KOMBINASI SUHU AIR DAN LAMA PERENDAMAN PADA HYDROCOOLING UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEGARAN SAWI HIJAU (Brassica juncea) AWANIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMBINASI SUHU AIR DAN LAMA PERENDAMAN PADA HYDROCOOLING UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEGARAN SAWI HIJAU (Brassica juncea) AWANIS"

Transkripsi

1 KOMBINASI SUHU AIR DAN LAMA PERENDAMAN PADA HYDROCOOLING UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEGARAN SAWI HIJAU (Brassica juncea) AWANIS DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea) adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Awanis NIM F

4 ABSTRAK AWANIS. Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea). Dibimbing oleh Emmy Darmawati. Sawi hijau merupakan sayuran yang rentan terkena panas sehingga mudah menjadi layu. Perlakuan hydrocooling merupakan salah satu upaya untuk menjaga kesegaran sawi hijau. Hydrocooling bertujuan untuk menurunkan panas lapang bahan setelah panen. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui kombinasi suhu air dan lama perendaman pada perlakuan hydrocooling yang memberikan pengaruh terbaik dalam mempertahankan mutu sawi hijau. Metode yang digunakan adalah menentukan suhu bahan optimal berdasarkan laju respirasi dan perubahan mutu sawi hijau selama penyimpanan. Kemudian, penentuan kombinasi suhu air dan lama perendaman untuk hydrocooling dilakukan berdasarkan suhu optimal bahan serta mengamati pengaruh hydrocooling terhadap perubahan mutu sawi hijau. Suhu bahan optimal untuk sawi hijau adalah 13 o C. Hasil kombinasi suhu air dan lama perendaman untuk mencapai suhu 13 o C, yaitu hydrocooling 5 o C dengan waktu 3.1 detik dan hydrocooling 10 o C dengan waktu 3.9 detik. Hydrocooling berpengaruh baik terhadap semua parameter mutu sawi hijau. Kata kunci : Sawi hijau, hydrocooling, mutu, penyimpanan ABSTRACT AWANIS. Combination of water temperature and immersion time in hydrocooling to preserve the freshness of green cabbage (Brassica juncea). Supervised by Emmy Darmawati. Green cabbage is a vegetable which is susceptible to heat and easy to wilt. Hydrocooling treatment is an effort to preserve the freshness of green cabbage. The objective of hydrocooling treatment is to reduce field heat of material after harvesting. Based on that fact, this research was conducted to determine the combination of water temperature and immersion time in hydrocooling treatment which gives the best influence to preserving the quality of green cabbage. The method was to determine the optimal temperature of material based on the respiration rate and quality changes of green cabbage during storage. Then, the determination of the combination between water temperature and immersion time for hydrocooling conducted based on the optimal temperature and observes the hydrocooling effect in changes quality of green cabbage. The optimal temperature for green cabbage is 13 o C. The result of water temperature and immersion time combination for reach the temperature of 13 o C is: the hydrocooling on 5 o C during 3.1 seconds and hydrocooling on 10 C during 3.9 seconds. Hydrocooling have a good influence on all quality parameters of green cabbage. Keywords: Green cabbage, hydrocooling, quality, storage

5 KOMBINASI SUHU AIR DAN LAMA PERENDAMAN PADA HYDROCOOLING UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEGARAN SAWI HIJAU (Brassica juncea) AWANIS Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi: Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassicajuncea) Nama : Awanis NIM : F Disetujui oleh M.Si Tanggal Lulus: \1 5 OCT 2013

8 Judul Skripsi: Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea) Nama : Awanis NIM : F Disetujui oleh Dr Ir Emmy Darmawati, M.Si Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Desrial, M.Eng Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian ini adalah: Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea) yang dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian sejak bulan Maret sampai Juni Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku pembimbing terimakasih atas saran dan kritik bagi penulis. 2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si dan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun bagi penulis. 3. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, dan Mbak Sugih terima kasih atas bantuannya selama penelitian berlangsung 4. Abah, mama, Zata Amani, Nusaibah dan Ahmad atas doa, dukungan dan semangat positifnya untuk penulis selama pembuatan karya ilmiah ini. 5. Teman-teman Muhammad Sigit, Nur Rahma R, Faizur Rohman, Irvan AP, Aditya Nugraha, Ni Made Citta Iswari, Eti Supriati, Tiara Etika, Ni Putu Dian, Yetti Ariani, Raisa Oktaviani, Gina Lupita, Kristen Natashia, Vina Rondang Magdalena, Sueritah Sianipar, Risqi Maydia, Monalysa Harianja, Selviana, Sandro, Pahlevi, Ririn, Nur, Tetih dan Ivan terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian berlangsung 6. Teman satu bimbingan Gina Annisa YF dan Sujarwedi terima kasih atas bantuan selama penelitian berlangsung 7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 46 terima kasih atas kebersamaannya, bantuan dan semangatnya bagi penulis 8. Kakak-kakak S2: Mbak Nur, Mbak Merry, dan Ka Adhit terima kasih atas motivasi dan bantuannya selama penelitian berlangsung. 9. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu penulis selama penelitian. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan. Bogor, September 2013

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 METODE PENELITIAN 6 Waktu dan Lokasi Penelitian 6 Bahan Penelitian 6 Peralatan Penelitian 7 Prosedur Penelitian 7 Pengamatan dan Analisa 11 Analisa Data 14 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 Pengaruh Suhu Bahan Terhadap Laju Respirasi Dan Perubahan Mutu Selama Periode Simpan 14 Menentukan Kombinasi Suhu Air Hydrocooling dan Waktu Perendaman Untuk Menghasilkan Suhu Bahan Yang Diharapkan Serta Mengetahui Penurunan Mutu Bahan Selama Penyimpanan 25 SIMPULAN DAN SARAN 32 Simpulan 32 Saran 33 DAFTAR PUSTAKA 33 RIWAYAT HIDUP 45 viii viii ix

11 DAFTAR TABEL 1 Kandungan gizi 100 gram Sawi 4 2 Perbandingan metode precooling (pra pendinginan) 5 3 Pengaruh nyata terhadap interaksi perlakuan pada uji DMRT 32 DAFTAR GAMBAR 1 Sawi hijau (Brassica juncea) 3 2 Cara pengukuran suhu bahan tumpukan sawi hijau menggunakan termocouple pada bagian batang dan daun 7 3 Penempatan termocouple pada bagian batang dan daun sawi hijau untuk mengukur suhu tumpukan bahannya (a), proses hydrocooling tumpukan sawi hijau (b) 8 4 Diagram penelitian Tahap 1 untuk menentukan suhu bahan terbaik 9 5 Diagram alir penelitian Tahap 2 untuk menentukan kombinasi suhu air dan lama perendaman terbaik 10 6 Proses pengukuran kekerasan batang sawi hijau dengan rheometer 11 7 Proses pengukuran warna daun sawi hijau dengan chromameter 12 8 Proses pengukuran uji tarik daun sawi hijau menggunakan universal testing machine 12 9 Proses pengukuran laju respirasi CO2 dan O2 menggunakan cosmotector Penurunan suhu bahan sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan laju respirasi CO2 sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan laju respirasi O2 sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Pengujian organoleptik untuk parameter kesegaran daun & batang sawi selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan kandungan klorofil daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Diagram Hunter Grafik perbandingan perubahan nilai a daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan 23

12 23 Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan perubahan nilai b daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan perubahan nilai L daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik perbandingan kandungan klorofil daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Grafik perbandingan perubahan nilai L daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Grafik perbandingan perubahan nilai a daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Grafik perbandingan perubahan nilai b daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Perbandingan sawi yang di-hydrocooling suhu 5 o C (a) dengan hydrocooling dengan suhu 10 o C (b) Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan 31 DAFTAR LAMPIRAN 1 Perhitungan pendugaan waktu perambatan suhu dengan menggunakan Chart Gurney Lurie 36 2 Peralatan penelitian 38 3 Tabel pengukuran lama perendaman untuk mencapai suhu optimal (13 o C) 41 4 Analisa statistik kandungan klorofil daun sawi hijau (umol/100cm 2 ) 42 5 Analisa statistik nilai L daun sawi hijau 42 6 Analisa statistik nilai a daun sawi hijau 42 7 Analisa statistik nilai b daun sawi hijau 43 8 Analisa statistik kadar air daun sawi hijau (%) 43 9 Analisa statistik kadar air batang sawi hijau (%) Analisa statistik susut bobot sawi hijau (%) Analisa statistik uji tarik daun sawi hijau (kn) Analisa statistik kekerasan batang sawi hijau (kpa) 44

13

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Kebutuhan sayuran tersebut semakin meningkat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk. Jika melihat kebutuhan terhadap sayuran yang kontinu maka nilai komersial produk hortikultura ini cukup tinggi. Selain itu, sejalan dengan meningkatnya pendapatan dan kualitas pendidikan masyarakat, maka meningkat pula kesadaran masyarakat tentang pola hidup sehat dan bergizi melalui konsumsi sayuran dan buah-buahan yang memadai. Sawi hijau merupakan salah satu jenis sayuran popular yang dikonsumsi untuk berbagai jenis masakan. Sayuran ini secara luas mudah dibudidayakan diberbagai daerah di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Hal itu dapat dilihat dari semakin banyaknya sawi hijau dalam berbagai jenis makanan, baik makanan lokal maupun asing. Jenis sayuran ini juga disediakan diberbagai macam pasar, seperti pasar tradisional maupun pasar swalayan. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dalam sebuah makanan, namun permintaan masyarakat akan sawi hijau cukup tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, perlu dilakukan peningkatan produksi. Namun perlu diingat, bahwa sawi hijau ini termasuk jenis sayur yang mudah rusak, mudah layu, menguning dan busuk sehingga perlu penanganan yang lebih cepat setelah panen karena sayuran ini mempunyai umur simpan yang pendek. Mutu menjadi sangat penting untuk dapat mencitrakan produk sayuran tersebut seperti diinginkan oleh konsumen. Mutu dari produk yang akan dijual sangat tergantung pada kondisi produk tersebut saat penerimaan dan pengelolaan pascapanennya di pusat-pusat penjualan. Parameter warna, kesegaran dan aroma serta pemajangan yang menarik sering dijadikan indiktor kelayakan produk tersebut untuk dibeli oleh konsumen. Produk pascapanen hortikultura berupa sayuran daun sangat mudah mengalami kemunduran kualitas yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan yang cepat (Ness & Powles 1996; Salunkhe et al dalam Utama et.al 2007). Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanya proses transpirasi atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran daun. Kadar air (85-98%) dan rasio yang tinggi antara luas permukaan dengan berat produk memungkinkan laju penguapan air berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat (Van Den Berg & Lenz 1973 dalam Utama 2007). Selain faktor internal produk, faktor eksternal seperti suhu, kelembaban serta kecepatan aliran udara juga berpengaruh terhadap kecepatan pelayuan. Seperti yang diketahui, buah dan sayuran pascapanen seperti sawi hijau merupakan produk hidup yang masih aktif melakukan aktivitas metabolismenya. Hal ini dicirikan dengan adanya proses respirasi yang masih berjalan seperti halnya sebelum produk tersebut dipanen. Laju respirasi pascapanen ini sering dijadikan sebagai indikator tingkat laju kerusakan bahan. Semakin tinggi tingkat laju respirasinya maka semakin cepat laju kerusakan bahan yang terjadi. Banyak cara yang dapat diaplikasikan untuk menghambat laju kerusakan pascapanen komoditas

15 2 sayur-sayuran, seperti menggunakan teknik pengemasan yang baik, melakukan precooling dan penyimpanan dingin. Teknik pengemasan yang baik diharapkan dapat mengurangi terjadinya kontak langsung antara bahan dengan uap air, CO2 dan O2, sedangkan perlakuan precooling dimaksudkan untuk menghilangkan panas lapang (field heat) dengan cepat dan sesegera mungkin untuk mengurangi laju respirasi dan reaksi metabolisme lain, serta mengurangi beban pendinginan selama penyimpanan. Hal tersebut diharapkan dapat menekan kehilangan dan dapat memperpanjang masa simpan serta mempertahankan mutu sayuran segar dalam waktu yang cukup lama. Banyak cara precooling yang dapat dilakukan untuk menurunkan panas lapang bahan, salah satunya dengan cara hydrocooling (perendaman dengan air es). Teknik precooling ini diaplikasikan pada sawi hijau untuk mempertahankan kesegaran dalam proses distribusinya, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kombinasi suhu dan lama perendaman yang memberikan pengaruh terbaik dalam memperthankan mutu sawi. Pada tahun 2008, Anolita Dewi sudah pernah melakukan penelitian mengenai hydrocooling sayuran dengan obyek pak choi dengan perlakuan suhu dan lama perendaman. Perumusan Masalah Sawi hijau didinginkan dengan menggunakan dua variasi suhu air yaitu 5 0 C dan 10 0 C, kemudian dilakukan penyimpanan pada suhu ruang dan suhu 13 0 C. Penentuan suhu hydrocooling dan suhu penyimpanan optimum dilakukan dengan pengujian parameter mutu dan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu sawi hijau selama penyimpanan setelah perlakuan hydrocooling. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji hubungan antara penuruan suhu bahan dengan laju respirasi sawi hijau 2. Mengetahui pengaruh penurunan suhu bahan terhadap mutu sawi hijau 3. Menentukan kombinasi suhu air dan lama perendaman yang dibutuhkan untuk mencapai suhu bahan optimal pada perlakuan hydrocooling yang dapat mempertahankan kesegaran sawi hijau TINJAUAN PUSTAKA Sawi Hijau Tanaman sawi (Brassica juncea) masih satu famili dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) oleh karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem

16 perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya. Sawi adalah sekelompok tumbuhan yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan sayuran. Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zat-zat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk olahan diberbagai macam masakan. Selain itu berguna untuk pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit (Cahyono, 2003). Klasifikasi tanaman sawi sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Divisi : Spermatophyta Sub-kelas : Dicotyledonae Ordo : Papavorales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica Spesies : Brassica juncea L. 3 Gambar 1 Sawi hijau (Brassica juncea) Sawi hijau juga dikenal oleh petani sebagai sawi bakso. Jenis sayuran ini mempunyai bentuk mirip caisin, tetapi memiliki perbedaan tangkai daun panjang, daun tanaman lebar berwarna hijau tua, dan tidak berbulu. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Kandungan gizi setiap 100 g bahan yang dapat dimakan pada sawi hijau ditunjukkan oleh Tabel 1:

17 4 Tabel 1 Kandungan gizi 100 gram Sawi No Komposisi Jumlah 1 Kalori 22,00 k 2 Protein 2,30 g 3 Lemak 0,30 g 4 Karbohidrat 4,00 g 5 Serat 1,20 g 6 Kalsium (Ca) 220,50 mg 7 Fosfor (P) 38,40 mg 8 Besi (Fe) 2,90 mg 9 Vitamin A 969,00 SI 10 Vitamin B1 0,09 mg 11 Vitamin B2 0,10 mg 12 Vitamin B3 0,70 mg 13 Vitamin C 102,00 mg Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI Precooling Rantai pendinginan terdiri atas precooling, cooling dan cooling freezing. Precooling dilakukan sesaat setelah panen. Precooling atau prapendinginan adalah cara pemindahan cepat panas lapang (field heat) ke suhu yang mendekati suhu penyimpanan yang tepat dan merupakan garis awal untuk memperlambat proses biologis yang dapat mengurangi kualitas produk. Precooling, dalam hubungannya dengan pendinginan selama proses penanganan, menyediakan rantai dingin untuk memaksimalkan penyimpanan dan pengendalian penyakit dan hama (Sargent et al 1988). Selain itu, precooling berfungsi untuk memperlambat laju respirasi, menurunkan kepekaan terhadap mikroba, mengurangi jumlah air yang hilang (wilting), memudahkan pemindahan ke ruang pendingin, dan mengurangi produksi etilen. Precooling dapat mempertahankan mutu maksimum sayuran dan buahbuahan yang telah dipanen melalui: a) pengurangan panas laten, b) penurunan laju respirasi, c) penghambatan laju pematangan akibat penurunan produksi etilen, d) pencegahan pengkerutan dan pelayuan akibat kehilangan kadar air yang berlebihan, serta e) pencegahan meluasnya proses pembusukan. Precooling dilakukan dengan berbagai metode yaitu antara lain: Pendinginan paksa (Forced air cooling), hydrocooling, pendinginan vakum (vacuum cooling) dan penyemprotan air vakum (water spray vacuum), pengemasan es (Package icing), pendinginan kamar (room cooling). Berikut perbandingan metode precooling (Tabel 2).

18 5 Tabel 2 Perbandingan metode precooling (pra pendinginan) * Tidak diinformasikan Sumber: Thompson et al 1998 Pemilihan cara precooling biasanya ditentukan oleh : a) sifat-sifat daya hantar panas komoditi, b) perbandingan permukaan terhadap isi, c) mudah tidaknya rusak komoditi tersebut, d) biaya operasi, dan e) mudah tidaknya metode tersebut sesuai dengan ketersediaan fasilitas (Pantastico, 1989). Hydrocooling adalah metode precooling dengan menuangkan produk ke dalam air dengan suhu sekitar 0 o C. Metode ini dianggap metode yang paling efektif guna membuang panas sensible. Produk yang diberi perlakuan hydrocooling harus toleran terhadap air. Becker and Fricke (2001) menyebutkan bahwa hydrocooling adalah salah satu metode precooling dimana produk disemprot dengan air atau dengan memasukkan produk kedalam suatu bak. Hal yang sama juga dikemukakan oleh DeEll J (2003), bahwa metode precooling dengan hydrocooling efektif untuk pendinginan sayur-sayuran dalam kemasan atau curah secara cepat. Jobling (2000) menambahkan bahwa metode hydrocooling mempunyai keuntungan bila dibandingkan metode precooling lainnya yaitu dapat membantu membersihkan produk. Metode ini sesuai untuk produk seperti tomat, melon dan sayuran daun. Pendugaan Waktu Perambatan Suhu Pendinginan dapat dianggap sebagai proses penurunan suhu bahan dari suhu awal ke suhu tertentu di atas titik beku, yang merupakan proses tak-mantap (unsteady-state). Salah satu faktor yang penting dalam analisa pindah panas takmantap adalah perbandingan antara tahanan di dalam dengan di luar bahan terhadap perpindahan panas tersebut, yang dalam bilangan tak-berdimensi dikenal dengan bilangan Biot (NBi = hcl/k). Berdasarkan faktor kunci tersebut, waktu pendinginan dapat diduga dengan menggunakan rumus berikut: dimana: t Fo L t = Fo x L2 = Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang diinginkan (s) = bilangan fourier = Jarak terpendek dari permukaan (m) α

19 6 α = difusivitas panas (m 2 /s), yang didapatkan melalui rumus: α = dimana : k = Konduktivitas bahan (J/m.s. o C) ρ = Massa jenis (kg/m 3 ) Cp = Panas spesifik (kj/kg. o C) k ρ x Cp, Bilangan fourier (Fo) ditentukan menggunakan Chart Gurney-Lurie yang ditunjukkan pada Lampiran 1. Untuk mendapatkan Fo dalam chart tersebut, harus memplotkan variabel Y, m, dan n yang didapatkan menggunakan rumus-rumus berikut: T Tm Y = Dimana: m = To Tm k h x L Y = Dimensionless temperature T = Suhu yang ingin dicapai ( o C) Tm = Suhu media pendingin ( o C) To = Suhu awal bahan ( o C) m = Reciprocal of Biot number h = Koefisien pindah panas konveksi (J/s.m 2 C) METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga Juni Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah sawi hijau (Brassica juncea) yang didapatkan dari petani di daerah Cikupa, Bogor dan dipanen pada umur 18 hari setelah tanam. Bahan lain yang digunakan adalah Keranjang, air bersih, es batu sebagai bahan untuk melakukan hydrocooling dan plastik kemasan PP.

20 7 Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan terdiri dari Cosmotecor, Respiration chamber, Spectrophotometer, Chromameter, Rheometer, Universal Testing Machine, timbangan digital dan analitik, oven, desikator, lemari pendingin (Refrigator), Hybrid Recorder dan Termocouple serta peralatan penunjang lainnya. Gambar peralatan dapat dilihat di Lampiran 2. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu: Tahap 1: Pengaruh suhu bahan terhadap laju respirasi dan perubahan mutu selama periode simpan Penelitian tahap 1 bertujuan untuk menentukan suhu penyimpanan optimal untuk sawi hijau berdasarkan laju respirasi dan perubahan mutu sawi hijau selama penyimpanan. Sawi hijau yang dipanen pada umur 18 hari setelah tanam, disortasi untuk memilih sayur yang sehat dan seragam. Selanjutnya diberi perlakuan penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda (suhu ruang, suhu 20 o C dan suhu 13 o C) untuk mengukur perubahan suhu bahan sampai mencapai suhu lingkungan. Proses pengukuran suhu bahan tumpukan sawi hijau ditunjukkan pada Gambar 2. Peletakkan termocouple untuk mengukur suhu bahan pada tumpukan daun sawi hijau Peletakkan termocouple untuk mengukur suhu bahan pada tumpukan batang sawi hijau Gambar 2 Cara pengukuran suhu bahan tumpukan sawi hijau menggunakan termocouple pada bagian batang dan daun Setelah itu, dievaluasi mutu awal sayuran (kekerasan, warna, bobot, uji tarik, uji klorofil, uji organoleptik dan kadar air) dan uji laju respirasi untuk masingmasing perlakuan. Pengukuran parameter mutu dilakukan setiap 2 hari sekali, sedangkan untuk pengukuran laju respirasi dilakukan setiap hari. Untuk setiap pengukuran parameter dilakukan 3 kali ulangan/perlakuan. Diagram alir penelitian tahap 1 seperti pada Gambar 4.

21 8 Tahap 2: Menentukan kombinasi suhu air hydrocooling dan waktu perendaman untuk menghasilkan suhu bahan yang diharapkan serta mengetahui penurunan mutu bahan selama penyimpanan Penelitian tahap 2 adalah untuk menentukan lama waktu perendaman optimal untuk sawi hijau. Sawi yang digunakan pada penelitian adalah sawi hijau yang dipanen pada umur 18 hari. Penelitian ini disusun secara faktorial dengan 2 faktor, faktor pertama yaitu suhu hydrocooling dengan 2 taraf yaitu H1 = hydrocooling 5 o C; H2 = hydrocooling 10 o C. Faktor kedua adalah suhu penyimpanan dengan 2 taraf yaitu S1 = suhu ruang; dan S2 = suhu 13 o C. Sawi yang dihydrocooling menggunakan air es di ukur lama waktu perendamannya sampai suhu bahannya mencapai suhu bahan terbaik yang dicapai pada penelitian Tahap 1. Proses pengukuran suhu bahan tumpuksan sawi hijau saat hydrocooling ditunjukkan oleh Gambar 3. Titik termocouple Titik termocouple (a) (b) Gambar 3 Penempatan termocouple pada bagian batang dan daun sawi hijau untuk mengukur suhu tumpukan bahannya (a), proses hydrocooling tumpukan sawi hijau (b) Setelah dikenakan perlakuan hydrocooling, sawi diikemas dalam plastik PP kemudian disimpan. Pada masing-masing perlakuan diambil sampel secara acak untuk dievaluasi mutu awal sayuran (kekerasan, warna, bobot, uji tarik, uji klorofil, kadar air). Untuk mengetahui perubahan mutu selama penyimpanan dilakukan beberapa pengujian fisik (kekerasan, warna, bobot, uji tarik, uji klorofil, kadar air) yang dilakukan setiap hari sampai sayuran menunjukkan tanda pembusukkan. Prosedur penelitian tahap 2 dapat dilihat pada Gambar 5.

22 9 Pemanenan Sortasi dan trimming Penimbangan bahan gram, 3 ulangan) Penyimpanan bahan dalam suhu ruang (27-30 o C) Penyimpanan bahan dalam lemari pendingin (20 o C, 13 o C) Perekaman data dan pengamatan - T bahan -Konsentrasi CO2 dan O2 - RH - Kandungan klorofil daun - Warna daun - Uji tarik daun - Kekerasan batang - Susut bobot - Kadar air - Organoleptik (warna, kekerasan dan kesegaran) Analisis data Suhu bahan optimum A Gambar 4 Diagram penelitian Tahap 1 untuk menentukan suhu bahan terbaik

23 10 Pemanenan Sortasi dan trimming Penimbangan bahan gram, 3 ulangan) A Perlakuan hydrocooling untuk mencapai suhu bahan optimum Suhu air 5 0 C Suhu air 10 0 C - T bahan - Waktu Perekaman data Penyimpanan bahan Suhu ruang Suhu13 0 C Pengukuran parameter kesegaran Analisis hasil penelitian - Kandungan klorofil - Warna Daun - Kekerasan petiol - Uji tarik daun - Susut bobot - Kadar air Selesai Gambar 5 Diagram alir penelitian Tahap 2 untuk menentukan kombinasi suhu air dan lama perendaman terbaik

24 11 Pengamatan dan Analisa 1. Kadar Air Kadar air dihitung dengan cara menimbang bahan yang telah dioven dengan timbangan analitik dan membandingkannya dengan bobot awal sebelum dimasukkan kedalam oven. Bagian sawi yang diukur kadar airnya adalah bagian daun dan batang (petiol). Pertama-tama cawan kosong dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sejumlah sampel dimasukkan dalam cawan, kemudian ditimbang, cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 o C selama 6 jam. Cawan dan sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus persamaan (1): Kadar air (%bb) = Berat air (g) Berat total sample(g) x 100% (1) 2. Kekerasan Batang Kekerasan sawi hijau diukur pada petiolnya dengan menggunakan Rheometer yang diset dengan mode 20, beban maksimum 2 kg, dalam penekanan 30 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter plunger jarum 5 mm. Bahan ditekan pada 3 bagian (pangkal, tengah dan ujung petiol) dan hasil pengukuran dari ketiga bagian dirata-rata. Pengukuran kekerasan ini dilakukan setiap hari selama pengamatan. Proses pengukuran dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Proses pengukuran kekerasan batang sawi hijau dengan rheometer 3. Warna Pengukuran dilakukan pada daun sawi hijau yang berwarna hijau (daun) dengan 5 kali ulangan. Pengukuran pada bagian daun digunakan untuk melihat kecenderungan terjadinya pemudaran warna hijau selama penyimpanan. Sistem notasi warnanya dinyatakan dengan menggunakan system Hunter. Komponen warna yang diukur adalah L (kecerahan), a (warna merah/positif, warna hijau/negatif), dan b (warna kuning/positif, warna biru/negatif). Cara mengukurnya, alat sensor Chromameter diletakkan dipermukaan daun sawi hijau sehingga tidak terdapat celah diantara alat sensor Chromameter dengan daun yang mengakibatkan cahaya dapat masuk dan keluar permukaan sensor ke lingkungan. Setelah siap, tombol pengaktif pengukuran ditekan sehingga lampu sumber cahaya menyala dan reflektannya terukur (Gambar 7).

25 12 Gambar 7 Proses pengukuran warna daun sawi hijau dengan chromameter 4. Uji Tarik Daun Pengukuran tingkat kelayuan daun sawi hijau dilakukan dengan uji tarik. Alat yang digunakan yaitu universal testing machine dengan beban maksimal 0.25 kn dan kecepatan tarik 20mm/menit dengan ukuran daun sawi yang ditarik adalah (8 x 3) cm, Uji tarik ini dilakukan pada setiap hari selama pengamatan. Setiap pengujian, digunakan 3 buah sampel daun/perlakuan. Proses pengukuran uji tarik dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Proses pengukuran uji tarik daun sawi hijau menggunakan universal testing machine 5. Uji Kandungan Klorofil Pengukuran kadar klorofil menggunakan Spectrophotometer yang dilakukan di Laboratorium Analysis and Chromatography, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Untuk sawi yang disimpan disuhu ruang, pengukuran kadar klorofil dilakukan setiap hari, sedangkan untuk sawi yang disimpan pada lemari pendingin, pengukuran dilakukan pada hari ke 0, 3, 6 dan 9, dimana pengulangan dilakukan sebanyak dua kali. Pengukuran kadar klorofil sawi hijau dilakukan dengan menetapkan klorofil a dan b dengan mengukur absorbansi dari filtrat menggunakan spectrophotometer. Pertama spectrophotometer dipanaskan selama menit. Tempat sampel dikosongkan untuk penyesuaian angka nol, dan memilih panjang

26 gelombang. Sampel berisi larutan dimasukkan kedalam tempat yang sudah diadjust, dan dilakukan pembacaan kadar klorofil. 6. Susut Bobot Pengukuran susut bobot dilakukan setiap hari sebanyak 3 kali ulangan selama proses penyimpanan. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus persamaan 2 sebagai berikut: Dimana: W = Bobot bahan pada awal penyimpanan (g) Wa = Bobot bahan pada akhir penyimpanan (g) 13 Susut bobot (%) = W Wa x 100% (2) W 7. Laju Respirasi Pengukuran laju respirasi dilakukan untuk menentukan konsumsi O2 dan produksi CO2 pada sawi hijau setelah penyimpanan. Sawi hijau yang telah dipanen ditimbang (100 ± 10 gr) dan dimasukkan kedalam jar gelas dengan volume 3310 ml. Jar gelas ditutup dengan penutup plastik tebal yang telah dilengkapi dengan dua buah pipa plastik fleksibel sebagai saluran pengeluaran dan pemasukan udara atau gas. Jarak antara gelas, ditutup dengan lilin untuk mencegah udara keluar atau masuk jar gelas. Selanjutnya, pipa plastik ditutup dengan menggunakan penjepit, kemudian jar gelas yang berisi sawi hijau disimpan pada suhu ruang, suhu 20 o C dan suhu 13 o C. Pada saat pengukuran respirasi, kedua selang tersebut dihubungkan ke Cosmotector untuk mengukur CO2 dan O2 (Gambar 9). Gambar 9 Proses pengukuran laju respirasi CO2 dan O2 menggunakan cosmotector Pengukuran gas didalam jar gelas dilakukan 2 jam sekali setiap hari selama 6 jam, sampai sawi menunjukkan tanda pembusukkan. Laju respirasi dihitung berdasarkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2. Laju respirasi dihitung dengan persamaan Mannapperuma dan Singh (1989): Dimana: R = V W dx dt (3) R = laju respirasi (ml/kg.jam) V = volume bebas wadah (ml) W = berat sampel (kg) dx dt = laju perubahan konsentrasi CO2 atau O2 (%/jam)

27 14 8. Uji Organolepetik Uji organoleptik yang akan digunakan adalah uji hedonik yang menyangkut penilaian 10 orang panelis terhadap sifat produk. Dalam uji ini, panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan atau ketidaksukaannya. Pengujian ini menggunakan skor dengan tujuh skala kesukaan (1-7). Parameter yang diuji secara organoleptik dari sawi hijau adalah warna, kesegaran batang dan daun, serta kekerasan batang. Skor 3 merupakan batas penerimaan konsumen terhadap parameter yang diujikan. Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua factor dan tiga kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah: H : Suhu hydrocooling ( 0 C) H1 : 5 0 C H2 : 10 0 C S : Suhu penyimpanan ( 0 C) S1 : ruang ( C) S2 : 13 0 C HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1 Pengaruh Suhu Bahan Terhadap Laju Respirasi dan Perubahan Mutu Selama Periode Simpan Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghambat laju penurunan produk sayur-sayuran seperti sawi hijau, salah satunya dengan memberi perlakuan precooling setelah pemanenan. Namun, sebelum mendapatkan suhu precooling yang optimal, diperlukan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan suhu bahan optimal. Penelitian pendahuluan tersebut dilakukan dengan memberikan perlakuan penyimpanan terhadap sawi hijau kemudian mengukur laju respirasi dan parameter mutunya. Untuk mendapatkan suhu bahan optimal pada sawi hijau, dilakukan penyimpanan pada beberapa perlakuan suhu, yaitu suhu ruang, suhu 20 o C dan suhu 13 o C. Penurunan suhu bahan sawi hijau sampai mendekati suhu lingkungannya ditunjukkan oleh Gambar 10. Sawi hijau dapat mencapai suhu 13 o C setelah 50 menit. Sementara itu, untuk mencapai suhu bahan 20 o C juga dibutuhkan waktu 50 menit, sedangkan sawi yang disimpan pada suhu ruang, suhu bahannya sudah stabil sejak awal penyimpanan. Suhu yang dicapai oleh bahan ini berpengaruh pada laju respirasi sawi hijau.

28 15 Suhu Bahan ( O C) 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0, Menit Ke- Perlakuan suhu penyimpanan 13 C Perlakuan suhu penyimpanan 20 C Perlakuan suhu penyimpanan 27 C Poly. (Perlakuan suhu penyimpanan 20 C) Poly. (Perlakuan suhu penyimpanan 13 C) Poly. (Perlakuan suhu penyimpanan 27 C) Gambar 10 Penurunan suhu bahan sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Sawi hijau adalah komoditi yang masih hidup. Komoditi tersebut tetap bernafas, mengambil O2 dan menghasilkan CO2, uap air dan panas. Pantastico (1986) mengatakan bahwa laju respirasi dianggap sebagai indikator aktivitas metabolisme yang masih berjalan, oleh karena itu sering dianggap sebagai potensi daya simpan sayuran setelah panen. Komoditas dengan laju respirasi lebih tinggi cenderung memiliki waktu penyimpanan lebih pendek dibandingkan komoditas dengan laju respirasi rendah (Saltveit 2004). Laju respirasi sawi hijau pada berbagai suhu penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 11. Pengukuran respirasi dilakukan selama penyimpanan sampai sawi hijau mengalami pembusukkan. Seperti yang terlihat pada gambar, sawi yang disimpan pada suhu ruang mempunyai laju respirasi yang lebih tinggi dari pada sawi yang disimpan pada suhu 20 0 C dan 13 0 C. Hal ini terjadi akibat pengaruh suhu bahan yang dicapai oleh sawi hijau selama dilakukan penyimpanan. Rata-rata laju pengeluaran CO2 sawi pada suhu 13 0 C adalah 6.37 ml/kg.jam, sedangkan untuk sawi yang disimpan pada suhu 20 0 C, laju respirasi rata-rata adalah 7.33 ml/kg.jam dan untuk penyimpanan disuhu ruang, laju respirasi rata-rata ml/kg.jam. Sawi yang disimpan pada suhu ruang hanya bertahan sampai hari ke-4, sedangkan sawi yang disimpan pada suhu 20 0 C dan 13 0 C bertahan sampai hari ke-8. Untuk sawi disuhu ruang, puncak respirasi CO2 terjadi pada hari ke-3, sedangkan untuk sawi disuhu 20 0 C dan 13 0 C, puncak peningkatan respirasi terjadi pada hari ke-7. Peningkatan laju respirasi ini menandakan terjadinya kemunduran kualitas sawi hijau yang mengarah pada pembusukkan. Utama (2001) mengatakan bahwa semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut.

29 16 Laju respirasi (ml/kg.jam) y = 0,7151x 2-0,8599x + 9,4992 R² = 0,8628 y = -0,0564x 2 + 0,8908x + 5,0459 R² = 0,1215 y = 0,0031x 2 + 0,2433x + 5,0465 R² = 0, Hari kesuhu penyimpanan 13 C suhu penyimpanan 20 C suhu penyimpanan 27 C Poly. (suhu penyimpanan 13 C) Poly. (suhu penyimpanan 20 C) Poly. (suhu penyimpanan 27 C) Gambar 11 Grafik perbandingan laju respirasi CO2 sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Grafik laju konsumsi O2 yang ditunjukkan oleh Gambar 12 menunjukkan konsumsi O2 sawi hijau pada suhu ruang tertinggi dibandingkan dengan suhu penyimpanan lainnya. Konsumsi O2 pada sawi yang disimpan disuhu ruang bersifat fluktuatif, sedangkan untuk suhu 20 0 C dan 13 0 C, konsumsi berkecenderungan menurun diawal penyimpanan dan naik diakhir penyimpanan dengan perubahan konsumsi relatif rendah per harinya. Rata-rata laju konsumsi O2 sawi pada suhu 13 0 C adalah 3.72 ml/kg.jam, sedangkan untuk sawi yang disimpan pada suhu 20 0 C, laju respirasi rata-rata adalah 6.59 ml/kg.jam dan untuk penyimpanan disuhu ruang, laju respirasi rata-rata ml/kg.jam. Berdasarkan laju respirasi CO2 dan laju konsumsi O2 tersebut, penyimpanan dengan suhu 13 o C merupakan perlakuan terbaik karena dapat menurunkan laju respirasi sehingga dapat mempertahankan masa simpannya. Penurunan suhu mampu menghambat reaksi kimiawi dan kegiatan enzim yang berpengaruh pada laju respirasinya. Laju respirasi (ml/kg.jam) y = 0,6075x 2-0,9525x + 10,159 R² = 0,5729 y = 0,0943x 2-0,6717x + 7,1358 R² = 0,3324 y = 0,0789x 2-0,7883x + 4,9015 R² = 0, Hari kesuhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C suhu penyimpanan 27 C Poly. (Suhu penyimpanan 20 C) Poly. (suhu penyimpanan 13 C) Poly. (suhu penyimpanan 27 C) Gambar 12 Grafik perbandingan laju respirasi O2 sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan

30 Selama proses respirasi tersebut, sawi hijau kehilangan air dan karbon hasil respirasi. Selain itu, respirasi juga menghasilkan panas yang akan meningkatkan proses transpirasi sehingga terjadi kehilangan air selama penyimpanan. Kehilangan air pada bahan selama penyimpanan tidak hanya menyebabkan kehilangan berat, tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan tekstur yang akhirnya menyebabkan penurunan kualitas. Akibatnya, bahan terlihat layu dan mengurangi tingkat penerimaan konsumen. Susut bobot sawi hijau dapat dilihat pada Gambar Susut Bobot (%) 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 y = -1,7122x ,536x + 3E-14 R² = 1 y = -0,9893x ,603x + 0,1454 R² = 0,9997 y = -0,2812x 2 + 9,8317x - 0,3327 R² = 0, Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Poly. (Suhu penyimpanan 13 C) Poly. (Suhu penyimpanan 20 C) Poly. (Suhu penyimpanan 27 C) Gambar 13 Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Penurunan bobot sawi hijau sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan. Sawi hijau yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan bobot yang paling tinggi jika dibandingkan dengan sawi yang disimpan disuhu 20 0 C dan 13 0 C. Seperti yang terlihat Gambar 13, grafik peningkatan susut bobot sawi yang disimpan pada suhu ruang terlihat lebih curam dibandingkan dengan dua suhu lainnya. Artinya, penyimpanan disuhu dingin menghambat terjadinya penurunan bobot karena suhu dingin dapat menghambat proses respirasi dan mengurangi proses transpirasi yang terjadi pada sawi hijau. Menurut Kays (1991) suhu mempengaruhi mekanisme membuka dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada permukaan produk seperti stomata. Saat kondisi suhu produk relatif tinggi maka bukaan-buakaan alami cenderung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya relatif rendah maka bukaan alami mengalami penutupan. Susut bobot sangat berkaitan dengan kehilangan air. Jumlah kehilangan air akibat transpirasi dan respirasi direpresentasikan dalam grafik kadar air pada Gambar 14 dan 15. Air yang terkandung dalam batang lebih banyak dibandingkan dengan kadar air pada daun sawi. Rata-rata kadar air batang awal sebesar 94.32%, sedangkan rata-rata kadar air daun awal sebesar 89.30%. Gambar 14 dan 15 menunjukkan bahwa kadar air batang dan daun mengalami fluktuasi selama penyimpanan, namun secara umum selama penyimpanan, kadar air batang dan daun mengalami penurunan. Fluktuasi nilai ini terjadi karena penggunaan sampel yang berbeda saat dilakukan pengukuran. Seperti yang ditunjukkan Gambar 14, pada hari ke-4 terjadi penurunan signifikan kadar air batang sawi yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 20 0 C, sedangkan penurunan signifikan kadar air batang sawi hijau terjadi pada hari ke-10. Kadar air daun sawi hijau juga cenderung mengalami

31 18 penurunan selama penyimpanan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 15. Penurunan tertinggi terjadi pada sawi yang disimpan pada suhu ruang, sedangkan penurunan terendah terjadi pada sawi yang disimpan pada suhu 13 0 C. Penyimpanan dingin mampu mempertahankan kadar air yang terkandung dalam batang sawi hijau. Menurut Utama (2001), penyimpanan dengan menggunakan suhu rendah mampu mengurangi proses transpirasi akibat panas yang dihasilkan dari proses respirasi. Kadar Air (%) 97,00 94,00 91,00 88,00 85,00 82,00 79,00 76,00 y = -0,1482x 2 + 0,132x + 96,303 R² = 1 y = 0,0783x 2-0,6691x + 95,79 R² = 0,5278 y = -0,0471x 2 + 0,1622x + 95,728 R² = 0, Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Poly. (Suhu penyimpanan 13 C) Poly. (Suhu penyimpanan 20 C) Poly. (Suhu penyimpanan 27 C) Gambar 14 Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Kadar Air (%) 97,00 94,00 91,00 88,00 85,00 82,00 79,00 76,00 y = -1,7151x 2 + 3,6827x + 89,328 R² = 1 y = -0,0782x 2 + 0,0495x + 88,959 R² = 0,7256 y = 0,0036x 2-0,2891x + 89,229 R² = 0, Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Poly. (Suhu penyimpanan 13 C) Poly. (Suhu penyimpanan 20 C) Poly. (Suhu penyimpanan 27 C) Gambar 15 Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Penurunan kadar air batang dan daun sawi hijau mempengaruhi nilai kesukaan konsumen terhadap kesegaran sawi hijau pada uji organoleptik (Gambar 16). Pengamatan organoleptik dengan parameter kesegaran batang dan daun dimaksudkan untuk mendapatkan penilaian konsumen mengenai tingkat kelayuan sawi hijau selama penyimpanan.

32 19 Nilai Organoleptik ,9 5,4 5,2 4,7 4,9 3,6 3,3 2,8 2,4 2,1 2, Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Gambar 16 Pengujian organoleptik untuk parameter kesegaran daun dan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis perlakuan suhu penyimpanan Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 16, penurunan tingkat kesukaan yang cukup tinggi terjadi pada hari ke-4. Sawi yang disimpan pada suhu 13 o C menunjukkan nilai kesukaan yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan sawi yang disimpan pada dua suhu penyimpanan lainnya. Jika dikaitkan dengan grafik penurunan kadar air batang dan daun (Gambar 14 & 15), kadar air sawi yang disimpan pada suhu 13 o C dihari ke-4 masih lebih tinggi dibandingkan dengan dua suhu penyimpanan lainnya. Konsumen sudah tidak menyukai sawi yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 20 o C pada hari ke-4, sedangkan dihari ke-6, konsumen sudah tidak menyukai sawi yang disimpan pada suhu 13 o C. Selain berpengaruh terhadap kesukaan konsumen, kehilangan air yang disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi juga berpengaruh terhadap tekstur produk. Bila air yang ditranspirasikan tidak dikendalikan, maka produk akan cepat menjadi layu. Pengukuran kekerasan adalah salah satu metode yang digunakan dalam menilai kualitas tekstural produk segar hortikultura. Ketegaran (kekerasan) sayuran berpengaruh terhadap tampilan kesegaran yang menjadi tolak ukur konsumen saat memilih produk. Selama penyimpanan, nilai kekerasan berfluktuasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 17. Nilai kekerasan pada sawi bersifat fluktuatif karena sampel pengamatan yang digunakan untuk mengukur kekerasan tidak sama sampai akhir penyimpanan (pengamatan destruktif). Secara umum, kekerasan batang sawi hijau cenderung menurun selama penyimpanan. Cenderung menurunnya kekerasan pada sawi menunjukkan batang mengalami pelayuan selama disimpan. Pelayuan ini disebabkan oleh hilangnya air yang terkandung di dalam batang. Penurunan kekerasan ini seiring dengan penurunan kadar air yang terkandung dalam batang, yang ditunjukkan pada Gambar 13. Suhu penyimpanan yang tinggi mengakibatkan sayuran menjadi kehilangan cairan sehingga sayuran layu dan mengering. Kekerasan batang sawi hijau yang disimpan pada suhu 13 0 C lebih tinggi dibandingkan sawi yang disimpan pada kedua suhu lainnya. Hal ini dikarenakan terjaganya kadar air pada batang sawi hijau selama penyimpanan pada suhu 13 0 C.

33 20 Tekanan (kpa) 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0,00 y = -7,9536x ,004x R² = 1 y = 0,6078x 2-22,11x + 435,07 R² = 0,5184 y = -4,328x ,982x + 391,35 R² = 0, Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Poly. (Suhu penyimpanan 13 C) Poly. (Suhu penyimpanan 20 C) Poly. (Suhu penyimpanan 27 C) Gambar 17 Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Perubahan kekerasan batang selama penyimpanan memepengaruhi nilai kesukaan konsumen pada uji organoleptik. Pengujian organoleptik batang dinilai konsumen dari kemudahannya mematahkan batang sawi hijau. Berdasarkan skor penilaian konsumen terhadap kekerasan batang yang ditunjukkan oleh Gambar 18, waktu kritis terjadi pada hari ke-4. Nilai kesukaan tertinggi ditunjukkan pada sawi yang disimpan disuhu 13 o C. Nilai kesukaan terhadap kekerasan batang sawi ini berhubungan dengan parameter pengukuran kekerasan batang sawi (Gambar 17). Pada hari ke-4, parameter kekerasan batang sawi hijau menunjukkan bahwa sawi yang disimpan disuhu 13 o C lebih tinggi nilai kekerasannya dibanding sawi yang disimpan di dua suhu lainnya. Konsumen sudah tidak menyukai sawi yang disimpan pada suhu ruang Pada hari ke-4. Pada hari ke-6, konsumen juga sudah tidak menyukai sawi hijau yang disimpan pada suhu 20 o C dan 13 o C. Nilai Organoleptik ,7 5,7 4,3 4,5 4,4 3,7 3,2 2 1,9 2, Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Gambar 18 Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Selain pengujian kekerasan batang, pengujian tarik juga dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran daun sawi selama penyimpanan. Tekstur daun

34 merupakan hal yang paling penting dalam menentukan kualitas sawi hijau (Kohyama,2008). Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 19, tren uji tarik cenderung menurun pada akhir masa penyimpanan. Uji tarik ini menggambarkan kerenyahan daun. Menurut hasil penilitian Fatima (2013), penurunan kerenyahan daun terjadi karena air pada daun terus menguap. Penurunan tersebut ditandai dengan kondisi daun sawi hijau yang layu dan mudah sobek. Muchtadi (1992) menjelaskan bahwa komoditi yang berupa daun mempunyai tendensi untuk menguapkan air lebih cepat karena luas permukaannya yang tinggi. 21 Beban tarik (kn) 0,007 0,006 0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0 y = -7E-05x 2-3E-06x + 0,0053 R² = 1 y = 2E-05x 2-0,0001x + 0,0037 R² = 0,0955 y = -4E-05x 2 + 0,0006x + 0,0028 R² = 0, Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Poly. (Suhu penyimpanan 20 C) Poly. (Suhu penyimpanan 13 C) Poly. (Suhu penyimpanan 27 C) Gambar 19 Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Klorofil merupakan salah satu zat warna (pigmen) pembentuk warna hijau dalam daun sayur-sayuran. Klorofil sangat mudah mengalami degradasi setelah tanaman dipanen dan selama dilakukan penyimpanan, hal ini dibuktikan oleh Gambar 20. Pendegradasian klorofil ini mengakibatkan perubahan warna yang terjadi pada daun sawi, sehingga klorofil dapat dijadikan sebagai indikator kesegaran sayur-sayuran berdaun khususnya sawi hijau. Secara umum, kandungan klorofil cenderung menurun pada hari terakhir penyimpanan sawi hijau. Peningkatan klorofil pada sawi hijau yang disimpan pada suhu 13 0 C di hari ke-4 terjadi karena sampel yang digunakan tidak sama. Sawi yang disimpan pada suhu 13 0 C lebih dapat mempertahankan kandungan klorofilnya. Menurut Roiyana et all (2011), sayuran yang disimpan pada suhu rendah akan mengalami penurunan laju respirasi yang mengakibatkan aktivitas enzim klorofilase terhambat sehingga menghambat pendegradasian senyawa klorofil. Hal ini membuktikan bahwa suhu rendah dapat mempertahankan kandungan klorofil dalam daun.

35 22 Kandungan klorofil (umol/100cm 2 ) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 y = -0,6275x + 5,105 R² = 1 y = -0,0677x 2 + 0,4844x + 3,965 R² = 1 y = 0,0348x 2-0,5381x + 4,625 R² = Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Poly. (Suhu penyimpanan 13 C) Poly. (Suhu penyimpanan 20 C) Poly. (Suhu penyimpanan 27 C) Gambar 20 Grafik perbandingan kandungan klorofil daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Pendegradasian kandungan klorofil berpengaruh pada perubahan warna daun. Warna daun merupakan salah satu indikator yang paling mudah dilihat untuk mengetahui kesegaran sawi hijau. Gambar 22 menunjukkan tren penurunan nilai a daun sawi hijau. Nilai a menunjukkan perubahan warna hijau pada daun. Artinya, semakin berkurang nilai a pada daun yang diukur, semakin pudar warna hijau pada daun dan cenderung menuju ke hitam seperti yang ditunjukkan diagram Hunter pada Gambar 21. Gambar 21 Diagram Hunter Gambar 22 menunjukkan bahwa penurunan nilai a paling cepat terjadi pada sawi yang disimpan disuhu ruang. Hal ini dikarenakan, penyimpanan pada suhu ruang dapat mempercepat degradasi pigmen klorofil pada daun sawi, sedangkan penyimpanan pada suhu dingin dapat menghambat terjadinya pendegradasian tersebut. Pada suhu ruang, kegiatan metabolisme respirasi meningkat yang mengakibatkan proses degradasi klorofil berjalan cepat (Roiyana et all, 2011).

36 23 Nilai a 0,00-3,00-6,00-9,00-12,00-15, y = 0,0532x 2 + 0,4635x - 13,351 R² = 1 Hari ke- y = 0,1224x 2-0,3059x - 12,857 R² = 0,907 y = 0,0517x 2-0,1151x - 12,977 R² = 0,9859 Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Poly. (Suhu penyimpanan 20 C) Poly. (Suhu penyimpanan 13 C) Poly. (Suhu penyimpanan 27 C) Gambar 22 Grafik perbandingan perubahan nilai a daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Perubahan nilai a daun sawi hijau berakibat pada nilai kesukaan konsumen pada uji organoleptik. Berdasarkan rata-rata penilaian 10 orang panelis terhadap warna daun sawi hijau, semua konsumen masih menyukai sawi hijau pada hari ke- 0 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 23. Nilai kesukaan terhadap warna daun sawi yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 20 o C menurun drastis pada hari ke- 4. Hal ini seiring dengan penurunan nilai a yang cukup tinggi pada hari ke-4 yang ditunjukkan oleh Gambar 22. Konsumen sangat tidak menyukai warna daun sawi setelah masa simpan mencapai hari ke-4 karena sawi hijau sudah mengalami pembusukkan. Untuk sawi yang disimpan pada suhu 20 o C dan 13 o C, konsumen mulai merasa tidak suka pada hari ke ,1 5,3 4,8 4,8 4,5 Nilai Organoleptik ,4 3,5 2,6 1,5 2,5 1, Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Gambar 23 Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Seiring dengan itu, nilai b mengalami tren peningkatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 24. Peningkatan nilai b ini menunjukkan bahwa daun

37 24 sawi hijau semakin kuning. Peningkatan nilai b pada daun sawi yang disimpan pada suhu ruang adalah peningkatan yang paling tajam dibandingkan dengan daun yang disimpan pada dua suhu lainnya. Suhu rendah dianggap mampu menjaga warna daun sehingga tidak mempercepat terjadinya penguningan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, aktivitas enzim klorofilase semakin meningkat untuk mendegradasi senyawa klorofil menjadi warna kuning (Roiyana et all, 2011) Nilai b 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 y = -0,4439x 2 + 3,6398x + 17,454 R² = 1 y = -0,1493x 2 + 1,8964x + 17,066 R² = 0,595 y = 0,0166x 2 + 0,191x + 17,905 R² = 0, Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C) Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Poly. (Suhu penyimpanan 13 C)) Poly. (Suhu penyimpanan 20 C) Poly. (Suhu penyimpanan 27 C) Gambar 24 Grafik perbandingan perubahan nilai b daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan Selama penyimpanan, nilai L juga cenderung meningkat (Gambar 25). Meningkatnya nilai L ini berkaitan dengan meningkatnya kecerahan daun sawi hijau selama penyimpanan. Semakin tinggi perubahan kecerahan semakin cepat sawi menuju kelayuan atau kerusakan. Daun sawi yang disimpan pada suhu ruang, lebih cepat mengalami peningkatan kecerahan daun dibandingkan daun yang disimpan pada suhu 20 o C dan 13 o C. Artinya, suhu rendah lebih dapat mempertahankan warna hijau daun sawi hijau. Nilai L 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 y = -0,5457x 2 + 4,1195x + 41,208 R² = 1 y = -0,2072x 2 + 2,6696x + 40,167 R² = 0,6586 y = 0,0764x 2-0,3011x + 41,941 R² = 0, Hari ke- Suhu penyimpanan 13 C Suhu penyimpanan 20 C Suhu penyimpanan 27 C Poly. (Suhu penyimpanan 13 C) Poly. (Suhu penyimpanan 20 C) Poly. (Suhu penyimpanan 27 C) Gambar 25 Grafik perbandingan perubahan nilai L daun sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan

38 Dari pengukuran parameter-parameter mutu dan kesegaran sawi hijau, dapat disimpulkan bahwa suhu bahan optimal untuk sawi hijau adalah 13 o C. Hasil tersebut digunakan untuk melakukan penelitian tahap 2 untuk menentukan kombinasi suhu air dan waktu perendaman dalam mencapai suhu bahan optimal. 25 Tahap 2 Menentukan Kombinasi Suhu Air Hydrocooling dan Waktu Perendaman Untuk Menghasilkan Suhu Bahan Yang Diharapkan Serta Mengetahui Penurunan Mutu Bahan Selama Penyimpanan Tahap hydrocooling ini dimaksudkan untuk mendapatkan kombinasi suhu air dan waktu yang optimum untuk penanganan pascapanen sawi hijau. Menurut Kays (1991), hydrocooling merupakan metode yang biasa dimanfaatkan untuk sayuran berdaun, seperti sawi hijau. Hydrocooling diharapkan dapat menghambat penurunan mutu sawi hijau. Pada metode hydrocooling ini, suhu air yang digunakan sebagai pendingin adalah 5 o C dan 10 o C. Hydrocooling ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu bahan (25 o C) agar mencapai suhu optimal, yaitu 13 o C. Berdasarkan hasil pengukuran, kombinasi yang dilakukan untuk menurunkan suhu tumpukan bahan sampai mencapai optimum (13 o C) menggunakan suhu pendingin 5 o C rata-rata dengan waktu 3.1 detik, sedangkan bila menggunakan suhu 10 o C ratarata membutuhkan waktu 3.9 detik, seperti yang ditunjukkan oleh Lampiran 3. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan chart Gurney Lurie yang ditunjukkan oleh Lampiran 1, terdapat perbedaan antara waktu perendaman yang didapat dari hasil pendugaan dengan waktu perendaman yang didapat dari pengukuran sebenarnya. Hal ini dikarenakan, pada saat dilakukan pengukuran sebenarnya, termocouple hanya mampu mengukur suhu permukaan bahan. Untuk mengetahui keefektifan kombinasi suhu air dan lama perendaman tersebut dalam mempertahankan kesegaran sawi hijau, dilakukan penyimpanan dan pengukuran beberapa parameter mutu selama penyimpanan. Kandungan klorofil Berdasarkan analisa sidik ragam yang ditunjukkan pada Lampiran 4, perlakuan hydrocooling berpengaruh nyata pada perubahan kandungan klorofil daun sawi hijau hanya dihari kedua, sedangkan pengaruh nyata akibat suhu penyimpanan terjadi pada hari ketiga. Tidak ada interaksi yang berpengaruh nyata sampai hari terakhir penyimpanan. Secara umum, kandungan klorofil cenderung mengalami penurunan (Gambar 26).

39 26 Kandungan Klorofil (umol/100cm 2 ) 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, Hari Ke- H1S1 H2S1 H1S2 H2S2 Poly. (H1S1) Poly. (H2S1) Poly. (H1S2) Poly. (H2S2) Gambar 26 Grafik perbandingan kandungan klorofil daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Warna Berkurangnya kandungan klorofil berpengaruh langsung pada perubahan warna daun. Nilai L dan b akan cenderung meningkat, sedangkan nilai a akan cenderung menurun seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 27 sampai 29. Berdasarkan hasil sidik ragam pada Lampiran 5, pengaruh hydrocooling terhadap perubahan nilai L daun sawi terjadi pada hari pertama dan hari kedua, sedangkan pengaruh nyata akibat suhu penyimpanan terjadi pada hari kedua dan ketiga. Interaksi antara hydrocooling dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh sampai hari terakhir penyimpanan. Gambar 27 menunjukkan bahwa selama penyimpan, nilai L cenderung meningkat Nilai L Hari Ke- H1S1 H2S1 H1S2 H2S2 Poly. (H1S1) Poly. (H2S1) Poly. (H1S2) Poly. (H2S2) Gambar 27 Grafik perbandingan perubahan nilai L daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan

40 Berdasarkan uji statistik yang ditunjukkan oleh Lampiran 6, terdapat pengaruh nyata perlakuan hydrocooling terhadap perubahan nilai a daun sawi pada hari pertama setelah penyimpanan, sedangkan pengaruh nyata perlakuan suhu terhadap nilai a terjadi pada hari kedua dan ketiga. Interaksi antara hydrocooling dan suhu penyimpanan terjadi pada hari pertama. Interaksi yang berpengaruh adalah H2S1. Berdasarkan tren yang ditunjukkan Gambar 28, terjadi penurunan nilai a daun sawi selama penyimpanan Nilai a Hari Ke- H1S1 H2S1 H1S2 H2S2 Poly. (H1S1) Poly. (H2S1) Poly. (H1S2) Poly. (H2S2) Gambar 28 Grafik perbandingan perubahan nilai a daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Dari hasil analisa sidik ragam yang ditunjukkan Lampiran 7, pengaruh hydrocooling terhadap nilai b daun sawi hijau terlihat pada hari pertama setelah penyimpanan, sedangkan pengaruh nyata akibat suhu penyimpanan terlihat sejak hari pertama hingga hari ketiga. Interaksi hydrocooling dan suhu penyimpanan terjadi pada hari pertama setelah penyimpanan. Pengaruh nyata terjadi pada interaksi perlakuan H1S1, H1S2 dan H2S2. Gambar 29 menunjukkan terjadinya peningkatan nilai b daun sawi hijau selama penyimpanan karena adanya pendegradasian kandungan klorofil Nilai b Hari Ke- H1S1 H2S1 H1S2 H2S2 Poly. (H1S1) Poly. (H2S1) Poly. (H1S2) Poly. (H2S2) Gambar 29 Grafik perbandingan perubahan nilai b daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan

41 28 Kadar air Kadar air pada penelitian ini diukur pada bagian daun dan batang. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata kadar air daun menurun selama penyimpanan, sedangkan kadar air batang meningkat seperti yang ditunjukkan Gambar 30 dan 31. Sidik ragam yang ditunjukkan oleh Lampiran 8, menunjukkan bahwa perlakuan hydrocooling mempunyai pengaruh terhadap kadar air daun yang terjadi pada hari ke-3 dan ke-9, sedangkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap kadar air daun hanya terlihat pada hari ke-3. Pada hari pertama setelah penyimpanan, terdapat pengaruh nyata antara interaksi perlakuan hydrocooling dan suhu penyimpanan terhadap kadar air daun. Interaksi yang berpengaruh adalah perlakuan H2S2. Gambar 30 menunjukkan tren penurunan kadar air daun sawi hijau selama penyimpanan. 100,00 95,00 Kadar Air (%) 90,00 85,00 80,00 75, Hari Ke- H1S1 H2S1 H1S2 H2S2 Poly. (H1S1) Poly. (H2S1) Poly. (H1S2) Poly. (H2S2) Gambar 30 Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Untuk kadar air batang sawi hijau, hasil statistik pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa hydrocooling berpengaruh nyata pada hari ke-2, ke-4 dan ke- 9. Pengaruh nyata akibat suhu penyimpanan terlihat pada hari ke-3. Interaksi antara perlakuan hydrocooling dan suhu penyimpanan juga terlihat pada hari ke-3 saja sementara dihari lainnya tidak ada perbedaan. Interaksi yang berpengaruh adalah H2S2. Dari Gambar 31 terlihat bahwa, kadar air batang sawi cenderung meningkat. Hal ini mungkin diakibatkan oleh perlakuan hydrocooling dan penggunaan kemasan yang cenderung menyebabkan penyerapan air di bagian batang sawi.

42 29 97,00 95,00 Kadar Air (%) 93,00 91,00 89,00 87, Hari Ke- H1S1 H2S1 H1S2 H2S2 Poly. (H1S1) Poly. (H1S2) Poly. (H2S2) Poly. (H2S2) Gambar 31 Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau dala berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Perlakuan hydrocooling menggunakan suhu 10 o C mampu mempertahankan kadar air batang, hal ini juga didukung oleh Gambar 32. a Gambar 32 Perbandingan sawi yang dihydrocooling suhu 5 o C (a) dengan hydrocooling dengan suhu 10 o C (b) Dari Gambar 32 di atas, menunjukkan bahwa sawi yang di-hydrocooling menggunakan suhu 5 o C terlihat lebih layu dibandingkan dengan sawi yang dihydrocooling dengan suhu 10 o C. Hal ini mungkin disebabkan suhu hydrocooling 5 o C mengakibatkan rusaknya sel dan jaringan bahan sehingga berdampak pada kelayuan bahan. Susut bobot Hasil sidik ragam yang ditunjukkan pada Lampiran 10 mengungkapkan bahwa susut bobot tidak dipengaruhi oleh perlakuan hydrocooling dan suhu penyimpanan. Selama penyimpanan, susut bobot mengalami tren peningkatan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 33. b

43 Susut Bobot (%) Hari Ke- H1S1 H2S1 H1S2 H2S2 Poly. (H1S1) Poly. (H2S1) Poly. (H1S2) Poly. (H2S2) Gambar 33 Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Uji tarik daun Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa pengaruh nyata akibat hydrocooling terhadap uji tarik hanya terjadi pada hari pertama setelah penyimpanan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 34, nilai beban tarik sangat berfluktuatif, namun secara umum sawi yang dihydrocooling dengan suhu 5 o C memiliki kecenderungan meningkat, sedangkan sawi yang dihydrocooling dengan suhu 10 o C cenderung menurun. 0,006 0,005 Beban Tarik (kn) 0,004 0,003 0,002 0, Hari Ke- H1S1 H2S1 H1S2 H2S2 Poly. (H1S1) Poly. (H2S1) Poly. (H1S2) Poly. (H2S2) Gambar 34 Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan

44 Kekerasan batang sawi Secara statistik yang ditunjukkan oleh Lampiran 12, pengaruh hydrocooling terhadap perubahan kekerasan terjadi pada hari ke3 dan ke 4 serta hari ke 8. Secara umum hydrocooling mampu mempertahankan kekerasan batang sawi. Interaksi antar suhu dan perlakuan hidrocooling terlihat hari ke 2 saja sementara dihari yang lainnya secara statistik tidak berbeda untuk setiap interaksi perlakuan. Interaksi yang berpengaruh adalah H1S1 dan H2S2. Secara umum, tren kekerasan menunjukkan penurunan selama penyimpanan sepert yang ditunjukkan oleh Gambar Tekanan (kpa) Hari Ke- H1S1 H2S1 H1S2 H2S2 Poly. (H1S1) Poly. (H2S1) Poly. (H1S2) Poly. (H2S2) Gambar 35 Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan Uji Statistik DMRT Dari uji statistik DMRT yang dilakukan pada semua parameter mutu kesegaran, hasil interaksi hydrocooling dan suhu penyimpanan yang berpengaruh nyata terhadap parameter mutu dirangkum pada Tabel 3. Bagian yang diberi tanda menunjukkan pengaruh nyata terbaik yang dihasilkan oleh interaksi hydrocooling dan suhu penyimpanan. Hasil interaksi yang terbaik ditentukan oleh banyaknya pengaruh nyata yang diakibatkan oleh perlakuan interaksi tersebut. Berdasarkan Tabel 3, sawi yang disimpan disuhu ruang, pengaruh nyata terbaik dihasilkan oleh interaksi H1S1, sedangkan untuk penyimpanan dingin, pengaruh nyata terbaik dihasilkan oleh interaksi H2S2.

45 32 Tabel 3 Pengharuh nyata terhadap interaksi perlakuan pada uji DMRT Hari 1 Hari 2 Hari 3 Perlakuan Kadar air Kadar air Nilai a Nilai b Kekerasan daun batang H1S1 Ab a b a ab H2S1 B b a b b H1S2 B a b ab ab H2S2 A a b a a Ket: aaaaa : Pengaruh nyata terbaik Kombinasi suhu air dan lama perendaman terbaik untuk penyimpanan pada suhu ruang adalah kombinasi suhu 5 o C dengan lama perendaman 3.1 detik. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan suhu 5 o C, suhu bahan lebih cepat diturunkan sehingga dapat lebih cepat menurunkan laju respirasi. Namun, jika dibandingkan dengan kontrol, penanganan dengan hydrocooling ini hanya mampu mempertahankan sawi hijau sampai hari ke-3 dikarenakan penggunaan plastik kemasan yang mengakibatkan uap air dan air hydrocooling terperangkap dan mempercepat kebusukan sawi hijau. Selain itu, RH rendah dan air yang digunakan untuk hydrocooling tidak menggunakan anti mikroba mengakibatkan pembusukkan yang lebih cepat. Menurut Dewi (2010) penggunaan zat kimia sebagai antimikroba adalah cara yang sering dipakai untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari air yang digunakan selama penanganan pascapanen produk sayuran dan buah-buahan, yaitu dengan menambahkannya kedalam air. Untuk penyimpanan pada suhu 13 o C, kombinasi terbaik adalah suhu perendaman menggunakan 10 o C dengan lama perendaman 3.9 detik. Hal ini dikarenakan penyerapan air lebih banyak dan lebih dapat mempertahankan kadar air sawi hijau. Selain itu, dengan melakukan penyimpanan dingin, laju respirasi dapat diperlambat dan aktivitas mikroba dapat terhambat, sehingga dapat lebih lama mempertahankan kesegaran sawi hijau. Dibandingkan dengan kontrol, perlakuan hydrocooling dapat lebih lama mempertahankan masa simpan sawi hijau pada suhu 13 o C yaitu 9 hari. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Waktu yang dibutuhkan sawi hijau untuk mencapai suhu lingkungan (13 dan 20 o C) rata-rata 50 menit, sedangkan sawi yang disimpan pada suhu ruang sudah stabil sejak awal penyimpanan. Suhu bahan berpengaruh pada laju respirasi CO2 dan O2. Laju respirasi CO2 dan O2 pada sawi yang disimpan pada suhu ruang ratarata dan ml/kg.jam. Suhu bahan yang rendah mampu menurunkan laju

46 respirasi yang ditunjukkan oleh respirasi CO2 dan O2 sawi pada suhu 20 o C yaitu rata-rata 7.33 dan 6.59 ml/kg.jam dan sawi pada suhu 13 o C dengan laju respirasi CO2 dan O2 rata-rata 6.37 dan 3.72 ml/kg.jam. Penyimpanan sawi hijau menggunakan suhu 13 o C mampu mengurangi susut bobot, mempertahankan kadar air daun dan batang, menjaga kekerasan batang dan kerenyahan daun, mempertahankan kandungan klorofil daun, serta mampu memperlambat peningkatan kecerahan, peningkatan nilai b, dan penurunan nilai a daun sawi hijau. Berdasarkan penilaian konsumen terhadap warna daun, kekerasan batang dan kesegaran sawi hijau, konsumen menyukai sawi hijau yang disimpan disuhu ruang sampai hari ke-4, sedangkan untuk sawi hijau yang disimpan pada suhu 13 o C, konsumen menyukainya hingga hari ke-6. Dalam penelitian pendahuluan, suhu 13 o C dianggap mampu mempertahankan mutu sawi hijau. Hasil kombinasi suhu air dan lama perendaman untuk mencapai suhu optimum (13 o C) yang didapat dari penelitian, yaitu hydrocooling 5 o C dengan waktu 3.1 detik dan hydrocooling 10 o C dengan waktu 3.9 detik. Parameter mutu sawi hijau setelah dilakukan hydrocooling berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan hydrocooling berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil, nilai L, nilai a, nilai b, kadar air daun dan batang, serta kekerasan batang selama penyimpanan, sedangkan perlakuan suhu penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap hampir semua parameter kecuali uji tarik daun dan susut bobot. Untuk interaksi dari kedua perlakuan (hydrocooling dan suhu penyimpanan) hanya berpengaruh nyata terhadap nilai a, nilai b, kadar air daun dan batang sawi hijau serta kekerasan batang. Untuk penyimpanan pada suhu ruang, kombinasi terbaik adalah menggunakan suhu perendaman 5 o C dengan waktu 3.1 detik, sedangkan kombinasi terbaik untuk sawi yang disimpan pada suhu 13 o C adalah suhu perendaman 10 o C dengan waktu 3.9 detik. Saran 1. Perlu dilakukan perbaikan pengukuran suhu bahan pada bagian batang, untuk mendapatkan suhu bahan yang sebenarnya. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan penambahan antimikroba pada air yang digunakan untuk hydrocooling. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh hydrocooling terhadap perubahan mutu sawi hijau yang disimpan pada suhu lingkungan sebenarnya. 33 DAFTAR PUSTAKA Becker BR and Fricke BA Hydrocooling Time Estimation Methods. Mechanical Engineering. University of Msissouri-Kansas City.

47 34 Cahyono B Teknik dan Strategi Budi Daya Sawi Hijau (Pai- Tsai).Yogyakarta (ID); Yayasan Pustaka Nusantara DeEll J Cooling of Fresh Vegetables. Ministry of Agriculture, Food and Rural Affairs. Ontario. Dewi A Pengaruh hydrocooling dan pengemasan terhadap mutu pak choi (Brassica rapa var. Chinensis) selama transportasi darat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Fatima GAY Kajian Penggunaan Ice Gel Sebagai Media Dingin Pada Kemasan Untuk Distribusi Sawi Hijau (Brassica juncea L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Jobling J Practical solution for temperature management. Sydney Postharvest Laboratory Information Sheet. 6 Juli Kays SJ Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. New York : An AVI Book. Kohyama, K, Atshuhi T, Naoki S, Fumiyo H, Hitoshi Y Tensile Test of Cabbage Leaves For Quality Evaluation of Shredded Cabbage. Ishikawa Agricultural Research Center Bo, saida, kanzawa. Ishikawa , Japan. Muchtadi D Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Pantastico, Er. B Fisiologi Pasca Panen, Penangangan dan Pemamfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan. UGM Press. Yogyakarta. Roiyana M, Prihastanti E, Kasiyati Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Daun Stephania hernandifolia Walp. terhadap Kualitas Bahan Baku Cincau dan Penerimaan Konsumen. Hayati. Universitas Diponegoro Saltveit ME.2004.Respiratory metabolism.mann Laboratory, Department of Vegetable Crops,University of California, Davis, CA Sargent SA, Talbot MT, dan Brecht JK.1988.Evaluating precooling methods for vegetable packing house operations.university of Florida, IFAS: Proc. Fla. State Hort. Soc. 101: Thompson JF.1998.Pre-cooling and Storage Facilities.Department of Biological & Agricultural Engineering,University of California, Davis, CA 1998

48 35 Utama IMS Penanganan pascapanen buah dan sayuran segar. Forum Konsultasi Teknologi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali (21 November 2001) Utama IMS, Nocianitri KA, Pudja IARP Pengaruh suhu air dan lama waktu perendaman beberapa jenis sayuran daun pada proses crisping. Agritrop, 26 (3):

49 36 Lampiran 1 Perhitungan pendugaan waktu perambatan suhu dengan menggunakan Chart Gurney Lurie Waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu pusat bahan sawi hijau dengan perlakuan hydrocooling menggunakan 5 o C dan 10 o C dapat diduga dengan parameter paremeter berikut: k sawi hijau = J/m.s. o C ρ sawi hijau = 881 kg/m 3 Cp sawi hijau = 3999 J/kg. o C Tm = 5 o C dan 10 o C To = 25 o C T = 13 o C L = 5 mm h = 250 J/s.m 2 C α = k = ρ x Cp 881 x 3999 = 1.51 x 10-7 m 2 /s Y5 = T Tm = 13 5 T Tm = 0.4, Y10 = = To Tm 25 5 To Tm = 0.2 m = k = h x L 250 x ( = ) n = 0, karena pendugaan dilakukan untuk pusat bahan Dari grafik, untuk suhu hydrocooling 5 o C, Fo = 0.4, sehingga pendugaan waktu yang dibutuhkan adalah: Fo x L2 0.4 x t = = = s = 0.28 menit α 1.51 x 10-7 Untuk suhu hydrocooling 10 o C, Fo = 0.85, sehingga pendugaan waktu yang dibutuhkan adalah: Fo x L x t = = = s = 0.58 menit α 1.51 x 10-7

50 37

51 38 Lampiran 2. Peralatan yang digunakan untuk penelitian 1. Cosmotector Alat ini digunakan mengukur laju respirasi sawi hijau. 2. Peralatan analisis kadar air Peralatan analisis kadar air ini meliputi cawan alumunium, oven dan desikator. 3. Timbangan analitik Timbangan analitik ini digunakan untuk menimbang cawan sebelum dan sesudah dimasukkan kedalam oven.

52 39 4. Timbangan Digital Timbangan digital digunakan mengukur bobot sawi hijau. 5. Rheometer CR-500 DX Rheometer CR-500DX digunakan untuk mengukur kekerasan batang sawi hijau dengan mode 20, beban maksimum 2 kg, dalam penekanan 30 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter plunger jarum 5 mm. 6. Chromameter minolta tipe CR-400 Alat ini digunakan untuk mengukur warna daun sawi hijau.

53 40 7. Universal Testing Machine Universal Testing Machine ini digunakan untuk melakukan uji tarik terhadap daun sawi dengan beban maksimal 0.25 kn dan kecepatan tarik 20mm/menit. Alat ini dikendalikan melalui seperangkat komputer. 8. Hybrid recorder dan thermocouple Alat-alat ini digunakan untuk mengukur perubahan suhu air selama dilakukan hydrocooling. 9. Refrigerator Refrigerator ini digunakan untuk selama penyimpanan dingin.

54 Spectrophotometer Alat ini digunakan untuk mengukur kandungan klorofil dalam daun. 11. Alat-alat penunjang Ada beberapa alat penunjang pada penelitian ini seperti gelas ukur dan baskom Lampiran 3 Tabel pengukuran lama perendaman untuk mencapai suhu optimal (13 o C) Waktu untuk mencapai suhu 13 o C Ulangan ke H suhu 5 o C H suhu 10 o C Rata-rata

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK CAISIN DENGAN PERLAKUAN PENGATURAN SUHU DIMULAI DARI SESAAT SETELAH PANEN, SELAMA PENGANGKUTAN, HINGGA SETELAH PENYIMPANAN *) Anang Suhardianto FMIPA Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Sido Makmur, Kec. Sipora Utara, Kab. Kep.Mentawai untuk proses penggorengan keripik ikan lemuru. Dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L.

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. adalah jenis tanaman yang hidup baik pada daerah tropis dan wilayah iklim sedang. Di daerah tropis terong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penentuan waktu hydrocooling dan konsentrasi klorin optimal untuk pak choi Tahap precooling ini dilakukan untuk menentukan kombinasi lama hydrocooling dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

UJI COBA ALAT PENGGORENGAN VAKUM UNTUK MEMBUAT KERIPIK LOBAK (Raphanus sativus) DENGAN VARIABLE SUHU, WAKTU, DAN PERENDAMAN AIR GARAM

UJI COBA ALAT PENGGORENGAN VAKUM UNTUK MEMBUAT KERIPIK LOBAK (Raphanus sativus) DENGAN VARIABLE SUHU, WAKTU, DAN PERENDAMAN AIR GARAM LAPORAN TUGAS AKHIR UJI COBA ALAT PENGGORENGAN VAKUM UNTUK MEMBUAT KERIPIK LOBAK (Raphanus sativus) DENGAN VARIABLE SUHU, WAKTU, DAN PERENDAMAN AIR GARAM (Vacuum Fryer Test to Make Radish Chip (Raphanus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pasca panen berupa sayuran daun segar sangat diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral, namun sangat mudah mengalami kemunduran yang dicirikan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura Cold Storage Hortikultura Panen C 6 H 12 O 6 + O 2 Respirasi 6 CO 2 + 6 H 2 O + 673 Kal Umur simpan produk Tergantung dari laju evolusi panas Kondisi lingkungan daun buah Sayuran : kailan, brokoli, horenzo,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian 24 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan April 2012, di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Klorofil Daun Susut Bobot Laju Respirasi (O2 dan CO2)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Klorofil Daun Susut Bobot Laju Respirasi (O2 dan CO2) DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vi TIM PENGUJI... vii RIWAYAT HIDUP... viii KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Kulit Manggis Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu dari suatu produk hortikultura. Buah manggis merupakan salah satu buah yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

METODE PENELITIAN. Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober 2013 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Buah mangga yang digunakan untuk bahan penelitian langsung diambil dari salah satu sentra produksi mangga, yaitu di daerah Indramayu, Kecamatan Jatibarang.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Produksi Tanaman dan RGCI, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 hingga Mei 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan 18 Maret 2016 sampai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS. Abstrak

APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS. Abstrak APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS Andriani Lubis 1*) 1) Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 23111 *) andriani_loebis@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III. III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai Maret 2011 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak diminati konsumen. Salah satu contoh kultivar jambu yang memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dengan topik Desain Cetakan Tapioca Based Puffed Snack Panggang Dengan Bahan Dasar Stainless Steel dan Aluminium dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU

PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU TUGAS AKHIR PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU (Making Chips Pumpkins (Cucurbita) Using Vacuum Equipment Fryer with Variable Time and Temperature)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI Oleh : ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada

Lebih terperinci

Ratna Prodi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh

Ratna Prodi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh Jurnal EduBio Tropika, Volume, Nomor, April 04, hlm. -86 Ratna Ichwana Mulyanti Korespondensi: ukhti.ratna@gmail.com APLIKASI PRE-COOLING PADA PENYIMPANAN BUAH TOMAT (Lycopersicum esculentum) MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan ini terdiri dari 6 perlakuan, dan masing-masing

Lebih terperinci

PENGARUH PRA PENDINGINAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH MANGGA CENGKIR INDRAMAYU NENG ERLITA NURMAWANTI F

PENGARUH PRA PENDINGINAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH MANGGA CENGKIR INDRAMAYU NENG ERLITA NURMAWANTI F PENGARUH PRA PENDINGINAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH MANGGA CENGKIR INDRAMAYU NENG ERLITA NURMAWANTI F14102011 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman pertanian yang strategis untuk dibudidayakan karena permintaan cabai yang sangat besar dan banyak konsumen yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biotani Sistimatika Sawi Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU (The Time Effect Of Vacuum Frying Towards The Amount Of Water And Organoleptic Ingredients

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya sebagian kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan

BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan BAB III METODOLOGI 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada bulan April Juni 2011 di laboratorium Pindah Panas dan Massa dan laboratorium Surya, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sayuran. Kebutuhan pupuk untuk pertanian semakin banyak sebanding dengan

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI

KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI Oleh Junita Fitrianti F14102086 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN PENGARUH PELILINAN BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) SELAMA PENYIMPANAN (Effect of Mangosteen Waxing during Storage) Sugiyono 1, Sutrisno 2, Bianca Dwiarsih 3 1. Alumni Program Studi Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCA PANEN

TEKNOLOGI PASCA PANEN PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA PANEN Oleh : TIM PENGAMPU LABORATORIUM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2016 DAFTAR ACARA PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA

Lebih terperinci