IMPLIKASI CSR (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) BIDANG MIGAS MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLIKASI CSR (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) BIDANG MIGAS MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE"

Transkripsi

1 IMPLIKASI CSR (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) BIDANG MIGAS MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE Oleh : Sulistyono *) ABSTRAK Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk kesadaran d an kepedulian perusahaan bahwa perusahaan tidak mungkin eksis tanpa kontribusi dari lingkungan sekitar atau yang disebut sebagai stakeholder. Pada era otonomi daerah ini kegiatan industri termasuk kegiatan industri migas selain berdampak positif yaitu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD) dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga akan berdampak negative terutama pada perubahan ekonomi, sosial, budaya dan politik serta aspek kehidupan masyarakat lokal. Kelangsungan usaha suatu perusahaan tidak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan saja, tetapi juga tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR. Ketidak pedulian perusahaan migas terhadap aspek sosial dan lingkungan akan menuai protes masyarakat yang akibatnya bisa mengganggu operasi perusahaan seperti demonstrasi atau boikot. Terhadap aspek lingkungan, selain reaksi masyarakat, disinsentif juga diterima dari pemerintah. Akibatnya, selain biaya operasi membengkak, reputasi perusahaan tercoreng dan pada gilirannya dicerminkan dengan turunnya nilai saham. Implikasi berikut yang mengancam adalah keengganan investor membiayai proyek baru. Perusahaan yang enggan untuk melaksanakan CSR hanya tinggal menunggu waktu saja untuk gulung tikar. CSR bidang migas sangat penting dalam menunjang hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder. Stakeholder memiliki peran penting dalam membentuk citra perusahaan di mata masyarakat luas. Dari citra yang terbentuk ini dapat mempengaruhi kredibilitas perusahaan yang selanjutnya berdampak pada daya saing dan pertumbuhan penjualan dan laba sehingga menjadi good corporate governance. Kata kunci : CSR bidang migas, good corporate governance I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan kebijakan pemerintah bahwa pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan sektor industri migas merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang berkelanjutan, berlandaskan pada kemampuan nasional dengan memperhatikan tantangan global. Pembangunan industri pada sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 9 khususnya sub sektor minyak dan gas bumi (migas) di satu pihak akan menghasilkan produk atau barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia, tetapi dilain pihak pembangunan industri migas juga potensi mencemari lingkungan. Sehingga tidak jarang kegiatan industri migas pada suatu wilayah menghadapi banyak permasalahan dan potensi konflik dengan pemangku kepentingan (stakeholders) dengan ragamnya kepentingan, salah satunya adalah dengan masyarakat (komuniti )

2 dalam bentuk kesenjangan yang terjadi antara industri dengan masyarakat lokal. Apalagi selama ini industri migas inheren dengan ilusi kekayaan (persepsi tentang melimpahnya sumber daya alam migas), padahal disisi lain kemiskinan dan pengangguran menjadi persoalan dalam pembangunan bangsa. Pada satu sisi produk migas sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia, tetapi disisi lain dampak kegiatan industri migas yang meliputi kegiatan eksplorasi, eksploitasi, produksi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan maupun niaga migas menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan. Sehingga kegiatan tersebut membahayakan lingkungan hidup, manusia dan makhuk hidup lainnya. Pihak Lingkungan hidup tentunya ingin agar lingkungan dapat tetap terjaga secara lestari, sementara dari sektor produksi migas juga ada kepentingan yang juga tidak kalah penting yaitu mencapai target produksi migas untuk peningkatan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Target produk migas ini penting bahkan sangat penting karena menyangkut penerimaan negara yang hingga saat ini tidak bisa kita pungkiri bahwa penerimaan dari sub sektor migas masih menjadi tulang punggung penerimaan negara, karena kurang lebih 23% penerimaan negara dalam APBN berasal dari sub sektor migas. Upaya pelestarian lingkungan hidup penting, tetapi kegiatan usaha industri migas juga sangat penting untuk menopang pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat. Perusahaan Industri migas perlu memberikan kontribusi positif kepada para stakeholders terutama kepada masyarakat lokal yang secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak dari kegiatan industri migas tersebut, dengan tujuan untuk menghindari konflik dengan 10 stakeholders lainnya, menjaga harmonisasi hubungan, serta meningkatkan citra industri tersebut. Stakeholder yang dalam hal ini masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk citra perusahaan di mata masyarakat luas. Dari citra yang terbentuk ini dapat mempengaruhi kredibilitas perusahaan yang selanjutnya berdampak pada daya saing dan pertumbuhan penjualan dan laba sehingga menjadi good corporate governance. B. Rumusan Masalah Pada satu sisi hasil dari industri migas yang diantaranya menghasilkan produk yang sangat dibutuhkan manusia untuk kesejahteraan hidup, tetapi disisi lain dampak industri migas potensi merusak lingkungan dan juga menjadi pemicu terjadinya konflik antara masyarakat dan perusahaan industri migas. Dari latar belakang penulisan tersebut dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana dampak kegiatan industri migas terhadap lingkungan dan masyarakat lokal sekitar industri migas? 2. Apakah program CSR dapat mereduksi konflik antara perusahaan dan masyarakat lokal yang terkena dampak? 3. Apakah dengan pelaksaaan CSR yang baik dapat menjadikan perusahan menjadi good corporate governance II. TINJAUAN TEORI A. Dampak Kegiatan Industri Migas Penurunan kualitas lingkungan diantaranya disebabkan karena pembuangan limbah, baik limbah dari kegiatan industri maupun limbah domestik termasuk limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), sehingga dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dari bermacammacam sumber limbah yang menyebabkan

3 menurunnya kualitas lingkungan, kegiatan pertambangan terutama pertambangan migas merupakan salah satu kegiatan yang banyak menimbulkan permasalahan lingkungan. Sebagai negara yang memiliki potensi bahan tambang yang besar, negara Indonesia juga berpotensi besar menderita kerusakan lingkungan akibat usaha pertambangan termasuk pertambangan migas. Umumnya segala usaha pertambangan baik itu skala besar, skala kecil maupun tradisional memiliki daya rusak terhadap lingkungan, yaitu berkurangnya bahkan hilangnya fungsifungsi dari lingkungan tersebut. Dalam beberapa kasus, limbah berbahaya yang dihasilkan dari kegiatan penambangan migas mencemari daerah sekitar dan bahkan membahayakan kesehatan manusia. Kegiatan industri migas mulai dari kegiatan usaha hulu ( up stream) yaitu mulai tahap eksplorasi, yaitu pencarian sumber-sumber minyak bumi mulai kegiatan pemetaan geologi, seismic, pengeboran maupun tahap eksploitasi dan produksi yaitu pengambilan sumber minyak bumi dari perut bumi hingga kegiatan usaha hilir ( down stream) yaitu tahap pengolahan di kilang (refinery), pengangkutan sampai penyimpanan dan niaga potensi menceemari lingkungan. Minyak dan gas bumi termasuk juga produkproduk migas yang dihasilkan dari proses pengolahan migas dikategorikan sebagai B3 dan limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri migas dikategorikan sebagai limbah B3 karena memenuhi klasifikasi dan karakteristik seperti mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, korosif dan bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Menurut Undang-Undang no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pembangunan sektor industri migas merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang berkelanjutan, berlandaskan pada kemampuan nasional dengan memperhatikan tantangan global. Menyadari bahwa sektor industri migas memegang peranan penting dalam percepatan pembangunan maka pelaksanaannya dilakukan berdasarkan sistem ekonomi yang bertumpu pada mekanisme pasar berkeadilan. Hal ini terutama dengan diberlakukannya UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. B. Konsep Dasar CSR Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk kesadaran dan kepedulian perusahaan bahwa perusahaan tidak mungkin eksis tanpa kontribusi dari lingkungan sekitar atau yang disebut sebagai stakeholders. Berdasarkan definisi CSR yang paling terkenal dan diakui secara universal yaitu Definisi dari World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) - Badan Dunia Bagi Pengembangan Berkelanjutan: The continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large (Komitmen berkelanjutan dari usaha bisnis yang secara etis dan berkontribusi untuk pengembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup dari tenaga kerja beserta keluarganya termasuk pula 11

4 komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya). Pada umumnya pada era otonomi daerah ini kegiatan industri termasuk kegiatan industri migas selain akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD) dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah juga akan berdampak kepada perubahan sosial, budaya, ekonomi dan politik serta aspek kehidupan masyarakat lokal atau setempat. Dampak perubahan tersebut baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif perlu diantisipasi dan segera direspon oleh para pihak baik pihak perusahan industri, pihak pemerintah/ pemerintah daerah dan masyarakat. Tidak kalah penting adalah kesiapan masyarakat setempat untuk menghadapi perubahan sosial, budaya dan ekonomi sebagai dampak dari proyek kegiatan industri migas, sehingga masyarakat lokal sekitar proyek industri migas jangan sampai hanya jadi penonton. Kelangsungan usaha suatu perusahaan tidak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan saja, tetapi juga tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR (corporate social responsibility). Bayangkan bagaimana bila perusahaan hanya mementingkan keuntungan finansial jangka pendek dan mengorbankan aspek sosial dan lingkungan. Ketidakpedulian terhadap aspek sosial akan menuai protes masyarakat yang akibatnya bisa mengganggu operasi perusahaan (semisal demonstrasi atau boikot). Terhadap aspek lingkungan, selain reaksi masyarakat, disinsentif juga diterima dari pemerintah. Akibatnya, selain biaya operasi membengkak, reputasi perusahaan tercoreng dan pada gilirannya dicerminkan dengan turunnya nilai saham. Implikasi berikut yang mengancam adalah keengganan investor membiayai proyek baru. Perusahaan yang enggan untuk melaksanakan CSR hanya tinggal menunggu waktu saja untuk gulung tikar. Hal ini disebabkan CSR merupakan salah satu bentuk kegiatan balas budi kepada masyarakat atas pengerukan sumber daya alam dan atau dampak gangguan akibat kegiatan di wilayah mereka. Salah satu bentuk CSR yang merupakan tanggung jawab sosial perusahanan kepada masyarakat sekitar adalah melalui program pengembangan masyarakat atau Community Development. (CD). Selama ini community development atau comdev dilakukan sebagai alat agar diterima komuniti, padahal CD adalah investasi jangka panjang yang merupakan tanggung jawab perusahaan. Pelaksanaan CSR dengan salah satu bentuknya adalah community development menjadi jawaban untuk permasalahan tentang keberlanjutan perusahaan, komuniti dan lingkungan. Apalagi image sebagai good corporate governance salah satunya ditentukan oleh pelaksanaan CSR dan CD yang semakin penting dengan adanya ISO tentang pelaporan yang berkelanjutan (mencakup kinerja sosial, ekonomi, dan ketenaga kerjaan perusahaan) Comdev didefinisikan sebagai upaya sistematik meningkatkan kemampuan masyarakat, terutama kelompok-kelompok paling tidak beruntung, dalam pemenuhan kebutuhan berdasar potensi seluruh sumberdaya yang dapat diaksesnya. Masyarakat lokal yang ada di wilayah dampak adalah stakeholders, didalamnya terdapat kelompok-kelompok yang karena aspek struktural, kultural atau penyebab lain berada diposisi kurang beruntung. Kelompok ini adalah yang paling rentan menghadapi berbagai kondisi, termasuk kemungkinan dampak negatif perusahaan. Karenanya menjadi penting memetakan kelompok masyarakat ini, kemudian dibuat program khusus community development. 12

5 Jika CSR tidak dilakukan, maka ongkos sosial yang dibayar oleh perusahaan sangat mahal yakni berupa penolakan dari masyarakat. Dengan penolakan tersebut, operasionalisasi perusahaan akan terganggu, lama kelamaan akan merugi dan akhirnya akan gulung tikar. Contohnya adalah kasus Indorayon di Sumatera Utara, PT. Freeport di Timika Papua, PT. Newmont Minahasa Sulawesi Utara, dan kasus PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo Jawa Timur. Perbedaan persepsi antara stakeholders terhadap community development merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya kepedulian dan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat sekitar maupun rakyat pada umumnya karena adanya hak dari masyarakat terhadap wilayah mereka yang digunakan untuk operasi pertambangan migas sebagai aset daerah. Untuk memaksimalkan pelaksanaan dari community development tersebut maka diperlukan suatu pemahaman dan kerjasama yang baik antara masyarakat, pemerintah serta perusahaan. Sektor industri dengan bisnis berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia memiliki korelasi kuat dengan lingkungan sekitarnya, dimana keberadaan komunitas merupakan supporting bagi kelangsungan industri tersebut. Pentingnya stakeholders tersebut, mengharuskan manajemen perusahaan memiliki program yang nyata tentang pemberdayaan masyarakat sekitar. Pada era sekarang ini, manajemen perusahaan industri mempunyai tanggung jawab sosial dan moral untuk mendorong dan menstimulasi kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat lokal disekitarnya. Hal ini adalah bentuk investasi yang memiliki kepentingan krusial, meskipun kecil dibandingkan dengan investasi untuk eksplorasi dan eksploitasi dengan segala ikutannya. Sehingga idealnya program perusahaan terkait dengan hubungan kemasyarakatan berjalan seiring dengan kegiatan industri migas. C. Implikasi Community Development Beberapa ahli memberikan berbagai pengertian tentang pengembangan masyarakat ( community development). Diantaranya adalah, community development diartikan sebagai kegiatan yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, budaya yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan, sehingga masyarakat menjadi mandiri dan kualitas kehidupannya menjadi lebih baik (Arief Budimanta, ICSD). Selain itu community development juga diartikan sebagai suatu proses pengembangan sosial-ekonomi masyarakat yang didasarkan pada partisipasi aktif masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan mereka (United Nation Bureau of Sosial Affairs). Program community development bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat dimana transformasi sosial dapat berlangsung secara berkelanjutan (Prof. Surna T. Djajadiningrat). Atas dasar beberapa pengertian tersebut dapat disarikan bahwa pada dasarnya community development adalah upaya pengembangan untuk mendukung kesejahteraan dan kemandirian masyarakat secara berkelanjutan. Tujuan dilaksanakannya community development di kawasan industri migas adalah : 1. Untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sosial, ekonomi dan budaya masyarakat serta sarana dan prasarana masyarakat sekitar wilayah usaha industri migas; 2. Mengembangkan potensi kewirausahaan dan kelembagaan masyarakat 13

6 yang didasarkan pada potensi sumberdaya lokal; 3. Meningkatkan hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan, masyarakat lokal dan Pemerintah di daerah. Sementara itu sasaran yang ingin dicapai dalam community development adalah : 1. Terjalinnya hubungan yang harmonis dan kondusif antara perusahaan, masyarakat lokal, Pemerintah di daerah dan stakeholder lainnya; 2. Meningkatnya citra dan performa industri migas sehingga masyarakat merasa ikut memiliki; 3. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan community development sektor migas adalah metode partisipatif. Lebih lanjut yang dimaksud dengan metode partisipatif adalah suatu cara untuk menumbuh kembangkan potensi daerah (sumber daya alam, sumber daya manusia dan kelembagaan) yang ada secara swadaya agar masyarakat dapat meningkatkan kemampuan, penghasilan dan kemakmuran secara berkelanjutan. Pendekatan yang dilakukan berbasis masyarakat ( community based) yaitu masyarakat bertindak sebagai subjek dalam perencanaan dan pelaksanaan; berbasis sumberdaya setempat (local resource based) yaitu kegiatan yang dilakukan harus mengutamakan pemanfaatan sumberdaya setempat dan penggunaan tenaga lokal; berkelanjutan (sustainable) yaitu berfungsi sebagai penggerak awal dalam pengembangan masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan; dan harus sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta kebijakan dan program pembangunan Pemerintah Daerah. Asas community development sektor migas adalah dari-oleh-dan untuk masyarakat. Artinya program yang dilaksanakan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dilaksanakan semaksimal mungkin dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Prinsipprinsip yang digunakan dalam pengelolaan community development adalah: demokratis, yaitu setiap pilihan kegiatan berdasarkan musyawarah yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat; transparan, yaitu pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka sehingga dapat diketahui secara luas oleh masyarakat; akuntabilitas, yaitu pengelolaan program harus dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan finansial; responsif, yaitu pemilihan kegiatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk melaksanakan program community development dibentuk organisasi yang dapat berbentuk komisi yang beranggotakan wakil-wakil perusahaan, masyarakat dan Pemerintah Daerah. Organisasi yang dibentuk mempunyai fungsi sebagai koordinator dari seluruh kegiatan yang diajukan oleh masyarakat, forum konsultasi dan penentuan program yang akan dilaksanakan dan sebagai pengawas atas pelaksanaan program yang sedang berjalan. Dalam rangka pelaksanaan community development, setiap perusahaan migas diwajibkan untuk membentuk Divisi Community Development dengan tugas mengidentifikasi dan merumuskan program yang akan dilaksanakan; menilai kelayakan, menyusun anggaran biaya; melakukan kerjasama dengan para stakeholders serta memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program. Sedangkan hak perusahaan adalah menolak dan menangguhkan program yang diusulkan masyarakat jika tidak sesuai dengan kemampuan perusahaan 14

7 atau apabila tidak selaras dengan program Pemerintah Daerah. Salah satu kunci suksesnya program community development adalah adanya peranserta masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri untuk bergerak dalam penyelenggaraan program. Bentuk peranserta masyarakat adalah memberikan masukan untuk menentukan arah program, aktif dalam penyusunan perencanaan, saran dan pertimbangan dalam penyusunan kegiatan. Masyarakat mempunyai hak mengetahui program secara umum, mengetahui rencana secara rinci dan memperoleh manfaat hasil pelaksanaan program community development. Selain mempunyai hak, masyarakat juga mempunyai kewajiban dalam memelihara hasil pelaksanaan program; mentaati kesepakatan yang telah ditetapkan dan memelihara keamanan atas kelangsungan perusahaan industri migas yang berada di wilayahnya. Tugas Pemerintah dalam pelaksanaan community development adalah melakukan pembinaan dan pengawasan. Sedangkan perannya adalah sebagai fasilitator antara perusahaan dan masyarakat dan sebagai arbitrator apabila terjadi konflik antara perusahaan dan masyarakat. Sumber pendanaan program community development industri migas berasal dari biaya perusahaan yang dialokasikan dalam rencana biaya operasional perusahaan; dan sumber biaya lainnya. Penggunaan dana harus dilakukan dengan prinsip untuk mencapai kemandirian masyarakat yang bentuknya dapat berupa hibah atau pinjaman modal kerja untuk keperluan usaha. Prinsip pengelolaan dana community development dilakukan secara transparan, akuntabel, fleksibel, dan sesuai dengan azas manfaat. Untuk melihat sejauh mana keberhasilan program community development sektor migas diperlukan indikator untuk mengukurnya. Sekurang-kurangnya ada dua indikator keberhasilan yang dapat digunakan, yaitu: 1. Indikator ekonomi Ditunjukkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat secara berkelanjutan, kemandirian masyarakat dalam kehidupan ekonominya dan terbangunnya prasarana dan sarana fisik dan non-fisik. 2. Indikator sosial Ditunjukkan dengan tidak terjadinya gejolak sosial sehingga tercipta hubungan yang harmonis antar masyarakat, perusahaan dan Pemerintah Daerah; dan meningkatnya citra sektor migas di mata masyarakat dan Pemerintah Daerah. D. Regulasi Corporate Social Responsibility Sejalan dengan otonomi daerah, disadari betul bahwa operasionalisasi tambang migas dan termasuk pula tambang mineral lainnya tidak bisa dipisahkan dari lingkungan dan masyarakat sekitar lokasi tambang. Jika sebelumnya program pengembangan masyarakat (community development) kawasan industri migas oleh Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) maupun Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) lebih bersifat sukarela, kini program community development tersebut menjadi wajib hukumnya. Hal tersebut tertuang jelas dalam UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Adapun pasal-pasal yang mengatur diantaranya adalah : 1. Pasal 3f Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi bertujuan, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. 15

8 2. Pasal 11 ayat (3i), Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuanketentuan pokok yaitu: kewajiban pasca operasi pertambangan. 3. Pasal 11 ayat (3p), Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuanketentuan pokok yaitu : pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hakhak masyarakat adat. 4. Pasal 40 ayat (5), Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Selain itu kewajiban melaksanakan CSR (Corporate Social Responsibility) bagi perusahaan juga diatur dalam UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Adapun pasal-pasal yang mengaturnya adalah : 1. Pasal 15 huruf (b) : Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. 2. Pasal 34 ayat (1), Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. 3. Pasal 34 ayat (2), Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 4. Pasal 34 ayat (3), Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewajiban untuk melaksanakan CSR di perusahaan yang diatur UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Hal ini dipertegas oleh UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang disahkan pada tanggal 20 Juli 2007, undang-undang ini menggantikan UU No.1 tahun Adapun pasal-pasal yang mengatur diantaranya adaalah : 1. Pasal 74 ayat (1), Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. 2. Pasal 74 ayat (2) : Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. 3. Pasal 74 ayat (3) : Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Pasal 74 ayat (4) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penjelasan dari pasal tersebut diantaranya adalah untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Adapun yang dimaksud dengan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam adalah Perseroan yang tidak mengelola dan 16

9 tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Selain itu yang dimaksud dengan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang undangan yang terkait. Dengan demikian tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Perseroan yang tidak melaksanakan akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. E. Arti Penting GCG (Good Corporate Governance) Sebagai sebuah konsep, GCG (Good Corporate Governance) ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggung jawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu. Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggung jawabkan dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness. Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya. Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai pengaturan. Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut tata pamong. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, 17

10 Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya. CSR menuju Good Corporate Governance memiliki arti yang sangat penting dalam menjalankan suatu organisasi professional, baik di sektor pemerintahan (BUMN) maupun di industri swasta. Mengerti dan memanfaatkan GCG dapat meningkatkan: Meningkatakan kinerja perusahaan melalui proses pengambilan keputusan yang lebih baik. Meningkatkan efisiensi operasionil perusahaan sekaligus memberikan perhatian dan pelayanan kepada stakeholders sekaligus meningkatkan kepercayaan sharesholders. Meningkat corporate image dan yang lebih penting corporate value Perusahaan dapat bekerja lebih baik karena berdasarkan best practices. Tercapainya employee satisfaction dan stakeholders satisfaction III. PENUTUP Kelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab seluruh umat manusia, termasuk di antaranya pemerintah dan badan usaha industri sub sektor migas. Sebagai salah satu industri dari sumber daya alam penyumbang terbesar devisa negara, yang juga banyak terkait dengan aspek lingkungan hidup, memiliki kewajiban untuk turut menjaga kelestarian lingkungan hidup. Hukum Indonesia telah memberikan pengaturan yang cukup jelas dan tegas bagi badan usaha industri sub sektor migas terkait dengan kewajibannya dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan lingkungan sosial. Berbagai kasus kerusakan lingkungan hidup yang terjadi, yang disebabkan oleh industri sub sektor migas, merupakan bukti bahwa aturan yang ada belum terlaksana secara maksimal. Diiharapkan dengan adanya aturan mengenai CSR (Corporat CSR bidang migas sangat penting dalam menunjang hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder. Stakeholder memiliki peran penting dalam membentuk citra perusahaan di mata masyarakat luas. Dari citra yang terbentuk ini dapat mempengaruhi kredibilitas perusahaan yang selanjutnya berdampak pada daya saing dan pertumbuhan penjualan dan laba sehingga menjadi good corporate governance. DAFTAR PUSTAKA.., 2003, Pedoman Community Development Sektor Ketenagalistrikan, Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Jakarta.., 2004, Tatacara Perencanaan Pengembangan Kawasan Untuk Percepatan Pembangunan Daerah, Bappenas, Jakarta , 2006, Community Development Sebuah Eksplorasi, Info URDI (Urban and Regional Development Institute), Volume. 16 Achda, B. Tamam Konteks Sosiologis Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Implementasinya di Indonesia, Jakarta. Mulyadi, Devi., Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Dalam Usaha Pengembangan Masyarakat. Skripsi, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. 18

11 Nasdian, Fredian Tonny, 2007, Pengembangan Masyarakat (Community De velopment), Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Tjetjep S. Wimpy, 2005, Corporate Social Responsibility (CSR), Seminar Nasional tanggal 26 Mei 2005 di Hotel Four Seasons, Jakarta. Wibisono, Yusuf, 2007, Coorporate Social Responsibility, Penerbit Universitas Airlangga, Surabaya tanggal 23 Pebruari 2005, 21 Lapangan Kegiatan Hulu Migas Mendapat Peringkat Biru Proper KLH, Jakarta. *) Penulis adalah Pejabat Fungsional Widyaiswara Madya Pusdiklat Migas Cepu. 19

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dapat dikatakan sebagai salah satu aktor ekonomi dalam satu wilayah, baik itu wilayah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan telah menjadi isu perkembangan utama perusahaan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan. Logika ekonomi neoklasik adalah bahwa dengan meningkatnya keuntungan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP KEWAJIBAN PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN DI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP KEWAJIBAN PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN DI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG- BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP KEWAJIBAN PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN DI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari hasil tambang batubara. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik atau Good

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik atau Good 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) masih menjadi fokus utama dalam pengembangan usaha di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 melandasi perekonomian Indonesia sekaligus pelaksanaan pembangunan sektor pertambangan, yaitu : (a) Perekonomian disusun sebagai usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal Tahun 2016 telah berlaku ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

Lebih terperinci

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Modul ke: Fakultas 09Pasca Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dalam suatu periode tertentu dengan menggunakan seluruh modal yang dimiliki. Profitabilitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama kurun waktu 20-30 tahun terakhir ini, kesadaran masyarakat akan peran perusahaan dalam lingkungan sosial semakin meningkat. Banyak perusahaan besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi adalah sesuatu hal yang pasti. Perkembangan teknologi semakin lama semakin berkembang dengan pesat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL DRAFT 15092011 LEMBARAN DAERAH PROVINSI JA R.AN WA BARAT TAHUN 2013 NOMO PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BIDANG MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan arti keseimbangan antar aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate social responsibility sejak beberapa tahun belakangan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jauh sejak zaman Renaiscance (Brinton, 1981), yaitu munculnya pemikiranpemikiran

BAB I PENDAHULUAN. jauh sejak zaman Renaiscance (Brinton, 1981), yaitu munculnya pemikiranpemikiran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagasan mengenai pembangunan mempunyai latar belakang pemikiran jauh sejak zaman Renaiscance (Brinton, 1981), yaitu munculnya pemikiranpemikiran maju yang melahirkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada berbagai pihak, diantaranya pihak investor dan kreditor. Investor dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada berbagai pihak, diantaranya pihak investor dan kreditor. Investor dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan informasi yang menggambarkan kinerja suatu perusahaan. Laporan keuangan menginformasikan posisi keuangan perusahaan kepada berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia ini dikuasai oleh Negara dan diusahakan untuk kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia ini dikuasai oleh Negara dan diusahakan untuk kemakmuran rakyat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya dengan hasil bumi, baik itu perkebunan, pertanian, pertambangan, dan lain sebagainya. Kekayaan yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian media. Namun, tentunya media tidak bisa meliput setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian media. Namun, tentunya media tidak bisa meliput setiap perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media merupakan salah satu pemangku kepentingan dalam perusahaan. Keberadaan media tentu membawa dampak bagi perusahaan, baik yang bersifat positif maupun

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN P T Darma Henwa Tbk PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN PT Darma Henwa Tbk DAFTAR ISI Kata Pengantar 3 BAB I PENGANTAR. 4 1. Mengenal Good Corporate Governance (GCG) 4 2.

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PPM) PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI ESDM NO 41 TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan sekarang ini, perusahaan tidak lagi berhadapan pada tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai perusahaan yang

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) semakin banyak dibahas di kalangan bisnis.

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam melakukan kegiatan operasinya selalu berusaha untuk memaksimalkan laba untuk mempertahankan keberlangsungannya. Dalam upaya memaksimalkan laba

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengemukakan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tentang. dampak positif secara keseluruhan pada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mengemukakan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tentang. dampak positif secara keseluruhan pada masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu informasi yang sering diminta untuk diungkapkan perusahaan saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Menurut Baker (2003) dalam

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. untuk menjawab tantangan yang terus berkembang di industri telekomunikasi dalam

Bab 1. Pendahuluan. untuk menjawab tantangan yang terus berkembang di industri telekomunikasi dalam Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyediakan layanan telekomunikasi dan jaringan terbesar di Indonesia. PT Telekomunikasi Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONTEKS MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONTEKS MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONTEKS MASALAH Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan yang lain. Kehidupan manusia di bumi ini adalah suatu sistem, yang saling berkaitan satu sama lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu bentuk organisasi yang melakukan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu bentuk organisasi yang melakukan aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai suatu bentuk organisasi yang melakukan aktivitas dengan menggunakan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

stakeholders dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu stakeholders primer (pelanggan, pemasok, pemodal, dan karyawan) dan stakeholders sekunder

stakeholders dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu stakeholders primer (pelanggan, pemasok, pemodal, dan karyawan) dan stakeholders sekunder BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Stakeholders Stakeholders atau pemangku kepentingan merupakan pihak yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tujuan perusahaan (Freeman and McVea,

Lebih terperinci

pemerintah melalui peraturan daerah. Contoh kerugian jangka panjang adalah menurunnya tingkat kepercayaan perusahaan di mata masyarakat, menurunnya

pemerintah melalui peraturan daerah. Contoh kerugian jangka panjang adalah menurunnya tingkat kepercayaan perusahaan di mata masyarakat, menurunnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era pertumbuhan perusahaan yang semakin tinggi membuat kesadaran akan penerapan tanggung jawab sosial menjadi penting seiring dengan semakin maraknya kepedulian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Good Corporate Governance. Corporate Governance, antara lain oleh Forum for Corporate

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Good Corporate Governance. Corporate Governance, antara lain oleh Forum for Corporate 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Good Corporate Governance Beberapa institusi Indonesia mengajukan definisi Corporate Governance, antara lain oleh Forum for Corporate Governance in IndonesialFCGl

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di Inggris dan mulai sangat populer hingga dekade ke 20. Definisi Humas menurut Denny Griswold dalam buku Dasar- Dasar Public

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di Inggris dan mulai sangat populer hingga dekade ke 20. Definisi Humas menurut Denny Griswold dalam buku Dasar- Dasar Public BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Public Relations Hubungan Masyarakat atau Public Relations saat ini sangat populer di Indonesia, banyaknya jumlah perusahaan swasta maupun instansi pemerintahan yang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikelola untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan

BAB 1 PENDAHULUAN. dikelola untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum, perusahaan atau business merupakan suatu organisasi atau lembaga dimana sumber daya (input) dasar seperti bahan baku dan tenaga kerja dikelola

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang di sekeliling yang menggunakannya. Akan tetapi sekarang hutan. emas dan batubara (Akuntan Indonesia, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang di sekeliling yang menggunakannya. Akan tetapi sekarang hutan. emas dan batubara (Akuntan Indonesia, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dahulu Negara Indonesia masih memiliki hutan-hutan yang masih rindang, bahkan persediaan air bersihnya pun masih cukup banyak, sehingga banyak orang di sekeliling yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan atau dalam bahasa Inggris adalah enterprise terdiri dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan atau dalam bahasa Inggris adalah enterprise terdiri dari satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan atau dalam bahasa Inggris adalah enterprise terdiri dari satu atau lebih unit-unit usaha yang disebut pabrik. Perusahaan merupakan suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bagian dari perekonomian nasional mempunyai andil yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bagian dari perekonomian nasional mempunyai andil yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan menuju bangsa yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan bukan merupakan suatu proses yang mudah dilalui. Banyak tantangan dan agenda pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia usaha maka akan semakin berkembang juga pengelolaan suatu perusahaan, agar dapat tetap bertahan dalam persaingan bisnis dan usaha.

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan perusahaan yaitu memperoleh laba yang sebesar besarnya, masalah sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan perusahaan yaitu memperoleh laba yang sebesar besarnya, masalah sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan dianggap sebagai suatu lembaga yang memberikan banyak sekali dampak positif bagi masyarakat umumnya. Misalnya, menyediakan lapangan pekerjaan, menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan semata (single bottom line), melainkan juga beberapa aspek penting

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan semata (single bottom line), melainkan juga beberapa aspek penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini dunia usaha tidak hanya memperhatikan informasi laporan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan juga beberapa aspek penting lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan laba untuk sebesar-besarnya kemakmuran pemagang saham.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan laba untuk sebesar-besarnya kemakmuran pemagang saham. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah sebuah entitas ekonomi yang konsep utamanya adalah menghasilkan laba untuk sebesar-besarnya kemakmuran pemagang saham. Manajemen perusahaan berusaha

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DI ACEH

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DI ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa perusahaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) pada hakekatnya adalah hal

PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) pada hakekatnya adalah hal PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) pada hakekatnya adalah hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Tanggung jawab sosial merupakan suatu kewajiban yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. calon investor untuk mengambil keputusan. Informasi yang lengkap dan akurat

BAB I PENDAHULUAN. calon investor untuk mengambil keputusan. Informasi yang lengkap dan akurat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi adalah kebutuhan yang menjadi dasar bagi para investor dan calon investor untuk mengambil keputusan. Informasi yang lengkap dan akurat memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebuah perusahaan yang baik harus mampu mengontrol potensi finansial maupun potensi non finansial di dalam meningkatkan nilai perusahaan untuk eksistensi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 22 TAHUN : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini.

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan H. R. Bowen (1953), muncul sebagai akibat karakter perusahaan yang

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan (sustainable) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan (sustainable) dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah suatu entitas yang di dalamnya terdapat sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Praktik pengungkapan CSR

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Praktik pengungkapan CSR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan (stakeholders).

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam dunia industri yang sangat menuntut perbaikan berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam dunia industri yang sangat menuntut perbaikan berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia industri yang sangat menuntut perbaikan berkelanjutan dewasa ini telah banyak dirasakan dampak paham ekonomi kapitalis. Banyak perusahaan yang dalam kegiatannya

Lebih terperinci

KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Magisster Akuntasi www.mercubuana.ac.id The System and Structure of GCG Dosen Pengampu : Mochammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumbangan yang maksimum kepada masyarakat. Namun, seiring berjalannya

BAB I PENDAHULUAN. sumbangan yang maksimum kepada masyarakat. Namun, seiring berjalannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat, dimana menurut pendekatan teori akuntansi tradisional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat karena selain dituntut untuk mendapatkan laba (profit) dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. berat karena selain dituntut untuk mendapatkan laba (profit) dalam jangka panjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi, tantangan yang dihadapi oleh perusahaan semakin berat karena selain dituntut untuk mendapatkan laba (profit) dalam jangka panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan akhir-akhir ini semakin marak dibahas di dunia baik di media cetak, elektronik maupun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa Tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Sudah lama kita ketahui bahwa tujuan umum dari sebuah usaha didirikan adalah untuk mencari keuntungan atau laba, laba sendiri merupakan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ide mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau yang dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Ide mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau yang dikenal sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ide mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau yang dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) kini semakin diterima secara luas. Namun, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mulai populernya istilah tata kelola perusahaan yang baik atau yang lebih dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat dilepaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), juga aspek sosial dan lingkungan yang biasa

Lebih terperinci

Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015

Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015 Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu perwujudan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing. Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan bisnis dalam industri manufaktur semakin ketat seiring dengan perkembangan perekonomian yang mengakibatkan adanya tuntutan bagi perusahaan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan sebagai pelaku dunia usaha adalah salah satu dari stakeholder pembangunan di Indonesia. Setiap perusahaan di Indonesia melakukan berbagai kegiatan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh masyarakat khususnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh masyarakat khususnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan lingkungan di Indonesia saat ini sangat penting diperhatikan oleh seluruh masyarakat khususnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan apakah terdapat perbedaan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility

Lebih terperinci

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan keunggulan kompetitif (competitive advantage) bisnisnya agar

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan keunggulan kompetitif (competitive advantage) bisnisnya agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi telah mempengaruhi beberapa aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek yang paling signifikan perubahannya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat, semakin tinggi harga

BAB I PENDAHULUAN. maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat, semakin tinggi harga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dalam dunia bisnis saat ini sangatlah pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan pesaing yang bermunculan dengan berbagai keunggulannya masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin ketatnya persaingan dalam bisnis usaha di Indonesia mendorong banyak perusahaan untuk lebih berpikir ke depan guna menjalankan strategi yang terbaik

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan dunia usaha seyogyanya

Lebih terperinci

lingkungan hidup. Atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas.

lingkungan hidup. Atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas. 2 lingkungan hidup. Atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas. Kegiatan CSR dilakukan sejak beberapa tahun belakangan ini, ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Menurut Gray et al., (1995) teori kecenderungan pengungkapan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 6 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 6 TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG TRANSPARANSI TATAKELOLA PENDAPATAN, LINGKUNGAN, DAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PADA KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. selatan pulau Jawa, Desa Sukorejo, Kecamatan Sudimoro, sekitar 30 km arah

BAB 1 PENDAHULUAN. selatan pulau Jawa, Desa Sukorejo, Kecamatan Sudimoro, sekitar 30 km arah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PLTU Sudimoro Pacitan dibangun diatas lahan seluas 65 ha, terletak di laut selatan pulau Jawa, Desa Sukorejo, Kecamatan Sudimoro, sekitar 30 km arah timur Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan ilmu ekonomi yang semakin pesat, persaingan antar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan ilmu ekonomi yang semakin pesat, persaingan antar BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam perkembangan ilmu ekonomi yang semakin pesat, persaingan antar perusahaan semakin kompetitif karena harus dapat mengelola fungsi fungsi perusahaan secara efektif

Lebih terperinci

12Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

12Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Modul ke: Fakultas 12Pasca Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata

Lebih terperinci

mengalami penurunan kondisi sosial (Anggraini, 2006).

mengalami penurunan kondisi sosial (Anggraini, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan teknologi, sosial ekonomi, budaya pada abad 18 ditandai dengan donimasi mesin sebagai alat produksi. Revolusi ini melahirkan industri dan kapitalisme

Lebih terperinci

diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun,

diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Development merupakan fungsi dari sumber daya alam, tenaga kerja,

Development merupakan fungsi dari sumber daya alam, tenaga kerja, BAB II KERANGKA KONSEP PENGEMBANGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY Pendekatan pembangunan yang selama ini berorientasi pada pertumbuhan dalam mengejar ketertinggalannya dari negara-negara kapitalis maju

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Konseptualisasi CSR Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-1 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Menimbang BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN AKUNTANSI SOSIAL (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY AND SOCIAL ACCOUNTING)

ANALISIS TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN AKUNTANSI SOSIAL (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY AND SOCIAL ACCOUNTING) ANALISIS TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN AKUNTANSI SOSIAL (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY AND SOCIAL ACCOUNTING) Studi Kasus Pada PT. JAMSOSTEK (Persero) Kantor Cabang Surakarta SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci