ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI"

Transkripsi

1 ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 ABSTRACT TATI MURNIWATI. Willingness to Pay Analysis of Market Waste Management in Bogor Municipal. Under the direction of RTM SUTAMIHARDJA and EKA INTAN KUMALA PUTRI. In correspond with the increase population, the quantity of solid waste is also increase. At present condition, the increasing quantity of solid waste could not be followed by its proper management, so many municipalities in Indonesia have serious problem to handle all waste generated. Unmanage solid waste has creating as a source of pollution, disease (and health aspect) and aesthetic problems. This study was conducted in Bogor traditional market for learning on willingness to pay (WTP) for handling the market solid waste management. Contingent Valuation Method (CVM) was used as a method in this study. The average WTP value of large, medium and small market seller was Rp 4,255, Rp 3,603 and Rp 3,212 per day respectively. The total WTP for the whole market was Rp 22,126,391 per day. The resulted conclusion was that the raising amount fund collected could be used to increase proper waste management and auxiliary benefit the environmental pollution could be eliminated. Key words : solid waste management, Willingness to Pay, pollution.

3 ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

4 Judul Tesis Nama NRP Program Studi : Analisis Willingness To Pay Pengelolaan Sampah Pasar Tradisional Kota Bogor : Tati Murniwati : P : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Disetujui Komisi Pembimbing ` Prof.Dr. RTM.Sutamihardja, M.Ag.Chem Ketua Dr.Ir. Eka Intan Kumala P,M.Si. Anggota Diketahui Ketua Progran Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pasca Sarjana Dr.Ir. Surjono H Sutjahjo, M.S. Prof.Dr.Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Willingness to Pay Pengelolaan Sampah Pasar Tradisional adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2006 Tati Murniwati P

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 September 1962 dari ayah Wagimin Notosoedarmo dan ibu Umi Supiah. Tahun 1981 penulis lulus dari SMPPN Surabaya dan pada tahun yang sama lulus sele ksi masuk ke Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan. Tahun 2001 penulis diterima di Program Magister Sains, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... viii ix I II III IV V PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Hipotesis Manfaat Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah dan Pengelolaannya Persepsi Contingent Valuation Method (CVM) Penelitian Empirik Terdahulu METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengambilan Sampel Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Batasan Penelitian GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kota Bogor Kebijakan Pengelolaan Sampah Kota Bogor PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR 5.1 Kebijakan Pasar Tradisional Kota Bogor Pasar Tradisional Pasar Besar Pasar Sedang Pasar Kecil Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Tingkat Pendidikan Umur Jenis Kelamin Pendapatan Jumlah Tanggungan... 46

8 Halaman Status Tempat Berdagang Lama Berdagang Retribusi Jenis Sampah Jumlah Sampah VI VII VIII PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR 6.1 Pengelolaan Sampah pasar Pencemaran Sampah pasar Pencemaran Air Pencemaran Udara Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan Upaya Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP SA MPAH PASAR TRADISONAL 7.1 Perlakuan Terhadap Sampah Kegunaan Pemisahan Sampah Organik-Anorganik Penanggung Jawab Kebersihan Pasar Dampak Negatif Sampah Pasar Frekuensi Pengambilan Sampah ANALISIS PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL 8.1 Analisis Pilihan atas Setuju atau Tidak Setuju terhadap Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Analisis Pilihan atas bersedia atau Tidak bersedia membayar terhadap Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Analisis Regresi Logistik atas Pilihan bersedia atau Tidak bersedia Membayar terhadap Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Pasar Besar Pasar Sedang Pasar Kecil Analisis Regresi Linier Nilai WTP Pedagang Tradisional Pasar Besar Pasar Sedang Pasar Kecil Analisis CVM Peningkatan Pengelolaan Sampah pasar Pembentukan Pasar Hipotetik Mendapatkan Nilai Permintaan Menghitung Rataan Nilai WTP Memperkirakan Kurva Permintaan Menjumlahkan Data.. 91

9 Halaman 8.6 Analisis Perbedaan Nilai WTP Kebijakan Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Minimalisasi Limbah dan Maksimalisasi Daur Ulang Perbaikan Peraturan Peningkatan Partisipasi Pedagang IX KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Populasi dan Sampel Pedagang Pasar Tradisional Pola Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun Jenis Armada Pengangkut Sampah kota Bogor Petugas Operasional Kebersihan diluar Kepala Seksi, Staf dan Petugas Administrasi DKP Anggaran Pengelolaan Sampah Kota Bogor Tarif Retribusi Pasar Tradisional Kota Bogor Pasar Tradisional di Kota Bogor Jumlah Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bogor Jumlah Pegawai Kantor Pengelolaan Pasar Besar Jumlah Pega wai Kantor Pengelolaan Pasar Sedang Jumlah Pegawai Kantor Pengelolaan Pasar Kecil Tingkat Pendidikan Pedagang di Pasar Tradisional Tingkat Umur Pedagang di Pasar Tradisional Jenis Kelamin Pedagang di Pasar Tradisional Pendapatan Pedangang di Pasar Tradisional Jumlah Tanggungan Pedagang di Pasar Tradisional Status Tempat berdagang Pedagang Pasar Tradisional Luas Tempat berdagang Pasar Tradisional Retribusi Pedangang di Pasar Tradisional Jenis Sampah yang dihasilkan Pedagang Pasar Tradisional Jumlah sampah yang dihasilkan Pedagang Pasar Tradisional Jumlah sampah yang dihasilkan Pasar Tradisional Kota Bogor Jumlah Sampah terangkut dan tidak terangkut di Pasar Tradisional Kota Bogor Pilihan Setuju atau tidak Setuju terhadap Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Pilihan bersedia atau tidak bersedia membayar Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar... 73

11 Halaman 26 Variabel yang digunakan dalam Regresi Logistik Model Regresi Logistik Pilihan Kesediaan membayar Pedagang di Pasar Besar Model Regresi Logistik Pilihan Kesediaan membayar Pedagang di Pasar Sedang Model Regresi Logistik Pilihan Kesediaan membayar Pedagang di Pasar Kecil Nilai Tengah dan Standar Deviasi WTP Pedagang Pasar WTP Rata-rata Pedagang Pasar Besar, Sedang dan Kecil Total WTP Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bogor Hasil Analisis Regresi Nilai WTP Pedagang di Pasar Besar Hasil Analisis Regresi Nilai WTP Pedagang di Pasar Sedang Hasil Analisis Regresi Nilai WTP Pedagang di Pasar Kecil Analisis Sidik Ragam WTP Rata -rata Pedagang di Pasar Tradisional Perbedaan WTP Rata-rata Pedagang di Pasar Tradisional... 93

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Sistem Pengelo laan Sampah (SK SNI T F) Bagan Alir Upaya Minimalisasi Sampah Pasar Grafik Perlakuan Responden terhadap Sampah Grafik Kegunaan Pemisa han Sampah Organik Anorganik Grafik Persepsi Responden atas Penanggung Jawab Kebersihan Pasar 65 7 Grafik Persepsi Responden tentang Dampak Negatif Sampah Grafik Frekuensi Pengambilan Sampah Pasar Tra disional Kurva Penawaran WTP Pedagang di Pasar Besar Kurva Penawaran WTP Pedagang di Pasar Sedang Kurva Penawaran WTP Pedagang di Pasar Kecil... 85

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Kota Bogor Kuisioner Penelitian Regresi Logistik Pilihan Kesediaan Membayar ( Ya/Tidak ) Pedagang Pasar Besar Regresi Logistik Pilihan Kesediaan Membayar ( Ya/Tidak ) Pedagang Pasar Sedang Regresi Logistik Piliha n Kesediaan Membayar ( Ya/Tidak ) Pedagang Pasar Kecil Regresi Linier Nilai WTP Pedagang Pasar Besar Regresi Linier Nilai WTP Pedagang Pasar Sedang Regresi Linier Nilai WTP Pedagang Pasar Kecil Uji Statistik Regresi Nilai WTP Pedagang Pasar Besar Uji Statistik Regresi Nilai WTP Pedagang Pasar Sedang Uji Statistik Regresi Nilai WTP Pedagang Pasar Kecil Anova WTP Pedagang di Pasar Besar, Pasar Sedang dan Pasar Kecil Tempat Pembuangan Sementara (TP S) di Pasar Tradisional Kota Bogor Insinerator di Pasar Baru Bogor Tempat Pembuangan Akhir Galuga Kualitas Air Sungai Ciliwung di Kota Bogor Kualitas Air Sungai Cisadane di Kota Bogor

14 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah sudah menjadi masalah yang semakin serius di kota-kota di Indonesia. Pertambahan penduduk dan proses urbanisasi yang terus berlangsung, yang merupakan akibat dari terpusatnya aktifitas ekonomi di perkotaan, menja di penyebab semakin meningkatnya timbulan sampah. Menurut Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2003, jumlah penduduk Indonesia telah meningkat menjadi hampir dua kali lipat selama kurun waktu 32 tahun yaitu dari 119,2 juta jiwa pada tahun 1971 bertambah menjadi 215,631 juta jiwa pada tahun Jika diperkirakan laju pertambahan penduduk sekitar 0,9 % per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia akan menjadi 262,4 juta jiwa pada tahun Selaras dengan itu timbulan sampah rata-rata diperkirakan meningkat dari 800 g/kapita/hari pada tahun 1995 menjadi 910 g/kapita/hari pada tahun Peningkatan jumlah sampah ini tidak diikuti dengan peningkatan pengelolaan sampah yang lebih baik. Umumnya kota-kota di Indonesia belum mampu membuang semua sampah yang dihasilkannya karena keterbatasan dana, sarana, sumberdaya manusia, teknik pengelolaan, manajemen dan berbagai hal lain. Berdasarkan Status Lingkungan Hidup Indonesia 2003, rata-rata sampah terangkut per timbulan sampah di kota-kota di Indonesia adalah 74,11 % dari seluruh sampah yang dihasilkan. Jadi rata -rata ada sekitar 25,89 % sampah yang tidak terangkut. Sisa sampah yang tidak tertangani ini menumpuk di Tempat Pembuangan Sementara (TPS), dibuang ke sungai oleh penduduk atau dibakar. Sisa sampah yang menumpuk menjadi sumber penyakit, sumber pencemaran dan mengganggu estetika lingkungan. Berbagai kegiatan manusia hampir selalu menghasilkan sampah. Sampah dihasilkan di daerah pemukiman. pasar, pertokoan, fasilitas sosial, kegiatan industri dan lain-lain. Pasar merupakan penyumbang sampah terbesar setelah sampah yang berasal dari daerah pemukiman. Sampah pasar umumnya merupakan buangan padat yang berasal dari para pedagang sayuran, buah-buahan, makanan dan lain lain dan merupakan sampah organik yang cenderung menebarkan bau busuk bila tidak segera dimusnahkan. Oleh karena itu pasar tradisional umumnya

15 2 berkesan kumuh, becek dan bau karena banyak sampah menumpuk, tercecer dan tidak terangkut. Banyak orang lebih memilih berbelanja di pusat perbelanjaan yang menjamur di kota -kota besar karena lebih nyaman dan bersih meski untuk itu harus dikeluarkan uang yang lebih besar. Pasar tradisional ini tetap diperlukan keberadaannya karena pasar tradisional merupakan suatu lembaga tradisional yang berbasis kekuatan ekonomi rakyat. Dalam pasar tradisional terjadi kegiatan pengembangan ekonomi rakyat yang penting, Disinilah kelompok pedagang yang usahanya rata-rata dibatasi oleh faktor modal dan keterampilan ternyata mampu menciptakan kemandirian, kesempatan dan peluang kerja serta pendapatanan yang sangat berarti. Mereka merupakan pelaku usaha potensial dan mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Oleh karena itu pasar tradisional harus mampu bersaing dengan pusat-pusat perbelanjaan yang ada dalam menjaring pembeli. Peningkatan pengelolaan sampah pasar menjadi salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjadikan pasar tradisional lebih bersih dan nyaman. Sampah yang tidak terangkut dan menumpuk di TPS di pasar tradisional dapat menimbulkan pencemaran yang akan merusak lingkungan. Lingkungan yang rusak dapat menurunkankan kualitas hidup manusia karena manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan yang bersih dan tertata dengan baik merupakan cerminan dari keserasian hubungan manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu penelitian mengenai peningkatan pengelolaan sampah di pasar tradisional yang melibatkan peran serta para pedagang perlu dilakukan. Keterlibatan para pedagang menempatkan mereka pada posisi tidak hanya sebagai obyek, tetapi juga sebagai subyek dalam sistem pengelolaan sampah pasar Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memberikan gambaran mengenai pengelolaan sampah di pasar tradisional Kota Bogor. Tujuan secara khusus adalah : 1. Mengkaji karakteristik pedagang pasar tradisional Kota Bogor.

16 3 2. Mengkaji pencemaran lingkungan dan upaya peningkatan pengelolaan sampah pasar. 3. Menganalisis kesediaan membayar (Willingness to Pay/WTP ) pedagang pasar tradisional dan mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap WTP peningkatan pengelolaan sampah pasar tradisional Kota Bogor Kerangka Pemikiran Kota Bogor dengan jumlah penduduk jiwa menghasilkan sampah sebanyak m 3 per hari (SLHD Kota Bogor, 2003). Sampah Kota Bogor berasal dari perumahan (63,0 %), pasar (11,9 %), pertokoan, hotel dan restoran (7,0 %), sapuan jalan (7,5 %), industri (4,7 %), lain-lain (5,9 %). Dari seluruh sampah yang dihasilkan, yang dapat ditangani oleh pihak DKP adalah m 3 per hari atau sekitar 67% (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, 2003). Sampah yang dihasilkan dikelola dengan tahapan yang meliputi pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, merupakan jasa yang dilakukan terhadap lingkungan yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta, maupun individu. Pengelolaan sampah ini dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan retribusi masyarakat. Ada 6 buah pasar tradisional di Kota Bogor dibawah tanggung jawab Kantor Pengelolaan Pasar, yaitu Pasar Kebon Kembang (Pasar Anyar), Pasar Baru Bogor, Pasar Jambu Dua, Pasar Merdeka, Pasar Sukasari, Pasar Padasuka dan Pasar Gunung Batu. Sampah yang dihasilkan pasar-pasar tersebut tidak seluruhnya dapat diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) karena keterbatasan dana, sarana dan lain-lain. Sampah yang tidak terangkut ini menimbulkan pencemaran air, udara serta mengganggu estetika lingkungan dan kesehatan. Untuk itu partisipasi aktif masyarakat, dalam hal ini para pedagang di pasar tradisional, untuk membayar peningkatan retribusi sampah diharapkan dapat membantu pemerintah kota dalam pendanaan pengelolaan sampah. Untuk mengetahui besarnya kesediaan pedagang di pasar tradisional dalam membayar (WTP) peningkatan pengelolaan sampah pasar, dilakukan pendekatan dengan menggunakan Metoda Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method/CVM ).

17 4 Metoda ini adalah metoda survey untuk menanyakan kepada masyarakat tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Dengan metoda ini dapat diketahui berapa jumlah uang yang ingin dibayarkan (WTP) untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. Informasi mengenai pencemaran karena sampah pasar, persepsi pedagang terhadap sampah serta kesediaan membayar dikaji dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan sehingga dapat dihasilkan suatu rekomendasi dalam peningkatan pengelolaan sampah pasar. Secara umum kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. KOTAMADYA BOGOR PASAR TRADISIONAL APBD, retribusi SAMPAH DIKELOLA TIDAK DIKELOLA Pencemaran Lingkungan Pewadahan Pengangkutan, pengolahan ANALISIS WTP CVM Pembuangan Akhir NILAI WTP REKOMENDASI Persepsi pedagang Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian.

18 Perumusan Masalah Kota Bogor dengan luas wilayah sekitar Ha dan jumlah penduduk sebanyak jiwa, setiap harinya menghasilkan sampah sebanyak m 3 per hari (Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Bogor 2003). Dari seluruh sampah yang dihasilkan itu baru sekitar 67 % sampah yang terangkut atau ada sekitar 729 m 3 sampah yang tidak terangkut. Saat ini kegiatan pengelolaan sampah Kota Bogor meliputi : pengumpulan sampah dari sumbernya, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dan pembakaran sampah dengan incinerator. Beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) yang bertanggung jawab atas kebersihan kota, tidak dapat menangani seluruh sampah yang ada antara lain adalah dukungan dana, sarana dan prasarana yang kurang memadai. Dana pengelolaan sampah umumnya hanya berkisar antara 0,59 % sampai 3,65 % dari APBD (Profil Bangun Praja, 2004). Dana ini belum mencukupi, terlihat dari masih adanya sampah yang belum terangkut. Untuk itu sasaran pengadaan dana untuk peningkatan pengelolaan sampah diarahkan pada sistem mampu membiayai (self financing). Dalam rangka self financing ini maka sasaran sumber dana yang utama dibebankan pada hasil penarikan retribusi. Retribusi merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan, pengelolaan sampah perlu melibatkan banyak pihak. Usaha pengelolaan sampah dalam rangka menciptakan lingkungan yang sehat baik skala besar maupun kecil harus mengedepankan partisipasi masyarakat. Pada pengelolaan sampah pasar, partisipasi pedagang di pasar amat diperlukan. Partisipasi para pedagang dalam pengelolaan sampah pasar dapat diwujudkan dengan kesediaan membayar (Willingness to pay) untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam bentuk peningkatan retribusi kebersihan. Partisipasi ini diharapkan mampu mendorong para pendagang untuk memelihara, mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan. Atas dasar hal tersebut, maka penelitian ini diarahkan pada permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik pedagang di pasar tradisional Kota Bogor.

19 6 2. Bagaimana pencemaran yang ditimbulkan oleh sampah pasar dan upaya peningkatan pengelolaan sampah pasar. 3. Berapa besar kesediaan membayar para pedagang pasar tradisional Kota Bogor untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesediaan membayar tersebut Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka penelitian, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Pedagang pasar bersedia membayar usaha peningkatan pengelolaan sampah 2. WTP pedagang dipengaruhi oleh faktor -faktor sosial ekonomi pedagang 3. Ada perbedaan nilai WTP untuk pedagang di pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna : 1. Bagi peneliti, sebagai bahan tambahan pengetahuan dan validasi dalam bidang yang sama. 2. Bagi pemerintah kota, penelitian ini akan menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi, khususnya bagi Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dan Dinas Pengelolaan Pasar untuk merumuskan kebijakan pengelolaan sampah di pasar tradisional di Kota Bogor menjadi lebih baik. 3. Bagi masyarakat, secaa umum akan dapat menilai kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah terutama dalam pengelolaan sampah.

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Pengelolaannya Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat aktivitas manusia yang merupakan bahan yang sudah tidak digunakan lagi, sehingga dibuang sebagai bahan yang tidak berguna (Sudarso, 1985). Pada awal kehidupan manusia, sampah belum menjadi masalah, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan ruang untuk hidup tetap, maka makin hari menjadi masalah yang cukup besar. Sehubungan dengan kegiatan manusia, maka permasalahan sampah terkait dari segi sosial, ekonomi dan budaya. Untuk mengetahui secara terperinci tentang jenis-jenis serta karakteristik sampah maka perlu diketahui sumber dan jenis sampah, komposisinya serta banyaknya sampah yang dihasilkan oleh setiap jenis sumber sampah. Hal ini sangat penting dalam rangka perencanaan dan pengelolaan sampah. Menurut sumbernya sampah digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu 1) Sampah domestik, yaitu sampah yang dihasilkan oleh kegiatan manusia seharihari secara langsung, dari rumah, pasar, sekolah, pemukiman, rumah sakit, pusat keramaian dan sebagainya; 2) Sampah non domestik, yaitu sampah yang dihasilkan oleh kegiatan sehari-hari secara tidak langsung seperti dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, perhutanan dan transportasi (Suriawiria, 2002). Berdasarkan jenisnya, sampah digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu 1) Sampah organik, yaitu sampah yang tersusun dari senyawa organik seperti sisa tanaman, hewan atau pun kotoran, 2) Sampah an organik, yaitu sampah yang tersusun dari senyawa anorganik, se perti plastik, botol, logam. Komposisi sampah kota di Indonesia umumnya terdiri dari : Kertas (2%), sisa sayur, buah-buahan dan daun-daunan (94%), gelas dan benda padat lainnya (1%), plastik (2%), lain-lain (1%) (Flintof dalam Sudarso,1985). Timbulan sampah perkotaan di Indonesia pada umumnya sebagian besar terdiri dari sampah organik (sekitar 80 % dari berat lapangan), dengan satuan timbulan antara dua empat lt/orang/hari atau 0,6 0,8 kg/o/h. Kerapatan jenis di lapangan antara kg/m 3. Harga perbandingan C dan N antara (Hadiwiyoto,1983).

21 8 Sistem pengelolaan sampah pada umumnya mencakup 5 komponen yaitu : (1) Organisasi Kelembagaan Pengelolaan/Manajemen Komponen ini berfungsi sebagai penggerak seluruh sistem, yang menyangkut tentang bentuk dan struktur organisasi pengelola, personalia, tata laksana kerja, program pengembangan pegawai dan lain -lain. (2) Teknik Operasional Merupakan komponen yang secara langsung berhubungan dengan obyek sampah atau operasional sehari-hari, meliputi antara lain sumber timbulan sampah, volume timbulan sampah, tingkat pelayanan daerah pelayanan, pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir. (3) Pembiayaan Merupakan komponen pendukung efektivitas kerja seluruh sistem, mencakup antara lain: sumber pendanaan, dana operasional, pemeliharaan dan investasi, kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam membiayai sistem, pola dan prosedur penarikan retribusi. (4) Peraturan Merupakan komponen yang dinamis mengatur sistem untuk mencapai sasaran secara efektif, meliputi : peraturan daerah tentang kebersihan lingkungan, perda tentang pembentukan tarif retribusi dan lain-lain. (5) Peran Serta Masyarakat Komponen ini menyangkut tentang bentuk partisipasi masyarakat, metode pembinaan masyarakat di bidang kebersihan, evaluasi dan pemeliharaan kondisi prasaran persampahan yang ada dan lain-lain. Tata cara pengelolaan sampah perkotaan berdasarkan Konsep Standar Nasional Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (SK SNI T F) meliputi : pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan dan pembuangan akhir. Pengelolaan sampah dimulai dengan pewadahan sampah dari sumber sampah (pemukiman, pasar, toko, kantor) untuk mencegah sampah berserakan dan mempermudah proses pengumpulan. Wadah umumnya digunakan kantong

22 9 plastik, bin, potongan drum dan lain-lain. Pewadahan dibedakan dalam pola pewadahan, jenis pewadahan, penempatan dan pemilikan wadah. Proses pengumpulan sampah merupakan kegiatan mengumpulkan sampah dari berbagai sumber dan penampungan sampah, untuk kemudian dimuat kedalam kendaraan pengangkutan agar dapat diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pengumpulan sampah terdiri dari : 1. Pola Pengumpulan : individual langsung, individual tidak langsung, komunal langsung, komunal tak langsung, penyapuan jalan. Pengumpulan langsung berarti kendaraan pengangkut langsung beroperasi memuat sampah dari berbagai sumber kemudian langsung diangkut ke TPA. Pengumpulan tidak langsung, sampah dari berbagai sumber dikumpulkan ke TPS, transfer depo atau kontainer. 2. Perencanaan Operasional Pengumpulan Perencanaan Operasional Pengumpulan meliputi ritasi, periodisasi, penetapan daerah pelayanan, penetapan petugas pelaksana lapangan dan pembebanan pekerjaan yang merata. 3. Pelaksana Pengumpulan Sampah Pengumpul sampah dilaksanakan petugas kebersihan kota atau swadaya masyarakat (pribadi, instansi, badan swasta atau dikelola RT/RW). Sampah dari tempat pengumpulan tidak langsung seperti transfer depo atau kontainer harus dipindahkan untuk dibawa ke TPA. Transfer depo biasanya berada di daerah pemukiman padat yang banyak mempunyai jalan kecil atau lorong dan relatif datar atau di dekat pasar tradisional. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemindahan adalah lokasi pemindahan dan cara pemindahan. Dalam proses pengangkutan dibedakan atas : (1) Pola Pengangkutan yaitu pola tidak langsung : sampah dari transfer depo atau kontainer diangkut ke TPA, pola langsung : dari sumber sampah ditaruh alat pengangkutan dan langsung dibawa ke TPA. (2) Peralatan, seperti truk besar / kecil, dump truck, compactor truck, mobil penyapu jalan, truk gandengan dan lain lain.

23 10 Timbulan Sampah Pewadahan / pemilahan Pengumpulan Pemindahan dan Pengangkutan Pemindahan dan Pengolahan Pembuangan Akhir Gambar 2. Sistem Pengelolaan Sampah (SK SNI T F) Pengolahan sampah meliputi antara lain : daur ulang, insinerasi / pembakaran dan pengkomposan. 1. Daur Ulang Daur ulang atau recycling adalah mengembalikan suatu produk atau sisa dari suatu proses produksi ke dalam siklus produksi. Recycling dibedakan atas tiga jenis (Widyatmoko dan Sintorini, 2001) reuse yaitu menggunakan kembali suatu produk untuk tujuan yang sama, misalnya tabung gas; reutilization yaitu menggunakan buangan untuk keperluan yang berbeda dari konsep awal, untuk itu diperlukan perlakuan fisik, kimia atau biologis. 2. Incinerasi Incinerasi adalah proses pembakaran sampah yang terkendali menjadi gas dan abu. Alat incinerasi dinamakan incinerator. Gas yang dihasilkan berupa karbondioksida dan gas-gas lain, dilepaskan ke udara. Abu/residu yang dihasilkan dibuang ke TPA atau dicampur dengan bahan lainnya sehingga menjadi bahan yang berguna. Residu setelah pembakaran merupakan 20 % sampai 30 % dari berat awal (Salvato, 1982). Untuk

24 11 mendapatkan operasi incinerasi yang optimum dan efisien, proses pembakaran harus dikontrol sehingga residu yang dihasilkan sekecil mungkin dan emisi berbahaya dapat dicegah. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi proses pembakaran antara lain adalah karakteristik sampah (Pavoni et al 1975 dalam Wahyono 2001). Berdasarkan material sampah yang dibakar, incinerator terbagi atas berbagai jenis seperti incinerator di pusat pembuangan sampah (skala TPA), incinerator untuk kawasan terbatas (skala TPS untuk pemukiman), incinerator untuk bulky material, incinerator sampah berbahaya dan incinerator untuk lumpur. 3. Pengkomposan Kompos adalah sejenis pupuk yang merupakan bentuk akhir dari bahanbahan organik setelah mengalami pembusukan. Bahan utama pembuatan kompos adalah sampah, terutama sampah rumah tangga, pasar, taman dan kebun. Perbandingan kandungan carbon dan nitrogen (C/N rasio) sebesar 30/1. Pembuatan kompos terjadi karena adanya kegiatan jasad renik yang beragam jenisnya dan secara serentak bekerja dalam habitatnya masingmasing pada suhu tertentu. Proses pembusukan terjadi secara aerobik maupun anaerobik. Kedua proses pembusukan ini dapat terjadi secara bersamaan dalam satu tumpukan. Pembusukan anaerobik terjadi pada tumpukan bagian dalam yang tidak berongga. Pembusukan aerobik terjadi di bagian tumpukan yang memiliki kadar udara cukup. Pembusukan aerobik lebih cepat daripada pengkomposan anaerobik. Dalam proses pengkomposan, bahan organik diuraikan menjadi unsur-unsur yang dapat diserap jasad renik maka ukuran bahan organik berubah menjadi partikel-partikel yang kecil. Volume tumpukan menyusut kira-kira sebanyak tiga perempatnya sepanjang proses pengkomposan (CPIS, 1992). Fungsi utama kompos adalah membantu memperbaiki struktur serta meningkatkan kinerja tanah, dengan meningkatkan porositas sehingga tanah menjadi gembur. Kinerja tanah diperbaiki melalui peningkatan kemampuan dalam bertukar ion serta menyimpan air.

25 12 Semua sampah hasil pengangkutan pada akhirnya dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir. Ada beberapa metode penanganan sampah di TPA antara lain 1. Open Dumping : merupakan cara pembuangan sampah sederhana yaitu sampah dihamparkan di tempat terbuka tanpa penutupan dan pengolahan. 2. Controlled landfill : sampah dihamparkan pada lokasi cekungan dan permukaannnya diratakan dan ditutupi tanah pada ketebalan tertentu yang dilakukan secara periodik. 3. Sanitary landfill : sampah di ratakan pada suatu lokasi yang cekung, kemudian pada ketebalan tertentu ditanam dengan tanah. Bagian atas urugan digunakan untuk menimbun sampah lalu ditanam lagi dengan tanah sehingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Bagian dasar konstruksi sanitary landfill dibuat lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachaet) yang terbentuk dari proses penguraian sampah organik Pe rsepsi Secara sederhana persepsi diartikan sebagai suatu aktivitas pemberian makna, arti atau tafsiran terhadap suatu objek sebagai hasil pengamatan yang dilakukan oleh seseorang (Yusuf, 1991). Syah (1983) menyatakan persepsi tidak lain adalah pandangan, pengertian dan interpretasi yang diberikan oleh seseorang tentang suatu objek yang diinformasikan kepadanya terutama mengenai bagaimana cara orang tersebut memandang, mengartikan, menginterpretasikan informasi itu dengan cara mempertimbangkan hal tersebut dengan dirinya dan lingkungan tempat dimana dia berada dan melakukan interaksi. Ini berarti persepsi merupakan hasil upaya penginderaan terhadap setiap stimulus yang timbul dalam diri dan lingkungan dimana ia berada. Sarwono (1991) mengemukanan bahwa persepsi adalah pengamatan trhadap suatu objek melalui aktivitas sejumlah penginderaan yang satukan dan dikoordinasikan dalam pusat syaraf yang lebih tinggi (otak). Ditandaskan juga bahwa kunci untuk memahami persepsi adalah

26 13 terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigl (Yusuf, 1991) terjadi melalui tiga mekanisme pembentukan yaitu : selectivity, closure dan interpretation. Proses selectivity terjadi ketika seseorang diterpa oleh informasi maka akan berlangsung proses penyelekasian pesan mana yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan, sedangkan interpretation berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Faktor faktor yang mempengaruhi persepsi dalam diri seseorang antar lain adalah pengalaman masa lampau (Crutchfield dalam Sarwono, 1991). Selain itu beberapa faktor yang membedakan persepsi antar individu seperti kebutuhan, sistem nilai yang dimiliki, kebiasaan hidup, kebudayaan dan faktor umur seseorang (Sarwono, 1991) Mengacu pada uraian ya ng ada maka konsep persepsi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah suatu pandangan yang diberikan seseorang terhadap objek, gejala atau peristiwa, yang dilakukan oleh individu yang bersangkutan secara sengaja dengan cara menghubungkan objek, gejala atau peristiwa tersebut dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan, pengalaman, adat istiadat dan sebagainya Contingent Valuation Method (CVM) CVM merupakan salah valuasi ekonomi lingkungan. Valuasi ekonomi lingkungan bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi pada sumber daya alam dan lingkungan. Nilai ekonomi dapat didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya (Fauzi, 2004). Dengan menggunakan pengukuran ini nilai ekologis ekosistem, bisa diterjemahkan dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa.

27 14 Nilai Ekonomi Total dari suatu sumber daya alam dan fungsi dari lingkungan, dibagi menjadi dua bagian yaitu nilai guna dan nilai non guna dengan persamaan sebagai berikut : TEV = F ( DUV + IUV + OV + BV + EV) Nilai guna Nilai non guna Dimana : TEV = Nilai Ekonomi Total (Total Economi Value) DUV = Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) IUV = Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use Value) OV = Nilai pilihan (Quasi Option Value) BV = Nilai Warisan (Bequest Value) EV = Nilai Keberadaan (Existence Value) Metoda penilaian ekonomi dari sumber daya alam dan lingkungan antara lain adalah Contingent Valuation Method, Hedonic Price Method, metode Dosis- Respon, metode Perilaku Menghindar (Averting Behaviour Method), metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) dan lain lain. Contingent Valuation Method merupakan metoda teknik survey untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan, jika pasarnya betul-betul tersedia. Prinsip dasar dari metode ini adalah seseorang mempunyai preferensi yang benar tapi tersembunyi terhadap barang lingkungan dan diasumsikan orang tersebut dapat mentranformasikan preferensi tersebut kedalam bentuk moneter (Hanley dan Splash, 1993). Pendekatan ini disebut contingent (tergantung) karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun. Pendekatan ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi atau permainan. Kedua, dengan teknik survey. Pendekatan pertama lebih banyak dilakukan melalui simulasi komputer sehingga penggunaannya di lapangan sangat sedikit. CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui : (1) Willingness To Pay (WTP) yaitu kesediaan untuk membayar untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan (air, udara, tanah dsb).

28 15 (2) Willingness To Accept (WTA) yaitu kesediaan untuk menerima sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan atau dampak negatif lingkungan. Di dalam tahap operasional penerapan pendekatan CVM terdapat lima tahap kegiatan. Tahapan tersebut dikatagorikan sebagai berikut (Fauzi, 2004) : Tahap Satu : Membuat Hipotesis Pasar Hipotesis pasar dapat dibuat dalam suatu kuisioner yang berisi informasi lengkap dari peningkatan kualitas lingkungan yang ingin dicapai, siapa yang akan melaksanakan peningkatan kualitas tersebut, bagaimana dana untuk perbaikan tersebut diperoleh dan sebagainya. Kuisioner ini biasanya terlebih dahulu diuji pada kelompok kecil untuk mengetahui reaksi atas proyek yang dilakukan sebelum proyek tersebut betul-betul dilaksanakan. Tahap Kedua : Mendapatkan Nilai Lelang (Bids) Nilai lelang diperoleh dengan melakukan survei, baik melalui survei langsung dengan kuisioner, wawancara melalui telepon, maupun lewat surat. Tujuan dari survei adalah untuk mendapatkan nilai maksimum keinginan untuk membayar (WTP) dari responden. Tahap Ketiga : Menghitung Rataan WTP dan WTA Nilai rataan ini dihitung berdasarkan nilai lelang (bids) yang diperoleh pada tahap kedua. Perhitungan ini biasanya didasarkan pada nilai mean (rataan) atau median (nilai tengah). Tahap Kee mpat : Memperkirakan Kurva Lelang (Bid Curve) Kurva lelang diperoleh dengan, misalnya meregresikan WTP/WTA sebagai variabel tidak bebas (dependent variabel) dengan beberapa variabel bebas dengan rumus : Wi = f ( I, E, A, Q ), dimana I adalah pendapata n, E adalah pendidikan, A adalah umur dan lainnya. Tahap Kelima : Mengagregatkan Data Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan. Salah satu cara mengkonversi adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah ruma h tangga dalam populasi (N).

29 16 Dari beberapa metode valuasi ekonomi lingkungan yang ada, masingmasing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Menurut Yakin (1997), setelah diadakan kajian komparasi terhadap metode-metode valuasi dapat disimpulkan (1) tidak ada satu tehnikpun yang superior terhadap yang lain, (2) masing-masing tehnik hanya cocok pada beberapa kasus tapi tidak pada kasus yang lain, (3) penentuan tehnik yang digunakan tergantung pada masalah yang dinilai dan sumber daya yang tersedia. Namun demikian, untuk kasus-kasus dimana berbagai macam metode bisa diterapkan, CVM mempunyai keunggulan ditinjau dari aspek teknis dan praktis dalam penerapannnya, serta dapat memvaluasi baik nilai guna maupun non guna Penelitian Empirik Terdahulu Penelitian mengenai sampah sudah banyak dilakukan orang. Umumnya penelitian yang dilakukan menyangkut pengelolaan sampah, aspek ekonomi dari sampah, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, pencemaran yang ditimbulkan oleh adanya sampah dan lain-lain. Penelitian yang menyoroti aspek ekonomi dari sampah antara lain dilakukan oleh Aida (1996) yang mengamati aktivitas perangkas di Gunung Galuga, Bogor, manfaat ekonomi yang diperoleh perangkas serta mempelajari perubahan kuantitas dan kualitas sampah akiba t aktivitas tersebut. Suhartiningsih et al (1998) mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam analisis finansial usaha daur ulang sampah kota untuk produksi kompos dan merancang paket program komputer sebagai prototipe penunjang keputusan untuk pendirian usaha daur ulang sampah kota berupa produksi kompos. Sedangkan Djuwendah (1998) menganalisis pemanfaatan sampah kota melalui usaha daur ulang dan pengkomposan serta melihat pengaruhnya terhadap penurunan volume dan biaya pengelolaan sampah. Hasil penelitian memperlihatkan adanya penurunan volume sampah yang membawa konsekuensi penghematan biaya pengelolaan sampah. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah diteliti oleh Bakri (1992). Penelitiannya dilakukan di Kota administratif Depok. Partisipasi masyarakat yang meliputi keikut sertaan dalam kegiatan kerja bakti, reaksi terhadap kebersihan lingkungan, kehadiran dalam pertemuan, pemberian

30 17 sumbangan uang/barang serta pemeliharaan got menunjukkan hasil yang rendah (60% dari responden). Tingkat partisipasi ini berkorelasi nyata terhadap tingkat pendidikan, keadaan lingkungan pemukiman, bimbingan dan penyuluhan. Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya sampah diteliti oleh Sundra (1997) yang meneliti tentang pengaruh pengelolaan sampah terhadap kualitas air sumur gali di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Suwung, Denpasar, Bali. Sedangkan Diana (1992) memantau dampak lokasi pembuangan akhir sampah secara sanitary landfill Bantar Gebang terhadap kualitas air permukaan, air tanah dan keadaan sosia l ekonomi masyarakat di sekitarnya. Indriati (1994) meneliti model pengelolaan sampah kota Padang, model ini difokuskan pada kebersihan kota beserta semua aspek penunjangnya dan menjadikan prinsip K3 (Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan) menjadi dasar pelaksanaannya. Mulyanto (2001) meneliti tentang pengelolaan sampah di Kota Bogor. Menurutnya suatu pengelolaan sampah kota harus melibatkan seluruh stakeholder seperti masyarakat dan sektor swasta. Keterlibatan sektor swasta dapat membantu pemerintah Kota Bogor dalam pendanaan pengelolaan sampah. Wahyono (2001) menyoroti aspek sanitasi pengolahan sampah organik. Pengelolaan dan pengolahan sampah organik yang memperhatikan aspek sanitasi mutlak diperlukan agar lingkungan menjadi bersih dan kesehatan masyarakat dapat terjaga. Penanganan sampah organik yang umum dipakai antara lain sanitary landfill, incinerator dan pengkomposan. Alternatif lainnya adalah dengan cara pembriketan, produksi gas bio dan pelet ternak. Teknologi sterilisasi sampah juga dilakukan untuk mengurangi bakteri patogen yang berada dalam sampah organik yaitu pasteurisasi, perlakukan panas tinggi, iradiasi dan pengkomposan. Pemilihan jenis teknologi yang diaplikasikan disarankan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan lokal, tepat guna sederhana dan mudah dioperasikan. Setiyono dan Wahyono (2001), mengkaji sistem pengelolaan sampah kota di Kabupaten Bekasi. Pengelolaan sampah di Kabupaten Bekasi masih dilaksanakan secara konvensional yaitu dengan metode kumpul, angkut dan buang. Peningkatan pe ngelolaan sampah terlihat dari usaha pengoperasian TPA Burangkeng yang tadinya menggunakan sistem open dumping menjadi sistem

31 18 sanitary landfill juga dilakukan kegiatan pengolahan sampah pada skala individual atau kawasan untuk meningkatkan umur TPA. Penelitian yang menggunakan Metoda Valuasi Kontingensi (CVM) dilakukan oleh Yulianti dan Ansusanto (2002) serta Amurwaraharja (2003). Yulianti dan Ansusanto (2002) melakukan penelitian CVM untuk menilai kualitas udara di Yogyakarta. Kegiatan transportasi dianggap sebagai penyumbang terbesar pencemaran udara di Yogyakarta dan masyarakat dianggap tidak cukup mendapat perlindungan kenyamanan yang dirasakan sebagai suatu ketidakadilan. Dengan prinsip polluters pay, perorangan atau pemerintah sebagai pencemar diharapkan melakukan pembayaran atas biaya kerusakan lingkungan. Metode valuasi kontingensi digunakan untuk mengetahui keinginan membayar (WTP) dari masyarakat untuk pemulihan kualitas udara. Disimpulkan bahwa masyarakat mempunyai kemauan membayar dana dari setiap liter BBM yang dikonsumsi untuk melakukan perjalanan. Amurwaraharja (2003), menganalisis teknologi pengolahan sampah dengan metoda valuasi kontingensi dan proses hirarki analitik yang dilakukan di Jakarta Timur. Hasil penelitiannya menunjukkan teknologi yang merupakan prioritas utama untuk kegiatan pengolahan sampah di Jakarta Timur adalah pengkomposan dan incinerator. Nilai WTP pada perumahan tertata ternyata lebih besar dari pada nilai WTP pada perumahan tidak tertata dan nilai WTP pedagang di pasar tradisional lebih besar jika dibandingkan dengan nilai WTP pedagang di pertokoan. Penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan besarnya WTP penduduk di pemukiman dan WTP pedagang. Irfansyah (2004) meneliti teknologi dan penilaian ekonomi dari pengolahan sampah Pasar Kebon Kembang Bogor. Penelitian ini menggunakan CVM, melalui WTP dianalisa kesediaan membayar pengelolaan sampah dengan teknologi komposting, insenerasi, sanitary landfill dan bio gas serta mengamati faktor-faktor yang mempengaruhinya WTP.

32 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pasar tradisional yang dikelola oleh Kantor Pengelolaan Pasar Kota Bogor yaitu Pasar Baru Bogor, Pasar Kebon Kembang, Pasar Merdeka, Pasar Sukasari, Pasar Warung Jambu, Pasar Padasuka dan Pasar Gunung Batu. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai pada bulan Desember Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan pengambilan sampel acak stratifikasi dimana populasi dibagi menjadi beberapa kelompok. Responden sebagai sampel dikelompokkan berdasarkan besar pasar yaitu pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil. Penentuan besarnya pasar ini berdasarkan jumlah kios dan los pada tiap pasar. Penentuan jumlah responden pada tiap pasar dilakukan secara proporsional seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Populasi dan sampel pedagang pasar tradisional Kota Bogor No PASAR Jml Kios Jumlah Pedagang (orang) Jumlah Sampling (orang) Jumlah & Los Kios % Los % PKL % Kios Los PKL 1 Pasar Besar : - Kebon Kembang , , , Baru Bogor , , , Pasar Sedang: - Jambu Dua , , , Merdeka , , , Sukasari , , , Pasar Kecil: - Padasuka , , , Gunung Batu , , Jumlah , , Sumber : Kantor Pengelolaan Pasar Kota Bogor 2003.

33 20 Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 362 responden yang terdiri atas pedagang kios, los dan pedagang kaki lima yang berdagang di pasar besar, sedang dan pasar kecil. Responden di pasar besar sebanyak 253 orang, di pasar sedang 68 orang dan di pasar kecil sebanyak 41 orang Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, pengisian kuisioner dan pengamatan di lapangan. Wawancara dilakukan terhadap para pedagang di pasar tradisional serta petugas lapangan yang menangani kebersihan di pasar tradisional. Pengisian kuisioner ditujukan untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi responden, persepsi responden terhadap sampah pasar, kesediaan pedagang untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah pasar serta besarnya kesediaan membayar (WTP) pedagang atas peningkatan pengelolaan sampah pasar Pengolahan dan Analisis Data Data hasil penelitian terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan paket program SPSS ver Analisis data yang dilakukan meliputi: 1. Mendeskripsikan karakteristik dan persepsi responden terhadap pengelolaan dan pencemaran sampah pasar tradisional. 2. Analisis kesediaan atau ketidaksediaan membayar pedagang terhadap peningkatan pengelolaan sampah pasar dengan menggunakan pendekatan regresi logistik. Regresi logistik digunakan untuk mendeskripsikan hubungan antara variabel bebas dengan variabel respon (tak bebas) yang bersifat dikotom atau biner. Regresi logistik digunakan untuk menghitung peluang dari peubah bebas. Persa maan regresi logistik yang digunakan adalah sebagai berikut : Ln(Px/1 Px) e P i = E (Y=1 X i ) = Ln(Px/1 Px) 1 + e

34 21 Ln[Px/P1-Px] = α + β1x 1 +β2x 2 +β3x 3 +β4x 4 + β5x 5 +β6x 6 +β7x 7 +β8x 8 + β9x9+β10x10+β11x11+ ε Keterangan : Px/P1-Px = Odd Ratio, adalah perbandingan peluang responden yang bersedia membayar WTP dengan yang tidak bersedia membayar P(x) = Peluang responden membayar WTP (1 = ya, 0 = Tidak) α = konstanta x 1 = Umur x 2 = Pendidikan x 3 = Pendapatan x 4 = Jumlah tanggungan x5 = Status tempat berdagang x5 = Lama berdagang x 7 = Jumlah sampah x 8 = Jenis Pedagang x 9 = Cara mengumpulkan sampah = Penanggung jawab pengelolaan sampah pasar x Analisis regresi linier nilai WTP pedagang untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai WTP pedagang pasar. Model regresi linier (Mattjik, 1999) Y = β 0 + β 1 x 1 +β 2 x 2 +β 3 x βixi+ ε Keterangan : Y : Nilai WTP pedagang pasar X 1 10 : variabel bebas (sama dengan variabel bebas pada regresi logistik) 4. Analisis CVM peningkatan pengelolaan sampah pasar, dengan tahapan sebagai berikut (Fauzi, 2004): 1) Membuat Pasar Hipotetis Pasar hipotetis dalam penelitian dibuat dengan memberikan informasi mengenai pengelolaan sampah pasar belum memadai, pencemaran karena sampah pasar yang tidak terangkut sehingga perlu peningkatan pengelolaan sampah pasar. Skenario yang diberikan adalah :

35 22 Banyaknya sampah pasar yang tidak terangkut karena terbatasnya dana pengelolaan sampah dari pemerintah kota menjadi penyebab timbulnya pencemaran air, udara, gangguan kesehatan dan mengganggu estetika lingkungan. Pemerintah Kota Bogor (Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan Kantor Pengelolaan Pasar) berusaha untuk meningkatkan pengelolaan sampah pasar dengan cara : 1) memilah sampah antara sampah basah (organik) dan sampah kering (anorganik), 2) membuat kompos yang berasal dari sampah pasar. Sehingga tidak ada sampah yang tercecer dan pencemaran lingkung an dapat dihindari. Apakah para pedagang setuju dengan usaha tersebut? Jika setuju, berapa besar kesediaan pedagang membayar usaha peningkatan pengelolaan sampah pasar tersebut? 2) Mendapatkan Nilai Lelang (Bids) Nilai ini diperoleh dengan teknik payment cards, yaitu dengan cara menanyakan apakah responden bersedia membayar pada kisaran nilai tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. 3) Menghitung Rataan WTP Perhitungan dari dugaan rata-rata nilai WTP pedagang ditentukan dengan rumus : n EWTP = i = 0 Wi. Pfi Keterangan : EWTP = dugaan rata-rata nilai WTP Wi = batas bawah kelas ke-i Pfi = frekuensi relatif kelas ke-i n = jumlah kelas i = sampel ( 1,2,... n) 4) Memperkirakan Kurva Lelang (Bid Curve) WTP Kurva penawaran WTP menggambarkan hubungan antara nilai WTP dengan jumlah pedagang, diperoleh dengan meregresikan nilai WTP sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas dengan rumus :

36 23 WTP = f (umur, pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan, status tempat berdagang, lama berdagang, jumlah sampah, jenis pedagang, cara membuang sampah, penanggung jawab pengelolaan sampah pasar) 5) Menjumlahkan Data (Agregating Data) Tahap ini diperoleh dengan mengalikan rataan sampel dengan jumlah populasi pedagang sehingga didapat total WTP. 5. Untuk melihat adanya perbedaan nilai WTP rata-rata pedagang di pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil dilakukan uji Anova. Pengujian Model Regresi Logistik Uji Keterandalan Uji keterandalan dilakukan dalam evaluasi pelaksanaan CVM. Berhasil tidaknya pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) Uji Wald Uji Wald dilakukan untuk menguji beda pengaruh antara taraf atribut yang peubah bonekanya bernilai 1 dengan taraf lain dari atribut tersebut yang semua peubah bonekanya bernilai 0. Odd Ratio Merupakan kemunculan dari peubah respon (Y=1) sebesar exp (β) kali jika taraf atribut yang peubah bonekanya bernilai 1 muncul, dibandingkan dengan taraf atribut, yang semua peubah bonekanya bernilai 0 muncul. Interpretasi koefisien Jika koefisien bertanda (+) maka odd ratio akan lebih dari 1. untuk variabel berskala nominal maka dummy = 1 memiliki kecenderungan untuk Y = 1 sebesar exp (β) kali dibandingkan dengan dummy = 0. Untuk variabel bukan dummy maka semakin besar x maka exp( β) 1 sehingga semakin besar nilai x semakin besar pula kecenderungan untuk Y = 1.

37 Batasan Penelitian 1. Pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan dikelola olah pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha berupa kios, los dan tenda, dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah dan koperasi, dengan skala usaha kecil dan modal kecil dan dengan proses jual beli melalui sistim tawar menawar (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 420/MPP/10/1997). 2. Wilayah penelitian adalah pasar tradisional yang dikelola oleh Kantor Pengelolaan Pasar Kota Bogor. 3. Pasar yang ada diklasifikasikan berdasarkan jumlah kios dan los atas pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil. Pasar besar merupakan pasar dengan jumlah kios dan los diatas 1000 buah, pasar sedang merupakan pasar dengan jumlah kios dan los 250 sampai 1000 dan pasar kecil dengan jumlah kios dan los di bawah 250 buah. Selanjutnya digunakan istilah pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil dalam tulisan ini. 4. Responden adalah pedagang yang berjualan di pasar tradisional Kota Bogor yang dibagi dalam pedagang di kios, los dan pedagang kaki lima (PKL). Kios yaitu bagian dari bangunan pasar yang satu sama lain dibatasi dengan dinding serta dapat ditutup Los merupakan bagian dari bangunan tetap di dalam pasar yang sifatnya terbuka dan tanpa dinding keliling. Pelataran merupakan tempat berdagang yang tersedia di pasar dan tidak beratap yang tidak dibatasi dinding (terbuka) serta diisi oleh pedagang. 5. PKL dalam penelitian ini adalah pedagang yang tidak mempunyai tempat khusus untuk berjualan atau berjualan di pelataran pasar tradisional. 6. Pengelolaan sampah pasar meliputi kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan sampah dari sumbernya, pengumpulan sampah yang ada di sekitar pasar, pemindahan dan pengangkutan, pengolahan pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir. 7. WTP merupakan sejumlah uang yang ingin diberikan seseorang untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan dan akan lebih baik dari kondisi sebelumnya.

38 25 8. CVM digunakan untuk menampung preferensi responden pada kondisi tertentu guna mengetahui keinginan membayar. 9. Responden telah memiliki informasi atau preferensi mengenai pengelolaan sampah di pasar tradisional Kota Bogor. 10. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar pedagang pasar adalah umur, pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan, status tempat berdagang, lama berdagang, jumlah sampah, jenis pedagang, cara mengumpulkan sampah dan penanggung jawab pengelolaan sampah pasar. Faktor lainnya dianggap tetap (ceteris paribus).

39 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Keadaan Umum Kota Bogor Posisi Kota Bogor cukup strategis karena dekat dengan Ibu Kota Negara yaitu berjarak sekitar 54 km dari Jakarta dengan letak geografis pada BT dan LS. Ketinggian minimum Kota Bogor adalah 190 meter, maksimum 330 meter diatas permukaan laut dan dikelilingi oleh Gunung Salak, Gede dan Pangrango. Letaknya yang dikelilingi oleh pegunungan, iklim Kota Bogor cukup sejuk dengan suhu rata -rata tiap bulan 26 0 C dan suhu terendah 21,8 0 C serta suhu tertinggi 30,4 0 C. Kelembaban udara 70 %, curah hujan rata -rata tiap tahun sekitar mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Wilayah Kota Bogor mempunyai luas sekitar hektar, terbagi atas enam kecamatan dan 68 kelurahan yang berbatasan dengan : Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede, Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor Tahun 2003, jumlah penduduk Kota Bogor mencapai jiwa dengan sebaran yang tidak merata di enam kecamatan. Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat Kota dengan luas wilayah terkecil yaitu 812 ha dihuni oleh 12 % penduduk. Sebelas kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah mempunyai kepadatan yang sangat tinggi untuk kota menengah, yaitu diatas 100 jiwa/ha, seperti Babakan Pasar (264 jiwa/ha), Gudang (226 jiwa/ha). Namun beberapa kelurahan di Kecamatan Bogor Selatan mempunyai kepadatan rendah seperti Kelurahan Kertamaya (10 jiwa/ha), Rancamaya (20 jiwa/ha) Bojongkerta (25 jiwa/ha). Sebagian besar penggunaan lahan Kota Bogor didominasi oleh pe rumahan (68%), total kawasan terbangun hampir mencapai 70%, sisanya adalah kawasan pertanian dan kebun campuran. Visi Kota Bogor sebagai Kota dalam Tanam menuju Kota Internasional menunjukkan bahwa keinginan untuk menjaga

40 keseimbangan antara luas lahan tidak terbangun dengan terbangun. Lahan terbangun digunakan untuk perumahan, perdagangan, perkantoran, perdagangan/ pertokoan, industri dan bangunan lainnya. Penggunaan lahan tidak terbangun meliputi pertanian, perkebunan, hutan, taman, kuburan dan ruang terbuka hijau lainnya. Pola penggunaan lahan di Kota Bogor disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Pola penggunaan lahan di Kota Bogor tahun 2003 No Penggunaan Kecamatan Total Lahan (ha) Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Tanah Selatan Timur Utara Tengah Barat Sereal 1 Sawah Ladang Perkebunan Pemukiman Industri Perkantoran Pertokoan lainnya 8 Tidak diusahakan Sumber : Kantor Pengendalian Lingkungan Hidup, Dilihat dari struktur pekerjaannya, sebagian besar penduduk Kota Bogor bekerja pada sektor jasa (swasta) dan perdagangan (47%). Dari struktur penduduk menurut pendidikan jumlah penduduk terbesar merupakan lulusan Sekolah Dasar/SD (34 %), lulus SMP (27 %), lulus SMA (34 %). Sementara yang lulus perguruan tinggi baru me ncapai 4 % dan yang buta huruf sebesar 0,1 %. Sejak dulu Kota Bogor telah menjadi simpul jasa perdagangan regional, khususnya untuk buah-buahan, sayur mayur dan hasil bumi. Fasilitas perdagangan selain pasar tradisional juga bermunculan mal, mini market da n factory outlet. Ada 40 bank yang didukung oleh lembaga keuangan non bank untuk menunjang perekonomian Kota Bogor. Secara riil di lapangan, usaha perdagangan mengalami perkembangan yang sangat pesat, dimana pedagang kecil pada tahun 1997 berjumlah meningkat menjadi pedagang. Tingginya pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, restoran, keuangan dan jasa menjadi indikasi iklim yang kondusif bagi investasi, sehingga pada tahun 2003 investasi mencapai Rp 357,2 milyar. Dari sisi ekspor pada tahun 2003, nilai ekspor terbesar disumbang oleh oleh ekspor ban kendaraan (Goodyear) sebesar $ 18,75 juta dan

41 28 pakaian jadi/tekstil sebesar $ 80,6 juta. Kegiatan UKM Kota Bogor terlihat dengan adanya usaha-usaha yang sudah dilakukan sejak lama yaitu pembuatan sandal di Kelurahan Pamoyanan, sepatu di Cikaret, makanan dan minuman di Babakan Pasar, peralatan rumah tangga di Kayu Manis, ikan hias di Ciluar dan lain-lain. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor yang terus meningkat ini secara tidak langsung membuka peluang munculnya pembangun perumahan baru. Pembangunan pemukiman baru ini selain memberikan dampak positif pada penataan lingkungan permukiman yang lebih baik, tetapi juga memberikan beban tertentu bagi Kota Bogor. RTRW Kota Bogor harus memperhitungkan kapasitas daya dukung lingkungan dalam mengarahkan pertumbuhan kotanya. Apabila tidak dilakukan, maka banyak daerah tertentu menurun kualitas lingkungan hidupnya sementara di tempat lain menjadi eksklusif dengan standar hidup yang tinggi Kebijakan Pengelolaan Sampah Kota Bogor Jumlah sampah di Kota Bogor cukup tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya. Pemerintah Kota Bogor yang menangani pengelolaan sampah kota adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). DKP merupakan perangkat daerah Kota Bogor sebaga i unsur pelaksana teknis di bidang Kebersihan dan Pertamanan, yang dikepalai oleh Kepala Dinas yang bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretatis Daerah. Pembentukan DKP diatur dalam Perda Kota Bogor Nomor 19 Tahun 2002 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Bogor dan kejelasan serta pelaksanaan operasionalnya diatur dengan Keputusan Walikota Bogor Nomor 24 tahun 2002 tentang Tugas Pokok, Fungsi Unsur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor. Dalam menjalankan fungsinya, DKP didukung armada pengangkutan sebanyak 71 unit armada truk dan 4 unit kijang pick up serta alat-alat lainnya yang disajikan pada Tabel 3.

42 29 Tabel 3 Jenis armada pengangkut sampah Kota Bogor No Jenis Angkutan Jumlah (unit) % 1 Dump truck ( 8 m3) 54 31,21 2 Arm roll ( 6 m3) 17 9,83 3 Kijang operasional 4 2,31 4 Container 98 56,65 Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, 2003 Petugas operasional kebersihan diluar kepala seksi, staf dan petugas administrasi DKP dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Petugas operasional kebersihan diluar kepala seksi, staf dan petugas administrasi DKP No Petugas Jumlah (orang) % 1 Petugas penyapuan ,61 2 Petugas angkut sampah ,83, 3 Petugas TPA 13 2,26 4 petugas TPA II 19 3,30 Total Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, 2003 Dukungan armada pengangkutan dan personil operasional belum memadai karena tingkat pelayanan dan pengumpulan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor baru mencapai 68% dari total timbulan sampah m 3 / tahun atau sekitar m 3 / hari (DKP, 2003). Sumber sampah Kota Bogor berasal dari rumah tangga/pemukiman (63.0 %), pasar (13.3 %), pertokoan, hotel dan restauran (7,0 %), sapuan jalan (7,5 %), industri (4,7%) serta fasilitas umum dan sosial (4.5%). Sampah rumah tangga dan pasar baru dapat diangkut sekitar 57 %, sedangkan sampah dari sumber lainnya sudah terangkut sekitar 78%.

43 30 Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh DKP saat ini meliputi: 1. Pengumpulan sampah dari sumbernya. Pengumpulan sampah merupakan tanggung jawab setiap penghasil sampah baik rumah tangga maupun nonrumah tangga, kecuali fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya yang merupakan tanggung jawab DKP. Teknik Operasional pengumpulan sampah yang dilakukan oleh DKP Kota Bogor adalah : (a) sistem door to door dengan menggunakan truk sampah yang berkeliling lingkungan disertai tiga atau empat orang tenaga kerja untuk menaikkan sampah dari tempat pewadahan ke atas truk. (b) sistem kontainer, dengan menempatkan kontainer di lokasi-lokasi strategis dan kontainer yang sudah penuh dibawa ke TPA setelah digantikan dengan kontainer yang baru. (c) sistem tranfer depo, yaitu dengan mengumpulkan sampah dari rumah tangga atau sumber lainnya menggunakan gerobak kemudian gerobak-gerobak ini dikumpulkan di suatu tempat khusus yang dibangun untuk memindahkan sampahnya ke truk pengangkut. (d) Sistem TPSS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara), yaitu dengan menyediakan tempat pembuangan sampah yang bersifat sementara dimana masyarakat dapat membuang sampahnya secara langsung ke lokasi TPSS dan pada periode waktu tertentu truk sampah datang untuk mengambil sampah yang terkumpul. 2. Pengangkutan Sampah. Berdasarkan mekanisme pengangkutan sampah dibedakan menjadi : (a) pangangkutan secara langsung dengan truk-truk sampah yang berkeliling, (b) pengangkutan dengan transfer kontainer, (c) pengangkutan secara tidak langsung dimana sampah dikumpulkan dulu di TPSS selanjutnya diangkut dengan truk ke tampat pembuangan akhir. 3 Pembuangan Akhir. Ada dua tempat pembuangan akhir sampah Kota Bogor yaitu Tempat Pembua ngan Akhir (TPA) Galuga dengan kapasitas mencapai 1410 m 3 per harinya dan pembuangan di lokasi Incenerator yang berada di lokasi kantor DKP dengan kapasitas pembakarannya sebanyak 100 sampai 150 m 3 per harinya.

44 31 Wilayah Kota Bogor yang mendapat pelayanan dari DKP meliputi : 1. Daerah pemukiman yang meliputi pemukiman teratur dengan kondisi jalan dan perumahan teratur dengan masyarakat dengan penghasilan tinggi dan menengah; serta pemukiman tidak teratur merupakan pemukiman dengan kondisi jalan dan perumahan yang belum teratur, perkampungan sempit atau daerah perkampungan kumuh yang umumnya merupakan masyarakat dengan penghasilan rendah. 2. Daerah komersial, merupakan daerah perdagangan/jual beli dan usaha jasa yang dibagi atas : pertokoan, pasar dan industri. 3. Fasilitas umum, meliputi tempat hiburan, taman kota dan perkantoran. 4. Penyapuan jalan, selokan, taman, jalur. Penanganan akhir sampah Kota Bogor selama ini dipusatkan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga seluas 9,8 ha yang berada di kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sistem penanganan sampah yang digunakan adalah controlled landfill yaitu sistem pembuangan sampah secara terbuka namun terkendali. Dalam hal ini, limbah cair (air lindi) dialirkan dan diproses dalam IPAL sehingga air tersebut tidak lagi mencemari lingkungan di sekitarnya. Sumber pendanaan untuk pengelolaan sampah kota Bogor berasal dari APBD Kota Bogor dan Retribusi sampah. Retribusi sampah yang dipungut dari masyarakat sesuai dengan Peraturan daerah Nomor 4 tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Menurut Perda tersebut Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan persampahan/kebersihan, sedangkan pelayanan persampahan meliputi pengambilan, pengangkutan, pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan sampah rumah tangga, industri dan perdagangan. Tabel 5 menggambarkan anggaran pengelolaan sampah Kota Bogor. Anggaran kebersihan, keindahan dan ketertiban (K3) DKP Kota Bogor pada tahun 2001 mencapai 4,289 milyar rupiah dan meningkat 60,5 % menjadi 6,883 milyar rupiah pada tahun Namun demikian penerimaan retribusi sampah menurun sekitar 3,3 % yakni 1,830 milyar rupiah (2002) menjadi 1,769 milyar rupiah (2003). Kondisi tersebut mengakibatkan subsidi APBD Pemerintah Kota Bogor untuk sampah meningkat dari 58,5 % pada tahun 2002 menjadi 74,3 % pada

45 32 tahun Alokasi anggaran APBD DKP Kota Bogor tahun 2003 adalah untuk Bidang Pertamanan Rp (22,9 %) dan Bidang Kebersihan Rp (77,1 %). Penggunaan anggaran di Bidang Kebersihan meliputi kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah (44,8 %), pengadaan peralatan (41,5 %), pembangunan pabrik kompos (11,3 %), pembuatan TPS (1,9 %) dan partisipasi masyarakat dalam lomba kebersihan (0,5 %). Tabel 5 Anggaran pengelolaan sampah Kota Bogor No Sumber Anggaran Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 (Milyar Rupiah) (Milyar Rupiah) (Milyar Rupiah) 1 APBD 4, 289 4, 410 6, Penerimaan retribusi 1, 782 1, 830 1, Subsidi APBD 2, 507 2, 580 5, 114 Sumber : KPLH Kota Bogor, 2004

46 V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR 5.1. Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional Kota Bogor Terdapat tujuh buah pasar tradisional yang dibangun oleh Pemerintah Kota Bogor untuk menunjang perekomomian dan memenuhi kebutuhan warga Kota Bogor yaitu Pasar Kebon Kembang, Baru Bogor, Jambu Dua, Merdeka, Sukasari, Padasuka dan Gunung Batu. Pasar adalah tempat yang ditetapkan Pemerintah Daerah sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli barang dan jasa terbentuk (Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1999). Tempat untuk melaksanakan transaksi itu dapat berupa kios, los dan pelataran. Sesuai Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 19 Tahun 2002 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Kantor Pengelolaan Pasar merupakan Perangkat Daerah kota Bogor sebagai unsur Pelaksana Teknis dan unsur penunjang di bidang Pengelolaan Pasar. Kantor Pengelolaan Pasar ini mempunyai fungsi : 1. Perumusan kebijaksanaaan teknis di bidang pengelolaan pasar. 2. Pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang pengelolaan pasar. 3. Pelaksanaan teknis operasional di bidang pengelolaan pasar yang meliputi pengamanan penertiban pasar, pengelolaan dan pemeliharaan serta pendapatan. 4. Pelaksanaan teknis fungsional di bidang pengelolaan pasar. 5. Pengelolaan ur usan ketatausahaan kantor. Kantor Pengelolaan Pasar dipimpin seorang Kepala dibantu oleh kelompok jabatan fungsional, Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Pengelolaan Pemeliharaan, Seksi Pengamanan dan Ketertiban, Seksi Pendapatan serta sub Unit Pasar. Dalam pelaksanaan kegiatannya, Unit Pasar terbagi dalam tiga koordinator yaitu Koordinator tata usaha, koordinator pendapatan retribusi dan koordinator pengamanan, ketertiban dan kebersihan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di unit pasar adalah : 1. Kegiatan tata usaha menyelenggarakan administrasi ketatausahaan dengan melaksanakan : tertib administrasi bidang kepegawaian, bidang keuangan,

47 34 bidang surat-menyurat, inventaris barang dan memberikan pelayan kepada pedagang maupun masyarakat yang membutuhkan. 2. Kegiatan retribusi melaksanakan : pemungutan uang retribusi harian pasar, mengumpulkan data sumber pendapatn retribusi, menghimpun catatan retribusi dan mencocokkan dengan karcis yang telah dikeluarkan untuk segera disetorkan ke bendahara penerima, menyelenggarakan pembukuan dan menghimpun tanda bukti sertoran, mengidentifikasi dan menganalisa data untuk menyusun rencana anggaran peningkatan pendapatan, mengintensifkan pungutan retribusi, pengajukan permohonan pengadaan karcis retribusi pasar dan kelengkapan lainnya, mengadakan pengawasan terus menerus, melaporkan dan menyetorkan hasil pungutan retribusi setiap hari pada Kantor Pengelolaan Pasar. 3. Kegiatan keamanan dan ketertiban pasar meliputi mengamankan fisik dan isi bangunan pasar, pedagang dan pengunjung pasar selama satu kali 24 jam secara berkesinambungan; menertibkan para pedagang di dalam lokasi pasar dan sekitarnya; pencegahan kemungkinan terjadinya bahaya kebakaran; meningkatkan penyuluhan tentang K3 (Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan) kepada para pedaga ng maupun pengunjung pasar. 4. Kegiatan pemeliharaan kebersihan meliputi penyapuan dan pengumpulan sampah di dalam dan sekitar pasar serta membuang sampah ke TPS; membersihkan saluran air, lantai, dinding bangunan pasar, melaksanakan pemeliharaan alat-alat kebersihan dan meningkatkan penyuluhan K3 kepada para pedagang maupun pengunjung pasar. Retribusi pasar yang dipungut setiap hari merupakan pembayaran atas pemakaian fasilitas pasar yang khusus disediakan untuk pedagang dan dimaksudkan untuk menutup biaya penyelenggaraan penyediaan pelayanan fasilitas pasar yang meliputi biaya administrasi, biaya perawatan, kebersihan dan keamanan serta biaya pembinaan. Besarnya tarif retribusi mengacu pada Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun 1999 seperti yang tercantum pada Tabel 6.

48 35 Tabel 6 Tarif retribusi pasar tradisional Kota Bogor 2003 No Tempat Usata Ukuran (m 2 ) Retribusi (Rp/Hari/m 2 ) 1 Kios > Los > Pelataran pasar > Sumber : Perda Kota Bogor No 19 Tahun 1999 Tarif retribusi ini diberlakukan pada seluruh pedagang pasar baik pedagang tetap seperti kios dan los maupun pedagang musiman yang berjualan di pelataran pasar. Besarnya tarif restribusi didasarkan pada luas tempat berdagang dan jenis tempat berdagang. Pedagang yang berjualan di kios mempunyai tarif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang di los dan pelataran Pasar Tradisional Kota Bogor Pasar Tradisional ya ng ada di Kota Bogor ditampilkan pada Tabel 7. Pasar ini tersebar di wilayah Kota Bogor. Pasar Kebon Kembang merupakan pasar terbesar dengan luas bangunan ha dengan jumlah kios dan los sebanyak buah sedangkan Pasar Gunung Batu merupakan pasar terkecil dengan luas bangunan ha dan jumlah kios dan los sebanyak 217 buah. Tabel 7 Pasar tradisional di Kota Bogor No Nama Pasar Alamat Luas Tanah (m 2 ) Luas Bangunan (m 2 ) 1 U n i t I : P. K b. K e m b a n g J l. D e w i S a r t i k a U n i t I I : P. B a r u B o g o r J l. S u r y a k e n c a n a U n i t I I I : P. J a m b u D u a J l. W a r u n g J a m b u U n i t I V : P. M e r d e k a J l. P. K e m e r d e k a a n U n i t V : P. S u k a s a r i J l. S i l i w a n g i U n i t V I : P. P a d a s u k a J l. P a d a s u k a U n i t V I I : P. G u n u n g B a t u J l. G u n u n g B a t u Sumber : Kantor Pengelolaan Pasar Kota Bogor 2003.

49 Jumlah pedagang di tiap pasar tradisional Kota Bogor secara lengkap ditampilka n pada Tabel Tabel 8 Jumlah pedagang di pasar tradisional Kota Bogor No Pasar Jumlah Kios & Los Jumlah Pedagang (orang) Kios % Los % PKL % 1 Pasar Besar : - Kb. Kembang , , ,87 - Baru Bogor , , , 35 2 Pasar Sedang : - Jambu Dua , , ,63 - Merdeka , , ,14 - Sukasari , , ,60 3 Pasar Kecil : - Padasuka , , ,90 - Gunung Batu , , ,91 Jumlah , , ,40 Sumber : Kantor Pengelolaan Pasar Kota Bogor Pasar Besar Pasar besar terdiri atas pasar Pasar Kebon Kembang dan pasar Baru Bogor. Kedua pasar ini terletak di Kecamatan Bogor Tengah, dan menjadi tempat masyarakat sekitar memenuhi kebutuhan hidupnya. Pasar Kebon Kembang merupakan pasar yang terluas yaitu m 2 sehingga pedagang yang adapun paling banyak jumlahnya yaitu orang yang terdiri atas 744 orang pedagang kios, pedagang los dan 158 pedagang kaki lima (PKL). Pasar ini mempunyai dua lantai yaitu basement dan lantai satu dan dibagi atas blok-blok yaitu blok A, B, C, D, E, F, G. Blok C dan D tidak dikelola oleh Pemda tetapi dikelola oleh pihak swasta yaitu PT.Propindo Mulia Utama. Kegiatan pasar ini dimulai pagi hari hingga sore hari. Di Pasar Kebon Kembang jumlah pegawai terbanyak adalah pegawai yang menangani retribusi karena pasar

50 37 ini mempunyai jumlah pedagang yang paling banyak dibandingkan pasar lainnya. Karena itu untuk penarikan retribusi juga diperlukan pegawai dalam jumlah banyak. Jumlah terkecil di kedua pasar adalah pegawai tata usaha karena bagian ini hanya mengurusi hal-hal yang bersifat administratif. Jumlah pegawai yang mengelola pasar Kebon Kembang dan Pasar Baru Bogor mempunyai komposisi seperti Tabel 9. Jumlah pedagang di Pasar Baru Bogor sebanyak orang yang terdiri dari pedagang kios sebanyak orang, pedagang los 88 orang dan Pedagang Kaki Lima (PKL) sebanyak 350 orang. Para pedagang ini tersebar di dua lantai yaitu lantai dasar dan lantai satu. Lantai dasar banyak digunakan untuk berjualan sayuran, buah-buahan, daging, ikan, sembako dan lainnya. Lantai satu umumnya digunakan untuk berjualan pakaian, sembilan bahan pokok, be ras, obat dan barang-barang yang kering, Di lantai satu tidak disediakan tempat berdagang berupa los. Pasar Baru Bogor beroperasi pagi hari hingga sore hari. Malam hari di sekitar pasar bermunculan para pedagang sayur mayur yang berjualan mulai jam hingga jam pagi, sehingga pada malam hari pasar ini selalu ramai. Sampah yang dihasilkan para pedagang di pasar Baru Bogor dikumpulkan, sebagian besar dibawa ke TPA Galuga dan sebagian kecil dikumpulkan untuk dibakar di incinerator yang ada di pasar. Incinerator ini beroperasi setiap hari. Tabel 9 Jumlah pegawai Kantor Pengelolaan Pasar besar No Petugas Bagian P. Kebon Kembang P. Baru Bogor Jumlah Orang % Orang % (orang) 1 Kebersihan 23 27, , Retribusi 14 16, , Keamanan 42 49, , Tata Usaha 6 7, ,73 20 Jumlah Sumber : Kantor Pengelolaan Pasar Kota Bogor Jumlah pegawai di Pasar Baru Bogor adalah 85 orang dengan jumlah terbanyak pada bagian keamanan yaitu sebanyak 42 orang atau 49,41 %, hal ini

51 38 berkaitan dengan cukup banyaknya kejadian kriminalitas di pasar ini karena pasar ini berdekatan dengan pemukiman yang padat penduduknya. Keamanan dan kenyamanan merupakan keharusan bagi sebuah pasar besar. Di Pasar Kebon Kembang jumlah pegawai terbanyak adalah pegawai yang menangani retribusi karena pasar ini mempunyai jumlah pedagang yang paling banyak dibandingkan pasar lainnya. Karena itu untuk penarikan retribusi juga diperlukan pegawai dalam jumlah banyak. Jumlah terkecil di kedua pasar adalah pegawai tata usaha karena bagian ini hanya mengurusi hal-hal yang bersifat administratif Pasar Sedang Pasar Sedang terdiri dari Pasar Jambu Dua, Merdeka dan Sukasari. Pasar Jambu Dua baru berdiri selama kurang lebih empat tahun, pedagang di pasar ini umumnya pedagang yang berasal dari pasar Ramayana yang telah ditutup pihak Pemda Bogor. Pasar Jambu Dua beroperasi selama 24 jam dan ramai dikunjungi pada sore sampai malam hari. Pedagang di Pasar Jambu Dua berjumlah 425 orang terdiri dari pedagang di kios 304 orang, 31 orang pegawai los dan 90 orang PKL. Jumlah kios dan los yang ada sebanyak 756 buah dan hampir separuhnya masih kosong karena menurut para pedagang pasar ini belum terlalu ramai sehingga keuntungan yang dipe roleh belum memadai. Pasar Jambu Dua terdiri dari dua lantai. Lantai dasar di isi oleh kios dan los. Lantai satu sebagian besar merupakan los. PKL yang ada tersebar di pelataran pasar dan baru terlihat aktifitasnya pada sore hingga malam hari. Kios yang be rjualan sembako seperti beras, gula, minyak goreng, tepung dan lain-lain banyak yang berjualan selama 24 jam. Pasar ini dikelola oleh seksi Unit Pasar Jambu Dua. Jumlah pegawai seluruhnya 55 orang, bagian keamanan merupakan bagian dengan jumlah pegawai yang terbanyak yaitu 26 orang (47,27%) karena pasar buka selama 24 jam sehingga petugas keamanan bekerja lebih lama dan dilakukan pergiliran petugas yang berjaga. Unit Pasar Merdeka mengelola kios atau los yang tersebar di daerah yang berbeda yaitu pasar Merdeka sendiri, pasar Devries yang terletak di daerah Panaragan, kios di jalan Pejagalan dan kios yang ada di sekitar Taman Kencana. Kios dan los yang ada seluruhnya berjumlah 601 buah dengan pedagang

52 39 berjumlah 436 orang. Pasar ini beroperasi mulai pagi hingga sore hari. Khusus untuk kios-kios di sekitar Taman Kencana banyak yang beroperasi sore hingga malam hari dan umumnya merupakan kios makanan. Jumlah pegawai yang mengelola Pasar Merdeka sekitar 58 orang dengan jumlah terbesar adalah pada bagian keamana n sebanyak 28 orang (48,27%), bagian retribusi yang mencapai 15 orang (25, 86 %), dan tata usaha empat orang (6,90%). Pasar Sukasari terdiri dari dua lantai dan beroperasi pada pagi hingga sore hari tetapi pada tengah hari biasanya sudah banyak kios dan los yang tutup karena pengunjung mulai berkurang. Kios dan los yang ada berjumlah 275 buah dengan jumlah pedagang 173 orang terdiri dari 108 pedagang kios, 32 orang pedagang los dan 33 orang PKL. Pegawai yang mengelola pasar Sukasari berjumlah pegawai yang terbesar adalah bagian keamanan sebanyak 11 orang (42,31%), tata usaha mencapai 7 orang (26, 92%), bagian retribuasi mencapai 5 orang (19,23%) serta bagian kebersihan hanya tiga orang (11,54%). Jumlah pegawai di Pasar Sedang ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah pegawai Kantor Pengelolaan Pasar sedang No Bagian P. Sukasari P. Merdeka P. Jambu Dua Jumlah (orang) Orang % Orang % Orang % 1 Kebersihan 3 11,54 3 5, , Retribusi 5 19, , , Keamanan 11 42, , , Tata Usaha 7 26,92 4 6,90 5 9,09 16 Jumlah , , , Sumber : Kantor Pengelolaan Pasar Kota Bogor Pasar Kecil Pasar kecil terdiri atas pasar Gunung Batu dan Pasar Padasuka. Pasar Gunung Batu terletak di Kecamatan Bogor Barat, terdiri atas dua lantai yaitu lantai dasar dan lantai atas. Pasar ini beroperasi padi hari hingga sore hari. Jumlah kios dan los sekitar 203 buah dengan jumlah pedagang jumlah pedagang 248

53 40 orang terdiri dari 122 pedagang kios, 76 orang pedagang los dan 50 orang PKL. Pegawai yang mengelola pasar Gunung Batu berjumlah 23 orang, pegawai yang terbanyak adalah bagian keamanan sebanyak 11 orang (47,83%), tata usaha mencapai tujuh orang (30,43 %), bagian retribusi mencapai tiga orang (13, 04 %) serta bagian kebersihan hanya dua orang (8,70 %). Pasar Padasuka terletak di Kecamatan Bogor Barat. Pasar ini beroperasi pada pagi hingga sore hari. Jumlah kios dan los sekitar 220 buah dengan jumlah pedagang jumlah pedagang 374 orang terdiri dari 64 pedagang kios, 150 orang pedagang los dan 160 orang PKL. Pegawai yang mengelola pasar Pada Suka berjumlah 19 orang, pegawai yang terbanyak adalah bagian keamanan sebanyak delapan orang (42,10%), tata usaha lima orang (26,32 %), bagian retribusi dan kebersihan masing-masing tiga orang (15,79 %). Jumlah pegawai di Pasar kecil ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah pegawai Kantor Pengelolaan Pasar kecil No Petugas Bagian P Gunung Batu P Padasuka Jumlah Orang % Orang % (orang) 1 Kebersihan 2 8, , Retribusi 3 13, , Keamanan 11 47, , Tata Usaha 7 30, ,32 12 Jumlah Sumber : Kantor Pengelolaan Pasar Kota Bogor Karakteristik Responden Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan peda gang di pasar tradisional bervariasi mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Tabel 12 menampilkan tingkat pendidikan pedagang pasar tradisional Kota Bogor.

54 41 Tabel 12 Tingkat pendidikan pedagang di pasar tradisional Kota Bogor No 1 Pendidikan Pasar Besar : SD SMP SMA TOTAL Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % - Kios 14 5, , , ,83 - Los 16 6, , , ,13 - PKL 24 9,49 9 3, , , , , ,00 2 Pasar Sedang: - Kios 9 13, , , ,47 - Los 4 5,88 5 7,35 1 1, ,71 - PKL 11 16, , , , , , ,00 3 Pasar Kecil : - Kios 8 19,51 4 9, ,27 - Los 9 21, , ,59 - PKL 5 12, , , , , ,00 Jumlah , , , Sumber : Data primer diolah tahun 2004 Secara keseluruhan, pedagang di pasar tradisional terbanyak berpendidikan SMP yaitu 186 orang (51,38 %). Terbanyak kedua adalah pedagang pendidikan SD yaitu 100 orang (27,62 %), dan SMA yaitu 76 orang (20,99 %). Pedagang di pasar besar umumnya berpendidikan SMP yaitu sebanyak 131 orang (51,78 %), SD sebanyak 54 orang (21,34 %) dan SMA sebanyak 68 orang (26,88 %). Pedagang di pasar sedang umumnya juga berpendidikan SMP yaitu 36 orang (52,94 %), SD sebanyak 24 orang (35,29 %) dan berpendidikan SMA hanya sembilan orang (11,76 %). Pedangang di pasar kecil terbanyak berpendidikan SD yaitu 22 orang (53,66 %) dan SMP 19 orang (46,34 %). Cukup banyak pedagang di pasar besar yang mengenyam pendidikan SMA yaitu 68 orang (26,88 %) jika dibandingkan dengan pedagang di pasar sedang yang hanya de lapan orang (11,76 %). Di pasar besar, dengan jumlah pedagang yang lebih banyak terjadi persaingan antar pedagang yang cukup tinggi untuk menjaring pembeli. Pembeli yang datang ke pasar besar biasanya merupakan pembeli dengan bekal informasi yang cukup atas barang-barang yang akan

55 42 dibelinya sehingga pedagang di pasar besar dituntut untuk berpendidikan formal cukup memadai untuk bisa melayani pembeli. Pedagang dengan pendidikan SD umumnya merupakan pedagang kaki lima (PKL), baik di pasar besar maupun pasar sedang. PKL merupakan pedagang yang berjualan di pelataran pasar, tidak memiliki tempat khusus dan sering berpindah tempat dengan modal terbatas sehingga dengan pendidikan SD saja dapat mengelola usahanya Umur Kisaran umur pedagang di pasar tradisional adalah antara 18 tahun sampai 55 tahun. Umur pedagang dibagi atas tiga katagori yaitu pedagang dengan umur kurang dari 20 tahun, pedagang dengan umur antara 20 sampai 40 tahun dan pedagang dengan umur lebih dari 40 tahun. Tabel 13 menampilkan tingkat umur pedagang di pasar tradisional. Tabel 13 Tingkat umur pedagang di pasar tradisional Kota Bogor No Tingkat Umur < 20 th th > 40 th TOTAL Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pasar Besar : - Kios 2 0, , , ,83 - Los 1 0, , , ,13 - PKL 3 1, ,49 6 2, ,04 6 2, , , ,00 Pasar Sedang: - Kios , , ,47 - Los 2 2,94 5 7,35 3 4, ,71 - PKL 2 2, ,47 3 4, ,82 4 5, , , ,00 Pasar Kecil : - Kios , , ,27 - Los , , ,59 - PKL ,27 2 4, , , , ,00 Jumlah 10 2, , , Sumber : Data primer diolah, tahun 2004

56 43 Paling banyak pedagang di pasar berumur antara 20 sampai 40 tahun yaitu sebanyak 265 orang (73,20%), ada 87 orang (24,03 %) berumur lebih dari 40 tahun dan hanya 10 orang ( 2,76 %) yang berumur kurang dari 20 tahun. Di pasar besar, pedagang berumur antara 20 sampai 40 tahun umumnya merupakan pedagang los dan pedagang dengan kisaran umur ini mempunyai kondisi fisik yang baik karena berdagang di los mempunyai mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang kios, pedagang los harus menata dan membereskan dagangannya setiap hari karena tidak berjualan di tempat tertutup. Pedagang yang berumur lebih dari 40 tahun biasanya adalah pedagang yang berjualan di kios-kios. Pedaga ng yang berumur kurang dari 20 tahun yang terbanyak merupakan pedagang kaki lima yang senantiasa bergerak menjajakan dagangannya atau selalu berpindah-pindah tempat berjualan karena banyak yang tidak mempunyai tempat menetap. Di pasar sedang, pedagang kios, los dan PKL umumnya berumur antara 20 sampai 40 tahun. Sedangkan di pasar kecil, pedagang kios umumnya berumur lebih dari 40 tahun dan pedagang los atau PKL lebih banyak yang berumur 20 sampai 40 tahun. Pedagang yang berumur lebih dari 40 tahun biasanya merupakan pedagang lama yang tekun menjalankan usahanya Jenis Kelamin Pedagang di pasar tradisional umumnya pedagang laki-laki karena lakilaki merupakan kepala keluarga yang harus menafkahi keluarganya. Secara lengkap jenis kelamin pedagang ditampilkan pada Tabel 14.

57 44 Tabel 14 Jenis kelamin pedagang di pasar tradisional Kota Bogor No Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan TOTAL Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pasar Besar : - Kios , , ,83 - Los 82 32, , ,13 - PKL 25 9,88 8 3, ,04 Pasar Sedang: , , ,00 - Kios 28 41, , ,47 - Los 8 11,76 2 2, ,71 Pasar Kecil : - PKL 16 23, , , , , ,00 - Kios 9 21,95 3 7, ,27 - Los 9 21, , ,59 - PKL 9 21, , , , , ,00 Jumlah , , Sumber : Data primer diolah, tahun 2004 Pedagang laki-laki sebanyak 80,39 % (291 orang), pedagang perempuan hanya 19,61 % atau sebanyak 71 orang dari keseluruhan pedagang. Pedagang lakilaki di pasar besar sebanyak 212 orang (83,79 %) dan pedagang perempuan sebanyak 41 orang (16,21 %). Pedagang laki-laki di pasar sedang sebanyak 52 orang (76,47 %) dan pedagang perempuan sebanyak 16 orang (23,53 %). Pedagang laki-laki di pasar kecil sebanyak 27 orang (65,85 %) dan pedagang perempuan sebanyak 14 orang (34,15 %). Pedagang perempuan umumnya berdagang untuk membantu suami mencari tambahan penghasilan, atau hanya mencari kesibukan meski ada juga yang merupakan pencari nafkah karena tidak bersuami. Pedagang perempuan juga berjualan di kios atau los dan ada juga yang berjualan di pelataran pasar.

58 Pendapatan Pendapatan pedagang per harinya dibagi dalam tiga katagori yaitu kurang dari Rp ,00, Rp ,00 sampai Rp ,00 dan lebih besar dari Rp ,00. Besarnya penghasilan pedagang di pasar tradisional ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15. Pendapatan per hari pedagang di pasar tradisional Kota Bogor No Tingkat Pendapatan Kurang dari Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Lebih dari Rp ,00 TOTAL Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pasar Besar : - Kios 3 1, , , ,83 - Los 16 6, , , ,13 - PKL 21 8, , , , , , ,00 Pasar Sedang: - Kios 8 11, , , ,47 - Los 4 5,88 5 7,35 1 1, ,71 - PKL 9 13, ,18 3 4, , , , , ,00 Pasar Kecil : - Kios 3 7, ,07 2 4, ,27 - Los 7 17, ,63 2 4, ,59 - PKL 7 17, ,20 2 4, , , , , ,00 Jumlah 78 21, , , Sumber : Data primer diolah, tahun 2004 Secara umum paling banyak pedagang pasar berpendapatan antara Rp ,00 sampai Rp ,00 yaitu sebanyak 143 orang (39,50 %). Pedagang dengan pendapatan lebih dari Rp ,00 sebanyak 141 orang (38,95 %). Pedagang pendapatan kurang dari Rp ,00 ada sebanyak 78 orang (21,55 %). Pedagang di pasar besar paling banyak berpendapatan lebih Rp ,00 yaitu sebanyak 120 orang (47,43 %). Pedagang dengan pendapatan ini biasanya merupakan pedagang kios karena pedagang ini mempunyai modal yang lebih besar dan berjualan barang-barang yang lebih bernilai dibandingkan dengan

59 46 pedagang di los. PKL mempunyai pendapatan dibawah Rp ,00 karena modal mereka sedikit dan biasanya berjualan sayur mayur dalam jumlah sedikit. Pedagang di pasar sedang paling banyak mempunyai pendapatan antara Rp ,00 sampai Rp ,00 yaitu sebanyak 32 orang (47,06 %) dan umumnya adalah pedagang kios (23,53 %). Pedagang dengan pendapatan kurang dari Rp ,00 sebanyak 21 orang (30,88 %), umumnya adalah PKL. Pedagang dengan pendapatan lebih dari Rp ,00 paling sedikit jumlahnya 15 orang (22,06 %) yang biasanya adalah pedagang kios. Pedagang di pasar kecil yang berpendapatan kurang dari Rp ,00 hampir sama banyak dengan pedagang yang mempunyai pendapatan antara Rp ,00 sampai Rp ,00 yaitu 41,46 % dan 43,90 % dan yang paling sedikit adalah pedagang dengan pendapatan lebih dari Rp ,00 yaitu hanya 14,63 %. Pengunjung di pasar kecil lebih sedikit dibandingkan dengan pengunjung besar dan sedang, sehingga pendapatan yang diperoleh per harinya pun lebih kecil Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan merupakan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawab seorang kepala keluarga. Jumlah tanggungan berkisar antara tidak mempunyai tanggungan sampai mempunyai tanggungan lebih dari tiga orang. Pedagang yang tidak mempunyai tanggungan biasanya merupakan pedagang yang belum berkeluarga. Tabel 16 menampilkan jumlah tanggungan pedagang di pasar tradisional. Pedagang yang memiliki tanggungan satu sampai tiga orang adalah yang terbanyak dari keseluruhan pasar yaitu 171 orang (42,24 %). Pedagang ini merupakan keluarga kecil dengan dua orang anak. Pedagang yang memiliki tanggungan lebih dari tiga orang berjumlah 123 orang (33,98). Pedagang yang tidak memiliki tanggungan ada sejumlah 68 orang (18,78 %). Di pasar besar dan pasar sedang, banyak pedagang yang mempunyai tanggungan satu sampai tiga orang sedangkan di pasar kecil paling banyak pedagang mempunyai tanggungan lebih tiga orang yaitu 19 orang (5,25 %).

60 47 Tabel 16 Jumlah tanggungan pedagang di pasar tradisional Kota Bogor No Jumlah Tanggungan 0 orang 1-3 orang > 3 orang TOTAL Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Pasar Besar : - Kios 14 5, , , ,83 - Los 24 9, , , ,13 - PKL 11 4, ,91 2 0, , , , , ,00 2 Pasar Sedang: - Kios 4 5, , , ,47 - Los 3 4,41 5 7,35 2 2, ,71 - PKL 6 8, ,65 5 7, , , , , ,00 3 Pasar Kecil : - Kios 2 4,88 3 7, , ,27 - Los 4 9, , , ,59 - PKL , , , , , , ,00 Jumlah 68 18, , , Sumber : Data primer diolah, tahun Status Tempat Berdagang Status tempat berdagang dibedakan dalam tiga katagori yaitu bagi sewa/kontrak, milik sendiri, berpindah/menumpang. Khusus status berpindah dan menumpang hanya ada pada pedagang kaki lima (PKL). Pedagang kali lima pada umumnya berjualan di halaman pasar, pinggir pasar atau di muka kios -kios pasar. Tabel 17 menyajikan status tempat berdagang pedagang pasar tradisional. Pedagang dengan status tempat berdagang merupakan milik sendiri yang terbanyak terdapat di pasar yaitu sebanyak 170 orang (46,96 %), pedagang dengan status sewa/kontrak sebanyak 122 orang ( 33,70 %), pedagang berpindah atau menumpang sebanyak 70 orang (19,34 %).

61 48 Tabel 17 Status tempat berdagang pedagang di pasar tradisional Kota Bogor No Status Tempat Berdagang Sewa Milik Sendiri Berpindah TOTAL Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pasar Besar : - Kios 57 22, , ,83 - Los 49 19, , ,13 - PKL ,04 13, , , , ,00 Pasar Sedang: - Kios 7 10, , ,47 Pasar Kecil : - Los 3 4, , ,71 - PKL , , , , , ,00 - Kios 3 7, , ,27 - Los 3 7, , ,59 - PKL , , , , , ,00 Jumlah , , , Sumber : Data primer diolah, tahun 2004 Di pasar besar, pedagang dengan status tempat berdagang menyewa atau kontrak hampir sama banyak dengan pedagang dengan status hak milik, karena harga toko atau kios di pasar besar relatif mahal jika dibandingkan dengan harga kios atau los di pasar sedang atau kecil. Di pasar sedang maupun pasar kecil pedagang dengan status tempat berdagang yang merupakan milik sendiri lebih banyak dibandingkan dengan yang menyewa/kontrak. Pedagang yang berpindah atau menumpang merupakan pedagang kaki lima (PKL), umumnya adalah pedagang asongan atau lapak yang berpindahpindah tempat, berdagang tergantung keramaian atau ada tidaknya tempat untuk berjualan. PKL dengan status ini berjumlah 33 orang (13,04 %) di pasar besar, 23 orang (33,82 %) di pasar sedang dan 14 orang (34,15 % ) di pasar kecil.

62 Lama Berdagang Pedagang di tiap pasar mempunyai lama berdagang yang bervariasi. Tabel 18 menyajikan lama berdagang responden pedagang pasar. Tabel 18 Lama berdagang pedagang pasar tradisional Kota Bogor No Lama Berdagang TOTAL < 5 tahun 5 10 tahun > 10 tahun Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Pasar Besar : - Kios 5 1, , , ,83 - Los 13 5, , , ,13 - PKL 1 0, , , , , , , ,00 2 Pasar Sedang: - Kios 2 2, ,48 5 7, ,47 - Los , ,71 - PKL 5 7, , , , , , , ,00 3 Pasar Kecil : - Kios 1 2,44 2 4, , ,27 - Los 1 2, , , ,59 - PKL 1 2, ,95 4 9, ,15 3 7, , , ,00 Jumlah 29 8, , , Sumber : Data primer diolah, tahun 2004 Sebanyak 171 orang (47,24 %) pedagang sudah berdagang antara lima sampai sepuluh tahun yaitu pedagang yang terbanyak. Pedagang dengam lama berdagang lebih dari sepuluh tahun sebanyak 162 orang (44,75 %). Mereka ini merupakan pedagang yang tekun menjalankan usahanya karena merasakan manfaat yang diperoleh dari berdagang. Pedagang dengan lama berdagang kurang dari lima tahun merupakan yang paling sedikit yaitu sebanyak 29 orang (8,01 %). Di pasar besar, sebagian besar pedagang telah berdagang lebih dari sepuluh tahun yaitu sebanyak 127 orang (50,20 %), pedagang dengan lama berdagang lima sampai sepuluh tahun sebanyak 107 orang (42,29 %) dan yang paling sedikit

63 50 adalah pedang dengan lama berdagang kurang dari 5 tahun yaitu sebanyak 19 orang (7,51 %). Di pasar sedang, pedagang paling banyak mempunyai lama dagang lima sampai sepuluh tahun yaitu sebanyak 47 orang (69,12 %), pedagang dengan lama berdagang lebih dari sepuluh tahun sebanyak 14 orang (20,59 %) dan yang paling sedikit adalah pedang dengan lama berdagang kurang dari lima tahun yaitu sebanyak 7 orang (10,29 %). Di pasar kecil, pedagang paling banyak mempunyai lama dagang lebih dari sepuluh tahun yaitu sebanyak 21 orang (51,22 %), pedagang dengan lama berdagang lima sampai sepuluh tahun sebanyak 17 orang (41,46 %) dan yang paling sedikit adalah pedang dengan lama berdagang kurang dari lima tahun yaitu sebanyak 3 orang (7,32 %) Retribusi Retribusi Pasar merupakan pembayaran yang diberikan pedagang atas jasa pelayanan pemakaian fasilitas pasar tradisional yang berupa kios, los atau pelataran yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pembayaran ini dimaksudkan untuk menutup biaya administrasi, biaya perawatan, kebersihan dan keamanan serta pembinaan. Tabel 19 menampilkan retribusi yang dibayarkan pedagang di pasar tradisional. Retribusi ini dihitung tiap meter persegi per hari dan besarnya ditentukan oleh Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun Pedagang pasar tradisional menempati kios, los dan PKL dengan ukuran yang beragam sehingga retribusi yang dibayarkan juga beragam. Retribusi sebesar kurang dari Rp ,00 yang terbanyak dibayar oleh keseluruhan pedagang yaitu 132 orang (36,46 %), yang membayar retribusi sebesar Rp 1.000,00 sampai Rp 4.000,00 sebanyak 128 orang (35,36 %) dan yang paling sedikit adalah pedagang yang membayar retribusi lebih dari Rp 4.000,00 yaitu sebanyak 102 orang (28,18 %).

64 Tabel 19 Retribusi yang dibayarkan pedagang di pasar tradisional Kota Bogor 51 No Retribusi < Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 - Rp 4.000,00 > Rp 4.000,00 TOTAL Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pasar Besar : - Kios 6 2, , , ,83 - Los 63 24, ,65 4 1, ,13 - PKL 24 9,49 9 3, , , , , ,00 Pasar Sedang: - Kios 8 11, , , ,47 - Los 4 5,88 5 7,35 2 2, ,71 - PKL 10 14, , , , , , ,00 Pasar Kecil : - Kios 1 2, ,95 2 4, ,27 - Los 5 12, ,63 4 9, ,59 - PKL 11 26,83 3 7, , , , , ,00 Jumlah , , , Sumber : Data primer diolah, tahun 2004 Di pasar besar, pedagang paling banyak membayar retribusi kurang dari Rp 1.000,00 yaitu sebanyak 93 orang (36,76 %), yang membayar retribusi lebih dari Rp 4.000,00 ada sebanyak 87 orang (34,39 %) dan yang paling sedikit adalah pedagang yang membayar retribusi pada kisaran Rp 1.000,00 sampai Rp 4.000,00 yaitu sebanyak 73 orang (28,85 %). Di pasar sedang, pedagang terbanyak membayar retribusi pada kisaran Rp 1.000,00 sampai Rp 4.000,00 yaitu sebanyak 37 orang (54,41 %), kurang dari Rp 1.000,00 sebanyak 22 orang (32,35 %), dan yang paling sedikit adalah pedagang yang membayar retribusi lebih dari Rp 4.000,00 ada sebanyak sembilan orang (13,24 %). Di pasar kecil, pedagang terbanyak membayar retribusi pada kisaran Rp 1.000,00 sampai Rp 4.000,00 yaitu sebanyak 18 orang (43,90 %), kurang dari Rp 1.000,00 sebanyak 17 orang (41,46 %), yang paling sedikit adalah pedagang yang membayar retribusi lebih dari Rp 4.000,00 ada sebanyak 6 orang (14,63 %).

65 52 Pedagang yang membayar retribusi kurang dari Rp 1.000,00 biasanya adalah pedagang yang berjualan di tempat dengan ukuran kecil dan PKL. PKL di pasar besar, sedang maupun kecil membayar retribusi kurang dari Rp 1.000,00 karena mereka adalah pedagang dengan modal kecil dan berjualan di tempat tidak tetap. Meskipun sudah ada Perda yang mengatur besarnya pembayaran retribusi ini, tetapi kenyataannya di lapangan masih ada tawar menawar tentang besarnya retribusi yang harus dibayarkan pedagang Jenis Sampah Semua kegiatan hampir selalu menghasilkan sampah, demikian juga dengan kegiatan perdagangan di pasar. Tabel 20 menampilkan jenis sampah yang dihasilkan pedagang pasar tradisio nal. Sampah yang dihasilkan pasar umumnya heterogen, terdiri berbagai komponen seperti sisa sayuran, kertas, kasdus, plastik, karet, pecahan kaca dan lain-lain. Sampah pasar yang terbanyak berupa sisa sayuran yaitu sebanyak 46,96 % dan yang berupa kertas, kardus, plastik, karet, pecahan kaca sekitar 41,16 % serta sampah lainnya sebanyak 11,88 %. Sampah yang berupa kertas, kardus, plastik, karet banyak dijumpai pada pedagang yang berjualan bahan-bahan pokok. Sampah jenis ini biasanya tidak dibuang tapi dikumpulkan untuk digunakan kembali. Sampah berupa sisa sayuran dan buah-buahan biasanya dibuang ke tempat pembuangan sehingga sampah pasar didominasi sampah jenis ini. Di pasar besar pedagang paling banyak menghasilkan sampah berupa sisa sayuran yaitu sebanyak 47,04 %, sampah berupa kertas, kardus, plastik, karet, pecahan kaca sebanyak 44,66 % dan lainnya sebanyak 8,30 %. Di pasar sedang paling banyak sampah berupa sisa sayuran sebanyak 48,53 %, sampah yang berupa kertas, kardus, plastik, karet, pecahan kaca ya itu sebanyak 29,41 %, dan lainnya sebanyak 22,06 %. Di pasar kecil sampah terbanyak juga berupa sisa sayuran yaitu sebanyak 43,90 %, sampah berupa kertas, kardus, plastik, karet, pecahan kaca sebanyak 39,02 % dan lainnya sebanyak 17,07 %.

66 Tabel 20 Jenis sampah yang dihasilkan pedagang pasar tradisional Kota Bogor 53 No Jenis Sampah Organik An organik TOTAL Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pasar Besar : - Kios 73 28, , ,83 - Los 30 11, , ,13 - PKL 16 6, , , , , ,00 Pasar Sedang: - Kios 18 26, , ,47 - Los 5 7,35 5 7, ,71 - PKL 10 14, , , , , ,00 Pasar Kecil : - Kios 3 7, , ,27 - Los 8 19, , ,59 - PKL 7 17, , , , , ,00 Jumlah , , Sumber : Data primer diolah, tahun Jumlah Sampah Jumlah sampah yang dihasilkan tiap responden pedagang ditampilkan pada Tabel 21. Banyaknya sampah yang dihasilkan umumnya berhubungan dengan jenis barang yang dijual. Pedagang sayuran, buah-buahan biasanya menghasilkan sampah lebih dari 10 kg berupa sisa buah atau sayuran yang busuk atau rusak serta kayu dan kardus bekas tempat buah. Pedagang yang berjualan bahan pokok seperti gula, beras, tepung, minyak serta pedagang obat-obatan dan pakaian umumnya hanya menghasilkan sampah dibawah lima kg berupa kardus bekas kemasan, kertas dan plastik pembungkus. Secara keseluruhan paling banyak pedagang menghasilkan sampah lima kg sampai 15 kg yaitu sebanyak 155 orang (42,82 %), terbanyak kedua adalah yang menghasilkan sampah dibawah lima kg sebanyak 132 orang (36,46 %), yang menghasilkan sampah lebih dari 15 kg sebanyak 75 orang (20,72 %).

67 54 Tabel 21 Jumlah sampah dihasilkan pedagang pasar tradisional Kota Bogor No Jumlah Sampah < 5 kg 5-15 kg > 15 kg TOTAL Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pasar Besar : - Kios 37 14, , , ,83 - Los 37 14, , , ,13 - PKL 13 5, ,11 2 0, ,04 Pasar Sedang: Pasar Kecil : 87 34, , , ,00 - Kios 20 29, ,12 2 2, ,47 - Los 2 2,94 6 8,82 2 2, ,71 - PKL 8 11, ,65 3 4, , , , , ,00 - Kios 3 7, ,07 4 9, ,27 - Los 4 9,76 4 9,76 4 9, ,59 - PKL 8 19, ,20 2 4, , , , , ,00 Jumlah , , , Sumber : Data primer diolah, tahun 2004 Sampah yang dihasilkan perhari tiap unit tempat berdagang (kios/los/pkl) di pasar besar umumnya berjumlah 5 15 kg yaitu sebanyak 47 orang (18,58 %). Di pasar sedang paling banyak pedagang menghasilkan sampah dibawah lima kg yaitu sebanyak 20 orang (29,41 %), di pasar kecil paling banyak pedagang menghasilkan sampah lima sampai 15 kg yaitu tujuh orang (17,07 %).

68 VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR 6.1. Pengelolaan Sampah Pasar Aktivitas ekonomi pasar secara umum merupakan bertemunya penjual dan pembeli yang terlibat dalam transaksi jual dan beli barang maupun jasa, dengan meninggalkan atau membuang produk sisa berupa sampah. Kardus bekas kemasan, kertas pembungkus, plastik, potongan-potongan kayu, sisa makanan, potongan daging dan sisa sayuran merupakan barang-barang buangan dari hasil aktivitas rutin atau harian masyarakat pedagang dan bukan pedagang di sekitar lingkungan pasar. Pengelolaan sampah pasar secara operasional dimulai dengan tahap pengumpulan hingga tahap pembuangan akhir. (1) Pengumpulan. Pedagang mengumpulkan sampahnya dalam keranjang, kantong plastik atau meletakkan sampahnya begitu saja di sekitar lokasi tempat berdagang. Sebagian besar pedagang tidak mempunyai tempat sampah khusus dan umumnya meletakkan begitu saja sampahnya di sekitar tempat berjualan. Hal ini yang menimbulkan kesan pasar menjadi kotor karena sampah berserak di mana-mana. (2) Pengangkutan dan Pembuangan Akhir Sampah yang berasal dari para pedagang kemudian diambil oleh petugas kebersihan dan dikumpulkan dalam gerobak atau keranjang bambu. Pada lorong pasar yang padat dengan pedagang, pedagang meletakkan gerobak di tempat yang agak kosong sehingga tidak mengganggu lalu lalang pembeli. Petugas mengambil sampah menggunakan wadah (pengki atau keranjang bambu). Pengambilan sampah dilakukan satu sampai dua kali per harinya dan dilakukan pada pagi hari. Jumlah petugas kebersihan yang bekerja di tiap-tiap pasar dapat dilihat pada Tabel 8, 9 dan 10. Tiap satu orang pegawai bertanggung jawab atas kebersihan di suatu lokasi pasar (blok). Pegawai kebersihan umumnya tenaga honorer meskipun banyak yang bekerja selama belasan tahun. Sampah yang terkumpul dalam keranjang/gerobak dibawa ke TPS. TPS biasanya merupakan bak pasangan bata-semen atau berupa kontainer

69 56 diletakkan pada salah satu sudut pasar. Meskipun sudah ada TPS, tetapi beberapa pasar hanya mengonggokkan tumpukan sampahnya dipinggir jalan dan di salah satu bagian pasar. Pembongkaran sampah di TPS dilakukan secara manual dengan bantuan penggaruk tanpa pelindung apapun seperti sarung tangan atau masker. Sampah yang terkumpul di TPS setiap hari diangkut ke TPA menggunakan truk bantuan dari DKP berkapasitas enam m 3 sampai delapan m 3 oleh empat orang petugas. Jumlah sampah yang dihasilkan tiap pasar dan jumlah truk yang beroperasi untuk mengangkut sampah disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Jumlah sampah yang dihasilkan pasar tradisional Kota Bogor Jumlah Volume Volume Tidak No PASAR truk Ritasi sampah terangkut terangkut % sampah (m 3 ) (m 3 ) (m 3 ) 1 Kb. Kembang Baru Bogor Merdeka Jambu Dua Gunung Batu Sukasari Padasuka Jumlah Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, 2003 Pasar Kebon Kembang menghasilkan sampah terbanyak ya itu 138 m 3, meskipun pasar ini sudah dilayani sembilan buah truk per harinya tetapi belum semua sampah dapat terangkut. Setiap hari masih ada sekitar 15 % sampah yang tidak terangkut. Demikian juga dengan pasar Baru Bogor dan pasar Jambu Dua, setiap harinya masih menyisakan sampah di TPS atau tercecer di sekitar pasar. Pasar lainnya seperti pasar Merdeka, Gunung Batu, Sukasari dan Padasuka merupakan pasar-pasar dengan jumlah sampah yang tidak banyak sehingga dapat diangkut seluruhnya ke TPA. Unit pasar Merdeka meliputi beberapa pasar di lokasi yang berbeda yaitu pasar Pejagalan, pasar Devries dan pasar Taman Kencana sehingga truk sampah harus mendatangi ke tiga lokasi pasar tersebut untuk mengambil sampah.

70 57 Di pasar Baru Bogor, sampah yang dihasilkan selain diangkut ke TPA, ada sebagian sampah dibakar di incinerator. Ada dua buah incinerator berkapasitas sekitar 50 m 3 di tempatkan di pasar Baru Bogor dan beroperasi setiap hari. Incinerator yang ada ini ternyata masih belum membantu menanggulangi sampah yang ada di pasar Baru Bogor karena setiap harinya masih ada sampah yang tidak terangkut ke TPA. TPA Galuga merupakan tempat pembuangan akhir semua sampah yang dihasilkan Kota Bogor termasuk sampah pasar. TPA ini terletak di desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor yang berlokasi sekitar 20 km dari Kota Bogor. TPA ini mempunyai luas 9,8 ha dengan sistem penanganan sampah yang digunakan saat ini adalah controlled landfill yaitu sistem pembuangan sampah terbuka namun terkendali. Dalam sistem ini, limbah cair sampah (air lindi) dialirkan dan diproses dalam IPAL sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Namun masih ada juga dampak negatif yang ditimbulkan TPA ini yaitu berupa bau busuk, timbul akibat pembusukan sampah dan gangguan kesehatan berupa berkembangnya beberapa penyakit yang ditularkan melalui lalat yang berasal dari sampah TPA. Kantor Pengelolaan Pasar khususnya bagian kebersihan bekerja sama dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan merupakan bagian yang bertanggung jawab atas kebersihan pasar. Petugas kebersihan dari Kantor Pengelolaan Pasar bertugas untuk menjaga kebersihan di dalam dan di sekitar pasar, petugas dari DKP yang bertugas mengangkut sampah dari TPS ke TPA. Dana untuk mengelola sampah pasar berasal dari APBD Kota Bogor dan retribusi kebersihan. Retribusi yang setiap hari dibayarkan oleh para pedagang disetorkan kepada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor, tidak hanya untuk kebersihan pasar tetapi juga untuk administrasi, keamanan dan biaya pemeliharaan Pencemaran Sampah Pasar Tabel 23 menunjukkan tidak seluruh sampah pasar yang dihasilkan dapat diangkut ke TPA. Dari tujuh buah pasar tradisional yang ada di Kota Bogor dihasilkan sampah sebanyak 262 m 3 setiap harinya, sedangkan yang dapat

71 58 diangkut ke TPA sebanyak 233 m 3.. Sekitar 29 m 3 sampah yang tidak terangkut jika dibiarkan akan menimbulkan permasalahan lingkungan. Beberapa masalah yang dapat timbul dari sampah yang tidak terangkut antara lain polusi udara berupa bau dari sampah yang membusuk, pencemaran air akibat pembuanga n sampah ke sungai serta merembesnya air lindi dari pembusukan sampah ke pemukiman dan sumber air penduduk, pencemaran udara akibat pembakaran sampah, gangguan kesehatan dan lain-lain. Tabel 23 Jumlah sampah terangkut dan tidak terangkut di pasar tradis ional Kota Bogor No PASAR Terangkut (m 3 ) Tidak terangkut (m 3 ) Total Volume Sampah (m 3 ) Volume % Volume % (m3) 1 Kb. Kembang , , Baru Bogor 54 23, , Merdeka 24 10,30 0 0, Jambu Dua 18 7,73 2 6, Gunung Batu 6 2,58 0 0, Sukasari 7 3,00 0 0, Padasuka 7 3,00 0 0,00 7 Jumlah , , Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, Pencemaran Air Sampah yang menumpuk di pasar dan tidak terangkut ke TPA akan mengalami dekomposisi dan menghasilkan air lindi dan bau yang busuk yang menusuk. Air lindi yang terbentuk akan mencemari air tanah dan air sungai jika air tersebut mengalir ke sungai atau merembes ke dalam tanah di sekitarnya. Tingkat pencemaran yang terjadi tergantung pada jumlah sampah dan air lindi yang terbentuk. Air lindi ini mengalir melalui selokan dan berakhir di muara sungai, ikut menyumbangkan pencemaran air sungai. Demikian juga sampah pasar yang langsung dibuang ke sungai atau terbawa air hujan, akan mencemari air sungai. Sampah yang dibuang ke sungai menyumbang sekitar 60 70% pencemaran sungai (SLHI, 2002).

72 59 Sungai Ciliwung dan Cisadane merupakan sungai utama kota Bogor yang memberikan kontribusi besar terhadap lingkungan sumber daya air yang berada di sepanjang jalur yang dilewati alirannya. Kondisi lingkungan kedua sungai tersebut selain karena fluktuasi debit air yang tinggi, banyaknya sampah yang sering menyebabkan banjir, pencemaran oleh limbah rumah tangga dan industri, juga karena perbedaan persepsi keberadaan sungai bagi masyarakat pedesaan di wilayah hulu sungai dan masyarakat perkotaan di hilir. Di daerah hulu sungai para petani maupun penduduk, umumnya memandang sungai sebagai sumber kehidupan; sedangkan di daerah perkotaan dimana sumber air bersih sudah dapat tergantikan dengan air pipa (PDAM), sehingga sungai dipandang sebagai tempat pembuangan sampah alami. Permasalahan penurunan kualitas air diakiba tkan oleh pencemaran yang meningkat sejalan dengan meningkatnya tekanan penduduk terhadap sumber daya air dan lahan yang ada. Hasil pemantauan kualitas air di sungai Ciliwung dan Cisadane khususnya yang berada di kota Bogor yang dilakukan oleh Kantor Penge lolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor pada tahun 2001, 2002 dan 2003 yang ditampilkan pada Lampiran 16 dan 17. Hasil pemantauan menunjukkan hampir semua parameter berada dibawah baku mutu air provinsi dan nasional, tetapi di beberapa titik pengamatan nilai BOD dan COD ada diatas baku mutu. Penyebab utama dari tingginya BOD dan COD ini adalah karena buangan yang mengandung bahan organik dan beberapa buangan anorganik yang cukup tinggi. Tingginya BOD dan COD akan menyebabkan rendahnya kandungan oksigen terlarut yang berakibat pada menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Kandungan oksigen terlarut yang rendah juga mengakibatkan terjadinya aktivitas mikoorganisme anaerob yang menghasilkan senyawa seperti anim, H 2 S dan komponen fosfor yang berbau busuk dan menyengat. Oleh karena itu perkembangan pencemaran sungai yang terus meningkat perlu diwaspadai Pencemaran udara Pencemaran udara yang timbul karena sampah pasar antara lain disebabkan bau karena dekomposisi sampah yang tidak terangkut dan pencemaran udara akibat pembakaran sampah. Sampah yang mengalami pembusukan,

73 60 menghasilkan gas antara lain methan dan gas H 2 S. Satu ton sampah akan 3 menghasilkan gas methan sekitar 450 m (Tchobanoglous, 1993). Methan merupakan gas yang tidak berbau tetapi merupakan gas rumah kaca (GRK) yang menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Gas H 2 S bersifat racun bagi tubuh dan berbau busuk. Sampah pasar yang sebagian besar merupakan sampah organik cepat sekali membusuk, karena itu kecepatan mengelola sampah harus lebih cepat dari proses pembusukannnya. Dengan kata lain sampah harus segera dihilangkan dari pasar untuk menghindari bau yang timbul dari pembusukan sampah. Pasar Baru Bogor mengumpulkan sampahnya di dekat jalan masuk menuju pasar. Sampah yang menggunung menyebarkan bau yang menusuk yang menyebabkan pembeli menghindari jalan masuk tersebut. Meskipun truk pengangkut sampah setiap hari mengangkut sampah yang ada di Pasar Baru Bogor, tapi kecepatan pengangkutan sampah lebih kecil dari kecepatan pembentukan sampah sehingga sampah selalu terlihat menumpuk. Menyadari akan efek yang ditimbulkan oleh adanya bau dari suatu zat dalam berbagai kegiatan, maka pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai baku mutu dari bau yaitu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 50/MENLH/II/1996 tentang baku mutu kebauan. Peraturan ini menjadi acuan dalam menentukan tingkat kebauan Pengaruh Sampah terhadap Kesehatan Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek langsung dan tidak langsung (Slame t, 2002). Efek langsung merupakan efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah. Sampah yang beracun atau sampah yang mengandung kuman patogen akan menimbulkan penyakit. Efek tidak langsung dapat dirasakan sebagai akibat proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Air lindi yang timbul karena pembusukan sampah, mengandung zat padat tersuspensi yang sangat halus seperti Ca, Mg, Na, K, Fe, Cl, Sulfat, Phosfat, Zn, Ni, CO 2, H 2 O, NH 3, H 2 S, asam organik dan H 2. Zat-zat ini mencemari air tanah, tanah dan udara, yang pada akhirnya berdampak terhadap kesehatan. Efek tidak langsung lainnya adalah berupa penyakit bawaan vektor

74 yang berkembang biak di dalam sampah seperti lalat dan tikus. Lalat merupakan vektor pembawa penyakit perut dan tikus dapat menyebarkan penyakit pest Upaya Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Permasalahan yang timbul karena jumlah sampah yang terus bertambah, memerlukan upaya yang serius yang melibatkan semua pihak untuk dapat menanggulanginya secara berkesinambungan. Upaya minimalisasi sampah pasar, telah dilaksanakan pada tahun 2001 oleh Unesco bekerjasama dengan LSM dan pasar tradisional berupa Program Pasar Bersih/Propasih (Wirjoatmodjo et al, 2002). Gambar 3 merupakan bagan alir upaya minimalisasi sampah pasar. PEDAGANG Sayur, buah Ikan, daging kelontong Lain-lain PEMILAHAN DARI SUMBER SAMPAH Sampah Basah 80 % Sampah Kering 20 % Residu KOMPOS Plastik kertas Kayu, sabut Tempurung Residu Material Lapak Kerajinan Arang Gambar 3. Bagan Alir Upaya Minimalisasi Sampah Pasar

75 62 Kegiatan Propasih ini meliputi i) sosialisi pengelolaan sampah kepada masyarakat pasar, ii) tindakan minimalisasi sampah oleh warga pasar. Minimalisasi sampah dilakukan dengan pemilahan sampah di tingkat para pedagang dengan cara menyediakan tempat sampah yang berbeda untuk sampah basah dan sampah kering. Sampah basah meliputi sisa sayur, buah, ikan dan daun pembungkus, umumnya merupakan 80 % dari seluruh sampah pasar.sampah basah meliputi sisa sayur, buah, ikan dan daun pembungkus, umumnya merupakan 80 % dari seluruh sampah pasar. Sampah kering meliputi antara lain kertas, plastik, kayu, kain, logam dan kaca. Selanjutnya sampah basah dapat dijadikan kompos sedangkan sampah kering dapat diolah dan digunakan kembali. Secara teknis, kegiatan Propasih meliputi : 1) membuang sampah di tempat yang sudah disediakan (bak sampah dengan tutup warna kuning untuk sampah basah, bak sampah dengan tutup warna merah untuk sampah kering), 2) menjaga dan memelihara sarana kebersihan pasar, 3) menjaga dan memelihara kebersihan dan kelancaran aliran saluran pembuangan atau got, 4) memelihara kebersihan dan kerapihan tempat berjualan, 5) saling mengingatkan dan membantu dalam menjaga kebersihan antar sesama warga pasar. Propasih dapat dijadikan contoh program kebe rsihan di pasar tradisional, karena Propasih mengajak warga masyarakat pasar (pedagang, pembeli dan pengelola) berperan aktif dalam mengelola kebersihan lingkungan pasar secara mandiri. Langkah mengurangi sampah dari sumbernya tidak akan efektif tanpa peran aktif para pedagang. Mereka sebagai penghasil utama sampah dan mereka yang merasakan dampak negatif sampah. Peran aktif pedagang dalam pengelolaan sampah dapat tingkatkan dengan melibatkan mereka sebagai : a. pengelola (mengurangi timbulan sampah dari sumbernya), b. pengawas (mengawasi tahapan pengelolaan agar berjalan dengan lancar), c. pemanfaat (memanfaatkan sampah secara individu, kelompok, atau kerja sama dengan dunia usaha), d. pengolah (mengoperasikan serta memelihara sarana dan prasarana pengolah sampah) dan e. penyedia biaya pengelolaan.

76 VII. PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP SAMPAH PASAR KOTA BOGOR Keberadaan sampah menjadi salah satu unsur yang ikut menentukan tingkat kebersihan pasar yang akhirnya akan menentukan jumlah pengunjung pasar. Pasar dengan sampah yang terkelola dengan baik, dalam arti tidak ada sampah tercecer dan menumpuk, menyumbangkan banyak keuntungan antara lain lingkungan terhindar pencemaran, pasar menjadi lebih bersih, dan menjadikan pengunjung pasar lebih nyaman berbelanja di pasar tradisional. Persepsi pedagang tentang keberadaan sampah pasar umumnya beragam. Persepsi ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan pengelolaan sampah di pasar tradisional dengan melibatkan seluruh pedagang sehingga diharapkan pengelolaan sampah pasar menjadi lebih efektif dan efisien Perlakuan terhadap Sampah Tanggapan responden pedagang mengenai pengetahuan perlakuan terhadap sampah pasar, cukup beragam. Gambar 4 menampilkan tanggapan mereka atas perlakuan terhadap sampah pasar. Perlakuan Terhadap Sampah (%) Pasar Besar Pasar Sedang Pasar Kecil Series1 Series2 Series3 Series4 Keterangan : 1. Dibuang di sungai atau selokan dekat tempat berjualan 2. Dibuang di TPS kemudian dibawa ke TPA 3. Diolah jadi kompos 4. Dibakar di insinerator Gambar 4. Grafik perlakuan responden terhadap sampah pasar

77 64 Umumnya responden berpendapat jika sampah tidak harus dibuang begitu saja. Responden di pasar besar sebagian besar berpendapat jika sampah sebaiknya dikumpulkan di TPS kemudian dibawa ke TPA yaitu sebesar 37,6 % karena sampah sering terlihat menumpuk di TPS sebagai akibat dari tidak seimbangnya antara kecepatan timbulan sampah pasar dan pengangkutan sampah ke TPA. Sampah yang menumpuk ini menjadi tempat kerumunan lalat, sumber bau yang mengganggu para pedagang itu sendiri. Responden yang berpendapat jika sampah sebaiknya dibakar di insinerator berjumlah sekitar 26,8 %. Di pasar besar para pedagang sudah cukup mengenal insinerator karena di pasar Baru Bogor telah di operasikan dua buah insinerator untuk membakar sampah. Sedangkan yang berpendapat jika sampah sebaiknya dijadikan kompos ada sebanya k 23,7 %. Para pedagang umumnya sudah mengerti jika sampah dapat diolah dan menghasilkan sesuatu yang berguna. Pedagang yang membuang yang membuang sampah ke sungai atau selokan dekat tempat berjualan berjumlah 11,9 %. Responden di pasar sedang paling banyak berpendapat jika sampah sebaiknya dijadikan kompos, yaitu sebanyak 44,1 %. Sebanyak 26,5 % pedagang merasa jika sampah sebaiknya dibuang di TPS kemudian dibawa ke TPA dan yang berpendapat jika sampah dapat dibakar di insinerator sebanyak 16,2 % sedangkan 13,3 % pedagang membuang sampahnya ke sungai atau selokan dekat pasar. Sebagian besar responden di pasar kecil paling berpendapat jika sampah sebaiknya dijadikan kompos, yaitu sebanyak 34,2 %. Kemudian yang berpendapat jika sampah sebaiknya dibuang di TPS kemudian dibawa ke TPA ada sebanyak 26,8 % dan sebanyak 26,8 % berpendapat jika sampah dapat dibakar di insinerator, sedangkan 12,2 % responden membuang sampahnya ke sungai atau selokan dekat pasar 7.2. Kegunaan Pemisahan Sampah Organik-anorganik Persepsi responden terhadap kegunaan pemisahan sampah organikanorganik. Persepsi mereka ditampilkan pada Gambar 5.

78 65 Guna Pemisahan Sampah (%) Pasar Besar Pasar Sedang Pasar Kecil Series1 Series2 Series3 Series4 Keterangan : 1 : Mudah mengangkut sampah 2 : dapat dimanfaatkan kembali 3 : membuka lapangan kerja 4 : Tidak tahu Gambar 5 Grafik kegunaan pemisahan sampah organik -anorganik. Responden pedagang di pasar terbanyak berpendapat jika guna dari pemisahan sampah organik-anorganik adalah mempermudah dalam pengangkutan karena sampah sudah banyak berkurang jika dipisahkan, meliputi: 42,2 % responden di pasar besar, 30,7 % responden di pasar sedang dan 36,1 % responden di pasar kecil, sehingga sampah yang dibuang ke TPA merupakan sampah yang sudah tidak digunakan lagi. Responden yang berpendapat jika guna dari pemisahan sampah adalah dapat dimanfaatkan kembali meliputi : 33,3 % responden di pasar besar, sebanyak 39,1 % responden di pasar sedang dan 29,3 % responden di pasar kecil. Mereka umumnya tahu jika sampah yang berupa kaca, kertas, plastik, kayu dapat digunakan kembali dan sampah sisa sayuran dapat dijadikan kompos. Responden yang berpendapat jika guna dari pemisahan sampah adalah dapat membuka lapangan kerja meliputi : 15,0 % responden di pasar besar, sebanyak 11,1 % responden di pasar se dang dan 14,2 % responden di pasar kecil. Responden yang tidak tahu kegunaan pemisahan sampah terbanyak ada di pasar kecil yaitu sejumlah 24,4 %, di pasar sedang sebanyak 19,1 % serta 9,5 % di pasar besar.

79 Penanggung jawab Kebersihan Pasar Persepsi responden tentang penanggung jawab kebersihan pasar menjadi hal yang penting untuk dapat menunjang keberhasilan peningkatan peningkatan pengelolaan sampah pasar. Idealnya pengelolaan kebersihan pasar tidak mungkin dibebankan kepada pemerintah atau institusi formal saja, tetapi juga harus melibatkan peran serta berbagai pihak pemangku kepentingan (stakeholders) dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Gambar 6 menampilkan persepsi responden terhadap penanggung jawab kebersihan pasar. Penanggung Jawab Kebersihan Pasar (%) Pasar Besar Pasar Sedang Pasar Kecil Series1 Series2 Series3 Series4 Keterangan : 1.Dinas Kebersihan dan Pertamanan 2. Kantor Pengelolaan Pasar 3. Pedagang 4. Pemerintah Kota dan pedagang Gambar 6 Grafik persepsi responden atas penanggung jawab kebersihan pasar Sebagian besar responden baik di pasar besar, pasar sedang maupun pasar kecil merasa jika penanggung jawab kebersihan pasar sebaiknya Pemerintah Kota yang terdiri dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Kantor Pengelolaan Pasar bekerja sama dengan pedagang, yaitu ada sekitar 51,8,5 % pedagang di pasar besar, sekitar 52,7,8 % di pasar sedang dan di pasar kecil sebanyak 45,9 %. Kerja sama kedua komponen ini diharapkan dapat menjamin kebersihan pasar. Responden yang merasa bahwa mereka sudah membayar retribusi sehingga masalah kebersihan merupakan tanggung jawab Kantor Pengelolaan Pasar Pemerintah Kota, ada sebesar 25,6 % responden di pasar kecil, 19,5 % responden di pasar sedang dan 20,8 % di pasar besar. Sedangkan responden yang merasa

80 67 bahwa penanggung jawab kebersihan pasar adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan sebanyak 10,7 % pedagang di pasar besar, sebanyak 16,3 % pedagang di pasar sedang dan 19,1 % pedagang di pasar kecil. Responden yang merasa kebersihan pasar menjadi tanggung jawab pedagang sendiri karena merekalah yang menghasilkan sampah yaitu sebanyak 11,9 % pedagang di pasar besar, sebanyak 11,5 % pedagang di pasar sedang dan 14,2 % pedagang di pasar kecil Dampak Negatif Sampah Pasar Sampah sering dipandang sebagai barang yang tidak dapat digunakan lagi dan harus dibuang. Sampah yang dibuang sembarangan akan memberikan dampak yang merugikan pada umumnya sudah diketahui oleh para pedagang karena merekalah yang akan merasakan dampak negatif tersebut. Persepsi para pedagang secara lengkap disajikan pada Gambar 7. Dampak Sampah Pasar ( % ) Pasar Besar Pasar sedang Pasar Kecil Series1 Series2 Series3 Series4 Keterangan : 1. Sumber Penyakit 2. Merusak pemandangan 3. Penyebab banjir 4. Sumber pencemaran Gambar 7 Grafik persepsi responden atas dampak negatif sampah Pedagang di pasar besar, sebagian besar berpendapat jika sampah dibuang sembarangan akan merusak pemandangan (45,1 %). Di Pasar Baru Bogor, seringkali sampah menggunung di dekat jalan masuk pasar yang memberikan kesan pasar tersebut secara keseluruhan kumuh dan kotor. Sampah tersebut selain

81 68 merusak pemandangan juga mengganggu jalan masuk para pembeli yang menuju pasar tersebut. Responden yang merasa bahwa sampah akan menjadi sumber penyakit berjumlah (27,7 %), sampah menjadi penyebab banjir berjumlah 17,4 % dan 9,9 % responden menjawab sampah akan menjadi sumber pencemaran. Pedagang di pasar sedang sebagian besar merasa sampah yang dibuang sembarangan akan menjadi sumber penyakit (41,2 %) karena menjadi tempat lalat dan tikus berkumpul. Sebanyak 26,5 % menjawab sampah merusak pemandangan dan 19,1 % dan responden menjawab sampah akan menjadi penyebab banjir dan sekitar 13,2 % merasa sampah merupakan sumber pencemaran. Pedagang di pasar kecil memberikan pandangan yang agak berbeda tentang sampah yang dibuang sembarangan. Sebagian besar responden merasa jika sampah dibuang sembarangan akan menjadi penyebab banjir (36,6 %), dikarenakan sampah yang menumpuk akan menyumbat saluran air sehingga air menggenang di sekitar pasar. Sebanyak 34,2 % responden menjawab jika sampah merupakan sumber penyakit, ada sekitar 24,4 % responden merasa sampah akan merusak pemandangan dan hanya 4,9 % saja yang merasa sampah akan menjadi sumber pencemaran Frekuensi Pengambilan Sampah Sampah pasar meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. Meningkatnya jumlah sampah menyebabkan pemerintah kota harus meningkatkan sarana dan prasarana kebersihan pasar agar sampah pasar dapat dikelola dengan baik. Gambar 8 menampilkan frekuensi pengambilan sampah yang dilakukan oleh petugas kebersihan terhadap sampah para pedagang di pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampah yang diambil petugas kebersihan sekali setiap hari sebanyak 87,7 % pedagang di pasar besar, 70,6 % pedagang di pasar sedang dan 85,4 % pedagang di pasar kecil. Dan sisanya yaitu sampah yang diambil dua hari sekali atau lebih, berjumlah sekitar 12,3 % pedagang di pasar besar, 29,4 % pedagang di pasar sedang dan 14,6 % pedagang di pasar kecil.

82 69 Perbedaan frekuensi pengambilan sampah ini biasanya disebabkan karena letak dari tiap-tiap pedagang, pedagang yang lokasinya strategis dan mudah dijangkau cenderung memperoleh kemudahan pelayanan kebersihan dibandingkan dengan lokasi pedagang yang lebih sulit dijangkau. Frekuensi Pengambilan Sampah ( % ) Pasar Besar Pasar sedang Pasar Kecil Series1 Series2 Keterangan : 1. sehari sekali, 2. dua hari sekali atau lebih Gambar 8 Frekuensi pengambilan sampah pasar tradisional

83 VIII. ANALISIS PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL Analisis peningkatan pengelolaan sampah pasar tradisional dilakukan berdasarkan skenario sebagai berikut : Timbulan sampah pasar per harinya adalah 262 m 3 dan yang terangkut sebanyak 233 m 3, sisanya sebanyak 29 m 3 tidak terangkut. Jika anggaran sampah terangkut sebesar Rp.5.176,00 per liter per hari (Profil Nasional Bangun Praja, 2004), maka untuk mengangkut sampah yang tersisa dan mencapai target sampah terangkut 100 % diperlukan dana sebesar Rp ,00 per harinya. Karena dana Pemerintah Kota yang berasal dari APBD (Anggaraan Pendapatan dan Belanja Daerah) tidak mencukupi, maka perlu diupayakan dana dari sumber lain. Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan beker jasama dengan Kantor Pengelolaan Pasar berusaha meningkatkan pengelolaan sampah khususnya di pasar tradisional. Usaha peningkatan pengelolaan dilakukan dengan cara : 1. Mengelola sampah dari sumbernya dengan cara melakukan pemilahan sampah antara sampah basah (sisa sayuran, sisa buah-buahan, sisa ikan, daun pembungkus dll) dengan sampah kering (plastik, kertas, pecahan kaca, kayu) 2. Pembuatan kompos untuk sampah organik. Sekitar 80 % sampah terdiri dari sampah organik, jika sampah ini dibuat kompos maka sampah yang diangkut ke TPA akan banyak berkurang. Usaha ini diharapkan dapat mengurangi timbulan sampah sehingga pencemaran lingkungan dapat dihindari dan biaya pengangkutan sampah dapat dikurangi. Agar usaha peningkatan pengelolaan ini dapat berhasil dengan baik, pedagang pasar tradisional perlu dilibatkan. Keterlibatan pedagang diwujudkan dengan kesediaan membayar peningkatan pengelolaan sampah pasar. Analisis yang dilakukan berdasarkan skenario tersebut adalah : 1. Analisis terhadap pilihan setuju atau tidak setuju atas usaha peningkatan pengelolaan sampah pasar. 2. Analisis terhadap pilihan bersedia atau tidak bersedia membayar (WTP) peningkatan pengelolaan sampah pasar.

84 71 3. Analisis regresi logistik untuk mengetahui faktor -faktor yang berpengaruh terhadap pilihan bersedia atau tidak bersedia membayar peningkatan pengelolaan sampah pasar. 4. Analisis CVM untuk memperoleh nilai WTP. 5. Analisis regresi linier untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai WTP peningkatan pengelolaan sampah pasar dan uji anova untuk menguji adanya perbedaan nilai WTP pedagang di pasar besar, sedang dan kecil Analisis Pilihan Setuju atau Tidak Setuju terhadap Usaha Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Tidak seluruh pedagang setuju dengan program peningkatan pengelolaan sampah pasar dengan alasan yang berbeda. Tabel 24 menunjukkan pilihan setuju atau tidak setuju terhadap usaha peningkatan pengelolaan sampah pasar. Tabel 24 Pilihan setuju atau tidak setuju terhadap peningkatan pengelolaan sampah pasar No Jenis Pasar Setuju Tidak setuju Jumlah % Jumlah % Total (Orang) 1 Pasar Besar , , Pasar Sedang 50 73, , Pasar Kecil 25 60, ,02 41 Jumlah , , Sumber : Data primer diolah, tahun 2004 Sebanyak 220 orang (86,96 %) pedagang di pasar besar setuju dengan program peningkatan pengelolaan sampah pasar yang dikemukan dengan alasan sebagai berikut : a. Masalah sampah merupakan masalah bersama antara pedagang dan Pemerintah Kota (45,91 %), b. Program ini membuat pasar menjadi lebih bersih dan nyaman (37,73 %) dan c. Penanganan sampah di tingkat pedagang meningkatkan kapasitas pengangkutan sampah (16,36 %).

85 72 Pedagang yang tidak setuju dengan program yang dikemukakan yaitu 33 orang (13,04 %) dengan alasan sebagai berikut : a. Sudah membayar retribusi sehingga kebersihan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota (27,27 %), b. Program akan membebani pedagang karena akan meningkatkan retribusi yang sudah dibayarkan (36,36 %), c. Mengurangi keuntungan (36,36 %). Sebanyak 50 orang (73,53 %) pedagang di pasar sedang setuju dengan program peningkatan pengelolaan sampah pasar yang dikemukan dengan alasan sebagai berikut : a. Masalah sampah merupakan masalah bersama antara pedagang dan Pemerintah Kota (36 %), b. Program ini membuat pasar menjadi lebih bersih dan nyaman (46 %) dan c. Penanganan sampah di tingkat pedagang meningkatkan kapasitas pengangkutan sampah (18 %). Pedagang yang tidak setuju dengan program yang dikemukakan sebanyak 18 orang (26,47 %) dengan alasan sebagai berikut: a. Sudah membayar retribusi, sehingga kebersihan menjadi tanggung jawab Pemkot (27,78 %), b. Program membebani pedagang karena meningkatkan retribusi yang sudah dibayarkan (33,33 %), c. mengurangi keuntungan (38,89 %). Di pasar kecil sebanyak 25 orang (60,98 %) pedagang setuju dengan program peningkatan pengelolaan sampah pasar yang dikemukan dengan alasan sebagai berikut : a. Masalah sampah merupakan masalah bersama antara pedagang dan Pemerintah Kota (28 %), b. Program membuat pasar menjadi lebih bersih dan nyaman (52 %) dan c. Penanganan sampah di tingkat pedagang meningkatkan kapasitas pengangkutan sampah (20 %). Pedagang yang tidak setuju dengan program yang dikemukakan sebanyak 16 orang (39,02 %) dengan alasan sebagai berikut a. Sudah membayar retribusi, sehingga kebersihan menjadi tanggung jawab Pemkot (31,25 %), b. Program membebani pedagang karena meningkatkan retribusi yang sudah dibayarkan (37,50 %), c. mengurangi keuntungan (31,25 %) Analisis Pilihan bersedia atau Tidak bersedia membayar terhadap Usaha Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Analisis pilihan atas bersedia atau tidak bersedia membayar peningkatan pengelolaan sampah pasar dilakukan berdasarkan jawaban responden ditunjukkan pada Tabel 25.

86 Tabel 25 Pilihan bersedia atau tidak bersedia membayar peningkatan pengelolaan sampah pasar No Jenis Pasar Bersedia Tidak bersedia Jumlah % Jumlah % Total (Orang) 1 Pasar Besar , , Pasar Sedang 49 72, , Pasar Kecil 25 60, ,02 41 Jumlah , , Sumber : Data primer diolah, tahun Sebanyak 195 orang (77,08 %) pedagang di pasar besar bersedia membayar usaha peningkatan pengelolaan sampah pasar dengan alasan sebagai berikut : a. Setiap peningkatan pelayanan akan diikuti oleh peningkatan biaya sehingga seluruh pihak harus menanggung (34,36 %), b. Pedagang percaya bahwa program akan memberi manfaat (30,26 %) dan c. Sudah waktunya dilakukan penyesuaian retribusi (35,38 %). Pedagang yang tidak bersedia membayar sebanyak 58 orang (22,92 %) dengan alasan sebagai berikut : a. Saat ini tekanan ekonomi semakin berat sehingga peningkatan pembayaran akan membebani pedagang (43,10 %), b. Dana peningkatan pengelolaan sampah seharusnya diambil dari APBD (37,93 %) dan c. Pengelolaan sampah sudah menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota (18,97 %). Sebanyak 49 orang (72,06 %) pedagang di pasar sedang bersedia membayar usaha peningkatan pengelolaan sampah pasar dengan alasan sebagai berikut : a. Setiap peningkatan pelayanan akan diikuti oleh peningkatan biaya sehingga seluruh pihak harus menanggung (38,78 %), b. Pedagang percaya bahwa program akan memberi manfaat (24,49 %) dan c. Sudah waktunya dilakukan penyesuaian retribusi (36,73 %). Pedagang yang tidak bersedia membayar sebanyak 19 orang (27,94 %) dengan alasan sebagai berikut : a. Setiap peningkatan pelayanan akan diikuti oleh peningkatan biaya sehingga seluruh pihak harus menanggung (31,58 %), b. Pedagang percaya bahwa program akan memberi manfaat (36,84 %) dan c. Sudah waktunya dilakukan penyesuaian retribusi (31,58 %). Sebanyak 25 orang (60,98 %) pedagang di pasar kecil bersedia membayar usaha peningkatan pengelolaan sampah pasar dengan alasan sebagai berikut :

87 74 a. Setiap peningkatan pelayanan akan diikuti oleh peningkatan biaya sehingga seluruh pihak harus menanggung (44,00 %), b. Pedagang percaya bahwa program akan memberi manfaat (36,00 %) dan c. Sudah waktunya dilakukan penyesuaian retribusi (20,00 %). Pedagang yang tidak bersedia membayar sebanyak 16 orang (39,02 %) dengan alasan sebagai berikut : a. Saat ini tekanan ekonomi semakin berat sehingga peningkatan pembayaran akan membebani pedagang (25,00 %), b. Dana peningkatan pengelolaan sampah seharusnya diambil dari APBD (31,25 %) dan c. Pengelolaan sampah sudah menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota (43,75 %) Analisis Regresi Logistik atas pilihan bersedia atau tidak bersedia membayar Usaha Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Peubah respon (dependen) dalam regresi logistik berupa jawaban Ya/Tidak. Regresi ini digunakan untuk mengetahui peubah-peubah yang mempengaruhi peluang jawaban ya (bersedia membayar). Untuk menganalisa peluang responden me mbayar dilakukan dengan memasukkan semua peubah penjelas (independen) yang sudah dikatagorikan. Peubah respon dan peubah penjelas yang dipergunakan dalam regresi logistik ditampilkan pada Tabel 26. Analisis regresi logistik dilakukan pada pedagang di pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil.

88 75 Tabel 26 Variabel yang dipergunakan dalam regresi logistik Variabel Variabel (dependen) Respon Deskripsi Y 1 Kesediaan membayar (WTP) peningkatan pengelolaan sampah pasar tradisional Kota Bogor 0 : tidak bersedia membayar 1 : bersedia membayar Variabel Independen (penjelas) Umur 1. < 20 tahun tahun 3. > 40 tahun Pendidikan 1. SD 2. SMP 3. SMA Pendapatan 1. < Rp Rp > Rp Tanggungan 1. 0 orang orang 3. >3 orang Status Tempat berdagang 1. sewa 2. hak milik 3. berpindah Lama berdagang 1. < 5 th th 3. > 10 th Jumlah Sampah 1.< 10 kg kg 3. >15 kg Katagori Pedagang 1. Pedagang kios 2. Pedagang los 3. PKL Perlakuan terhadap sampah 1. Dibuang di sungai/selokan dekat pasar 2. Diambil petugas lalu dibawa ke TPS 3. Dibuang sendiri ke TPS Penanggung jawab kebersihan pasar 1. Pedagang 2. Pemerintah Kota 3. Pedagang dan Pemerintah Kota Pasar Besar Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan bersedia atau tidak bersedia membayar pedagang untuk meningkatkan pengelolaan sampah pasar di pasar besar dan besarnya peluang faktor tersebut ditampilkan pada Tabel 27.

89 Tabel 27 Model regresi logistik pilihan kesediaan membayar pedagang di pasar besar Variabel B Wald Odd Ratio P Umur * Pendapatan * Pendidikan * Jumlah tanggungan Status tempat dagang Lama berdagang **** Jumlah sampah Jenis pedagang *** Cara buang sampah Penanggung jawab Konstanta Keterangan : R 2 : 24,4 % Hosmer & Lemeshow test : 0,820 Tingkat significan : * : significan á 1 % *** : significan á 10 % **** : significan á 15 % Model regresi logistik WTP pedagang pasar besar yang terbentuk mempunyai nilai Hosmer & Lemeshow test sebesar 0,820. Nilai ini lebih besar dari á 5 %, sehingga model yang terbentuk cukup baik. Nilai R 2 dari ringkasan model adalah sebesar 24,4 %. Mengutip Mitchell & Carson (1989) dalam Putri (2002), nilai R 2 dalam penelitian ekonomi lingkungan dapat ditolerir sampai 15 %. Jadi model yang diperoleh cukup baik. Nilai R 2 menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel-variabel penduga (independent variable) dalam menentukan peluang responden bersedia membayar. Secara bersama -sama, semua variabel penduga menentukan 24,4 % peluang res ponden bersedia membayar, sementara 75,6 % adalah pengaruh variabel yang tidak diamati dalam penelitian. Berdasarkan pemodelan ini diketahui faktor -faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan bersedia dan tidak bersedia membayar peningkatan pengelolaan sampah pasar besar adalah : umur, pendidikan, pendapatan, lama berdagang dan jenis pedagang Umur Nilai P variabel umur adalah 0,008 yang berarti berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 1,182

90 77 (bertanda positif) berarti semakin bertambah umur pedagang maka semakin besar peluang kesediaan untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah pasar. Hal ini disebabkan karena pertambahan umur akan membuat seseorang menjadi lebih dewasa dan arif dalam membuat pertimbangan/keputusan. 2. Pendidikan Nilai P variabel pendidikan adalah 0,006 yang berarti berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 0,826 (bertanda positif) berarti semakin tinggi pendidikan pedagang ma ka semakin besar peluang kesediaan untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah. Hal ini disebabkan karena pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan sehingga semakin tinggi pendidikan semakin banyak pula pengetahuan pedagang yang dapat membuat mereka lebih peduli terhadap lingkungan. 3. Pendapatan Nilai P variabel pendapatan adalah 0,002 yang berarti berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 0,931 (bertanda positif) berarti semakin tinggi pendapatan pedagang maka semakin besar pula peluang kesediaan untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah. 4. Lama berdagang Nilai P variabel lama berdagang adalah 0,102 yang berarti berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 0,436 (bertanda positif) berarti semakin lama pedagang menekuni usahanya maka semakin besar peluang kesediaan untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah. Pedagang yang telah lama menjalankan usahanya memiliki pengalaman yang cukup sehingga mereka menjadi lebih arif dalam menyikapi segala sesuatu.

91 78 5. Jenis Pedagang Nilai P variabel jenis pedagang adalah 0,087 yang berarti berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 0,692 (bertanda positif) berarti pedagang yang berdagang di kios berpeluang untuk bersedia membayar peningkatan pengelolaan sampah yang lebih tinggi. Pedagang kios mempunyai modal yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang kaki lima sehingga bersedia membayar biaya peningkatan pengelolaan sampah yang lebih besar Pasar Sedang Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan bersedia atau tidak bersedia membayar pedagang untuk meningkatkan pengelolaan sampah pasar di pasar sedang dan besarnya peluang faktor tersebut ditampilkan pada Tabel 24. Tabel 28 Model regresi logistik pilihan kesediaan membayar pedagang di pasar sedang Variabel B Wald Odd Ratio P Umur Pendapatan Pendidikan Jumlah tanggungan Status tempat dagang Lama berdagang **** Jumlah sampah Jenis pedagang Cara buang sampah Penanggung jawab *** Konstanta Keterangan : R 2 : 18,6 % Hosmer & Lemeshow test : 0,667 Tingkat significan : *** : significan á 10 % **** : significan á 15 % Model regresi logistik WTP pedagang pasar sedang yang terbentuk mempunyai nilai Hosmer & Lemeshow test sebesar 0,667. Nilai ini lebih besar dari á 5 %, sehingga model yang terbentuk cukup baik. Nilai R 2 dari ringkasan model adalah sebesar 18,6 %. Mengutip Mitchell & Carson (1989) dalam Putri (2002), nilai R 2 dalam penelitian ekonomi lingkungan dapat ditolerir sampai 15 %. Jadi model

92 79 yang diperoleh cukup baik. Nilai R 2 menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel-variabel penduga dalam menentukan peluang responden bersedia membayar. Secara bersama-sama, semua variabel penduga menentukan 18,6 % peluang responden untuk bersedia membayar, sementara 81,4 % adalah pengaruh variabel yang tidak diamati dala m penelitian. Berdasarkan pemodelan ini, diketahui faktor -faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah di pasar sedang adalah: lama berdagang dan penanggung jawab pengelolaan sampah pasar. 1. Lama berdagang Nilai P variabel lama berdagang adalah 0,131 yang berarti berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar -0,834 (bertanda negatif) berarti semakin lama pedagang menekuni usahanya maka semakin kecil peluang kesediaan untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah. Pedagang di pasar kecil merasa meskipun telah lama menjalankan usahanya tetapi pendapatannya tidak mencukupi sehingga cenderung untuk tidak bersedia membayar peningkatan pe ngelolaan sampah pasar. 2. Penanggung jawab pengelolaan sampah pasar Nilai P variabel lama berdagang adalah 0,086 yang berarti berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 0,590 (bertanda positif) berarti pe dagang yang berpendapat bahwa pengelolaan sampah pasar sebaiknya dilakukan bersama-sama antara pedagang dan pemerintah kota mempunyai peluang akan membayar lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang yang merasa pemerintah kota merupakan penanggung jawab pengelolaan sampah pasar Pasar Kecil Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan bersedia atau tidak bersedia membayar pedagang untuk meningkatkan pengelolaan sampah pasar di pasar besar dan besarnya peluang faktor tersebut ditampilkan pada Tabel 29.

93 80 Tabel 29 Model regresi logistik WTP (ya/tidak) responden di pasar kecil Variabel B Wald Odd Ratio P Umur ** Pendapatan Pendidikan Jumlah tanggungan *** Status tempat dagang Lama berdagang Jumlah sampah Jenis pedagang Cara buang sampah *** Penanggung jawab Konstanta Keterangan : R 2 : 45,8 % Hosmer & Lemeshow test : 0,299 Tingkat significan : ** : significan á 5 % *** : significan á 10 % Model regresi logistik WTP pedagang pasar kecil yang terbentuk mempunyai nilai Hosmer & Lemeshow test sebesar 0,299. Nilai ini lebih besar dari á 5 %, sehingga model yang terbentuk cukup baik. Nilai R 2 dari ringkasan model adalah sebesar 45,8 %. Mengutip Mitchell & Carson (1989) dalam Putri (2002), nilai R 2 dalam penelitian ekonomi lingkungan dapat ditolerir sampai 15 %. Jadi model yang diperoleh cukup baik. Nilai R 2 menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel-variabel penduga dalam menentukan peluang responden bersedia membayar. Secara bersama-sama, semua variabel penduga menentukan 45,8 % peluang responden untuk bersedia membayar, sementara 54,2 % adalah pengaruh variabel yang tidak diamati dalam penelitian. Berdasarkan pemodelan ini diketahui faktor -faktor yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar (Ya/Tidak) responden pedagang pasar kecil adalah: umur, jumlah tanggungan, jenis pedagang dan cara membuang sampah. 1. Umur Nilai P variabel umur adalah 0,017 yang berarti berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 4,076 (bertanda positif) berarti semakin bertambah umur pedagang maka semakin besar peluang kesediaan untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah

94 pasar. Hal ini disebabkan karena pertambahan umur akan membuat seseorang menjadi lebih dewasa dan arif dalam membuat pertimbangan/keputusan Jumlah tanggungan Nilai P variabel jumlah tanggungan adalah 0,054 yang berarti berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar - 1,645 (bertanda negatif) berarti semakin banyak jumlah tanggungan, semakin kecil peluang kesediaan untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah pasar. Hal ini disebabkan karena bertambahnya jumlah tanggungan akan menambah pengeluaran, sehingga penambahan pengeluaran berupa kesediaan membayar peningkatan pengelolaan sampah dirasa akan memberatkan. 3. Cara membuang sampah Nilai P variabel cara membuang sampah adalah 0,067 yang berarti berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 1,752 (bertanda positif) berarti pedagang yang membuang sendiri sampahnya ke TPS berpeluang lebih besar untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah jika diba ndingkan dengan pedagang yang mengonggokkan sampahnya begitu saja Analisis CVM Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Sampel penelitian yang digunakan pada CVM untuk tujuan analisis kesediaan membayar (WTP) terhadap peningkatan pengelolaan sampah pasar adalah pedagang di pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil sebanyak 362 orang. Pelaksanaan CVM dilakukan dengan tahapan : pembentukan pasar hipotetik, mendapatkan nilai penawaran, menghitung rataan nilai WTP, memperkirakan kurva permintaan dan menjumlahka n data Pembentukan Pasar Hipotetik Peningkatan pengelolaan sampah pasar dilakukan untuk menanggulangi sampah pasar yang menunpuk karena tidak terangkut oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor. Setiap harinya dari 262 m 3 sampah pasar, ada 29 m 3

95 82 sampah yang tidak terangkut dan menumpuk di pasar. Upaya peningkatan pengelolaan sampah dilakukan dengan melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik serta usaha pembuatan kompos dengan bahan baku sampah pasar. Usaha peningkatan ini dilakukan secara bersama-sama antara pedagang pasar, pemerintah kota dan pihak swasta Mendapatkan Nilai Penawaran (Obtaining Bids) Berdasarkan pernyataan dan internal nilai yang ditawarkan dalam kuisioner, maka diperoleh nilai penawaran pedagang terhadap peningkatan pengelolaan sampah pasar berupa sejumlah uang yang bersedia dibayarkan (WTP). Tabel 30 menunjukkan nilai tengah dan standar deviasi WTP pedagang pasar tradisional Kota Bogor. Tabel 30 Nilai tengah dan standar deviasi WTP pedagang pasar tradisional Kota Bogor Jenis Pasar Median (Rp) Standar Deviasi 1 Pasar Besar 4.200, ,60 2 Pasar Sedang 3.500,00 835,60 3 Pasar Kecil 3.200,00 904,80 Sumber : Data primer, dio lah tahun 2004 Nilai tengah WTP pasar besar sebesar Rp 4.200,00 dengan standar deviasi 1.033,60. Nilai Tengah WTP pedagang pasar sedang sebesar Rp 3.500,00 dengan standar deviasi 835,60 dan nilai WTP pedagang pasar kecil adalah Rp 3.200,00 dengan standar deviasi sebesar 904, Menghitung Rataan Nilai WTP Rataan nilai WTP pedagang di pasar besar, sedang dan kecil ditunjukkan pada Tabel 31. Berdasarkan distribusi nilai WTP dan frekuensinya diperoleh rataan nilai WTP pedagang di pasar besar, sedang dan kecil berturut -turut sebesar Rp 4.244,00, Rp 3.695,00 dan Rp 3.152,00. Berdasarkan frekuensinya, sebagian besar pedagang di pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil mempunyai WTP yang lebih besar dari WTP rata-rata di tiap pasar.

96 83 Tabel 31 WTP rata-rata pedagang pasar besar, sedang dan kecil No Jenis Pasar WTP (Rp) Frekuensi % Kumulatif WTP x f (orang) (Rp) 1 Pasar Besar 2.700, ,32 23, , , ,91 31, , , ,34 52, , , ,95 73, , , ,02 88, , , ,91 96, , ,00 9 3, ,00 Jumlah ,00 Rata-rata 4.255,00 2 Pasar Sedang 2.500, ,41 29, , , ,53 52, , , ,53 76, , , ,71 91, , ,00 6 8, ,00 Jumlah ,00 Rata-rata 3.603,00 3 Pasar Kecil 2.200, ,02 39, , , ,63 53, , , ,51 73, , , ,51 92, , ,00 3 7, ,00 Jumlah ,00 Rata-rata 3.212,00 Sumber : Data primer diolah, tahun Memperkirakan Kurva Permintaan (Bid Curve) Kurva permintaan dibentuk berdasarkan nilai WTP pedagang yang diperoleh. Dari kurva permintaan tersebut dapat dihitung surplus konsumen di pasar tradisional. Perhitungan surplus konsumen didasarkan pada WTP pasar ratarata, yaitu : SK = (WTPi - P) dimana : WTPi > P SK = Surplus Konsumen WTPi = WTP pedagang ke -I P = WTP rata-rata

97 84 Gambar 9 menampilkan kurva permintaan WTP pedagang di pasar besar. Surplus konsumen ditunjukkan dengan segitiga diatas WTP rata -rata. Surplus konsumen yang diperoleh dari pedagang di pasar besar adalah sebesar Rp , WTPBSR Observed Linear PDG Gambar 9 Kurva permintaan WTP pedagang di pasar besar Gambar 10 menampilkan kurva permintaan WTP pedagang di pasar sedang. Surplus konsumen yang diperole h dari pedagang di pasar sedang adalah sebesar Rp , WTPSDG Observed Linear PDG Gambar 10 Kurva permintaan WTP pedagang di pasar sedang

98 WTPKCL Observed Linear PDG Gambar 11 Kurva permintaan WTP pedagang di pasar kecil Gambar 11 menampilkan kurva permintaan WTP pedagang di pasar sedang. Surplus konsumen yang diperoleh dari pedagang di pasar sedang adalah sebesar Rp 8.965, Menjumlahkan Data (Agregating Data) Tabel 32 menampilkan Total WTP pedagang di pasar besar, sedang dan kecil. Total WTP pedagang di pasar besar adalah sebesar Rp ,00,total WTP pedagang di pasar sedang adalah sebesar Rp ,00 dan total WTP pedagang di pasar kecil sebesar Rp ,00 sehingga diperoleh total WTP pedagang pasar tradisional Kota Bogor sebesar Rp ,00 setiap harinya. Tabel 32 Total WTP pedagang di pasar tradisional Kota Bogor No Jenis Pasar WTP Ratarata Jumlah Pedagang Total WTP (Rp/hari) (Orang) (Rp/hari) 1 Pasar Besar 4.255, ,00 2 Pasar Sedang 3.603, ,00 3 Pasar Kecil 3.212, ,00 Total ,00 Sumber : Data primer diolah, tahun 2004

99 Analisis Regresi Linier Nilai WTP Pedagang Pasar Tradisional Sampel dalam analisis ini adalah pedagang yang bersedia membayar (WTP) peningkatan pengelolaan sampah pasar. Regresi ini digunakan untuk mengetahui peubah-peubah yang mempengaruhi WTP pedagang di pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil Pasar Besar Tabel 33 menunjukkan hasil analisis regresi nilai WTP pedagang di pasar besar. Model yang dihasilkan mempunyai nilai R 2 (adj) sebesar 33,4 %, berarti keragaman WTP pedagang di pasar besar dapat diterangkan sebesar 33,4 % oleh model sedangkan sisanya sebesar 66,6 % diterangkan oleh faktor lain diluar model. Mengutip Mitchell & Carson (1989) dalam Putri (2002), nilai R 2 dalam penelitian ekonomi lingkungan dapat ditolerir sampai 15 %. Jadi model yang diperoleh cukup baik. Kemudian secara serentak peubah bebas (independent variable) berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang pasar besar, hal ini dibuktikan dengan nilai P dari F statistik yang lebih kecil dari α yaitu sebesar Tabel 33 Hasil analisis regresi linier WTP pedagang pasar besar Variabel B t P Umur * Pendapatan * Pendidikan * Jumlah tanggungan Lama berdagang * Jumlah sampah Jenis pedagang ** Cara buang sampah Penanggung jawab Konstanta Keterangan : R 2 : 36,1 % F hit : 13,648 R 2 adj : 33,4 % F tab : 2,078 (5 %) Prob (F hit) : Tingkat significan : * : significan á 1 % ** : significan á 5 % *** : significan á 10 %

100 87 Data yang diperoleh menyebar normal dan pada model tidak terjadi pelanggaran terhadap multikolinieritas dan autokorelasi. Variabel yang berpengaruh terhadap nilai WTP pedagang di pasar besar adalah : umur, pendidikan, pendapatan, lama berdagang dan jenis pedagang. 1. Umur Nilai P variabel umur adalah 0,054 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 367,855 (bertanda positif) berarti semakin berumur, semakin besar nilai WTP yang dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. Hal ini disebabkan karena pertambahan umur akan membuat seseorang menjadi lebih dewasa dan arif dalam membuat pertimbangan/keputusan. 2. Pendidikan Nilai P variabel pendidikan adalah 0,008 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 243,850 (bertanda positif) berarti semakin tinggi pendidikan pedagang, semakin besar nilai WTP yang dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. Hal ini disebabkan karena pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan sehingga semakin tinggi pendidikan semakin banyak pula pengetahuan pedagang yang dapat membuat mereka lebih peduli terhadap lingkungan. 3. Pendapatan Nilai P variabel pendapatan adalah 0,000 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 403,122 (bertanda positif) berarti semakin tinggi pendapatan pedagang, semakin besar nilai WTP yang dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. 4. Lama berdagang Nilai P variabel lama berdagang adalah 0,006 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 243,970 (bertanda positif) berarti semakin lama pedagang menekuni usahanya, semakin besar

101 88 nilai WTP yang dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. Pedagang yang telah lama menjalankan usahanya memiliki pengalaman yang cukup sehingga mereka menjadi lebih arif dalam bersikap. 5. Jenis Pedagang Nilai P variabel jenis berdagang adalah 0,038 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 261,369 (bertanda negatif) berarti makin kecil kelas pedagang (pedagang kaki lima) semakin kecil nilai WTP yang dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. Hal ini berkaitan dengan pendapatan yang diperoleh, PKL memiliki pendapatan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan pedagang yang memiliki kios atau los sehingga pedagang kaki lima cenderung membayar lebih sedikit untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar Pasar Sedang Tabel 34 menunjukkan hasil analisis regresi nilai WTP pedagang di pasar sedang. Model yang dihasilkan mempunyai nilai R 2 (adj) sebesar 24,8 %. Tabel 34 Hasil analisis regresi linier WTP pedagang pasar sedang Variabel B t P Umur Pendapatan * Pendidikan ** Jumlah tanggungan Lama berdagang ***** Jumlah sampah Jenis pedagang *** Cara buang sampah Penanggung jawab ***** Konstanta 1, Keterangan : R 2 : 40,2 % F hit : 2,617 R 2 adj : 24,8 % F tab : 2,28 (5%) Prob (F hit) : Tingkat significan : * : significan á 1 % ** : significan á 5 % *** : significan á 10 % ***** : significan á 20 %

102 89 Hal ini menunjukkan keragaman WTP pedagang di pasar sedang dapat diterangkan sebesar 24,8 % oleh model sedangkan sisanya sebesar 75,2 % diterangkan oleh faktor lain diluar model. Mengutip Mitchell & Carson (1989) dalam Putri (2002), nilai R 2 dalam penelitian ekonomi lingkungan dapat ditolerir sampai 15 %. Jadi model yang diperoleh cukup baik. Kemudian secara serentak peubah bebas (independent variable) berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang pasar sedang, hal ini dibuktikan dengan nilai P dari F hitung yang lebih kecil dari α yaitu sebesar 0,015. Data yang diperoleh menyebar normal dan pada model tidak terjadi pelanggaran terhadap multikolinieritas, dan autokorelasi. Variabel yang berpengaruh terhadap nilai WTP pedagang di pasar besar adalah : pendidikan, pendapatan, lama berdagang, jenis pedagang dan penanggung jawab pengelolaan sampah pasar. 1. Nilai P variabel pendapatan adalah 0,006 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 277,957 (bertanda positif) berarti semakin tinggi pendapatan pedagang, semakin besar nilai WTP yang dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. 2. Pendidikan Nilai P variabel pendidikan adalah 0,043 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar -261,506 (bertanda negatif) berarti semakin tinggi pendidikan pedagang, semakin kecil nilai WTP yang dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. 3. Lama berdagang Nilai P variabel lama berdagang adalah 0,185 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 186,711 (bertanda positif) berarti semakin lama pedagang menekuni usahanya, semakin besar nilai WTP yang dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. Pedagang yang telah lama menjalankan usahanya memiliki pengalaman yang cukup sehingga mereka menjadi lebih arif dalam menyikapi berbagai masalah.

103 90 4. Jenis Pedagang Nilai P variabel jenis berdagang adalah 0,083 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 217,246 (bertanda negatif) berarti makin kecil kelas pedagang (pedagang kaki lima) semakin kecil nilai WTP yang dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. Hal ini berkaitan dengan pendapatan yang diperoleh, pedagang kaki lima memiliki pendapatan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan pedagang yang memiliki kios atau los sehingga pedagang kaki lima cenderung membayar lebih sedikit untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. 5. Penanggung jawab pengelolaan sampah pasar Nilai P variabel jenis berdagang adalah 0,185 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 114,395 (bertanda positif) berarti pedagang yang berpendapat bahwa pengelolaan sampah pasar sebaiknya dilakukan bersama-sama antara pedagang dan pemerintah kota mempunyai peluang akan membayar lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang yang merasa pemerintah kota merupakan penanggung jawab pengelolaan sampah pasar Pasar Kecil Tabel 35 menunjukkan hasil analisis regresi nilai WTP pedagang di pasar kecil. Model yang dihasilkan mempunyai nilai R 2 (adj) sebesar 46,8 %, berarti keragaman WTP pedagang di pasar kecil dapat diterangkan sebesar 46,8 % oleh model sedangkan sisanya sebesar 53,2 % diterangkan oleh faktor lain diluar model. Mengutip Mitchell & Carson (1989) dalam Putri (2002), nilai R 2 dalam penelitian ekonomi lingkungan dapat ditolerir sampai 15 %. Jadi model yang diperoleh cukup baik. Kemudian secara serentak peubah bebas (independent variable) berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang pasar kecil, hal ini dibuktikan dengan nilai P dari F hitung yang lebih kecil dari α yaitu sebesar 0,024.

104 91 Tabel 35 Hasil analisis regresi linier WTP pedagang pasar kecil Variabel B t P Umur * Pendapatan Pendidikan Jumlah tanggungan *** Lama berdagang Jumlah sampah Jenis pedagang Cara buang sampah **** Penanggung jawab Konstanta Keterangan : R 2 : 46,8 % F hit : 2,548 R 2 adj : 28,4 % F tab : 3,00 (5%) Prob (F hit) : Tingkat significan : * : significan á 1 % ** : significan á 5 % *** : significan á 10 % **** : significan á 15 % Data yang diperoleh menyebar normal dan pada model terjadi pelanggaran terhadap multikolinieritas dan autokorelasi. Variabel yang berpengaruh terhadap nilai WTP pedagang di pasar besar adalah : umur, jumlah tanggungan dan cara membuang sampah 1. Umur Nilai P variabel umur adalah 0,002 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 1174,596 (bertanda positif) berarti semakin berumur, semakin besar nilai WTP yang dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. Hal ini disebabkan karena pertambahan umur akan membuat seseorang menjadi lebih dewasa dan arif dalam membuat pertimbangan/keputusan. 2. Jumlah tanggungan Nilai P variabel jumlah tanggungan adalah 0,017 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar - 470,656 (bertanda negatif) berarti semakin besar jumlah tanggungan semakin kecil

105 92 WTP yang bersedia dibayarkan pedagang. Hal ini disebabkan karena bertambahnya jumlah tanggungan akan menambah pengeluaran, sehingga penambahan pengeluaran berupa kesediaan membayar peningkatan pengelolaan sampah dirasa akan memberatkan. 3. Cara membuang sampah Nilai P variabel cara membuang sampah adalah 0,115 yang berarti berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pedagang. Nilai koefisien (B) sebesar 340,589 (bertanda positif) berarti pedagang yang membuang sendiri sampahnya ke TPS bersedia membayar lebih besar untuk peningkatan pengelolaan sampah jika dibandingkan dengan pedagang yang mengonggokkan sampahnya begitu saja Analisis Perbedaan Nilai WTP Untuk melihat apakah nilai rata -rata WTP pedagang di pasar tradisional secara statistik berbeda, dilakukan analisis sidik ragam. Hasil sidik ragam yang ditampilkan pada Tabel 36 menunjukkan nilai WTP rata-rata pedagang di pasar tradisional berbeda nyata pada tingkat á 1 %. Tabel 36 Analisis sidik ragam WTP rata-rata pedagang di pasar tradisional Kota Bogor Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung F tabel 1% Keragaman bebas Kuadrat Tengah Jenis Pasar , ,555 24,775* 4,66 Galat , ,857 Total ,652 Sumber : Data primer diolah, tahun 2004 Selanjutnya dilakukan uji untuk mengetahui nilai yang berbeda yang ditampilkan pada Tabel 37. WTP rata-rata pedagang di pasar besar berbeda nyata terhadap WTP rata-rata pedagang di pasar sedang dan pasar kecil. Hal ini karena pedagang di pasar besar mempunyai pendapatan lebih besar bila dibandingkan dengan pendapatan pedagang di pasar sedang maupun pasar kecil sehingga

106 93 kemampuan membayar pedagang di pasar besar menjadi lebih besar. WTP ratarata pedagang di pasar sedang berbeda nyata dengan WTP rata -rata pedagang pasar besar tetapi tidak berbeda nyata terhadap WTP pedagang dipasar kecil. Pendapatan pedagang di pasar sedang tidak banyak berbeda dibandingkan dengan pedagang di pasar kecil sehingga kemampuan pedagang untuk membayar (WTP) menjadi tidak berbeda. Tabel 37 Perbedaan WTP rata-rata pedagang di pasar tradisional Kota Bogor Perbandingan jenis pasar Perbedaan WTP Rata-rata Sig. 1 % Pasar Besar Pasar Sedang 583,14 0,000 * Pasar Kecil 1025,35 0,000 * Pasar Sedang Pasar Besar -583,14 0,000 * Pasar Kecil 442,22 0,070 Pasar Kecil Pasar Besar -1025,35 0,000 * Sumber : Data primer diolah, tahun 2004 Pasar Sedang -442,22 0, Kebijakan Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Pengelolaan sampah pasar saat sekarang ini menggunakan sistem kumpul-angkut yaitu sampah dikumpulkan dari para pedagang tanpa pemilahan di TPS atau kontainer, kemudian diangkut ke TPA. Dengan terus meningkatnya jumlah sampah, maka sistem kumpul-angkut ini akan menjadi beban yang berat baik dari segi pengangkutan maupun penggunaan lokasi pembuangan akhirnya (TPA). Sementara itu dana dan prasarana pengelolaan sampah yang terbatas menyebabkan tidak seluruh sampah dapat dikelola/diangkut. Sampah yang tidak terangkut ini menjadi sumber pencemaran. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk meninggalkan sistem tersebut dan beralih pada pendekatan penanganan mulai dari sumber sampah. Dengan pendekatan ini pengelolaan sampah tidak lagi berpikir untuk memusnahkan sampah yang sudah dihasilkan, tetapi melakukan upayaupaya pada saat sampah belum timbul atau belum dibuang ke TPA. Peningkatan pengelolaan sampah pasar dapat dilakukan dilakukan secara terpadu dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan. Beberapa pendekatan yang dapat

107 94 diambil untuk melaksanakan peningkatan pengelolaan sampah pasar antara lain adalah : (1) Mengurangi volume timbulan sampah dengan menerapkan konsep 4 R Konsep 4 R (reduce, reuse, recycle dan recovery) perlu disosialisasikan kepada para pedagang pasar agar mereka mau menggunakan kembali dan mendaur ulang sampah yang dihasilkannya. Mengurangi volume timbulan sampah diawali dengan pemilahan sampah oleh para pedagang dan menyediakan tempat sampah yang berbeda untuk sampah basah dan sampah kering. Sampah basah meliputi sisa sayur, buah, ikan dan daun pembungkus. Sampah kering misalnya kertas, plastik, kayu, kain, logam dan kaca. Tempat sampah yang digunakan dapat berbentuk kotak, silinder atau bin (tong) yang menggunakan tutup dan biasanya terbuat dari logam, plastik, fiberglass, kayu, bambu atau rotan yang ringan sehingga mudah dipindahkan atau dikosongkan. Kapasitas tempat sampah antara 10 liter sampai 40 liter dan diletakkan di tempat yang strategis yang tidak mengganggu lalu la lang pembeli. Penentuan ukuran (volume) tempat sampah berdasarkan pada (a) jumlah pedagang di tiap pasar, (b) frekuensi pengambilan/pengumpulan sampah, (c) cara pengambilan sampah (manual/elektrik). Pemilahan sampah ini bertujuan memudahkan pengolahan pada tahap berikutnya. Sampah basah dapat dijadikan kompos sedangkan sampah kering dapat diolah dan digunakan kembali. Pembuatan kompos dengan bahan baku sampah pasar dapat dilakukan dalam skala kawasan. Alternatif pengkomposan skala kawasan dapat dilakukan dengan sistem open windrow bergulir (Wahyono et al, 2003). Sistem ini telah disesuaikan dengan masalah-masalah yang banyak timbul di daerah perkotaan seperti masalah keterbatasan lahan, kesehatan masyarakat dan pencegahan pencemaran lingkungan. Tahapan pengkomposan sistem ini meliputi : pemilahan, penumpukan, perguliran, penyiraman, pengayakan serta pengemasan. Secara umum dalam pengkomposan ini, sampah ditumpuk memanjang (windrow) dengan dimensi lebar serta tinggi tertentu dan panjangnya disesuaikan denga n jumlah sampah dan kapasitas ruang pengolah kompos. Ukuran tumpukan sampah yang ideal adalah : lebar dua setengah meter, tinggi satu setengah meter dan panjang minimal delapan meter. Ukuran ini memungkinkan aerasi berjalan cukup baik.

108 95 Setiap minggu dilakukan perguliran tumpukan kompos. Perguliran kompos dilakukan dengan memindahkan tumpukan dari tempatnya ke tempat berikutnya. Pengkomposan berlangsung selama enam sampai tujuh minggu. Pemanfaatan sampah sebagai sumber energi layak untuk dipertimbangkan. Bila sampah telah termanfaatkan sejak dari hulu maka sistem sanitary landfill tidak memerlukan lahan yang luas dengan biaya besar, sanitary landfill hanya digunakan untuk menampung residu dari pengolahan sampah. (2) Perbaikan Peraturan Peraturan Pemerintah Kota Bogor di sektor kebersihan yang ada pada saat ini adalah peraturan tentang pembentukan institusi pengelola yaitu Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 19 Tahun 2002 tentang Organisasi Perangkat Daerah yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Kantor Pengelolaan Pasar. Peraturan yang mengatur penanganan sampah Kota Bogor mulai dari sumber sampah sampai ke TPA, belum ada secara khusus. Untuk itu perlu diterbitkan peraturan yang mengatur tentang pengelolaan sampah pasar secara khusus yang dilengkapi dengan upaya penegakan hukum, termasuk didalamnya pemberian insentif dan disinsentif. Peraturan tersebut didalamnya mencakup antara lain : Pengaturan kewajiban dan larangan bagi penimbul sampah Pengaturan pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir sampah yang mengakomodasi prinsip pengelolaan sampah terkini dan ketentuan perlindungan lingkungan Pengaturan tentang tarif pelayanan Pengaturan pembentukan lembaga pengelola sampah Pengaturan kerjasama antar kota/daerah, pihak swasta dan lain-lain Peraturan tentang tarif retribusi yang berlaku sekarang yaitu Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun 1999, sudah tidak dapat lagi mengakomodasi keadaan sekarang. Meningkatnya jumlah timbulan sampah pada tahun 1999 dibandingkan pada saat ini (tahun 2003), serta meningkatnya jumlah pedagang, jumlah pasar yang ada, menjadikan perlu dilakukannya peninjauan kembali Perda tersebut. Penentuan besarnya tarif retribusi berdasarkan pada luasan tempat berjualan,

109 96 sebaiknya digantikan dengan besarnya jumlah sampah yang dihasilkan pedagang. Prinsip polluters pay, menyebabkan pedagang dengan jumlah sampah yang besar harus membayar lebih banyak untuk pengelolaan sampah. Kesediaan membayar (WTP) pedagang pasar yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dala m meninjau kembali Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun Besarnya WTP pedagang pasar yang diperoleh dalam penelitian yaitu sebesar Rp ,00 per harinya merupakan potensi dana yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan pengelolaan sampah pasar. (3) Peningkatan Partisipasi Pedagang Pasar Langkah mengurangi timbulan sampah tidak akan efektif tanpa peran aktif dari masyarakat pedagang. Merekalah penghasil utama sampah dan mereka pula yang merasakan dampak negatif bila sampah tidak dikelola dengan baik. Partisipasi pedagang pasar dalam pengelolaan sampah pasar saat ini masih sangat rendah, hanya terbatas pada pembayaran retribusi. Sebagian kecil pedagang sudah melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan pasar namun sifatnya masih insidentil dan tidak kontinyu, biasanya dikaitkan dengan hari besar tertentu. Hasil penelitian menunjukkan kesediaan membayar pedagang pasar untuk membayar peningkatan pengelolaan sampah pasar sebesar 77,08 % di pasar besar, 72,06 % di pasar sedang dan 60,98 % di pasar kecil merupakan indikasi meningkatnya partisipasi pedagang dalam pembayaran retribusi. Peningkatan dalam pembayaran retribusi sebaiknya didasari oleh kepedulian pedagang terhadap lingkungan. Kepedulian ini ditingkatkan melalui sosialisasi/penyuluhan tentang konsep 4 R yang intensif di tiap pasar. Kesanggupan pedagang pasar untuk memilah sampahnya sebelum dibuang merupakan awal dari usaha penerapan konsep 4 R tersebut. Hasil penelitian yang menyangkut persepsi pedagang atas perlakuan mereka terhadap sampah, keguna an pemisahan sampah organik dan anorganik, dampak negatif dari sampah serta penanggung jawab pengelolaan sampah pasar dapat dijadikan dasar pelaksanaan sosialisasi usaha peningkatan pengelolaan sampah pasar.

110 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi dan analisis terhadap permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Pedagang di pasar tradisional umumnya merupakan pedagang laki-laki berumur antara 20 sampai 40 tahun dan menghasilkan sampah sebanyak lima sampai 15 kg per harinya. Karakteristik umum dairi pedagang bervariasi. Hal ini dilihat dari kondisi sosial ekonomi pedagang yaitu pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan, status tempat berdagang, jenis pedagang dan lama berdagang. 2. Sampah pasar menimbulkan pencemaran pada air sungai, udara (bau), mengganggu kesehatan dan estetika lingkungan. 3. Pedagang di pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil yang bersedia membayar peningkatan pengelolaan sampah pasar sebanyak 77,08 %, 72,06 % dan 60,98 %. WTP rata-rata pedagang pasar besar, sedang dan kecil adalah sebesar Rp 4.255,00, Rp 3.603,00 dan Rp ,00 sehingga diperoleh total WTP sebesar Rp ,00 per harinya. WTP rata-rata pedagang di pasar besar berbeda nyata dengan WTP rata-rata pedagang di pasar sedang dan pasar kecil sedangkan. Kesediaan membayar pedagang di pasar besar dipengaruhi oleh : umur, pendidikan, pendapatan, lama berdagang dan jenis pedagang. Kesediaan membayar pedagang di pasar sedang dipengaruhi oleh faktor-faktor : umur, pendapatan dan penanggung jawab pengelolaan sampah pasar. Kesediaan membayar pedagang di pasar kecil dipengaruhi oleh : umur, jumlah tanggungan, jenis pedagang dan cara membuang sampah Saran 1. Peningkatan pelayanan kebersihan di pasar tradisional perlu dilakukakan melalui penyediaan sarana dan prasarana pembuangan sampah berupa penyediaan tempat sampah yang berbeda untuk sampah organik dan anorganik serta sosialisasi konsep 4 R yang intensif di setiap pasar tradisional.

111 98 2. Partisipasi pedagang pasar dalam pembayaran retribusi berpotensi untuk ditingkatkan dengan memasukkan pertimbangan nilai lingkungan. 3. Perlu diusahakan penyediaan lokasi pembuatan kompos di sekitar lokasi TPS pasar. 4. Perlu dikaji lebih mendalam, keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan sampah pasar terutama dalam usaha pembuatan kompos untuk membantu permodalan dan pemasaran kompos. 5. Peraturan yang menyangkut pengelolaan sampah pasar sebaiknya segera diterbitkan. 6. Perlu dilakukan dilakukan penyesuaian kembali Peraturan Pemerintah Daerah Kota Bogor No. 12 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar.

112 DAFTAR PUSTAKA Amurwaraharja, I.P Analisis Teknologi Pengolahan Sampah dengan Proses Hirarki Analitik dan Metoda Valuasi Kontingensi (Studi Kasus di Jakarta Timur) [tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Aida, N Usaha Pemanfaatan Barang Bekas dari Sampah dan Pengaruhnya terhadap Pengelolaan Sampah di Kotamadya Bogor : kasus TPA Gunung Galuga [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bakri, A.R Pengelolaan. Sampah Permukiman dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaannya di Kota Administratif Depok [tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Center for Policy and Implementation Studies Buku Panduan Teknik Pembuatan Kompos dari Sampah. Teori dan Aplikasi. Jakarta. Damanhuri, E Landfilling Limbah di Indonesia. Di dalam : Training Seminar Pengelolaan Limbah Padat. 4 6 Maret Lembaga Pengabdian pada Masyarakat ITB EBARA Hatakeyama Memorial Fund. Bandung Diana, E Pemantauan Dampak Lokasi Pembuangan Akhir Sampah secara Sanitary Landfill Bantar Gebang terhadap Kualitas Air Permukaan, Air Tanah secara Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitarnya [tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Djuwendah, E Analisis Keragaman Ekonomi dan Kelembagaan Penanganan Sampah Perkotaan : kasus di Kotamadya DT II Bandung Propinsi Jawa Barat. [tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor Dokumen Pengelolaan Lingkungan (DPL) Kegiatan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Galuga. Bogor. Effendi, H Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Fauzi, A Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakart. Hadiwiyoto, S Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta.

113 Haneda, S.M Municipal Solid waste Management in Bogor, Indonesia [tesis]. Pasca sarjana University of Technology Graz. Austria. Hanley, N., and C.L. Splash Cost Benefit Analysis and The Environment. Edwar Elgar Publishing Limited. England Indiarti, G Model Pengelolaan Sampah Kotamadya Padang. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan. Vol. 14. Nomor 3. Irfansyah, R Teknologi dan Penilaian Ekonomi dari Pengolahan Sampah Pasar: kasus Pasar Kebon Kembang Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Pertanian Nogor. Bogor. Kantor Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bogor Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Bogor Tahun Bogor. Kantor Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bogor Kota Bogor Local Environmental Strategy. Strategi dan Program Aksi Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor. Bogor. Kementria n Lingkungan Hidup Penyusunan Pedoman Incinerator Limbah Padat. Proyek Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup Status Lingkungan Hidup Indonesia Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup Status Lingkungan Hidup Indonesia Jakarta: KLH. Kementrian Lingkungan Hidup Profil Bangun Praja Indonesia. Jakarta. Mattjik, A.A., dan I. M. Sumertajaya Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jurusan Statistika. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Putri, E.I.K., Partizipativen Ansatzen am Beispiel des Gunung Gede Pangrango Nationalparks in Indonesien. Cuvilier verlag Gottingen. German. Sarwono, S.W., Teori-Teori Psikologi Sosial. PT Rawali Press. Jakarta. Salvato, J.A Environmental Engineering and Sanitation. John Wiley & Sons. New York. Setiyono dan S. Wahyono Sistem Pengelolaan Sampah Kota di Kabupaten Bekasi-Jawa Barat. Jurnal Teknologi Lingkungan. 2:

114 Siegel, S Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Suyuti Z, Simatupang L, Hagul P, penerjemah; Jakarta: PT Gramedia. Terjemahan dari : Nonparametric Statistics for Behavioral Sciences. Slamet, J.S Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Sudarso Pembuangan Sampah. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan. Jakarta. Suriawiria, U Pupuk Organik Kompos dari Sampah. Bioteknologi Agroindustri. Humaniora Utama Press Bandung. Ba ndung. Syah, M Psikologi Pendidikan : Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Tchobanoglous, G., H. Theisen., S.A., Vigil Integrated Solid Waste Management. Mc Graw Hill. Singapore. Wahyono, S Pengolahan Sampah Organik dan Teknik Sanitasi. Jurnal Teknologi Lingkungan. 2: Wahyono, S., F.L. Sahwan, F., Suryanto Menyulap Sampah menjadi Kompos. Sistem Open Windrow bergulir. P3TL BPPT. Jakarta Widyatmoko, H., dan Sintorini Menghindari, Mengolah, dan Menyingkirkan Sampah. Abdi Tandur. Jakarta. Wiryoatmodjo, N., F. Assegaf., D.W., Basorie Tata Laut, Tertib Darat. Panduan Mengurangi Limbah Darat untuk Melindungi Laut. Unesco. Jakarta. Yakin, A Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Akademika Presindo. Jakarta. Yulianti, L.I.M., dan D.J., Antosusanto Contingent Valuation Methods dalam Penilaian Kualitas Udara di Yogyakarta. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 9: Yusuf, Y., Psikologi Antar Budaya. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. 98

115 104 Lampiran 1 Lokasi pasar tradisional Kota Bogor PETA KOTA BOGOR Gn Batu Kb Kembang Merdeka Br Bogor Jambu Dua Padasuka Sukasari

116 105 Lampiran 2 Kuisioner Penelitian Kode Pasar : KUISIONER IDENTITAS RESPONDEN NAMA : JENIS KELAMIN : L / P UMUR :... STATUS PERKAWINAN : Kawin / Tidak Kawin/Duda -Janda PENDIDIKAN TERAKHIR : SD / SMP / SMA JUMLAH TANGGUNGAN : 0 orang / 1 3 orang / lebih dari 3 orang SOSIAL EKONOMI RESPONDEN 1. Jenis tempat berdagang : a) Kios b) Los c) PKL 2. Status tempat berdagang : a) Sewa b) Hak milik c) berpindah/menumpang 3. Lama berdagang : a) Kurang dari 5 tahun b) 5 th sampai 10 th c) lebih dari 10 tahun 4. Pendapatan per hari : a) kurang dari Rp ,00 b) Rp ,00 Rp ,00 c) Lebih dari Rp ,00 5. Berapa retribusi yang dibayar per harinya? a) Kurang dari Rp 1.000,00 b) Rp 1.000,00 Rp 4.000,00 c) Lebih dari Rp 4.000,00

117 106 PENILAIAN WTP Timbulan sampah pasar per harinya adalah 262 m 3 dan yang terangkut sebanyak 233 m 3, sisanya sebanyak 29 m 3 tidak terangkut. Sisa sampah yang tidak terangkut ini akan menjadi sumber penyakit, sumber pencemaran air dan udara, serta mengganggu keindahan lingkungan. Jika anggaran sampah terangkut sebesar Rp.5.176,00 per liter per hari (Profil Bangun Praja, 2004), maka untuk mengangkut sampah yang tersisa dan mencapai target sampah terangkut 100 % diperlukan dana sebesar Rp ,00 per harinya. Karena dana dari Pemerintah Kota yang berasal dari APBD (Anggaraan Pendapatan dan Belanja Daerah) tidak mencukupi, maka perlu diupayakan dana dari sumber lain. Pe merintah Kota Bogor melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan bekerjasama dengan Kantor Pengelolaan Pasar berusaha meningkatkan pengelolaan sampah khususnya di pasar tradisional. Usaha peningkatan pengelolaan dilakukan dengan cara : 1. Mengelola sampah dari sumbernya, dengan cara melakukan pemilahan sampah antara sampah basah (sisa sayuran, sisa buah-buahan, sisa ikan, daun pembungkus dll) dengan sampah kering (plastik, kertas, pecahan kaca, kayu) di tingkat pedagang. 2. Pembuatan kompos yang berasal dari sampah organik di lokasi yang berdekatan dengan TPS Pasar. Sebanyak 80 % sampah pasar terdiri dari sampah organik, jika sampah ini dibuat kompos maka sampah yang akan diangkut ke TPA akan banyak berkurang. Usaha ini diharapkan dapat mengurangi timbulan sampah sehingga dapat menghemat biaya pengangkutan sampah. Agar usaha peningkatan pengelolaan ini dapat berhasil dengan baik maka pedagang di pasar tradisional perlu dilibatkan. Jika Pemerintah Kota Bogor ingin melibatkan pedagang di pasar tradisional dalam usaha meningkatkan pengelolaan sampah pasar ini, apakah pedagang setuju dengan usaha peningkatan pengelolaan sampah yang dikemukan? 6. a. Setuju b. Tidak setuju Setuju karena : a. Masalah sampah merupakan masalah bersama antara pedagang dan Pemerinta h Kota b. Program ini akan membuat pasar menjadi lebih bersih dan nyaman c. Penanganan sampah di tingkat pedagang akan meningkatkan kapasitas pengangkutan sampah (Lanjutkan dengan pertanyaan nomor 7) Tidak setuju karena a. Sudah membayar retribusi, sehingga kebersihan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota b. Program akan membebani pedagang karena akan meningkatkan retribusi yang sudah dibayarkan c. mengurani keuntungan 7. Jika setuju dengan program yang dikemukakan, apakah anda bersedia membayar program tersebut? a. Bersedia membayar b. Tidak bersedia membayar

118 107 Jika bersedia membayar apa alasannya? a) Setiap peningkatan pelayanan akan diikuti oleh peningkatan biaya sehingga seluruh pihak harus menanggung b) Para pedagang percaya bahwa program akan memberi manfaat c) Sudah waktunya dilakukan penyesuaian retribusi ( Lanjutkan dengan pertanyaan no 8) Jika tidak bersedia membayar apa alasannya? a) Saat sekarang tekanan ekonomi semakin berat sehingga peningkatan pembayaran akan membebani pedagang b) Dana peningkatan pengelolaan sampah seharusnya diambil dari APBD c) Peningkatan pengelolaan sampah sudah menjadi tanggung jawab pemerintah Kota 8. Jika bersedia membayar, berapa besar yang sanggup dibayarkan? a) Rp 1.000,00 Rp 2.000,00 Tepatnya Rp.... b) Rp 2.000,00 Rp 3.000,00 Tepatnya Rp.... c) Rp 3.000,00 Rp 4.000,00 Tepatnya Rp.... d) Rp.... PENGELOLAAN SAMPAH PASAR 9. Bagaimana anda pengumpulkan sampah yang berasal dari toko/kios anda? a) mengumpulkannya dalam tempat sampah b) mengumpulkannya dalam kantong plastik c) mengonggokkannya begitu saja 10. Setelah sampah dikumpulkan, sampah diapakan? a) Dibuang ke sungai atau selokan dekat pasar b) Diambil oleh petugas kebersihan kemudian dibawa ke TPS c) Dibuang sendiri ke TPS 11. Berapa kali sampah diambil oleh petugas kebersihan? a) Satu kali sehari b) Dua hari sekali c) Lainnya 12. Berapa kira-kira berat sampah yang dibuang setiap hari? a) Kurang dari 5 kg b) 5 15 kg c) lebih dari 15 kg 13. Jenis sampah apa yang terbanyak dibuang? a) kertas, kardus, plastik, karet, pecahan kaca b) sisa sayuran c) lainnya 14. Menurut anda sebaiknya sampah diapakan?

119 108 a) dibuang ke sungai atau selokan dekat pasar b) dikumpulkan di TPS lalu dibawa ke TPA c) diolah jadi kompos d) dimusnahkan di insinerator (pembakar sampah) 15. Menurut anda apakah kegunaan pemisahan sampah basah dan sampah kering? a) mudah dalam pengangkutan sampah b) dapat dimanfaatkan lagi (daur ulang, pembuatan kompos) c) membuka lapangan kerja d) tidak tahu 16. Menurut anda siapa yang bertanggung jawab terhadap kebersihan pasar? a) Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor b) Kantor Pengelolaan Pasar Kota Bogor c) Pedagang d) Pemerintah Kota Bogor (a, b) dan pedagang 17. Jika sampah dibuang sembarangan, bagaimana akibat yang akan ditimbulkan? a) menjadi sumber penyakit b) merusak pemandangan karena pasar jadi kotor c) Penyebab banjir d) menjadi sumber pencemaran ********* Terima Kasih *********

120 Lampiran 3 Regresi Logistik Pilihan Kesediaan Membayar ( Ya/Tidak ) Pedagang Pasar Besar 109 Unweighted Cases a Selected Cases Unselected Cases Total Case Processing Summary Included in Analysis Missing Cases Total N Percent a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value tdk bayar bayar Internal Value 0 1 Block 1: Method = Enter Step 1 Step 1 Omnibus Tests of Model Coefficients Step Block Model -2 Log likelihood Chi-square df Sig Model Summary Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square df Sig

121 110 Lanjutan lampiran 3 Classification Table a Predicted Observed Step 1 WTPLOGIT Overall Percentage a. The cut value is.500 tdk bayar bayar WTPLOGIT Percentage tdk bayar bayar Correct Step 1 a UMUR PNDPT PDDKN JMLHSMH TGGN LAMADG TGJWB CRBUANG JNSPDG STATUS Constant Variables in the Equation B S.E. Wald df Sig. Exp(B) a. Variable(s) entered on step 1: UMUR, PNDPT, PDDKN, JMLHSMH, TGGN, LAMADG, TGJWB, CRBUANG, JNSPDG, STATUS.

122 111 Lampiran 4 Regresi Logistik Pilihan Kesediaan Membayar ( Ya/Tidak ) Pedagang Pasar Sedang Unweighted Cases a Selected Cases Unselected Cases Total Case Processing Summary Included in Analysis Missing Cases Total N Percent a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value tdk bayar bayar Internal Value 0 1 Block 1: Method = Enter Step 1 Omnibus Tests of Model Coefficients Step Block Model Chi-square df Sig Step 1 Step 1 Model Summary -2 Log Cox & Snell Nagelkerke likelihood R Square R Square Hosmer and Lemeshow Test Chi-square df Sig

123 112 Lanjutan lampiran 4 Classification Table a Predicted Observed Step 1 WTPLOGIT Overall Percentage a. The cut value is.500 tdk bayar bayar WTPLOGIT Percentage tdk bayar bayar Correct Step 1 a UMUR PDDKN PDPTN STATUS JMLHSMP TGGN LAMADG JNSPDG CRBUANG TGGJWB Constant Variables in the Equation B S.E. Wald df Sig. Exp(B) a. Variable(s) entered on step 1: UMUR, PDDKN, PDPTN, STATUS, JMLHSMP, TGGN, LAMADG, JNSPDG, CRBUANG, TGGJWB.

124 113 Lampiran 5 Regresi Logistik Pilihan Kesediaan Membayar ( Ya/Tidak ) Pedagang Pasar Kecil Unweighted Cases a Selected Cases Unselected Cases Total Case Processing Summary Included in Analysis Missing Cases Total N Percent a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value tdk bayar bayar Internal Value 0 1 Block 1: Method = Enter Step 1 Omnibus Tests of Model Coefficients Step Block Model Chi-square df Sig Step 1 Step 1-2 Log likelihood Model Summary Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square Hosmer and Lemeshow Test Chi-square df Sig

125 114 Lanjutan lampiran 5 Classification Table a Predicted Observed Step 1 WTPLOGIT Overall Percentage a. The cut value is.500 tdk bayar bayar WTPLOGIT Percentage tdk bayar bayar Correct Step 1 a UMUR PDDKN TANGGUNG STATUSBR JENISPDG CRBUANG TGGJWB JMLHSMH LAMADG PENDPTN Constant Variables in the Equation B S.E. Wald df Sig. Exp(B) a. Variable(s) entered on step 1: UMUR, PDDKN, TANGGUNG, STATUSBR, JENISPDG, CRBUANG, TGGJWB, JMLHSMH, LAMADG, PENDPTN.

126 115 Lampiran 6 Regresi Linier Nilai WTP Pedagang Pasar Besar Variables Entered/Removed b Model 1 Variables Entered PDDKN, LAMADG, TGJWB, UMUR, CRBUAN Variables Removed Method G, JMLHSMH, TANGGUN G, STATUS, PNDPT, JNSPDG a. Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: WTPBESAR Model 1 Model Summary b Adjusted Std. Error of Durbin-W R R Square R Square the Estimate atson.600 a a. Predictors: (Constant), PDDKN, LAMADG, TGJWB, UMUR, CRBUANG, JMLHSMH, TANGGUNG, STATUS, PNDPT, JNSPDG b. Dependent Variable: WTPBESAR Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) UMUR PNDPT STATUS TANGGUN G JNSPDG JMLHSMH LAMADG CRBUANG TGJWB PDDKN a Dependent Variable: WTPBESAR

127 116 Lampiran 7 Regresi Linier Nilai WTP Pedagang Pasar Sedang Variables Entered/Removed b Model 1 Variables Entered CRBUAN G, STATUS, TGGN, PDPTN, Variables Removed Method TGGJWB, LAMADG, UMUR, JMLHSMP, PDDKN, JNSPDG a. Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: WTPSDG Model 1 Model Summary b Adjusted Std. Error of Durbin-W R R Square R Square the Estimate atson.634 a a. Predictors: (Constant), CRBUANG, STATUS, TGGN, PDPTN, TGGJWB, LAMADG, UMUR, JMLHSMP, PDDKN, JNSPDG b. Dependent Variable: WTPSDG Model 1 Regression Residual Total ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a E a. Predictors: (Constant), CRBUANG, STATUS, TGGN, PDPTN, TGGJWB, LAMADG, UMUR, JMLHSMP, PDDKN, JNSPDG b. Dependent Variable: WTPSDG

128 117 Lanjutan lampiran 7 Model 1 (Constant) UMUR PDDKN PDPTN STATUS JMLHSMP TGGN LAMADG JNSPDG TGGJWB CRBUANG a. Dependent Variable: WTPSDG Coefficients a Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta t Sig

129 118 Lampiran 8 Regresi Linier Nilai WTP Pedagang Pasar Kecil Variables Entered/Removed b Model 1 Variables Entered JMLHSMH, TGGJWB, PENDPTN, CRBUAN G, PDDKN, Variables Removed Method TANGGUN G, UMUR, JENISPD G, LAMADG, STATUSB R a. Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: WTPKCL Model 1 a. Model Summary b Adjusted Std. Error of Durbin-W R R Square R Square the Estimate atson.684 a Predictors: (Constant), JMLHSMH, TGGJWB, PENDPTN, CRBUANG, PDDKN, TANGGUNG, UMUR, JENISPDG, LAMADG, STATUSBR b. Dependent Variable: WTPKCL Model 1 Regression Residual Total ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1.4E a 1.6E E a. Predictors: (Constant), JMLHSMH, TGGJWB, PENDPTN, CRBUANG, PDDKN, TANGGUNG, UMUR, JENISPDG, LAMADG, STATUSBR b. Dependent Variable: WTPKCL

130 119 Lanjutan lampiran 8 Model 1 (Constant) UMUR PDDKN STATUSBR TANGGUNG JENISPDG CRBUANG TGGJWB LAMADG PENDPTN JMLHSMH a. Dependent Variable: WTPKCL Coefficients a Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta t Sig

131 120 Lampiran 9 Uji Statistik Regresi Nilai WTP Pedagang Pasar Besar 1. Uji Normalitas Histogram Dependent Variable: WTPBESAR Frequency Std. Dev =.98 Mean = 0.00 N = Regression Standardized Residual 2. Uji Multikolinier Umur Pddkn Pndpt Status Tggn Jnspdg Crbuan g Tgjwb Jmlsm h Lamad g wtpbsr umu r pddk n pndp t statu s tggn Jnspd g crbuan g tgjw b jmlsm h lamad g wtpbs r Uji Autokorelasi Model Summary(b)

132 121 Adjusted R Std. Error of the Durbin - Model R R Square Square Estimate Watson 1.600(a) Lampiran 10 Uji Statistik Regresi Nilai WTP Pedagang Pasar Sedang 1. Uji Normalitas Histogram Dependent Variable: WTPSDG Frequency Std. Dev =.89 Mean = 0.00 N = Uji Multikolinier Regression Standardized Residual umur pddkn pndpt status tggn Jnspdg crbuang tgjwb jmlsmh lamadg wtpsdg Umur Pddkn Pndpt Status Tggn Jnspdg Crbuang Tgjwb Jmlsmh Lamadg wtpsdg Uji Autokorelasi

133 122 Model 1 Model Summary b Adjusted Std. Error of Durbin-W R R Square R Square the Estimate atson.634 a a. Predictors: (Constant), CRBUANG, STATUS, TGGN, PDPTN, TGGJWB, LAMADG, UMUR, JMLHSMP, PDDKN, JNSPDG b. Dependent Variable: WTPSDG Lampiran 11 Uji Statistik Regresi Nilai WTP Pedagang Pasar Kecil 1. Uji Normalitas Histogram Dependent Variable: WTPKCL Frequency Std. Dev =.86 Mean = 0.00 N = Regression Standardized Residual 2. Uji Multikolinieritas Umur Pddkn Pndpt Status Tggn Jnspdg Crbuang Tgjwb Jmlsmh Lamadg wtpkcl umur pddkn pndpt status tggn Jnspdg crbuang tgjwb jmlsmh lamadg wtpkcl

134 Uji Autokorelasi Model 1 Model Summary b Adjusted Std. Error of Durbin-W R R Square R Square the Estimate atson.684 a a. Predictors: (Constant), LAMADG, PENDPTN, TANGGUNG, TGGJWB, JMLHSMH, JENISPDG, CRBUANG, UMUR, PDDKN, STATUSBR b. Dependent Variable: WTPKCL Lampiran 12 Anova WTP Rata-rata Pedagang Pasar Tradisional Kota Bogor Between-Subjects Factors JNS N Dependent Variable: WTP Source Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model ( a) Intercept JNS Error Total Corrected Total a R Squared =.025 (Adjusted R Squared =.019) Dependent Variable: WTP Parameter Estimates 95% Confidence Interval Parameter B Std. Error t Sig. Lower Bound Upper Bound Intercept [JNS=1] [JNS=2] [JNS=3] 0(a)..... a This parameter is set to zero because it is redundant.

135 124 Lampiran 13 Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di pasar tradisional TPS di pasar Jambu Dua

136 125 TPS di pasar Gunung Batu Lanjutan lampiran 13 TPS di pasar Kebon Kebang

137 126 TPS di pasar Baru Bogor Lampiran 14 Insinerator di pasar Baru Bogor Truk Pengangkut Sampah

138 127 Lampiran 15 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga Alat berat di TPA Galuga

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRACT TATI MURNIWATI. Willingness to Pay Analysis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Pengelolaannya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Pengelolaannya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Pengelolaannya Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat aktivitas manusia yang merupakan bahan yang sudah tidak digunakan lagi, sehingga dibuang sebagai bahan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR 6.1. Pengelolaan Sampah Pasar Aktivitas ekonomi pasar secara umum merupakan bertemunya penjual dan pembeli yang terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada pasar tradisional yang dikelola oleh UPT

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada pasar tradisional yang dikelola oleh UPT BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan pada pasar tradisional yang dikelola oleh UPT Dinas Pengelola Pasar Kota Bandar Lampung, yaitu: pasar UPT Pasar Panjang, UPT Pasar Kangkung,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi

Lebih terperinci

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Lampiran E: Deskripsi Program / Kegiatan A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Nama Maksud Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

1. Pendahuluan ABSTRAK:

1. Pendahuluan ABSTRAK: OP-26 KAJIAN PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS Yenni Ruslinda 1) Slamet Raharjo 2) Lusi Susanti 3) Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah

Lebih terperinci

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT PROPOSAL PROYEK AKHIR STUDI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA SANGATTA KABUPATEN KUTAI TIMUR STUDY ON SOLID WASTE COLLECTION AND TRANSPORT IN SANGATTA CITY,EAST KUTAI Yayuk Tri Wahyuni NRP 311

Lebih terperinci

VI ANALISIS HASIL STUDI CVM

VI ANALISIS HASIL STUDI CVM VI ANALISIS HASIL STUDI CVM 1. Karakteristik Rumah Tangga Jakarta Timur Dalam Masalah Sampah Hasil studi CVM menunjukkan bahwa dari 200 responden rumah tangga, 75% diantaranya membayar retribusi kebersihan

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota Karanganyar yang terus meningkat disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan manusia sehari-hari

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK Joko Widodo dan Yulinah Trihadiningrum Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS Surabaya ABSTRAK Pembuangan akhir sampah yang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota seringkali menimbulkan permasalahan baru dalam menata perkotaan yang berkaitan dengan penyediaan prasarana dan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sampah merupakan material sisa hasil proses suatu aktifitas, baik karena kegiatan industri, rumah tangga, maupun aktifitas manusia lainnya. Sampah selalu menjadi masalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO Oleh: Chrisna Pudyawardhana Abstraksi Pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mewujudkan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta menjaga keindahan

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA MAUMERE

EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA MAUMERE EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA MAUMERE Yohanes R. Maswari dan Sarwoko Mangkoedihardjo Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya ryan@enviro.its.ac.id ABSTRAK Tingkat pelayanan persampahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan segala sesuatu yang tidak dikehendaki lagi lalu dibuang. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PREFERENSI MASYARAKAT DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PERMUKIMAN (Studi Kasus: Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PREFERENSI MASYARAKAT DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PERMUKIMAN (Studi Kasus: Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PREFERENSI MASYARAKAT DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PERMUKIMAN (Studi Kasus: Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIK HIDAYAT L2D 098 468 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

Uraian secara lengkap setiap aspek dan kriteria yang menjadi bahan. pertimbangan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur

Uraian secara lengkap setiap aspek dan kriteria yang menjadi bahan. pertimbangan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur Keterangan Gambar 2 : K 1 = Penyerapan tenaga kerja K 2 = Potensi konflik dengan masyarakat rendah K 3 = Menumbuhkan lapangan usaha K 4 = Menumbuhkan sektor formal dan/atau informal K 5 = Penguatan peran

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah atau sampah baik itu limbah organik maupun non organik. Produksi sampah ini juga selalu mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH SOSIALISASI DAN PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS Nedi Sunaedi nedi_pdil@yahoo.com PENGERTIAN SAMPAH Suatu bahan yang terbuang dari sumber aktivitas manusia dan/atau alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas bahan

Lebih terperinci

BAB III STUDI LITERATUR

BAB III STUDI LITERATUR BAB III STUDI LITERATUR 3.1 PENGERTIAN LIMBAH PADAT Limbah padat merupakan limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organic dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

Lebih terperinci

V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR

V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR 5.1. Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional Kota Bogor Terdapat tujuh buah pasar tradisional yang dibangun oleh Pemerintah Kota Bogor untuk menunjang perekomomian dan memenuhi

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Sampah Sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Berdasarkan istilah lingkungan untuk manajemen, Basriyanta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan pembangunan wilayah perkotaan di Indonesia, diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan anggapan akan memperoleh

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: Andrik F. C. A.

KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: Andrik F. C. A. KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: Andrik F. C. A. L2D 005 341 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan Masalah sampah sebagai hasil aktivitas manusia di daerah perkotaan memberikan tekanan yang besar terhadap lingkungan, terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG NANANG FAKHRURAZI 1,JONI HERMANA 2, IDAA WARMADEWANTHI 2 1 Program Magister Bidang Keahlian Manajemen Aset Jurusan Teknik

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden 6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kebersihan Desa Galuga Lingkungan

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DI KABUPATEN BEKASI JAWA BARAT

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DI KABUPATEN BEKASI JAWA BARAT SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DI KABUPATEN BEKASI JAWA BARAT Oleh : Setiyono dan Sri Wahyono *) Abstract Recently, problems of municipal solid waste have appeared in the indonesian metropolitan city,

Lebih terperinci

BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI

BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI 4.1 Umum Pada bab ini berisi uraian studi yang dilakukan Departemen Pekerjaan Umum (tahun 2006) mengenai penyusunan perhitungan

Lebih terperinci

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin. 1. DEFINISI SAMPAH Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Sementara di dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa memenuhi ketentuan pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Daerah

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN P 1 0 Q 1. Kurva Opportunity Cost, Consumers Surplus dan Producers Surplus Sumber : Kahn (1998)

KERANGKA PEMIKIRAN P 1 0 Q 1. Kurva Opportunity Cost, Consumers Surplus dan Producers Surplus Sumber : Kahn (1998) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian. Adapun kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota metropolitan di beberapa negara berkembang telah menimbulkan permasalahan dalam hal pengelolaan sampah (Petrick, 1984). Saat ini

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persampahan merupakan isu penting khususnya di daerah perkotaan yang selalu menjadi permasalahan dan dihadapi setiap saat. Akibat dari semakin bertambahnya jumlah

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 99 BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 6.1 Perumusan Alternatif Strategi dan Program Untuk dapat merumuskan alternatif strategi dan program peningkatan pelayanan sampah perumahan pada kajian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dokumen Layanan Persampahan Kota Bogor merupakan dokumen yang memuat keadaaan terkini kondisi persampahan Kota Bogor. Penyusunan dokumen ini pada dasarnya ditujukan pada pendayagunaan segenap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk Kota Palembang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Peningkatan volume dan keragaman sampah pada

Lebih terperinci

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia tidak bisa dilepaskan dari suatu benda. Benda ini ada yang dapat digunakan seutuhnya, namun ada juga yang menghasilkan sisa

Lebih terperinci

PENANGANAN SAMPAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK SAMPAH DI KOTA SURAKARTA

PENANGANAN SAMPAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK SAMPAH DI KOTA SURAKARTA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahlah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahlah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini sampah masih merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi pemukiman, disamping itu sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 6A TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN BUPATI LOMBOK BARAT, Menimbang : a. bahwa salah satu faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing

Lebih terperinci

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang PERANSERTA MASYARAKAT DALAM USAHA MEMPERPANJANG MASA PAKAI TPA KEBON KONGOK KOTA MATARAM Imam Azhary, Ellina S. Pandebesie Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Email: imam_dpu@yahoo.com

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga Oleh : Dra. MH. Tri Pangesti, M.Si. Widyaiswara Utama Balai Diklat Kehutanan Bogor Pendahuluan Desa Rumpin merupakan salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN TAHUN 2006

PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN TAHUN 006 DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN TAHUN 007 GAMBARAN UMUM PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH KOTA MOJOKERTO ======================================================

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Sembung Cianjur merupakan satu-satunya TPA yang dimiliki oleh Kabupaten Cianjur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM

KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM Astrin Muziarni *) dan Yulinah Trihadiningrum Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya

Lebih terperinci

EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN

EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN Ahmad Solhan, Sarwoko Mangkoedihardjo Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program Pascasarjana,

Lebih terperinci

PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN

PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN TAHUN 005 PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO GAMBARAN UMUM PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH KOTA MOJOKERTO ====================================================== Batas Umum Kota Mojokerto

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK TUGAS SANITASI MASYARAKAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK Disusun Oleh : KELOMPOK Andre Barudi Hasbi Pradana Sahid Akbar Adi Gadang Giolding Hotma L L2J008005 L2J008014 L2J008053 L2J008078

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan pembangunan wilayah perkotaan di Indonesia. Hal ini tentunya sangat berdampak pada peningkatan jumlah penduduk kota yang juga sebanding

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL Oleh : ROFIHENDRA NRP. 3308 202 014 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM,

Lebih terperinci

Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) Kuliah Valuasi ESDAL Pertemuan Ke-8 2015/2016 Urgensi CVM (1) Contingent Valuation Methods (CVM) merupakan metode yang dianggap dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS Puji Setiyowati* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang diperlukan untuk mendukung

Lebih terperinci