BAB II TINJAUAN PUSTAKA. trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan menurut Smeltzer (2005)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan menurut Smeltzer (2005)"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Teori fraktur Pengertian fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan menurut Smeltzer (2005) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorpsinya Penyebab fraktur Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi jaringan sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau gerakan fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2005) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur: a. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang. b. Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.

2 8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh arah, kecepatan, kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia penderita dan kelenturan tulang. Tulang yang rapuh karena osteoporosis dapat mengalami patah tulang Jenis fraktur Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur dapat dibagi menjadi: a. Fraktur komplit Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal. b. Fraktur tidak komplit Patah tulang yang terjadi pada sebagian garis tengah tulang. c. Fraktur tertutup Patah tulang yang tidak menyebabkan robekan pada kulit. Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. d. Fraktur terbuka/fraktur komplikata Patah tulang dengan luka pada pada kulit dan atau membran mukosa sampai patahan tulang. Fraktur terbuka di gradasi menjadi: 1) Grade I : fraktur terbuka dengan luka bersih kurang dari 1 cm

3 9 2) Grade II : fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan extensif sekitarnya. 3) Grade III : fraktur dengan kondisi luka mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif dan sangat terkontaminasi. Menurut Feldman (1999), fraktur terbuka grade III dibagi lagi menjadi: a) Grade IIIA: terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang terbuka b) Grade IIIB: trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum ekstensif dan membutuhkan teknik bedah plastik untuk menutupnya c) Grade IIIC: fraktur terbuka termasuk rusaknya pembuluh darah besar e. Jenis fraktur khusus Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur yang khusus lain seperti: 1) Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkok. 2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang 3) Oblik: garis patahan membentuk sudut dengan garis tengah tulang. 4) Spiral: fraktur yang memuntir seputar batang tulang 5) Kominutif: tulang pecah menjadi beberapa bagian 6) Kompresif: tulang mengalami kompresi/penekanan pada bagian tulang lainnya seperti (pada tulang belakang) 7) Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada tulang tengkorak) 8) Patologik: fraktur pada tulang yang berpenyakit seperti penyakit Paget, Osteosarcoma.

4 10 9) Epifiseal: fraktur pada bagian epifiseal f. Tipe fraktur ekstremitas atas 1) Fraktur collum humerus 2) Fraktur humerus 3) Fraktur suprakondiler humerus 4) Fraktur radius dan ulna (fraktur antebrachi) 5) Fraktur colles 6) Fraktur metacarpal 7) Fraktur phalang proksimal, medial, dan distal g. Tipe fraktur ekstremitas bawah 1) Fraktur collum femur 2) Fraktur femur 3) Fraktur supra kondiler femur 4) Fraktur patella 5) Fraktur plateu tibia 6) Fraktur cruris 7) Fraktur ankle 8) Fraktur metatarsal 9) Fraktur phalang proksimal, medial dan distal Manifestasi klinis Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna (Smeltzer, 2005).

5 11 a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi. b. Pergeseran fragmen tulang menyebabkan deformitas tulang yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan bagian yang normal. c. Pemendekan tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang melekat diatas maupun dibawah tempat fraktur. d. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar X. Setelah mengalami cedera, pasien akan mengalami kebingungan dan tidak menyadari adanya fraktur, serta berusaha berjalan dengan tungkai yang patah (Brunner & Suddarth, 2005). Nyeri berhubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan antar fragmen tulang dan sendi disekitar fraktur Penatalaksanaan Fraktur dan Kegawatdaruratannya Menurut Brunner & Suddarth (200 5) selama pengkajian primer dan resusitasi, sangat penting untuk mengontrol perdarahan yang diakibatkan oleh trauma muskuloskeletal. Perdarahan dari patah tulang panjang dapat menjadi penyebab terjadinya syok hipovolemik. Pasien dievaluasi dengan seksama dan lengkap. Ekstremitas sebisa mungkin jangan digerakkan untuk mencegah kerusakan soft tissue pada area yang cedera.

6 12 Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. a. Reduksi fraktur Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. 1) Reduksi tertutup Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang kembali keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual 2) Reduksi terbuka Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, plat sekrew digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan solid terjadi. 3) Traksi Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner & Suddarth (200 5), traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi deformitas. Jenis jenis traksi meliputi: a) Traksi kulit : Buck traction, Russel traction, Dunlop traction b) Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada traksi skeletal 7 kilogram sampai 12 kilogram untuk mencapai efek traksi.

7 13 b. Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Fiksasi eksterna dapat menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin dan teknik gips. Fiksator interna dengan implant logam. c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri Komplikasi Fraktur Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2 yaitu: a. Komplikasi awal 1) Syok Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur pelvis. 2) Emboli lemak Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula lemak ini bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang dapat

8 14 menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak, paruparu, ginjal dan organ lainnya. 3) Compartment Syndrome Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat, balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen karena perdarahan atau edema. 4) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati intravaskular. b. Komplikasi lambat 1) Delayed union, malunion, nonunion Penyatuan terlambat ( delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang ( malunion). Tidak adanya penyatuan ( nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan ujungujung dari patahan tulang. 2) Nekrosis avaskular tulang Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.

9 15 3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan dan remodeling osteoporotik disekitar alat. 2.2 Konsep Dasar Pembidaian Pengertian Pembidaian Saleh ( 2006), menyatakan bahwa pembidaian (splinting) adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang harus diketahui oleh dokter, perawat, atau orang yang akan memberikan pertolongan pertama pada tempat kejadian kecelakaan. Pembidaian adalah cara untuk mengistirahatkan (imobilisasi) bagian tubuh yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat. Fitch (2008), menyatakan bahwa pembidaian mengimobilisasi ekstremitas yang mengalami cedera dan melindungi dari cedera yang lebih lanjut, mengurangi nyeri dan perdarahan serta digunakan untuk memulai proses penyembuhan. Pemakaian pembidaian pada pasien rawat jalan termasuk didalamnya fraktur, dislokasi dan sprain otot. Stabilisasi dari ektremitas yang patah tulang dengan pembidaian membantu kesejajaran tulang dan mengurangi ketidaknyamanan. Sesudah

10 16 dilakukan reduksi dari dislokasi, posisi anatomi dijaga dengan pembidaian. Menurut Saleh (2006), bidai dapat kaku atau lunak. Ada bidai buatan pabrik untuk penggunaan pada tempat tertentu pada tubuh kita dan ada pula bidai yang dapat dibuat dengan melakukan improvisasi dari barang atau benda yang sudah ada disekitar kita Tujuan Pembidaian Saleh (2006), menyatakan bahwa ada 5 alasan dalam melakukan pembidaian pada cedera musculoskeletal yaitu: a. Untuk mencegah gerakan (imobilisasi) fragmen patah tulang atau sendi yang mengalami dislokasi. b. Untuk meminimalisasi/mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang yang patah (mengurangi/mencegah cedera pada pembuluh darah, jaringan saraf perifer dan pada jaringan patah tulang tersebut). c. Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak yang timbul. d. Untuk mencegah terjadinya syok. e. Untuk mengurangi nyeri dan penderitaan Kontra Indikasi Pembidaian Fitch (2008) menyatakan bahwa meskipun tidak ada kontraindikasi absolut dalam menggunakan pembidaian/splinting pada ekstremitas yang mengalami cedera, beberapa hal unik harus diperhatikan. Pembengkakan alami akan terjadi sesudah terjadi cedera dapat menjadi hambatan dari keamanan metode dari imobilisasi.

11 Prinsip Dasar Pembidaian Prinsip dasar pembidaian ini harus selalu diingat sebelum kita melakukan pembidaian (Saleh, 2006). a. Harus melakukan proteksi diri sebelum pembidaian b. Jangan melepaskan stabilisasi manual pada tulang yang cedera sampai kita benar- benar melakukan pembidaian c. Jangan mereposisi atau menekan fragmen tulang yang keluar kembali ketempat semula d. Buka pakaian yang menutupi tulang yang patah sebelum memasang bidai e. Lakukan balut tekan untuk menghentikan perdarahan pada fraktur terbuka sebelum memasang bidai f. Bidai harus melewati sendi proksimal dan sendi distal dari tulang yang patah g. Bila persendian yang mengalami cedera, lakukan juga imobilisasi pada tulang proksimal dan distal dari sendi tersebut h. Berikan bantalan atau padding untuk mencegah penekanan pada bagian tulang yang menonjol dibawah kulit i. Sebelum dan sesudah memasang bidai lakukan penilaian terhadap nadi, gerakan dan rasa /sensasi pada bagian distal dari tempat yang fraktur atau cedera j. Berikan dukungan dan tenangkan penderita menghadapi cedera ini.

12 Tipe-Tipe Bidai/Splint Gilbert (2011) menyatakan bahwa pembidaian membantu mengurangi komplikasi sekunder dari pergerakan fragmen tulang, trauma neurovaskular dan mengurangi nyeri. Ada beberapa macam splint, yaitu: a. Hard splint (bidai kaku) Bidai kaku biasanya digunakan untuk fraktur ekstremitas. Bidai kaku sederhana bisa dibuat dari kayu dan papan. Bidai ini juga bisa dibuat dari plastik, aluminium, fiberglass dan gips back slab. Gips back slab ini dibentuk dan diberi nama sesuai peruntukannya untuk area trauma yang dipasang bidai. Gips back slab merupakan alat pembidaian yang lebih baik dan lebih tepat digunakan pada ekstremitas atas dan bawah serta digunakan untuk imobilisasi sementara pada persendian. b. Soft splint (bidai lunak) Pembidaian dimulai dari tempat kejadian yang dilakukan oleh penolong dengan menggunakan alat pembidaian sederhana seperti bantal atau selimut. c. Air slint atau vacuum splint Bidai ini digunakan pada trauma yang spesifik seperti bidai udara. Bidai udara mempunyai efek kompresi sehingga beresiko terjadi compartment syndrome dan iritasi pada kulit. d. Traction splint (bidai dengan traksi) Bidai dengan tarikan merupakan alat mekanik yang mampu melakukan traksi pada bidai. Bidai dengan tarikan ini biasanya digunakan untuk trauma pada daerah femur dan sepertiga bagian tengah ekstremitas bawah.

13 Back slab cast a. Pengertian New Zealand Orthopaedic Organization (2010), menyatakan bahwa back slab cast adalah alat imobilisasi pertama sebelum dilakukan tindakan definitif yang digunakan untuk stabilisasi dari bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya dan digunakan untuk mengurangi oedema ( swelling) sebagai bidai. Gips ini mudah dilepaskan bila diperlukan pemeriksaan inspeksi pada bagian tubuh yang ditutupi. Miranda (2010), menyatakan bahwa back slab cast adalah gips sementara yang digunakan pada penanganan pertama trauma seperti patah tulang ankle. Back slab cast ini terdiri dari plaster yang menjaga tendon achiles dan digunakan pada bagian yang terjadi pembengkakan tanpa memberikan penekanan. Bidai tradisional dapat menekan aliran darah, meningkatkan rasa nyeri dan ketidak nyamanan. Back slab cast ini dapat membantu mengurangi nyeri, pembengkakan, spasme otot yang terjadi ketika trauma patah tulang. Sedangkan menurut Koval & Zukerman (2006), back slab cast ini menjaga tulang yang patah pada kesejajaran selama proses penyembuhan. Back slab cast ini dipasang mengikuti daerah tonjolan tulang. b. Cara pembuatan Fitch (2008), menyatakan bahwa tahap pertama dalam pembidaian adalah melapisi bagian ekstremitas dengan beberapa lembar bantalan ( padding) pada bagian tonjolan tulang atau bagian tubuh yang mengalami iritasi. Ukur panjang pembidaian yang diperlukan yaitu melewati dua sendi. Gunakan 3 lembar dari

14 20 gips untuk ekstremitas atas dan 6 lembar untuk ekstremitas bawah untuk meyakinkan pembidaian yang dilakukan cukup kuat. Celupkan kedalam mangkok air yang sudah disiapkan, diamkan beberapa saat sampai mengenai seluruh gips, kemudian angkat, pegang secara vertikal dan gunakan dua jari menurunkan sisa air pada gips sehingga memudahkan pengeringan kemudian lapisi dengan padding. Letakkan dibawah ekstremitas yang akan dibidai sesuai posisi anatomis. Gunakan perban elastis untuk memegang posisi dari back slab cast yang dibuat dari bagian terjauh dari tubuh ke bagian yang lebih dekat dari pusat tubuh. Gunakan telapak tangan pada saat pemasangan back slab cast. Setelah kering periksa kembali adekuat tidaknya imobilisasi yang dilakukan, posisi anatomis dan kenyamanan pasien. Brunner & Suddarth (2005), menyatakan bahwa gips akan mengalami kristalisasi yang menghasilkan pembalutan yang kaku. Kecepatan terjadinya reaksi bervariasi sekitar 30 menit sampai 60 menit tergantung dari ketebalan dan kelembaban lingkungan. Selanjutnya perlu pemeriksaan X-ray untuk mengetahui fraktur atau dislokasi yang membutuhkan reduksi sebelum pembidaian dilepaskan. c. Keunggulan dari pembidaian dengan back slab cast Brunner & Suddarth (200 5), menyatakan bahwa pasien yang menderita masalah tulang dan sendi sering mengalami nyeri yang sangat berat. Nyeri dapat timbul secara primer baik karena masalah muskuloskeletal maupun masalah penyertanya misalnya; tekanan pada tonjolan tulang akibat dari pembidaian, spasme otot dan pembengkakan. Tekanan yang berkepanjangan diatas tonjolan tulang dapat

15 21 menyebabkan rasa terbakar. Menurut Miranda (2010) back slab cast ini dapat membantu mengurangi nyeri, pembengkakan, spasme otot yang terjadi ketika trauma pada kasus patah tulang. Back slab cast ini terdiri dari plaster yang menjaga tendon dan digunakan pada bagian yang terjadi pembengkakan tanpa memberikan penekanan. Pergerakan ekstremitas yang mengalami fraktur setelah pembidaian dengan back slab cast sangat minimal, sehingga dapat mencegah kerusakan fragmen tulang dan jaringan sekitarnya yang lebih berat. Koval & Zukerman (2006), menyatakan bahwa back slab cast menjaga tulang yang patah pada kesejajaran selama proses penyembuhan. Back slab cast ini dipasang mengikuti daerah tonjolan tulang. Sedangkan menurut New Zealand Orthopaedic Organization (2010), back slab cast digunakan untuk stabilisasi dari bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya dan digunakan untuk mengurangi oedema ( swelling) sebagai bidai. Gips ini sangat mudah dilepaskan bila diperlukan pemeriksaan inspeksi pada bagian tubuh yang ditutupi Komplikasi Pembidaian Saleh (2006) menyatakan bahwa komplikasi pembidaian biasanya timbul bila kita tidak melakukan pembidaian secara benar, misalnya; a. Bisa menekan jaringan saraf, pembuluh darah atau jaringan dibawah bidai yang bisa memperparah cedera yang sudah ada, bila dipasang terlalu ketat. b. Bila bidai terlalu longgar bisa menimbulkan kerusakan pada saraf perifer, pembuluh darah, atau jaringan sekitarnya akibat pergerakan ujung ujung fragmen patah tulang.

16 22 c. Menghambat aliran darah bila terlalu ketat bisa menyebabkan iskemi jaringan. Brinkley (2010), meyatakan bahwa komplikasi pembidaian antara lain: a. Kerusakan kulit Penekanan pada kulit dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada kulit sehingga sebelum dilakukan pembidaian kulit harus benar benar dalam keadaan bersih. Pasir dan kotoran dapat menjadi titik tekanan pada kulit. b. Compartment syndrome Compartment syndrome merupakan komplikasi serius dari pembidaian. Peningkatan nyeri, pembengkakan, perubahan warna dan peningkatan temperatur merupakan gejala penting yang harus diperhatikan. c. Infeksi Kerusakan kulit dalam pembidaian dapat menjadi tempat masuknya bakteri dan infeksi jamur. d. Kerusakan saraf Trauma dapat menyebabkan pembengkakan yang dapat menimbulkan penekanan sirkulasi dan kerusakan saraf. 2.3 Konsep Dasar Nyeri pada Fraktur Pengkajian Neurovaskular Nyeri merupakan salah satu aspek dalam pengkajian neurovaskular. Pengkajian neurovaskular pada pasien dengan trauma ekstremitas merupakan keterampilan penting yang harus dimiliki oleh seorang perawat. Menurut Judge (2007) pengkajian neurovaskular adalah tindakan yang dilakukan untuk mengetahui

17 23 fungsi neurologis dan integritas vaskuler dari ekstremitas. Pengkajian ini dilakukan secara sistematis untuk mengetahui adanya penurunan fungsi neurovaskular yang dapat membantu dalam upaya pencegahan kematian jaringan dari ekstremitas yang mengalami cedera. Pengkajian difokuskan pada tanda dan gejala penurunan status neurovaskular yang berdasarkan pada prinsip 5 P yaitu pain (nyeri), paralyze (kelemahan), pulselessness (penurunan/ hilangnya denyut nadi, parestesia (kehilangan sensasi) dan pallor (penurunan suhu). Pengkajian neurovaskuler dengan akurat serta pelaporan yang cepat dan tepat dilakukan untuk mencegah iskemia, deformitas atau kehilangan fungsi permanen dari ekstremitas tersebut. Pengkajian neurovaskular dilakukan pada kasus trauma muskuloskeletal, pada pasien yang dilakukan pemasangan gips, pasca operasi orthopedik dan kasus pemasangan traksi. Beberapa hal yang diobservasi pada pemeriksaan neurovaskular meliputi: a. Warna Warna ekstremitas yang dilakukan tindakan seharusnya natural yang menggambarkan suplai arteri dan vena lancar ke area yang cedera. Warna pucat mengindikasikan adanya sumbatan arteri dan warna kebiruan mengindikasikan adanya sumbatan vena. b. Suhu Judge (2007), menyatakan bahwa pemeriksaan suhu dari ekstremitas bagian bawah yang cedera dengan menggunakan punggung tangan. Ekstremitas yang terasa dingin mengindikasikan adanya insufisiensi arteri. Ekstremitas yang lebih

18 24 hangat dari ekstremitas yang tidak mengalami cedera kemungkinan terdapat stasis vena. c. Pergerakan/movement Pasien disuruh untuk menggerakkan jemari serta pergelangan/sendi ekstremitas sesuai dengan toleransi. Jika pasien tidak bisa melakukan secara aktif, maka bantu dengan teknik pergerakan pasif. Penurunan kemampuan pergerakan mengindikasikan masalah persarafan. d. Pengisian kapiler/capillary refill Dilakukan dengan menekan ujung jari pada kuku dan melihat pengembalian warna sehingga menjadi normal. Tekan ujung jari kuku selama 2-3 detik sampai berwarna pucat kemudian lepas tekanan dan observasi waktu sampai warna kuku kembali seperti semula: 1) Normal Capillary refill 1 2 detik 2) Capillary refill > 2 detik (lambat) : insufisiensi arteri. e. Sensasi Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui sensasi dengan meminta pasien menutup mata saat melaksanakan sentuhan pada ekstremitas. Kemudian minta pasien mendeskripsikan sentuhan tersebut, apakah merasa dengan baik atau kesemutan / tidak merasakan sentuhan. f. Nadi Perawat melakukan palpasi pada daerah-daerah denyut nadi. Bandingkan kekuatan denyutan dengan ekstremitas yang sehat.

19 25 g. Nyeri Pasien yang mengalami iskemia karena vaskularisasi yang buruk akan mengalami nyeri pada saat pergerakan pasif Nyeri Pada Fraktur Nyeri merupakan gejala penting yang timbul pertama kali saat terjadi kompartemen sindrom (Davis dan Lukas, 2005 dalam Judge, 2007). Bagian pertama dari observasi neurovaskular adalah menentukan level dari rasa nyeri yang dialami pasien. Alat pengkajian nyeri harus memberikan pilihan sesuai kondisi pasien. Berbagai macam alat pengkajian nyeri dapat digunakan dan masing masing mempunyai kelebihan dan kekurangan tetapi yang paling penting alat pengkajian nyeri harus sama digunakan oleh satu team yang memberikan perawatan pasien. Hal ini akan meningkatkan reliabilitas dan menurunkan subyektifitas dari pemeriksa. Numeric pain scale yang memberikan rata- rata dari tingkat rasa nyeri dengan menggunakan skala dari angka satu sampai sepuluh sangat berguna. Respon non verbal seperti mengepalkan tangan, meringis, berkeringat juga penting sebagai perwujudan nyeri. Nyeri dapat timbul secara primer baik karena masalah muskuloskeletal maupun masalah penyertanya. Misalnya; tekanan pada tonjolan tulang akibat dari pembidaian, spasme otot dan pembengkakan. Tekanan yang berkepanjangan diatas tonjolan tulang dapat menyebabakan rasa terbakar. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial (Brunner & Suddarth, 2005).

20 26 Pasien dengan fraktur terjadi kerusakan fragmen tulang dan jaringan sekitar. Jaringan tulang terutama pada periosteum terdapat ujung-ujung saraf bebas sebagai reseptor nyeri. Kerusakan jaringan tulang dan sekitarnya mengakibatkan keluarnya mediator kimia yaitu bradikinin, histamin dan kalium yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor untuk memulai transmisi neural (Clancy dan Mc Vicar, 1992 dalam Potter dan Perry, 2005). Bradikinin dilepas dari plasma yang keluar dari pembuluh darah di jaringan sekitar pada lokasi cedera jaringan. Bradikinin juga terikat dengan sel-sel yang menyebabkan reaksi rantai yang menghasilkan prostaglandin dari pemecahan fosfolipid dalam membrane sel. Rangsangan nyeri ini menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen yang terdiri atas serabut A delta yang bermielin menghantarkan impuls secara lebih cepat daripada serabut C yang tidak bermielin. Transmisi stimulus nyeri berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis. Di dalam kornu dorsalis, neurotransmitter seperti substansi glutamat dan substansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Impuls nyeri diteruskan ke system saraf pusat, system limbik, thalamus, kortek sensori dan kortek asosiasi sehingga nyeri dapat dipersepsikan (Potter dan Perry, 2005) Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007 ). Menurut International Association for Study of Pain (IASP) yang dikutif dari Lestari (2010) nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual

21 27 maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri merupakan sensasi peringatan bagi otak terhadap beberapa stimulus yang menyebabkan kerusakan jaringan tubuh. Nyeri merupakan tanda penting terhadap adanya gangguan fisiologis Penyebab Nyeri Wiryoatmojo (2002) dalam Zahrulyza (2005) dan Lestari (2010), menyatakan bahwa beberapa penyebab nyeri antara lain: a. Rangsangan fisik misalnya karena terpapar suhu, mekanik, listrik, atau pembedahan. b. Rangsangan kimiawi, misalnya karena ada substansia algogenik ekstrensik: HCl lambung, ATP, bradikinin, prostaglandin dari sel yang rusak, serotonin, asetilkolin, asam laktat. Zat-zat ini akan menimbulkan rasa nyeri bila keluar dari sel dan berada di jaringan interstisial Klasifikasi Nyeri Secara umum nyeri diklasifikasikan kedalam 2 jenis yaitu: a. Nyeri akut Nyeri akut disebabkan oleh injuri pada tubuh. Nyeri ini merupakan peringatan adanya potensial kerusakan jaringan yang membutuhkan reaksi tubuh yang diperintahkan oleh otak. Nyeri dapat berkembang secara cepat ataupun perlahan. Nyeri dikatakan akut jika berlangsung paling lama 6 bulan sejak terjadinya injuri pada tubuh.

22 28 b. Nyeri kronis Nyeri yang berlangsung lebih dari enam bulan biasanya diklasifikasikan sebagai nyeri kronis. Nyeri kronis biasanya akibat terjadinya penurunan fungsi tubuh Jenis - Jenis Nyeri Mubarak dan Chayatin (2008), menyatakan bahwa ada tiga jenis nyeri yaitu: a. Nyeri perifer Nyeri perifer ini dibedakan lagi menjadi tiga macam, yaitu: 1) Superficial pain, nyeri pada kulit, mukosa terasa tajam atau seperti ditusuk, akibat dari rangsangan fisik, mekanis, kimiawi. 2) Deep pain (nyeri dalam), nyeri pada daerah viscera, sendi pleura, peritoneum 3) Referred (menjalar), kejang otot didaerah lain, nyeri dirasakan pada daerah yang jauh dari sumber rangsangan, sering terjadi pada deep pain. b. Nyeri sentral (central pain), akibat rangsangan pada tulang belakang, batang otak, dan thalamus. c. Nyeri psikogenik, keluhan nyeri tanpa adanya kerusakan di organ tempat dan tingkat keparahan berupa (rekayasa). Nyeri psi kogenik tidak diketahui penyebab fisiknya. Seringkali muncul karena faktor psikologis bukan karena faktor fisiologis Fisiologi Nyeri Murdianto (2009), menyatakan reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor

23 29 nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri ( nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari saraf perifer. Nosireseptor berdasarkan letaknya dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), dalam (deep somatic), dan pada daerah, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu: a. Reseptor A delta Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan. b. Serabut C Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0, 5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi. Spasme otot menimbulkan nyeri karena menekan pembuluh darah

24 30 yang menjadi anoksia. Spasme otot juga dapat berakibat anoksia. Pembengkakan jaringan menjadi nyeri akibat tekanan kepada nosiseptor yang menghubungkan jaringan (Brunner &Suddarth, 2005). Sejumlah substansi dilepaskan kejaringan ekstraseluler sebagai akibat dari kerusakan jaringan. Zat zat kimia yang meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin, dan substansi prostaglandin. Prostaglandin adalah zat kimia yang diduga dapat meningkatakan sensitivitas reseptor nyeri dengan meningkatkan efek dari bradikinin Teori Transmisi Nyeri Impuls nyeri dialirkan ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yaitu serabut- serabut yang bermielin rapat disebut serabut A-delta dan serabut lamban yang disebutb serabut C. Menurut Long (1997) terdapat beberapa teori tentang terjadinya pengiriman rangsangan nyeri yaitu : a. Teori pengendalian gerbang (Gate Control Theory) Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang terdapat pada akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktifitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme ( gate control) sehingga aktifitas sel T terhambat sehingga rangsangan ikut terhambat. Rangsangan saraf besar ini langsung merangsang korteks cerebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke medulla spinalis melalui serat efferent. Rangsangan serat saraf kecil menghambat substansia

25 31 gelatinosa sehingga membuka pintu mekanisme gate control, mengaktivasi sel T dan menghantarkan nyeri. b. Teori pemisahan ( specifity theory) Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis melalui kornu dorsalis yang bersinap didaerah posterior, kemudian naik ke traktus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan diteruskan. c. Teori pola (pattern theory) Rangsangan nyeri masuk melalui akar dorsalis ke medulla spinalis kemudian merangsang aktifitas sel T mengakibatkan respon yang merangsang bagian lebih tinggi yaitu kortek serebri serta menimbulkan persepsi. d. Teori transmisi dan inhibisi Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls saraf sehingga menjadi lebih efektif oleh neurotransmitter yang spesifik Karakteristik Nyeri Karakteristik nyeri meliputi letak atau lokasi, durasi, irama dan kualitas (Brunner & Suddarth, 2005). Nyeri merupakan kejadian yang bersifat individu. Untuk mengkaji nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST yaitu: P: Provokating (pemacu) faktor yang memperberat atau meringankan nyeri Q: Quality (kualitas) tumpul, tajam, merobek R: Region (daerah) lokasi S: Severity (keparahan) T: Time (waktu) serangan, lamanya

26 Skala Intensitas Nyeri Untuk mengetahui suatu tindakan terhadap nyeri berhasil atau tidak, maka perlu adanya suatu alat ukur. Menurut AHCPR ( Agency for Health care policy and research, 1992 dalam Lestari, 2010) ada beberapa metode pengukuran tingkat nyeri seperti yang terlihat dalam gambar berikut ini: a. Skala Visual Analog Nyeri ( Visual Analog Scale) Skala analog visual (Visual Analog Scale) adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005). Tidak nyeri Gambar 1. Visual analog scale Nyeri sangat hebat b. Skala Intensitas Nyeri Numerik ( Numeric Pain Rating Scale) Skala penilaian NPRS (Numerical Pain Rating Scales) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

27 Tidak nyeri Nyeri sedang Gambar 2. Numerical pain rating scale Nyeri hebat c. Skala Nyeri Bourbanis 0 : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang: secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat: secara obyektif klien tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. 10 : Nyeri sangat berat: Pasien tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat 3. Bourbanis scale

28 Respon Terhadap Nyeri Secara objektif respon nyeri dapat diamati berupa tanda dan gejala fisiknya. Menurut Potter & Perry (2006) berupa respon fisiologis dan respon prilaku sebagai berikut: a. Respon prilaku akibat nyeri Respon prilaku terhadap nyeri meliputi pernyataan verbal, prilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dan perubahan respon terhadap lingkungan, seperti: 1) Menangis 2) Merintih 3) Mendesis 4) Merenggut 5) Memegang bagian tubuh yang terasa nyeri 6) Takut menggerakkan bagian tubuh 7) Mengepalkan tangan 8) Menarik diri b. Respon fisiologis terhadap nyeri Pada nyeri akut akan terjadi akan terjadi perubahan fisiologis yang dianggap sebagai indikator nyeri: 1) Peningkatan frekuensi pernafasan 2) Peningkatan frekuensi nadi 3) Pucat 4) Berkeringat.

29 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri Prohealth (2009), menyatakan bahwa nyeri yang dialami pasien dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain: a. Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung menyembunyikan nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan. b. Makna nyeri Makna nyeri berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya. c. Jenis kelamin Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, lebih dipengaruhi budaya contoh: tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri sedangkan wanita boleh mengeluh nyeri. d. Kultur Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

30 36 e. Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. f. Ansietas Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. g. Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri. h. Pola koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri. i. Support keluarga Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat ntuk memperoleh dukungan dan perlindungan Manajemen Nyeri Metode nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk pengelolaan nyeri menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah: a. Stimulasi dan masase kutaneus b. Terapi es dan panas

31 37 c. Stimulasi saraf elektris transkutan (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulating) d. Distraksi e. Teknik relaksasi pernafasan dan relaksasi otot progresif f. Imaginasi terbimbing g. Hypnosis h. Metode bedah neuro dari penatalaksanaan nyeri Metode farmakologi menurut Long (1997) dalam Lestari (2010) pengelolaan nyeri menggunakan farmakologi dilakukan dengan pemberian obat- obatan yang terdiri dari analgesik, narkotik, analgesik nonnarkotik, Non Steroid Antiinflamatory Drug (NSAID) dan obat lain untuk mengurangi nyeri.

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial (Brunner & Suddarth, 2005).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang bersifat sangat individual dan tidak dapat dibagi dengan orang lain. Tamsuri (2007) mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

Lebih terperinci

DEWI BARIRIET BAROROH PSIK FIKES UMM 2014/2016. Patah tulang Adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya

DEWI BARIRIET BAROROH PSIK FIKES UMM 2014/2016. Patah tulang Adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya DEWI BARIRIET BAROROH PSIK FIKES UMM 2014/2016 Definisi Patah tulang Adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya Penyebab Pukulan langsung Gaya meremuk Gerakan puntir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

NYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI

NYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI NYERI A. PENGERTIAN Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah pengalaman sensori serta

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH DISUSUN OLEH: YURNILA NINGSIH ACHMAD J 110 050 017 DIPLOMA IV FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur. Definisi fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

Lebih terperinci

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI Oleh : Meivita Dewi Purnamasari, S.Kep KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput

BAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3). Fraktur adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot)

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot) Medical First Responder Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot) SASARAN Selesai mengikuti pelajaran, peserta mampu: 1. Menjelaskan patah tulang terbuka & tertutup, serta menyebutkan 4 tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang penggunaan

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu tidak terlepas dari aktivitas atau pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut membutuhkan energi dan kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves,

BAB I KONSEP DASAR. Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Frakur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doenges, 2000:761). Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, 2001:248). Frakur adalah terputusnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

PELATIHAN PERTOLONGAN PERTAMA BAGI PEMBINA PMR PMI SE- KABUPAATEN TEGAL

PELATIHAN PERTOLONGAN PERTAMA BAGI PEMBINA PMR PMI SE- KABUPAATEN TEGAL PELATIHAN PERTOLONGAN PERTAMA BAGI PEMBINA PMR PMI SE- KABUPAATEN TEGAL Tegal, 19 s/d 20 Mei 2004 PELATIHAN PERTOLONGAN PERTAMA BAGI PEMBINA PMR PMI SE-KABUPAATEN TEGAL TANGGAL 19 S/D 20 MEI 2004 1. Darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN B. KLASIFIKASI

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN B. KLASIFIKASI BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Fraktur / patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, 2000) Fraktur adalah patah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua (aging process) adalah akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan patofisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berlalunya waktu dan

Lebih terperinci

Patofisiologi Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan di sekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persarafan dan pembulu

Patofisiologi Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan di sekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persarafan dan pembulu Fraktur Femur Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang atau osteoporosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2000). Fraktur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2000). Fraktur BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Fraktur 1.1 Defenisi Fraktur Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2000).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instalasi gawat darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui standart tim kesehatan

Lebih terperinci

Eva Marvia, Nia Firdianty, IGA Mirah Adhi Staf Pengajar STIKES Mataram ABSTRAK

Eva Marvia, Nia Firdianty, IGA Mirah Adhi Staf Pengajar STIKES Mataram ABSTRAK PERBEDAAN PENGARUH TERAPI KOMPRES HANGAT DAN TEKNIK SLOW- STROKE BACK MASSAGE TERHADAP PERUBAHAN INTENSITAS NYERI PADA LANSIA YANG MENGALAMI PENYAKIT OSTEOARHRITIS DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA PUSPAKARMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 7-9 Agustus 2014 di Ruang Prabu Kresna

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Koping Nyeri 1.1 Pengertian koping Menurut Lazarus dan Folkman (1989) koping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dirasakan akan mempengaruhi kehidupan kesehatan dimasyarakat

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Post Operasi 2.1.1 Defenisi Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefenisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

Lebih terperinci

Wan Rita Mardhiya, S. Ked

Wan Rita Mardhiya, S. Ked Author : Wan Rita Mardhiya, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UR http://www.yayanakhyar.co.nr PENDAHULUAN Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Enggram. memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur untuk

BAB I KONSEP DASAR. osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Enggram. memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur untuk BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Dongoes, 2000). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, 2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas

Lebih terperinci

OLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314

OLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314 LAPORAN PENDAHULUAN Prosedur Tindakan Pengkajian Sistem Integumen, Prosedur Tindakan Wound Care, dan Penatalaksanaan Klien Luka Bakar Laporan pendahuluan ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses yang fisiologis pada umumnya dimulai dengan adanya kontraksi

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang

Lebih terperinci

YOU WANDA FADLANI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

YOU WANDA FADLANI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA EFEKTIVITAS TERAPI PERILAKU KOGNITIF DISTRAKSI TERHADAP INTENSITAS NYERI PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR YANG TERPASANG TRAKSI DI RUMAH SAKIT PUTRI HIJAU TINGKAT II MEDAN TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh YOU WANDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Teknik Relaksasi Genggam Jari Menurut Tamsuri (2007) dalam Zees (2012), relaksasi adalah tindakan relaksasi otot rangka yang dipercaya dapat menurunkan nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI OLEH ANDITA NOVTIANA SARI FLAMINGO 1 P17420509004 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI KEPERAWATAN MAGELANG 2011 SATUAN ACARA PENYULUHAN

Lebih terperinci

PEMBALUTAN DAN PEMBIDAIAN. Disampaikan Oleh; Ns, Mei Fitria K, S.Kep

PEMBALUTAN DAN PEMBIDAIAN. Disampaikan Oleh; Ns, Mei Fitria K, S.Kep PEMBALUTAN DAN PEMBIDAIAN Disampaikan Oleh; Ns, Mei Fitria K, S.Kep Pembalutan Pembalutan adalah penutupan suatu bagian tubuh yang cedera dengan bahan tertentu dan dengan tujuan tertentu Pembalut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

NYERI. Nyeri akut umumnya cepat dalam onset, bervariasi dalam intensitas dari ringan sampai parah

NYERI. Nyeri akut umumnya cepat dalam onset, bervariasi dalam intensitas dari ringan sampai parah NYERI Asosiasi Internasional untuk Studi Nyeri (IASP) (2007) menyatakan nyeri yang mungkin disertai dengan sensorik dan emosional pengalaman sebagai akibat dari aktual atau potensial kerusakan jaringan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN (NYERI) Di Ruang Cendana V RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN (NYERI) Di Ruang Cendana V RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN (NYERI) Di Ruang Cendana V RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tugas Mandiri Stase Praktek Keperawatan Dasar Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat, 2008). Keluhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat, 2008). Keluhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Post operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.trauma yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan suatu rasa atau sensasi yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang

BAB II TINJAUAN TEORI. tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2002). Fraktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia tidak akan pernah lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), ada sebanyak 234,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), ada sebanyak 234,2 juta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan tindakan pengobatan dengan cara membuka atau menampilkan bagian dalam tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat BAB V PEMBAHASAN A. Tingkat Dismenorea Pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Diberi Terapi Musik Klasik Mozart Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat dismenorea sebelum

Lebih terperinci

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF MANAJEMEN NYERI

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF MANAJEMEN NYERI MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF MANAJEMEN NYERI DISUSUN OLEH KELOMPOK VI: SYAHRURAMADHOAN SUMARNI PUTRI NADYA ALKHAERANI NURUL HIKMAH NURZAKIA ARIFANY OKTAVIA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Massage adalah suatu cara penyembuhan yang menggunakan gerakan tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan memperbaiki sirkulasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada suatu saat dalam hidup mereka. Kerusakan punggung dan tulang belakang, suatu masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Olahraga, baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi,

Lebih terperinci

LAPORAN TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO II MENGAPA LUTUT NENEK NYERI DAN BENGKAK?

LAPORAN TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO II MENGAPA LUTUT NENEK NYERI DAN BENGKAK? LAPORAN TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO II MENGAPA LUTUT NENEK NYERI DAN BENGKAK? KELOMPOK II AJENG APSARI UTAMI G 0013013 AKBAR DEYAHARSYA G 0013015 BAGUS HIDAYATULLOH G 0013055 ELIAN DEVINA G

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN KASUS

BAB II PENGELOLAAN KASUS BAB II PENGELOLAAN KASUS 2.1 Konsep Dasar Nyeri Pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan ke arah perkembangan di bidang industri yang lebih maju. Hal ini ditandai dengan munculnya industri-industri

Lebih terperinci

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE DEFINISI Nyeri Suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak berkaitan yang dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, data univariat serta bivariat 1. Gambaran

Lebih terperinci

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang BAB 2 NYERI Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi

Lebih terperinci

PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK

PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK Palembang 2014 PEDIATRI GAWAT DARURAT PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK UKK Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Anak Indonesia TUJUAN 1. Mengetahui skor penilaian nyeri dan sedasi pada bayi

Lebih terperinci

a. fraktur midshaft umum pada anak-anak maupun orang dewasa muda.

a. fraktur midshaft umum pada anak-anak maupun orang dewasa muda. 1. Klasifikasi patah tulang terbuka: menurut Gustilo Tipe I Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulang merupakan bagian tubuh manusia yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk melakukan aktivitas sehari-harinya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

1. tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah. Fraktur bersifat segmental atau komunitif hebat.

1. tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah. Fraktur bersifat segmental atau komunitif hebat. 1. Kalau kalian sudah mengenal tentang fraktur coba jelaskan klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo dan Jelaskan critical point serta implikasi bagi perawat dari masing - masing derajat? Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian

Lebih terperinci

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN Pengertian P3K Pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang menderita sakit atau kecelakaan sebelum mendapat pertolongan dari dokter. Sifat dari P3K :

Lebih terperinci

FIRMAN FARADISI J

FIRMAN FARADISI J PERBEDAAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI MUROTAL DENGAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUMAH SAKIT Dr.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Definisi Fraktur Fraktur adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Dorland, 2002). Literatur lain menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang

Lebih terperinci

Petir : Volt Volt = Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt

Petir : Volt Volt = Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt Petir : 30.000 Volt 60.000 Volt = 30-60 Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt Tubuh Manusia: 70 milivolt = 0,07 Volt Biolistrik_02 Listrik Eksternal. Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digunakan untuk beraktivitas. Keluhan nyeri merupakan sensasi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digunakan untuk beraktivitas. Keluhan nyeri merupakan sensasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di era globalisasi saat ini mempengaruhi segala bidang, salah satunya adalah bidang kesehatan. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Caffery, 1979 dalam Tamsuri, 2007). Nyeri adalah pengalaman sensori dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Caffery, 1979 dalam Tamsuri, 2007). Nyeri adalah pengalaman sensori dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan aspek-aspek terkait dalam penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut: 1. Nyeri 1.1 Pengertian Nyeri Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia

Lebih terperinci