PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI. Oleh : Muchammad Rofiq A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI. Oleh : Muchammad Rofiq A"

Transkripsi

1 PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI Oleh : Muchammad Rofiq A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN MUCHAMMAD ROFIQ. Pengaruh Perlukaan Pada Batang Utama Ubi Kayu Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Umbi (Dibimbing oleh SUWARTO). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlukaan pada batang utama ubi kayu terhadap produksi umbi dari dua jenis bibit yang berbeda namun masih dalam satu varietas. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2009 sampai dengan Desember 2009 di desa Candi Mas, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 2 perlakuan yaitu perlakuan terhadap pengaruh bibit yaitu bibit varietas UJ-5 tanpa sambung (BNS) dan bibit varietas UJ-5 yang disambung dengan ubi karet (BS). Perlakuan tanpa perlukaan (P0) dan perlakuan dengan perlukaan (P1). Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 12 petak satuan percobaan. Jenis bibit memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan yang diukur dari diameter batang, jumlah cabang, dan pengamatan daun serta produksi umbi per tanaman. Jenis bibit sambung menunjukkan karakteristik pertumbuhan batang dengan ukuran yang lebih besar dengan laju pertambahan daun yang lebih rendah dibandingkan bibit non sambung. Tanaman yang mendapat perlukaan pada saat 2.5 BST, cenderung menghasilkan jumlah umbi yang lebih banyak dengan ukuran yang cenderung lebih kecil sehingga tidak terjadi peningkatan bobot umbi per tanaman. Pada pemanenan yang dilakukan pada usia 9 BST, bibit sambung menghasilkan bobot yang lebih berat (4.66 kg/tanaman) dibandingkan bibit tanpa sambungan (2.36 kg/tanaman). Kombinasi bibit tanpa sambungan dengan perlukaan menghasilkan jumlah umbi terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun bobotnya tidak berbeda.

3 PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Muchammad Rofiq A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

4 Judul : PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI Nama : Muchammad Rofiq NIM : A Menyetujui, Dosen Pembimbing (Dr. Ir. Suwarto MSi.) NIP : Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr) NIP: Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Mei Penulis merupakan anak ketiga dari Bapak Poedjono dan Ibu Nurafikah. Tahun 1999 penulis lulus dari SDN Kebon Baru 09 Pagi, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMPN 115 Jakarta, selanjutnya penulis lulus dari SMAN 26 Jakarta pada tahun Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI IPB. Tahun 2006 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura pada. Pada tahun 2007 penulis menjadi staf di Departemen Perekonomian Badan Eksekutif Mahasiswa Faperta Kabinet Garda Pertanian, kemudian pada tahun 2008 menjadi staf di Departemen Fund Raising Badan Eksekutif Mahasiswa Faperta Kabinet Matahari.

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Pengaruh Perlukaan Pada Batang Utama Ubi Kayu Terhadap Hasil Produksi Umbi ini diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Orang tua dan keluarga tercinta, terima kasih atas doa, motivasi, cinta, kasih sayang, dan pengorbanannya sampai penulis dapat menyelesaikan studi ini. 2. Dr. Ir. Suwarto, MSi. Sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu membimbing dan memberikan pengarahan sejak penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini. 3. Ir. Purwono, MS dan Ir. Heni Purnamawati, MSc.Agr selaku dosen penguji skripsi. 4. Dr. Ir. Rachmat Suhartanto MSi. sebagai dosen pembimbing akademik. 5. Bapak Jumadi dan Satmakura Plantation sebagai pemberi dana penelitian. 6. Keluarga Bapak Soemarsono tempat penulis menetap selama penelitian. 7. Para staf Permata Nusa Prima tempat penulis bekerja 8. The cumi ers, Ari Purwanti, Titistyas, Lina, Yusnita, Uli Khusna, Ria Derita, Edi, dan Whisnu atas persahabatan dan persaudaraan yang indah. 9. Teman-teman Pondok Ibadurrahman M.Rizky, Deva C, A.Rafiq, M.Irfan, Deddy, Noerdy, Hadi, A.Furqon atas kekeluargaannya. 10. Agronomi dan Hortikultura 42 atas kebersamaan serta pertemanan kita. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Bogor, Januari 2010 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Ubikayu (Manihot essculenta Cranz.) Varietas UJ Mukibat Perlukaan... 6 III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Rancangan Percobaan Pelaksanaan Penelitian... 8 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan Produksi Ubikayu Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 31

8 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Pertumbuhan Lingkar Batang Utama Ubi Kayu Pertumbuhan Lingkar Batang Primer Ubi Kayu Jumlah Daun per Tanaman Ubi Kayu Jumlah Akar per Tanaman Ubi Kayu Pengaruh Interaksi Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Jumlah Akar per Tanaman Ubi Kayu Pengaruh Interaksi Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Jumlah Umbi Pertanaman Bobot, Diameter dan Panjang Umbi per Tanaman Ubi Kayu... 29

9 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Proses Perlukaan pada Batang Bawah Ubi Kayu Incompatibilitas pada Bibit Sambung (BS) Laju Pertambahan Lingkar Batang Utama Laju Pertambahan Lingkar Batang Primer Percabangan Ganda (BS) dan Percabangan Tunggal (BNS) Grafik Pertumbuhan Daun per Tanaman... 24

10 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Denah Petak Lahan Deskripsi Varietas UJ Jadwal Kegiatan Penelitian Data Iklim Kecamatan Natar Tahun Hasil Analisis Contoh Tanah Sebelum Perlakuan Kriteria Kimia Tanah Karakteristik Tanah Menurut Kebutuhan Nutrisi Ubi kayu Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi kayu Skema Pembentukan Umbi pada Perlakuan Perlukaan Dokumentasi Penelitian... 45

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Ubi kayu merupakan tanaman pangan dan perdagangan. Sebagai tanaman pangan, ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia, baik dalam bentuk umbi langsung maupun bentuk olahan lainnya. Di Indonesia saja, ubi kayu merupakan makanan pokok bagi sebagian penduduk Indonesia, menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung dengan total produksi mencapai 20 juta ton dari luasan panen 1,3 juta ha (BPS, 2008). Pertambahan penduduk setiap tahun menimbulkan peningkatan permintaan akan kebutuhan pokok, diantaranya kebutuhan akan pangan dan bahan bakar. Akan tetapi, adanya keterbatasan jumlah produksi menyebabkan munculnya isu kerawanan pada kedua sektor tersebut. Hal ini senada dengan pernyataan Thomas Robert Malthus (1798) bahwa dunia akan menghadapi ancaman karena ketidakmampuan penyediaan pangan yang memadai bagi penduduknya. Keadaan ini kian diperparah dengan ketersediaan cadangan minyak dunia yang diperkirakan mulai menyusut pada tahun 2010 dan habis pada tahun 2050 (Dagget, 2006). Kedua hal tersebut mendorong upaya-upaya peningkatan produksi bahan pangan baik dari segi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, maupun penggunaan produk-produk lainnya yang dirasa mampu menjadi alternatif dari permasalah tersebut. Penggunaan ubi kayu dirasa mampu menjadi alternatif yang sangat potensial untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Selain potensi produktivitasnya yang tinggi serta kemampuan bertahan hidupnya yang luas, umbinya juga mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, dan lemak (Purseglove, 1968). Sedangkan daunnya dapat diproses menjadi bahan makanan yang tinggi akan serat serta mengandung vitamin A, B1, dan C, kalsium, kalori, fosfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi (Odigboh dalam Chan (1983) dan Wijayakusuma, 2007). Sebagai alternatif bahan bakar, kandungan pati yang terdapat pada ubi kayu dapat diproses menjadi ethanol. Selain itu adanya metode sambung mukibat dirasa dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi tanaman ditengah masalah terbatasnya luasan

12 lahan. Pada prinsipnya, mukibat merupakan penggabungan antara 2 jenis tanaman ubi kayu antara ubi kayu karet yang memiliki jumlah dan luasan permukaan daun yang lebih luas dengan ubi kayu pangan yang memiliki umbi yang dapat dikonsumsi. Hasil penelitian Ahit et al., (1981) menunjukan bahwa penggunaan teknologi mukibat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil yang lebih tinggi yaitu tanaman memiliki stuktur tanaman lebih tinggi, diameter akar yang tebal dengan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman ubi kayu biasa. De Bruijn dan Guritno (1990) menyatakan bahwa peningkatan produksi ubi kayu sistem mukibat meningkat 30% dan bahkan dapat mencapai lebih dari 100 % tergantung pada kondisi wilayah penanaman. Teknik tersebut didukung pula dengan ditemukannya varietas-varietas baru ubi kayu unggul yang memiliki hasil produksi dan kadar pati tinggi serta tahan hama penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Sidabutar (1992) terhadap perlukaan pada akar batang karet secara membujur membuktikan adanya pengaruh peningkatan jumlah akar pada tanaman yang mengalami perlukaan, serta pendapat Yoon dan Leong (1985) bahwa akar lateral dapat tumbuh dari batang bawah yang ditanam menjadi alasan penelitian perlukaan terhadap batang bawah ini dilakukan. Tujuan Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perlukaan batang bawah umbi pada dua jenis bibit terhadap pembentukan akar, pertumbuhan dan produksi umbi per tanaman. Hipotesis 1. Terdapat pengaruh jenis bibit terhadap pertumbuhan dan produksi ubi kayu. 2. Terdapat pengaruh pengeratan/perlukaan terhadap pertumbuhan dan produksi ubi kayu. 3. Terdapat pengaruh interaksi antara jenis bibit dan perlukaan terhadap pertumbuhan dan produksi umbi.

13 TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot essculenta(cranz)) Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kedalam kelas Dicotyledoneae dengan Famili Eupherbiaceae yang mempunyai 7200 spesies, beberapa diantaranya yang mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropa curcas), umbi-umbian (Manihot spp), dan tanaman hias (Euphorbia spp). Untuk Genus Manihot, semuanya berasal dari Amerika Selatan, tepatnya Brazil (Cock, 1980). Ubi kayu atau singkong adalah tanaman perdu tahunan yang ditanam, terutama untuk akar yang berpati, diantara 30 0 C garis Lintang Utara dan Selatan, yakni daerah yang memiliki suhu rata-rata lebih dari 18 0 C dengan curah hujan diatas 500 mm/tahun. Di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan umbi dengan baik, akan tetapi tidak dapat berbunga. Sementara pada di ketinggian 800 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan bunga dan biji. Periode antara penanaman sampai pemanenan adalah pendek (9 bulan sampai 1 tahun) di daerah panas dan lebih lama (sampai 2 tahun) di daerah yang lebih dingin atau lebih kering (Cock, 1980). Pada umumnya tanaman ini memiliki ciri daun menjari yang tumbuh satu tangkai pada tiap satuan buku yang mulai tumbuh dan membesar pada usia 5-8 HST. Pertumbuhan tunas akan lebih cepat pada tanah dengan suhu C, dan berhenti tumbuh pada suhu 37 C serta melambat pada suhu 17 0 C (Keating dan Evenson, 1979). Batang tanaman ubi kayu memiliki karakter berkayu dengan percabangan membentuk garpu, serta akar yang mengalami pembesaran dan penimbunan pati yang biasa disebut dengan umbi. Penyimpanan pada akar telah terjadi ketika tanaman mengalami kelebihan produk fotosintat yang digunakan untuk pertumbuhan batang dan daun (Cock et al., 1979; Tan dan Cock,1979), atau pada umumnya sejak HST di berbagai kultivar (Cock, 1984), akan tetapi baru dapat terlihat secara langsung ketika tanaman berusia 2-4 BST. Tanaman ubi kayu umumnya menghasilkan sekitar 5-10 umbi dengan panjang umbi antara cm, berdiameter 3-15 cm serta bobot berkisar beberapa ratus gram sampai 15 kg, tergantung pada varietas dan kultivarnya, serta

14 kondisi dan waktu penanaman (Onwueme, 1978; Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Umbi ubi kayu yang matang terdiri atas tiga lapisan yang jelas yaitu; peridermis luar, korteks, dan daging bagian tengah (Odigboh dalam Chan 1983). Kondisi lahan yang cocok untuk tanaman ubi kayu adalah berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat ataupun porous, memiliki ph tanah dengan intensitas panjang hari rata-rata jam serta suhu optimum o C, namun masih dapat bertoleransi antara o C (Conceição, 1979; Cock, 1984). Varietas UJ-5 Varietas UJ-5 merupakan salah satu VUB yang dirilis oleh Balitkabi tahun Varietas ini merupakan hasil introduksi dari Thailand dengan ciri-ciri bentuk daun menjari yang menggelembung pada 1/3 bagian awal dan meruncing pada bagian ujung daun, dengan warna pucuk daun muda berwarna coklat dan petiole berwarna hijau muda kekuningan. Pada bagian batang, kulit luar batang berwarna hijau perak dengan warna batang dalam kuning. Umbi varietas ini berwarna putih pada bagian dalam dan agak kekuningan pada bagian kulit umbi dengan tangkai umbi yang pendek serta rasa umbi yang agak pahit. Varietas ini memiliki tinggi rata-rata tanaman diatas 2,5 m dengan tipe tajuk diatas 1 m. Keunggulan varietas ini antara lain tingkat produktivitas yang tinggi (25-38 ton/ha), kadar pati tinggi (19-30%), berumur genjah (9-10 bulan), serta tahan penyakit CBB (cassava bacterial blight) (BPPT, 2008). Mukibat Ubi kayu mukibat merupakan tanaman hasil sambung atau grafting antara ubi kayu karet sebagai batang atas dan ubi kayu biasa sebagai batang bawah. Pemilihan ubi karet sebagai batang atas dengan dasar bahwa ubi kayu karet memiliki kapasitas source yang lebih besar, daun besar, dan warna hijau tua, sehingga tanaman sambungan mempunyai luas daun lebih luas dan laju fotosintesis lebih besar. Menurut Glodsworthy dan Fisher (1992) ubi kayu secara bersama-sama mengembangkan luas daun dan akar yang secara ekonomi berguna sehingga persediaan fotosintat/asimilat yang ada dibagi antara pertumbuhan daun dan akar. Hal ini berarti ada indeks luas daun optimum untuk pertumbuhan akar.

15 Rekayasa meningkatkan keseimbangan antara sink dan source dengan menggunakan teknik mukibat diharapkan dapat meningkatkan hasil tanaman. Karakteristik daun ubi kayu karet dengan daun besar dan hijau diharapkan dapat memanfaatkan radiasi sinar matahari secara efisien. Menurut Gardner et al., (1991) spesies tanaman budidaya yang efisien cenderung menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan dalam bentuk penambahan luas daun, yang berakibat pemanfaatan radiasi matahari yang efisien. Cock (1992) menyatakan bahwa beberapa sifat tipe tanaman yang akan memberikan hasil lebih tinggi yaitu luas daun terbesar per luasan areal tanah harus tidak kurang dari 500 cm 2, cabang pertama harus terbentuk enam bulan pertama setelah penanaman, dan umur daun individual harus lebih dari seratus hari, sehingga tanaman akan memberikan keseimbangan optimum antara luas daun (source) dan pertumbuhan akar (sink). Dengan demikian untuk meningkatkan hasil tanaman dilakukan dengan meningkatkan laju pertumbuhan tanaman per satuan luas daun. Penggunaan ubi kayu karet sebagai batang atas dengan morfologi daun yang lebih luas dan hijau berarti mempunyai kemampuan untuk mempertahankan fotosintesisnya sampai laju maksimum untuk jangka waktu yang panjang. Pada tanaman ubi kayu penyimpanan dalam akar terjadi apabila daun secara fotosintesis aktif, bukan pada saat laju fotosintesisnya menurun karena umur tanaman. Laju pertumbuhan yang meningkat akan meningkatkan hasil umbi sampai dua kali lipat peningkatan laju pertumbuhan tanaman (Cock et al, 1979). Menurut Alves (2002) pada tanaman ubi kayu terdapat korelasi yang positif antara luas daun dan panjang usia daun terhadap hasil umbi, hal ini mengindikasikan bahwa luas daun merupakan hal penting yang menentukan laju pertumbuhan tanaman dan laju akumulasi fotosintat pada bagian penyimpanan pada tanaman singkong. Perlukaan Akar merupakan organ utama penyimpanan kelebihan hasil fotosintat pada ubi kayu. Sejak 28 hari setelah penanaman sejumlah besar butir pati dapat ditemukan dalam parenkim xilem akar serabut, namun secara anatomi pada tahapan ini tidak mungkin untuk membedakan antara akar yang akhirnya akan tumbuh membesar menjadi umbi dan yang akan tetap sebagai akar serabut

16 (Keating, 1981). Sejak kira-kira 6 minggu setelah penanaman beberapa akar serabut mulai tumbuh membesar secara cepat, membentuk sejumlah besar parenkim xilem yang dipadati dengan bulir-bulir pati. Jumlah akar yang akan tumbuh membesar ditentukan pada awal pertumbuhannya dengan sedikit perubahan dalam jumlah akar yang menggembung antara 2 sampai 3 BST pada kebanyakan varietas. Dalam penelitiannya, Sidabutar (1992) mengatakan bahwa ada kecenderungan akar pada tanaman yang dilukai secara membujur pada bagian bawah batang tanaman karet lebih banyak dibandingkan tanaman yang tidak dilukai. Selain itu, pada proses pencangkokan dimana laju assimilat tertahan akibat terputusnya jaringan floem pada tanaman menyebabkan terjadinya penumpukan hasil fotosintat pada ujung perlukaan yang menyebabkan terjadinya pembentukan kalus. Pada kalus-kalus tersebut, terjadi pembentukan jaringanjaringan meristem baru yang pada beberapa jaringan akan tumbuh terdiferensiasi membentuk jaringan akar lateral. Pada penelitian, perlukaan dilakukan pada 2.5 BST dengan tujuan agar umbi yang terbentuk setelah perlukaan dapat dibedakan dengan umbi sebelum perlukaan. Selain itu perlukaan tidak dilakukan hingga memutuskan aliran assimilat dari daun ke akar secara total, dikarenakan pada penelitian ini perlukaan dilakukan pada batang utama, sehingga pemutusan total jaringan floem secara berlebihan dikhawatirkan akan membuat akar yang telah ada mati akibat tidak adanya aliran assimilat dari daun. Pada penelitian ini, perlukaan yang dilakukan tidak selebar pada proses pencangkokkan, namun dirasa cukup untuk memberikan respon tanaman agar membentuk kalus pada proses penutupan luka yang diharapkan mampu membentuk jaringan akar baru.

17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di desa Sukabandung, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dengan ketinggian 50 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret 2009 sampai dengan Desember Bahan dan Alat Bahan yang digunakan ialah bibit tanaman ubi kayu varietas UJ-5 tanpa sambung dan varietas UJ-5 yang telah disambung dengan tanaman ubi kayu karet dengan diameter 2,5-3 cm dan panjang 5-20 cm. Kedua bibit tersebut ditanam pada jarak tanam 125 cm x 80 cm dengan pembuatan lubang tanam 40 cm x 40 cm dan kedalaman cm. Percobaan dilakukan pada lahan seluas 1700 m 2. Untuk pemupukan, digunakan pupuk kandang, Urea, KCL, dan SP-18 masingmasing 1 kg/tanaman, 250 kg/ha, 250 kg/ha, dan 300 kg/ha atau 25 g Urea, 25 g KCL dam 30 g SP-18 per lubang tanaman. Alat-alat lain yang digunakan selama penelitian antara lain tali rafia, cangkul, koret, pisau dan mistar. Rancangan Percobaan Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis bibit yang terdiri atas bibit varietas UJ-5 tanpa sambung (BNS) dan bibit UJ-5 yang disambung dengan ubi kayu karet/mukibat (BS). Faktor kedua adalah perlukaan yang terdiri atas tanpa perlukaan (P0) dan dengan perlukaan (P1). Kombinasi perlakuan ada 4, yaitu : BNS-P0 : Ubi kayu tanpa sambung dan tanpa perlukaan BNS-P1 : Ubi kayu tanpa sambung dengan perlukaan BS-P0 BS-P1 : Ubi kayu mukibat tanpa perlakuan : Ubi kayu mukibat dengan perlukaan Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 12 petak satuan percobaan. Tata letak (lay out) percobaan tertera pada Lampiran 1. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan digunakan metode analisis ragam

18 8 (uji F) pada taraf 5%, dan apabila menunjukkan perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Model liner analisis ragam RKLT : Y ijk = µ + α i + β j + γk + (αβ) ijk + ε ijk ( i= 1,2,3,4,5 dan j=1,2,3,4) Ket : Y ijk = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i, ulangan ke j dan kelompok ke-k µ = nilai tengah populasi α i = pengaruh jenis bibit ke-i β j = pengaruh perlukaan ke-j γk = pengaruh kelompok ke-k (αβ) ijk = pengaruh interaksi antara jenis bibit dan perlukaan ε ijk = galat percobaan dari perlakuan klon ke-i dengan jumlah perlukaanke-j, pada kelompok ke-k. Persiapan lahan Pelaksanaan Percobaan Sebelum ditanam lahan terlebih dahulu diolah dengan menggunakan bajak sapi, cangkul, garpu dan peralatan budidaya lainnya. Lahan yang digunakan merupakan lahan tadah hujan yang pada musim tanam sebelumnya ditanam jagung. Kondisi tanah sebelum pengolahan tampak kering dengan ditumbuhi berbagai macam rerumputan dan gulma. Pembajakan dilakukan 2 kali dengan jarak 1 minggu setelah pembajakan pertama, setelah itu dibentuk lubang dengan rata-rata kedalaman cm serta jarak antar lubang tanam 125 cm x 80 cm. Lahan seluas m 2 dibagi menjadi 12 petak percobaan dimana pada setiap satu petak percobaannya terdapat 126 lubang tanam. Persiapan Bibit Pada penelitian digunakan dua bibit yang berbeda, pada BNS (Bibit Non Sambung) bibit yang digunakan merupakan stek batang varietas UJ-5 yang berasal dari tanaman sebelumnya, dipotong sepanjang cm dengan rata-rata diameter batang 2-3 cm. Sementara pada BS (Bibit Sambung) bibit yang digunakan merupakan bibit UJ-5 yang disambung dengan pucuk muda tanaman ubi kayu karet dengan panjang rata-rata batang utama cm dan diameter 5-8 cm. Deskripsi varietas UJ-5 tertera pada Lampiran 2.

19 9 Jika dahulu penyambungan hanya dilakukan antara batang, kini teknik penyambungan dapat menggunakan pucuk muda ubi kayu karet. Cara ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : 1. Pemilihan calon batang bawah dengan cara menseleksi batang yang memiliki hasil panen yang baik pada tahun sebelumnya, jumlah mata tunas yang banyak, diameter antara 6-8 cm, dan batang tidak mengalami cacat akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, maupun cacat akibat pemanenan 2. Pemilihan calon batang atas dengan cara seleksi tanaman ubi kayu karet yang memiliki bentuk dan jumlah daun yang baik, serta tidak terkena hama maupun penyakit. Penyambungan dilakukan dengan pucuk daun muda, oleh karena itu perlu dilakukan pemangkasan percabangan tersier atau cabang paling akhir pada 2 minggu sebelum penyambungan dilakukan untuk merangsang pucuk muda tumbuh. 3. Persiapan media tanah untuk penyemaian/masa pemulihan sambungan. Hal yang perlu diperhatikan diantaranya, daerah penyemaian dipilih tidak jauh dari tempat penyambungan, tempat haruslah bebas dari penyakit terbawa tanah dan bebas gulma, untuk ini dilakukan dengan cara penjemuran dan pembalikan tanah penyemaian 1-2 bulan sebelum penyemaian dilakukan. Pemberian pupuk kandang juga dapat dilakukan ketika proses persiapan lahan. Tekstur tanah yang terlalu liat dan padat, harus dihindarkan agar tidak terjadi kerusakan akar pada proses pemanenan bibit. Naungan pada tempat penyemaian juga penting diperhatikan guna menghindari penguapan yang berlebihan pada tanaman. 4. Pemotongan batang bawah dapat dilakukan dengan menggunakan gergaji. Panjang batang bawah antara cm. Pemilihan calon batang bawah dapat dimulai dari pangkal batang bawah (10 cm dari permukaan tanah) atau dimulai dari 4 mata tunas pertama sampai batang terakhir yang telah mengalami proses perubahan warna kulit batang. Proses pemotongan batang sampai dengan penyambungan sebaiknya dilakukan kurang dari 1 minggu, hal ini dilakukan supaya batang bawah tidak mengalami kerusakan akibat penguapan dan kontaminasi bakteri.

20 10 5. Setelah 2 minggu pemangkasan, pada ubi kayu karet akan tumbuh pucukpucuk muda yang siap untuk dijadikan bahan sambungan atas. Pengambilan pucuk dilakukan dengan pemotongan dengan menggunakan pisau yang tajam. Pengambilan bahan sambungan sebaiknya dilakukan pagi hari pada hari yang sama ketika akan dilakukan penyambungan. 6. Penyambungan dilakukan dengan cara membuat luka sayatan secara diagonal dan tidak terlalu dalam dari atas mata tunas sampai bawah. Lalu sisipkan bagian batang atas tanaman ubi kayu karet yang telah dipotong diagonal sesuai ukuran sayatan batang bawah atau lebih kecil dari sayatan batang bawah. Setelah itu, sayatan dibalut dengan menggunakan plastik sampai luka sayatan terlindung dari air dan udara luar. Tanaman dapat di tanam pada media persemaian dengan jarak 10 cm x 10 cm 7. Keberhasilan penyambungan pada tanaman dapat diketahui setelah tanaman berusia 1 2 minggu dengan cara melihat kondisi pucuk daun entres atas. Penyambungan dikategorikan berhasil apabila batang dan daun pada entres atas berwarna hijau, terlihat segar dan mengembang, tidak terdapat jamur atau penyakit pada pertautan, serta tidak terbentuk tunas lain yang tumbuh. Setelah 1 bulan di persemaian, bibit telah siap dipindahkan ke lahan untuk proses penanaman selanjutnya. 8. Pada usia 3 4 minggu setelah penanaman di lapang, plastik pembalut sambungan dapat dibuka. Pembukaan plastik pembalut dapat dilakukan dengan tangan maupun dengan alat potong seperti kater. Pembukaan plastik yang terlalu cepat akan menyebabkan stress suhu pada pertautan yang dapat menyebabkan sambungan gagal (incompatibilitas). Sementara pembukaan pembalut yang terlalu lama, dapat menyebabkan pertumbuhan batang pada pertautan menjadi terhambat. Penanaman dan Pemupukan Stek ubi kayu yang telah di potong rata pada bagian bawah pangkal kemudian masing-masing ditanam pada lubang tanam secara vertikal dengan kedalaman 15 cm pada lubang tanam berukuran 30 cm x 30 cm dengan kedalaman 20 cm. Lubang tanam sebelumnya telah diberi pupuk dasar 1 kg pupuk kandang, 2/3 bagian urea, 2/3 SP-18. Dan sisanya diberikan ketika tanaman

21 11 berusia 2.5 BST. Jarak pusat lubang dengan lubang lain adalah 125 cm pada sisi kiri kanan dan 80 cm atas bawah. Pada bibit mukibat, bibit yang digunakan adalah bibit sambung pada semaian yang telah berusia kurang lebih 1 bulan setelah dilakukan penyambungan. Perlakuan Perlakuan perlukaan tanaman dilakukan dengan cara mengerat bagian bawah tanaman atau sekitar 2-5 cm dari tempat tumbuh akar. Perlukaan dilakukan ketika tanaman berusia 2.5 BST dilakukan dengan penyayatan mengeliling dengan menggunakan pisau atau kater. Gambar 1. Proses Perlukaan pada Batang Bawah Ubi Kayu Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyulaman, penyiangan, serta pengendalian hama penyakit. Penyulaman dilakukan setelah tanaman ubi kayu berusia 1-2 minggu. Penyiangan dilakukan secara intensif sampai tanaman berusia 2.5 BST atau sampai perlakuan perlukaan dilakukan. Penyiangan dilakukan secara manual dengan cara mencabut atau memangkas tanaman yang mati serta gulma-gulma yang terdapat disekitar lahan. Pengendalian hama tidak dilakukan, karena selama proses penelitian, tanaman tidak terserang hama sampai melewati batas ekonomis tanaman. Panen ubi kayu dilakukan dengan cara mencabut tanaman tanpa memotong batang atas tanaman.

22 12 Pengamatan Pengamatan dilakukan pada 18 tanaman destruktif dan 10 tanaman contoh lainnya yang dipilih secara acak dari setiap petak ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap : 1. Pengamatan selama pertumbuhan Pengamatan pertumbuhan ubikayu meliputi pengukuran : Lingkar batang utama Lingkar batang utama ubi kayu diukur pada ketinggian 2 5 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 2 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST. Lingkar batang primer Lingkar batang primer (cabang primer) diukur pada jarak 2 3 cm dari pangkal percabangan primer pada bibit NS (Non Sambung) dan 2 3 cm setelah pertautan pada bibit S (Sambung). Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 2 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST. Jumlah daun per tanaman Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang telah terbuka secara sempurna. Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 2 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST. Jumlah akar per tanaman Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung rata-rata jumlah akar yang terlihat pada tanaman (tidak termasuk akar serabut dan akar halus lainnya) dari tiga tanaman per petak percobaan yang diambil secara acak. Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 4 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST. Jumlah umbi per tanaman Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung rata-rata jumlah umbi dari tiga tanaman per petak percobaan yang diambil secara acak. Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 4 BST dan dilanjutkan tiap bulan hingga panen (9 BST).

23 13 2. Pengamatan saat produksi ubi kayu pada saat panen a. Bobot umbi per tanaman Penghitungan dilakukan dengan cara menimbang bobot umbi basah per tanaman dengan timbangan. b. Jumlah umbi per tanaman Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung jumlah umbi yang terbentuk per tanaman. c. Bobot brangkasan Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung bobot batang dan daun per tanaman dengan menggunakan timbangan. d. Diameter dan panjang umbi Penghitungan dilakukan dengan cara mengukur rata-rata panjang dan diameter terbesar (pangkal) umbi per tanaman dengan menggunakan penggaris. Jadwal pelaksanaan percobaan dan waktu pengamatan tertera pada Lampiran 3.

24 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2009 sampai dengan Desember 2009 di Desa Candi Mas, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dengan ketinggian 50 m dpl, suhu rata-rata o C, dengan curah hujan rata-rata 98 mm/bulan, dan kelembaban udara rata-rata 81,27% (Lampiran 4). Suhu o C merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan ubi kayu (Conceição, 1979; El-Sharkawy, et al; 1992). Selain itu, walaupun tanaman ubi kayu tumbuh optimum pada daerah dengan curah hujan berkisar mm/thn dan terdistribusi dengan merata (Onwueme, 1978), tanaman ubi kayu juga dapat hidup dengan curah hujan kurang dari 800 mm/ tahun serta di daerah yang memiliki 5-6 bulan kering (Cock, 1979). Hasil analisis tanah sebelum perlakuan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa lahan percobaan tersebut memiliki tekstur tanah liat berdebu dengan kandungan pasir 68%, debu 14%, dan liat 18%, serta ph tanah sangat masam (ph = 4.0). Padahal, untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimum, ubi kayu memerlukan kondisi tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat ataupun porous, memiliki ph tanah dengan intensitas panjang hari rata-rata jam (Conceição, 1979; Cock, 1984). Berdasarkan kesuburan lahan (Lampiran 6) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah Bogor, lahan percobaan yang digunakan memiliki bahan organik sangat rendah (0.48 %), kandungan N-total rendah (0.04 %), kandungan P tanah sedang (23.9 ppm), serta kandungan K tanah yang rendah (0.08 me/100g). Kondisi tanah yang miskin akan bahan organik dan unsur-unsur hara lainnya mengharuskan lahan perlu diberikan pupuk yang cukup agar kebutuhan tanaman selama pertumbuhan tercukupi. Kondisi tanah yang cukup bagi ubi kayu adalah yang mengandung nutrisi seperti pada Lampiran 7. Pada awal pertumbuhan ubi kayu dinilai dikategorikan amat baik, hal ini ditunjukkan besarnya bibit yang disulam pada awal pertanaman sebesar 10% pada bibit ubi kayu tanpa sambung, dimana bibit yang ditanam terlambat

25 membentuk tunas. Menurut Cayon, et al (1997), cepat atau lambatnya tanaman mengeluarkan tunas tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya pemupukan pada lahan atau kadar hara pada tanah di lapang, namun lebih dipengaruhi oleh kadar nutrisi pada batang stek tanaman yang ditentukan oleh bahan indukan. Pada ubi kayu karet mengalami penyulaman yang lebih besar dari pada tanaman ubi kayu tanpa sambung, yaitu sebesar 27%. Akan tetapi menurut Basuki (1965), keberhasilan sambungan sebesar 70-75% tersebut masih dikategorikan baik. Ada beberapa hal yang diduga menyebabkan penyulaman pada ubi kayu karet begitu besar, pertama kondisi lingkungan yang agak kering dan berangin, kedua kondisi sambungan bibit yang kurang matang. Kedua hal tersebut menyebabkan stress pada bibit, sehingga bibit membentuk tunas asli yang berakibat terjadinya incompatibilitas terhadap sambungan (Dijkman, 1951). Percabangan generatif juga terjadi pada tanaman BS ketika tanaman telah berusia 2-3 BST. Alves (2002) mengatakan, pembungaan pada ubi kayu memiliki hubungan dengan percabangan pada beberapa kultivar. Sementara menurut Cunha dan Conceição (1975) dan Bruijn (1977) pembentukan percabangan generatif dipengaruhi oleh adanya peningkatan panjang hari atau ketika panjang hari >13.5 jam Keating (1988). Pada awal pertumbuhan (1-2 MST) stek ubi kayu tanpa sambung mulai membentuk tunas-tunas daun pada tiap mata tunas, 2 hingga 3 tunas per stek tanaman. Sementara awal pertumbuhan pada bibit ubi kayu sambung diperlihatkan dengan kondisi pucuk daun pada sambungan yang layu dan mulai terbentuk tunas-tunas pada batang bawah tanaman. Pada tahap ini tunas yang terbentuk dieliminasi agar tidak mengganggu proses pertautan pada sambungan. Daun yang mengalami pelayuan pada bibit sambung ada yang kembali segar setelah 1-2 MST dan sebagian ada yang rontok, namun kemudian kembali membentuk tunas baru pada ujung daun yang rontok. Gulma yang terdapat pada lahan percobaan antara lain rumput-rumputan serta beberapa jenis mimosa. Penyiangan gulma dilakukan secara berkala setiap bulannya hingga tanaman berumur 4 BST. Selain itu, setelah perlakuan perlukaan (2.5 BST) dilakukan pengguludan tanah.

26 Hama yang menyerang tanaman antara lain hama belalang yang menyerang daun tanaman sepanjang penelitian, namun populasi belalang tidak menyebabkan kerusakan yang besar, sehingga penanganan hama tidak dilakukan. Juga terdapat Oligonychus spp yang menyerang daun dengan ciri-ciri serangan terdapat spot kuning kecil pada permukaan daun dan jaring seperti laba-laba pada bagian bawah permukaan daun, serangan terjadi sejak tanaman berusia 2 BST namun tidak terlalu mengganggu karena hama hanya terlihat pada beberapa tanaman saja dan kerusakan yang disebabkan kecil. Rayap yang menyerang batang dan umbi tanaman menyebabkan batang utama menjadi lapuk dan memakan umbi dari dalam, penanganan dilakukan dengan membongkar tanaman yang terinfeksi rayap kemudian dilakukan pembakaran pada umbi dan batang yang menjadi sarang. Kutu putih (Aleurodicus destructor) menyerang tanaman pada akhir 6 BST hingga pertengahan 7 BST, diduga serangan hama diakibatkan dari kondisi iklim yang kering pada bulanbulan tersebut.. Kutu putih (Aleurodicus destructor) menyerang daun pada bagian bawah permukaan, tanaman terlihat seperti tertutup tepung halus, menyebabkan daun berubah menjadi coklat kehitaman kemudian layu dan rontok. Pada beberapa tanaman yang terserang cukup parah menyebabkan tanaman kehilangan hampir semua daun. Penanganan hama tidak jadi dilakukan, karena hama berkurang seiring dengan pertambahan frekuensi curah hujan pada lahan. Perlakuan jenis bibit memberikan pengaruh yang nyata pada hampir semua aspek pertumbuhan, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar dan bobot umbi pada usia 6 BST, 7 BST dan 8 BST. Sedangkan perlakuan perlukaan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar dan jumlah umbi yang terbentuk pertanaman, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot umbi pertanaman. Interaksi hanya terjadi pada parameter jumlah umbi pertanaman dan jumlah akar pada 6 BST dan 7 BST Pertumbuhan dan Produksi Ubi Kayu (Manihot essculenta Cranz) Perlakuan perlukaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan ubi kayu yang diukur melalui peubah lingkar batang,

27 jumlah cabang, dan jumlah daun. Perlakuan jenis bibit lebih menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Produksi umbi yang diukur berdasarkan bobot per tanaman dipengaruhi oleh jenis bibit, sementara perlukaan hanya memberikan pengaruh terhadap karakteristik umbi yang diukur dengan peubah diameter dan panjang umbi. Rekapitulasi pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan produksi ubi kayu tertera pada Lampiran Batang Batang ubi kayu tersusun atas buku-buku. Tiap satuan buku terdiri atas satu buku yang membawa sebuah daun dan satu ruas. (Cock et al., 1979; Tan dan Cock, 1979). Selain umbi, batang merupakan bagian yang terpenting pada tanaman ubi kayu, karena sebagai organ translokasi berbagai zat dari akar ke daun dan sebaliknya. Pada ubi kayu, batang merupakan organ reproduksi vegetatif tanaman, dimana setiap ruas tanaman yang mengandung satu buku dapat tumbuh menjadi tanaman baru yang sama dengan induknya. Seperti yang dijelaskan oleh Tan dan Cock (1979), pada usia 2 bulan pertama, tanaman ubi kayu akan lebih mengutamakan perkembangan batang, daun dan perakaran yang baik. Begitu pula yang terjadi selama masa pengamatan, pertumbuhan batang ubi kayu tumbuh dengan pesat pada awal-awal masa pertumbuhan (2-3 BST), baik pertumbuhan lingkar batang maupun tinggi tanaman. Pertambahan lingkar batang akan mulai berkurang seiring dengan pertambahan umur tanaman. Pada batang utama, yaitu batang yang menjadi tempat tumbuhnya umbi, perlakuan perlukaan terhadap batang ubi kayu memberikan respon yang tidak berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman. Perlakuan yang nyata terjadi pada pengaruh perlakuan jenis bibit. Pada Tabel 1 terlihat bahwa ubi kayu sambung (BS) secara konsisten mempunyai lingkar batang lebih besar dari ubi kayu tanpa sambung (BNS). Sampai dengan umur 9 BST ubi kayu sambung mempunyai lingkar batang 8.46 cm dan ubi kayu tanpa sambung 7.69 cm.

28 Tabel 1. Pertumbuhan Lingkar Batang Utama Ubi Kayu Perlakuan 4 BST 5 BST 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST Jenis Bibit...cm... BNS 7.24b 7.32b 7.41b 7.49b 7.57b 7.69b BS 8.37a 8.45a 8.51a 8.57a 8.65a 8.69a Jenis Perlukaan...cm... P0 7.61a 7.67a 7.74a 7.79a 7.85a 7.93a P1 7.99a 8.10a 8.17a 8.27a 8.38a 8.46a Interaksi tn tn tn tn tn tn Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% Penggunaan diameter batang bawah yang lebih besar pada proses pembuatan bibit sambung merupakan salah satu penyebab lingkar batang ubi kayu sambung yang terukur pada pengamatan lebih besar. Hal ini dikarenakan pada pembuatan bibit sambung, salah satu faktor yang terpenting guna menunjang pertumbuhan tunas batang atas adalah diameter batang bawah (Siagian, Harahap dan Sunarwidi, 1988). Selain itu, ukuran batang yang besar tersebut juga merupakan bentuk interaksi antara batang bawah terhadap pengaruh entres atas, dimana pada kondisi normalnya, batang ubi kayu karet memiliki batang utama yang lebih besar dibanding varietas UJ-5. Menurut Kriznakumar et al. (1992) pada tanaman yang kompatibel terdapat perpindahan elemen gen dari batang bawah ke atas dan sebaliknya. Interaksi antara batang bawah dan atas tersebut akan mengubah ukuran pertumbuhan, produksi, kualitas buah dan karakteristik hortikultura lainnya (Hartzman et al., 1997). Pada batang bawah yang gagal beradaptasi menyesuaikan kondisi tersebut, maka akan terjadi incompatibilitas pada sambungan (Gambar 2). Inkompabilitas dapat dianggap sebagai intoleransi fisiologi diantara protoplas-protoplas sel-sel yang berbeda. Dalam penelitiannya, Syvertsen dan Graham (1985) menyatakan bahwa penggunaan batang bawah yang sesuai berpengaruh meningkatkan vigor tanaman, kemampuan melewatkan elemen mineral dan air untuk transmisi. Sementara sambungan yang inkompatiberl ditandai dengan akumulasi lignin yang banyak pada daerah pertautan, hal tersebut berpengaruh terhadap translokasi ar dan unsur hara dari batang bawah ke atas atau menyebabkan terhambatnya translokasi hasil asimilat ke akar (Prawoto et al., 1990).

29 Gambar 2. Incompabilitas pada Bibit Sambung (BS) Pengaruh perlukaan, walaupun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan lingkar batang utama, tetapi diakhir pengamatan tingkat pertumbuhan tanaman yang mendapat perlakuan perlukaan (P1) cenderung memiliki pertambahan lingkar batang yang lebih besar dibandingkan tanaman yang tidak mendapat perlakuan perlukaan (P0) (Tabel 1). Tanaman berkayu termasuk ubi kayu mempunyai jaringan kambium yang merupakan jaringan meristem yang aktif membelah yang terletak antara xylem dan floem. Adanya luka pada batang akan menyebabkan jaringan kambium yang sedang aktif membentuk parenkim atau kalus yang nantinya akan membentuk kambium baru. Kambium yang baru terbentuk aktif mengadakan pembelahan, kedalam membentuk xylem sekunder dan keluar membentuk phloem sekunder (Kimball, 1983) sehingga diameter tanaman yang terukur lebih besar dibandingkan tanaman tanpa perlukaan. Laju pertambahan yang diukur berdasarkan selisih lingkar batang utama yang tumbuh per pengamatan (Gambar 3), menunjukkan nilai pertambahan yang lebih besar pada lingkar batang utama BNS (0.88 cm) dibandingkan tanaman BS (0.56 cm) seperti yang ditampilkan pada Gambar 3. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan tingkat nutrisi yang terkandung pada batang tanaman. Tanaman dari BNS diduga memiliki kandungan nutrisi yang lebih besar dari BS. Hal tersebut dapat terjadi karena nutrisi yang terkandung dalam batang telah berkurang ketika tanaman BS berada pada seeding bed saat proses penyambungan. Penggunaan nutrisi tersebut digunakan tanaman untuk pembentukan jaringan akar dan tunas baru (El-Sharkawy, 2004), serta pada

30 kondisi penyambungan digunakan untuk pembentukan jaringan baru sehingga pertautan antara batang bawah dan batang atas menjadi sempurna sehingga proses translokasi asimilat antar batang lancar. Namun bukan berarti pada kondisi penyambungan tersebut, tunas baru dari batang bawah tidak terbentuk, akan tetapi dikendalikan pertumbuhannya guna menghindari kegagalan proses penyambungan. (Cm) BNS BS Gambar 3. Laju Pertambahan Lingkar Batang Utama Pengaruh batang primer, yaitu cabang yang tumbuh langsung dari batang utama, pengamatan dilakukan mulai tanaman berusia 2 BST sampai 9 BST. Batang primer merupakan pertumbuhan lanjut dari tunas-tunas yang tumbuh pada batang utama. Pada penelitian ini, pertumbuhan tunas pada BNS tidak dikontrol, atau dengan kata lain tidak dibatasi pertumbuhannya (rata-rata pertumbuhan batang primer BNS sejumlah 1-3 batang per tanaman). Sementara pada BS, pertumbuhan tunas sengaja dikontrol untuk mencegah terbentuknya pertumbuhan batang primer yang berasal dari batang bawah yang nantinya dapat mengganggu proses pertautan dan pertumbuhan batang atas, sehingga tanaman BS hanya memiliki 1 batang primer. Pada Tabel 2 perlukaan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan batang primer. Hal ini dikarenakan perlukaan yang terlalu tipis, sehingga proses penutupan luka yang menggunakan asimilat dalam pembentukan kalusnya tidak sampai mengganggu pertumbuhan organ lain. Penggunaan asimilat diduga diambil dari cadangan makanan di batang utama dan umbi. Selain itu, letak batang primer yang berada diatas perlukaan serta aksesnya yang lebih dekat

31 dengan sumber fotosintat (Evans dan Wardlaw, 1976) menyebabkan proses perlukaan tidak mengganggu batang primer dalam memperoleh asimilat untuk pertumbuhannnya Tabel 2. Pertumbuhan Lingkar Batang Primer Ubi kayu Perlakuan 4 BST 5 BST 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST Jenis Bibit...cm... BNS 3.98b 4.23b 4.47b 4.66b 4.78b 4.87b BS 4.99a 5.23a 5.35a 5.44a 5.48a 5.52a Jenis Perlukaan...cm... P0 4.30a 4.49b 4.66b 4.85b 4.96a 5.03a P1 4.68a 4.96a 5.15a 5.25a 5.31a 5.37a Interaksi tn tn tn tn tn tn Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% Sementara pada pengaruh bibit, lingkar batang primer ubi kayu sambung (BS) memiliki diameter yang lebih besar dari ubi kayu tanpa sambung (BNS). Hal ini terjadi karena pada BS, batang primer ubi kayu sambung telah mengalami pertumbuhan terlebih dahulu ketika proses penyambungan sehingga pada saat pengamatan batang primer ubi kayu sambung yang terukur lebih besar dibanding tanaman BNS. Adanya pertumbuhan sekunder kambium antar sambungan juga mempengaruhi pertambahan lingkar batang primer, seperti yang dijelaskan oleh Winarno (1986), proses penyambungan menyebabkan terjadinya pertumbuhan sekunder kambium pada batang sambungan, dimana kambium akan membentuk xylem dan phloem sekunder sehingga pertautan antara batang menjadi sempurna serta mampu mengalirkan asimilat kebatang atas. Pada laju pertambahannya, batang primer tanaman BNS (1.54 cm) memiliki pertambahan diameter yang lebih besar dibandingkan tanaman BS (1.03 cm) (Gambar 4). Perbedaan laju pertumbuhan yang lebih besar pada BNS disebabkan oleh beberapa hal. Batang primer BNS merupakan organ langsung dari batang utama sehingga aliran hasil asimilat pucuk ke akar dan sebaliknya diduga lebih stabil dibandingkan tanaman BS terutama ketika proses pertautan sedang berlangsung, hal ini akan berdampak pada laju pertumbuhan tanaman. Selain itu, batang primer pada BS merupakan organ yang lebih tua pertumbuhannya dibandingkan batang primer pada BNS. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab laju pertumbuhan pada batang primer BNS lebih besar

32 dibandingkan laju pertumbuhan pada BS. Selain sifat gen dan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh, usia tanaman juga mempengaruhi kemampuan sel dalam organ tanaman untuk membelah dan berkembang (Kimball, 1983). (Cm) BNS BS Gambar 4. Laju Pertambahan Lingkar Batang Primer Selain kedua faktor diatas, adanya perbedaan sifat tumbuh tanaman mungkin merupakan alasan yang tepat yang menyebabkan laju pertumbuhan pada tanaman BS lebih lambat dibandingkan tanaman BNS. Sifat tumbuh yang berbeda tersebut diantaranya adanya pertumbuhan cabang dan pertumbuhan generatif seperti terjadinya pembentukan bunga dan buah yang mempengaruhi batang primer dalam pertumbuhannya. Asimilat yang diproduksi pada daun serta jaringan hijau lainnya selain disimpan sebagai cadangan makanan, juga digunakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman yang terdiri dari fungsi-fungsi pertumbuhan serta pemeliharaan jaringan sel tanaman (Gardner, 1985). Pada tanaman BNS, pertumbuhan batang primer hanya didominasi pertumbuhan pucuk dan daun tanaman tanpa adanya proses percabangan maupun pertumbuhan generatif, sementara pada tanaman BS pola pertumbuhan membentuk percabangan sekunder dan percabangan generatif. Menurut Gardner (1985) bahwa pertumbuhan awal cabang memerlukan hasil asimilat yang diimpor dari batang utama sampai batang atau cabang tersebut menjadi autotrof. Pada fase generatif, pembagian hasil asimilat lebih didominansi oleh organ-organ reproduktif seperti bunga, buah dan biji dari pada organ-organ vegetatif lainnya.

33 Percabangan Percabangan merupakan bentuk pertumbuhan yang umum terjadi pada tanaman berkayu. Selain sebagai suatu bentuk perluasan titik tumbuh, percabangan juga memiliki fungsi pembentukan kanopi yang merupakan salah suatu upaya tanaman untuk meningkatkan efektivitas penerimaan sinar matahari. Pada tanaman ubi kayu, percabangan juga selalu terjadi selama masa pertumbuhan, namun pola percabangannya sendiri berbeda pada setiap varietasnya (Jones, 1959; Tan dan Cock, 1979). Percabangan yang menjadi peubah pada penelitian ini adalah percabangan primer, yaitu percabangan yang terbentuk dari batang utama. Percabangan ini selalu terjadi pada semua tanaman ubi kayu yang menggunakan stek batang sebagai bahan perbanyakannya, sementara penanaman dengan menggunkan biji jarang terbentuk percabangan primer, kecuali percabangan yang diakibatkan oleh faktor genetik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada penelitian ini jumlah percabangan primer pada tanaman BNS tidak dikontrol, sementara pada BS percabangan primer dikontrol pertumbuhannya sehingga tidak terbentuk percabangan primer lainnya selain percabangan buatan yang dilakukan dengan cara penyambungan (Gambar 5). (BS) (BNS) Gambar 5. Percabangan Ganda (BS) dan Percabangan Tunggal (BNS) Pada Gambar 5 terlihat bahwa pola percabangan pada tanaman BS adalah pola percabangan ganda, dimana setiap percabangan yang terbentuk akan

34 membentuk 2 batang baru. Hingga akhir pengamatan, diketahui tanaman BNS tidak membentuk percabangan selain percabangan primer atau tipe tanaman dengan pola percabangan tunggal. Sementara pada tanaman BS, tanaman aktif membentuk cabang, tercatat percabangan pertama tanaman (cabang sekunder) terbentuk pada BST, percabangan kedua antara 5-6 BST dan hingga menjelang panen (9 BST) tanaman masih ada yang aktif membentuk cabang baru Jumlah Daun per Tanaman Daun sebagai organ tanaman memiliki fungsi utama sebagai penghasil fotosintat. Daun pada tanaman ubi kayu terdiri hanya atas petiole dan lamina yang tumbuh menjari dengan pola phylotaksisnya 2/5. Panjang petiole dan jumlah lamina pada tanaman tergantung dari varietasnya, namun kebanyakan tanaman ubi kayu memiliki 5-7 lamina lobes (Alves, 2002). Pengamatan pada daun dimulai ketika tanaman berusia 2 BST sampai 9 BST dan dihitung ketika daun telah membuka sempurna. Dari data yang diperoleh selama pengamatan menunjukkan kedua tanaman memiiki pertumbuhan yang pesat pada awal penanaman (2-3 BST). Diakhir pengamatan (9 BST), tanaman BNS diketahui memiliki laju pertambahan jumlah daun yang menurun. Sementara pada tanaman BS, laju pertumbuhan tanaman masih memperlihatkan tingkat pertumbuhan daun yang relatif stabil (Gambar 6). (Daun/tanaman) BNS BS Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Daun per Tanaman/ Pengamatan Pada Tabel 3 diperlihatkan pada akhir pengamatan, tanaman BNS memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan tanaman BS. Pada akhir pengamatan tercatat jumlah daun yang tumbuh selama pengamatan pada BNS

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, dimulai November 2010 sampai September 2011. 3.2

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubikayu berasal dari Brasilia. Ilmuwan yang pertama kali melaporkan hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubikayu berasal dari Brasilia. Ilmuwan yang pertama kali melaporkan hal ini 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Ubikayu Ubikayu berasal dari Brasilia. Ilmuwan yang pertama kali melaporkan hal ini adalah Johann Baptist Emanuel Pohl, seorang ahli botani asal Austria pada tahun 1827

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar Menurut Sarwono (2005) ubijalar tergolong tanaman palawija. Tanaman ini membentuk umbi di dalam tanah. Umbi itulah yang menjadi produk utamanya. Ubijalar digolongkan ke

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

Ketergantungan kebutuhan karbohidrat pada padi seperti yang terjadi saat ini sangat tidak menguntungkan bagi kelangsungan ketahanan pangan nasional.

Ketergantungan kebutuhan karbohidrat pada padi seperti yang terjadi saat ini sangat tidak menguntungkan bagi kelangsungan ketahanan pangan nasional. Ketergantungan kebutuhan karbohidrat pada padi seperti yang terjadi saat ini sangat tidak menguntungkan bagi kelangsungan ketahanan pangan nasional. Luas sawah yang relatif tetap bahkan cenderung berkurang,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang asalnya bukan asli dari Indonesia tetapi menjadi sangat terkenal di Indonesia.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama dengan tanaman lain (tumpangsari atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman: Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK

KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK Sunyoto *, R. Murtopo, dan M. Kamal Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varetas Adira-1

Lampiran 1. Deskripsi Varetas Adira-1 LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Deskripsi Varetas Adira-1 Adira-1 Dilepas tahun : 1978 Nomor seleksi klon : W-78 Asal : Persilangan Mangi/Ambon, Bogor 1957 Hasil rata-rata : 22 t/ha umbi basah Umur : 7 10 bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/ Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL Bagi Indonesia, ubi kayu merupakan komoditas pangan penting, dan ke depan komoditas ini akan semakin srategis peranannya bagi kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Kota Bandar Lampung pada bulan Mei hingga Juni 2012. 3.2

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan tanaman yang banyak

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan tanaman yang banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan tanaman yang banyak mengandung karbohidrat. Oleh karena itu ubi kayu dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat di samping

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemerintah telah mencantumkan dalam jurnal kajian LEMHANNAS RI Tahun

PENDAHULUAN. pemerintah telah mencantumkan dalam jurnal kajian LEMHANNAS RI Tahun PENDAHULUAN Latar Belakang Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan ketiga setelah padi dan jagung. Menurut Suwandi (2015) ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan pengganti beras yang cukup penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ubi jalar yang ditanam di Desa Cilembu Kabupaten Sumedang yang sering dinamai Ubi Cilembu ini memiliki rasa yang manis seperti madu dan memiliki ukuran umbi lebih besar dari

Lebih terperinci