Disusun Oleh : Lilis Setyowati Yohana Kus Suparwati ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Disusun Oleh : Lilis Setyowati Yohana Kus Suparwati ABSTRACT"

Transkripsi

1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se-jawa Tengah) Disusun Oleh : Lilis Setyowati Yohana Kus Suparwati ABSTRACT The implementation of fiscal decentralization in addition to give authority to local goverments in the region also affects the ability of the local potentials to allocate revenues to fulfill the public interest, and enhance public welfare. The public welfare can be seen from the increasing of Human Development Index of the region through the allocation of capital expenditures. This study aims to prove empirically that Economic Growth (represented by PDRB), the General Allocation Fund (DAU), the Special Allocation Fund (DAK), Local Revenue (PAD) affect Human Development Index over the Allocation of Capital Expendicture Budget (PABM) which is represented by Capital Expenditure. The sampling method used in this study is purposive sampling, with total samples of 22 regencies and 3 cities from the population of 35 regencial governments in Cetral Java during The analysis used is multiple linear regression for the first step model and simple linear regression for the second step model. The result of statistical test from the first step model showed that Economic Growth negatively affect PABM. While DAU, DAK, PAD positively affect to PABM. The result of statistical tests from the second step model showed the presumption of PABM positively influences on IPM. Based on path analysis showed that only the Economic Growth that has no effect on IPM through PABM, while DAU, DAK, and PAD affect IPM through PABM. Adjusted R square value obtained for each model of the research in the first step model of 53,5% and 3,1% for the second step model. Keywords : Economic Growth, General Allocation Fund (DAU), Special Allocation Fund (DAK), Local Revenue (PAD), Capital Expenditures, and the Human Development Index (IPM). LATAR BELAKANG MASALAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan daerah selain dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi (UU No. 33/2004). Kuncoro (2007) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemda paling tinggi sebesar 20%. Kemandirian bagi daerah 113

2 belum sepenuhnya terlaksana karena mereka masih menggantungkan adanya dana dari pemerintah pusat, khususnya DAU. Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk belanja modal dalam APBD. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan investasi modal dalam bentuk aset tetap yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya serius (pemerintah) dengan memberikan berbagai fasilitas pendukung (investasi). Konsekuensinya, pemerintah perlu untuk memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini (Harianto dan Adi, 2007). Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah hendaknya mampu mengubah proporsi belanja yang dialokasikan untuk tujuan dan hal-hal yang positif, sebagai contoh melakukan aktivitas pembangunan yang berkaitan dengan program-program untuk kepentingan publik. Menurut Ginting dkk (2008) yang menyatakan bahwa sudah saatnya pembangunan tidak lagi diletakkan pada kekuatan sumber daya alam (natural resources based), tetapi pada kekuatan sumber daya mausia (human resources based). Caranya adalah dengan meletakkan prioritas pembangunan pada pembangunan manusia, karena pada akhirnya pembangunan manusia yang berhasil akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Adapun untuk ukuran standar pembangungan manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (BPS, 2009 : 3). IPM mulai digunakan oleh United Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990 untuk mengukur upaya pencapaian pembangunan manusia suatu negara. IPM merupakan indikator komposit tunggal yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah (UNDP, 2004 dalam Christy dan Adi, 2009). Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan, namun mampu mengukur dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk (Christy dan Adi, 2009). Ginting dkk (2008) telah meneliti pembangunan manusia di Indonesia dan faktorfaktor yang mempengaruhinya, serta menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk pendidikan adalah yang terbesar dan berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia, serta pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan berpengaruh positif. Sedangkan variabel yang berbengaruh negatif terhadap pembangunan manusia adalah rasio penduduk miskin dan pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan. Penelitian berbeda dilakukan oleh Kintamani (2008) yang menganalisis Indeks Pembangunan Manusia diukur dari empat indikator, yaitu Angka Harapan Hidup 114

3 (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Pertisipasi Kasar gabungan (APK), dan Purchasing Parity Power (PPP), dan hasil yang mempengaruhi IPM adalah AHH dan bukan APK gabungan agar IPM Indonesia mampu melebihi IPM Vietnam. Indonesia masuk dalam IPM kelompok menengah artinya mempunyai nilai IPM diantara 0,51 sampai 0,79. Indonesia berada pada urutan ke-7 dari 10 negara ASEAN pada tahun 2007 dan berada di bawah Vietnam. Berdasarkan indikator IPM ternyata pembangunan Indonesia yang tampak dari pendapatan per kapita tidak dimanfaatkan untuk mengembangkan sumber daya manusia secara maksimal. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia telah diteliti oleh Christy dan Adi (2009). Variabel Kualitas Pembangunan Manusia diproksikan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sampel yang digunakan adalah 29 kabupaten dan 6 kota di Jawa Tengah pada periode tahun 2004 sampai tahun Hasilnya menunjukkan bahwa DAU berpengaruh terhadap Belanja Modal, dan Belanja Modal juga berpengaruh terhadap IPM. Selain penelitian tentang Indeks Pembangunan Manusia, terdapat pula penelitian tentang pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, dan DAU terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal telah dilakukan oleh Darwanto dan Yustikasari (2007). Sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah kabupaten dan kota se Jawa-Bali dari tahun Hasilnya menunjukkan bahwa secara simultan variabel Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Namun pengujian secara parsial menyimpulkan bahwa hanya Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal dalam APBD. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa hanya DAU yang berpengaruh signifikan terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Hasil penelitian tersebut berbeda dengan temuan Darwanto dan Yustikasari (2007) yang menyimpulkan bahwa PAD berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Berbeda dengan penelitian Wijaya (2007) yang menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Pembangunan (sekarang Belanja Modal) di Kabupaten Sleman, Gunungkidul, Kota Yogyakarta dan Propinsi DIY. Hal ini berarti semakin tinggi PAD maka semakin tinggi Belanja Modal di kabupaten/kota/propinsi tersebut. Harianto dan Adi (2007) menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Dibeberapa daerah, peran DAU sangat signifikan karena kebijakan belanja daerah lebih didominasi oleh jumlah DAU dari pada PAD. Hal ini memberikan indikasi kuat bahwa perilaku belanja daerah khususnya belanja modal akan sangat dipengaruhi sumber penerimaan ini. 115

4 Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Darwanto dan Yustikasari (2007) dan Putro dan Pamudji (2010) di atas terdapat perbedaan hasil penelitian. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian ulang sekaligus menambah variabel independen yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan harapan bahwa variabel ini dapat meningkatkan nilai R-square penelitian. Peneliti juga mengembangkan penelitian Darwanto dan Yustikasari (2007) dan Putro dan Pamudji (2010) dengan ide dari penelitian Christy dan Adi (2009). Penelitian ini menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai variabel dependen dan menjadikan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening. Alasan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening karena Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK dan PAD dapat memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari meningkatnya IPM melalui alokasi belanja modal. Menurut Mardiasmo (2002) dalam Christy dan Adi (2009) yang menyatakan bahwa dalam era otonomi, pemerintah daerah harus semakin mendekatkan diri pada berbagai pelayanan dasar masyarakat. Oleh karena itu, alokasi belanja modal memegang peranan penting guna peningkatan pelayanan ini. Sejalan dengan peningkatan pelayanan ini (yang ditunjukkan dengan peningkatan belanja modal) dapat meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang diharapkan (Mardiasmo, 2002 dalam Christy dan Adi, 2009). Penambahan IPM dalam penelitian ini berdasarkan Christy dan Adi (2009) yang menggunakan IPM untuk mengklasifikasikan apakah suatu negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Jadi pembangunan harus memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas hidup manusia secara menyeluruh, baik menyangkut pemenuhan kebutuhan fisik maupun non fisik. Maka IPM sebagai indeks komposit digunakan untuk mengukur pencapaian kualitas pembangunan manusia untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, maupun aspek ekonomi. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Suryadi (2008) yang menyatakan bahwa IPM merupakan ukuran yang lebih komprehensif dan kontekstual dibandingkan dengan besaran pendapatan perkapita (menurut kurs UD$) dalam menentukan apakah suatu negara diidentifikasikan sebagai negara maju, berkembang, atau belum berkembang. IPM melakukan pengukuran indeks atas dasar asumsi bahwa manusia yang berkualitas adalah manusia yang hidup sehat dan panjang umur, memiliki pendidikan dan kecakapan hidup yang berguna bagi kehidupan masyarakatnya, serta dapat mencapai standar hidup yang layak. Selain itu, upaya perbaikan penelitian juga dilakukan dengan memperpanjang dan memperbarui periode pengamatan dengan periode penelitian dari tahun 2005 sampai dengan 2009 agar hasil yang didapat lebih menunjukkan data yang akurat sehingga lebih mampu untuk dapat digeneralisasikan atas penelitian tersebut. Sedangkan obyek penelitian yaitu pada pemerintah kabupaten dan kota se-jawa Tengah. 116

5 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: Apakah Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, dan PAD berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal? Indeks Pembangunan Manusia Pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan bukan alat dari pembangunan. Keberhasilan pembangunan manusia dapat dilihat dari seberapa besar permasalahan mendasar di masyarakat dapat teratasi. Pemasalahan-permasalahan tersebut meliputi kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, dan buta huruf. Berbagai ukuran pembangunan manusia telah dibuat namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat membandingkan antar wilayah atau antar negara. Untuk itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI) (BPS, 2009 : 3). Pertumbuhan Ekonomi Menurut Ma ruf dan Wihastuti (2008) yang menyatakan pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu negara. Dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terdapat tiga komponen penentu utama yaitu : (i) akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia; (ii) pertumbuhan penduduk yang meningkatkan jumlah angkatan kerja di tahuntahun mendatang; (ii) kemajuan teknologi. Dana Alokasi Umum DAU diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan PAD-nya. DAU bersifat Block Grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU terdiri dari : Dana Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi dan Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota. Jadi DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Proporsi DAU untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota (Christy dan Adi, 2009). Dana Alokasi Khusus Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 117

6 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi (UU No. 33/2004). Berbagai belanja yang dialokasikan pemerintah, hendaknya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Untuk itu, dalam kepentingan jangka pendek, pungutan yang bersifat retribusi lebih relevan dibanding pajak. Alasan yang mendasari, pungutan ini berhubungan secara langsung dengan masyarakat. Masyarakat tidak akan membayar apabila kualitas dan kuantitas layanan publik tidak mengalami peningkatan (Abrar, 2010). Pendapat serupa juga diyatakan oleh Supardi (2008) bahwa peingkatan Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu usaha untuk mengatasi pembiayaan urusan penyelenggaraan pemerintah. Dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah, sektor retribusi daerah merupakan sektor yang sangat besar untuk digali dan diperluas pengelolaannya, karena retribusi daerah dipungut atas balas jasa yang disediakan pemerintah. Pelaksanaan pemungutan retribusi daerah dilakukan diluar waktu yang telah ditentukan oleh peraturan undang-undang, selama pemerintah daerah dapat menyediakan jasa atas pungutan atas dasar persetujuan pemerintah pusat. Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pasal 53 Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang perubahan Permendagri No. 13/2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa Belanja Modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya.. Aset tetap merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan anggaran belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial. Belanja modal direalisasikan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut dalam kondisi normal, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan 118

7 dengan aset tetap lain, dan membeli. Selain itu, aset tetap dapat juga berasal dari pihak lain berupa hibah atau bantuan. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah membangun sendiri atau membeli (Abdullah dan Solichin, 2006). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Desentralisasi memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Adanya hubungan yang positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa, pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik (Darwanto dan Yustikasari (2007). Perkembangan pembangunan manusia di Indonesia, seperti disebutkan dalam Indonesian Human Development Report 2004 (UNDP, 2004 dalam Ginting dkk, 2008), sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal tahun an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan ekonomi memungkinkan penduduk untuk mengalokasikan pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan menjadi lebih banyak. Sementara itu, pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Kebutuhan akan peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut makin sangat dibutuhkan sejak krisis ekonomi menerpa (Ginting dkk, 2008). Namun, Ginting dkk (2008) juga menyatakan satu hal yang seringkali dikaitkan dengan pembangunan manusia adalah pertumbuhan ekonomi. Para ahli ekonomi banyak mengamati sejauh mana hubungan dan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia. Demikian pula halnya dengan UNDP yang menyatakan bahwa hingga akhir tahun 1990-an, pembangunan manusia di Indonesia ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan PDB akan meningkatkan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Pada penelitian tersebut tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Dari uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Setiap daerah mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara daerah satu dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan fiskal ini 119

8 pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Salah satu dana perimbangan dari pemerintah ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasiannya menekankan aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintah (UU No. 32/2004). Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Oleh karena itu, penggunaan dana ini diharapkan untuk keperluan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat yang merupakan tuntutan dari otonomi daerah. Jika kondisi masyarakat menjadi lebih baik maka pembangunan manusia akan berhasil pula. Jadi yang dipikirkan saat ini bukan hanya alokasi tinggi bagi kemajuan daerah yang dilihat dari kekayaan, melainkan juga pengalokasian dana yang lebih tinggi bagi belanja untuk peningkatan kesejahteraan. Dari uraian di atas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut: H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pemerolehan dan pemanfaatan DAK harus mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerahdaerah tertentu dalam rangka mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan termasuk dalam program prioritas nasional. Daerah dapat menerima DAK apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu (1) kriteria umum berdasarkan Indeks Fiskal Netto; (2) kriteria khusus berdasarkan peraturan perundangan dan karakteristik daerah; dan (3) kriteria teknis berdasarkan Indeks Teknis bidang terkait (UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004). Dalam kaitannya dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, fungsi DAK sebenarnya hanya sebagai penambah atau pelengkap jenis dana perimbangan lainnya. Namun, dalam perkembangannya, keberadaan DAK menjadi semakin penting bagi pembangunan daerah. Hal ini disebabkan oleh komponen utama dana perimbangan dalam berbentuk DAU yang pada umumnya hanya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan belanja birokrasi. Oleh karena itu, penggunaan dan pemanfaatan DAK di daerah menjadi faktor penting dalam keseluruhan program pembangunan daerah pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya (Usman dkk, 2008). 120

9 Penggunaan DAK pada dasarnya merupakan kewenangan Pemda karena DAK merupakan bagian dari APBD. Meskipun demikian, dengan alasan agar penggunaan DAK oleh pemda sesuai dengan kepentingan nasional, Pemerintah Pusat mengatur penggunaan DAK melalui berbagai regulasi, seperti peraturan menteri keuangan dan peraturan menteri teknis berupa petunjuk teknis. Sejak pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah pada 2001, cakupan sektor bidang atau kegiatan yang dibiayai oleh DAK bertambah banyak. Pada 2007, penggunaan DAK telah meliputi tujuh bidang pelayanan pemerintahan, yakni pendidikan, kesehatan, pertanian, pekerjaan umum (jalan, irigasi, dan air bersih), prasarana pemerintahan, kelautan dan perikanan, serta lingkungan hidup. Jadi APBN mengalokasikan DAK untuk membiayai pelayanan publik tertentu yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Tujuannya adalah untuk mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah. Selain berperan dalam menunjang penerimaan daerah, DAK juga berperan cukup penting dalam meningkatkan kapasitas belanja modal pemda dengan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Usman dkk, 2008). Jadi hal ini mampu mendorong pemda agar dapat meningkatkan mutu kualitas pembangunan manusia melalui pengalokasian anggaran belanja modal yang secara otomatis berorientasi pada kesejahteraan publik. Sebab DAK yang apabila dikelola dengan baik, dapat memperbaiki mutu pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan, dan paling tidak mengurangi kerusakan infrastruktur. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut: H3 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah, pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (UU No. 34/2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan (Darwanto dan Yustikasari, 2007). PAD merupakan sumber pembiayaan yang paling penting dalam mendukung kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Artinya suatu daerah harus memiliki sumber-sumber pendapatan sendiri, karena salah satu indikator untuk melihat kadar otonomi suatu daerah terletak pada besar kecilnya kontribusi daerah tersebut dalam PAD. Besar kecilnya hasil PAD paling tidak dapat mengurangi tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat dan pada gilirannya akan membawa dampak pada peningkatan kadar otonomi daerah tersebut. PAD merupakan pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan untuk masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah (Wijaya, 2007). 121

10 Menurut Wijaya (2007) yang juga menyatakan bahwa suatu daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah harus memiliki sumber-sumber pendapatan yang terletak pada ketergantungan pada pemerintah pusat. Besar kecilnya PAD paling tidak dapat mengurangi tingkat ketergantungan pada pemerintah. PAD merupakan pendapatan bebas yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagi laba BUMD, penerimaan dinas, dan penerimaan lain-lain yang digunakan bagi belanja pembangunan/modal daerah, sedangkan belanja rutin berasal dari penerimaan negara dari RAPBD. Realisasi dari PAD dialokasikan terhadap kebutuhan pembangunan daerah seperti sarana prasarana transportasi, tempat ibadah, dan pembangunan lainnya. Kemampuan pembiayaan daerah yang berasal dari PAD merupakan indikator dari kemandirian daerah. Dalam konteks otonomi daerah, PAD sebagai pengukur pendapatan sendiri daerah sangat diharapkan sebagai sumber pembiayaan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat (Abdullah dan Solichin, 2006). PAD setidaknya dapat digunakan untuk pembangunan jalan raya yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar, disamping itu pembangunan fasilitas kesehatan dapat bersumber dari retribusi pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemda. Jadi dalam hal ini dimensi umur panjang dan sehat dalam Indeks Pembangunan Manusia dapat tercapai dengan pembangunan fasilitas kesehatan. Dari uraian di atas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut: H4 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Pengaruh Pengalokasian Anggaran Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia Dengan total penerimaan daerah yang didapatkan dari pengelolaan sumber daya dan juga bantuan dari pemerintah yang berupa DAU, maka alokasi dana untuk mensejahterakan masyarakat juga akan semakin baik. Pengalokasian dana belanja modal untuk kesejahteraan khususnya di bidang pendidikan, diharapkan lebih besar untuk kemajuan daerah dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Belanja modal ini dapat berupa pembangunan gedung, sarana dan prasarana yang memadai untuk kenyamanan bersekolah (Christy dan Adi, 2009), sehingga kemajuan dalam pendidikan juga akan meningkatkan kualitas pembangunan manusia (yang dalam penelitian ini diukur dengan IPM). Christy dan Adi (2009) juga berpendapat bahwa belanja modal untuk kesejahteraan masyarakat tidak bisa lepas dari kebijakan pemerintahnya. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan SDM didasarkan kepada pemikiran bahwa pendidikan tidak sekadar menyiapkan peserta didik agar mampu masuk dalam pasaran kerja, namun lebih daripada itu, pendidikan merupakan salah satu upaya pembangunan watak bangsa (national character building) seperti kejujuran, keadilan, keikhlasan, kesederhanaan, dan keteladanan. Sehingga pendidikan merupakan landasan untuk menjadikan masyarakat menjadi lebih sejahtera. Dari uraian di atas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut: 122

11 H5 : Pengalokasian Anggaran Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia. METODE PENELITIAN Definisi Konsep Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM (Indeks Pembangunan Manusia) menurut Suryadi (2008) adalah ukuran yang menggunakan angka harapan hidup, melek aksara, pendidikan dan standar hidup dalam bentuk indeks komposit (composite index) dari beberapa idikator yang relevan dan diberlakukan bagi negara-negara di seluruh dunia. Menurut Kintamani (2008), ukuran pencapaian IPM digunakan empat indikator yaitu: 1) AHH (Angka Harapan Hidup) adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya dan dinyatakan dalam persentase. 2) AMH (Angka Melek Huruf) adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari dengan jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas dan dinyatakan dalam persentase. 3) APK (gabungan Angka Partisipasi Kasar) adalah perbandingan antara jumlah siswa pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. 4) PPP (Purchasing Parity Power) atau Keseimbangan Kemampuan Belanja adalah metode yang digunakan untuk menghitung sebuah alternatif nilai tukar antar mata uang dari dua negara. Variabel Independen Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi (PE), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). a. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita diproksikan dengan Produk Domestik Regional Bruto per kapita (Darwanto dan Yustikasari, 2007; Putro dan Pamudji, 2010). Sedangkan menurut Apriana dan Suryanto (2010), secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan suatu indikator yang menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan atau 123

12 balas jasa suatu faktor produksi di suatu daerah. PDRB ini terdiri dari PDRB Riil dan PDRB Nominal. PDRB Rill nilainya diukur atas dasar harga konstan, sedangkan PDRB Nominal adalah PDRB yang dinilai atas dasar harga berlaku. Dalam menghitung PDRB suatu daerah baik PDRB atas dasar harga berlaku maupun PDRB atas dasar harga konstan, sektor-sektor produksi yang di hitung terdiri dari 9 (sembilan) sektor, yaitu: (i) Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan dan Perkebunan; (ii) Pertambangan dan Penggalian; (iii) Industri Pengolahan; (iv) Listrik, Gas dan Air Bersih; (v) Bangunan; (vi) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (vii) Pengangkutan dan Komunikasi; (viii) Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan; dan (ix) Jasa-jasa (Abrar, 2010). b. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum menurut Darwanto dan Yustikasari (2007) adalah transfer yang bersifat umum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatasi ketimpangan horizontal dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Berdasarkan UU No.33/2004, DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. c. Dana Alokasi Khusus Berdasarkan pasal 162 UU. 32/2004, Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas nasional dan mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. d. Pendapatan Asli Daerah Menurut Handayani dan Badrudin (2007), Pendapatan Asli Daerah adalah sumber keuangan daerah yang digali dari dalam daerah yang bersangkutan yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Menurut Wijaya (2007), PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Salah satu wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian sumbersumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Variabel Intervening Variabel intervening adalah variabel antara atau mediating, fungsinya memediasi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel intervening yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Pengalokasian Anggaran Belanja Modal diproksikan oleh Belanja Modal. Belanja Modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi/aset tetap (Putro dan Pamudji, 2010). 124

13 Definisi Operasional Variabel Dependen Indeks Pembangunan Manusia dapat dihitung sebagai berikut Indeks (AHH + P + PPP) IPM Keterangan; IPM = Indeks Pembangunan Manusia. AHH = Indeks Angka Harapan Hidup. P = Indeks Pendidikan. PPP = Indeks Purchasing Parity Power. Berikut adalah teknik penyusunan indeks di atas yang dalam penyajiannya indeks tersebut dikalikan 100 untuk mempermudah penafsiran dan pada dasarnya mengikuti rumus indikator-indikator sebagai berikut (Kintamani, 2008) : 1. Nilai indikator Indeks AHH dapat dihitung dari rumus : Nilai AHH AHH minimal Indeks AHH AHH maksimal AHH minimal Keterangan; AHH = Angka Harapan Hidup. Nilai AHH = Persentase rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. 2. Nilai Indeks Pendidikan dapat dihitung dari rumus : Indeks Pendidikan (AMH+APK) = (2/3 Indeks AMH)+(1/3 Indeks APK) Keterangan; Indeks Pendidikan = Indeks gabung yang hanya dikhususkan pada AMH dan APK gabungan (Rata-rata Lama Sekolah) Dimana indikator Indeks AMH dapat dihitung sebagai berikut : Indeks AMH Nilai AMH AMH minimal AMH maksimal Jumlah Melek Huruf 15+th Nilai AMH 15+th X 100 Jumlah Penduduk 15+th 125

14 Keterangan : AMH Nilai AMH 15+th Jumlah Melek Huruf 15+th Jumlah Penduduk 15+th = Angka Melek Huruf. = Nilai Angka Melek Huruf usia 15 tahun ke atas. = Jumlah Melek Huruf usia 15 tahun ke atas. = Jumlah Penduduk usia 15 tahun ke atas. Sedangkan indikator Indeks APK (Rata-rata Lama Sekolah) dapat dihitung sebagai berikut : Nilai APK APK minimal Indeks APK = APK maksimal APK minimal Keterangan : Jumlah Siswa Gab Nilai APK Gab = X 100 Jumlah Penduduk 7-24tahun APK Nilai APK Gab Jumlah Siswa Gab Jumlah Penduduk 7-24tahun = Angka Partisipasi Kasar. = Gabungan Angka Partisipasi Kasar. = Jumlah Siswa gabungan. = Jumlah Penduduk usia 7-24 tahun. 3. Nilai indokator Indeks PPP dapat dihitung dari rumus : Nilai PPP PPP minimal Indeks PPP = PPP maksimal PPP minimal Keterangan; PPP = Purchasing Parity Power. Nilai PPP = Berapa banyak sebuah mata uang dapat membeli dalam pengukuran internasional (biasanya dalam bentuk dolar) Variabel Independen a. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi akan diproksikan oleh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang dirumuskan sebagai berikut (Adi, 2007; Putro dan Pamudji, 2010; Apriana dan Suryanto, 2010) : (PDRBt PDRBt-1) Pertumbuhan Ekonomi x 100% (PDRBt-1) Keterangan : PDRBt PDRBt-1 = Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t = Produk Domestik Regional Bruto satu tahun sebelum tahun t 126

15 b. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Putro dan Pamudji, 2010; UU No. 33/2004) : Keterangan : DAU CF AD = Dana Alokasi Umum = Celah Fiskal = Alokasi Dasar DAU = CF + AD Dimana CF dapat dihitung dengan rumus : CF = KbF KpF KbF = TPR (IP+IW+IPM+IKK) + IPDRB per kapita KpF = PAD + Dana Bagi Hasil (PBB+BPHTB+PPh+SDA) Keterangan rumus KbF : KbF TPR IP IW IPM IKK IPDRB Keterangan rumus KpF : KpF PAD PBB BPHTB PPh SDA = Kebutuhan Fiskal = Total Pengeluaran Rata-rata = Indeks Jumlah Penduduk = Indeks Luas Wilayah = Indeks Pembangunan Manusia = Indeks Kemahalan Konstruksi = Indeks PDRB per kapita = Kapasitas Fiskal = Pendapatan Asli Daerah = Pajak Bumi dan Bangunan = Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan = Pajak Penghasilan = Sumber Daya Alam Parameter kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesenjangan kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi. Semakin kecil nilai indeks, semakin baik tingkat pemerataan kemampuan keuangan antardaerah. Sedangkan AD (Alokasi Dasar) berdasarkan PP No. 55/2005 dapat dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian 127

16 Pegawai Negeri Sipil termasuk didalamnya tunjangan beras dan tunjangan Pajak Penghasilan/PPh Pasal 21. c. Dana Alokasi Khusus Jumlah Dana Alokasi Khusus untuk tiap kabupaten/kota berasal dari Bobot DAK yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Usman dkk, 2008) : Bobot DAK = Bobot Daerah + Bobot Teknis dimana penentuan Bobot Daerah adalah dengan cara : Keterangan; IFW IKK = Indeks Fiskal dan Wilayah. Bobot Daerah = IFW x IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi. Sedangkan Bobot Teknis dihitung dengan rumus : Keterangan; IT IKK Bobot Teknis = IT x IKK = Indeks Teknis. = Indeks Kemahalan Konstruksi. Mekanisme penetapan DAK melibatkan beberapa lembaga, keputusan akhir mengenai total jumlah DAK dan alokasinya per bidang maupun per daerah menjadi wewenang Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan DPR (Usman dkk, 2008). Jadi untuk mengetahui besarnya Dana Alokasi Khusus untuk masing-masing kabupaten/kota maka dapat dilihat dari pos Dana Perimbangan dalam Laporan Realisasi APBD. d. Pendapatan Asli Daerah Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. PAD terdiri dari Hasil Pajak Daerah (HPD), Retribusi Daerah (RD), Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah (PLPD) dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (PLS), yang dirumuskan sebagai berikut (Putro dan Pamudji, 2010) : Variabel Intervening PAD = HPD + RD + PLPD + PLS Pengalokasian Anggaran Belanja Modal dalam penelitian ini diproksikan oleh angka Belanja Modal. Menurut Putro dan Pamudji (2010), indikator variabel ini diukur dengan : Belanja Modal = Belanja tanah + belanja peralatan dan mesin + belanja gedung dan bangunan + belanja jalan, irigasi dan jaringan + belanja aset lainnya 128

17 POPULASI DAN SAMPEL Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten dan kota se-jawa Tengah. Dari seluruh populasi yang ada akan diambil beberapa pemerintah kabupaten dan kota untuk dijadikan sampel. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan metode purposive sampling. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menerbitkan Laporan Realisasi APBD berturut-turut per 31 Desember dari tahun Mempunyai data IPM lengkap beserta komponennya yang meliputi : Angka Harapan Hidup (tahun), Angka Melek Huruf (persen), Rata-Rata Lama Sekolah (tahun) sebagai APK, Pengeluaran Riil per Kapita disesuaikan sebagai PPP. 3. Memiliki data lengkap yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini dan secara konsisten. Data-data tersebut meliputi tentang data PDRB, DAU, DAK, PAD, dan Belanja Modal. METODE ANALISIS DATA Persamaan regresi dalam model ini terdiri dari dua tahap, yaitu: 1. Model regresi tahap pertama: PABM = β 1 PE + β 2 DAU + β 3 DAK + β 4 PAD + e 1 dimana; PABM = Variabel Intervening (Pengalokasian Anggaran Belanja Modal) PE = Pertumbuhan Ekonomi DAU = Dana Alokasi Umum DAK = Dana Alokasi Khusus PAD = Pendapatan Asli Daerah β 1, β 2, β 3, β 4 = Slope atau koefisien regresi atau intersep e 1 = Variance variabel Pengalokasian Anggaran Belanja Modal yang tidak dijelaskan oleh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Pendapatan Asli Daerah 2. Model regresi tahap kedua: dimana; IPM PABM β 5 e 2 IPM = β 5 PABM + e 2 = Indeks Pembangunan Manusia = Pengalokasian Anggaran Belanja Modal yang diprediksikan = Slope atau koefisien regresi atau intersep = Variance variabel Indeks Pembangunan Manusia yang tidak dijelaskan oleh Pengalokasian Anggaran Belanja Modal 129

18 HASIL DAN PEMBAHASAN Atas dasar kriteria yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya, maka diperoleh jumlah sampel dari penelitian selama 2005 sampai dengan 2009 adalah sebesar 25 pemerintah kabupaten dan kota. : Adapun daftar nama-nama peerintah kabupaten dan kota yang menjadi sampel dapat dilihat di tabel di bawah ini : Kabupaten dan Kota Sampel No Pemerintah Daerah No Pemerintah Daerah 1 Kabupaten Banjarnegara 14 Kabupaten Pati 2 Kabupaten Banyumas 15 Kabupaten Pekalongan 3 Kabupaten Batang 16 Kabupaten Pemalang 4 Kabupaten Boyolali 17 Kabupaten Purworejo 5 Kabupaten Cilacap 18 Kabupaten Rembang 6 Kabupaten Demak 19 Kabupaten Sukoharjo 7 Kabupaten Grobogan 20 Kabupaten Tegal 8 Kabupaten Jepara 21 Kabupaten Temanggung 9 Kabupaten Karanganyar 22 Kabupaten Wonosobo 10 Kabupaten Kebumen 23 Kota Magelang 11 Kabupaten Klaten 24 Kota Pekalongan 12 Kabupaten Kudus 25 Kota Salatiga 13 Kabupaten Magelang Sumber : Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota , Realisasi APBD , diolah ANALISIS DAN PEMBAHASAN Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan perhitungan statistik regresi berganda, untuk menguji kelayakan model regresi yang digunakan, maka harus terlebih dulu memenuhi uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Analisis Kebaikan Model Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Dari hasil uji koefisen determinasi, nilai Adjusted R Square sebesar 0,535. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel PE (diproksikan dengan PDRB), DAU, DAK, dan PAD dalam ketepatan memprediksi variasi variabel PABM yang diproksikan dengan BM sebesar 53,5% sedangkan sisanya sebesar 46,5% (100% - 53,5%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini. 130

19 Pengujian model kedua mengahsilkan Nilai Adjusted R Square sebesar 0,031. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel PABM (diproksikan dengan BM) dalam ketepatan memprediksi variasi variabel IPM sebesar 3,1% sedangkan sisanya sebesar 96,9% (100% - 3,1%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dengan analisis jalur dalam pengujian hipotesis mengenai pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening pada pemerintah kabupaten dan kota se-jawa Tengah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pertumbuhan Ekonomi (PE) terbukti tidak berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM). 2. Dana Alokasi Umum (DAU) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM). 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM). 4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM). 5. Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) yang diproksikan dengan Belanja Modal (BM) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Keterbatasan Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pada penelitian ini penulis belum bisa mendapatkan data pendukung berupa seberapa besar muatan politis tentang kebijakan pemerintah daerah setempat dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia. 2. Nilai Adjusted R Square untuk model tahap kedua dalam penelitian ini hanya sebesar 0,031. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) yang diproksikan dengan Belanja Modal dalam ketepatan memprediksi variasi variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hanya sebesar 3,1% sedangkan sisanya sebesar 96,9% (100% - 3,1%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini. 131

20 Saran Berdasarkan keterbatasan dari hasil penelitian ini, maka saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut : 1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan variabel non keuangan. Sebab Darwanto dan Yustikasari (2007) menyatakan bahwa variabel non keuangan seperti kebijakan pemerintah daerah dapat menjelaskan dengan baik seberapa besar tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertumbuhan ekonomi daerah setempat dalam mengutamakan kesejahteraan masyarakat. 2. Hasil uji kebaikan model menunjukkan bahwa model tahap kedua memiliki nilai Adjusted R Square terendah yaitu sebesar 0,031 artinya kemampuan variabel Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) dalam ketepatan memprediksi variasi variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hanya sebesar 3,1% sedangkan sisanya sebesar 96,9% (100% - 3,1%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini. Berdasarkan hal tersebut, penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk menggunakan variabel lain yang lebih sesuai untuk menjelaskan dan memediasi Indeks Pembangunan Manusia. DAFTAR PUSTAKA Adi, Priyo Hari Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan Dan Pendapatan Asli Daerah. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Vol. 08, No. 01, Februari Page : Abrar, Muhammad Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 9, No.1, April Hal : Abimanyu, Anggito Format Anggaran Terpadu Menghilangkan Tumpang Tindih. Bapekki Depkeu. Diakses dari: 17/01/2012, 21:45 WIB Apriana, Dina dan Rudy Suryanto Analisis Hubungan Antara Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Kemandirian Daerah Dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol. XI, No. 1, Januari Hal : Badan Pusat Statistik Indeks Pembangunan Manusia Jakarta-Indonesia Jawa Tengah Dalam Angka Badan Pusat Statistik Jawa Tengah dan BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah. Christy, Fhino Andrea dan Priyo Hari Adi Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal Dan Kualitas Pembangunan Manusia. The 3 rd Natinonal Conference UKWMS Surabaya, Oktober 10 th

21 Darwanto dan Yulia Yustikasari Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar. Handayani, Asri W. dan Rudy Badrudin Analisis Deskriptif Struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun JEB, Vol. 1, No. 3, November Hal : Hardanti, Yuliana R Pembangunan Manusia dan Kemiskinan Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi : Antisipasi, Vol. 1, No. 2, Desember Hal : Harianto, David dan Priyo Hari Adi Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah Dan Pendapatan Per Kapita. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar. Mardiasmo Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah. Jurnal Ekonomi Rakyat. Artikel Th. I No. 4 Juni Jakarta. Diakses dari: 12/12/ :10WIB. Putro, Nugroho Suratno dan Sugeng Pamudji Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Republik Indonesia Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Undang Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Suryadi, Ace Mengejar Peringkat HDI Negara-negara di Lingkungan ASEAN : Benchmarking Indonesia dan Vietnam. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 23, No. 1, Hal : UNDP Human Development Report. United Nations Development Programme. New York

Oleh : Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Oleh : Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DENGAN BELANJA KESEHATAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Empiris pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data kuantitatif, yaitu Data Laporan Realisasi Anggaran APBD pemerintah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data kuantitatif, yaitu Data Laporan Realisasi Anggaran APBD pemerintah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang dikumpulkan dari dokumen pemerintah daerah di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DIY berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) dalam Wirawan 2014 menjelaskan bahwa teori keagenan melukiskan hubungan antara kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Lampung berjumlah 14 kabupaten dan kota. Sampel yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya, penelitianpenelitian tersebut adalah : Darwanto dan Yustikasari (2014) yang meneliti

Lebih terperinci

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH (Studikasus di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007-2013) Nur Harjiyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang dibangun melalui pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UNDP (United Nations Development Programme) mendefinisikan Indeks Pembangunan manusia sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk (a process of enlarging the choice

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah

Lebih terperinci

INUNG ISMI SETYOWATI B

INUNG ISMI SETYOWATI B PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian Hasil analisa Deskripsi Obyek Penelitian dapat dilihat pada deskriptif statistik dibawah ini yang menjadi sampel penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalampelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebutanggaran Pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2010:2) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S -- BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Umum Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan, DAU adalah salah satu dana perimbangan yang menjadi bagian dari sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Stewardship Penelitian ini menggunakan teori Stewardship yang menjelaskan tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011-2012 NASKAH PUBLIKASI DI SUSUN

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (Studi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2009-2011 ) NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah objek utama dalam perabadan dunia. Dalam skala internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam pembangunan dan peradaban,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Negara Indonesia sebanyak 416 kabupaten dan 98 kota. Sampel yang diambil

BAB III METODE PENILITIAN. Negara Indonesia sebanyak 416 kabupaten dan 98 kota. Sampel yang diambil BAB III METODE PENILITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua kabupaten dan kota yang ada di Negara Indonesia sebanyak 416 kabupaten dan 98 kota. Sampel yang diambil sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada kabupaten/kota provinsi Jawa Tengah tahun 2011-2013 yang seluruh data keuangannya telah di terbitkan dan dilaporkan kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995 : 16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sukirno,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang 8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Oleh : ANISA NUR HAYATI B

NASKAH PUBLIKASI. Oleh : ANISA NUR HAYATI B PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DENGAN BELANJA PENDIDIKAN DAN KESEHATAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi

Lebih terperinci

: Central Government Transfer, Tax Effort, Local Revenu

: Central Government Transfer, Tax Effort, Local Revenu PENGARUH TRANSFER PEMERINTAH PUSAT TERHADAP UPAYA PAJAK PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE-JAWA TENGAH TAHUN 2008-2010 Prihatin Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai wujud dari desentralisasi sistem pemerintahan telah dilaksanakan secara efektif di Indonesia sejak 1 Januari 2001. Kebijakan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Report Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Report Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah World Economic Forum (WEF) menerbitkan laporan tahunan The Global Competitiveness Report 2012 2013.Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya, laporan tahunan

Lebih terperinci

ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun )

ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun ) ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diharapkan oleh setiap daerah tidak terkecuali bagi kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data laporan keuangan

BAB III METODE PENELITIAN. di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data laporan keuangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data laporan keuangan pemerintah daerah

Lebih terperinci

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SiLPA) DAN LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL STUDI EMPIRIS PADA KABUPATEN DI KARESIDENAN PATI PERIODE 2009-2013

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah 2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam landasan teori ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak bergulirnya era reformasi pasca runtuhnya tembok kekuasaan pemerintahan orde baru. Dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)

Lebih terperinci

N A S K A H P U B L I K A S I

N A S K A H P U B L I K A S I PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA MODAL (Study Empiris Di Wilayah Karesidenan Surakarta) N A S K A H P U B L I K A S I Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism) Federalisme fiskal adalah studi yang membahas mengenai hubungan keuangan antar tingkatan pemerintah dimana pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect. Judul : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil Pada Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Nama : Ni Nyoman Widiasih Nim : 1315351081 ABSTRAK Belanja modal merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Objek penelitian data ini adalah Pemerintah Daerah pada 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Subjek penelitiannya, yaitu data PAD, DAU, DAK, dan

Lebih terperinci

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM Judul : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia dengan Dana Alokasi Umum sebagai Variabel Pemoderasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Nama : Putu Milan Pradnyantari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO HELDY ISMAIL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia merupakan strategi yang bertujuan ganda. Yuwono, dkk (2005) menyatakan strategi tersebut adalah (1) pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun Anggaran 2003-2011) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pemerintah Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota, akan tetapi ada penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP REALISASI BELANJA MODAL

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP REALISASI BELANJA MODAL ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP REALISASI BELANJA MODAL Didik Purwanto Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ekonomi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki kedudukan dan peranan yang sangat krusial. Berbagai macam teori maupun kebijakan ekonomi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal. Judul : Pengaruh Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) pada Alokasi Belanja Modal (Studi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali) Nama : Ade Imron Rosadi NIM

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN TERTINGGAL DI PROVINSI JAWA TIMUR

PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN TERTINGGAL DI PROVINSI JAWA TIMUR PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN.......(Rudy Badrudin) PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN TERTINGGAL DI PROVINSI JAWA TIMUR Rudy Badrudin STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan, Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA 1. Otonomi Daerah Dalam pemerintahan Reformasi, perkembangan ekonomi di daerah ikut berkembang dengan baik. Tidak pada pemerintahan

Lebih terperinci