung penelitian ini. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang- Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Bahan Hukum Sekunder yang digunakan penulis diantaranya jurnal hukum, buku-buku yang ditulis para ahli hukum, artikel atau tulisan dari internet, dan sumber lain yang memiliki keterkaitan dengan masalahan yang diteliti. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Terdakwa Yosep Kurniawan bin Ujang Suherman merupakan Staf Komputer Bagian Rekening Perusahaan Daerah Air Minum (selanjutnya disingkat PDAM) Kabupaten Lebak yang terjerat kasus korupsi uang setoran pembayaran air di PDAM cabang Rangkasbitung Kabupaten Lebak, pada sekitar bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Agustus 2008 bertempat di PDAM Cabang Rangkasbitung Kabupaten Lebak. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disingkat Tipikor) pada Pengadilan Negeri Rangkasbitung menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa dengan penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan serta denda Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Atas putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tipikor Rangkasbitung tersebut, jaksa penuntut umum mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Banten. Dalam mengajukan banding atas putusan tersebut jaksa penuntut umum didalam Memori Bandingnya mengemukakan argumentasi hukum yang pada pokoknya sebagai berikut: a. Bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak sependapat dengan lamanya pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim 1398 GEMA, Th. XXVI/48/Februari Juli 2014

6 Pengadilan Negeri Rangkasbitung kepada Terdakwa YOSEP KURNIAWAN BIN UJANG SUHERMAN dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, dimana Jaksa Penuntut Umum telah menuntut Terdakwa YOSEP KURNIAWAN BIN UJANG SUHERMAN dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan dengan perintah agar Terdakwa segera ditahan dan denda sebesar Rp ,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 8 (delapan) bulan. b. Bahwa Jaksa Penuntut Umum pun tidak sependapat dengan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rangkasbitung menyangkut uang pengganti yang sesuai amar Putusan Pengadilan Negeri Rangkasbitung dimaksud dibebankan kepada Terdakwa sebesar Rp ,- (dua puluh lima juta rupiah), apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan, dimana Jaksa Penuntut Umum telah menuntut Terdakwa YOSEP KURNIAWAN BIN UJANG SUHERMAN untuk membayar uang pengganti sebesar Rp ,- (seratus dua puluh juta rupiah) dan apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Dari hasil penelitian, diperoleh pada pokoknya ada dua argumentasi hukum yang dikemukakan oleh Jaksa Penuntut Umum didalam memori banding. Penulis membahas satu-persatu mengenai argumentasi hukum didalam memori banding Jaksa Penuntut Umum tersebut. Pertama, mengenai pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri kepada Terdakwa Yosep Kurniawan bin Ujang Suherman, dimana Pengadilan Negeri memvonis Terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan dan denda sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Penulis berpendapat, berangkat dari pemahaman bahwa mengenai putusan apa yang akan dijatuhkan pengadilan, tergantung daripada hasil mufakat musyawarah hakim berdasar penilaian yang diperoleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemerikasaan di persidangan. Surat dakwaan yang dibuat Jaksa penuntut umum berbentuk Alternatif dimana pada dakwaan pertama atau kesatu dibuat secara subsidair yang terdiri dari dua dakwaan yang disusun dan dijejerkan secara berurutan, mulai dari dakwaan tindak pidana yang lebih berat dan dilanjutkan dengan dakwaan atas tindak pidana yang lebih ringan, dimana rumusan dakwaan pidana yang terberat berada pada urutan pertama sebagai dakwaan kesatu primair, disusul kemudian dengan dakwaan yang lebih ringan dalam rumusan dakwaan kesatu subsidair, maka hakim mendapatkan pilihan untuk menentukan dakwaan mana yang tepat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa sehubungan dengan tindak pidananya. Di persidangan terungkap bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan kepadanya dalam dakwaan kesatu primair, dimana Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo. 18 Undang-undang No.31 tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, dimana dalam ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 disebutkan ancaman pidana penjara paling singkat 4 (empat) GEMA, Th. XXVI/48/Februari Juli

7 tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu milyar rupiah). Oleh karena dakwaan kesatu primair tidak dapat dibuktikan di persidangan, maka pemeriksaan sidang pengadilan dilanjutkan pada dakwaan kesatu subsidair. Selanjutnya sebagaimana fakta-fakta di persidangan, terbukti bahwa Terdakwa adalah Staf Komputer Bagian Rekening PDAM Kabupaten Lebak bersama-sama dengan Hanurani bin Ucu Samsu, Wiwin Herwina binti M. Slamet, dan Siti Nuripah binti Uton Muchtar masing-masing sebagai Koordinator Kasir Kas PDAM, dan sebagai Kasir Billing System Online (BSO) kantor PDAM pada Bank Jabar Kabupaten Lebak telah melakukan perbuatan menghilangkan / menghapuskan data konsumen yang telah melakukan pembayaran, dan sesuai dengan Billing System Online datanya kembali tercantum dalam Daftar Rekening Ditagih (DRT) konsumen yang belum melakukan pembayaran, dan perbuatan Terdakwa bersama dengan ketiga orang temannya tersebut dilakukan berulangulang dari sekitar bulan Januari 2008 sampai bulan Agustus Perbuatan Terdakwa dan ketiga orang temannya tersebut juga bertentangan dengan Perda Kabupaten Lebak Nomor 33 Tahun 2001 tantang Pembentukan dan Kepengurusan PDAM Kabupaten Lebak jo. Surat Keputusan Direksi PDAM Nomor: 690/PKP-PDAM/001/2007 tentang Peraturan Pegawai PDAM Kabupaten Lebak, serta perbuatan Terdakwa dan ketiga orang temannya tersebut telah merugikan keuangan negara dalam hal ini PDAM kabupaten Lebak. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan tersebut, maka Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaaan kesatu subsidair yang mana terdakwa didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 jo. 18 Undang-undang No.31 tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dengan demikian, apabila dakwaan kesatu subsidair telah terbukti, maka pemeriksaan dapat dinyatakan ditutup serta hukuman dijatuhkan yaitu berdasar ancaman yang dirumuskan dalam dakwaan subsidair. Bertitik tolak dari alasan tersebut, penulis berpendapat bahwa lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepada Terdakwa Yosep Kurniawan bin Ujang Suherman sudah relevan sesuai ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 3 jo. 18 Undang-undang No.31 tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, yang mana ancaman pidana yang disebutkan dalam ketentuan pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No.20 tahun 2001 adalah pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliyar rupiah). Hal tersebut berarti, setelah hakim memeriksa dan menilai perkara sesuai dengan apa yang diyakininya terbukti di persidangan maka hakim bebas menentukan secara adil dan bijaksana menjatuhkan pidana dalam rentang ancaman yang disebutkan dalam pasal yang terbukti bahwa Terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Berikutnya yang kedua, mengenai amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri menyangkut uang pengganti yang dibebankan kepada Terdakwa. Penulis berpendapat, ketentuan mengenai pembayaran uang pengganti tidak dikenal dalam ketentuan 1400 GEMA, Th. XXVI/48/Februari Juli 2014

8 mengenai pidana tambahan dalam KUHP. Umumnya pidana yang dijatuhkan oleh hakim kepada pelaku yang melakukan tindak pidana di bidang harta benda adalah pidana penjara atau pidana denda. Pidana denda ini dianggap sebagai pidana pengganti atas kerugian harta benda korban yang disebabkan oleh tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Dalam Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi selain dapat dijatuhi pidana penjara dan atau pidana denda, terdakwa juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyakbanyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Dalam tindak pidana korupsi dikenal adanya pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undangundang No. 31 tahun 1999 menyebutkan bahwa selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam KUHP, sebagai pidana tambahan adalah pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi (Mahrus Ali, 2013: 66). Dalam perkara Terdakwa Yosep Kurniawan bin Ujang Suherman, terbukti bahwa Terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah). Majelis hakim pengadilan negeri berpendapat hal tersebut tidak menjadikan Terdakwa menjadi kaya raya karena selain jumlahnya kecil juga uang tersebut tidak diperoleh secara sekaligus, melainkan secara bertahap sejak sekitar bulan Januari 2008 sampai bulan Agustus 2008 sehingga uang tersebut habis dipergunakan untuk keperluan sehari-hari terdakwa. Penulis berpendapat amar putusan mengenai pidana tambahan pembayaran uang pengganti sebesar Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah) yang dijatuhkan kepada Terdakwa adalah tepat dan sesuai dengan peraturan perundangundangan yakni Undang-undang No. 31 tahun 1999 jo.undang-undang No. 20 tahun 2001 pasal 18 ayat (1) huruf b dan d, pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyakbanyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan bilamana terpidana tidak mempunyai harta benda yang menculukp untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang No.31 tahun 1999 dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulan sebagai berikut: 1. Argumentasi hukum memori banding Jaksa Penuntut Umum memuat dua hal pokok yaitu mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa Yosep Kurniawan bin Ujang Suherman dan menyangkut pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang dibebankan kepada Terdakwa oleh Pengadilan Negeri Rangkasbitung. Terdakwa dihukum dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan serta denda sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu subsidair yaitu dalam pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang No.31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Pengadilan Negeri menjatuhkan pidana sesuai dengan ancaman pidana dalam GEMA, Th. XXVI/48/Februari Juli

9 rumusan pasal tersebut. 2. Menyangkut pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang dibebankan kepada Terdakwa sebesar Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah) oleh karena fakta yang terungkap di persidangan terdakwa terbukti menikmati uang negara sejumlah Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah), maka uang pengganti yang dibebankan kepada Terdakwa tersebut sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. SARAN 1. Agar Penuntut Umum dalam merumuskan bentuk surat dakwaan dan menguraikan argumentasi hukum dakwaannya lebih jelas dan cermat sehingga Penuntut Umum dapat membuktikan argumentasinya di persidangan serta tidak ada lagi Putusan Hakim yang jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum. 2. Dalam membuat argumentasi dakwaan dalam perkara tindak pidana korupsi, khususnya dalam menyusun argumentasi pidana penjara sebagai pengganti (subsidair) pembayaran uang pengganti, Penuntut Umum dapat membuat sejelas mungkin sepanjang tidak melanggar KUHAP dan ketentuan internal di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia. DAFTAR PUSTAKA M. Darin Arif Mualliin Memorandum Hukum, Pendapat Hukum, dan Uji Kepatuhan Hukum dari Segi Hukum. AHKAM. Vol.14, No.1. Andi Hamzah Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Graika Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya. Jakarta : PT. Gramedia. Mahrus Ali Asas, Teori dan Praktek Hukum Pidana Korupsi. Yogyakarta: UII Press Hukum Pidana Korupsi di Indonesia. Yogyakarta: UII Press M. Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Graika Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Graika. Peter Mahmud Marzuki Penelitian Hukum. Cetakan Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Redaksi Bhafana Publishing KUHP KUHAP. Jakarta: Bhafana Publishing GEMA, Th. XXVI/48/Februari Juli 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 764/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 764/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 764/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN. MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 16/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 16/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 16/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil peneletian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM DISUSUN OLEH : NAMA / (NPM) : M. RAJA JUNJUNGAN S. (1141173300129) AKMAL KARSAL (1141173300134) WAHYUDIN (1141173300164) FAKULTAS :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 103 /PID/2013/PT-MDN.-

P U T U S A N Nomor : 103 /PID/2013/PT-MDN.- P U T U S A N Nomor : 103 /PID/2013/PT-MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, dalam mengadili perkara-perkara Pidana pada peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA 1. PELAYANAN PERSIDANGAN NO. JENIS PELAYANAN DASAR HUKUM 1. Penerimaan Pelimpahan Berkas. Pasal 137 KUHAP PERSYARATAN - Yang melimpahkan harus Jaksa Penuntut Umum

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 280/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama Lengkap. Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia

P U T U S A N NOMOR : 280/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama Lengkap. Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia P U T U S A N NOMOR : 280/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------PENGADILAN TINGGI MEDAN, mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan putusan dalam

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 33/PID.SUS.Anak/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 33/PID.SUS.Anak/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 33/PID.SUS.Anak/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding,

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 708/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 708/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 708/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Pengadilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 568/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 568/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 568/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013 HAK TERDAKWA MELAKUKAN UPAYA HUKUM DALAM PROSES PERADILAN PIDANA 1 Oleh : Bilryan Lumempouw 2 Upaya hukum merupakan hak yang penting bagi terdakwa dalam pembuktian bahwa dirinya tidak bersalah, sekaligus

Lebih terperinci

P U T U S A N NO : 402/PID/2013/PT.MDN.-

P U T U S A N NO : 402/PID/2013/PT.MDN.- P U T U S A N NO : 402/PID/2013/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------- PENGADILAN TINGGI DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN

STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN KEPANITERAAN PIDANA: STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN PELAKSANAAN TUGAS DAN ADMINISTRASI 1. Perkara Biasa: Meja Pertama: - Kepaniteraan pidana ada meja 1 (pertama) yang bertugas menerima pelimpahan berkas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 198/PID.B/2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA;

P U T U S A N NOMOR : 198/PID.B/2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; P U T U S A N NOMOR : 198/PID.B/2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

P U T U S A N. NOMOR 339/PID/2013/PT. Bdg

P U T U S A N. NOMOR 339/PID/2013/PT. Bdg P U T U S A N NOMOR 339/PID/2013/PT. Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPANITERAAN PIDANA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPANITERAAN PIDANA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPANITERAAN PIDANA A. PROSEDUR PENERIMAAN BERKAS PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI NO KEGIATAN WAKTU PENYELESAIAN 1 2 3 4 5 6 7 8 Menerima pelimpahan berkas perkara

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 306/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor: 403/PID /2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor: 403/PID /2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 P U T U S A N Nomor: 403/PID /2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam pengadilan tingkat banding,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 153/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 339/PID/2011/PT-Mdn.

P U T U S A N Nomor : 339/PID/2011/PT-Mdn. P U T U S A N Nomor : 339/PID/2011/PT-Mdn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 28/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 28/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 28/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 4/Pdt.G/2014/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 4/Pdt.G/2014/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 4/Pdt.G/2014/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 264/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 264/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 264/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor :102/PID.SUS/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor :102/PID.SUS/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor :102/PID.SUS/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam pengadilan tingkat Banding,

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 20/Pid.Sus.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 20/Pid.Sus.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 20/Pid.Sus.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang mengadili perkara pidana Anak dalam Peradilan Tingkat Banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 47 / PID / 2016 / PT. BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 47 / PID / 2016 / PT. BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 47 / PID / 2016 / PT. BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 666/PID/2012/PT-MDN.

P U T U S A N Nomor : 666/PID/2012/PT-MDN. P U T U S A N Nomor : 666/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 398/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 398/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 398/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 466/Pid/2014/PT-Mdn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 466/Pid/2014/PT-Mdn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : /Pid//PT-Mdn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding, telah menjatuhkan putusan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENAHANAN TERDAKWA OLEH HAKIM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Brando Longkutoy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

P U T U S A N No K / Pid / DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana pada

P U T U S A N No K / Pid / DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana pada 1 P U T U S A N No. 1299 K / Pid / 2004.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana pada tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut : Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PERKARA PIDANA

STANDAR PELAYANAN PERKARA PIDANA STANDAR PELAYANAN PERKARA PIDANA Dasar: Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 026/KMA/SK/II/2012 Tentang Standar Pelayanan Peradilan 1. PELAYANAN PERSIDANGAN a. Pengadilan menyediakan ruang tunggu khusus

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

P U T U S A N NO 93/PID/2013/PT.MDN.-

P U T U S A N NO 93/PID/2013/PT.MDN.- P U T U S A N NO 93/PID/2013/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------- PENGADILAN TINGGI DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding telah

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N NOMOR : 262/PID/2016/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA -------, yang mengadili perkara Pidana dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

Pelayanan Perkara Pidana

Pelayanan Perkara Pidana Pelayanan Perkara Pidana Pelayanan Perkara Pidana Meja Pertama Menerima perkara pidana, lengkap dengan surat dakwaannya dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut. Pendaftaran perkara pidana

Lebih terperinci

P U T U S A N. Terdakwa telah ditahan berdasarkan surat perintah/penetapan penahanan masing-masing oleh :

P U T U S A N. Terdakwa telah ditahan berdasarkan surat perintah/penetapan penahanan masing-masing oleh : P U T U S A N Nomor 422/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana pada peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM PT BANDUNG DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (STUDI PUTUSAN NOMOR:42/TIPIKOR/BDG.)

PERTIMBANGAN HAKIM PT BANDUNG DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (STUDI PUTUSAN NOMOR:42/TIPIKOR/BDG.) PERTIMBANGAN HAKIM PT BANDUNG DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (STUDI PUTUSAN NOMOR:42/TIPIKOR/BDG.) Immanuel Laurence Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pengajuan

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 13/PID/2017/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Jaksa Penuntut Umum a. Pengertian Kejaksaan Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 227/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 227/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 227/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 245/Pid.Sus/2015/PT. Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Para Terdakwa tidak ditahan ;

P U T U S A N. Nomor 245/Pid.Sus/2015/PT. Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Para Terdakwa tidak ditahan ; P U T U S A N Nomor 245/Pid.Sus/2015/PT. Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pengadilan Tinggi Bandung, yang mengadili perkara Pidana dalam tingkat banding telah menjatuhkan putusan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 06/Pid/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

P U T U S A N. Nomor : 06/Pid/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. P U T U S A N Nomor : 06/Pid/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. PENGADILAN TINGGI BANDUNG, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

- 1 - P U T U S A N NOMOR : 57 /PID/2012/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/ tanggal lahir : 31 tahun / 24 Juli 1980.

- 1 - P U T U S A N NOMOR : 57 /PID/2012/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/ tanggal lahir : 31 tahun / 24 Juli 1980. - 1 - P U T U S A N NOMOR : 57 /PID/2012/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 545/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 545/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 545/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 I. PEMOHON/KUASA Ir Dawud Djatmiko II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 385/PID/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 140/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 140/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 140/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA 1. Upaya Hukum Banding Upaya banding didaerah jawa dan madura semula diatur dalam pasal 188-194 HIR, sedangkan bagi daerah luar jawa dan madura diatur dalam pasal-pasal

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 259/PID /2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 259/PID /2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 259/PID /2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 785/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 785/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 785/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN NOMOR 377 K/PID.SUS/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa dan mengadili perkara pidana khusus pada tingkat kasasi memutuskan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA 1. Penerimaan berkas perkara Kepaniteraan Pidana (Petugas Meja I) Pedoman Pelaksanaan Tugas Buku II 1 hari 1. Menerima perkara yang dilimpahkan oleh Penuntut Umum

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 312/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pembuktian Dakwaan Berbentuk Subsidaritas Dengan Sistem Alternatif Dalam Pemeriksaan Perkara Korupsi Bantuan Sosial Di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Sebelum

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 322/PID/2012/PT-MDN

P U T U S A N Nomor : 322/PID/2012/PT-MDN P U T U S A N Nomor : 322/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ---- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 237/PID/2015/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 237/PID/2015/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 237/PID/2015/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan putusan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci