Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM
|
|
- Ridwan Sumadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Judul : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia dengan Dana Alokasi Umum sebagai Variabel Pemoderasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Nama : Putu Milan Pradnyantari NIM : ABSTRAK PAD dan Belanja Modal diduga tidak selalu berpengaruh linier pada Indeks Pembangunan Manusia, dikarenakan adanya faktor kontinjensi yang mempengaruhi hubungan tersebut, faktor kontinjensi tersebut adalah Dana Alokasi Umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh PAD dan Belanja Modal pada IPM, serta pengaruh PAD dan Belanja Modal dengan pemoderasi DAU pada IPM. Penelitian mencakup 8 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Bali dalam rentang waktu amatan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel jenuh (keseluruhan populasi digunakan sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Keuangan Provinsi Bali dan Badan Pusat Statistik. Teknik analisis data yang digunakan meliputi: uji asumsi klasik, Moderated Regression Analysis, uji koefisien determinasi, uji F, dan uji t. Hasil pengujian menunjukkan bahwa PAD mampu meningkatkan variabel Indeks Pembangunan Manusia sedangkan Belanja Modal menurunkan tingkat Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Dana Alokasi Umum memperkuat pengaruh PAD terhadap IPM namun dapat memperlemah pengaruh Belanja Modal pada IPM. Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM i
2 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv vi vii ix x xi BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Sistematika Penulisan KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Teori Federalisme Fiskal Teori Keagenan Teori Kontinjensi Pendapatan Asli Daerah Belanja Modal Dana Alokasi Umum Indeks Pembangunan Manusia Rumusan Hipotesis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah pada Indeks Pembangunan Manusia Pengaruh Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia Pengaruh PAD dan DAU pada Indeks Pembangunan Manusia Pengaruh Belanja Modal dan DAU pada Indeks Pembangunan Manusia BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Lokasi Penelitian Obyek Penelitian Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Jenis dan Sumber Data Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel ii
3 3.8 Metode Pengumpulan Data Teknis Anlisis Data Uji asumsi klasik Moderated Regression Analysis (MRA) Uji kesesuaian model (uji F) dan Koefisien Determinasi Uji t BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Bali Deskripsi Data Hasil Penelitian Uji normalitas Uji autokorelasai Uji multikolinearitas Uji heteroskedastisitas Hasil Uji Kesesuaian Model (Uji F) dan Koefisien Determinasi Moderated Regression Analysis (MRA) Uji t Pembahasan Hasil Penelitian BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Saran DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN-LAMPIRAN iii
4 DAFTAR TABEL No. Tabel Halaman 1.1 Tabel IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun Nilai Maksimum dan Minimum dari setiap komponen IPM Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Bali PAD dan IPM Provinsi Bali Tahun Hasil Deskripsi Statistik Hasil Uji Normalitas Hasil Uji Autokorelasi Hasil Uji Multikolinearitas Hasil Uji Heteroskedastisitas Hasil Uji Kesesuaian Model (Uji F) Hasil Koefisien Determinasi (Adjusted R 2 ) Hasil Moderated Regression Analysis iv
5 DAFTAR GAMBAR No. Gambar Halaman 3.1 Model Penelitian v
6 DAFTAR LAMPIRAN No. Lampiran Halaman 1 Tabulasi Data Hasil Uji Normalitas Hasil Uji Multikolinearitas Hasil Uji Autokorelasi Hasil Uji Heteroskedastisitas Hasil Statistik Deskriptif Hasil Moderated Regression Analysis... 8 vi
7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan ujung tombak dalam perencanaan pembangunan. Karena tujuan dari pembangunan adalah pembangunan manusia, dalam proses pembangunan diperlukan adanya alokasi belanja untuk keperluan pembangunan manusia dalam penyusunan anggaran (Christy, 2009). Perbaikan pembangunan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelektualitas dan standar hidup layak. Terkait dengan pembangunan, paradigma yang sedang berkembang saat ini adalah pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan pembangunan manusia, dapat dilihat melalui tingkat kualitas hidup manusia di tiap-tiap negara. Sejak tahun 1990 perkembangan tingkat kualitas hidup manusia (indeks HDI) di seluruh dunia diteliti dan laporannya diterbitkan dalam buku laporan pembangunan manusia (Human Development Report/HDR) oleh UNDP. Laporan tahunan UNDP pada tahun 2013 menginformasikan bahwa IPM Indonesia membaik yaitu berada pada peringkat 108/187 negara, dari peringkat 121/187 negara pada tahun Kajian seksama masih perlu tetap dilakukan mengingat IPM Indonesia ternyata masih berada di bawah Negara-negara Regional Asociation of Southeast Asian Nations (ASEAN) yaitu Malaysia yang menempati peringkat 62, Singapura peringkat 9, Thailand pada peringkat 89, dan Brunei Darussalam di posisi 30. IPM Indonesia hanya lebih baik 1
8 bila dibandingkan dengan IPM Myanmar yang menduduki posisi 150, Filiphina 117, Kamboja 136, dan Timor Leste pada posisi 128. Hal ini mencerminkan kondisi dimana diperlukannya upaya keras untuk membenahi kualitas manusia Indonesia di tengah persaingan dengan masyarakat internasional. Upaya meningkatkan IPM Indonesia tentunya tidak dapat dilepaskan dari usaha simultan untuk meningkatkan IPM kabupaten/kota di Indonesia. Salah satunya adalah Provinsi Bali. Dalam penelitian ini di gunakan IPM sebagai acuan untuk menentukan tingkat kesejahtraan dalam bentuk ranking kesejahteraan suatu daerah. Pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun Kabupaten/ Kota Rata-rata Kab/Kota Buleleng 66,98 67,73 68,29 68,83 69,19 70,03 68,51 Jembrana 66,70 67,53 67,94 68,39 68,67 69,66 68,15 Tabanan 70,68 71,35 71,69 72,31 72,68 73,54 72,04 Badung 75,48 76,66 77,26 77,63 77,98 78,86 77,31 Gianyar 71,45 72,50 73,36 74,00 74,29 75,03 73,43 Bangli 63,43 63,87 64,53 65,47 65,75 66,24 64,88 Klungkung 66,01 67,01 67,64 68,08 68,30 68,98 67,67 Karangasem 60,58 61,60 62,95 63,70 64,01 64,68 62,92 Denpasar 79,19 79,77 80,45 81,32 81,65 82,24 80,77 Rata-rata IPM Prov. Bali 70,10 70,87 71,62 72,09 72,48 73,27 - Sumber: BPS Provinsi Bali, (data di olah 2015) 2
9 Dari tabel 1.1 Dapat dilihat bahwa IPM tertinggi diperoleh Kota Denpasar yaitu sebesar 82,24 pada tahun 2015, sedangkan IPM terendah diperoleh Kabupaten Karangasem yaitu sebesar 60,58 pada tahun IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori capaian IPM yaitu IPM tinggi dengan kisaran dan IPM sedang dengan kisaran Setelah di rata-ratakan selama lima tahun terakhir diperoleh bahwa Kabupaten Tabanan, Badung, Gianyar dan Kota Denpasar mendapatkan nilai IPM dengan kategori tinggi sedangkan Kabupaten Buleleng, Jembrana, Bangli, Klungkung dan Karangasem memperoleh nilai IPM dengan kategori sedang. Rata-rata Kabupaten/Kota di Provinsi Bali mengalami peningkatan IPM setiap tahunnya dalam kurun waktu , Kota Denpasar dengan capaian IPM tertinggi sudah melebihi angka 80 hal tersebut dapat diklasifikasikan sangat tinggi, tetapi masih terdapat 5 (lima) kabupaten hampir setiap tahun nilai IPMnya berada di bawah IPM Provinsi Bali adalah Kabupaten Buleleng, Jembrana, Bangli, Klungkung dan Karangasem hal ini mengindikasikan bahwa penelitian terkait IPM khusunya di Provinsi Bali, sangat penting untuk di kaji kembali. Untuk itu peneliti meyakini bahwa dengan meningkatkan jumlah PAD yang diterima dan pemberian dana perimbangan yang lebih besar kepada daerah dari pemerintah pusat akan dapat mendorong peningkatan yang berkelanjutan bagi IPM di daerah, apalagi jika penerimaan daerah tersebut dialokasikan kepada belanja langsung yang bersentuhan langsung dengan ketiga komponen IPM. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa penerimaan yang dimiliki pemerintah Provinsi Bali belum optimal digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan IPM, salah satunya ditentukan oleh kemampuan keuangan daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang seharusnya dikelola dengan baik 3
10 oleh pemerintah daerah serta pemanfaatannya benar-benar untuk anggaran yang produktif dan dapat dirasakan oleh masyarakat seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Untuk meningkatkan IPM pemerintah daerah kabupaten/kota menggunakan pendapatan daerahnya untuk belanja daerah pada sektor sektor yang dapat menaikan IPM. Dengan di berlakukannya desentralisasi di Indonesia seperti saat ini, memungkinkan adanya pelimpahan wewenang dari pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya (UU Nomor 32 Tahun 2004). Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah daerah diharapkan mampu menggali serta memanfaatkan sumber daya daerah masing-masing dan dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta diharapkan penerapan desentralisasi ini mampu meningkatkan IPM. Teori Federalisme Fiskal menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui desentralisasi fiskal atau pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya (Sumardjoko dan Irwanto, 2015). Desentralisasi memberikan banyak manfaat untuk pemerintah daerah. Manfaat dari desentralisasi fiskal adalah untuk perbaikan efisiensi ekonomi, penyediaan layanan publik yang efisien, peningkatan akuntabilitas, peningkatan mobilitas dana dan transparansi (Jumadi, 2013). Ini dikarenakan pemerintah daerah lebih mengerti akan kebutuhan masyarakat dan daerahnya masing-masing dibandingkan dengan pemerintah pusat sehingga akan lebih efisien. Desentralisasi fiskal juga dapat mengakibatkan penerimaan daerah menjadi meningkat. 4
11 Beberapa faktor yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara lain yang digunakan penulis sebagai variabel adalah Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, sumbersumber pendanaan daerah salah satunya berasal dari PAD yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD diharapkan mampu mendorong peningkatan anggaran belanja modal daerah namun yang terjadi malah sebaliknya, peningkatan PAD tidak diiringi dengan meningkatnya anggaran belanja modal. Hal ini disebabkan karena pendapatan tersebut lebih banyak digunakan untuk membiayai belanja lainnya, seperti belanja pegawai dan keseharian pemerintahan daerah. PAD merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, karena kemampuan suatu daerah untuk menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan daerah tersebut (Ebit dan Jalaludin, 2012). Besar kecilnya PAD dapat meningkatkan atau mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat (Setyowati dan Suparwati, 2012). Tingkat dari kemandirian suatu daerah terlihat dari kemampuan PAD dalam membiayai pembangunan daerahnya sendiri. Penerimaan daerah yang berasal dari PAD diharapkan dapat meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah sehingga kualitas pelayanan publik semakin baik. Peningkatan alokasi belanja modal dalam bentuk aset tetap seperti infrastruktur dan peralatan sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perekonomian karena semakin tinggi belanja modal semakin tinggi pula produktivitas perekonomian. Pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal yang produktif seperti untuk melakukan aktivitas pembangunan (Yovita, 2011). Sejalan dengan pendapat tersebut (Felix, 2012) menyatakan bahwa penerimaan pemerintah 5
12 hendaknya lebih banyak untuk program program pelayanan publik. Kedua pendapat ini menyirat pentingnya mengalokasikan belanja untuk berbagai kepentingan publik. Dilaksanakannya desentralisasi fiskal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan di berbagai sektor terutama di sektor publik. Hal ini dilaksanakan dengan meningkatkan pembangunan berupa infrastruktur di sektor publik demi meningkatkan pembangunan fasilitas publik dan penunjang lainnya sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu aspek penting untuk proses pembangunan daerah yaitu infrastruktur daerah. Modebe et al. (2012) menjelaskan bahwa dengan adanya infrastruktur yang baik akan dapat meningkatkan produktivitas. Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk meningkatkan kepercayaan publik yang dapat dilakukan dengan peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya (Uhise, 2013). Meningkatnya pengeluaran modal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik karena hasil dari pengeluaran belanja modal adalah meningkatkan aset tetap daerah yang merupakan prasyarat dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Sumber-sumber pendanaan lain selain PAD menurut UU No. 32 Tahun 2004 adalah dana perimbangan. Dana perimbangan salah satunya berupa Dana Alokasi Umum (DAU). DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Kuncoro, 2014:63). Pemberian DAU kepada daerah bertujuan untuk mengatasai ketimpangan fiskal antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam semangat pemerataan ekonomi yang dicanangkan pemerintah. 6
13 Dalam komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sekitar 70% dari total pendapatan ditopang oleh dana transfer dari pemerintah pusat. Daerah tidak akan mampu menjalankan pemerintahannya jika hanya mengandalkan dari PAD. Hal ini menggambarkan apa saja yang perlu di beli oleh pemerintah tergantung dari besar kecilnya dana yang dimiliki pemerintah. Dana Transfer berupa Dana Perimbangan meliputi DAU, DAK dan DBH serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi (Kuncoro, 2014: 46). Dari ketiga jenis dana transfer tersebut, DAU lah yang digunakan sebagai instrument pemerintah pusat untuk mengurangi ketimpangan keuangan antar daerah. Oleh karena itu, alokasi DAU yang tepat sangat mempengaruhi pencapaian tujuan pembangunan yang adil dan merata. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah banyak dilakukan, namun hasilnya tidak konsisten diantaranya penelitian (Sarkoro, 2016) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Belanja Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia, dimana hasil penelitiannya yaitu Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia sejalan dengan hal tersebut penelitian dari (Syahril, 2011) juga menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia sedangkan penelitian (Gembira, 2011) menunjukkan bahwa secara simultan variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil (Pajak dan Bukan Pajak) berpengaruh Positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Secara parsial, hanya variabel Dana Alokasi Umum (DAU) yang berpengaruh terhadap IPM. Sedangkan 7
14 variabel lain berupa variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil (Pajak dan Bukan Pajak) tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Di sisi lain (Mirza, 2012) meneliti Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Jawa Tengah Tahun menunjukkan Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM sedangkan (Wahyu, 2014) dalam penelitiannya yang berjudul Kemampuan Belanja Modal Memoderasi Pengaruh PAD, DAU, DAK dan SiLPA pada Indeks Pembangunan Manusia Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali menunjukkan hasil penelitiannya bahwa Belanja Modal tidak berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia sejalan dengan hal tersebut penelitian dari (Syahril, 2011) juga menunjukkan bahwa Belanja Modal tidak berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu, menyebabkan penelitian tentang IPM semakin menarik dan penting untuk dikaji khususnya faktorfaktor yang diduga memiliki kontribusi terhadap peningkatan IPM. Terjadinya perbedaan hasil penelitian sebelumnya meingindikasikan adanya pengaruh variabel moderating dalam mengidentifikasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pengaruh dari variabel moderating tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Digunakannya variabel moderating ini yaitu untuk menyelesaikan perbedaan dari penelitian tersebut, yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontinjensi (Yukl, 2010:277). Pendekatan ini secara sistematis mengevaluasi berbagai kondisi atau variabel yang dapat mempengaruhi hubungan antara PAD dan Belanja Modal dengan IPM. Dalam penelitian ini di gunakannya teori kontinjensi adalah untuk menganalisis variabel moderating yang 8
15 dapat memperkuat ataupun memperlemah hubungan antara PAD, dan Belanja Modal dengan IPM. Motivasi dalam penelitian ini adalah karena adanya perbedaan hasil penelitian terdahulu dan adanya dugaan bahwa kenaikan PAD dan Belanja Modal tidak serta merta meningkatkan IPM. Dengan adanya suntikan dana dari pemerintah pusat berupa Dana perimbangan yaitu DAU pemerintah daerah dapat menggunakan dana tersebut untuk membiayai kebutuhan daerahnya sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing, karena DAU merupakan transfer tidak bersyarat (unconditional grants). Tetapi pada kenyataanya dana transfer berupa DAU masih belum di pergunakan secara efektif oleh pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang di ukur menggunakan IPM, melainkan masih banyak di gunakan untuk membiayai kebutuhan belanja pegawai. Sehingga dengan adanya DAU diindikasikan bahwa variabel ini dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara PAD terhadap IPM dan Belanja Modal terhadap IPM. Penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi penelitian yang dilakukan oleh (Syahril, 2011) yang meneliti Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara dan (Wahyu, 2014) dalam penelitiannya yang berjudul Kemampuan Belanja Modal Memoderasi Pengaruh PAD, DAU, DAK dan SiLPA pada Indeks Pembangunan Manusia Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya, penulis menggunakan DAU sebagai variabel pemoderasi dan menjadikan PAD dan Belanja Modal sebagai variabel independen, tempat penelitian dilakukan spesifik di Provinsi Bali, oleh karena itu peneliti ingin meneliti kembali 9
16 mengenai Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Dana Alokasi Umum sebagai Variabel Pemoderasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan atas latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat dirumuskan rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali? 2) Apakah Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali? 3) Apakah Dana Alokasi Umum mampu memoderasi pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2) Untuk mengetahui pengaruh Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 10
17 3) Untuk mengetahui kemampuan Dana Alokasi Umum memoderasi pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis untuk berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori khususnya berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia. Teori yang akan dikonfirmasi dalam penelitian ini adalah eksistensi teori federalisme fiskal, keagenan, dan kontijensi di dalam sektor publik. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung hasil-hasil dari penelitian terdahulu. 2) Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pemerintah daerah sebagai referensi untuk menentukan strategi yang tepat untuk mengetahui faktorfaktor yang menentukan tinggi rendahnya kesejahteraan masyarakat. Faktor-faktor yuang diindikasikan dapat menentukan tinggi-rendahnya kesejahteraan masyarakat dalam penelitian ini adalah pendapatan asli daerah, belanja modal dan dana alokasi umum. 11
18 1.5 Sistematika Penulisan Sebagai arahan dalam memahami skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini mencakup mengenai teori atau konsep-konsep yang relevan antara PAD, Belanja Modal, DAU dengan IPM, hasil penelitian terdahulu dan hipotesis penelitian. Bab III : Metode Penelitian Bab ini menguraikan desain penelitian, lokasi atau ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis data yang digunakan. Bab IV : Pembahasan Hasil Penelitian Pada bab ini diuraikan mengenai data amatan, hasil uji asumsi klasik, deskripsi statistik, hasil uji model fit dan hasil uji hipotesis baik pengaruh parsial maupun moderasi. 12
19 Bab V : Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan simpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan disertakan pula saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 13
BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah dilaksanakan secara efekif. Hal ini merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.
Judul : Pengaruh Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) pada Alokasi Belanja Modal (Studi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali) Nama : Ade Imron Rosadi NIM
Lebih terperinciABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.
Judul : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil Pada Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Nama : Ni Nyoman Widiasih Nim : 1315351081 ABSTRAK Belanja modal merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Report Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah World Economic Forum (WEF) menerbitkan laporan tahunan The Global Competitiveness Report 2012 2013.Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya, laporan tahunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sukirno,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan bagaimana sebuah negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu mistar pengukur yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001 memasuki zaman baru otonomi daerah telah diberlakukan. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam publikasi United Nations Development Programme (UNDP) melalui Human
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam publikasi United Nations Development Programme (UNDP) melalui Human Development Report tahun 1996 tentang Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional adalah tolak ukur kesejahteraan dan kemakmuran rakyat suatu Negara. Semakin besar tingkat pembangunan suatu Negara mengindikasikan Negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya dan suku bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi berkelanjutan. Seluruh negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang yang masih memiliki masalah pengangguran dan kemiskinan. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium
Lebih terperinci: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :
Judul Nama : Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM : 1306205188 Abstrak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990 dalam seri laporan tahunan yang diberi judul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diharapkan oleh setiap daerah tidak terkecuali bagi kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Berbagai upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalampelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebutanggaran Pendapatan dan
Lebih terperinciHALAMAN PENGESAHAN...
Judul : Pengaruh Pembiayaan Pemerintah Di Sektor Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Indeks Kualitas Manusia Serta Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten/Kota Provinsi Bali Tahun 2011-2015 Nama : I Gede Komang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah sangat erat kaitannya dengan otonomi daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem pemerintahan di Indonesia bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan pasca-orde baru, pemerintah pusat tetap memainkan peranan penting dalam mendukung pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belanja modal adalah komponen belanja langsung dalam anggaran pemerintah yang menghasilkan output berupa aset tetap. Dalam pemanfaatan aset tetap yang dihasilkan tersebut,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ekonomi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki kedudukan dan peranan yang sangat krusial. Berbagai macam teori maupun kebijakan ekonomi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah sering
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan untuk mengelola dan mengembangkan sendiri urusan rumah tangga suatu daerah dengan harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan Indonesia menerapkan sistem pemerintahan desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semenjak reformasi, akuntansi keuangan pemerintah daerah di Indonesia merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi perhatian besar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia pada tahun 1999 menjadi titik tolak tumbuh kembangnya desentralisasi fiskal yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi. Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciINUNG ISMI SETYOWATI B
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UNDP (United Nations Development Programme) mendefinisikan Indeks Pembangunan manusia sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk (a process of enlarging the choice
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan otonomi
Lebih terperinciKEMAMPUAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) MEMODERASI PENGARUH KINERJA KAPASITAS FISKAL DAERAH DAN
KEMAMPUAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) MEMODERASI PENGARUH KINERJA KAPASITAS FISKAL DAERAH DAN SiLPA PADA DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI SKRIPSI Oleh: A A Ngr Mayun Narindra NIM:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945, pemerintah daerah berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan otonomi daerah, seorang kepala daerah dalam mengimplementasikan pola kepemimpinannya seharusnya tidak hanya berorientasi pada tuntutan untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciDAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian...
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i LEMBAR PERNYATAAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling
Lebih terperinciBAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan
BAB I 1.1 Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan undang undang membawa konsekuensi tersendiri bagi daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang telah merasakan dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah menyebabkan pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011-2012 NASKAH PUBLIKASI DI SUSUN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) dalam Wirawan 2014 menjelaskan bahwa teori keagenan melukiskan hubungan antara kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di segala bidang, dan juga guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis menjadi suatu fenomena global termasuk Indonesia. Tuntutan ini mengharuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Objek penelitian data ini adalah Pemerintah Daerah pada 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Subjek penelitiannya, yaitu data PAD, DAU, DAK, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh UNDP (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan tahunan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting bagi pemerintah pusat maupun daerah. Desentralisasi merupakan tujuan untuk mempercepat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem otonomi daerah. Awal dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah sejak diberlakukannya Undang-undang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab VI tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa Pembagian daerah Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan sistem pemerintahan sentralistik selama pemerintahan Orde Baru ternyata rapuh dan menciptakan kesenjangan ekonomi serta kemiskinan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era otonomi daerah yang resmi diberlakukan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 2001 telah memberikan suasana baru dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap
BAB I PENDHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek yang mendapat perhatian sampai saat ini adalah persoalan kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH UNDP (United Nations Development Programme) melalui Human Development Report tahun 1996 tentang Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pembangunan manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciPENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN DANA BAGI HASIL PADA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN DANA BAGI HASIL PADA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Gede Ferdi Williantara 1 I Gusti Ayu Nyoman Budiasih 2 1 Fakultas Ekonomi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah daratan 3.710.061,32 hektar, dan Jawa Barat menduduki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah negara. Dalam sebuah Negara, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah disebut sebagai Anggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru, yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: Anggaran, Budgetary Goal Characteristics, Self-Efficacy, Kinerja Manajerial. iii
Judul : Pengaruh Budgetary Goal Characteristics pada Kinerja Manajerial dengan Self-Efficacy sebagai Variabel Moderasi (Studi empiris pada pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng) Nama : Kadek Dias Prayoga
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian Pada penelitian ini dilakukan analisis hasil pengumpulan data penelitian dari 34 provinsi di Indonesia. Data yang digunakan meliputi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi
Judul : Kepercayaan Diri dan Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran (Studi pada Pemerintah Kabupaten Badung) Nama : Ni Wayan Putri Adnyani NIM
Lebih terperinci