PEMBAHASAN UMUM Peranan CMA dalam Adaptasi Bibit Kelapa Sawit terhadap Cekaman Kekeringan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBAHASAN UMUM Peranan CMA dalam Adaptasi Bibit Kelapa Sawit terhadap Cekaman Kekeringan"

Transkripsi

1 129 PEMBAHASAN UMUM Peranan CMA dalam Adaptasi Bibit Kelapa Sawit terhadap Cekaman Kekeringan Terbatasnya lahan-lahan subur merupakan salah satu kendala dalam pengembangan kelapa sawit di Indonesia, sehingga penanaman kelapa sawit lebih diarahkan pada lahan-lahan marjinal. Lahan-lahan tersebut mempunyai tingkat kesuburan yang rendah dan memiliki masalah dalam penyediaan air, akibatnya kelapa sawit akan mengalami cekaman kekeringan pada musim kemarau panjang. Ketersediaan air merupakan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kelapa sawit. Adanya cekaman kekeringan berpengaruh negatif terhadap proses fisiologi tanaman. Fotosintesis berkurang akibat adanya penutupan stomata yang dapat mengurangi asimilasi karbon. Tanaman dapat bertahan hidup dalam keadaan cekaman kekeringan melalui berbagai strategi. Salah satu hal sangat penting dalam mentolerir dehidrasi sel adalah melalui pemeliharaan struktur dan fungsi sel pada potensial air yang rendah. Membran sel merupakan salah satu target pertama dari tanaman yang tercekam dan pemeliharaan integritas membran di bawah keadaan cekaman kekeringan merupakan strategi penting untuk toleransi kekeringan. Cekaman kekeringan secara umum mengurangi penyerapan unsur hara oleh akar dan transpor dari akar ke tajuk disebabkan oleh kecepatan transpirasi yang terbatas serta transpor aktif dan permeabilitas membran yang terganggu, akibat berkurangnya kekuatan penyerapan akar dari tanaman tersebut (Kramer & Boyer 1995). Penurunan kadar air tanah menyebabkan penurunan kecepatan difusi unsur hara (khususnya P) dari matriks tanah ke permukaan penyerapan akar. Menurut Harman & Izuno (1993) tanggap pertama akibat cekaman kekeringan adalah hilangnya turgor, sehingga terjadi penutupan sebagian stomata, pengurangan perluasan sel, pengurangan evaporasi dari daun, berkurangnya penyerapan ion mineral dari tanah, pengurangan fotosintesis dan pada akhirnya penurunan pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.

2 130 Salah satu alternatif untuk mengatasi cekaman kekeringan adalah menggunakan mikroorganisme bermanfaat yaitu CMA. CMA merupakan cendawan yang berkemampuan bersimbiosis dengan hampir 90% jenis tanaman, serta telah banyak dibuktikan mampu memperbaiki hara dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Selain itu, CMA juga dapat digunakan sebagai pelindung hayati, terlibat dalam siklus biogeokimia, mempertahankan keanekaragaman tumbuhan serta meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan. Seperti halnya dengan tanaman lainnya, CMA juga berkemampuan bersimbiosis dengan tanaman kelapa sawit yang merupakan salah satu tanaman perkebunan. Pemanfaatan CMA pada komoditi tanaman kelapa sawit ini sangat potensial mengingat dalam budidayanya tanaman ini memerlukan fase pembibitan sebelum dipindahkan ke lapangan. Dengan adanya cekaman kekeringan, tanaman kelapa sawit mempunyai kecenderungan untuk lebih bergantung pada asosiasinya dengan CMA terutama pada masa pembibitan. Hal ini ada hubungannya dengan karakteristik kebanyakan akar tanaman ini memiliki akar yang relatif sedikit, pendek serta rambut akar yang jarang. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah dan sebaran akar dalam tanah menentukan kemampuan tanaman untuk menjangkau sumber fosfat di dalam tanah (Baon 1999). CMA ditemukan di beberapa tipe ekosistem, di tanah pertanian CMA memainkan peranan yang sangat penting dalam hara tanaman. Hifa ekstraradikal menghubungkan korteks akar di sekeliling tanah yang menyerap unsur hara yang mobilitasnya rendah dalam tanah seperti P, Zn dan Cu yang tidak dapat diakses oleh tanaman (Bolan 1991). Hifa ekstraradikal sangat penting dalam konservasi tanah terutama dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Agregat tanah yang baik lebih resisten terhadap kekuatan erosi, mempunyai pertukaran gas yang lebih baik, filtrasi air, kapasitas penyimpanan air dan unsur hara serta menyediakan mikrositas yang heterogen yang cocok untuk penyebaran mikroba. Keanekaragaman CMA di setiap ekosistem akan berbeda, tergantung perbedaan jenis tanah dan vegetasi yang ada di sekitarnya, cara pengolahan tanah, pemupukan, pemeliharaan tanaman serta organisme lain yang mungkin ada di lokasi tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada setiap ekosistem

3 131 hanya ditemukan dua genus CMA yaitu Glomus dan Acaulospora (Tabel 2-4). Demikian juga daya adaptasi dari setiap jenis CMA akan berbeda akibat perbedaan lingkungan dan juga faktor intrinsik CMA itu sendiri. Pada hasil penelitian ini, genus Glomus lebih mendominasi daripada genus Acaulospora pada tanah PMK bekas kebun karet dan gambut bekas hutan, sedangkan di tanah PMK bekas hutan didominasi oleh genus Acaulospora. Hasil penelitian Allen & Cunningham (1983), Pond et al. (1984), Ragupathy & Mahadevan (1991) dan Purwanto (1999) juga menunjukkan bahwa jenis Glomus lebih beradaptasi dibandingkan genus yang lain terhadap kisaran keadaan lingkungan yang luas. Penurunan jumlah CMA sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan tanah yang bervariasi. Hasil penelitian Treseder & Allen (2002) mendapatkan bahwa jumlah Scutellospora lebih sedikit pada tanah yang mendapat pemupukan N daripada pemupukan P, sementara itu keberadaan Glomus lebih tinggi pada tanah yang subur daripada yang kekurangan N, serta Gigaspora dan Acaulospora tidak berbeda pada lingkungan yang berbeda. Menurut hasil penelitian Zhao et al. (2001), Acaulospora dan Glomus merupakan CMA dominan di tanah hutan hujan tropika di Xishuangbanna. Lain halnya menurut hasil penelitian Cordoba et al. (2001) Glomaceae dan Gigasporaceae merupakan CMA dominan di tanah pantai Joaquina di pulau Santa Catarina Brazil Selatan. Menurut Kabir et al. (1997) sifat fisika dan kimia tanah sangat berpengaruh terhadap keberadaan CMA, seperti halnya tekstur tanah. Tekstur tanah dapat mempengaruhi keberadaan CMA di mana tanah yang bertekstur ringan umumnya memilki lebih banyak spora CMA daripada tanah yang bertekstur halus. Pada tanah liat (clay) sebagian besar volume pori-pori tanah umumnya lebih kecil daripada tanah lempung berpasir (sandy loam) dan pertukaran gas berkurang. Setiap jenis CMA memiliki tingkat keefektivan yang bervariasi terhadap tanaman inangnya. Demikian juga dengan tanamannya memberikan tanggap yang berbeda terhadap keberadaan CMA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan keefektivan masing-masing tipe spora pada masing-masing jenis tanah (PMK bekas hutan, PMK bekas kebun karet dan gambut bekas hutan), disebabkan

4 132 adanya faktor intrinsik dari CMA itu sendiri yang mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda selain perbedaan lingkungan. Inokulum CMA yang paling efektif di tanah PMK bekas hutan adalah inokulum campuran Glomus sp-3a, Acaulospora sp-3a, Acaulospora sp-5a; di tanah gambut bekas hutan adalah inokulum campuran Glomus sp-1c, Glomus sp-5c, dan Acaulospora sp-5c; dan di tanah PMK bekas kebun karet adalah inokulum tunggal Glomus sp-3b (Tabel 7-13). Peranan CMA terhadap pertumbuhan tanaman diakibatkan adanya peningkatan penyerapan hara dengan semakin besarnya luas permukaan serapan atau kemampuan memobilisasi sumber hara yang tidak mudah tersedia. Peranan CMA yang sangat besar terhadap pertumbuhan tanaman perkebunan terutama disebabkan oleh meningkatnya penyerapan P. khususnya dari sumber-sumber yang sulit larut. Menurut Baon (1999) jika jelajah akar dibatasi, maka sampai 80% P yang berada dalam tanaman diperoleh melalui aktivitas hifa eksternal yang menjangkau jarak lebih dari 10 cm dari permukaan akar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CMA mampu meningkatkan serapan P sehingga meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian CMA baik pada media tanah PMK maupun gambut bekas hutan. Tingginya serapan P sebagai tanggap dari CMA diduga sebagai strategi tanaman untuk mengurangi pengaruh negatif dari cekaman kekeringan. Serapan P yang tinggi pada hasil penelitian ini disebabkan meningkatnya kadar P dan juga bobot kering bibit tersebut (Gambar 8, 15, 39, 45). Banyak penelitian yang melaporkan bahwa adanya peningkatan pertumbuhan tanaman bermikoriza merupakan akibat kemampuan CMA dalam membantu penyerapan P ( Heijne et al. 1996; Clark 1997; Syvertsen & Graham 1999; Liu et al. 2000). P adalah salah satu unsur hara esensial yang diperlukan dalam jumlah relatif banyak oleh tanaman tetapi ketersediaannya terutama pada tanah-tanah masam menjadi terbatas, sehingga menjadi salah satu masalah pembatas utama dalam peningkatan produktivitas tanaman. Menurut Stahl et al. (1998), simbiosis dengan mikoriza memberikan beberapa keuntungan di antaranya mengubah kecepatan penyerapan air, konduktivitas hidrolik, potensial air daun dan batang, resistensi stomata dan

5 133 kecepatan transpirasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa mekanisme mikoriza membantu penyerapan air (1) merupakan tanggap sekunder akibat perbaikan hara, terutama penyerapan P yang dibantu oleh mikoriza di mana perbaikan hara P mengakibatkan infeksi mikoriza berpengaruh langsung pada resistensi membran terhadap aliran air dan faktor pembatas untuk menyerap air, (2) hifa eksternal meningkatkan daerah permukaan total dari sistem perakaran tanaman serta meningkatkan volume eksploitasi tanah untuk air yang membuat air tersedia lebih banyak untuk tanaman, (3) hifa menetrasi korteks akar sampai endodermis sehingga memudahkan air bergerak melalui akar, dan (4) mikoriza mengubah tingkat hormon akar dan tajuk yang berpengaruh pada penyerapan air oleh tanaman. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa pertumbuhan dan serapan hara bibit kelapa sawit yang ditanam di media tanah PMK dan gambut bekas hutan menunjukkan penurunan dengan bertambah beratnya cekaman kekeringan baik pada bibit tanpa CMA maupun yang diinokulasi CMA (Tabel 18). Bibit yang bersimbiosis dengan CMA ternyata lebih mampu mengatasi cekaman kekeringan dibandingkan bibit tanpa CMA untuk setiap tingkat cekaman kekeringan. Selanjutnya diperoleh bahwa pada kandungan air tersedia yang lebih rendah, bibit yang bersimbiosis dengan CMA mampu mencapai pertumbuhan dan serapan hara yang sama dengan bibit tanpa CMA pada keadaan cukup air (Tabel 19). Peningkatan serapan hara (terutama P) pada bibit yang bersimbiosis dengan CMA disebabkan CMA juga dapat menyerap P organik (P o ) dan mengubahnya menjadi P anorganik (P i ) yang dapat diserap tanaman dengan adanya bantuan enzim fosfatase asam yang juga dihasilkan oleh CMA dan juga sel-sel tanaman tersebut. Enzim fosfatase asam berfungsi memacu proses mineralisasi P organik. Menurut Bolan (1991), pada keadaan kahat P, CMA mampu memanfaatkan sumber P yang tidak tersedia melalui peningkatan laju solubilisasi Pi yang tidak larut dan hidrolisis Po menjadi Pi larut yang dapat diserap tanaman, sehingga ion-ion fosfat dalam larutan tanah meningkat. Gunawan (1993) menjelaskan bahwa enzim fosfatase asam yang dihasilkan oleh

6 134 hifa CMA yang sedang aktif tumbuh dan peningkatan aktivitas fosfatase pada permukaan akar sebagai hasil infeksi CMA menyebabkan P inorganik (Pi) dibebaskan dari fosfat organik (Po) pada daerah dekat permukaan sel sehingga dapat diserap melalui mekanisme serapan hara. Selain meningkatkan penyerapan P, CMA juga membantu tanaman dalam penyerapan N, K, Cu dan Zn pada saat tanaman tercekam kekeringan (Ruiz-Lozano & Azcon 1995). Pada penelitian ini selain terjadi peningkatan serapan P, serapan K pada bibit yang bersimbisosis CMA juga meningkat lebih tinggi dibandingkan bibit tanpa CMA untuk setiap tingkat cekaman kekeringan (Gambar 19 dan 46). Kalium merupakan unsur monovalen esensial bagi tanaman. Peranan utama K dalam tanaman adalah sebagai kofaktor berbagai enzim, pergerakan stomata dan menjaga elektronitas. K juga berfungsi penting dalam pembentukan hidrat arang dan translokasi gula. K yang tersedia cukup dalam tanah dapat menjamin ketegaran tanaman, menghilangkan pengaruh buruk nitrogen, dan mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor (Soepardi 1983). Pada media tanah PMK bekas hutan, bibit yang bersimbiosis dengan CMA, pada keadaan cukup air ternyata mampu meningkatkan bobot kering bibit sebesar % dan pada keadaan tercekam kekeringan (25% air tersedia) sebesar % (Tabel 18). Jadi, adanya cekaman kekeringan, menyebabkan peningkatan bobot kering bibit sebesar 86.34%. Selanjutnya diperoleh bahwa pada keadaan cukup air, terjadi peningkatan serapan P sebesar 66.67% dan pada keadaan tercekam kekeringan sebesar 100%, jadi akibat adanya cekaman kekeringan tersebut terjadi peningkatan serapan P sebesar 33.33%. Dalam hal ini berarti, peranan CMA pada keadaan cukup air, meningkatkan ketersediaan dan serapan hara yang lebih tinggi (ditunjukkan dengan serapan P) dibandingkan peningkatan bobot kering bibit. Sebaliknya pada keadaan tercekam kekeringan, CMA lebih berperan dalam meningkatkan bobot kering bibit dibandingkan peningkatan ketersediaan dan serapan hara. Peranan CMA lebih tinggi pada keadaan tercekam kekeringan dibandingkan tanpa cekaman kekeringan.

7 135 Pada tanah gambut bekas hutan, pada keadaan cukup air, adanya CMA yang bersimbiosis dengan bibit kelapa sawit menyebabkan peningkatan bobot kering bibit sebesar % dan pada keadaan tercekam kekeringan (25% air tersedia) sebesar %. Jadi adanya cekaman kekeringan, menyebabkan peningkatan bobot kering sebesar 7.19% (Tabel 18). Selanjutnya diperoleh bahwa pada keadaan cukup air, terjadi peningkatan serapan P sebesar 84.62% dan pada keadaan tercekam kekeringan sebesar 300%, yang berarti adanya cekaman kekeringan menyebabkan peningkatan serapan P sebesar %. Pada tanah gambut bekas hutan, peranan CMA lebih meningkatan ketersediaan dan serapan P dibandingkan peningkatan bobot kering bibit baik pada keadaan cukup air maupun tercekam kekeringan. Perbedaan jenis tanah mempengaruhi pertumbuhan dan serapan hara suatu tanaman. Pada tanah gambut bekas hutan, ternyata pertumbuhan dan serapan hara bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan CMA maupun tanpa CMA lebih tinggi dibandingkan bibit yang ditanam pada tanah PMK bekas hutan (Tabel 18). Pada keadaan tercekam kekeringan, tanah gambut memiliki struktur, aerasi dan porositas yang lebih baik, sehingga pertumbuhan dan serapan hara bibit juga lebih tinggi dibandingkan tanah PMK. Selain itu, pada keadaan tercekam kekeringan tersebut, hifa CMA di tanah gambut bekas hutan lebih mampu untuk menyerap unsur hara dan air ke pori-pori yang lebih kecil. Sementara di tanah PMK bekas hutan, hifa CMA sudah tidak mampu lebih jauh lagi untuk menjelajah ke pori-pori yang lebih kecil disebabkan struktur, aerasi dan porositas tanah yang kurang baik. Hal tersebut juga disebabkan kadar air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen di tanah gambut lebih tinggi dibandingkan tanah PMK. Ketersediaan air dianggap faktor pembatas dalam memproduksi suatu tanaman, dan produksi yang tinggi tergantung pada suplai air yang cukup. Strategi tanaman yang sering digunakan untuk mengurangi pengaruh defisit air adalah dengan cara mengakumulasi solut (osmotic adjustment) di dalam sel untuk memelihara status air tanaman, khususnya turgor. Hare et al. (1998) menyatakan bahwa cekaman lingkungan merupakan faktor pembatas utama produktivitas tanaman. Cekaman abiotik yang menyebabkan berkurangnya air sel (cekaman

8 136 kekeringan, salinitas tanah tinggi, dan suhu yang ekstrim) merupakan penyebab kehilangan hasil pertanian yang terbesar. Untuk mengatasi cekaman lingkungan tersebut, beberapa tanaman mengakumulasi osmolit organik yang umum disebut senyawa polyhydroxylic (sakarida dan polyhydric alcoholic) dan zwitterionic alkylamines (asam amino dan senyawa ammonium). Peningkatan toleransi osmotik pada beberapa tanaman terjadi akibat akumulasi prolina yang dihubungkan dengan peningkatan nisbah tajuk/akar relatif. Pada keadaan cekaman osmotik, kecepatan yang rendah dari produksi biomas secara keseluruhan sering dihubungkan dengan peningkatan alokasi energi pada akar. Pada potensial air yang rendah, pertumbuhan organ bagian atas menurun daripada akar walaupun pemeliharaan turgor penuh dalam daun, batang dan akar. Keuntungan memprioritaskan alokasi dari keterbatasan fotosintat pada akar adalah untuk memaksimumkan penyerapan air. Meningkatnya sintesis osmolit pada tanaman berpengaruh terhadap gradien tekanan turgor antara source daun dan akar sehingga karbohidrat lebih banyak dikirim ke akar (Hare et al 1998). Penyesuaian osmotik merupakan salah satu mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan yang berperan memelihara turgor sel yang diperlukan untuk perluasan sel, memelihara konduktansi stomata untuk pertukaran gas dan melindungi alat-alat fotosintesis dari hambatan cahaya, serta meningkatkan pemanjangan sel atau perluasan sel sehingga tanaman dapat tetap bertahan hidup pada keadaan tercekam. Mikoriza dapat memperbaiki osmoregulasi di dalam jaringan sel dengan cara peningkatan konsentrasi solut dalam jaringan daun (Auge et al. 1986; Auge & Stodola 1990) atau elastisitas jaringan (Auge et al. 1987). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adaptasi bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan CMA terhadap cekaman kekeringan selain dilakukan dengan mekanisme penghindaran (perbaikan penyerapan P (Gambar 24 dan 47), peningkatan kemampuan penyerapan air melalui perbaikan sistem perakaran (10 dan 37), dan pengurangan luas permukaan transpirasi (Gambar 14, 16, 36, 41) serta pengaturan penutupan stomata melalui akumulasi kadar ABA (Gambar 25

9 137 dan 53), juga dilakukan melalui mekanisme toleransi dengan pengaturan larutan osmotik pada jaringan tanaman (osmotic adjustment) yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar glisina-betaina (Gambar 22 dan 50) dan prolina daun (Gambar 24 dan 52) baik pada tanah PMK maupun gambut bekas hutan, serta pengaturan penutupan stomata melalui akumulasi kadar ABA (Gambar 25 dan 53). Sementara itu, bibit tanpa CMA, beradaptasi terhadap cekaman kekeringan terutama melalui mekanisme toleransi. Glisina-betaina merupakan salah satu dari beberapa solut kompatibel yang mempunyai fungsi sebagai osmoprotektan, dan diketahui melindungi protein dan aktivitas enzim di bawah keadaan cekaman kekeringan dan menstabilkan membran selama freezing. Glisina-betaina menginduksi toleransi terhadap freezing sebagai tanggap terhadap aklimatisasi, ABA dan cekaman kekeringan pada tanaman Arabidopsis thaliana (Xing & Rajashekar 2001). Berbeda dengan prolina, glisina-betaina tidak terdegradasi secara cepat pada saat cekaman. Sintesis glisina-betaina dalam stroma kloroplas dihasilkan melalui dua langkah oksidasi dari cholin melalui intermediate betain aldehid yang tidak stabil. Setelah adanya perlakuan cekaman kekeringan, akumulasi prolina daun bibit bermikoriza lebih tinggi dibandingkan bibit yang tidak bermikoriza pada setiap tingkat cekaman kekeringan baik pada tanah PMK maupun gambut bekas hutan. Peningkatan kadar prolina daun pada bibit kelapa sawit yang mengalami cekaman kekeringan ini diduga berkaitan dengan meningkatnya prekursor biosintesis prolina yaitu Ä-prolina-5-karboksilat (P5C) oleh aktivi tas enzim Ä- pirolin-5-karboksilat sintetase (P5CS) (Hare et al. 1998). Peningkatan prolina daun pada bibit kelapa sawit baik yang bersimbiosis dengan CMA maupun tanpa CMA pada keadaan cekaman kekeringan menunjukkan bahwa hal itu merupakan suatu mekanisme toleransi bibit tersebut. Sumber metabolik dari akumulasi prolina pada potensial air yang rendah adalah adanya peningkatan sintesis protein. Sintesis protein ada dua jalur yaitu yang menggunakan bahan prekursor glutamat dan ornitin. Sintesis protein dari glutamat merupakan sumber terbesar akumulasi prolina di bawah keadaan

10 138 cekaman kekeringan atau cekaman garam. Ornitin dapat juga digunakan sebagai prekursor prolina melalui aktivitas ornitin ä-aminotransferase. Sintesis melalui prekursor ornitin hanya sebagian kecil saja pada keadaan cekaman kekeringan. Akumulasi ABA diperlukan untuk meningkatkan deposisi prolina pada cekaman kekeringan, yang mana ABA memegang peranan dalam regulasi transpor prolina pada ujung akar (Verslues & Sharp 1999). Prolina bebas merupakan salah satu perlindungan biofisik, yang dapat mengatasi cekaman, yang ditransfer menjadi prolina oleh enzim - pyrroline-5- carboxylate (P5C) syntetase dan P5C reductase yang merupakan mekanisme perlindungan di mana pada beberapa spesies dapat memperbaiki potensial redox sellular pada keadaan cekaman biotik maupun abiotik. Hal itu dapat membantu meniadakan kerusakan fotoinhibitor di bawah keadaan yang merugikan (Hare et al. 1998). Pada penelitian ini kandungan ABA daun semakin meningkat dengan semakin bertambah beratnya cekaman kekeringan, baik pada bibit yang diinokulasi CMA maupun tidak. Bibit yang bersimbiosis dengan CMA memiliki kandungan ABA yang lebih tinggi. ABA memegang peranan penting dalam mengontrol konduktansi stomata pada keadaan cekaman kekeringan (Bacon et al. 1998; Bahrun et al. 2002) serta merupakan sinyal langsung adanya cekaman kekeringan khususnya pada sel tetangga (Popova et al. 2000) Mekanisme adaptasi terhadap cekaman kekeringan merupakan suatu sistem sinyal transduksi yang responsif dan dikoordinasi. Dengan adanya mekanisme adaptasi dari bibit kelapa sawit melalui mekanisme penghindaran dan toleransi terhadap cekaman kekeringan, baik yang ditanam pada tanah PMK maupun gambut bekas hutan diharapkan pertumbuhan bibit yang baik tersebut akan lebih mampu tumbuh dan berkembang di lapangan pada keadaan yang beragam, terutama terhadap cekaman kekeringan pada musim kemarau panjang. Keragaan Bibit yang Bersimbiosis dengan CMA di Lapangan Bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan CMA terbukti mampu tumbuh dan berkembang lebih baik dibandingkan bibit tanpa CMA. Demikian

11 139 juga bibit tersebut memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi daripada bibit tanpa CMA. Penampilan bibit sangat menentukan keragaannya di kemudian hari saat berproduksi. Bibit yang unggul memiliki korelasi yang baik dengan produksi yang akan datang. Dengan kemampuan CMA meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bibit kelapa sawit tersebut maka pertumbuhannya di lapang juga akan lebih baik dibandingkan bibit tanpa CMA. Selanjutnya CMA yang diinokulasikan pada bibit kelapa sawit tersebut, peranannya akan berlanjut terus selama tanaman hidup di lapangan. Bibit yang bersimbiosis dengan CMA juga memiliki EPA yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian ini, pada kandungan air tersedia yang lebih rendah, bibit yang bersimbiosis dengan CMA mampu tumbuh dan berkembang sama dengan bibit tanpa CMA pada keadaan cukup air (Tabel 19). Hal tersebut menunjukkan bahwa bibit yang bersimbiosis dengan CMA memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi pada keadaan cekaman kekeringan. Pertumbuhan yang sama dengan bibit tanpa CMA pada keadaan cukup air (100% air tersedia), mampu dicapai oleh bibit yang bersimbiosis dengan CMA pada 81.57% air tersedia (tanah PMK bekas hutan) dan 59.38% air tersedia (tanah gambut bekas hutan). Demikian juga dengan serapan P yang sama dengan bibit tanpa CMA pada 100% air tersedia, mampu dicapai oleh bibit ber-cma pada 71.58% air tersedia (tanah PMK bekas hutan) dan 63.83% air tersedia (tanah gambut bekas hutan). Dalam hal ini berarti, pada keadaan cekaman kekeringan bibit yang bersimbiosis dengan CMA mampu tumbuh dan berkembang lebih baik. Kemampuan tersebut akan sangat berarti jika bibit sudah dipindahkan ke lapangan. Di lapangan, bibit tersebut akan mampu mengatasi keadaan lingkungan yang beragam terutama adanya cekaman kekeringan pada musim kemarau panjang. Kelapa sawit akan tumbuh dan berkembang serta berproduksi dengan baik jika ditanam pada keadaan lahan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Keadaan lahan yang kurang sesuai atau tidak sesuai untuk pertumbuhan kelapa sawit menyebabkan tanaman tersebut tidak akan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga akan menurunkan produksi bahkan tidak berproduksi sama

12 140 sekali. Adanya CMA yang bersimbiosis dengan kelapa sawit, akan membantu tanaman dalam mengatasi keadaan lahan yang kurang menguntungkan, sehingga lahan yang kurang sesuai atau tidak sesuai akibat faktor pembatas curah hujan yang kurang atau bulan kering yang panjang, ketersediaan hara yang sangat rendah dan tanah yang terlalu keras atau padat, dapat diatasi. Hal ini disebabkan CMA mampu membantu tanaman dalam meningkatkan penyerapan air dan unsur hara serta meningkatkan agregasi tanah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bibit yang bersimbiosis dengan CMA lebih mampu meningkatkan penyerapan air dan unsur hara serta mampu mengefisienkan air yang tersedia, sehingga bibit tersebut mampu tumbuh dan berkembang lebih baik pada kandungan air tersedia yang lebih rendah. Oleh karena itu, adanya CMA yang bersimbiosis dengan bibit kelapa sawit, diduga akan dapat mengatasi keadaan di lapang yang beragam dan kurang menguntungkan, sehingga diharapkan dapat mengubah keseuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit dan dapat memperluas areal lahan yang sesuai untuk penanaman kelapa sawit. Bibit yang bersimbiosis dengan CMA mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan tanpa CMA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bibit yang bersimbiosis dengan CMA mampu tumbuh dan berkembang lebih baik dibandingkan standar dari PPKS Medan (Tabel 15 dan 17). Pertumbuhan yang sama dengan standar PPKS dapat dicapai oleh bibit yang bersimbiosis dengan CMA pada satu bulan (PMK bekas hutan) dan dua bulan (gambut bekas hutan) lebih cepat. Hal ini sangat menguntungkan karena dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga kerja selama di pembibitan. Jika pemindahan bibit ke lapangan dilakukan pada umur yang sama dengan rekomendasi dari PPKS Medan, maka pertumbuhan dan perkembangan bibit di lapangan yang bersimbiosis dengan CMA akan lebih baik sehingga diduga akan mempercepat awal waktu pemanenan. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap biaya produksi di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian ini juga, kemampuan menyerap unsur hara oleh bibit yang bersimbiosis dengan CMA lebih tinggi dibandingkan bibit tanpa CMA. Hasil yang sama sudah diperoleh pada beberapa penelitian sebelumnya

13 141 (Ortas et al ; Solaiman & Hirata 1997; Schweiger & Jakobsen 1999; Baon 1999). Kemampuan ini akan terus berlanjut jika bibit dipindahkan ke lapangan, sehingga di lapangan tanaman tersebut akan lebih mampu menyerap unsur hara walaupun pada keadaan cekaman kekeringan. Dalam penelitian ini, dosis dan jenis pupuk yang diberikan pada bibit kelapa sawit, baik yang bersimbiosis dengan CMA maupun tidak, adalah sama. Dengan pemberian dosis pupuk yang sama, ternyata bibit yang bersimbiosis dengan CMA lebih mampu mengefisienkan pemupukan, terlihat dengan peningkatan serapan hara yang lebih tinggi dibandingkan bibit tanpa CMA (Tabel 18). Peningkatan serapan hara yang diperoleh pada hasil penelitian ini merupakan akibat meningkatnya bobot kering bibit dan juga kadar haranya. Jadi adanya CMA mampu meningkatkan efisiensi pemupukan yang diberikan dan juga meningkatkan ketersediaan hara yang dapat diserap tanaman. Peranan CMA pada bibit kelapa sawit ini, diharapkan akan terus berlanjut selama tanaman tumbuh di lapang. Peningkatan serapan P oleh tanaman bermikoriza dapat terjadi secara langsung melalui sistem jalinan hifa eksternal dan tidak langsung yang disebabkan oleh adanya perubahan fisiologi akar bermikoriza. Menurut Bolan (1991), dalam proses penyerapan P, CMA mambantu dalam (1) proses memodifikasi kimia yaitu dengan adanya perubahan fisiologi akar yang mempengaruhi eksudasi akar berupa asam-asam organik dan enzim fosfatase, (2) perpendekan jarak difusi ion-ion fosfat melalui hifa eksternalnya dan (3) penurunan konsentrasi minimum ion-ion fosfat yang diserap. Dengan kemampuan CMA seperti itu, maka diharapkan bibit tersebut mampu tumbuh dan berkembang dengan lebih baik di lapangan. Jika dilihat efisiensi pupuknya berdasarkan bobot kering bibit yang dihasilkan oleh setiap gram serapan pupuk, terlihat bahwa pada media tanah PMK bekas hutan, pada keadaan 100%, 75% dan 50% air tersedia, peranan CMA belum dapat meningkatkan efisiensi pupuk P dan K yang diberikan pada bibit kelapa sawit umur 9 bulan, bahkan lebih rendah dibandingkan bibit tanpa CMA (Tabel 20). Pada keadaan cekaman kekeringan yang sangat berat (25% air tersedia), baru terlihat bahwa adanya CMA dapat meningkatkan efisiensi pupuk (terutama P)

14 142 yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa CMA berperan dalam meningkatkan efisiensi pupuk terutama pada keadaan cekaman kekeringan. Sehubungan dengan itu, peran CMA tersebut akan sangat berarti jika tanaman kelapa sawit ditanam pada lahan-lahan yang marjinal yang umumnya memiliki kesuburan yang rendah dan mempunyai masalah dalam penyediaan air. Tabel 20. Efisiensi pupuk P dan K pada bibit kelapa sawit umur 9 bulan di media tanah PMK dan gambut bekas hutan Perlakuan mikoriza Serapan P (g/tan) Perlakuan cekaman kekeringan Serapan K BK bibit Efisiensi (g/tan) (g) pupuk P Tanah PMK bekas hutan C 1 (100% air tersedia) C 2 (75% air tersedia) C 3 (50% air tersedia) C 4 (25% air tersedia) Tanah gambut bekas hutan C 1 (100% air tersedia) C 2 (75% air tersedia) C 3 (50% air tersedia) C 4 (25% air tersedia) Efisiensi pupuk K Demikian juga pada media tanah gambut bekas hutan, terlihat bahwa adanya CMA belum dapat meningkatkan efisiensi pupuk yang diberikan baik pada keadaan cukup air maupun tercekam kekeringan. Hal ini disebabkan pada

15 143 tanah gambut, tingkat cekaman kekeringan yang sama dengan tanah PMK, memiliki kandungan air tersedia yang lebih tinggi. Jadi pada tingkat cekaman kekeringan 25% air tersedia pada tanah gambut, kandungan air tersedianya lebih tinggi dibandingkan tanah PMK, sehingga peran CMA dalam meningkatkan efisiensi pupuk belum tercapai. Pada saat ini, konsumen baik konsumen nasional maupun internasional pada umumnya menginginkan produk pertanian yang ramah lingkungan, artinya dapat mengurangi polusi yang terjadi akibat pemakaian pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan serta mampu memelihara stabilitas ekosistem. Menurut Setiadi (1998), CMA dapat berfungsi sebagai pupuk biologis dan sebagai pelindung hayati, sehingga dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia dan pestisida. Selain itu, CMA juga terlibat dalam siklus biogeokimia, mempertahankan keanekaragaman tumbuhan serta meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan, sehingga mampu menjaga stabilitas ekosistem. Oleh karena itu, dengan adanya CMA yang bersimbiosis dengan bibit kelapa sawit, diharapkan peranan CMA juga terus berlanjut selama tanaman kelapa sawit tumbuh di lapang, sehingga akan diperoleh pertumbuhan, perkembangan dan produksi yang tinggi dan tetap dapat menjaga stabilitas ekosistem serta disukai konsumen.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu komoditi sektor non-migas andalan yang berperan penting dalam menunjang pembangunan Indonesia. Produksi minyak sawit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Kedelai Tanaman kedelai dapat mengikat Nitrogen di atmosfer melalui aktivitas bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri ini terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi nama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting dalam dunia pertanian, karena mikoriza memiliki kemampuan menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Komoditas kakao menempati peringkat ke tiga ekspor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembibitan Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit, yang sangat menentukan keberhasilan budidaya pertanaman. Melalui tahap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa

TINJAUAN PUSTAKA. jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Mikoriza Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa mutualisme antara jamur dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi yang sangat

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi yang sangat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi yang sangat penting setelah padi, karena jagung merupakan salah satu tanaman pangan penghasil karbohidrat.

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk kelangsungan hidupnya fungi berasosiasi dengan akar tanaman. Spora berkecambah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover Crop) merupakan jenis tanaman kacang-kacangan yang biasanya digunakan untuk memperbaiki sifat fisik,

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang juga meningkat. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Varietas Kedelai (1) Varietas Burangrang Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil dari tanaman petani di Jember, Seleksi lini murni, tiga generasi asal

Lebih terperinci

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya 55 5 DISKUSI UMUM Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari daratan Afrika. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit termasuk tanaman tahunan yang mulai menghasilkan pada umur 3

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit termasuk tanaman tahunan yang mulai menghasilkan pada umur 3 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit termasuk tanaman tahunan yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan usia produktif mencapai 25 30 tahun. Tinggi tanaman monokotil ini dapat mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan simbiosis yang saling menguntungkan antara akar tanaman dengan fungi tertentu. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan produk pertanian semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus mencukupi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis

BAB I. PENDAHULUAN. mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan utama ketiga setelah padi dan jagung. Komoditas kedelai saat ini tidak hanya diposisikan sebagai bahan pangan dan bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007). TINJAUAN PUSTAKA Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1991). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu primadona tanaman

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu primadona tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah. Kelapa sawit menghasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza adalah simbiosis mutualistik, hubungan antara fungi dan akar

TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza adalah simbiosis mutualistik, hubungan antara fungi dan akar 14 TINJAUAN PUSTAKA Fungi Mikoriza Arbuskula Mikoriza adalah simbiosis mutualistik, hubungan antara fungi dan akar tanaman. Beberapa fungi membentuk mantel yang melindungi akar, kadangkadang berambut,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia sebagai tanaman penghasil minyak nabati yang produktivitasnya lebih

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena itu,

I. PENDAHULUAN. dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena itu, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pakan merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan usaha peternakan karena berkaitan dengan produktivitas ternak, sehingga perlu dilakukan peningkatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi

TINJAUAN PUSTAKA. dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi TINJAUAN PUSTAKA A. Fungi Mikoriza Arbuskula Fungi mikoriza arbuskula merupakan suatu bentuk asosiasi antara fungi dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara

TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara 4 TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara Serapan hara adalah jumlah hara yang masuk ke dalam jaringan tanaman yang diperoleh berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman (Turner dan Hummel, 1992). Manfaat dari angka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces)

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis mikoriza melibatkan

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedelai Varietas Detam-1. Kegunaan utama kedelai hitam di Indonesia yaitu sebagai bahan baku

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedelai Varietas Detam-1. Kegunaan utama kedelai hitam di Indonesia yaitu sebagai bahan baku II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kedelai Varietas Detam-1 Kegunaan utama kedelai hitam di Indonesia yaitu sebagai bahan baku industri kecap. Keuntungannya selain meningkatkan kualitas kecap, juga berpotensi meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim yang disertai peningkatan temperatur dunia yang mengakibatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan di Indonesia, baik sebagai bahan makanan manusia, pakan ternak maupun bahan

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Peneiitian 4.1.1. C/N Tanah 4.1.1.1. C/N Tanah Masa Inkubasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN viride dan dregs juga faktor tunggal waktu aplikasi dregs berpengaruh tidak nyata sedangkan faktor tunggal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan kebutuhan makanan yang bernilai gizi tinggi. Bahan makanan yang bernilai gizi tinggi

Lebih terperinci

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH ,

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH , PEMBAHASAN UMUM Di Indonesia, kondisi lahan untuk pengembangan tanaman sebagian besar merupakan lahan marjinal yang kering dan bersifat masam. Kendala utama pengembangan tanaman pada tanah masam adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merill.), merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman kedelai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam pengamatan tinggi tanaman berpengaruh nyata (Lampiran 7), setelah dilakukan uji lanjut didapatkan hasil seperti Tabel 1. Tabel 1. Rerata tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas sayuran yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini terlihat dari areal pertanaman cabai yang menempati areal terluas diantara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Endofit Bakteri endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pertumbuhan Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat kering akhir tanaman. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

Daftar Isi. III. Pengelolaan Tanah Masam Pengertian Tanah Masam Kendala Tanah Masam Mengatasi Kendala Tanah Masam 84

Daftar Isi. III. Pengelolaan Tanah Masam Pengertian Tanah Masam Kendala Tanah Masam Mengatasi Kendala Tanah Masam 84 Daftar Isi Kata Pengantar Daftar isi Daftar Tabel Daftar Gambar I. Pendahuluan 1 1.1.Pentingnya Unsur Hara Untuk Tanaman 6 1.2.Hubungan Jenis Tanah Dengan Unsur Hara 8 1.3.Hubungan Unsur Hara Dengan Kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Syarat Tumbuh Tembakau Deli. Tembakau termasuk klas Dikotil, famili Solanaceae, genus Nicotiana dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Syarat Tumbuh Tembakau Deli. Tembakau termasuk klas Dikotil, famili Solanaceae, genus Nicotiana dan TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tembakau Deli Tembakau termasuk klas Dikotil, famili Solanaceae, genus Nicotiana dan spesies Nicotiana tabacum. Memiliki akar tunggang, panjangnya sekitar 0-75

Lebih terperinci

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah Oleh Embriani BBPPTP Surabaya Latar Belakang Mikroorganisme fungsional yang dikenal sebagai biofungisida adalah jamur Trichoderma sp. dan jamur vesikular

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

MIKORIZA & POHON JATI

MIKORIZA & POHON JATI MIKORIZA & POHON JATI Kelompok 6 Faisal Aziz Prihantoro Aiditya Pamungkas Rischa Jayanty Amelia Islamiati Faifta Nandika Maya Ahmad Rizqi Kurniawan Septa Tri Farisna 1511100001 1511100011 1511100025 1511100027

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki areal lahan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Mykes (cendawan) dan Rhiza (akar). Kata mikoriza pertama kali dikemukakan

TINJAUAN PUSTAKA. Mykes (cendawan) dan Rhiza (akar). Kata mikoriza pertama kali dikemukakan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pembagian Mikoriza Kata mikoriza terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu Mykes (cendawan) dan Rhiza (akar). Kata mikoriza pertama kali dikemukakan oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 9 a)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 9 a) 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 9 a) menunjukkan bahwa pengaruh utama mikoriza maupun interaksi antara mikoriza dan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan pupuk anorganik telah menjadi tradisi pada sistem. pertanian yang ada pada saat ini. Hal ini mulai dilakukan sejak

I. PENDAHULUAN. Penggunaan pupuk anorganik telah menjadi tradisi pada sistem. pertanian yang ada pada saat ini. Hal ini mulai dilakukan sejak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan pupuk anorganik telah menjadi tradisi pada sistem pertanian yang ada pada saat ini. Hal ini mulai dilakukan sejak revolusi hijau mulai digemakan ke seluruh

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk organik cair adalah ekstrak dari hasil pembusukan bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik ini bisa berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) dalam produksi semai di daerah-daerah tropis telah banyak diketahui dan diuji. Diantara jenis pohon yang diuji, sebagian besar adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci