A. Definisi. B. Anatomi. Apendisitis undefined undefined

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. Definisi. B. Anatomi. Apendisitis undefined undefined"

Transkripsi

1 Apendisitis undefined undefined Appendicitis merupakan penyakit yang sering dijumpai sehingga harus dicurigai sebagai keadaan yang paling mungkin menjadi penyebab nyeri akut abdomen. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidensi pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Insidensi tertinggi pada laki-laki pada usia tahun, sedangkan pada perempuan pada usia tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada anak-anak usia di bawah 2 tahun. (1) Diagnosis appendicitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data-data tersebut. Tak jarang kasus-kasus appendicitis yang lolos dari diagnosis bahkan ada yang salah didiagnosis. Kadang-kadang untuk menegakkan diagnosis appendicitis sulit karena letak appendix di abdomen sangat bervariasi. (2,3) Penatalaksanaan appendicitis dilakukan dengan appendectomi, yaitu suatu tindakan bedah dengan mengangkat appendix. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas, seperti dapat menyebabkan terjadinya perforasi atau ruptur pada appendix. (1) A. Definisi Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendix. Peradangan ini pada umumnya disebabkan oleh infeksi yang akan menyumbat appendix. (3,4) B. Anatomi Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih.secara anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing. (3) Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada di sebelah postero-medial secum.dari topografi anatomi, letak pangkal appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. (4,5) Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic. (3)

2 Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus.vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior. (2) C. Fisiologi Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis. (1,3,5) Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. (2,3) D. Patofisiologi Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendix yang berasal dari secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fecalith. (3) Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding appendix, appendix dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses tersebut dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus atau adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah sehingga terjadi septicemia. (1,3,6,7) Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut mengalami eksaserbasi akut (2). E. Gejala Klinis Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain (4,5,6,7) :

3 1. Nyeri abdominal. Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritoneum biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. 2. Mual-muntah biasanya pada fase awal. 3. Nafsu makan menurun. 4. Obstipasi dan diare pada anak-anak. 5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7-38,3 C. Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis diketahui setelah terjadi perforasi (1,2). F. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer (2,6). 2. Palpasi Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu: - Nyeri tekan di Mc. Burney. - Nyeri lepas. - Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal (2,5,6). Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang (2,5,6). 3. Auskultasi

4 Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata (2). Pemeriksaan Colok Dubur Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam Pada appendicitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur (5). Tanda-Tanda Khusus 1. Psoas Sign Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam posisi terlentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita disuruh hiperekstensi atau fleksi aktif. Psoas sign (+) bila terasa nyeri di abdomen kanan bawah (5,6). 2. Rovsing Sign Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah (5,6). 3. Obturator Sign Dilakukan dengan menyuruh penderita tidur terlentang, lalu dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah (5,6). G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium - Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat (4,7). - Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis (4). 2. Abdominal X-Ray Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak (4). 3. USG Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya (4).

5 4. Barium enema Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. (4) 5. CT-Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses. (4,5) 6. Laparoscopi Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix. (4) H. Diagnosis Banding 1. Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendicitis. (2) 2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samarsamar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual dan muntah. (2) 3. Peradangan pelvis Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendix. Radang kedua oergan ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis.untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexsual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dannyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri. (2,3) 4. Kehamilan Ektopik Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah. (2)

6 5. Diverticulitis Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendicitis. (3) 6. Batu Ureter atau Batu Ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalarr ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memestikan penyakit tersebut. (2) H. Penatalaksanaan Bila diagnosis appendicitis akut telah ditegakkan, maka harus segera dilakukan appendektomi. Hal ini disebabkan perforasi dapat terjadi dalam waktu < 24 jam setelah onset appendicitis.penundaan tindakan pembedahan ini sambil diberikan antibiotik dapat mengakibatkan terjadinya abses atau perforasi (1,5,7) Appendectomi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara terbuka dan laparoscopi. Dengan cara terbuka dilakukan insisi di abdomen kanan bawah kemudian ahli bedah mengeksplorasi dan mencari appendix yang meradang.setelah itu dilakukan pengangkatan appendix, dan abdomen ditutup kembali. Tindakan laparoscopi merupakan suatu tehnik baru untuk mengangkat appendix dengan menggunakan lapariscop.tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan dalam menegakkan diagnosis appendicitis. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada appendicitis perforata. (1,2,3,4) DAFTAR PUSTAKA 1. Helwick, CA, Appendicitis, Gale Encytopedia of medicine. htm. 2. Hamami, AH, dkk, Usus Halus Appendiks, Kolon, dan Anorektum, dalam Sjamsuhidajat, R, De jong. W, Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997, hal Anonim, Appendectomy, Medicine Net. Com. 4. Anonim, Appendicitis, Medicine Net. Com. 5. Anonim, Appendicitis, The Merck Manual Sec 3, htm. 6. O rourke. R, Acute Appendicitis, The Iowaclinic. Com. 7. Anonim, Appendicitis, The Merck Manual, Sec 9, htm.

7 Kirimkan Ini lewat BlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan peningkatan status sosial ekonomi yang semakin meningkat, masalah kesehatan juga semakin meningkat di masyarakat yang disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan terutama tentang pola hidup yang sehat sehingga berbagai macam masalah mulai timbul dari saluran pernapasan, system sirkulasi dan system pencernaan. Penyakit dari saluran pencernaan yang salah satunya adalah appendiksitis. Appendiksitis atau inflamasi pada usus buntu adalah merupakan suatu peradangan pada daerah umbai cacing di saluran pencernaan. Dampak yang terjadi akibat dari appendiksitis adalah muncul berbagai macam gejala yang dapat membuat penderita tidak merasa nyaman, yaitu: gejala-gejala yang mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari seperti nyeri dengan tiba-tiba didaerah abdomen dan ulu hati, bila dibiarkan terus menerus appendiksitis dapat terjadi obstruksi lumen usus. Jika Appendiksitis tidak dilakukan penanganan segera akan terjadinya infeksi berat, bisa menyebabkan pecahnya lumen usus sehingga memerlukan penanganan yang khusus yaitu Laparatomi. Appendiksitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi. Kejadian paling tinggi ditemukan pada usia dekade kedua dan ketiga, appendiksitis didapatkan 1,3-1,6 kali lebih sering pada laki-laki dari pada wanita. Penyebab appendiksitis yaitu berupa fekalit, cacing ascariasis, dan hyperplasia jaringan limfe.

8 Prevalensi di Inggris, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Douglas et al terdapat 302 pasien yang terkena suspek appendiksitis setelah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Dan untuk mengatasi appendiksitis tersebut telah dilakukan apendiktomi dengan angka kegagalan sekitar 9 11%, dan 89% berhasil untuk mengatasi apendiksitis. Dan penelitian lain yang dilakukan oleh Zielke et al, sekitar 2000 pasien mengatakan bahwa sekitar 6% ultrasonografi mendeteksi appendiksitis (Sari Wirya Netty, 2009). 2. Tujuan 1. Tujuan Umum Membantu mahasiswa dalam memahami materi dari pengertian sampai pada asuhan keperawatan 2. Tujuan Khusus Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang: Pengertian appediksitis Etiologi appediksitis Anatomi dan fisiologinya

9 Patofisiologi Pathway Pemeriksaan penunjang Penatalaksanaan Asuhan keperawatan

10 BAB II ISI 1. Pengertian Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongan tidak efektif, dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (appendiksitis) (Smeltzer, 2001). Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan (Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D, 2005). 2. Etiologi Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada

11 lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid (Mansjoer Arif et all, 2000). 3. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi Appendiks adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih.secara anatomi appendiks sering disebut juga dengan appendiks vermiformis atau umbai cacing. Appendiks terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendiks berada di sebelah posteromedial secum. Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendiks juga mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendiks pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendiks dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendiks dapat lebih panjang daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendiks yang panjang menyebabkan appendiks bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendiks bergerak ke belakang colon yang disebut appendiks retrocolic. Appendiks dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus.vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior.

12 2. Fisiologi Fungsi appendiks pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendiks menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendiks dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada patogenesis appendicitis. Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu IgA. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi ( ) 4. Patofisisologi Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada appendiks. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain sumbatan lumen appendiks oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendiks yang berasal dari secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fecalith. Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan tertimbun di dalam lumen appendiks. Obstruksi lumen appendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses selanjutnya invasi kuman ke dinding appendiks sehingga terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding appendiks, appendiks dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses tersebut dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus atau adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan

13 berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Appendiks yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah sehingga terjadi septicemia. Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut mengalami eksaserbasi akut (Price, SA, Wilson,LM. 2005). 5. Pathway

14

15 6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis. 2. Abdominal X-Ray

16 Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak. 3. USG Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya. 4. Barium Enema Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. 5. Laporoscopi Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks. 6. CT-Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses. (Mansjoer Arif et all, 2000) 7. Diagnosa Banding 1. Gastroenteritis

17 Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendicitis. 2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual dan muntah. 3. Peradangan pelvis Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua oergan ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis.untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexsual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri. 4. Kehamilan Ektopik Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah. 5. Diverticulitis Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendicitis.

18 6. Batu Ureter atau Batu Ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. (Price, SA, Wilson,LM. 2005) 9. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis Appendektomi dilakukan jika diagnose appendicitis sudah ditegakkan. Laparatomi yaitu dengan melakukan insisi di abdomen dan mencari appediks yang meradang, dan dilalukan pengangkatan appendiks kemudian abdomen ditutup kembali. Laparatomi dilakukan dengan menggunakan alat lapariscop. 2. Penatalaksanaan farmakologi Antibiotic 1. Sefalosporin generasi III: sefotaksim dan sefriakson 2. Sefalosporin generasi IV: sefpirom 3. Metronidazol 4. Aminoglikosida (gentamisin) 5. Penisilin (ampisilin) 6. Karbapenem (meropenem) Analgetik (ketorolak trometamin, metamizol Na, dan tramadol HCl) Terapi cairan infuse sesuai advis dokter Antiulser

19 antiemetika (Price, SA, Wilson,LM. 2005) 10. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Identitas klien (Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register). Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang. Keluhan utama: Klien mengatakan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium. Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang. Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat. Sirkulasi : Klien mungkin takikardia Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal Aktivitas/istirahat : Malaise Eliminasi: konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan: nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

20 Keamanan: Demam, biasanya rendah Data psikologis: Klien nampak gelisah. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. 2. Diagnosa Keperawatan Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi Konstipasi berhubungan dengan peningkatan flora usus 3. Intervensi Keperawatan Diagnosa keperawatan: Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi. Tujuan: tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil: 1. Penyembuhan luka berjalan baik 2. Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen 3. Tekanan darah >90/60 mmhg 4. Nadi lebih 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal 5. Abdomen lunak, tidak ada distensi 6. Bising usus 5-34 x/menit Intervensi Intervensi Rasional

21 Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat dan dangkal. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema. Kolaborasi: antibiotic Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis. Menurunkan resiko penyebaran bakteri. Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi dan/atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya. Untuk menurunkan jumlah mikroorganisme penyebab infeksi. Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal Tujuan: nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x24 jam. Kriteria hasil: 1. Persepsi subyektif tentang nyeri menurun 2. Tampak rileks 3. Pasien dapat istirahat dengan cukup Intervensi: Intervensi Beri penjelasan pada klien tentang sebab dan akibat nyeri. Rasional Penjelasan yang benar membuat klien mengerti

22 Ajarkan teknik relaksasi dan destraksi. Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi klien. Rawat luka secara teratur daan aseptic. sehingga dapat diajak bekerja sama. Dapat mengurangi ketegangan atau mengalihkan perhatian klien agar dapat mengurangi rasa nyeri. Penderita sendiri yamg merasakan posisi yang lebih menyenangkan untuk mengurangi rasa nyeri. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi. Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri Kolaborasi dengan dokter utuk pemberian obat analgesic Diagnosa keperawatan: Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi Tujuan: tidak terjadi infeksi dan hipertermia Kriteria hasil: 1. Suhu kembali normal ,5 o C 2. Mengidentifiksi faktor-faktor resiko hipertermia 3. Menurunkan faktor-faktor risiko hipertermia Intervensi Intervensi Pantau masukan dan haluaran dan berikan minuman kesukaan untuk Rasional Mencegah terjadinya dehidrasi

23 mempertahankan keseimbangan masukan dan haluaran Pantau tanda-tanda terjadinya infeksi Monitor TTV Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti panas Panas/ kolor merupakan salah satu tanda dari infeksi Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis Menurunkan panas yang di derita oleh klien. Diagnosa keperawatan: Konstipasi berhubungan dengan peningkatan flora usus Tujuan: BAB lancar dan tidak terjadi konstipasi Kriteria hasil: mendapatkan kembali pola fungsi usus yang normal. Intervensi: Intervensi Rasional Auskultasi bising usus Kembalinya fungsi GI mungkin terlambat oleh efek inflamasi

24 Selidiki keluhan nyeri abdomen intraperitoneal Mungkin berhubungan dengan distensi abdomen atau terjadinya komplikasi. Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi Menurunkan resiko iritasi mukosa Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi dan jumlah. Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan/ evakuasi feses. Anjurkan makanan/cairan yang tidak mengiritasi bila masukan oral Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian pelunak feses, supositorial gliserin sesuai indikasi

25 REFERENSI Apendiksiti In: Doenges, Marylinn E Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Mansjoer Arif et all, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Media Aesculapius. Price, SA, Wilson,LM Patofisiologi Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Vol 1. Jakarta. EGC Sari Wirya Netty Appendiksitis. In:

26 Smeltzer, Bare (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Appendisitis (radang usus buntu) merupakan penyakit yang sering dijumpai sehingga harus dicurigai sebagai keadaan yang paling mungkin menjadi penyebab nyeri akut abdomen. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidensi pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Insidensi tertinggi pada laki-laki pada usia tahun, sedangkan pada perempuan pada usia tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada anak-anak usia di bawah 2 tahun (Helwick,1997). Radang usus buntu (appendisitas) diawali dengan adanya obstruksi pada bagian mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks mulai dari submukosa, lamina muskularis dan lamina serosa. Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen akan menyebabkan stasis bagian distal appendiks, sehingga mucus yang terbentuk secara terus-menerus akan terakumulasi dan selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminer meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan adanya invasi flora normal usus seperti Bacteriodes Fragilis dan E.coli dan menyebabkan infeksi. Adanya infeksi akan membut tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh dan menyebabkan radang (Sjamsuhidajat R, de Jong W, 2005). Penatalaksanaan appendisitis dilakukan dengan appendiktomi, yaitu suatu tindakan bedah dengan mengangkat appendiks. Hal ini harus segera dilakukan tindakan bedah karena setiap keterlambatan akan berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas, yaitu dapat menyebabkan terjadinya perforasi atau ruptur pada appendiks. Bedah appendik juga memiliki dampak yang dapat membahayakan bagi pasien pasca operasi khususnya pada luka sayatan. Namun demikian, bahaya tersebut dapat dicegah dengan menggunakan antibiotik profilaksis untuk penyembuhan luka (Helwick,1997). Dalam penggunaan antibiotik indikasinya harus tepat pada pasien, untuk itu kerasionalan obat perlu diperhatikan. Hal tersebut ditujukan untuk mencegah timbulnya resistensi agen infeksi terhadap antibiotik. Kerasionalan obat adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, waspada efek samping serta kontraindikasi. Ketidakrasionalan penggunaan obat dapat memberikan dampak pada mutu pelayanan kesehatan (pengobatan) dan terhadap pemakaian sumber data kesehatan. Bentuk ketidakrasionalan pemakaian obat antara lain peresepan kurang (under prescribing), peresepan boros (extravagant), peresepan berlebih (overprescribing), peresepan yang salah (incorrect prescribing), peresepan majemuk (multiple prescribing) (Santoso dkk, 2003). Sekarang ini, kerasionalan penggunaan obat di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini disebabkan

27 karena kurangnya informasi para praktisi medis terhadap pemilihan obat. Obat yang diresepkan harus aman dan efikasinya tepat bagi pasien. Akan tetapi, proses pengambilan keputusan dalam pemilihan obat saat ini sering tidak didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terkini dan valid. Perlu adanya pedoman penggunaan obat di setiap rumah sakit untuk meningkatkan kerasionalan oabt dan keberhasilan terapi. Penggunaan obat di rumah sakit diatur dalam Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Formularium Rumah Sakit (FRS). Standar pelayanan medis adalah dokumen sistematis untuk membantu praktisi kesehatan dalam membuat keputusan guna pemberian pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kondisi medis tertentu suatu pasien. Standar pelayanan medis ini digunakan oleh praktisi medis di rumah sakit sebagai standar tearp terhadap pasien. Sedangkan formularium rumah sakit merupakan daftar produk obat yang telah disepakati untuk digunakan di rumah sakit yang bersangkutan, beserta informasi yang relevan mengenai indikasi, cara penggunaan, dan informasi lin mengenai tiap produk (Depkes RI,2000). Namun, kadang terjadi peresepan obat untuk penyakit tertentu yang tidak sesuai dengan standar pelayanan medis dan formularium rumah sakit, padahal tujuan pengembangan dan penerapan formularium rumah sakit sebenarnya adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan melalui penggunaan obat yang aman, efektif, rasional dan juga dalam rangka efisiensi biaya pengobatan. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui kesesuaian peresepan antibiotik profilaksis pada pasien bedah Appendik terhadap standar pelayanan medis dan formularium Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Sleman. RSUD Kota Sleman merupakan rumah sakit umum kelas C, menjadi salah satu tempat pelayanan kesehatan masyarakat kota Sleman. Melihat banyaknya kasus pembedahan pada poli bedah, yaitu bedah appendik dan mengingat semakin meningkatnya jumlah pasien serta pentingnya kerasionalan penggunaan obat khususnya antibiotik profilaksis dalam rangka menurunkan risiko infeksi pasca operasi appendik, maka perlu dilakukan analisis kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah appendik terhadap standar pelayanan medis dan formularium rumah sakit di instalasi rawat inap RSUD Kota Sleman. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Seperti apa pola penggunaan antibiotik sebagai profilaksis pada pasien bedah appendik di RSUD Kota Sleman periode 2009? b. Bagaimana kesesuaian peresepan antibiotik sebagai profilaksis pada pasien bedah appendik dengan pedoman pengobatan di RSUD Kota Sleman? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui pola penggunaan antibiotik sebagai terapi profilaksis pada pasien bedah appendik di RSUD Kota Sleman Periode b. Mengetahui kesesuaian peresepan obat antibiotik dengan pedoman pengobatan Standar Pelayanan Medis (SPM) dan standar terapi lain untuk terapi profilaksis pada pasien bedah appendik di RSUD Kota Sleman selama periode D. Manfaat Penelitian Penelitian ini ditujukan agar dapat menjadi salah satu sumber informasi tentang kesesuaian peresepan antibiotik pada pasien bedah Appendik di RSUD Sleman terhadap Standar Pelayanan Medis dan Formularium Rumah Sakit, sehingga informasi ini dapat digunakan untuk melakukan

28 evaluasi (menambah wawasan) pada terapi profilaksis pasien bedah Appendik yang telah dilakukan sebelumnya dan sebagai bahan pertimbangan untuk terapi berikutnya. E. Tinjauan Pustaka 1. Peresepan Obat Pengertian obat Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 193/Kab/B.VII/71 adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit. Obat berperan penting dalam pelayanan serta peningkatan kesehatan. Obat akan diresepkan oleh dokter sesuai dengan diagnosis pada pasien (Joenoes,1990). Resep merupakan dokumen legal, sebagai sarana komunikasi professional dari dokter dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tertentu dan menyerahkan kepada pasien sesuai dengan kebutuhan medis yang telah ditentukan. Peresepan obat adalah tindakan terakhir dari dokter untuk pasiennya, yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang akan diberikan. Terapi tersebut dapat merupakan terapi profilaksis, terapi kausal atau simtomatik (Joenoes,1990). 2. Penggunaan Obat Rasional Penggunaan obat rasional adalah pola pemberian obat yang tepat yaitu pemilihan obat sesuai dengan diagnosis penyakitnya, tepat konsumsinya, tepat dosisnya, tepat jangka waktu pemberiannya, dan aman, dengan harga semurah mungkin serta dengan pemberian informasi yang obyektif. Penggunaan obat rasional merupakan pola pemakaian obat yang aman dan efektif (costeffective), efisien dengan hasil yang baik. Penggunaan obat rasional akan meminimalkan medikal error serta efek samping suatu obat (Depkes RI,2000). Penggunaan obat yang tidak rasional seperti definisi diatas kan menyebabkan beberapa dampak yang merugikan, terutama pada pasien. Dampak merugikan dari penggunaan obat yang tidak rasional adalah : 1. Dampak pada mutu terapi obat dan perawatan medik Praktik penulisan obat yang tidak tepat baik secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan mutu perawatan pasien dan secara negative mempengaruhi hasil pengobatan (Siregar, 2004). 2. Dampak pada biaya Penggunaan obat yang berlebihan bahkan obat yang tidak diperlukan, menyebabkan pembelanjaan sediaan obat yang berlebihan dan penghamburan biaya, baik oleh pasien maupun system pelayanan kesehatan (Siregar, 2004). 3. Dampak psikologis Penulisan obat yang berlebihan mengkomunikasikan pada pasien bahwa mereka membutuhkan obat untuk setiap dan semua kondisi, bahkan untuk kondisi yang ringan. Konsep bahwa ada obat untuk setiap rasa sakit adalah berbahaya (Siregar, 2004). 3. Standar Pelayanan Medis Standar Pelayanan Medis adalah dokumen sistematis untuk membantu praktisi kesehatan dalam membuat keputusan guna pemberian pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kondisi medis tertentu suatu pasien. Standar pelayanan medis digunakan sebagai pedoman pengobatan bagi para praktisi medis dalam memberikan layanan medis kepada pasien. Standar pelayanan medis dibuat dengan tujuan untuk meminimalkan terjadinya kasus-kasus malpraktek (Depkes RI,2000). Undang Undang No. 29 tahun 2004 pasal 44 menyebutkan bahwa dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau

29 kedokteran gigi. Dokter dalam melaksanakan praktek kedokteran mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan pasien akan terhindar dari kesalahan pelayanan medis. Rumah sakit harus memiliki standar pelayanan medis yang menjadi acuan dalam memberikan layanan medis kepada pasien. Dengan demikian, kebutuhan dasar masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan patient safety dapat terpenuhi. Selain itu, standar pelayanan medis akan menjadi tolak ukur mutu pelayanan medis suatu rumah sakit dan menghindarkan rumah sakit dari kemungkinan tuntutan hukum jika terjadi medikal error. 4. Formularium Rumah Sakit Formularium adalah daftar obat baku yang dipakai oleh Rumah Sakit yang dipilih secara rasional dan dilenkapi dengan penjelasan sehingga merupakan informasi obat yang lengkap untuk pelayanan medik Rumah Sakit, yang terdiri dari obat-obatan yang tercantum dalam Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) dan beberapa jenis obat yang sangat diperlukan oleh Rumah Sakit (Daftar obat supplement/tambahan) yang dapat ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan bidang kefarmasian dan terapi serta keperluan Rumah Sakit yang bersangkutan (Anonim, 2009a). Formularium Rumah Sakit adalah daftar obat yang terseleksi yang digunakan sebagai pedoman pemilihan obat dalam peresepan dokter di rumah sakit beserta informasi yang relevan mengenai indikasi, cara penggunaan, dan informasi lain mengenai tiap produk. Formularium memberikan alternatif pilihan obat untuk terapi suatu penyakit pada pasien. Sistem formularium menetapkan pengadaan, penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua nama (Depkes RI,2000). Formularium berisi pilihan obat yang tepat pada kasus-kasus penyakit. Seorang praktisi medis harus menjalankan formularium dalam pelayanan bagi pasien. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalkan ketidakrasionalan penggunaan obat. Agar dokter dapat tetap konsisten memanfaatkan formularium dalam penulisan resep, maka sistem formularium harus dikelola dengan optimal dan terus-menerus direvisi serta memuat tambahan penting lainnya yang merefleksikan pertimbangan klinik terbaru. Dalam formularium rumah sakit yang ada, biasanya tidak dimanfaatkan secara optimal dalam peresepan dokter dan pemanfaatan formularium cenderung tidak konsisten. Pemanfaatan formularium yang tidak optimal dalam peresepan dokter, berdampak menurunkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan (Depkes RI,2000). Formularium disusun dengan alasan untuk penyempurnaan pengobatan, penurunan risiko, penurunan biaya, serta sebagai penyempurnaan suplai (Aslam dkk., 2003). 5. Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personil terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Rumah sakit sebagai suatu fungsi organisasi akan selalu mengalami perkembangan. Sesuai perkembangan yang dialaminya, rumah sakit dibedakan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit umum (Azwar, 1996). Pengertian rumah sakit umum menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialis, dan subspesialis yang mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara terpadu dan serasi dengan peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan (Anonim, Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara, dengan

30 kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang hanya melayani satu bentuk pelayanan kesehatan saja. Rumah sakit jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric hospital), penyakit pernapasan, dan lain-lain. Klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan yang dimiliki terkait sarana dan prasarana antara lain Rumah Sakit tipe A, Rumah Sakit tipe B, Rumah Sakit tipe C, Rumah Sakit tipe D, dan Rumah Sakit tipe E.Contohnya RSUD Sleman yang termasuk ke dalam tipe C. Rumah sakit umum ini hanya memiliki pelayanan medis spesialistik dasar, dan kapasitas tempat tidur buah. Rumah sakit tipe ini minimal harus mempunyai pelayanan spesialis terbatas, yaitu spesialis penyakit dalam, bedah, pelayanan kesehatan anak, dan spesialis kebidanan dan kandungan. 6. Antibiotik Profilaksis Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan/atau bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tan dan Rahardja, 2007). Sedangkan antibiotik profilaksis bedah merupakan antibiotik yang diberikan sebelum adanya kontaminasi pada jaringan atau tubuh. Tujuan dari pemberian antibitik profilaksis adalah untuk mencegah terkenanya infeksi pada daerah yang dibedah (Dipiro dkk., 2005). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik digolongkan menjadi lima kelompok: 1. antibiotik yang mengganggu metabolisme sel mikroba, 2. antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel, 3. antibiotik yang mengganggu permeabilitas membran sel, 4. antibiotik yang menghambat sintesis protein, dan 5. antibiotik yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat Penggunaan antibiotik harus sesuai dengan indikasi yang tepat pada pasien. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi mikroba oleh pemberian antibiotik. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya resistensi adalah penggunaan antibiotik yang terlalu sering, irasional, berlebih, serta penggunaan jangka waktu yang lama (Anonim,1998). Secara umum dapat dikatakan bahwa bila suatu antibiotik digunakan untuk mencegah infeksi kuman tertentu (yang peka terhadap antibiotik tersebut) sebelum terjadinya kolonisasi dan multiplikasi, maka profilaksis ini seringkali berhasil. Tetapi bila profilaksis dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan infeksi oleh segala macam mikroba yang ada disekitar pasien, maka profilaksis ini biasanya gagal (Sulistia dkk., 2007). Untuk profilaksis kasus bedah berlaku prinsip sebagai berikut : 1. Penggunaan antibiotik untuk profilaksis selalu harus dibedakan dari penggunaan untuk terapi. 2. Pemberian profilaksis antibiotik hanya diindikasikan untuk tindakan bedah tertentu yang disertai infeksi pascabedah, atau yang membawa akibat berat bila terjadi infeksi pascabedah. 3. Antibiotik yang dipakai harus sesuai dengan jenis kuman/bakteri yang potensial menimbulkan infeksi pascabedah. 4. Cara pemberian biasanya intravena atau intramuskular 5. Pemberian dilakukan pada saat induksi anestesi, tidak dibenarkan pemberian yang lebih dini dan biasanya hanya diberikan 1-2 dosis. Pemberian profilaksis lebih dari 24 jam tidak dibenarkan (Sulistia dkk., 2007). Profilaksis untuk bedah hanya dibenarkan untuk kasus dengan risiko infeksi pascabedah yang tinggi yaitu yang tergolong clean-contaminated dan contaminated. Tindakan-tindakan bedah yang

31 bersih (clean) tidak memerlukan profilaksis antibiotik, kecuali bila dikhawatirkan akan terjadi infeksi pascabedah yang berat sekali (Sulistia dkk., 2007). Kejadian infeksi pada apendiktomi adalah 5-15%. Dalam kaitannya dengan profilaksis, jenis operasi digolongkan ke dalam 4 kategori, yaitu : a. Operasi bersih Operasi bersih adalah operasi yang dilakukan pada daerah kulit pada kondisi prabedah tanpa peradangan dan tidak membuka traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, orofaring, traktus urinarius, atau traktus bilier ataupun operasi yang berencana dengan penutupan kulit primer dengan atau tanpa pemakaian drain tertutup. b. Operasi bersih terkontaminasi Operasi bersih terkontaminasi adalah operasi yang membuka traktus digestivus, traktus bilier, traktus urinarius, traktus respiratorius sampai orofaring, tarktus reproduksi kecuali ovarium ataupun operasi tanpa pencemaran nyata (Gross Spilage). Antibiotik profilaksis disii dianjurkan seperti pada diseksi leher dan masuk orofaring; diseksi lambung, membuka kolon, ileum bagian distal; operasi kolon atau usus kecil dengan gangguan vaskularisasi dari usus; operasi yang menembus saluran empedu (ekstra hepatal); operasi saluran kemih dan operasi yang melalui vagina. Sehingga, untuk apendiktomi digolongkan sebagai operasi bersih terkontaminasi. c. Operasi terkontaminasi Operasi terkontaminasi adalah operasi yang membuka traktus digestivus, traktus bilier, traktus urinarius, traktus respiratorius sampai dengan orofaring atau traktus reproduksi kecuali ovarium dengan pencemaran yang nyata ataupun operasi pada luka karena kecelakaan dalam waktu kurang dari 6 jam (Golden period). Antibiotik profilaksis disini dianjurkan seperti pada operasi yang menembus saluran empedu yang terinfeksi; operasi yang menembus saluran kemih yang terinfeksi; operasi radang akut tanpa pembentukan nanah dan operasi pada fraktur (patah tulang) terbuka. d. Operasi kotor dengan infeksi Operasi kotor dengan infeksi adalah operasi pada perforasi traktus digestivus, traktus urogenitalis atau traktus respiratorius yang terinfeksi ataupun operasi yang melewati daerah purulen (inflamasi bacterial). Dapat pula operasi pada luka lebih dari enam jam setelah kejadian atau terdapat jaringan non vital yang luas atau nyata kotor. Antibiotik disini dianjurkan seperti pada pemberian antibiotik terapetik dan bukan lagi profilaksis, terutama bila operasi dilakukan pada jaringan sehat akan dilalui oleh nanah; pemberian antibiotik profilaksis dengan tujuan mencegah penyebaran intrakaviter, penyebaran ke tempat yang jauh atau ke jaringan yang sebelumnya tidak terkontaminasi. (Anonim, 1992a) Prinsip Penggunaan Antibiotik Profilaksis 1. Tepat Indikasi Antibiotik profilaksis diberikan pada pembedahan dengan klasifkasi bersih kontaminasi (lihat tabel 1), yang mempunyai kemungkinan terjadi ILO sebesar 10,1% Dengan pemberian antibiotik profilaksis maka angka kejadian ILO dapat diturunkan menjadi 1,3%. Antibiotik profilaksis juga diberikan pada pembedahan kriteria bersih yang memasang bahan prostesis. Juga diberikan pada operasi bersih yang jika sampai terjadi infeksi akan menimbulkan dampak yang serius seperti operasi bedah syaraf, bedah jantung, dan mata. Antibiotik profilaksis tidak tepat digunakan pada operasi kontaminasi atau kotor karena telah terjadi kolonisasi kuman dalam jumlah besar atau sudah ada infeksi yang secara klinis belum

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, penggunaan antibiotik profilaksis untuk infeksi luka operasi (ILO) pada pembedahan harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

K35-K38 Diseases of Appendix

K35-K38 Diseases of Appendix K35-K38 Diseases of Appendix Disusun Oleh: 1. Hesti Murti Asari (16/401530/SV/12034) 2. Rafida Elli Safitry (16/401558/SV/12062) 3. Zidna Naila Inas (16/401578/SV/12082) K35 Acute Appendicitis (Radang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap APENDISITIS PENGERTIAN Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering 1. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu

Lebih terperinci

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

APPENDICITIS (ICD X : K35.0) RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) SMF ILMU BEDAH TAHUN 2017 APPENDICITIS (ICD X : K35.0) 1. Pengertian (Definisi) 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur karena

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

A. Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Fisik A. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi Pada apendisitis akut sering ditemukan adanyaabdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. - tidak ditemukan gambaran spesifik.

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999).

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Appendiksitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). Appendiksitis adalah peradangan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. P DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI DI RUANNG CEMPAKA III RSUDPANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. P DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI DI RUANNG CEMPAKA III RSUDPANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. P DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI DI RUANNG CEMPAKA III RSUDPANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI s Disusun Oleh: DESY BANANI RUSTAM J 200 120 014 PROGRAM STUDI DIPLOMA III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu apendisitis atau sering di sebut usus buntu. Apendisitis diduga disebabkan oleh bacteria,

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

STUDI KASUS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDIKSITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

STUDI KASUS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDIKSITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI STUDI KASUS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDIKSITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTIM PENCERNAAN : POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI KE-2 DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTIM PENCERNAAN : POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI KE-2 DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTIM PENCERNAAN : POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI KE-2 DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO Disusun oleh : JUNANDAR FAJAR DEWANTARA J.200.090.067 KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002) BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Appendiks adalah organ tambahan kecil yang mempunyai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002) Appendisitis adalah peradangan dari

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil) atau appendiktomi. Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat

BAB I PENDAHULUAN. kecil) atau appendiktomi. Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks adalah makanan yang mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum.apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis (manjoer, 2000), karena tidak efektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara kongenital yang memberi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Beberapa sumber yang menyebutkan tentang pengertian dari Apendisitis yaitu sebagai berikut : Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. Y DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI Ke-1 DI RUANG DAHLIA RSUD BANYUDONO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. Y DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI Ke-1 DI RUANG DAHLIA RSUD BANYUDONO ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. Y DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI Ke-1 DI RUANG DAHLIA RSUD BANYUDONO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apendisitis merupakan penyebab paling umum sakit perut akut yang memerlukan intervensi bedah, Penyebab apendisitis tidak jelas dan mekanisme patogenesis terus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi 2.1.1. Apendiks Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1907 ).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks 2.1.1. Anatomi apendiks Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya adalah suatu saluran (tabung) dengan panjang sekitar 30 kaki (9m).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan kasus paling sering dilakukan pembedahaan pada anak, walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi keterlambatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Histologi Apendiks Apendiks merupakan suatu evaginasi dari sekum yang ditandai dengan sebuah lumen kecil, sempit, dan tidak teratur. Struktur tersebut disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum ( cecum ). Infeksi ini bisa mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Apendisitis 3.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008).

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Appendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu dan umbai cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002) BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks makanan yang mengosongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang terletak di perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D. DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D. DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D. DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APPENDISITIS A.1. Definisi Appendisitis akut adalah peradangan dari appendiks yaitu organ seperti kantung yang tak berfungsi pada bagian inferior dari sekum dan merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut BAB XXI Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah Nyeri perut hebat yang mendadak Jenis nyeri perut Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut 460 Bab ini membahas berbagai jenis nyeri di perut bawah (di bawah

Lebih terperinci

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut:

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut: A. lisa Data B. Analisa Data berikut: Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai No. Data Fokus Problem Etiologi DS: a. badan terasa panas b. mengeluh pusing c. demam selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan persalinan dengan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang persalinan dengan sectio

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit apendisitis merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering ditemukan di bidang bedah dan memerlukan tindakan pembedahan segera untuk mencegah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen individu mengalami berbagai tipe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi apendiks vermiformis Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi dari 7 sampai 15 cm, dan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menderita penyakit ini adalah Amerika Serikat dengan penderita

BAB I PENDAHULUAN. yang menderita penyakit ini adalah Amerika Serikat dengan penderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut survei WHO, angka mortalitas peritonitis mencapai 5,9 juta per tahun dengan angka kematian 9661 ribu orang meninggal. Negara tertinggi yang menderita

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penyakit gastrointestinal (saluran pencernaan) merupakan masalah kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan penyebab terbanyak kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,

Lebih terperinci

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS Definisi Diverticulitis Diverticulitis adalah suatu kondisi dimana diverticuli pada kolon (usus besar) pecah. Pecahnya berakibat pada infeksi pada jaringan-jaringan yang mengelilingi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang memerlukan tindakan pembedahan. Diagnosis apendisitis akut merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari

BAB 1 PENDAHULUAN. vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis merupakan peradangan akut pada apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari 7 sampai 15 cm (Dorland, 2000)

Lebih terperinci

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. a. Tekanan darah siastole

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan peradangan. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan peradangan. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa infeksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Infeksi Luka Operasi Menurut kamus kedokteran Dorland (2012) infeksi merupakan masuknya mikroorganisme yang memperbanyak diri di jaringan tubuh yang menyebabkan peradangan.

Lebih terperinci

Penyakit Radang Panggul. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Penyakit Radang Panggul. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Penyakit Radang Panggul Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Penyakit radang panggul adalah gangguan inflamasi traktus genitalia atas perempuan, dapat meliputi endometritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

APENDISITIS PADA ANAK

APENDISITIS PADA ANAK REFRAT BEDAH ANAK APENDISITIS PADA ANAK OLEH : Allivia Firdahana G0006176 PEMBIMBING : dr. Suwardi, SpB. SpBA KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2012 TINJAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS A. Definisi Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :

LAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya : LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP MEDIK 1. DEFINISI Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yg ditemukan

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuba falopi kemudian berimplantasi di endometrium. (Prawiroharjho, ketidakpuasan bagi ibu dan bayinya (Saifuddin. 2000).

BAB I PENDAHULUAN. tuba falopi kemudian berimplantasi di endometrium. (Prawiroharjho, ketidakpuasan bagi ibu dan bayinya (Saifuddin. 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kehamilan adalah bertemunya sel sperma dan ovum matang di tuba falopi kemudian berimplantasi di endometrium. (Prawiroharjho, 2002). Kehamilan dan persalinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya BAB II A. Pengertian Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon. (Brunner & Suddarth, 2001) Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. CA. KOLON DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. ETIOLOGI Penyebab kanker usus besar masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Apendiks Appendix vermiformis atau yang sering disebut apendiks merupakan organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid.

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Kata hernia pada hakekatnya berarti penonjolan suatu peritoneum, suata organ atau lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita dalam parietas muskuloaponeurotik

Lebih terperinci