BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun
|
|
- Ratna Salim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kemandirian Keuangan Daerah Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri, dalam rangka asas desentralisasi. Pengertian kemandirian keuangan daerah dikemukan oleh Halim (2008:232) sebagai berikut: Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah sendiri ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain misalnya, bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam
2 menggali dan mengelola sumber daya atau potensi daerah yang dimilikinya secara efektif dan efisien sebagai sunber utama keuangan daerah yang berguna untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pemberian otonomi kepada daerah dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan melalui kemandirian yang dilakukan daerah dengan mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahannya berdasarkan asas otonomi yang serta diharapkan dengan diselenggarakannya otonomi daerah, semua daerah dalam melakukan urusan daerah baik itu urusan pemerintahan maupun urusan dalam pembangunan dapat mengadalkan keuangan daerah masing-masing yaitu pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa indikator untuk mewujudkan kemandirian daerah diukur melalui PAD. Halim (2008) mengemukakan bahwa Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Berdasarkan pengertian tersebut, maka untuk mengetahui tingkat kemandirian keuangan daerah dapat dirumuskan sebagai berikut: RRRRRRRRRR KKKKKK = PPPPPPPPPPPPPPPPPPPP AAAAAAAA DDDDDDDDDDh TTTTTTTTTT PPPPPPPPPPPPPPPPPPPP DDDDDDDDDDh 100%
3 Indikator kemandirian keuangan daerah ini diukur dengan menggunakan rasio pendapatan asli daerah dibagi dengan total pendapatan daerah. Mengetahui kemandirian keuangan daerah ini dapat menunjukkan seberapa besar local taxing power suatu daerah, serta seberapa besar kemampuan PAD dalam mendanai belanja daerah yang dianggarkan untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Rasio akan menunjukkan tingkat kesehatan semakin baik bila terus meningkat, akan tetapi perlu diperhatikan pula bila terjadi kenaikan secara kontinyu atas pendapatan bunga, karena hal tersebut dapat diartikan terdapat peningkatan dana pemda yang disimpan dalam bank dan tidak dibelanjakan (DJPK, 2011). Rasio kemandirain keuangan daerah ini apabila hasil semakin tinggi maka akan semakin kecil angka ketergantungan daerah terhadap pihak lain (pemerintah pusat khususnya) dan berlaku sebaliknya. Rasio kemandirian dapat pula untuk menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Apabila semakin tingggi rasio kemandirian, maka semakin tinggi pula partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah sehingga akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi Pola Hubungan Kemandirian Keuangan Daerah Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (dalam Halim 2001 :168) mengemukakan hubungan tentang pemerintahan pusat dengan daerah dalam melaksanakan kebijakan otonomi daerah, yang paling utama yaitu mengenai hubungan pelaksanaan undang-undang tentang perimbangan keuangan atara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yaitu :
4 1. Pola Hubungan Instruktif, merupakan perenan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial). 2. Pola Hubungan Konsultatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang sudah mulai berkurang serta lebih banyak memberikan konsultasi, hal ini dikarenakan daerah dianggap sedikit lebih dapat untuk melaksanakan otonomi daerah. 3. Pola Hubungan Partisipatif, merupakan pola dimana peranan pemerintah pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan telah mendekati mampu dalam melaksanakan urusan otonomi. Peran pemberian konsultasi akan beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat. 4. Pola Hubungan Delegatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang sudah tidak ada lagi karena daerah telah mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah Pusat akan selalu siap dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada pemerintah daaerah.
5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemandirian Keuangan Daerah Dalam upaya untuk kemandirian daerah, tampaknya PAD (indikator kemandirian keuangan daerah) masih belum dapat diandalkan sebagai sumber pembiayaan desentralisasi karena beberapa alasan, yaitu: 1. Relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah, 2. Perannya tergolong kecil dalam total penerimaan daerah, 3. Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah, 4. Kemampuan perencanaan dan pengawasan yang masih rendah. Tangkilisan (2007:89-92) mengemukakan bahwa terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah, antara lain: 1. Potensi ekonomi daerah, indikator yang banyak digunakan sebagai tolak ukur potensi ekonomi daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 2. Kemampuan Dinas Pendapatan Daerah, artinya kemandirian keuangan daerah dapat ditingkatkan secara terencana melalui kemampuan atau kinerja institusi atau lembaga yang inovatif dan pemanfaatan lembaga Dispenda untuk meningkatkan penerimaan daerah. Merujuk pada teori yang dikemukan oleh Nogi, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah adalah potensi daerah.
6 2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi adalah kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak yang dinyatakan dalam persen (Arsyad 2005:7). Produk Domestik Bruto merupakan indikator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu Negara, untuk tingkat wilayah, provinsi maupun Kabupaten/Kota, digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan bagian dari PDB, sehingga dengan demikian perubahan yang terjadi di tingkat regional akan bepengaruh terhadap PDB atau sebaliknya. Penyajian angka - angka dalam PDRB dibedakan menjadi dua, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah dari barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada tahun berjalan setiap tahun. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan memamakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB menurut harga konstan banyak digunakan untuk menganalisis suatu perkembangan, karena data ini memberikan informasi yang lebih rill setelah dikoreksi atas pengaruh inflasi. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan formula berikut:
7 PPPPPPPP (nn+1) PPPPPPPPPP Laju Pertumbuhan Ekonomi = PPPPPPPPPP 100% Keterangan: PDRB = Produk Domestik Regional Bruto n = Tahun Ke- n Penelitian data pertumbuhan bersumber kepada data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (BPS) Dana Bagi Hasil Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1, dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas: 1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan 3) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: 1) kehutanan; 2) pertambangan umum; 3) perikanan; 4) pertambangan minyak bumi;
8 5) pertambangan gas bumi; dan 6) pertambangan panas bumi. Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena penerimaannya didasarkan atas potensi daerah penghasil sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari pendapatan asli daerah selain dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Oleh karena itu, jika pemerintah daerah menginginkan transfer bagi hasil yang tinggi maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan potensi pajak dan sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah dapat meningkat Dana Alokasi Umum Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1, Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar- Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa sebagian daerah di Indonesia masih memiliki tingkat ketergantungan keuangan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Dimana dana perimbangan dari pemerintah pusat masih mendominasi penerimaan daerah. Dana perimbangan ini diklasifikasikan menjadi
9 tiga bagian utama, yaitu ; 1) Dana Bagi Hasil, 2) Dana Alokasi Umum, dan 3) Dana Alokasi Khusus. Dana Bagi Hasil merupakan jenis dana perimbangan yang dapat dikendalikan daerah yang tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah daerah dalam arti dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya, sedangkan untuk Dana alokasi Umum dihitung dengan formula tertentu yang relatif kecil dapat dipengaruhi besarannya oleh pemerintah daerah sedangkan untuk Dana Alokasi Khusus pemerintah Daerah hingga tingkat tertentu masih mungkin dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya meskipun kebijakan sepenuhnya tergantung pusat ( Mahmudi, 2010: 27). Kuncoro (2004:30) mengemukakan dana alokasi umum (DAU) dapat diartikan sebagai berikut: a. komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal (Fiscal Gap), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal. b. Instrumen untuk mengatasi horizontal inbalances, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana penggunaanya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah, c. equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangann dengan adanya pendapatan asli daerah (PAD) dan dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam yang diperoleh daerah. Dana Alokasi Umum mempunyai bagian-bagian. Bagian-bagian tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut.
10 1. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi. 2. Dana Alokasi Umum untuk daerah Kabupaten/Kota. DAU ditetapkan minimal 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. 10% untuk DAU daerah provinsi, 90% untuk daerah kabupaten/kota Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu (Halim 2004 : 141). Menurut Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 menggariskan bahwa kebutuhan khusus yang dapat dibiayai dengan Dana Alokasi Khusus antara lain kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus Dana Alokasi Umum dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Khusus dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan
11 umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Dengan demikian, tidak semua daerah mendapatkan alokasi DAK. Adapun persyaratan untuk memperoleh Dana Alokasi Khusus adalah sebagai berikut: 1. Daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum, Pinjaman Daerah, dan Lain-lain Penerimaan yang Sah; 2. Daerah menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari kegiatan yang diajukan (dikecualikan untuk Dana Reboisasi); 3. Kegiatan tersebut memenuhi kriteria teknis sektor/kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri Teknis/Instansi terkait. 2.2 Peneliti Terdahulu Berikut ini adalah penelitian-penelitian terdahulu tentang Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (KKD). Penelitian tersebut yaitu Muliana (2009), Marizka (2013), Nur ainy (2013), Sirait (2013), Nurmince (2014), Wilujeng (2014), Suyadmoko (2016). Adapun hasil penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
12 Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu No Nama (Tahun) 1. Muliana (2009) 2. Marizka (2013) 3. Nur ainy (2013) 4. Sirait (2013) Variabel Penelitian Variabel Independen: Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Variabel Dependen Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Variabel Independen: Pendapatan Asli Daerah Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Variabel Dependen: Kemandirian Keuangan Daerah Variabel Independen: Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Asli Daerah Variabel Dependen: Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Variabel Independen: Pendapatan Asli Daerah Dana Bagi Hasil Variabel Intervening: PDRB perkapita Kemandirian Keuangan Hasil Penelitian 1. Secara parsial rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, sedangkan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan negatif terhadap Tingkat kemandirian keuangan daerah. 2. Secara simultan, bahwa Rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh secaara signifikan positif terhadap Tingkat kemandirian Keuangan daerah 1. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. 2. Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah 1. Secara parsial, Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. 2. Secara simultan, dua faktor yang terdiri dari Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. 1. Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah baik secara parsial dan simultan. 2. PDRB perkapita berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah.
13 5.. Wilujeng (2014) 6. Nurmince (2014) Daerah Variabel Independen: Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan Ekonomi Variabel Dependen: Kemandirian Keuangan Daerah. Variabel Independen: Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Khusus Variabel Dependen: Kemandirian Keuangan Daerah 3. PAD dan DBH berpengaruh signifikan secara simultan terhadap PDRB perkapita. Secara parsial PAD berpengaruh signifikan terhadap PDRB perkapita sedangkan variabel DBH tidak berpengaruh secara signifikan. 1. Variabel pertumbuhan penduduk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemandirian dan keuangan daerah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Variabel pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak mempunyai pengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah 2. Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah 4. Dana Bagi Hasil (DBH) secara parsial tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. 7. Pasaribu (2016) Variabel Independen: Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum Variabel Dependen: Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah 1. Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU berpengaruh secara simultan terhadap Tingkat Kemandirian keuangan Daerah 2. Pertumbuhan Ekonomi, dan DAU secara parsial tidak berpengaruh 3. PAD secara parsial berpengaruh signifikan negatif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Sumber: Berbagai Peneliti
14 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian ini menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, dana bagi hasil, dan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun Pertumbuhan ekonomi, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Pemerintah daerah yang efektif dalam mengelola pendapatan PAD, maka akan memperbesar atau meningkatkan PAD yang diperoleh sehingga Pemerintah pusat tidak perlu lagi mengalokasikan dana kepada pemerintah daerah sehingga daerah tersebut dikatakan mandiri. Oleh karena itu, pemerintah daerah yang memiliki pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD) kemungkinan mempunyai pertumbuhan ekonomi yang positif, sehingga secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai sebuah kemandirian suatu daerah maka pertumbuhan ekonomi diperlukan. Banyak daerah juga yang masih sangat bergantung kepada bantuan pusat melalui dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar Dana Perimbangan terhadap daerah tersebut semakin menurunkan tingkat kemandirian daerah tersebut. Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
15 Variabel Independen Variabel Dependen PERTUMBUHAN EKONOMI (X ) DANA BAGI HASIL (X ) DANA ALOKASI UMUM ( ) DANA ALOKASI KHUSUS TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Y) (X ) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual menjelaskan antara pengaruh variabel dependen dengan variabel independen yang dijelaskan dalam uraian sebagai berikut: 1. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Pendapatan daerah secara teoritis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah jumlah penduduk serta Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PRDB merupakan indikator ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi (pertumbuhan ekonomi). PRDB menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, apabila PRDB disuatu daerah mengalami peningkatan artinya pertumbuhan ekonomi daerah tersebut meningkat. Daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi akan banyak diminati oleh investor untuk berinvestasi, hal ini
16 merupakan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya dan sekaligus peluang bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan daerahnya tersebut. Dengan meningkatnya PDRB maka semakin tinggi kapasitas fiskal daerah yang sehingga tingkat kemandirian keuangan daerah meningkat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerah. 2. Dana bagi hasil berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka peresentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Penelitian terdahulu Sirait (2013) menyatakan bahwa Dana bagi hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, apabila Dana bagi hasil lebih besar dari pendapatan asli daerah yang dihasilkan daerah tersebut berarti tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut masih rendah. Oleh karena itu dapat disimpulkan semakin besar dana bagi hasil semakin rendah tingkat kemandirian keuangan daerah. 3. Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Dana Alokasi Umum merupakan dana transfer dari pemerintah pusat yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Penelitian sebelumnya, Muliana (2009) menunjukkan bahwa apabila Dana Alokasi Umum yang di terima suatu daerah lebih besar bandingkan dengan PAD yang di hasilkan daerah tersebut berarti tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut masih rendah dan daerah tersebut belum dapat di katakan
17 mandiri sebab dalam membiayai kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih bergantung kepada dana transfer dari pemerintah pusat, maka dapat disimpulkan semakin meningkat Dana Alokasi Umum maka semakin rendah tingkat kemandirian keuangan daerah. 4. Dana alokasi khusus berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Dana alokasi khusus dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Dari penelitian sebelumya disebutkan bahwa apabila Dana alokasi khusus yang diterima oleh suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan daerah tersebut maka hal tersebut berarti tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut masih belum dapat dikatakan mandiri sebab dalam membiayai kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih bergantung pada DAK dari pemerintah pusat. 2.4 Hipotesis Penelitian Kerangka konseptual merupakan pedoman dalam melakukan penelitian, dimana dengan berpedoman pada kerangka konseptual diharapkan penelitian ini sesuai dengan tujuan serta memberikan hasil yang tidak bias. Berdasarkan tujuan
18 penelitian, landasan teori, penelitian sebelumnya dan kerangka konseptual, maka dapat diperoleh hipotesisnya yaitu: H1 : Pertumbuhan ekonomi, dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus berpengaruh secara parsial terhadap tingkat kemandirian keuangan pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara H2 : Pertumbuhan ekonomi, dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus berpengaruh secara simultan terhadap tingkat kemandirian keuangan pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory.Istilah Stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Stanford
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Stakeholder Theory Grand theory dalam Penelitian ini menggunakanstakeholder Theory.Istilah Stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Stanford Research
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Kemandirian Keuangan, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Salah satu kriteria penting untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Otonomi Daerah Otonomi daerah ialah dimana pemberian wewenang yang sekaligus menjadi kewajiban bagi daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi telah menjadi suatu fenomena global, tak terkecuali di Indonesia. Tuntutan demokratisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan daerah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen anggaran daerah disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, karena itu peranan sektor pajak sangat besar, terutama untuk menunjang keberhasilan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia dengan ibu kotanya di Kota Bandung. Berdasarkan sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang telah merasakan dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah menyebabkan pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu penyerahan kewenangan yang diberikan dari pemerintah pusat yang mana dalam pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu bentuk harapan yang
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR ISI Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.4 Manfaat Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belanja modal adalah komponen belanja langsung dalam anggaran pemerintah yang menghasilkan output berupa aset tetap. Dalam pemanfaatan aset tetap yang dihasilkan tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemandirian keuangan daerah merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan bagaimana sebuah negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu mistar pengukur yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari sumber-sumber pendapatan di dalam wilayahnya sendiri. penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber pendapatan di dalam wilayahnya sendiri. Menurut
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional. Proses ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk menganalisis pengaruh keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul Peneliti
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN
44 BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN Adanya UU No. 32 dan No. 33 Tahun 2004 merupakan penyempurnaan dari pelaksanaan desentralisasi setelah sebelumnya berdasarkan UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999.
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Subbab ini mengemukakan berbagai teori teori yang berhubungan dengan penelitian. Teori yang dikemukakan berupa teori mengenai
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan APBD Pada dasarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak 1 Januari 2001 pemerintah Pusat dan Daerah diberi kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang pemerintahan daerah, juga Undang-Undang Nomor 33/2004
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism) Federalisme fiskal adalah studi yang membahas mengenai hubungan keuangan antar tingkatan pemerintah dimana pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya, penelitianpenelitian tersebut adalah : Darwanto dan Yustikasari (2014) yang meneliti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Umum Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan, DAU adalah salah satu dana perimbangan yang menjadi bagian dari sumber pendapatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Otonomi Daerah a. Pengertian Otonomi Daerah Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah"
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah Suparmoko (2002: 18) Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945, pemerintah daerah berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan (urusan) dari pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Keputusan dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), variabel-variabel yang diteliti serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999
Lebih terperinciTRANSFER DANA DESENTRALISASI LAMPAUI RP500 TRILIUN
TRANSFER DANA DESENTRALISASI LAMPAUI RP500 TRILIUN beritahukum.com Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) i 2013, dana transfer ii ke daerah dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami
Lebih terperinciDaerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,
APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak
Lebih terperinci