BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
|
|
- Yuliani Oesman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pelaksanaan kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001, hal ini merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratisasi dan memenuhi aspek desentralisasi yang sesungguhnya (Maimunah, 2006). Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi daerah yang seluasluasnya. Sejalan dengan prinsip tersebut, dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi yang nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Sedangkan prinsip otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk 10
2 11 meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional (Darise, 2009). Menurut Mardiasmo (2002) Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya pelaksanaan otonomi daerah terkandung tiga misi yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah, memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan Desentralisasi Fiskal Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 7 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 8, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari desentralisasi yang artinya pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menggali sumbersumber pendapatan, yakni menggali PAD dan mengelola keuangannya. Di samping itu, pemerintah daerah berhak untuk menerima transfer keuangan dari pemerintahan pusat. Transfer keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yaitu berupa Dana Perimbangan Anggaran Daerah Anggaran menurut Mardiasmo (2002) adalah pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam
3 12 ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Anggaran daerah adalah salah satu alat yang memegang peranan penting dalam meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Anggaran merupakan alat ekonomi terpenting yang dimiliki oleh pemerintah untuk mengarahkan perkembangan sosial dan ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Walidi, 2009). Menurut Bahtiar (2002:14) anggaran merupakan satu instrumen penting di dalam manajemen karena merupakan bagian dari fungsi manajemen. Di dunia bisnis maupun di kegiatan organisasi sektor publik, termasuk pemerintah, anggaran merupakan bagian dari aktivitas penting yang dilakukan secara rutin. Anggaran mempunyai beberapa karakteristik yaitu: a. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan. b. Anggaran pada umunya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun. c. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. d. Suatu usulan anggaran harus ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari penyusunan anggaran e. Anggaran yang telah disusun hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu. Menurut Mardiasmo (2004), anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu:
4 13 1. Anggaran Operasional Anggaran yang digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran yang termsuk anggaran operasional antara lain belanja umum, belanja operasi dan belanja pemeliharaan. 2. Anggaran Modal Anggaran yang menunjukkan anggaran jangka panjang dan pembelajaran atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabotan dan sebagainya. Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun dan akan menambah asset atau kekayaan pemerintah, selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan biaya pemeliharaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Hak dan kewajiban pemerintah daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dengan sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara efektif, efisien, transparansi, akuntabilitas, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundangundangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, struktur APBD terdiri dari:
5 14 1. Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggran yang bersangkutan. 2. Belanja Daerah Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 3. Pembiayaan Daerah Pembiayaan daerah merupakan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD. Surplus anggaran, terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja daerah. Defisit anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja daerah Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan kemampuan suatu daerah dalam menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa kepada masyarakat dalam jumlah yang banyak sehingga memungkinkan untuk kenaikan standar hidup daerah tersebut. Adi (2007) dalam Sularso (2011) secara spesifik menyebutkan ada tiga faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah
6 15 angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor tersebut diatas yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah akumulasi modal, yang terkait erat dengan investasi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa investasi juga memiliki kaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Suryana (2000) pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Pertumbuhan ekonomi, yang berarti perluasan kegiatan ekonomi adalah satu-satunya cara untuk meningkatkan penghasilan anggota masyarakat dan membuka lapangan kerja baru Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut UU No. 32 tahun 2004, PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah (Mardiasmo, 2002). Jenis pendapatan yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi sebagai berikut:
7 16 a. Jenis Pajak Provinsi, yang terdiri sebagai berikut: (1) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; (2) Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan kendaraan di atas air; (3) Pajak bahan bakar kendaran bermotor; (4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. b. Jenis Pajak Kabupaten/ kota, yang terdiri sebagai berikut: (1) Pajak Hotel; (2) Pajak Restoran; (3) Pajak Hiburan; (4) Pajak Reklame; (5) Pajak penerangan Jalan; (6) Pajak Parkir. c. Retribusi, yang terdiri atas sebagai berikut: (1) Retribusi Jasa Umum; (2) Retribusi Jasa Usaha; (3) Retribusi Perijinan Tertentu. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah lainnya yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pendapatan ini terdiri atas hal-hal berikut ini. a. Bagian laba perusahaan milik daerah. b. Bagian laba lembaga keuangan bank. c. Bagian laba lembaga keuangan non bank. d. Bagian laba atas pernyataan modal/investasi. Sedangkan lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Pendapatan ini terdiri atas sebagai berikut. a. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan. b. Penerimaan jasa giro.
8 17 c. Penerimaan bunga deposito. d. Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. e. Penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan daerah. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Dana Perimbangan Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Keuangan Pusat dan Daerah, menjelaskan bahwa Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan Antar Pemerintah Daerah. Dana Perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) itu terdiri dari: 1. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (UU Nomor 33 Tahun 2004). Mengacu kepada PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan, menjelaskan bahwa Dana Alokasi Umum adalah untuk horizontal equity dan suffiency. Horizontal equity yaitu kepentingan
9 18 pemerintah pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antar daerah, sedangkan yang menjadi kepentingan daerah yaitu suffiency (kecukupan) terutama untuk menutupi kesenjangan fiskal (fiscal gap) yang merupakan selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal need) dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity). 2. Dana Alokasi Khusus (DAK) Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005, menjelaskan bahwa besaran DAK dialokasikan dalam APBN sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus bertujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan mengenai Dana Alokasi Khusus yang disingkat menjadi DAK merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Nuarisa (2013) berpendapat bahwa Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang me- rupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang,
10 19 termasuk pengadaan sarana fisik penunjang dan tidak termasuk penyertaan modal. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah asset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik. Dana Alokasi ini dialokasikan untuk daerah yang memiliki kemampuan fiskal yang rendah dibandingkan kemampuan fiskal daerah secara nasional. Penentuan penerimaan DAK ini diatur sesuai dengan kriteria penerima DAK yang terdapat dalam undang-undang. Perhitungan dalam alokasi DAK melalui dua tahapan, yaitu: (1) Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan (2) Penentuan besaran alokasi DAK yang menerima DAK. 3. Dana Bagi Hasil (DBH) Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai salah satu komponen Dana Perimbangan merupakan Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagi hasilkan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil (PP Nomor 55 Tahun 2005). Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditransfer pemerintah bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas: (1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); (2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); (3) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Sedangkan Dana Bagi Hasil
11 20 (DBH) yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: (1) kehutanan; (2) pertambangan umum; (3) perikanan; (4) pertambangan minyak bumi; (5) pertambangan gas bumi; (6) dan pertambangan panas bumi Belanja Modal Belanja modal merupakan salah satu jenis belanja langsung dalam APBN/APBD. Menurut PP No.24 Tahun 2005 Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum. Belanja modal dapat dikategorikan dalam 5 kategori utama yang terdiri dari: a) Belanja Modal Tanah merupkan pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan pemerolehan hak atas tanah, sampai tanah yang dimaksud dalam kondisi siap pakai. b) Belanja Modal Peralatan dan Mesin merupakan pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pertambahan /penggantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. c) Belanja Modal Gedung dan Bangunan merupakan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk
12 21 pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas, sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kodisi siap pakai. d) Belanja Modal Jalan Irigasi dan Jaringan merupakan pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian atau peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi, dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. e) Belanja Modal Fisik lainnya merupakan pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria Belanja Modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah Belanja Modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian terdahulu ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belanja modal, diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan dana perimbangan. Penelitian tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan dana perimbangan terhadap belanja modal telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain:
13 22 Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arwati dan Hadiati (2013) yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran APBD seluruh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Barat selama kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Sampel dipilih berdasarkan kriteria tertentu sebanyak 23 pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat yaitu sejumlah 15 kabupaten dan 8 kota. Pengambilan sampel menggunakan teknik dokumentasi dan studi kepustakaan dengan pendekatan kuantitatif dan diuji menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan hasil uji t, pendapatan asli daerah yang berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian Belanja Modal. Dari hasil uji F, menunjukkan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal. Darwanto dan Yustikasari (2007) meneliti Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran APBD Pemerintah Daerah se Jawa-Bali baik Kabupaten dan Kota selama kurun waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui internet serta Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang diperoleh dari Badan Pusat
14 23 Statistik. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda dan menggunakan data panel. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan variabel pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh secara signifikan terhadap variabel belanja modal. Berdasarkan uji F dengan hasil signifikansi sebesar 0,01 berada di bawah 0,05 yang berarti secara simultan pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhdap belanja modal. Pengujian secara parsial (Uji t) dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja modal. Kadafi (2013), melakukan penelitian tentang pengaruh pendapatan asli daerah dan dana perimbangan terhadap belanja modal. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kota Bandung pada tahun anggaran 2003 sampai dengan tahun Dalam penelitian ini menggunakan model analisis regresi linier berganda. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan realisasi APBD pemerintah kota Bandung tahun anggaran 2003 sampai dengan tahun 2011 yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan. Berdasarkan hasil penelitian mengungkapkan bahwa berdasarkan Uji F dan Uji t, pendapatan asli daerah dan dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah kota Bandung Tahun anggaran Prastiwi et al. (2016) meneliti Pengaruh PAD, Dana Perimbangan, dan Belanja Pegawai terhadap Belanja Modal Pemerintah kota Surakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah kota Surakarta selama kurun waktu tahun
15 sampai dengan tahun Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dan pengujian regresi linier berganda. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja pegawai berpengaruh negatif terhadap belanja modal, Pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh terhadap belanja modal. Sedangkan dana alokasi khusus dan dana bagi hasil tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Permata (2016) meneliti tentang Pengaruh PAD, dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Timur. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari Laporan Realisasi APBD pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPKRI) Perwakilan Provinsi Jawa Timur. Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal dan dana perimbangan tidak berpengaruh terhadap belanja modal. 2.2 Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah mengenai Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal (Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun
16 ). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dan dasar teori yang mendukung maka rerangka pemikiran dari penelitian ini adalah: Pendapatan Pertumbuhan Ekonomi PAD Dana Perimbangan DAU DAK DBH Belanja Modal Gambar 1 Rerangka Pemikiran 2.3 Perumusan Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara mengenai suatu masalah. Berdasarkan latar belakang dan uraian pada landasan teori di atas, maka hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah: Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Belanja Modal Dalam menghadapi desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa potensi fiskal pemerintah daerah antara satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam. Perbedaan ini pada gilirannnya dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula.
17 26 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah bagian keempat tentang Belanja Daerah ayat 1 berbunyi Belanja Daerah digunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan propinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan. Kemudian, pada ayat 2 disebutkan bahwa Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk melindungi masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Dengan bertambahnya infrastruktur dan perbaikan oleh Pemerintah Daerah diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Dimana yang dimaksudkan Pertumbuhan Ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang dan merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan, makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat. Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Apabila Pertumbuhan Ekonomi baik maka Pemerintah Daerah akan meningkatkan alokasi Belanja Modal untuk memperbaiki sarana dan prasarana. Seperti yang diungkapkan Darwanto dan Yustikasari (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap belanja modal. Berdasarkan uraian tersebut, maka dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut: H 1 : Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.
18 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang juga merupakan modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Indikator penting keberhasilan kemampuan keuangan daerah tercermin dalam kemampuan suatu daerah dalam menggali pendapatan asli daerah (PAD) nya untuk membiayai belanja rutin dan pembangunan di daerah tersebut. Keberhasilan desentralisasi fiskal jelas mensyaratkan keberhasilan daerah dalam mengelola potensi keuangan daerahnya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Semakin besar sumber pendapatan dari potensi daerah, bukan pendapatan dari bantuan, maka daerah akan semakin leluasa untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakat tanpa muatan kepentingan Pemerintah Pusat yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah (Soekarwo, 2003). Darwanto dan Yustikasari (2007) menyimpulkan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal di Pemerintah Daerah se Jawa-Bali baik Kabupaten dan Kota pada tahun Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut: H 2 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.
19 Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Keuangan Pusat dan Daerah, menjelaskan bahwa Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan Antar Pemerintah Daerah. Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal, pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Dengan adanya transfer Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang menunjang tujuan pemerintah daerah yaitu meningkatkan pelayanan publik. Kadafi (2013), melakukan penelitian di Pemerintah Kota Bandung pada tahun anggaran mengungkapkan bahwa dana perimbangan berdasarkan Uji F dan Uji t, berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah kota Bandung Tahun anggaran Sedangkan Permata (2016), melakukan penelitian pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun anggaran mengungkapkan bahwa dana perimbangan tidak berpengaruh terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun anggaran Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut: H 3 : Dana Perimbangan (DP) berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan pendekatan-pendekatan yang menjelaskan pengertian Belanja Modal, Fiscal Stress, Dana Bagi Hasil
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya, penelitianpenelitian tersebut adalah : Darwanto dan Yustikasari (2014) yang meneliti
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua
BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh
Lebih terperinciDaerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,
APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat menjadi APBD adalah suatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim & Kusufi (2012) yaitu: Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya pada bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan. Reformasi tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teori 2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pusat menerbitkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada massyarakat, pemerintah pusat menyadari bahwa yang paling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Otonomi fiskal daerah Hubungan antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah biasanya ditandaidengan adanya peran yang dominan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995 : 16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan
Lebih terperinciLANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang
8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Pendapatan Asli Daerah 2.1.1.1 Pendapatan Asli Derah Setiap daerah memiliki wewenang dan kewajiban untuk menggali sumber sumber keuangannya sendiri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah (
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan
Lebih terperinciPENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA
PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (Studi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2009-2011 ) NASKAH PUBLIKASI Diajukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2009 : 44). Proses pembangunan ekonomi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh
Lebih terperinciINUNG ISMI SETYOWATI B
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu tujuan dari suatu proses pembangunan yang berjalan. Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah Suparmoko (2002: 18) Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Teori yang relevan 1. Teori Keagenan (agency theory) Dalam teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976) menyatakan hubungan keagenan merupakan sebuah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciHubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
Lebih terperinci3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil peneletian ini diharapkan bisa menjadi. sumber referensi dalam melakukan peneletian lainnya yang sejenis.
modal sehingga Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan potensi daerah secara optimal. 3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil peneletian ini diharapkan bisa menjadi sumber referensi dalam melakukan peneletian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
13 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Anggaran Daerah Perencanaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkkan dari proses manajemen organisasi. Demikian juga
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Pemerintahan Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), variabel-variabel yang diteliti serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Tujuan
10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Otonomi Daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO HELDY ISMAIL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD a. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru, yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUANTEORITIS DAN PERUMUMUSAN HIPOTESIS. atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu:
BAB 2 TINJAUANTEORITIS DAN PERUMUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anggaran Daerah Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Otonomi Daerah a. Pengertian Otonomi Daerah Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah"
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan dalam dunia bisnis dapat dideskripsikan sebagai hubungan antara pemegang saham
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan
Lebih terperinciGAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu
BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil
2.1 Hasil Penelitian terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sesuai dengan judul penelitian yang penulis lakukan, banyak peneliti yang telah melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Desentralisasi Fiskal a. Defenisi Desentralisasi Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7 dan UU No 33 tentang Perimbangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Kemandirian Keuangan, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil,
Lebih terperinci