TINJAUAN PUSTAKA Konsumsi Pangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Konsumsi Pangan"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah dan Martianto 1992). Konsumsi makanan bagi seseorang yang rawan terhadap kekurangan gizi (balita, ibu hamil) dipengaruhi oleh pola konsumsi keluarga dan pola distribusi makanan antar anggota keluarga keluarga (ayah, ibu, anak, balita). Selanjutnya pola distribusi makanan antar anggota keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang penting yang diduga ada kaitannya dengan kebijaksanaan ekonomi makro adalah: tingkat upah kerja, alokasi waktu untuk keluarga terutama bagi wanita, kepala rumah tangga wanita, siapa pengambil keputusan di rumah tangga untuk pembelanjaan makanan dan sebagainya. Dalam hal ini faktor peranan wanita atau ibu rumah tangga sangat penting. Misalnya, meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk tugastugas pemeliharaan anak, kurang pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan sebagainya, meskipun belum tentu hal itu berpengaruh negatif pada keadaan gizi bayi (Soekirman 2001). Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang. Bagi individu bahan makanan mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi biologis, psikologis dan sosial. Fungsi biologi makanan adalah menyediakan zat-zat gizi bagi tubuh agar manusia dapat bekerja atau mempertahankan hidup. Fungsi psikologis memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan kepuasan, emosi dan perilaku. Misalnya keluarga tertentu sudah terpuaskan hanya dengan makanan sederhana, tetapi keluarga lainnya hanya puas kalau makanannya adalah makanan yang mewah. Sedangkan fungsi sosial adalah memenuhi kebutuhan interaksi sosial di dalam kelompok atau masyarakat. (Nasoetion dan Hadi 1995). Menurut Nasoetion dan Hadi (1995) tahap pertama kekurangan zat gizi dapat diidentifikasi dengan cara menilai konsumsi makanannya. Selama tahap ini, intake (kebutuhan yang masuk tubuh) satu atau lebih zat gizi makanan

2 5 biasanya tidak cukup, apakah karena defisiensi (kekurangan) primer, yaitu taraf zat gizi dalam menu yang rendah atau karena defisiensi sekunder. Pada defisiensi sekunder ini, intake zat gizi makanan mungkin tampaknya memenuhi kebutuhan zat gizi tubuh, tetapi karena berbagai faktor seperti obat-obatan tertentu, komponen-komponen makanan, atau penyakit, mengganggu penyerapan, transport, penggunaan, atau ekskresi zat-zat gizi, sehingga terjadilah defisiensi sekunder tersebut. Konsumsi atau pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya faktor ekonomi tetapi juga faktor budaya, ketersediaan, pendidikan, gaya hidup dan sebagainya. Walaupun selera dan pilihan masyarakat didasari pada nilai-nilai sosial, ekonomi, budaya, agama, pengetahuan, serta aksesibilitas, namun kadang-kadang unsur prestise menjadi sangat menonjol. Disisi lain masyarakat perkotaan pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan formal dan pendapatan yang lebih baik daripada masyarakat desa. Variasi makanan dan minuman jadi di kota juga lebih banyak dan lebih mudah diperoleh baik di pasaran tradisional maupun di supermarket. Faktor-faktor ini yang mengakibatkan tingkat konsumsi pangan terutama pangan luxury di kota lebih tinggi daripada di wilayah desa. Misal, konsumsi daging sapi dan daging ayam tahun 1996 di kota, masing-masing mencapai 4 kali dan dua kali lebih besar daripada desa. Hanya konsumsi beras dan ubikayu di kota yang lebih kecil dibandingkan di desa (Martianto dan Ariani 2004). Peran Beras dalam Sumbangan Energi Rumah Tangga dan Pola Pengeluaran Pangan Beras merupakan pangan pokok yang dikonsumsi dalam jumlah yang tinggi, maka sumbangan energi dari beras akan besar. Hasil rumusan Semiloka Penyusunan Kebijakan Perberasan (2000) menyebutkan bahwa beras menyumbang sekitar persen dari total konsumsi energi. Dari aspek mutu gizi, ketergantungan yang tinggi terhadap pangan nabati adalah kurang baik karena kurang lengkapnya kandungan asam amino esensial pada pangan nabati. Padahal asam amino tersebut terutama berasal dari pangan hewani yang sangat berperanan dalam proses pertumbuhan dan kecerdasan manusia, yang berdampak pada kualitas sumberdaya manusia (Hardinsyah dan Martianto, 1992). Sejak Orde Baru, beras menjadi komoditas strategis secara politis, sehingga peranan pemerintah terhadap perkembangan produksi dan konsumsi

3 6 beras sangat intensif. Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pebesaran, mulai dari industri hulu sampai industri hilir. Kebijakan tersebut dilakukan secara terus menerus, termasuk diantaranya kebijakan beras untuk orang miskin yang dikenal dengan raskin yang diberlakuakn untuk semua propinsi. Dampak dari kebijakan yang bias pada komoditas beras adalah terjadinya pergeseran pola konsumsi pangan pokok masyarakat (Purwantini dan Ariani 2008) Penentuan pola konsumsi pangan pokok rumah tangga didasarkan pada sumbangan energi dari setiap komoditas pangan pokok terhadap total energi pangan pokok (pangan sumber karbohidrat). Kriteria yang digunakan seperti berikut : pola pangan pokok beras apabila sumbangan energi dari beras lebih besar dari 90 persen, sedangkan pola pangan pokok beras + komoditas lain bila masing-masing komoditas lain menyumbang lebih dari 5 persen (Puslit Agro Ekonomi,1989). Berdasarkan kriteria tersebut, hasil analisis dengan menggunakan data SUSENAS 1979 diperoleh 11 jenis pola pangan pokok, dimana beras menjadi pola pangan pokok tunggal atau utama di setiap propinsi. Sedangkan jenis pangan yang menjadi pola pangan pokok kedua adalah umbiumbian, jagung, pisang dan sagu. Kelompok padi-padian terdiri dari tiga komoditas pangan yaitu beras, jagung dan tepung terigu. Karena beras sebagai pangan pokok, proporsi pengeluaran untuk beras dalam kelompok padi-padian akan dominan. Pada tahun 1996 secara agregat, pola konsumsi pangan pokok di Indonesia didominasi oleh beras, bahkan di pedesaan beras telah menjadi pola pokok tunggal. Namun setelah enam tahun kemudian, peranan umbi-umbian dan jagung telah tergeser dan diganti dengan mie instant. Sehingga pola pangan pokok pada tahun 2002 pada umumnya adalah beras+mie instant, bukan beras+umbi/jagung. Peran mie sebagai pangan pokok kedua terjadi di semua elemen masyarakat, tidak hanya pada rumah tangga menurut wilayah ( kota dan desa) tetapi juga menurut kelompok pendapatan. Mie instant tidak hanya dikonsumsi oleh kelompok pendapatan sedang dan tinggi tetapi juga kelompok pendapatan rendah (Ariani dan Purwantini 2008). Ketidakstabilan harga beras dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu (i) ketitakstabilan harga beras antar musim: perbedaaan harga antara musim panen dan musim paceklik; (ii) ketidakstabilan antar tahun karena pengaruh iklimseperti kekeringan atau kebanjiran, fluktuasi harga beras di pasar

4 7 internasional yang keduanya sulit diramalkan. Jadi stabilisasi harga melewati batas musim dan tahun, sehingga diperlukan kebijakan pemerintah untuk menstabilakannya. Ketidakstabilan harga musim terkait erat dengan panen raya berlangsung pada bulan Februari-Mei yang mencapai 60-65% dari total produksi padi nasional, dan produksi musim gadu pertama berlangsung antara Juni- September mencapai 25-30%, sisanya dihasilkan antara bulan Oktober-Januari. Bila harga padi/beras dilepas sepenuhnya kepada mekanisme pasar, maka harga beras/padi akan turun pada musim panen raya dan, sebaliknya, akan meningkat pesat pada musim paceklik (Oktober-Januari). Artinya, ketidakstabilan harga tersebut dapat memukul produsen pada musim panen dan menghantam konsumen pada musim paceklik, di samping akan berakibat luas pada ekonomi makro tidak terkecuali inflasi (Amang dan Sawit 1999). Defisit Energi terhadap Kebutuhan Sumber energi utama manusia 52 persen diperoleh dari padi-padian, sedangkan makanan lain seperti daging, susu, telur, dan sebagainya tergantung dari tingkat pendapatan (Suhardjo 2008). Energi yang digunakan oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan di dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi (Arisman 2007). Konsumsi sesuatu zat gizi yang rendah atau yang kurang dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan konsekuensi berupa penyakit defisiensi, ataupun bila kekurangan hanya marginal dapat menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunnya kemampuan fungsi. Karena itu untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, mutlak diperlukan sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari makanan dalam jumlah sesuai dengan yang dianjurkan setiap harinya (Nasoetion dan Hadi 1995). Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Gejala yang ditimbulkan pada anak adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi. Kebutuhan energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka-

5 8 panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Kebutuhan energi total orang dewasa diperlukan untuk: (1) metabolism basal; (2) aktivitas fisik, dan (3) efek makanan atau pengaruh dinamik khusus (Energy Spesific Dynamic Actional/ SDA) (Almatsier 2006). Kebutuhan energi orang yang sehat dapat diartikan sebagai tingkat asupan energi yang dapat dimetabolisasi dari makanan yang akan menyeimbangkan keluaran energi, ditambah dengan kebutuhan tambahan untuk pertumbuhan, kehamilan dan penyusunan yaitu energi makanan yang diperlukan untuk memelihara keadaan yang telah baik (Arisman 2007). Berdasarkan Depkes 1996, klasifikasi defisit energi terbagi menjadi lima yaitu: 1) TKE <70 % termasuk defisit tingkat berat, 2) 70%-79% termasuk defisit energi tingkat sedang, 3) 80%- 89% termasuk defisit energi tingkat ringan, 4) 90%-119% termasuk normal, dan 5) TKE 120% termasuk energi berlebihan. Ketersediaan Pangan Beberapa masalah yang terkait dengan ketersediaan pangan, di antaranya adalah kebutuhan pangan masyarakat lebih tinggi dari kapasitas produksi dalam negeri, pengurangan luas lahan pertanian produktif akibat konversi penggunaan untuk kepentingan non-pertanian, pola konsumsi yang masih sangat didominasi oleh beras, upaya diversifikasi pangan masih menghadapi keterbatasan pengetahuan dan keterjangkauan, pasokan pangan hingga tingkat rumah tangga sering terhambat sebagai akibat dari keterbatasan jaringan transportasi, beberapa produk pangan tidak tersedia sepanjang tahun karena siklus produksi alam jenis komoditas pangan yang dibudidayakan, faktor agroklimat, dan belum berkembangnya agroindustri untuk pengolahan /pengawetannya, masih sering dijumpai produk pangan yang tidak memenuhi standar kesehatan pangan dan/atau sesuai dengan syarat kehalalannya, belum semua rumah tangga secara ekonomi mampu memenuhi kebutuhan pangan pokoknya, dan marjin keuntungan usahatani tanaman pangan sangat kecil, sehingga sangat menghambat motivasi petani untuk meningkatkan produksinya (Kadiman 2006).

6 9 Inflasi Inflasi adalah proses kenaikan harga barang jasa secara umum dan terus menerus. Kenaikan haga yang sifatnya sementara seperti momen hari raya (tidak terus menerus) dan kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya (Mankiw 2006). Jenis inflasi menurut ukuran parah tidaknya dibagi ke dalam 4 kelompok yaitu: Inflasi ringan (di bawah 10% setahun) Inflasi sedang (antara 10%-30% setahun) Inflasi berat (antara 30%-100% setahun), dan Inflasi tak terkendali (di atas 100% setahun) Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti: Indeks Harga Konsumen (IHK) : menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survey bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas. Indeks Perdagangan Besar : merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah. GDP Deflator : mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP diperoleh dengan membagi GDP nominal (atas dasar harga berlaku) dengan GDP Riil (atas dasar harga konstan/tahun dasar). Penggunaan Indeks yang bervariasi tersebut dikarenakan oleh adanya arti penting masing-masing barang yang tidak sama pada setiap kelompok masyarakat (Mankiw 2006). Berdasarkan BPS (2005) perkembangan inflasi selama periode , menunjukkan bahwa inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 77,6 persen, dan inflasi terendah terjadi pada tahun 1999 yaitu 2,0 persen. Tingginya inflasi tahun 1998 disebabkan oleh adanya krisis moneter yang kemudian menjadi krisis ekonomi yang menerpa Indonesia. Fundamental ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk saat itu menyebabkan pemerintah tidak mampu mengendalikan harga-harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Pemerintahan Orde Baru beranggapan bahwa pembangunan ekonomi dimungkinkan apabila stabilitas ekonomi telah dicapai. Oleh karena itu sejak pertengahan tahun 1968, segala potensi dan usaha dikonsentrasikan kepada

7 10 stabilitas dan rehabilitasi ekonomi. Salah satu usaha yang ditempuh adalah pengendalian harga kebutuhan masyarakat banyak. Usaha ini membuahkan hasil yang spektakuler, inflasi turun drastis menjadi hanya 9,9 persen di awal Pelita I, yaitu pada tahun Sejak tahun 1969 padaa umumnya perkembangan harga-harga cukup terkendali hingga tahun Selama 26 tahun, hanya 9 tahun terjadi inflasi yang lebih dari 10 persen (2 digit) yaitu di tahun 1972 sampai 1977, tahun 1979, 1980, dan Inflasi terendah terjadi pada tahun 1971 yaitu 2,5 persen. Pada periode tahun perkembangan harga-harga sangat terkendali dengan tingkat inflasi 1 digit (di bawah 10 persen). Inflasi terendah dalam periode ini dicapai pada tahun 1985 sebesar 4,3 persen dan tahun 1992 sebesar 4,9 persen (BPS 2005). Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan negatif, tergantung parah tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, akan memberikan pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan menarik orang untuk menabung, bekerja dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian menjadi lesu, orang tidak bersemangat bekerja, melakukan investasi dan menabung, karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh akan kesulitan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu (Mankiw 2006). Kaitan Inflasi Dengan Konsumsi Pangan Inflasi adalah suatu keadaan dimana terdapat kenaikan harga umum secara terus menerus. Kenaikan harga bukan harga satu atau dua macan barang saja, melainkan kenaikan harga dari sebagian besar barang dan jasa. Di samping itu konsumsi makanan keluarga juga dipengaruhi oleh harga pangan dan harga bukan pangan. Harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan riil rumah tangga. Sedangkan pendapatan riil rumah tangga selain ditentukan oleh tingkat harga juga oleh jumlah pendapatan nominal. Tingkat harga dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan harga relatif antar berbagai barang dan jasa. Krisis ekonomi dan kebijaksanaan penyesuaianpenyesuaian yang diambil dapat mempengaruhi tingkat harga, melalui permintaan dan penawaran barang dan jasa, jumlah uang beredar, dan nilai

8 11 tukar uang. Seperti telah disebutkan sebelumnya, dampak negatif dari kenaikan harga makanan akan dirasakan terutama oleh rumah tangga miskin daripada keluarga mampu oleh karena keluarga miskin membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan. Dengan menurunnya konsumsi makanan, resiko akan menurunnya keadaan gizi anggota rumah tangga, terutama yang rawan gizi, akan meningkat (Soekirman 1991). Guritno (1998) dalam Siregar (2009) mengatakan inflasi sebagai fenomena ekonomi yang terutama terjadi di Negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian. Tingkat inflasi adalah kenaikan harga barang secara umum yang menyebabkan terjadinya efek subsitusi. Konsumen akan mengurangi pembelian terhadap barang-barang yang harganya relatif mahal dan menambah pengeluaran konsumsi terhadap barangbarang yang relatif murah. Kenaikan tingkat harga umum tidak berarti bahwa kenaikan harga barang terjadi secara proporsional. Hal ini mendorong konsumen untuk mengalihkan konsumsinya dari barang yang satu ke barang yang lain. Inflasi yang tinggi akan melemahkan daya beli masyarakat terutama terhadap produksi dalam negeri yang selanjutnya akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap nilai mata uang nasional. Menurut penelitian Ariani (2005) konsumsi pangan termasuk konsumsi energi dan protein sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat dan kesadaran masyarakat terhadap pangan dan gizi. Tingkat konsumsi energi dan protein masyarakat berbeda antarkelompok pendapatan dan terdapat kecenderungan semakin tinggi pendapatan semakin tinggi pula tingkat konsumsinya. Dengan mengacu pada patokan anjuran dalam WNPG VI tahun 1998, seseorang akan terpenuhi konsumsi energi dan proteinnya apabila pendapatan per kapita perbulannya di atas Rp Sejalan dengan peningkatan pendapat, masyarakat akan dihadapkan pada banyak pilihan makanan yang sesuai selera tanpa kendala keuangan. Kemiskinan Dalam arti luas kemiskinan adalah suatu konsep terintegrasi yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan, 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

9 12 a. Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja. b. Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan. c. Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar. d. Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan. Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: a. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus. b. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak dapat menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata (Suryawati 2005). Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada di lapisan bawah), dan konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis penduduk, ukuran ini sering disebut dengan garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan dikatakan dalam kondisi miskin. Menurut Sayogyo, tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan (Suryawati 2005).

10 13 Daerah pedesaan: a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 320 kg nilai tukar beras per orang per tahun. b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 240 kg nilai tukar beras per orang per tahun. c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 180 kg nilai tukar beras per orang per tahun. Daerah perkotaan: a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 480 kg nilai tukar beras per orang per tahun. b. Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 380 kg nilai tukar beras per orang per tahun. c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 270 kg nilai tukar beras per orang per tahun. Kaitan Kemiskinan dengan Konsumsi Pangan Garis kemiskinan adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup minimumnya, baik itu kebutuhan hidup mininumnya, baik itu kebutuhan hidup minimum makanan (perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan sebagainya). Berdasarkan hasil Widyakarya pangan dan Gizi tahun 1978, seseorang dapat dikatakan hidup sehat apabila telah dapat memenuhi kebutuhan energinya minimal sebesar 2100 kilokalori per hari. Mengacu kepada ukuran tersebut, maka batas miskin untuk makanan adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkan seseorang dalam sebulan agar dapat memenuhi kebutuhan minimum energinya sebesar 2100 kilokalori perhari. Kemiskinan ekonomi sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan. Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, di mana untuk keluargakeluarga di negara berkembang sekitar dua pertiganya (Suhardjo 2008). Kebutuhan energi ini dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi berbagai jenis komoditi makanan, seperti beras, umbi-umbian, ikan, daging, dan sebagainya. Dalam perhitungan kebutuhan hidup minimum makanan, standar kebutuhan hidup minimum 2100 kilokalori didasarkan pada konsumsi makanan

11 14 dari penduduk kelas marjinal, yaitu penduduk yang hidupnya sedikit di atas estimasi awal garis kemiskinan yang diperoleh berdasarkan garis kemiskinan sebelumnya yang disesuaikan (di-inflate) dengan tingkat inflasi. Penduduk pada kelas tersebut disebut penduduk referensi (reference population) (BPS 2005). Pengeluaran Konsumsi Pangan Penduduk Salah satu indikator peningkatan kesejahteraan adalah perubahan pola konsumsi penduduk. Menurut hukum ekonomi bila selera tidak berbeda maka presentase pengeluaran untuk makanan akan menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan. Dengan demikian secara umum semakin meningkat pendapatan (kesejahteraan), semakin berkurang persentase pengeluaran untuk makanan. Sasaran pembangunan di bidang pangan adalah penyediaan pangan yang cukup dengan mutu gizi yang baik. Salah satu barometer yang dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk adalah meningkatnya pendapatan yang berdampak pada meningkatnya konsumsi pangan dengan gizi yang lebih baik. Pada tahun 1980 hampir 70 persen pengeluaran pendudukan digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Persentasenya dari tahun ke tahun menunjukan kecenderungan menurun, dan menjadi 54,6 persen pada tahun Selapa periode tersebut juga terjadi perubahan pola konsumsi makanan penduduk dengan meningkatnya presentase pengeluaran untuk makanan pokok. Pengeluaran untuk makanan pokok mengalami penurunan yang berarti yaitu dari 36,9 persen tahun 1980 menjadi 18,7 persen tahun 2004, sebaliknya pengeluaran untuk makanan menjadi meningkat dari 6,6 persen tahun 1980 menjadi 18,8 persen pada tahun Demikian pula pengeluaran untuk makanan berprotein tinggi (susu dan telur) mengalami peningkatan dari 17,6 persen tahun 1980 menjadi 20,1 persen pada tahun Gambaran ini memperlihatkan pergeseran pola konsumsi makanan penduduk sebagai cerminan modernisasi, sekaligus perubahan tingkat kesejahteraan (BPS 2005). Di Indonesia, yang menjadi pangan pokok adalah beras, jagung, ubikayu, ubi jalar, tales, sagu, pisang (khususnya di provinsi Papua) bahkan sekarang ditambah dengan makanan berupa mi instan, mi basah dan lain-lain yang bahan bakunya dari gandum. Pangan tersebut kecuali mi dikelompokkan dalam kelompok padi-padian dan umbi-umbian. Dengan demikian, pengeluaran untuk kedua kelompok pangan ini dapat digunakan sebagai cerminan sejauhmana situasi konsumsi pangan pokok. Secara rata-rata pangsa pengeluaran padipadian adalah terbesar dibandingakan dengan kelompok pangan lain. Namun

12 15 untuk di kota pengeluaran padi-padian terkalahkan dengan pengeluaran makanan/minuman jadi. Secara kualitatif memang terlihat perubahan konsumsi pada masyarakat kota. Masyarakat di perkotaan berubah perilaku makannya dari terbiasa makan di rumah menyukai makan di luar rumah dengan membeli makanan jadi. Kecendrungan tersebut sebagai dampak bermunculannya industri makanan olahan seperti rumah makan/restoran yang tersedia di mana-mana yang memberikan unsur kenyamanan, keindahan dan mampu membangkitkan selera konsumen (Ariani 2005)

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERKEMBANGAN PERSENTASE PENDUDUK DEFISIT ENERGI DI INDONESIA TAHUN 1987-2010 DAN KAITANNYA DENGAN TINGKAT KEMISKINAN, PERTUMBUHAN EKONOMI, HARGA BERAS DAN LAJU INFLASI ELFRIDA YULIANSARI DEPARTEMEN GIZI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;. Bab V INFLASI Jika kita perhatikan dan rasakan dari masa lampau sampai sekarang, harga barang barang dan jasa kebutuhan kita harganya terus menaik, dan nilai tukar uang selalu turun dibandingkan nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA BAB II T1NJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Anak Balita Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indikator indikator ekonomi makro sangat berperan dalam menstabilkan perekonomian. Menurut Lufti dan Hidayat ( 2007 ), salah satu indikator ekonomi makro yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang dapat dicerminkan dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH

PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH RINGKASAN Suprapti Supardi dan Aulia Qonita Penelitian

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra pangan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada tahun 2012 Provinsi Jawa Timur menghasilkan produksi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA Oleh: Mewa Arifin dan Handewi P. Saliemo ABSTRAK Dengan menggunakan data Susenas disertai beberapa penyesuaian untuk menghitung konsumsi energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 BADAN PUSAT STATISTIK No. 38/07/Th. X, 2 Juli 2007 TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 28,59 JUTA ORANG Pada bulan September 2012, jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN Oleh : Bambang Sayaka Mewa Ariani Masdjidin Siregar Herman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan laut Indonesia yang tersebar pada hampir semua bagian perairan laut Indonesia yang ada seperti pada perairan laut teritorial, perairan laut nusantara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1 Tinjuan Pustaka Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketersediaan Pangan Ketersediaan (food availabillity) yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang baik yang berasal dari produksi sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja,

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada September 2015 jika dibandingkan dengan 2015. Tingkat kemiskinan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang 29 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Diversifikasi Pangan 2.1.1. Pengertian Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Beras bagi kehidupan Bangsa Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Dari jenis bahan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Menurut Balitbang (2008), Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/06/33.08/Th.II, 15 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 2016 SEBESAR 12,67 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengakenaragaman (diversifikasi) pangan sudah diusahakan sejak tahun 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu belum dapat dihilangkan.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VIII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2012 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri beras merupakan kebutuhan pokok paling penting dimasyarakat Indonesia. Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VII, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2011 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Pangan Konsumsi Pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang, kelompok, atau penduduk untuk memenuhi kebutuhan gizinya (BKP, 2013). Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka mempertinggi taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai dan terjangkau oleh seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 3205011.32 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 Katalog BPS : 3205011.32 No. Publikasi : 32520.1701 Ukuran Buku : 18,2 cm

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Geogafis Nusa Tenggara Timur adalah salah provinsi yang terletak di sebelah timur Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan khatulistiwa

Lebih terperinci