UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGATURAN LAJU HISAP FILTER DALAM SISTEM PRODUKSI BIOMASSA Nannochloropsis sp. MENGGUNAKAN TEKNIK FILTRASI KONTINYU DALAM ALIRAN SIRKULASI KULTUR MEDIA SKRIPSI GESTI APRILIA FITRIANI FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES DEPOK JUNI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA PENGATURAN LAJU HISAP FILTER DALAM SISTEM PRODUKSI BIOMASSA Nannochloropsis sp. MENGGUNAKAN TEKNIK FILTRASI KONTINYU DALAM ALIRAN SIRKULASI KULTUR MEDIA SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Kimia FTUI GESTI APRILIA FITRIANI FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES DEPOK JUNI 2012 ii Universitas Indonesia

3 iii Universitas Indonesia

4 iv Universitas Indonesia

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Berkat rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan makalah seminar dengan judul Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Sistem Produksi Biomassa Nannochloropsis sp. Menggunakan Teknik Filtrasi Kontinyu dalam Aliran Sirkulasi Kultur Media untuk memenuhi tugas skripsi, salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: (1) Ir. Dianursanti, MT selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; (2) Ir. Rita Arbianti, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah menyediakan waktu dan membantu permasalahan akademik perkuliahan selama ini; (3) Ir. Yuliusman M.Eng selaku kordinator skripsi Teknik Kimia FTUI; (4) Para dosen Departemen Teknik Kimia FTUI yang telah memberikan ilmu dan wawasannya; (5) Orangtua yang selalu memberi dukungan dan semangat selama mengerjakan skripsi ini di rumah; (6) Rekan satu bimbingan: Destya Nilawati, Prima A., Ingrid C. E. Inthe, Harnadiemas F., Prima Ernest, Ni matulloh, dan Bhakti Yoga yang sudah membantu dalam pencarian sumber dan saling bertukar wawasan serta informasi yang ada; (7) Ius Pratama selaku laboran yang membimbing kami selama penelitian di Laboratorium Rakayasa Bioproses; v Universitas Indonesia

6 (8) Yunia Selviliana selaku teman terdekat saya yang selalu memberi semangat dan kasih sayangnya kepada saya; (9) Semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu demi satu, yang selalu memberikan informasi dan bantuan semangat; (10) Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung; Penulis menyadari bahwa dalam makalah skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini dan melaksanakan perbaikan di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.. Depok, 11 Juli 2012 Penulis vi Universitas Indonesia

7 vii Universitas Indonesia

8 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Gesti Aprilia Fitriani : Teknologi Bioproses : Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Sistem Produksi Biomassa Nannochloropsis sp. Menggunakan Teknik Filtrasi Kontinyu dalam Aliran Sirkulasi Kultur Media Topik penelitian mengenai mikroalga menjadi perhatian utama para ilmuwan karena kemampuannya terhadap fiksasi CO 2 dan juga kandungan biomassa yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan. Mikroalga yang diusulkan pada penelitian ini adalah Nannochloropsis sp. karena merupakan salah satu mikroalga yang potensial dan memiliki kandungan biomassa yang besar. Fokus penelitian ini adalah peningkatan produksi biomassa dengan mengatur laju hisap filter pada perlakuan teknik filtrasi kontinyu dalam sistem kultivasi Nannochloropsis sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam rangka upaya meningkatkan produktivitas biomassa Nannochloropsis sp. pada ukuran reaktor yang lebih besar, teknik filtrasi kontinyu terbukti berhasil meningkatkan produksi biomassa hingga 1,71 kali dari proses kultivasi kontrol (tanpa filtrasi). Kata kunci: Nannochloropsis sp., produksi biomassa, Teknik Filtrasi, sistem kultivasi, fotobioreaktor viii Universitas Indonesia

9 ABSTRACT Name Study Program Title : Gesti Aprilia Fitriani : Teknologi Bioproses : Arrangement of Filter Suction Rate in Biomass Production Using Continuous Filtration Technique in Media Culture Circulation Flow Topics of research on microalgae major concern scientists because of its ability to CO 2 fixation and also the content of the biomass that can be utilized in a variety of interests. Microalgae are proposed in this study were Nannochloropsis sp. because it is one of the potential of microalgae and has a large biomass content. The focus of this study is the increase in biomass production by regulating the rate of suction filter in the treatment of continuous filtration techniques in the cultivation system of Nannochloropsis sp. The results showed that in an effort to increase the biomass productivity of Nannochloropsis sp. on the size of the larger reactor, continuous filtration technique proved successful in increasing the production of biomass to 1.71 times that of the control cultivation. Key words: Nannochloropsis sp., biomass production, filtration method, cultivation system, photobioreactor ix Universitas Indonesia

10 DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iii HALAMAN PENGESAHAN iv KATA PENGANTAR v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vii ABSTRAK viii ABSTRACT ix DAFTAR ISI x DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR TABEL xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Sistematika Penulisan 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mikroalga Nannochloropsis sp Fotobioreaktor Fase Pertumbuhan Mikroalga Fase Tunda (Lag Phase) Fase Eksponensial (Log Phase) Fase Penurunan Laju Pertumbuhan Fase Stasioner Fase Kematian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan 12 Nannochloropsis sp Jenis Medium/Nutrisi Pencahayaan Kondisi Operasi Fotosintesis Pada Mikroalga Definisi Fotosintesis Proses Fotosintesis Teknik Filtrasi 18 BAB 3 METODE PENELITIAN Diagram Alir Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Variabel dalam Penelitian 23 x Universitas Indonesia

11 Variabel Bebas Variabel Terikat Variabel Tetap Prosedur Penelitian Tahap Perangkaian Fotobioreaktor Sterilisasi Peralatan Pembuatan Medium Walne Pembiakan Kultur Murni Penentuan Jumlah Inokulum Nannochloropsis sp Pembuatan Kurva Kalibrasi Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Data Pengolahan Data 30 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan Umum Data Penelitian Penentuan Laju Hisap Filter Pengaruh Perlakuan Filtrasi Terhadap Pertumbuhan 40 Nannochloropsis sp Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam 40 Perlakuan Filtrasi terhadap Berat Kering Sel (X) Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam 42 Perlakuan Filtrasi terhadap Laju Pertumbuhan (µ) Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam 43 Perlakuan Filtrasi terhadap [HCO - 3 ] dalam medium Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam 45 Perlakuan Filtrasi terhadap Fiksasi CO 2 oleh Nannochloropsis sp Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam 45 Perlakuan Filtrasi terhadap CTR oleh Nannochloropsis sp Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam 47 Perlakuan Filtrasi terhadap q CO2 oleh Nannochloropsis sp Analisis Kandungan Biomassa dari Sel 48 Nannochloropsis sp. Hasil Kultivasi BAB 5 KESIMPULAN Kesimpulan Saran 51 DAFTAR PUSTAKA 52 xi Universitas Indonesia

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Nannochloropsis sp. 7 Gambar 2.2. Ilustrasi Morfologis Sel Nannochloropsis sp. 8 Gambar 2.3. Fase Pertumbuhan Mikroalga 10 Gambar 2.4. Fotosintesis Pada Mikroalga 15 Gambar 2.5. Proses Reaksi Terang 15 Gambar 2.6. Siklus calvin 15 Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 21 Gambar 3.2. Skema peralatan 24 Gambar 4.1. Berat Kering Sel (X) pada Berbagai Laju Hisap Filter 39 Gambar 4.2. Laju Pertumbuhan Maksimum (µ max ) pada Berbagai Laju Hisap Filter 40 Gambar 4.3. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap Berat Kering Sel Nannochloropsis sp. Gambar 4.4. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap Laju Pertumbuhan Nannochloropsis sp. Gambar 4.5. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap [HCO - 3 ] Nannochloropsis sp. Gambar 4.6. Konsentrasi CO 2 yang Masuk dan Keluar pada Metode Filtrasi dan Kontrol Gambar 4.7. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi dan Kontrol terhadap CTR Nannochloropsis sp. Gambar 4.8. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi dan Kontrol terhadap q CO2 Nannochloropsis sp xii Universitas Indonesia

13 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Komposisi Biomassa Mikroalga 2 Tabel 1.2. Beberapa Jenis Produk Berbasis Mikroalga 2 Tabel 1.3. Kandungan Biomassa Mikroalga Nannochloropsis sp. 3 Tabel 2.1. Perbandingan Antara Penggunaan Sistem Open Pond dengan Sistem Photobioreactor 9 Tabel 2.2. Jejak Rekam Penelitian Budidaya Alga dalam Sistem Filtrasi 20 Tabel 3.1. Komposisi Walne 26 Tabel 3.2. Penentuan kadar protein dengan metode Lowry 32 Tabel 4.1. Hasil Uji Kandungan Biomassa Nannochloropsis sp. 48 xiii Universitas Indonesia

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Topik penelitian tentang mikroalga telah menjadi perhatian utama di kalangan ilmuwan beberapa tahun belakangan ini dalam rangka mengurangi efek pemanasan global. Mikroalga pada tahun-tahun mendatang diprediksi akan semakin menonjol mengingat semakin banyak pihak yang tertarik pada pembudidayaan mikroorganisme fotosintetik ini. Selain karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, mikroalga mudah didapat dan dikembangkan. FBR (fotobioreaktor) merupakan reaktor yang dirakit dari bahan tembus pandang yang dilengkapi dengan instalasi suplay media dan emisi gas untuk membudidaya mikroalga dalam rangka penyerapan gas CO 2. Teknologi FBR yang diterapkan pada mikroalga dinilai efektif mereduksi emisi CO 2 karena kemampuan mikroalga dalam mengabsorbsi CO 2 dalam proses fotosintesisnya (Chen et al., 2006). Beberapa keuntungan penggunaan mikroalga dalam proses pengolahannya berjalan alami seperti prinsip ekosistem alam sehingga sangat ramah lingkungan dan tidak menghasilkan limbah sekunder. Keunggulan lainnya adalah pada proses ini daur ulang nutrien berjalan sangat efisien dan menghasilkan biomassa (protein, karbohidrat, protein, klorofil, beta karoten, dan mineral) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan (De la noue et al., 1992). Tabel 1.1 dan 1.2 merupakan total biomass dari beberapa mikroalga dan manfaat biomassa mikroalga. 1

15 2 Tabel 1.1. Komposisi Biomassa Mikroalga Mikroalga Komposisi biomassa (% bobot kering) Protein Karbohidrat Lemak Scenedesmus obliquus Chlorella vulgaris Spirogyra sp Nannochloropsis sp. 52, ,64 Dunaliella salina Tetraselmis maculata Spirulina platensis Spirulina maxima (Sumber: Becker, 1994 dan Riedel, 2008) Tabel 1.2. Beberapa Jenis Produk Berbasis Mikroalga Produk Aplikasi Biomassa Biomassa Makanan sehat Functional food Pakan tambahan Aquakultur Remediasi tanah Pewarna dan antioksidan Asam lemak (fatty acid) Polimer Xantofil Lutein Β-karoten Vitamin C dan E Arachidonic acid (AA) Eicosapentaenoic acid (EPA) Docosahexaenoic acid (DHA) ɣ-linoleic acid (GLA) Linoleic acid (LA) Polisakarida Pati (Sumber: Spolaore, P., et al., 2006) Makanan tambahan Pakan tambahan Kosmetik Makanan tambahan Makanan tambahan Pakan tambahan Pada penelitian yang diusulkan, mikroalga yang digunakan adalah Nannochloropsis sp., salah satu spesies potensial yang tergolong dalam Family Eustigmatophyceae karena kandungan biomassa yang tinggi apabila dibandingkan dengan mikroalga lain. Tabel 1.2. di bawah ini menjelaskan tentang persentase kandungan biomassa dari mikroalga Nannochloropsis sp.

16 3 Tabel 1.3. Kandungan Biomassa Mikroalga Nannochloropsis sp. Komposisi % dari berat kering mg dari 100 g berat kering Lipid 18,4 Protein 28,8 Karbohidrat 37,6 Mineral: Ca 972 K 533 Na 659 Mg 316 Zn 103 Fe 136 Mn 3,4 Cu 35 Ni 0,22 Co < 0,1 (Sumber: M. M. Rebolloso-Fuentes et al, 2001) Dengan demikian, dengan adanya pembudidayaan mikroalga Nannochloropsis sp. ini dapat membawa dampak yang positif untuk menghasilkan biomassa yang dapat dijadikan sumber alternatif dan juga fiksasi CO 2. Dalam pertumbuhannya mikroalga Nannochloropsis sp. memanfaatkan energi cahaya menjadi energi ATP dan pembentukan senyawa karbon Setiap jenis mikroalga memiliki kekhasan tersendiri dalam menunjukkan kepekaannya terhadap sistem pencahayaan yang diberikan, yang ditunjukkan melalui kemampuan memproduksi biomassanya. Oleh karena itu, cahaya merupakan faktor penting untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. Pada saat mengkultur mikroalga dalam fotobioreaktor, efek self-shading (peristiwa penutupan satu sel oleh sel lain yang menyebabkan tidak meratanya cahaya dan CO 2 yang didapatkan mikroalga) dalam kultur akan tercapai pada rentang waktu tertentu. Hal itu dapat mengakibatkan laju pertumbuhan tidak maksimum. Pada penelitian sebelumnya, mikroalga Chlorella vulgaris dikultivasi dengan intensitas cahaya tetap serta tanpa perlakuan apapun, dan biomassa yang diproduksi pada jam ke-100 sebesar 3,13 g/l (Rachma N, 2008). Pada penelitian ini akan difokuskan upaya peningkatan produksi biomassa dengan menggunakan teknik filtrasi kontinyu dimana merupakan teknik memerangkap sel secara kontinyu untuk meminimalkan adanya pengaruh selfshading yang terjadi saat kultivasi. Perlakuan ini bertujuan untuk mengatur

17 4 densitas sel dalam kultur mikroalga yang dapat meratakan pemberian cahaya dan dapat mencukupi kebutuhan sel selama kultivasi. Perlakuan serupa juga pernah dilakukan oleh Rachma pada tahun 2008 dengan perlakuan filtrasi dan berhasil meningkatkan biomassa sebesar 1,22 kali lipat dari perlakuan tanpa filtrasi. Selain perlakuan filtrasi, pada penelitian ini juga akan dilakukan pengaturan laju hisap filter pada aliran sirkulasi kultur media. Perlakuan ini akan dilakukan variasi laju hisap filter yang terus ditingkatkan sesuai dengan peningkatan pertumbuhan mikroalga pada fotobioreaktor. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya penutupan sel satu dan lainnya yang terjadi pada kultur dan juga menjaga agar cahaya yang diberikan dapat terserap baik oleh sel Nannochloropsis sp. Pengaturan laju hisap filter ini akan mempengaruhi besarnya sel yang terperangkap di dalam filter yang dapat mempengaruhi kepadatan sel, sehingga intensitas cahaya yang selalu konstan dapat mereduksi penggunaan cahaya serta didapatkan laju pertumbuhan yang maksimum (Heru D, 2010) dan juga diharapkan mikroalga Nannochloropsis sp. dapat tersaring lebih optimal sehingga kemungkinan mikroalga untuk lolos dari penyaringan sangat kecil. Di Departemen Teknik Kimia, perlakuan yang sama pernah dilakukan oleh Dianursanti pada tahun 2009 pada mikroalga Chlorella vulgaris. Hasil yang didapat dengan perlakuan filtrasi secara kontinyu dalam fotobioreaktor menghasilkan peningkatan produksi yang lebih besar yaitu sebesar 1,25 kali dari proses kultivasi kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan filtrasi telah berhasil mengatur kondisi densitas sel sedemikian rupa sehingga intensitas cahaya yang diberikan dapat tetap mencukupi kebutuhan sel selama proses kultivasi. Dalam hal ini, dapat pula dikatakan bahwa perlakuan filtrasi ini terbukti dapat meminimalkan efek self-shading. Penelitian ini dilakukan tidak hanya berhenti pada peningkatan produksi biomassa, namun juga akan dilakukan pengujian kandungan biomassa dari mikroalga Nannochloropsis sp. untuk mengetahui efek dari perlakuan metode filtrasi dengan pengaturan laju hisap filter terhadap peningkatan jumlah mikroalga Nannochloropsis sp. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan acuan untuk diterapkan dalam skala yang lebih besar atau skala industri.

18 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, hal yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menentukan laju hisap filter optimum agar kondisi densitas sel Nannochloropsis sp. dalam filter dapat dijaga pada intensitas cahaya yang diberikan dan menghasilkan produk biomassa yang besar dan juga fiksasi CO 2 yang efisien? 1.3. Tujuan Penelitian yaitu: Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini, Mendapatkan laju hisap filter optimum untuk meningkatkan produksi biomassa Nannochloropsis sp. Mendapatkan biomassa Nannochloropsis sp. yang optimum dengan menggunakan teknik filtrasi kontinyu. Menguji kandungan biomassa Nannochloropsis sp. pada perlakuan teknik filtrasi kontinyu Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini, yaitu: Jenis mikroalga yang digunakan pada penelitian ini adalah Nannochloropsis sp. Jenis medium yang digunakan adalah Walne. Sistem reaktor yang digunakan adalah fotobioreaktor tunggal dengan volume 18 L. Metode pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan kontinyu Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

19 6 Pada bab pendahuluan ini terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Bab II Bab III Bab IV Bab V Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka berisikan ulasan mengenai Nannochloropsis sp., fotobioreaktor, fotosintesis, dan metode pemanenan. Metode Penelitian Pada bab ini berisi tentang diagram alir penelitian, alat dan bahan yang digunakan, dan prosedur penelitian. Pembahasan Bab ini berisikan mengenai analisis penelitian, baik dari data yang diperoleh, hasil pengamatan dan pembahasan untuk tiap metode pemanenan serta pengaruhnya terhadap nutrisi yang dikandung. Kesimpulan dan Saran Bab kesimpulan dan saran terdiri atas kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini dan saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya.

20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga adalah alga kecil (ukuran 2-20µm) berupa tanaman talus yang memiliki klorofil sehingga mampu melakukan fotosintesis. Mikroalga bereproduksi secara aseksual melalui pembelahan sel. Mikroalga terdiri dari banyak spesies yang hampir semuanya merupakan organisme akuatik. Mikroalga ini banyak dikultur diberbagai negara terutama negara yang memiliki industri akuakultur seperti Indonesia, Thailand, Taiwan, Jepang, Ekuador dan beberapa negara di kawasan benua Eropa. Terdapat begitu banyak spesies dari mikroalga, diantaranya adalah Nannochloropsis sp. Nannochloropsis sp. adalah alga bersel satu yang termasuk dalam kelas Eustigmatophyceae yang di kenal sebagai marine chlorella dan umumnya dibudidayakan di pembenihan-pembenihan ikan sebagai pakan rotifer. Nannochloropsis sp. mempunyai peranan penting dalam suatu kegiatan pembenihan karena kandungan nutrisinya yang tinggi (Wisnu, 2006). Gambar 2.1. Nannochloropsis sp. (Sumber: Diadié Diouf et al., n.d) Klasifikasi sel Nannochloropsis sp. digolongkan sebagai berikut (Adehoog, 2001 dan Fitzsimmons, 2001): Kingdom : Protista 7 Universitas Indonesia

21 8 Super Divisi : Eukaryotes Divisi : Chromophyta Sub Divisi : Alga Kelas : Eustigmatophyceae Genus : Nannochloropsis Spesies : Nannochloropsis sp. Ilustrasi morfologi Nannochloropsis sp. dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.2. Ilustrasi Morfologis Sel Nannochloropsis sp. (Sumber: Waggoner dan Speer, 1999) Sel Nannochloropsis sp. berukuran 2-4 mikron, berwarna hijau, bentuk bulat memanjang, memiliki kloroplas yang mengandung klorofil a dan c serta pigmen fucoxanthin (Reed Mariculture Inc., 2001). Dinding sel Nannochloropsis sp. terbuat dari komponen selulosa yang kuat dan merupakan karbohidrat komplek yang bermanfaat untuk mengikat zat-zat toksik sehingga dapat dikeluarkan dari dalam tubuh serta mempunyai kemampuan mengikat aktivitas sistem kekebalan tubuh, juga memiliki 2 flagel (heterokontous) yang salah satu flagel berambut tipis, sehingga dapat bergerak aktif (Waggoner dan Speer, 1999). Sel Nannochloropsis sp. memiliki kloroplas dan nukleus yang dilapisi oleh membran dan tidak selalu terdapat di perairan umum. Kloroplas ini memiliki stigma (bintik mata) di sitoplasma yang sensitif terhadap cahaya (Bold dan Wynne, 1985). Sel Nannochlorpsis sp. berkembang baik secara aseksual dengan cara pembelahan sel atau pemisahan autospora dari sel induknya dan mempunyai toleransi terhadap lingkungan sangat tinggi. Menurut Wahyuni et al. (2001), bahwa sel Nannochloropsis sp. tumbuh dengan baik dengan ph 7-9 dengan kekuatan cahaya

22 lux (sesuai dengan volume budidaya), suhu o C dan salinitas ppt Fotobioreaktor Fotobioreaktor adalah reaktor yang digunakan sebagai tempat perkembangbiakan mikroalga yang dirancang dengan sistem yang diberikan pencahayaan. Fotobioreaktor dibagi menjadi dua sistem berdasarkan letak penempatannya, yaitu sistem terbuka dan tertutup. Fotobioreaktor terbuka beroperasi di luar ruangan, yang biasanya berupa kolam, danau, lagun, atau kolam buatan, sedangkan fotobioreaktor tertutup dilakukan di dalam ruangan. Fotobioreaktor tertutup memiliki berbagai bentuk dan ukuran, seperti tubular, flat plate, dan kolom. Berikut adalah tabel perbandingan kelebihan dan kekurangan sistem fotobioreaktor (Tabel 2.2.): Tabel 2.1. Perbandingan Antara Penggunaan Sistem Open Pond dengan Sistem Photobioreactor Faktor Open pond Photobioreactor Ruang yang dibutuhkan Tinggi Rendah Kehilangan air Sangat tinggi Rendah Kehilangan CO2 Tinggi Rendah Konsentrasi O2 Rendah Tinggi, terjadi build up Temperatur Bervariasi Membutuhkan pendingin Pembersihan Tidak perlu Perlu Kontaminasi Tinggi Tidak ada Kualitas biomassa Bervariasi Tergantung produksi Evaporasi Tinggi Tidak ada Biaya pemanenan Tinggi Lebih rendah Kebutuhan energi (W) (Sumber: Harun R. et al., 2010)

23 Fase Pertumbuhan Mikroalga Log Jumlah Sel Fase Lag Fase Log Fase Penurunan Laju Pertumbuhan Fase Stasioner Fase Kematian Waktu Gambar 2.3. Fase Pertumbuhan Mikroalga (Sumber: Wirosaputro, 2002) Fase Tunda (Lag Phase) Lag phase adalah suatu tahap setelah pemberian inokulum ke dalam media kultur dimana terjadi penundaan pertumbuhan yang dikarenakan Nannochloropsis sp. memerlukan pembelahan. Pada fase ini laju pertumbuhan spesifik adalah pada level sub-maksimum yang sering diamati. Pertumbuhan lag terjadi karena adanya sel non viable dan spora dalam inokulum. Pertumbuhan lag terjadi karena adanya masa adaptasi fisiologis akibat perubahan kondisi nutrisi untuk alga. Fase lag tida terjadi dalam kultivasi jika inokulum yang digunakan sudah berada pada fase eksponensial. Dalam fase ini tidak terjadi pertambahan jumlah sel. Fase ini adalah fase penyesuaian yaitu suatu masa ketika sel-sel kekurangan metabolit dan enzim akibat dari keadaan tidak menguntungkan dalam pembiakan terdahulu, menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Enzim-enzim dan zat antara terbentuk dan terkumpul sampai konsentrasi yang cukup untuk kelanjutan pertumbuhan Fase Eksponensial (Log Phase) Pada fase ini, sel-sel membelah dengan cepat dan terjadi pertambahan dalam jumlah sel. Selam fase ini, sel-sel berada dalam keadaan yang stabil. Bahan

24 11 sel baru terbentuk dengan konstan dan massa bertambah secara eksponensial. Hal ini bergantung dari satu atau dua hal yang terjadi, yaitu apabila zat makanan dalam pembenihan habis maka hasil metabolisme yang beracun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan. Kultur dalam fase pertumbuhan eksponensial tidak hanya berada dalam keseimbangan pertumbuhan tetapi jumlah dari sel-sel dalam kultur ini bertambah dengan kecepatan yang relatif konstan Fase Penurunan Laju Pertumbuhan Pada fase ini, tetap terjadi pertambahan sel namun laju pertumbuhannya menurun. Hal ini dikarenakan terjadinya kompetisi yang sangat tinggi di dalam media hidup karena zat makanan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah populasi akibat dari pertambahan yang sangat cepat pada fase eksponensial sehingga hanya sebagian dari populasi yang mendapatkan makanan yang cukup dan dapat tumbuh serta membelah Fase Stasioner Fase stasioner adalah fase pemberhentian pertumbuhan. Pada fase ini, jumlah sel kurang lebih tetap. Hal ini disebabkan oleh habisnya nutrisi dalam medium atau karena menumpuknya hasil metabolisme yang beracun sehingga mengakibatkan pertumbuhan berhenti. Dalam kebanyakan kasus, pergantian sel terjadi dalam fase stasioner, dimana adanya kehilangan sel yang lambat karena kematian yang diimbangi dengan pembentukan sel-sel yang baru melalui pembelahan. Bila hal ini terjadi, maka jumlah sel akan bertambah secara lambat, meskipun jumlah sel hidup tetap Fase Kematian (Death Phase) Dalam fase ini, jumlah populasi ini menurun. Selama fase ini, jumlah sel yang mati per satuan waktu secara perlahan-lahan bertambah dan akhirnya kecepatan sel-sel yang mati menjadi konstan.

25 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Nannochloropsis sp Jenis Medium/Nutrisi Seperti halnya makanan pada manusia, medium perkembangbiakkan pada alga merupakan tempat diserapnya nutrisi bagi pertumbuhan alga yang nantinya akan mempengaruhi metabolisme pada alga. Agar Nannochloropsis sp. dapat hidup, maka medium pembiakannya harus memiliki berbagai nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Terdapat berbagai jenis medium yang dapat digunakan sebagai media hidup mikroalga hijau Nannochloropsis sp., seperti Walne, Guillard f/2, dan lain sebagainya. Semua jenis medium tersebut memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroalga hijau Nannochloropsis sp., seperti N, P, K, S, Ca dan mineral lainnya. Kebutuhan unsur hara bagi kehidupan alga secara garis besar terbagi dua, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro terdiri dari N, P, K, S, Na, Si, dan Ca, sedangkan unsur hara mikro terdiri dari Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, dan B. Unsur N, P, dan Fe dapat meningkatkan kenaikan jumlah sel. Sulfur dapat membantu akselerasi pembelahan sel, sedangkan Mg dan Fe membantu meningkatkan klorofil. Menurut Richmond, A. E. (1990), kekurangan unsur P dapat menurunkan kadar protein dan klorofil a, akan tetapi dapat meningkatkan karbohidrat Pencahayaan Cahaya merupakan faktor utama yang mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan mikroalga sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mikroalga dan fotosintesis. Intensitas yang baik bagi mikroalga untuk melakukan fotosintesis berkisar antara lux. Cahaya matahari yang diperlukan oleh mikroalga dapat diganti oleh lampu TL. Penggunaan cahaya yang berasal dari lampu TL karena didasari oleh kebutuhan intensitas cahaya pada penelitian ini dimana jika cahaya pada lampu TL dapat diatur sesuai dengan intensitas yang dibutuhkan. Selain itu lampu TL mempunyai kestabilan intensitas cahaya jika dibandingkan dengan cahaya yang bersumber dari cahaya matahari. Faktor pencahayaan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pencahayaan kontinu, pencahayaan alterasi dan pencahayaan gelap-terang (fotoperiodesitas). Sebenarnya faktor pencahayaan ini

26 13 juga dapat dibagi lagi menjadi pencahayaan dengan panjang gelombang tertentu dan pencahayaan dengan intensitas tertentu. Namun, kali ini hanya akan dibahas mengenai pencahayaan dengan intensitas tertentu. 1. Pencahayaan Kontinu Istilah pencahayaan kontinyu adalah Nannochloropsis sp. yang diiluminasi dengan cahaya tampak secara terus-menerus hingga mencapai fase stationernya. Menurut penelitian yang telah dilakukan, perlakuan ini memberikan hasil laju pertumbuhan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pencahayaan gelapterang (fotoperiodesitas). 2. Pencahayaan Terang-Gelap Istilah pencahayaan terang-gelap adalah Nannochloropsis sp. yang diiluminasi dengan cahaya tampak ( nm) dengan mengatur kondisi terang selama 8 jam dan kondisi gelap selama 16 jam, seperti kondisi alami (periode cahaya matahari). Dari penelitian yang telah dilakukan, perlakuan ini memberikan efisiensi cahaya yang paling besar dibandingkan dengan pencahayaan kontinu, namum laju pertumbuhannya masih sedikit di bawah pencahayaan kontinu. 3. Pencahayaan Alterasi Alterasi adalah perubahan perlakuan cahaya kontinu dengan memberikan intensitas cahaya yang semakin tinggi seiring dengan pertambahan jumlah sel dari dalam penelitian ini. Perlakuan pencahayaan alterasi didasarkan pada semakin banyaknya jumlah sel biomassa dari Nannochloropsis sp. maka kultur akan semakin pekat, sehingga cahaya yang diberikan tidak lagi diterima secara merata oleh semua sel (terbatas pada sel yang ada di depan sumber cahaya). Usaha ini telah dibuktikan dapat meningkatkan laju pertumbuhan optimal dan menghasilkan biomassa dengan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pencahayaan kontinu tanpa alterasi pada cyanobacterium A. Cylindrica (Wijanarko, 2003) Kondisi Operasi 1. Karbondioksida (CO 2 ) dan Oksigen (O 2 ) Karbondioksida diperlukan oleh fitoplankton untuk memenbantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup digunakan dalam kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar

27 14 karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan ph kurang dari batas optimum sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton (Taw, 1990). Selain karbon dioksida, oksigen juga diperlukan untuk proses respirasi pada mikroorganisme tidak dapat berfotosintesis jika tidak terdapat cahaya sebagai sumber energi hingga diperlukan juga udara dari luar sebagai sumber oksigen dalam proses respirasi. 2. ph Derajat keasaman atau ph digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen. Variasi ph dapat mempengaruhi metabiolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran ph untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum kisaran ph yang optimum pada kultur Nannochloropsis sp. antara 7-9. Untuk mencegah perubahan ph media dalam kultur alga, perlu ditambahkan EDTA (Ethyl Diamine Tetra Acetat) ke dalam media, hal ini disebabkan karena EDTA dapat berfungsi sebagai buffer sehingga ph menjadi stabil. 3. Temperatur Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi fitoplankton diperairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur fitoplankton berkisar antara o C. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada medium yang digunakan. Suhu di bawah 16 o C dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36 o C dapat menyebabkan kematian. Beberapa fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi. Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat dilakukan dengan mengalirkan air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan alat pengatur suhu udara (Taw, 1990). Temperatur optimum bagi perkembangan Nannochloropsis sp. adalah o C.

28 15 4. Salinitas Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan dari mikroalga. Beberapa mikroalga dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga mikroalga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah. Pengaturan salinitas pada medium yang diperkaya dapat dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar. Kisaran salinitas yang dimiliki oleh Nannochloropsis sp. antara ppt, tetapi salinitas paling optimum untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah ppt Fotosintesis Pada Mikroalga Definisi Fotosintesis Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk menghasilkan makanan dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan dibumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis disebut sebagai fototrof Proses Fotosintesis Fotosintesis merupakan proses menggabungkan CO 2, H 2 O menjadi gula dengan menggunakan energi cahaya dengan menggunakan organel yang disebut kloroplas (Gambar 2.4.). Proses fotosintesis dibagi menjadi dua reaksi yaitu :

29 16 Gambar 2.4. Proses Umum Fotosintesis: Kerjasama Reaksi Terang Dan Gelap (Sumber: Campbell et al. 1999) Reaksi Terang Reaksi terang berlangsung pada sistem membran kompleks/grana yang tersusun dari protein kompleks, elektron carrier dan molekul lemak. Reaksi terang mengkonversi energi menjadi berbagai produk. Pada langkah pertama adalah konversi foton menjadi bentuk elektron tereksitasi pada molekul antenna pigmen yang terdapat pada sistem antenna. Baik molekul donor maupun molekul akseptor akan melekat pada protein kompleks pusat reaksi. Gambar 2.5. Proses Reaksi Terang (Sumber: Campbell et al. 1999)

30 17 Secara umum, terdapat tiga reaksi utama yang terjadi pada reaksi terang yaitu : 1. Oksidasi H 2 O, menurut persamaan : (2.1) 2. Reduksi NADP+, menurut persamaan : (2.2) 3. Sintesis ATP, menurut persamaan : (2.3) Jika tiga persamaan diatas digabungkan maka akan didapat persamaan untuk reaksi terang : (2.4) Pada keadaan terang, fotosistem II mengumpan elektron ke fotosistem I. Elektron ini akan ditransfer dari fotosistem II ke fotosistem I oleh intermediate carrier. Reaksi tersebut adalah transfer elektron dari molekul air ke NADP +, menghasilkan bentuk yang tereduksi yaitu NADPH. Efek dari reaksi terang adalah konversi energi radian menjadi energi bebas redoks dalam bentuk NADPH dan transfer energi grup fosfat dalam bentuk ATP. Pada reaksi terang, transfer elektron tunggal dari air menjadi NADP + melibatkan sekitar 30 ion logam dan 7 grup aromatik. Ion logam termasuk 20 ion Fe, 5 ion Mg, 4 ion Mn dan 1 ion Cu. Aromatik termasuk quinine, pheophytin, NADPH, tyrosine dan flavoprotein. NADPH dan ATP yang terbentuk pada reaksi terang menyediakan energi untuk reaksi gelap fotosintesis, yang dikenal sebagai siklus Calvin atau siklus fotosintetik reduksi karbon. Reaksi Gelap Siklus Calvin merupakan suatu siklus dalam proses fotosintesis yang termasuk dalam reaksi gelap. Mikroalga mengambil CO 2 dari lingkungan dan mereduksinya menjadi karbohidrat melalui siklus Calvin. Proses ini merupakan serangkaian reaksi biokimia yang mereduksi karbon dan menyusun ulang ikatan menghasilkan karbohidrat dari molekul CO 2. Untuk fiksasi karbon (fiksasi gas CO 2 yang bebas berdifusi menjadi bentuk yang non-volatil berupa reduced sugar) dibutuhkan ATP (energi) dan NADPH (reducing power). ATP dan NADPH yang

31 18 dihasilkan dalam proses fotosintesis memicu berbagai proses biokimia. Pada tumbuhan proses biokimia yang terpicu adalah siklus calvin yang mengikat karbon dioksida untuk membentuk ribulosa (dan kemudian menjadi gula seperti glukosa). Reaksi ini disebut reaksi gelap karena tidak bergantung pada ada tidaknya cahaya sehingga dapat terjadi meskipun dalam keadaan ada cahaya. Berikut adalah skema yang menunjukan siklus Calvin. Gambar 2.6. Siklus calvin (Sumber: Campbell et al. 1999) 2.6. Teknik Filtrasi Filtrasi merupakan suatu metode pemanenan, dimana medium dan mikroalga dialirkan melalui filter yang kemudian mikroalga akan tersaring/terfilter, sedangkan medium akan tetap mengalir melewati filter. Alga yang tersaring dalam filter akan menghasilkan pasta alga (Danquah, 2009). Filter yang telah terisi mikroalga inilah yang kemudian dipisahkan untuk diambil biomassanya. Filter dapat dibuat dari bahan sponge, kanvas, nilon, dakron, logam atau fiberglass.

32 19 Ada dua bentuk dasar filtrasi yang digunakan, yaitu filtrasi permukaan dan filtrasi kedalaman. Filtrasi permukaan (surface filtration) menghasilkan cake pada permukaan media filter, sedangkan pada filtrasi kedalaman (deep bed filtration) mikroalga yang tersaring berada di dalam media filter. Berdasarkan alirannya, filtrasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu filtrasi kontinyu dan filtrasi semikontinyu. Filtrasi kontinyu berlangsung secara terus menerus dimana filter digunakan terus menerus, dan ketika telah penuh oleh padatan filter diambil dan langsung diganti dengan filter yang berbeda, sedangkan filtrasi semi-kontinyu berlangsung dalam beberapa saat. Berdasarkan jenisnya, filtrasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu dead end filtration, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, filtrasi bertekanan, filtrasi vakum, and tangential flow filtration (TFF) (Harun, 2009). Filtrasi konvensional hanya mampu menangkap mikroalga dengan ukuran >70 μm (Brennan, 2009), sedangkan untuk mikroalga yang berukuran <30 μm harus digunakan filtrasi membran atau ultrafiltrasi (Petrusevski, 1995). Teknik filtrasi ini juga dapat dikembangkan dengan sistem filtrasi untuk meningkatkan produksi biomassa Nannochloropsis sp. dengan pengaturan laju hisap filter. Pada pengaturan ini, filter yang digunakan dapat menggunakan filter busa atau mikrofilter untuk selanjutnya akan dilakukan proses kultivasi Nannochloropsis sp. pada nilai densitas sel tertentu untuk berbagai laju hisap filter. Pengaturan ini diharapkan dapat mengendalikan densitas sel dalam kultur sehingga penerimaan cahaya oleh sel dapat secara merata diterima. Penelitian sebelumnya, produksi biomassa Chlorella vulgaris mampu ditingkatkan sebesar 1,25 kali dengan perlakuan filtrasi kontinyu pada kultivasi. Sedangkan dengan menggunakan pengaturan laju hisap filter pada teknik filtrasi kontinyu, produksi biomassa dapat ditingkatkan menjadi 1,43 kali lebih besar dari perlakuan tanpa filtrasi (Dianursanti, 2012). Hal ini terbukti bahwa perlakuan filtrasi dengan mengatur laju hisap filter pada kultivasi berhasil mengatur densitas sel sedemikian rupa sehingga intensitas cahaya yang diberikan dapat tetap mencukupi kebutuhan sel selama proses kultivasi. Dalam hal ini, dapat pula dikatakan bahwa perlakuan filtrasi ini terbukti dapat meminimalkan efek selfshading.

33 20 Tabel 2.2. Jejak Rekam Penelitian Budidaya Alga dalam Sistem Filtrasi Mikroalga Chlorella vulgaris Sistem Kultivasi Filtrasi Mikrofiltrasi Ultrafiltrasi Nuzulliany Pratama I. R. (2008) (2011) Darmawan M.R. Bilad H. (2010) (n.d.) Haslea ostrearia Skeletonema costatum Phaeodactylum tricornutum Nannochloropsis sp. Riset yang dilakukan N. Rossignol (1999) M.R. Bilad (n.d.)

34 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Penelitian ini diawali dengan tahap persiapan yang terdiri dari perangkaian alat pada reaktor tunggal, pembuatan medium, pembiakan kultur murni Nannochloropsis sp. dan penentuan jumlah inokulum. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan penelitian dengan mengembangbiakkan kultur Nannochloropsis sp. Skemanya ialah sebagai berikut: Tahap Awal 1. Studi literatur 2. Kalibrasi alat 3. Penentuan U G optimum Pre-culture 1. Persiapan peralatan 2. Pembuatan medium Walne 3. Pembiakan kultur murni Nannochloropsis sp. dalam medium Walne 4. Penentuan jumlah inokulum Pengaturan Laju hisap filter Alat Filter Memvariasikan σ µmax,opt yang didapat pada penelitian awal secara kontinyu untuk laju pertumbuhan maksimum produksi biomassa Pembanding : X o = 0,374 g/l tanpa filtrasi (Ingrid, 2012) Pengambilan Data OD Reaktor, OD Filtrat, ph, I b, yco 2 in, yco 2 out Pengolahan Data Mencari σ µmax,opt Aliran Hisap Alat Filter untuk tiap X Pembahasan dan Kesimpulan I = lux X 0 = 0,37; 0,66; 0,85; 0,91 (g/l) t = 0; 1,5; 3; 4,5; 6; 7,5; 9; 10,5 T = 29 o C ; CO 2 = 5% Pengambilan dan Pengolahan Data OD Reaktor, OD Filtrat, ph, I b Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 21

35 Alat dan Bahan Penelitian Peralatan-peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini, antara lain: 1. Fotobioreaktor flat transparan berbentuk akuarium dengan volume total 18 L yang dilengkapi dengan aliran input dan output gas CO 2 dan udara. 2. Air Flow dengan kapasitas 140 L/m merek Resun LP Tabung gas CO 2 yang dilengkapi dengan regulator. 4. Flowmeter udara dan flowmeter CO Sponge berfungsi sebagai filter. 6. Breeding Sponge Filter sebagai tempat memasangkan sponge/filter. 7. Lampu Philips hallogen 20W/12V/50Hz dan transformator 220V primer/12v sekunder dengan intensitas maksimum sebagai sumber iluminasi. 8. T-Septum yang terbuat dari bahan gelas sebagai titik indikator konsentrasi CO 2 yang masuk ke dalam fotobioreaktor. 9. Peralatan glassware yang terdiri dari erlenmeyer 100 cm 3 sebagai discharge gas CO 2 dan udara output fotobioreaktor, pipet ukur 5 cm 3, pipet pasteur, gelas ukur 10 cm 3, 100 cm 3 botol sampel sel, dan beaker glass 20 cm 3 dan 100 cm Selang silikon dan selang plastik sebagai rangkaian peralatan dan konektor rangkaian. 11. Syringe 1001 RT Hamilton 1 cm 3 (inlet-outlet) untuk mengambil sampel input dan output CO ph meter HANNA Model HI 8014 dengan larutan buffer 4 dan Set Lightmeter Lxtron LX-103 sebagai penghitung kekuatan intensitas cahaya, dengan satuan Lux. 14. Spectro UV-VIS RS Spectrometer, LaboMed. Inc untuk menghitung OD/absorbansi. 15. Unit Gas Chromatography TCD Shimadzu GC-8A untuk mengukur konsnetrasi gas CO 2 input dan output fotobioreaktor, Recorder C-R6A Chromatograph untuk mendapatkan printout dari hasil GC, serta tabung gas (carrier gas) Argon. Bahan penlitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

36 23 1. Starter mikroalga hijau Nannochloropsis sp. 2. Bahan-bahan untuk jenis-jenis medium tertera pada Tabel Gas CO 2 sebagai bahan untuk fotosintesis mikroalga 4. Air laut (seawater) untuk membuat medium Walne 5. Alkohol 70% untuk sterilisasi peralatan 3.3. Variabel dalam Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Variabel Bebas Variabel ini merupakan variabel yang diset pada harga tertentu. Variabel bebas yang ditentukan dalam penelitian ini adalah waktu pengambilan data (t), berat kering sel awal (X o ) dan variasi kecepatan hisapnya. Selain itu, terdapat pula variabel semi bebas yaitu variabel yang besarnya kita tentukan sendiri namun pada penentuannya tergantung pada besar variabel lainnya. Variabel semi bebas pada penelitian ini adalah intensitas cahaya (I) yang diberikan pada Nannochloropsis sp. Intensitas yang digunakan adalah intensitas optimum yang diperoleh dari penelitian Ingrid C. E. Inthe (2012) Variabel Terikat Variabel ini merupakan variabel yang diukur nilainya setelah diberikan harga tertentu pada variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kerapatan biomassa Nannochloropsis sp., jumlah kerapatan sel (OD) reaktor dan filtrat, I b, konsentrasi CO 2 (in, out), dan ph Variabel Tetap Variabel tetap dalam penelitian ini adalah kecepatan superfisial CO 2, dan intensitas cahaya yang digunakan Prosedur Penelitian Skema Peralatan Fotobioreaktor yang digunakan pada penelitian adalah fotobioreaktor dengan volume 18 L. Sistem reaktor yang digunakan adalah sistem batch, dimana

37 24 pada waktu tertentu, sebagian sel Nannochloropsis sp. yang terserap dalam filter diambil setiap 12 jam sekali dan dengan begitu volume dalam fotobioreaktor akan semakin berkurang. Gambar di bawah ini adalah sketsa fotobioreaktor yang akan digunakan. Keterangan: CO 2 6 2a 1 2b 8 Y 1. Fotobioreaktor (PBR) 2. Breeding Sponge Filter (a/b) 3. Pompa Udara 4. Flowmeter Udara (a/b) 5. Flowmeter CO 2 6. Tabung Gas CO 2 7. Sparger Biasa 8. Cabang 9. Sponge/Busa (Filter) a 3 4b Gambar 3.2. Skema peralatan Sterilisasi Peralatan Sterilisasi bertujuan untuk menghilangkan kontaminan yang berada di peralatan yang akan digunakan, sehingga pertumbuhan Nannochloropsis sp. tidak terhambat. Adapun langkah-langkah untuk sterilisasi alat adalah sebagai berikut: 1. Pencucian peralatan

38 25 Peralatan yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air sabun kemudian dibilas dengan air sampai tidak terdapat sabun yang menempel. 2. Pengeringan Setelah peralatan dicuci dan dibilas sampai bersih, kemudian dikeringkan dengan menggunakan tisu atau kompressor udara. Selanjutnya peralatan yang sudah kering tersebut ditutup dengan alumunium foil, untuk mencegah masuknya kontaminan. 3. Sterilisasi Peralatan dari kaca disterilisasi dalam oven dengan suhu 100 o C selama 1 jam. 4. Penyimpanan Peralatan kaca/logam dan plastik yang telah disterilisasi disimpan dalam lemari penyimpanan kedap udara yang dilengkapi dengan lampu UV Pembuatan Medium Walne Dalam penelitian ini medium yang digunakan sebagai kultur media pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah medium Walne. Medium ini dipilih karena cukup baik untuk media hidup Nannochloropsis sp. Untuk keperluan pembuatan medium sintetik yang dalam penelitian ini menggunakan Walne, maka diperlukan senyawa-senyawa kimia yang merupakan komposisi medium. Komposisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

39 26 Tabel 3.1. Komposisi Walne Stok Senyawa Larutan Stok (1) Trace metal solution (TMS) per 100 ml ZnCl 2 2,1 g CoCl 2.6H 2 O 2,0 g (NH 4 )6Mo 7 O 24.4H 2 O 0,9 g CuSO 4.5H 2 O 2,0 g (2) Vitamin solution per 100 ml Cyanocobalamin 10,0 mg Thiamine 10,0 mg Biotin 200,0 µg (3) Nutrient solution per litre FeCl 3.6H 2 O 1,3 g MnCl 2.4H 2 O 0,36 g H 3 BO 3 33,6 g EDTA (disodium salt) 45,0 g NaH 2 PO 4.2H 2 O 20,0 g NaNO 3 100,0 g TMS Stock (1) 1,0 ml Medium per litre Vitamin solution (2) 0,1 ml Nutrient solution (3) 1,0 ml Sterilised seawater 1,0 L (Sumber: Culture Collection of Algae and Protozoa) Pembiakan Kultur Murni Kultur murni yang didapat dibiakkan lagi sebelum dapat digunakan dalam penelitian, selain untuk memperbanyak persediaan Nannochloropsis sp., juga diharapkan Nannochloropsis sp. beradaptasi dalam medium baru sebelum digunakan. Cara pembiakan mikroalga Nannochloropsis sp.: 1. Persiapan medium dan peralatan pembiakan (wadah, selang udara, tutup wadah) dan disterilkan terlebih dahulu. 2. Stock murni Nannochloropsis sp. kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril dan dicampur dengan medium Walne yang sudah steril. 3. Kultur tersebut kemudian di-bubbling dengan menggunakan kompresor udara dan CO 2. Pada tahap ini juga harus diberikan cahaya, namun intensitas cahaya diatur cukup kecil kurang lebih 1000 satu kali. 4. Pembiakan dapat dilakukan selama satu minggu atau lebih bila bertujuan untuk memperbanyak persediaan yang ada, tetapi untuk mencapai lag time hanya diperlukan 2-3 hari.

40 Penentuan Jumlah Inokulum Nannochloropsis sp. Penentuan jumlah inokulum penting dalam penelitian ini, karena berkaitan langsung dengan jumlah sel Nannochloropsis sp. yang terdapat dalam kultur. Jumlah inokulum perlu diketahui agar dapat dilihat perubahan jumlahnya dan hal ini berkaitan dengan besar intensitas cahaya yang dibutuhkan. Langkah-langkah perhitungan : 1. Kultur yang akan dihitung jumlah inokulumnya, diaduk sampai semua endapan Nannochloropsis sp. merata dalam medium. 2. Sampel inokulum diambil secukupnya jika menggunakan mikroskop atau diambil sebanyak 5 ml jika menggunakan spektrofotometer. 3. Perhitungan sel dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop maupun spektrofotometer, dengan catatan untuk perhitungan menggunakan spektrofotometer telah dibuat kurva kalibrasi OD vs N sel a) Menggunakan Mikroskop Sampel diteteskan pada Neubauer Improved secukupnya (±2 tetes pada ruang atas/bawah). Sampel ini kemudian ditutup dengan kaca preparat. Sampel dihitung dengan menggunakan mikroskop (perbesaran 100x, diusahakan seluruh bagian bilik hitung terlihat dengan jelas). Alat pencacah yang digunakan untuk perhitungan adalah counter manual. Jumlah inokulum untuk setiap bilik dan ruangan dihitung rata-ratanya, kemudian dihitung dengan rumus N sel/ml jumlah sel rata - rata (3.1) Bila menggunakan pengenceran maka nilai N dikali faktor pengenceran, misal penegenceran 4x, maka N sel/ml jumlah sel rata - rata (3.2) b) Menggunakan Spektrofotometer Spektrofotometer diatur pada panjang gelombang 540 nm. Untuk melihat nilai OD pada penelitian ini digunakan spectrofotometer single beam, dan cahaya tampak (VIS) sebagai sumber cahaya yang akan diabsorbsi oleh Nannochloropsis sp.

41 28 Spektrofotometer dikalibrasi dengan kuvet berisi medium pada panjang gelombang yang sama, kemudian diatur agar absorbansinya menunjukkan angka 0,000 (nol). Sampel dimasukan ke dalam kuvet, kemudian diuji dalam spektrofotometer. Data yang diambil adalah nilai absorbansi pada rentang 0 0,2, jika melebihi dari rentang tersebut maka sampel harus diencerkan sampai nilai absorbansinya mencapai rentang tersebut. Nilai OD 0-0,2 berada pada nilai T (Transmission) Kemudian jumlah selnya dapat diketahui dari kurva kalibrasi OD vs X sel. Jika dilakukan pengenceran maka jumlah selnya dikalikan jumlah pengenceran yang dilakukan Pembuatan Kurva Kalibrasi Pembuatan kurva kalibrasi ini bertujuan untuk memudahkan perhitungan sampel yang memiliki jumlah sel yang banyak dengan hanya mengatur absorbansinya (OD) menggunakan spektrofotometer cahaya tampak. Kurva kalibrasi yang dibuat adalah kurva OD vs X sel. Pembuatan kurva diawali dengan membuat beberapa sampel dengan nilai OD yang berbeda-beda. Satu nilai OD dibuat secara triplo sehingga pengukuran menjadi lebih akurat. Sampel yang telah disiapkan kemudian di hitung berat kering sel Nannochloropsis sp. menggunakan mikroskop. Setiap sampel dihitung tiga kali sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat. Setelah diperoleh berat kering sel dari masing-masing sampel kemudian di buat kurva antara OD vs X sel yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam perhitungan nilai berat kering sel (X sel ) dari hasil kultivasi. Kurva OD vs X sel yang diperoleh dapat dilihat pada gambar berikut Pelaksanaan Penelitian Kondisi operasi pada penelitian ini yaitu: udara yang mengandung 5 % CO 2 dan dengan suhu ruang 29 o C. Selain itu, kecepatan superfisial gas U G yang disesuaikan berdasarkan hasil uji hidrodinamik, penyesuaian intensitas cahaya yang digunakan untuk kultivasi Nannochloropsis sp. dan diperoleh dari

42 29 eksperimen Ingrid C. E. Inthe (2012), serta variasi laju hisap filter system. Pada eksperimen dengan perlakuan filtrasi aliran sirkulasi kultur media yang ditujukan untuk mengurangi self-shading dengan memerangkap sebagian sel dalam filter, perlu dilakukan observasi pengaruh daripada laju hisap filter terhadap peningkatan produk biomassa dan laju pertumbuhannya dengan mencari laju hisap filter optimum pada tiap jumlah X 0 dari 0,37 0,91 g/l. Pertama-tama selalu dilakukan tindakan aseptic dengan menggunakan alkohol 70 % untuk menghindari adanya kontaminan yang dapat berpengaruh pada pertumbuhan mikroalga. Penelitian utama yang dilakukan adalah pemberian perlakuan pengaturan laju hisap filter dengan berbagai variasi kecepatan untuk X 0 = 0,37; 0,66; 0,85 dan 0,91 (g/l) dalam fotobioreaktor kolom gelembung berukuran 18 L untuk mencari kecapatn hisap paling maksimum dari tiap jumlah inokulum. Kemudian dilakukan pengaturan laju hisap pada kecepatan hisap optimum dengan X 0 = 0,37 g/l dan menggunakan pencahayaan kontinyu kemudian sebagai pembanding dilakukan sistem reaktor tanpa filtrasi dengan kerapatan dan pencahayaan yang sama untuk melihat pengaruh dari pengaturan laju hisap filter alat filter (Heru D, 2010). Parameter penentuan laju hisap paling optimum dari suatu X ini adalah pertumbuhan maksimum sel. Untuk menentukan laju pertumbuhan maksimum dilakukan running dalam rentang 10,5 jam. Dengan pertimbangan bahwa pada rentang waktu tersebut sudah dapat menggambarkan profil laju pertumbuhan Nannochloropsis sp Pengambilan Data Data yang diambil adalah OD reaktor dan filter, ph, I b, y CO2in, dan y CO2out. Proses pengambilan data yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Sampel diambil dari kultur media sekitar 5 10 ml pada 3 botol yang berbeda dari reaktor untuk diukur absorbansinya bersamaan dengan mengambil nilai ph-nya. Kemudian dirata-ratakan nilainya. Dari nilai rata-rata absorbansi yang didapat tersebut dapat dilihat nilai X sel nya pada kurva kalibrasi OD vs X sel. Data nilai ph dilakukan untuk melihat aktivitas sel mikroalga dari konsentrasi [HCO - 3 ].

43 30 2. Pengambilan data I b dilakukan dengan menggunakan luxmeter yang diletakkan di belakang fotobioreaktor. 3. Bersamaan dengan perlakuan di atas, biomassa yang terperangkap dalam filter juga di ambil dengan cara memindahkannya dari media kultur ke dalam wadah berisi medium Walne melalui proses pemerasan sebelum diukur OD dalam kultur media tersebut. 4. Langkah-langkah pengambilan data diulangi setiap interval waktu yang telah ditetapkan (untuk sampel dari media kultur selama 1,5 jam sekali dan filtrat selama 1,5 jam sekali). 5. Pengambilan data lipid dilakukan dengan metode Soxhlet dengan prosedur berikut: Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5-10 gram dan kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam Thimble (selongsong tempat sampel), di atas sample ditutup dengan kapas. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana dengan titik didih 69 C. Selanjutnya labu kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan n-heksana sebanyak 175 ml. Pelarut yang baik dalam ektraksi soxhlet adalah pelarut yang mempunyai titik didih rendah seperti n-heksana yang mempunyai titik didih 69 o C agar cepat menguap sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada alat dan juga tidak membutuhkan watu yang lama untuk melakukan satu sirkulasi ektraksi. Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan. Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari pengembunan hingga

44 31 pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan. 6. Pengambilan data klorofil dan beta karoten Sampel dicampurkan aseton dengan perbandingan 1:1 dalam tabung 10 ml. Kemudian ditambahkan glass bead. Sonikasi dalam sonikator selama ± 45 menit. Di-sentrifuge ± 30 menit Untuk klorofil, ukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 645 nm & 663 nm (dengan larutan standarnya adalah aseton). Untuk beta karoten, absorbansi yang digunakan adalah pada panjang gelombang 450 nm. 7. Pengambilan data protein menggunakan prosedur Lowry (1951) sebagai berikut. Larutan protein standar (BSA 200 μg/ml) dan dh 2 O dicampurkan dalam jumlah tertentu (Tabel 3.2) dalam tabung reaksi sehingga diperoleh berbagai konsentrasi antara mg dalam larutan standar 1 ml. Pada tabung lain dicampurkan juga sampel protein dan dh 2 O sehingga volume total larutan sampel 2,0 ml. Kemudian larutan Biuret 5 ml ditambahkan ke dalam masing-masing tabung yang berisi larutan protein (standar dan sampel) dan segera divortex. Campuran reaksi diinkubasi pada suhu kamar tepat 10 menit. Untuk menghitung waktu reaksi digunakan stopwatch, dan waktu dihitung saat menambahkan larutan Biuret. Agar waktu reaksinya seragam untuk tiap sampel, ketika menambahkan larutan Biuret pada tabung berikutnya diberikan selang waktu tertentu. Kemudian pada menit ke-10 sebanyak 0,5 ml reagen Folin ditambahkan ke dalam campuran reaksi dan segera dikocok menggunakan vortex. Larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit setelah penambahan reagen Folin.

45 32 Serapan masing-masing larutan diukur tepat pada menit ke-30 yang ditetapkan pada panjang gelombang 750 nm. Tabel 3.2. Penentuan kadar protein dengan metode Lowry Blanko Larutan standar Sampel protein No. Tabung Standar BSA (ml) - 0,8 1,2 1,5 1, Sampel protein (μl) Aquades (ml) 2 1,2 0,8 0,5 0,2 1,995 1,95 1,8 Larutan Biuret (ml) 5 Reagen Folin (ml) 0, Pengolahan Data Data X (Berat Kering Sel) yang diperoleh dari pengukuran nilai absorbansi digunakan untuk melihat tingkat pertumbuhan Nannochloropsis sp. selama pembiakan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan spesifik adalah Persamaan Monod sebagai berikut 1 dx...(3.3) X dt μ = laju pertumbuhan spesifik (jam -1 ) X = berat kering sel (g/l) t = waktu (jam) Data ph yang diambil digunakan untuk mengetahui tingkat metabolisme Nannochloropsis sp. yang ditunjukkan dengan meningkatnya produksi [HCO - 3 ] dalam fotobioreaktor. Produksi [HCO - 3 ] diiringi pelepasan [H + ], sehingga persamaan yang digunakan adalah persamaan Handerson-Haselbach, yaitu K CO HCO H 3...(3.4) 2 CO 1 3 K CO 2 2 H HCO K ph CO CO 10 2 HCO CO...(3.5) (3.6) Untuk menentukan nilai Ka dan konsentrasi CO 2 digunakan pendekatan Hukum Henry, P yco 2 P...(3.7) CO H CO CO T

46 33 H ln H 2 2 A To 1 B T To ln C T CO2 H H H CO, O T To 1...(3.8) H ln H 2 2 A Selanjutnya, konsentrasi HCO 3 - persamaan: HCO 3 To 1 B T To ln C T CO2 K K K CO, O T dapat To 1...(3.9) ditentukan dengan menggunakan To To To exp A K 1 BK ln CK 1 K CO y 2 CO P 2 T T T T...(3.10) ph H CO 10 exp To To To 2 A 1 H BH ln CH 1 T T T Keterangan: P T = Tekanan Operasi (atm) y CO2 = fraksi gas CO 2 K CO2 = 4,38 x 10-7 H CO2 = 2900 KPa/mol T = Temperatur operasi T 0 = Temperatur standar Ak = Bk = Ck = 0 Ah = Bh = Ch = Data persentase CO 2 yang diambil, akan diolah untuk mengetahui jumlah gas CO 2 yang dipindahkan ke dalam satuan volume medium yang dibutuhkan untuk metabolisme sel dalam satuan waktu, atau disebut CTR (Carbon Transfer Rate). Persamaan untuk perhitungannya adalah sebagai berikut dimana CO2 Dengan U G U G A M CO2 P V R T medium CTR...(3.11) y CO2 CO2 = kecepatan superfisial gas yang diumpankan (L/jam) A = luas permukaan reaktor yang menghadap ke sumber cahaya (m 2 )...(3.12)

47 34 M CO2 = massa molekul relatif CO 2 (g/mol) P = tekanan operasi (atm) V medium = volume medium (L) R = konstanta Rydberg (0,08205 L.atm/mol.K) T = suhu operasi (K) Selain itu, data persentase CO 2 juga digunakan untuk menghitung laju gas CO 2 yang dipindahkan karena adanya aktivitas kehidupan biologi dalam satu satuan waktu (q CO2 ). Persamaan yang digunakan adalah q CO2 CTR yco2 CO2...(3.13) X X Dimana X = berat kering sel per satuan volume (g/l) y CO2 = selisih konsentrasi CO 2 masuk dan keluar reaktor CTR = (g/l.jam) Data kandungan-kandungan yang diperoleh akan diolah sebagai berikut: 1. Lipid berat botol akhir berat botol kosong % lipid 100%...(3.14) berat sampel 2. Klorofil klorofil a 3. Beta karoten beta karoten klorofil b mg / L 12,25 A663 2, 55 A645...(3.15) mg / L 22,9 A645 4, 64 A663...(3.16) mg / L 7,34 A663 17, 76 A645 klorofil a b...(3.17) mg / L 1000 A 3,27 klorofil a104klorofil / b...(3.18) 4. Protein Kurva kalibrasi dibuat untuk menghitung kadar protein yang terdapat pada sampel. Kurva yang dibuat berdasarkan data berat sampel BSA terhadap

48 35 absorbansi (750 nm). Berdasarkan kurva kalibrasi yang diperoleh (dapat dilihat pada lampiran), kadar protein dihitung sebagai berikut: A 0, C 0, (3.19) 750 dengan C adalah kadar protein. Hasil seluruh pengolahan data untuk tiap metode pemanenan selanjutnya akan dibandingkan melalui grafik pertumbuhan sel terhadap waktu, metabolisme terhadap waktu, dan fiksasi karbon dioksida terhadap waktu, serta kandungan nutrisi terhadap metode pemanenan agar dapat diamati pengaruh dari metode pemanenan terhadap jumlah biomassa dan kandungan nutrisinya.

49 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pelaksanaan penelitian, data yang diperoleh, pengolahan data, dan analisa dari data yang telah diperoleh tersebut Pembahasan Umum Pada penelitian yang dilakukan, mikroalga Nannochloropsis sp. akan dikultivasi dengan teknik filtrasi kontinyu dengan mengatur laju hisap filter untuk memproduksi biomassa Nannochloropsis sp. pembudidayaan Nannochloropsis sp. dilakukan dalam sebuah fotobioreaktor kolom gelembung dengan volume 18 L. Penelitian ini akan ditekankan pada pengaturan laju hisap filter dalam aliran sirkulasi kultur media dengan teknik filtrasi kontinyu untuk mengendalikan densitas sel agar laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. dalam kultur media tetap terjaga maksimum dan sel dapat secara merata mendapatkan sumber cahaya yang diberikan saat kultivasi. Hasil yang didapat akan dibandingkan dengan kultur media dalam kultivasi tanpa perlakuan filtrasi (kontrol) dengan kondisi yang sama yang dilakukan oleh Ingrid C. E. Inthe (2012). Fotobioreaktor yang akan digunakan adalah fotobioreaktor tembus cahaya yang dilengkapi dengan filter yang terbuat dari busa berpori (sponge) yang didisain agar cahaya yang diberikan dari sumber iluminasi dapat secara merata diterima oleh mikroalga selama masa kultivasi untuk menghindari terjadinya efek self-shading dimana terjadi peristiwa penutupan sel yang menyebabkan tidak meratanya cahaya yang diberikan dan CO 2 yang didapatkan oleh mikroalga saat kultivasi. Penggunaan filter ini berfungsi untuk menyerap sejumlah sel biomassa dalam fotobioreaktor agar kepekatan sel dapat berkurang dan peluang sel-sel dalam mendapatkan cahaya dan nutrisi dari medium juga sangat cukup. Kebutuhan nutrisi untuk proses kultivasi mikroalga Nannochloropsis sp. pada penelitian ini terdapat di medium Walne. Medium Walne 36

50 37 merupakan medium yang biasa digunakan sebagai medium air laut untuk pertumbuhan marine algae, terutama diatom (Zeily N., et al., 2010). Pembiakan kultur murni Nannochloropsis sp. dalam medium Walne pada tahap pre-culture dilakukan untuk mengkondisikan mikroalga melewati masa adaptasi (lag phase) dan siap berada pada fase eksponensial (log phase) saat proses kultivasi dimulai. Tahap selanjutnya adalah penentuan kecepatan superfisial untuk fotobioreaktor bervolume 18 L. Proses ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan alir udara optimum yang diberikan pada proses kultivasi untuk mendapatkan pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp. yang maksimum. Pada penelitian ini kecepatan alir udara yang digunakan adalah sebesar 7 L/min atau dengan U G sebesar 12, m/jam (LAMPIRAN B). Penentuan laju hisap filter dilakukan untuk mengetahui kemampuan optimum filter dalam menyerap sel biomassa. Tahap awal dalam penelitian ini adalah dengan mengkultivasi sel Nannochloropsis sp. dengan 4 variasi berat kering sel (X 0 ), yaitu 0,37; 0,66; 0,85 dan 0,91 (g/l) pada intensitas cahaya sebesar 3000 lux dengan mengatur laju hisap filter untuk memperoleh laju pertumbuhan spesifik paling maksimum. Pada tahap awal penelitian dilakukan penentuan kurva OD 540 vs X. Penentuan kurva OD 540 vs X ini bertujuan untuk memudahkan perhitungan berat kering sel selama masa kultivasi. Panjang gelombang yang digunakan dalam pengukuran optical density (OD) mikroalga adalah 540 nm (Jorge et al., 2003). Penelitian baru dapat dimulai setelah semua kondisi operasi ditetapkan. Data yang diambil mencakup OD sel, OD filtrat, ph, y CO2 in dan out, dan I b pada rentang waktu yang telah ditentukan. Pengambilan data OD sel berfungsi untuk melihat adanya peningkatan berat kering sel selama masa kultivasi dan diambil selama 6 jam sekali. Sedangkan untuk pengambilan data OD filtrat berfungsi untuk mengetahui berat kering sel yang terperangkap dalam filter yang juga bertujuan untuk mengurangi kepadatan dalam kultur dana diambil setiap 12 jam sekali. Pengambilan data ph dilakukan untuk perhitungan terhadap konsentrasi substrat [HCO - 3 ] yang

51 38 terdapat dalam medium. Sedangkan untuk mengetahui besarnya energi cahaya yang tersedia dan dikonversi untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. Serta untuk mengetahui besarnya fiksasi CO 2 oleh Nannochloropsis sp. maka dilakukan pengambilan data y CO2 in dan out Data Penelitian Data hasil penelitian yang dilakukan akan disajikan dalam bentuk angka dan grafik. Untuk data dalam bentuk angka, akan disajikan dalam lampiran dibagian akhir skripsi Penentuan Laju Hisap Filter Tahap ini dilakukan untuk menentukan laju hisap filter yang optimum (σ µmax,opt ) untuk mendapatkan laju pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp. yang maksimal (µ max ). Pertama-tama menentukan 4 variasi berat kering sel awal (X 0 ) Nannochloropsis sp., yaitu: 0,37; 0,66; 0,85 dan 0,91 (g/l) untuk kultivasi pada intensitas 3000 lux dengan pengaturan laju hisap filter untuk memperoleh laju pertumbuhan maksimum pada inokulum. Di bawah ini merupakan grafik yang menjelaskan mengenai berat kering sel (X) maksimum pada masing-masing X untuk beberapa pengaturan laju hisap filter.

52 39 Gambar 4.1. Berat Kering Sel (X) pada Berbagai Laju Hisap Filter Laju hisap filter yang optimum (σ µmax,opt ) akan didapatkan ketika laju pertumbuhan maksimum dari mikroalga Nannochloropsis sp. pada X tertentu dalam fotobioreaktor mencapai nilai optimum. Apabila laju hisap filter dinaikkan, maka akan terjadi penurunan laju pertumbuhan sel seperti terlihat pada grafik di bawah ini.

53 40 Gambar 4.2. Laju Pertumbuhan Maksimum (µ max ) pada Berbagai Laju Hisap Filter Dari grafik terlihat bahwa laju hisap filter optimum didapat ketika laju pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp. mencapai kondisi maksimum pada waktu tertentu saat kultivasi. Dengan adanya pengaturan laju hisap filter, maka tingkat kejenuhan kultur di dalam fotobioreaktor dapat diminimalkan dan sel mendapatkan cahaya yang cukup saat kultivasi. Grafik di atas akan menjadi acuan pada saat kultivasi bahwa laju hisap filter akan terus ditingkatkan sesuai perkembangan jumlah sel selama kultivasi Pengaruh Perlakuan Filtrasi Terhadap Pertumbuhan Nannochloropsis sp Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap Berat Kering Sel (X) Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah nilai OD (optical density) yang diukur menggunakan spektrofotometer UV/VIS dengan panjang

54 41 gelombang sebesar 540 nm. Nilai OD ini yang kemudian akan dikonversikan menjadi nilai X (berat kering sel) menggunakan persamaan yang terdapat pada kurva kalibrasi OD 540nm vs X (LAMPIRAN A). Seiring bertambahnya lama waktu kultivasi, maka berat kering sel akan semakin bertambah. Sebagai data pembanding, Nannochloropsis sp. dikultur dengan kondisi yang sama akan tetapi tanpa adanya perlakuan filtrasi. Untuk lebih memperjelas, grafik di bawah ini merupakan hubungan antara berat kering sel terhadap waktu yang diperoleh dari penelitian ini. Gambar 4.3. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap Berat Kering Sel Nannochloropsis sp. Proses kultivasi dengan perlakuan filtrasi dalam penelitian ini cenderung menghasilkan perolehan biomassa yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses kultivasi yang tidak mengalami perlakuan apaapa (kontrol). Hal ini karena pada perlakuan filtrasi, terjadinya efek selfshading pada sel dapat lebih diminimalkan. Perlakuan filtrasi merupakan metode memerangkap sel selama masa kutivasi. Adanya perlakuan ini memungkinkan Nannochloropsis sp. tetap mendapatkan pencahayaan yang lebih baik seiring dengan bertambahnya jumlah biomassa selama proses kultivasi. Pada awal pertumbuhannya, kedua metode tidak ada perbedaan yang signifikan, akan tetapi pada jam ke-30 dan seterusnya pertumbuhan sel Nannochloropsis sp. jauh lebih tinggi perbedaannya dibandingkan kontrol. Oleh karena itu, metode filtrasi dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih

55 42 baik dibandingkan dengan metode kontrol. Hal itu terbukti dengan peningkatan biomassa sebesar 1,71 kali lipat dari metode kontrol. Hasil ini menunjukkan adanya pengurangan efek self-shading yang terjadi saat kultivasi berlangsung selama 204 jam yang mengakibatkan seluruh sel yang di kultur dalam fotobioreaktor mendapatkan cahaya yang merata. Perlakuan yang sama pernah dilakukan oleh Heru Darmawan pada tahun 2010 menggunakan mikroalga Chlorella vulgaris. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa perlakuan filtrasi menggunakan pengaturan laju hisap filter mampu memberikan peningkatan sebesar 1,43 kali lipat dibandingkan dengan perlakuan tanpa filtrasi (Heru D, 2010). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perlakuan filtrasi dengan pengaturan laju hisap filter lebih baik daripada tanpa perlakuan filtrasi untuk peningkatan produksi biomassa mikroalga Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap Laju Pertumbuhan (µ) Laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. dalam memproduksi biomassa saat proses kultivasi seharusnya berada pada fase logaritmik dimana laju pertumbuhan berada pada titik maksimal. Lalu seiring bertambahnya waktu akan terus menurun hingga memasuki fasa stasioner. Pada persamaan (3.3) menunjukkan laju pertumbuhan dipengaruhi waktu dan berat kering sel. Pada waktu tertentu (awal-awal kultivasi), laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. berbanding terbalik dengan berat kering yang dihasilkan pada rentang waktu tertentu. Hal tersebut dapat diamati dari grafik di bawah ini.

56 43 Gambar 4.4. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap Laju Pertumbuhan Nannochloropsis sp. Hasil yang didapat pada penelitian mengenai laju pertumbuhan, pada jam ke-6 metode filtrasi menghasilkan laju pertumbuhan maksimum yang lebih tinggi daripada metode kontrol. Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Heru pada tahun 2010 juga hasil yang didapat menunjukkan bahwa laju pertumbuhan maksimum dicapai pada perlakuan filtrasi. Seiring bertambahnya jumlah sel yang mengakibatkan kejenuhan pada sel dalam reaktor, metode filtrasi membantu mengurangi kepadatan sel. Metode filtrasi secara kontinyu selama masa kultivasi dalam reaktor dilakukan sebagai upaya pengaturan densitas sel menggunakan media filter. Selain itu, tingkat kompetisi antar sel saat memperoleh nutrisi dan sumber cahaya jauh lebih rendah sehingga proses metabolisme dapat dilakukan secara maksimal Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap [HCO - 3 ] dalam Medium [HCO - 3 ] merupakan parameter untuk mengetahui jumlah karbonat yang tersedia dan dapat dikonsumsi oleh Nannochloropsis sp. untuk pertumbuhannya. Pada proses fotosintesis Nannochloropsis sp., CO 2 tidak diserap dalam bentuk gas melainkan dalam bentuk karbonat. Proses fotosintesis yang terjadi di dalam kultur diawali dengan pembentukan ion karbonat akibat reaksi antara CO 2 dengan air.

57 44 Dalam hal ini, yang berperan penting dalam proses fotosintesis yang terjadi saat kultur Nannochloropsis sp. adalah [HCO - 3 ]. [HCO - 3 ] inilah yang kemudian akan bereaksi dengan H 2 O membentuk senyawa organik seperti glukosa dan ion OH -. Nilai [HCO - 3 ] mempengaruhi nilai ph yang diukur dengan menggunakan ph meter. Peningkatan jumlah sel dalam kultur cenderung meningkatkan jumlah ph kultur. Gambar 4.5. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap [HCO 3 - ] Nannochloropsis sp. Sistem filtrasi yang digunakan dalam kultivasi menyebabkan kepadatan sel di dalam fotobioreaktor berkurang sehingga kebutuhan sel akan bikarbonat yang merupakan sumber karbon untuk pertumbuhan sel menjadi meningkat. Hal ini diindikasikan dari meningkatnya ph selama waktu kultivasi. Dengan ketersediaan [HCO - 3 ] yang cukup ini menyebabkan aktivitas metabolisme sel pada fotosintesis semakin baik dan diindikasikan dengan meningkatnya ph akibat meningkatnya OH - yang merupakan fotosintesis (Maudhi, 2011). Pada penelitian sebelumnya, pengaruh filter terhadap konsentrasi bikarbonat menunjukkan hasil yang lebih baik daripada perlakuan tanpa filtrasi (Dianursanti, 2012). Seharusnya hal itu juga tergambar melalui data yang dilakukan saat ini, akan tetapi data (Gambar 4.5.) yang didapat menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa

58 45 filtrasi menghasilkan aktivitas sel yang lebih baik daripada perlakuan filtrasi Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap Fiksasi CO 2 oleh Nannochloropsis sp. Perubahan konsentrasi antara gas CO 2 in dan out menunjukkan adanya fiksasi CO 2 yang terjadi saat proses kultivasi berlangsung. Selisih antara konsentrasi gas CO 2 in dan out merupakan besarnya konsentrasi gas CO 2 yang terfiksasi atau terserap oleh Nannochloropsis sp. Berikut merupakan grafik yang menjelaskan tentang perubahan konsentrasi CO 2 in dan out selama kultivasi berlangsung. Gambar 4.6. Konsentrasi CO 2 yang Masuk dan Keluar pada Metode Filtrasi dan Kontrol Gas CO 2 yang terserap atau yang terfiksasi oleh mikroalga Nannochloropsis sp. pada metode filtrasi sangat tinggi dibandingkan dengan metode kontrol. Hal itu disebabkan akan tingginya pertumbuhan sel di dalam fotobioreaktor yang mengakibatkan CO 2 yang terserap besar. Metode filtrasi dengan pengaturan laju hisap filter ini membantu sel dapat tetap berkembangbiak dengan optimal seiring bertambahnya jumlah sel yang sebagian terserap di media filter pada rentang waktu tertentu Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap CTR oleh Nannochloropsis sp. CTR (carbon transfer rate) merupakan banyaknya gas CO 2 yang ditransferkan dalam suatu volume medium kultur yang dibutuhkan oleh

59 46 metabolisme sel selama satu satuan waktu tertentu (Wijanarko et al, 1997). Rumus yang digunakan untuk menghitung konsentrasi bikarbonat CTR adalah:...(4.2) Gambar 4.7. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi dan Kontrol terhadap CTR Nannochloropsis sp. Pada Gambar 4.7. untuk perlakuan filtrasi, nilai CTR cenderung meningkat seiring bertambahnya waktu. Hal itu dikarenakan kultur Nannochloropsis sp. tidak mengalami kejenuhan yang berarti di dalam fotobioreaktor. Perlakuan teknik filtrasi kontinyu dengan pengaturan laju hisap filter ini mampu mengendalikan densitas sel, oleh karena itu tingkat kejenuhan dalam fotobioreaktor dapat diminimalisir. Sedangkan untuk perlakuan kontrol, CTR menurun seiring bertambahnya waktu kultivasi. Kejenuhan yang terjadi pada perlakuan ini akan mengakibatkan tidak seimbangnya peningkatan jumlah sel dengan besarnya fiksasi konsentrasi CO 2 yang membuat medium lama-kelamaan jenuh dengan CO 2 terlarut karena sel dapat memproduksi sumber karbonnya sendiri (Heru D, 2010). Hal itu dapat menyebabkan CO 2 yang mengalir sebagian terserap dan sebagian lewat begitu saja menuju outlet. Pada perlakuan teknik filtrasi secara kontinyu nilai CTR rata-rata yang digunakan untuk aktivitas biologi tampak lebih besar 2,94 kali dibandingkan kondisi kultivasi kontrol (Ingrid, 2012). Perlakuan serupa juga pernah dilakukan oleh Heru Darmawan pada tahun 2010 menggunakan mikroalga Chlorella vulgaris dan untuk perlakuan

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bioproses, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN berikut ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang

TINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan tanaman yang mendominasi lingkungan perairan. Morfologi mikroalga berbentuk

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Renny

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Renny II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nannochloropsis sp. A.1. Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah salah satu jenis Chlorophyta yang dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efek Laju Pembebanan Gas CO 2 terhadap Laju Pertumbuhan Mikroalga Pada penelitian ini, laju pembebanan gas CO 2 dibuat bervariasi untuk mengetahui efek laju pembebanan gas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis (Fisiologi Tumbuhan) Disusun oleh J U W I L D A 06091009027 Kelompok 6 Dosen Pembimbing : Dra. Tasmania Puspita, M.Si. Dra. Rahmi Susanti, M.Si. Ermayanti,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. Klasifikasi Tetraselmis sp. menurut Bold & Wynne (1985) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1)

PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1) PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1) 1) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PERCOBAAN 1. Variabel Penyerapan CO 2 memerlukan suatu kondisi optimal. Dalam penelitian ini akan dilakukan beberapa variasi untuk mencari kondisi ideal dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium Fitoplankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. 3.2. Materi

Lebih terperinci

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN 8.1. Fotosintesis Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS NUTRISI DAN SALINITAS TERHADAP PRODUKSI LIPID DARI Botryococcus braunii

PENGARUH JENIS NUTRISI DAN SALINITAS TERHADAP PRODUKSI LIPID DARI Botryococcus braunii PENGARUH JENIS NUTRISI DAN SALINITAS TERHADAP PRODUKSI LIPID DARI Botryococcus braunii Oleh: Elfrida Dina Febriana (2307100141) Henry Mukti (2308100120) Dosen Pembimbing: Siti Zullaikah ST,MT,PhD LABOATORIUM

Lebih terperinci

Pengaruh ph Terhadap Perkembangbiakkan Mikroalga Botryococcus braunii Alami dan Mutannya

Pengaruh ph Terhadap Perkembangbiakkan Mikroalga Botryococcus braunii Alami dan Mutannya Oleh : LOGO Pengaruh ph Terhadap Perkembangbiakkan Mikroalga Botryococcus braunii Alami dan Mutannya Andi Kurniawan 2310100051 Erica Yunita Hutapea 2310100053 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Arief Widjaja,

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata, IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Lebih terperinci

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4.1.1 Latar belakang Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati perairan yang luar biasa besarnya. Sumberdaya yang tidak dapat secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada bulan November 2012. 3.2 Materi Penelitian 3.2.1 Biota uji Biota uji yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

Tabel Perbedan Reaksi terang dan Reaksi gelap secara mendasar: Tempat membran tilakoid kloroplas stroma kloroplas

Tabel Perbedan Reaksi terang dan Reaksi gelap secara mendasar: Tempat membran tilakoid kloroplas stroma kloroplas Tabel Perbedan Reaksi terang dan Reaksi gelap secara mendasar: Reaksi Terang Reaksi Gelap Tempat membran tilakoid kloroplas stroma kloroplas Kebutuhan Cahaya membutuhkan cahaya tidak membutuhan cahaya

Lebih terperinci

MENGHITUNG JUMLAH DAN KANDUNGAN KLOROFIL MIKROALGA Nanochloropsis oculata

MENGHITUNG JUMLAH DAN KANDUNGAN KLOROFIL MIKROALGA Nanochloropsis oculata Laporan Praktikum Cryptogame Kelompk 2 Ke 2 dan 3 MENGHITUNG JUMLAH DAN KANDUNGAN KLOROFIL MIKROALGA Nanochloropsis oculata Dede Fajar 1, Rizal Maulana Hasbi 2, Fani Fitria 3, Ulfia Setiani 4 Dedefajar346@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENAMBAHAN NUTRISI MAGNESIUM DARI MAGNESIUM SULFAT (MgSO 4.7H 2 O) DAN NUTRISI KALSIUM DARI KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA KULTIVASI TETRASELMIS CHUII UNTUK MENDAPATKAN KANDUNGAN LIPID MAKSIMUM Dora Kurniasih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dan Laboratorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Uji protein dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI BIOMASSA CHLORELLA VULGARIS MELALUI PERLAKUAN TEKNIK PEMERANGKAPAN SEL DALAM ALIRAN SIRKULASI MEDIA KULTUR

PENINGKATAN PRODUKSI BIOMASSA CHLORELLA VULGARIS MELALUI PERLAKUAN TEKNIK PEMERANGKAPAN SEL DALAM ALIRAN SIRKULASI MEDIA KULTUR Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 8 No. 3 Desember 2009, 87-93 PENINGKATAN PRODUKSI BIOMASSA CHLORELLA VULGARIS MELALUI PERLAKUAN TEKNIK PEMERANGKAPAN SEL DALAM ALIRAN SIRKULASI MEDIA KULTUR Dianursanti*,

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada bidang akuakultur, mikroalga umumnya telah dikenal sebagai pakan alami untuk pembenihan ikan karena dan memiliki peran sebagai produsen primer di perairan dan telah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan TINJAUAN PUSTAKA Fitoplankton Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Alga merupakan organisme yang tersedia melimpah di alam dan dibedakan menjadi

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 2010 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung.

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung. III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13-21 Januari 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Konsentrasi gas CO 2 a. Persentase input CO 2 Selain CO 2, gas buang pabrik juga mengandung CH 4, uap air, SO 3, SO 2, dan lain-lain (Lampiran 4). Gas buang karbondoksida

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keunggulan dalam keragaman hayati seperti ketersediaan mikroalga. Mikroalga merupakan tumbuhan air berukuran mikroskopik yang memiliki

Lebih terperinci

FOTOSINTESIS. Pengertian Fotosintesis

FOTOSINTESIS. Pengertian Fotosintesis FOTOSINTESIS Pengertian Fotosintesis Fotosintesis merupakan proses yang dilakukan oleh organisme autotrof, dengan menggunakan energi dari cahaya matahari yang diserap oleh klorofil untuk membuat bahan

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Meytia Eka Safitri *, Rara Diantari,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kepadatan Sel Kepadatan sel Spirulina fusiformis yang dikultivasi selama 23 hari dengan berbagai perlakuan cahaya menunjukkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 TUGAS AKHIR SB 091358 PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI MEDIA EKSTRAK TAUGE (MET) DENGAN PUPUK UREA TERHADAP KADAR PROTEIN Spirulina sp. PADA MEDIA DASAR AIR LAUT Dwi Riesya Amanatin (1509100063) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan

Lebih terperinci

PERTEMUAN IV: FOTOSINTESIS. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN IV: FOTOSINTESIS. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN IV: FOTOSINTESIS Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 FOTOSINTESIS Pokok Bahasan: Peran Tumbuhan dan Fotosintesis Tumbuhan sebagai produser Tempat terjadinya Fotosintesis Pemecahan air

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian 3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian 3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental di lapang dengan menggunakan fotobioreaktor rancangan Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT) (Lampiran

Lebih terperinci

PENGIKATAN KARBON DIOKSIDA DENGAN MIKROALGA ( Chlorella vulgaris, Chlamydomonas sp., Spirullina sp. ) DALAM UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMURNIAN BIOGAS

PENGIKATAN KARBON DIOKSIDA DENGAN MIKROALGA ( Chlorella vulgaris, Chlamydomonas sp., Spirullina sp. ) DALAM UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMURNIAN BIOGAS PENGIKATAN KARBON DIOKSIDA DENGAN MIKROALGA ( Chlorella vulgaris, Chlamydomonas, Spirullina ) DALAM UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMURNIAN BIOGAS Okryreza Abdurrachman, Meitiandari Mutiara, Luqman Buchori

Lebih terperinci

BAB III METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu

BAB III METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 - Januari 2017 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama pencahayaan terhadap laju pertumbuhan Botryococcus braunii dan pembentukan hidrokarbon. Untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 11 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL ULANGAN HARIAN

LATIHAN SOAL ULANGAN HARIAN LATIHAN SOAL ULANGAN HARIAN Mata Pelajaran Materi Kelas/Sem Waktu Guru Sekolah : Ilmu Pengetahuan Alam : Fotosintesis : VIII/2 : 80 menit : Heri Priyanto, S.Si., M.Si : SMP N 4 Kalikajar Wonosobo 1. Perhatikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan. Peningkatan benih berkualitas mampu didapatkan dengan pengontrolan panti benih dan pakan

Lebih terperinci

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hibberd (1981) klasifikasi Nannochloropsis sp. adalah sebagai berikut:

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hibberd (1981) klasifikasi Nannochloropsis sp. adalah sebagai berikut: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Menurut Hibberd (1981) klasifikasi Nannochloropsis sp. adalah sebagai berikut: Kingdom : Chromista Super Divisi : Eukaryotes

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

III. METODOLOGI. Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka Berdasarkan hasil analisis statistik One Way Anova tentang

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI BIOMASSA Chlorella vulgaris DENGAN PERLAKUAN MIKROFILTRASI PADA SIRKULASI ALIRAN MEDIUM KULTUR SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL

PENINGKATAN PRODUKSI BIOMASSA Chlorella vulgaris DENGAN PERLAKUAN MIKROFILTRASI PADA SIRKULASI ALIRAN MEDIUM KULTUR SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL UNIVERSITAS INDONESIA PENINGKATAN PRODUKSI BIOMASSA Chlorella vulgaris DENGAN PERLAKUAN MIKROFILTRASI PADA SIRKULASI ALIRAN MEDIUM KULTUR SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL SKRIPSI FARIS NAJMUDDIN ZAHIR 0706269773

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PENENTUAN PARAMETER HIDRODINAMIKA PADA FOTOBIOREAKTOR KOLOM GELEMBUNG SEBAGAI BASIS SCALE UP PRODUKSI BIOMASSA MIKROALGA CHLORELLA VULGARIS BUITENZORG TESIS Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultivasi Spirulina fusiformis Pertumbuhan Spirulina fusiformis berlangsung selama 86 hari. Proses pertumbuhan diketahui dengan mengukur nilai kerapatan optik (Optical Density).

Lebih terperinci

5 Kimia dalam Ekosistem. Dr. Yuni. Krisnandi

5 Kimia dalam Ekosistem. Dr. Yuni. Krisnandi 5 Kimia dalam Ekosistem Dr. Yuni. Krisnandi 13-10-06 Pendahuluan: apakah ekosistem itu? Suatu ekosistem teridiri dari komunitas biologi yang terjadi di suatu daerah, dan faktor-faktor kimia dan fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penentuan parameter..., Nita Anggreani, FT UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Penentuan parameter..., Nita Anggreani, FT UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Seiring dengan semakin maju perkembangan dunia, berbagai permasalahan bermunculan. Masalah-masalah tersebut antara lain adalah polusi baik di udara, tanah dan air

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Limbah cair usaha kegiatan peternakan dari MT Farm Ciampea b. Air Danau LSI IPB. c.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang berbagai jenis mikroalga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta PERTUMBUHAN KULTUR Chlorella spp SKALA LABORATORIUM PADA BEBERAPA TINGKAT KEPADATAN INOKULUM The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum Lady Diana Tetelepta Jurusan Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang

TINJAUAN PUSTAKA. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nannochloropsis sp. 1. Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang dapat melakukan fotosintesis.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung (BBPBL), Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Hibberd (1981), menggolongkan sel Nannochloropsis sp. ke dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Hibberd (1981), menggolongkan sel Nannochloropsis sp. ke dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Hibberd (1981), menggolongkan sel Nannochloropsis sp. ke dalam klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Chromista Super

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PENGOPERASIAN FOTOBIOREAKTOR SKALA LABORATORIUM MENGGUNAKAN MIKROALGAUNTUK PENYERAPAN EMISI CO2

DASAR-DASAR PENGOPERASIAN FOTOBIOREAKTOR SKALA LABORATORIUM MENGGUNAKAN MIKROALGAUNTUK PENYERAPAN EMISI CO2 J. Tek. Ling Vol.11 No.3 Hal. 475-480 Jakarta, September 2010 ISSN 1441-318X DASAR-DASAR PENGOPERASIAN FOTOBIOREAKTOR SKALA LABORATORIUM MENGGUNAKAN MIKROALGAUNTUK PENYERAPAN EMISI CO2 Hendra Tjahjono

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Adehoog dan Simon (2001) Klasifikasi Nannochloropsis sp. adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Adehoog dan Simon (2001) Klasifikasi Nannochloropsis sp. adalah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Nannochloropsis sp. Menurut Adehoog dan Simon (2001) Klasifikasi Nannochloropsis sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Superdevisi Divisi Kelas Genus : Protista : Eukaryotes

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

]BIOFIKSASI CO 2 OLEH MIKROALGA Chlamydomonas sp UNTUK PEMURNIAN BIOGAS

]BIOFIKSASI CO 2 OLEH MIKROALGA Chlamydomonas sp UNTUK PEMURNIAN BIOGAS ]BIOFIKSASI CO 2 OLEH MIKROALGA Chlamydomonas sp UNTUK PEMURNIAN BIOGAS TESIS Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Magister Teknik Kimia Rufaida Nur Rostika L4C009012 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan akumulasi emisi karbondioksida (CO 2 ). Kelangkaan bahan bakar fosil

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan akumulasi emisi karbondioksida (CO 2 ). Kelangkaan bahan bakar fosil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk dunia di masa mendatang akan menghadapi dua permasalahan yang serius, yaitu kelangkaan bahan bakar fosil dan perubahan iklim global yang diakibatkan akumulasi

Lebih terperinci