Endang Pudjiastuti Sartinah*

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Endang Pudjiastuti Sartinah*"

Transkripsi

1 90 JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.2, 2006: PENGEMBANGAN MODEL BIMBINGAN KARIR SISWA CEREBRAL PALSY DI SLB-D YPAC SURABAYA Endang Pudjiastuti Sartinah* Abstrak: Hasil penelitian tindakan terhadap 4 siswa adalah sebagai berikut: 1) siswa cerebral palsy kelas rehabilitasi pravokasional masih perlu diarahkan pada pembimbingan karir yang jelas oleh tenaga ahli; 2) kendala yang menonjol adalah tidak tersedia tenaga ahli, tenaga ahli administrasi, dan sumber dana; 3) program layanan bimbingan karir yang diterapkan adalah Desensitisasi Sistematik, untuk mengeliminasi perilaku-perilaku siswa yang mengarah pada tindakan kebosanan, Rational Emotif Terapi (RET) untuk menanggulangi keyakinan-keyakinan siswa tentang karir yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, serta Layanan informasi melalui kegiatan bermain peran, eksperimen bersama dan diskusi. Penerapan ketiga program tersebut berhasil memperbaiki pemahaman anak. Abstract: The results of action research conducted to 4 mentally retarded students are; 1) professional counselor are needed to help them have career; 2) the absence of professional counsellors administration staff and fund; 3) career-counselling programs yielding significant results comprise Systematic Desensitization, Rational Emotive Therapy and Information service given through role playing, experiment and discussion. Kata kunci: bimbingan karir dan cerebral palsy. Pelayanan pendidikan siswa Cerebral Palsy kenyataannya tidak selalu dapat berjalan dengan mudah, akan tetapi selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan maupun masalah yang diakibatkan oleh faktor intern (kondisi kecacatannya), maupun faktor ekstern (lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat), diantaranya masalah sosial, pribadi, belajar, karir dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan Cerebral Palsy menurut Suharso (Widati, 1991:12) adalah cacat yang sifatnya gangguan-gangguan atau kelainan kelainan dan fungsi otak dan urat syaraf (Neuromuscular disorders), dan yang disebabkan karena sebab-sebab yang terletak didalam otak. Disamping gangguan otak dan urat syaraf tersebut kadang-kadang masih juga terdapat gangguan-gangguan yang mengenai pancaindera (Sensory disorders). Bahkan kadang-kadang terdapat pula gangguangangguan yang mengenai ingatannya (mental disorders); Begitu juga yang terjadi gangguan yang mengenai perasaan dan jiwanya (Psychological disorders). Sedangkan tanda-tanda yang sering dijumpai pada keterlambatan perkembangan motorik anak cerebral palsy menurut Widati (1991: 16-20) adalah sebagai berikut: (1) Kesulitan menelan dan mengisap pada masa bayi, karena adanya gangguan koordinasi pada otot-otot mulut dan tenggorokan, (2) Anak tampak terlalu cepat mampu menegakkan kepala, karena adanya ketegangan otot-otot leher yang berlebihan sehingga kepala melengkung kebelakang. * Dosen Program PLB FIP Universitas Negeri Surabaya

2 Sartinah, Pengembangan Model Bimbingan Karir.. Hal ini dapat dilihat pada waktu anak umur 3 bulan, pada anak normal umur 3 bulan baru dapat menegakkan kepalanya kalau ditelungkupkan, tetapi pada anak cerebral palsy sebelum umur 3 bulan tampak seperti telah dapat menegakkan kepalanya, (3) Apabila didirikan tungkainya menyilang seperti gunting, karena kekejangan otot-otot kaki, (4) Cara merangkak yang aneh, yaitu mendorong maju lengan dan tungkai pada sisi yang sama. Hal ini dapat disebabkan kelumpuhan sebelah badan, (5) Reflex primitif yang menetap atau lambat menghilangnya, misalnya Assymetrical Tonick Neck Reflex (ATNR) pada anak normal ATNR mulai timbul pada umur 2 bulan dan akan menghilang antara umur 4-6 bulan, tetapi pada anak cerebral palsy ATNR masih menetap sesudah umur 6 bulan, (6) Bayi tampak lembek otot-ototnya (hypotonus) dan gerakan-gerakan sendi lebih luas, misalnya sendi panggul dapat diputar ke samping sampai 160 derajat, (7) Tangan yang selalu menggenggam pada umur lebih dari 3 bulan, karena kekejangan otot tangan. Hasil kajian pendahuluan (pra survey) tentang layanan bimbingan karir yang diberikan kepada siswa Cerebral Palsy di YPAC Surabaya sebetulnya sudah diupayakan secara optimal, namun masih sebatas kemampuan yang dimiliki guru khususnya guru keterampilan. Pada umumnya guru sebagai pembimbing terhadap siswanya, hanya menurut keingingan atau sebatas kemampuan guru dan tidak mencermati kemampuan yang sebenarnya dimiliki siswa. Sebagai contoh: Siswa yang bisa mengerjakan taplak meja dengan tusuk silang, tetapi hanya diberikan keterampilan membuat taplak meja dengan tusuk festoon saja, sehingga siswa kurang mampu untuk dapat mengembangkan dan menyelesaikan suatu ketrampilan dengan mandiri tanpa bantuan dari guru pembimbing. Oleh karena itu mereka kurang mampu mengoptimalkan anggota gerak terutama anggota gerak atas (tangannya). Karir siswa seperti contoh tersebut menggambarkan adanya keterbatasan kemampuan guru dalam membimbing siswanya. Kondisi demikian dapat terjadi selain karena faktor kurang profesionalnya pembimbing/guru dapat pula karena faktor kondisi sekolah yang kurang menunjang, sehingga pembimbing kurang dapat mengoptimalkan pelayanan bimbingan. Dalam tindakan nyata guru keterampilan, wali kelas dan kepala urusan berupaya memberikan layanan seoptimal mungkin, namun karena keterbatasan kemampuan guru dan siswa sehingga hasilnya kurang optimal. Lebih lanjut ditemukan tentang kemampuan orang tua dalam membimbing khususnya dalam karir terhadap anaknya, diantaranya ada yang terlalu melindungi (dibantu dalam segala hal) dan ada yang bersikap acuh tak acuh tidak atau kurang memperhatikannya, untuk kebutuhan psikis, seperti rasa kasih sayang, latihan keterampilan dan lain-lain, sedangkan mengenai kebutuhan yang bersifat materi hampir sebagian besar memenuhinya. Temuan lain bahwa pada kelas Rehabilitasi Pravokasional YPAC Surabaya berada dalam rentang usia dewasa sehingga permasalahan yang berkaitan dengan karir banyak terjadi dan membutuhkan bimbingan serius yang secara proporsional dengan indikator terjadinya perkembangan karir yang kurang optimal menurut proporsi bimbingan karir pada siswa. Sebagaimana yang dikemukakan Natawidjaja (1988: 10) bahwa Karir ialah gambaran tentang diri pribadinya dan gambaran tentang dunia kerja di luar dirinya, 91

3 JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.2, 2006: mempertemukan gambaran dirinya tersebut dengan dunia kerja itu untuk pada akhirnya dapat (1) Memilih bidang pekerjaannya (3) Menyiapkan diri untuk bidang pekerjaan (3) memasukinya (4) membina karir dalam bidang tersebut. Lebih lanjut dikemukakan Gani (dalam Ahman 1998: 11), Bahwa karir adalah mengenal dunia kerja, merencanakan masa depannya, dengan bentuk kehidupan yang diharapkannya, untuk menentukan pilihannya, dan mengambil suatu keputusan tersebut adalah yang paling tepat; sesuai dengan keadaan dirinya dihubungkan dengan persyaratan dan tuntutan pekerjaan/karir yang dipilihnya. Memperhatikan adanya gejala-gejala perkembangan karir yang kurang optimal pada siswa kelas Rehabilitasi Pravokasional di YPAC Surabaya, dengan indikator seperti: siswa sudah menginjak dewasa, adanya gangguan gerak atas dan bawah (tangan dan kaki spatis) yang mengakibatkan sulitnya mengerakkan anggota gerak tubuh, sehingga gerak anggota tubuhnya lamban, serta sikap dan kemampuan orangtua ada yang cenderung over portection dan rejection sementara guru belum memposisikan dirinya sebagai guru BP maka berdasar kondisi obyektif tersebut mengisyaratkan perlunya kajian tentang pengembangan program bimbingan karir bagi anak Cerebral Palsy untuk dapat membantu masa depannya sendiri. Adanya beberapa variabel yang perlu diidentifikasi dalam mengkaji permasala han ini, yaitu, pertama, definisi tentang pengembangan model bimbingan pada penelitian ini adalah suatu pola dari pelaksanaan bimbingan yang akan dilakukan pada siswa Cerebral Palsy di SLB-D YPAC Surabaya dengan komponen-komponen pengembangan sebagai berikut: tujuan, pembimbing, yang dibimbing, program, pendekatan yang diguna kan dan evaluasi; kedua, definisi tentang karir pada penelitian ini adalah mengarah kepada pembinaan pravokasional; ketiga, definisi tentang Cerebral Palsy pada penelitian ini adalah anak yang mengalami cacat yang sifatnya gangguan-gangguan dari fungsi otak dan urat syaraf yang menjadi siswa kelas Rehabilitasi Pravokasional di SLB-D YPAC Surabaya. Adapun asumsi-asumsi yang mendasari penelitian ini adalah: Pertama, Siswa yang mengalami Cerebral Palsy yang memiliki IQ 85 ke bawah dan berusia antara 18 s/d 26 tahun kurang mendapat arahan dan bimbingan serta kurang dapat menerima arahan (keterbatasan kamampuan guru dan siswa) untuk memberi dan diberi bekal berbagai macam latihan keterampilan, sehingga terjadi kesenjangan antara tingkat IQ yang dimiliki, dengan usia dan kebutuhan akan pekerjaan, Kedua, ketidakharmonisan perkembangan IQ, usia dengan kebutuhan pekerjan siswa Cerebral Palsy sangat diperlu kan layanan bimbingan karir, Ketiga, Salah satu bentuk layanan bimbingan karir dapat berupa perangkat model program bimbingan karir, Keempat, siswa Cerebral Palsy memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan sebagaimana diperoleh anak normal, Kelima, diperlukan adanya suatu rumusan hipotetik bimbingan yang jelas, tepat dan akurat dan kemudian diberdayakan, sehingga model progam ini dapat diimplementasikan melalui guru/pembimbing bidang studi ketrampilan, wali kelas dan orangtua. Sedangkan lingkup yang menjadi batasan penelitian perlu memperhatikan indikator sebagai berikut: Pertama, optimalisasi peranan guru BP dan wali kelas serta guru keterampilan, Kedua, keterlibatan orangtua secara aktif, Ketiga, kondisi obyektif 92

4 Sartinah, Pengembangan Model Bimbingan Karir.. siswa (kondisi fisik, komunikasi sosial dan keadaan IQ), 4) keterbatasan kemampuan guru keterampilan dan siswa. Adapun fokus permasalahan dapat dijabarkan dalam sejumlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Kegiatan apa yang selama ini dilakukan oleh guru, wali kelas dan orangtua dalam membimbing karir anak Cerebral Palsy di YPAC Surabaya?; (2) Kendala-kendala apa yang dhadapi oleh guru, wali kelas dan orangtua siswa untuk memberikan bimbingan karir di YPAC Surabaya?; (3) Bagaimanakah bentuk pengembangan model bimbingan karir yang efektif dapat diterapkan oleh guru, wali kelas dan orangtua siswa di YPAC Surabaya? Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mendeskripsikan beberapa permasalahan sebagai berikut: (1) Menghimpun data tentang layanan bimbingan karir yang selama ini dilakukan oleh guru (ketrampilan), wali kelas dan orangtua di YPAC Surabaya. (2) Mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi oleh guru (ketrampilan), wali kelas dan orangtua siswa dalam melaksanakan bimbingan karir pada siswa Cerebral Palsy. (3) Menyusun model bimbingan karir yang efektif dan dapat diimplementasikan dalam tugas nyata yang dilakukan oleh guru (ketrampilan), wali kelas dan orangtua. Adapun manfaat yang didapat (1) Memacu guru (ketrampilan) dan wali kelas untuk meningkatkan layanan bimbingan karir siswa Cerebral Palsy di YPAC Surabaya. (2) Mendorong orangtua yang memiliki anak Cerebral Palsy untuk mau peduli memberi kan layanan bimbingan karir pada anaknya di rumah. (3) Sebagai bahan masukan bagi pakar pendidikan tentang beberapa permasalahan yang memerlukan intervensi layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kondisi obyektif layanan bimbingan pada siswa khususnya siswa pada kelas Rehabilitasi Pravokasional. (4) Sebagai sumbangan terhadap khasanah ilmu khususnya perkembangan layanan bimbingan yang berkaitan dengan karir pada siswa rehabilitasi pravokasional, sehingga dapat diimplementasikan secara mudah oleh siapapun (guru bidang studi ketrampilan, wali kelas, dan orangtua). Metode Penelitian ini sebagian besar akan menjawab permasalahan yang bersifat deskriptif. Deskriptif dalam penelitian ini adalah mendapatkan gambaran yang utuh terhadap pelayanan karir pada siswa cerebral palsy di YPAC Surabaya khususnya pada kelas Rehabilitasi Pravokasional. Sedangkan secara khusus tentang pengembangan model bimbingan kair dirancang dalam pendekatan kolaboratif (Collaborative Action Research), yaitu kolaboratif antara Guru bidang studi keterampilan, Wali kelas dan orang tua dalam penelitian ini perannya sejajar dengan peneliti untuk menjadi mitera penelitian. Kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini terbagi dalam empat tahap, yaitu: (1) Tahap melihat kondisi di lapangan yang meliputi kegiatan apa yang selama ini dilakukan oleh guru bidang studi keterampilan, wali kelas dan orang tua dalam menjalan kan layanan bimbingan karir di YPAC Surabaya pada Kelas Rehabilitasi Pravokasional; Kendala-kendala yang dihadapi. (2) Tahap merumuskan masalah di lapangan yang menjadi kepedulian guru bidang studi keterampilan, wali kelas dan orang tua. Rumusan masalah ini disusun bersama guru bidang studi ketrampilan, wali kelas dan orang tua dengan cara diskusi. Dasar perumusan masalah hasil kegiatan tahap pertama. (3) Tahap merumuskan penerapan bimbingan karir yang dilakukan secara individual oleh guru 93

5 JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.2, 2006: bidang studi keterampilan, wali kelas terhadap siswa yang mempunyai masalah karir pada kelas Rehabilitasi Pravokasional, dengan mempertimbangkan kesesuaian antara data impirik, kurikulum SLB-D kelas Rehabilitasi Pravokasional, program BP, teori bimbingan dan teori belajar. (4) Implementasi (uji coba) cara pelayanan bimbingan karir melalui wali kelas dan orang tua secara individual. Langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah: a ) Perencanaan Langkah perencanaan ini ditetapkan aspek bimbingan karir yang akan ditangani yang disesuaikan dengan materi bimbingan yang diajarkan oleh guru bidang studi keterampilan, wali kelas dan orang tua siswa. Pada tahap ini peneliti bersama guru keterampilan, wali kelas dan orang tua merumuskan persiapan penerapan bimbingan untuk uji coba pelaksanaan bimbingan karir bagi siswa Cerebral Palsy. Adapun langkah yang dilalui dalam pembuatan persiapan penerapan untuk uji coba, yaitu: Pertama, merumuskan layanan bimbingan karir yang dilakukan oleh wali kelas dan orang tua; Kedua, menentukan metode penerapan bimbingan yang dapat memfasilitasi siswa agar dapat mencapai tujuan yang harapkan dalam proses layanan bimbingan karir; Ketiga, merumuskan cara mengevaluasi proses dan hasil layanan bimbingan dalam pelaksanaan model bimbingan karir. b) Tindakan ( Action ) Langkah pelaksanaan cara menerapkan layanan bimbingan karir melalui guru bidang studi keterampilan, wali kelas dan orang tua mengenai cara pelaksanaan bimbingan nya terhadap anak Cerebral Palsy dengan menggunakan bimbingan secara individual. c) Observasi Peneliti mengobservasi hasil pelaksanaan penerapan bimbingan karir secara individu oleh guru bidang studi keterampilan, wali kelas dan orang tua. d) Refleksi Peneliti bersama mitra mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan. Apabila pada langkah ini terdapat hasil yang tidak memuaskan, maka peneliti akan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap rencana awal, sehingga harus membuat kembali baru, secara simultan berlanjut terhadap kesatu, kedua, ketiga dan keempat sampai dengan ditemukan bentuk cara yang tepat dalam menerapkan bimbingan karir. Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi (teknik utama) serta ditambah teknik pendamping yakni diskusi dan simulasi. Teknik wawancara dilakukan secara terbuka, dengan harapan peneliti lebih leluasa untuk dapat menggali informasi dengan lebih rinci dan mendalam. Dalam penelitian ini pihak yang diwawancarai adalah kepala urusan, guru bidang studi keterampilan, wali kelas dan orang tua anak Cerebral Palsy. Sedangkan observasi dilakukan secara ikut terlibat dalam kegiatan yang sedang dilakukan observant (observasi partisipasi). Pihak yang diobservasi adalah karir siswa Cerebral Palsy dan cara guru bidang studi keterampilan serta wali kelas dalam memberi kan bimbingan terhadap siswanya baik situasi di dalam proses kegiatan belajar mengajar maupun diluar kelas. 94

6 Sartinah, Pengembangan Model Bimbingan Karir.. Analisis data direncanakan dengan mengadakan interpretasi logis dan rasional. Sedangkan yang akan ditempuh adalah sebagai berikut: 1) Member check, yakni dengan cara meminta sebagai mitra peneliti untuk mengecek kebenaran laporan yang sudah disusun. Untuk selanjutnya mengadakan perbaikan sesuai dengan saran wali kelas yang melakukan uji coba; 2) Triangulasi, yaitu dilakukan dengan cara membandingkan hasil observasi dengan hasil wawancara dengan guru bidang studi keterampilan, wali kelas dan orang tua. Lokasi penelitian ini adalah SLB-D (Tunadaksa) Surabaya, dengan alamat Jl. Semolowaru utara V/2a Surabaya. Mitra penelitian adalah guru bidang studi keterampilan, wali kelas Pravokasional dan orang tua anak Cerebral Palsy. Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian Tahap pertama: Melihat kondisi Objektif Layanan Bimbingan karir di kelas rehabilitasi pravokasional YPAC Surabaya meliputi (1) Kegiatan yang dilakukan oleh guru keterampilan, wali kelas dan orang tua dalam melaksanakan layanan bimbingan karir di kelas rehabilitasi pravokasional YPAC Cabang Surabaya antara (a) Jenis kasus karir siswa cerebral palsy, (b) Pelaksana bimbingan karir siswa cerebral palsy, (c) Teknik pelaksanaan bimbingan karir siswa cerebral palsy. (2) Kendala-kendala pelaksanaan layanan bimbingan karir bagi siswa cerebral palsy di kelas rehabilitasi pravokasional SLB-D YPAC Surabaya meliputi (a) belum adanya tenaga bimbingan yang secara khusus dan professional (tenaga ahli), (b) belum ada personalia layanan bimbingan karir secara khusus belum ada, (c) belum ada tenaga ahli yang dapat mengadministrasi layanan bimbingan karir bagi siswa cerebral palsy, (d) belum dialokasikan anggaran tentang program layanan bimbingan karir. Tahap kedua: Deskripsi tentang program bimbingan karir yang efektif. Deskripsi masalah ini diuraikan berdasar hasil observasi, wawancara dengan wali kelas, guru, orang tua siswa. Untuk mempertajam rumusan masalah yang ada di lapangan, maka dilakukan diskusi bersama guru untuk mengidentifikasi masalah yang ada di lapangan yang menjadi kepedulian wali kelas dan guru. Rumusan masalah yang ada di lapangan yaitu: (1) Siswa cerebral palsy yang kurang memiliki/mendapat informasi karir khususnya mengenai; menumbuhkan kesadaran atas pentingnya karir, membahas siswa (tentang diri dan lingkungannya), menelaah pasaran kerja, menelaah konsekuensi setiap pilihan, menelaah pilihan-pilihan lain dan memilih arah karir yang pertama. (2) Siswa cerebral palsy yang kurang informasi tentang pengenalan macam/jenis karir yang disesuaikan dengan kemampuan siswa CP meliputi; kerajinan tangan, tata boga, pertokoan /perniagaan kantin, pelukis, penari dan cleaning servis (3) Siswa cerebral palsy kurang dapat menentukan pemilihan karir disesuaikan dengan kemampuan yang masih bisa dikembangkan: kerajinan tangan, tata boga, pertokoan/perniagaan/kantin, pelukis, penari dan cleaning service. (4) Siswa cerebral palsy yang kurang dapat membina/mendalami karir yang dimiliki siswa yang disesuaikan dengan kebutuhan pangsa pasar; umumnya anak hanya suka melakukan kegiatan dan kadang ada kebosanan misalnya dalam: kerajinan tangan (meronce,melukis), tata boga, pertokoan/ perniagaan/kantin, pelukis, penari dan cleaning service. 95

7 JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.2, 2006: Terkait dengan masalah kasus karir siswa cerebral palsy pada kelas rehabilitasi pravokasional SLB/D YPAC Surabaya, di kembangkan suatu program bimbingan karir sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan aktual siswa, yang dikemas dalam bentuk bimbingan mingguan di luar KBM. Sementara teknik bimbingan yang diterapkan adalah desensitisasi sistematik, untuk mengeliminasi perilaku-perilaku siswa yang mengarah pada tindakan kebosanan, rational emotif terapi (RET) untuk menanggulangi keyakinankeyakinan siswa tentang karir yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, serta layanan informasi melalui kegiatan bermain peran, eksperimen bersama dan diskusi. Pada subjek yang dikenakan dalam uji coba terbatas menunjukkan adanya perubahan karir ke arah yang lebih positif seperti; (1) frekuensi pekerjaan meronce, melukis, menyapu, memasak di dapur dan menjaga kantin semakin menunjukkan keseriusan dan mulai tidak cepat bosan (2) siswa tidak lagi melakukan kebiasaan menunggu bimbingan guru kelasnya atau instrukturnya apabila mengerjakan keterampilan (3) berdasarkan laporan dari orangtua siswa tidak lagi melakukan kebiasaan membiarkan pekerjaan yang ia kerjakan sendiri, tetapi mulai diringkas sendiri atau ditata seperti semula, (4) siswa mulai dapat memahami bahwa karir itu pekerjaan yang setiap hari ia kerjakan untuk ditekuni dan menghasilkan upah/uang.; (5) siswa telah dapat membedakan antara pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, sehingga mereka tidak sekedar mengerjakan sesuai perintah guru; (6) siswa dapat menyadari bahwa karir harus dilakukan secara serius. Pembahasan Hasil penelitian ini telah tergambarkan kondisi riil tentang apa yang sudah dilakukan guru, wali kelas dan orang tua terhadap bimbingan karir ternyata bimbingan karir harus diberikan oleh ahli konselingn agar pelaksanaannya tidak terdapat kekeliruan dan sementara ini unsure di atas haanya sekedar mengarahkan keterampilan anak bukan proses bimbingan dan yang menjadi kendala pelaksanaan bimbingan karir di SLB-D YPAC Surabaya adalah keterbatasan pengetahuan dari guru dan wali kelas, pengelolaam administrasi yang belum terbiasa, dan tidak kalah penting adalah sumber dana yang tidak dianggarkan untuk pembimbingan. Program bimbingan yang disusun oleh peneliti bersama guru, wali kelas, orang tua dan kepala sekolah dapat diberdayagunakan untuk mendukung kepembimbingan karir di kelas rehabilitasi pravokasional YPAC Surabaya. Ditandaskan Fitgerald dan Michael (dalam Sumantri, 1996) bahwa sikap orangtua di rumah dan guru di sekolah merupakan salah satu sumber frustrasi dan stress emosi bagi anak tuna daksa. Lebih lanjut hal ini sesuai dengan pendapat Surya (1999: 1) "Bahwa yang tergolong faktor pembawaan misalnya kelainan atau cacat tubuh, dan sebagainya. Dan yang tergolong faktor lingkungan adalah antara lain situasi keluarga yang kurang menunjang (misalnya rumah tangga yang retak, tidak utuh dan sebagainya), pendidikan keluarga yang tidak atau kurang baik, pergaulan yang salah dan sebagainya". Diperjelas Surya (1999: 2) bahwa "kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini ikut pula memberikan pengaruh yang kuat bagi timbulnya penyimpangan". Hal ini sesuai dengan pendapat Surya, (1994: 37), bahwa konseling merupakan kegiatan profesional artinya dilaksanakan oleh orang (konselor) yang telah memiliki kualifikasi profesional dalam pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kualitas Surya (1988: 33) mengemukakan bahwa kegiatan bimbingan bukan merupakan suatu kegiatan 96

8 Sartinah, Pengembangan Model Bimbingan Karir.. yang dilakukan secara kebetulan, insidental, sewaktu-waktu, tidak sengaja atau asal saja, melainkan suatu kegiatan yang dilakukan dengan sistematis, sengaja, berencana, terus menerus dan terarah pada tujuan. Setiap kegiatan bimbingan merupakan kegiatan yang berkelanjutan, artinya senantiasa diikuti secara terus menerus dan aktif sampai sejauhmana individu telah berhasil mencapai tujuan dan menyesuaikan diri. Natawidjaja (1988:27) juga berpendapaat bahwa untuk melaksanakan program bimbingan secara efisien dan efektif, sekolah perlu mempunyai petugas bimbingan yang memadai, baik mutunya maupun banyaknya. Lebih lanjut Natawidjaja (1988:28), mengemukakan bahwa di dalam bimbingan di sekolah ada empat jenis petugas pendidikan yang memegang peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan bimbingan. Adapun petugas-petugas itu adalah: (a) kepala sekolah, (b) guru-guru bidang studi, (c) penyuluh, dan (d) guru penyuluh. Lebih lanjut menurut Natawidjaja, (1988:23), mengemukakan bahwa prinsip yang berhubungan dengan organisasi dan adminstrasi bimbingan adalah meliputi: (a) syarat mutlak bagi administrasi bimbingan yang baik yaitu adanya kartu pribadi dan kartu akademis bagi setiap individu yang dibimbing; (b) harus tersedia anggaran biaya yang memadai; (c) program bimbingan harus disusun sesuai dengan kebutuhan sekolah yang bersangkutan; (d) pembagian waktu harus diatur untuk setiap pembimbing; (e) setiap individu yang dibimbing harus mendapat pelayanan dalam hal studi lanjutan, baik mengenai masalah di dalam ataupun di luar lingkungan sekolah; (f) sekolah yang menyelenggarakan bimbingan harus menyediakan pelayanan dalam situasi kelompok dan individual; (g) sekolah harus bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang berada di luar lingkungan sekolah yang menyelenggarakan layanan bimbingan dan penyuluhan; (h) materi bimbingan harus dapat digunakan dengan mudah; (i) diciptakan suasana kerjasama, saling menghargai; (j) kepala sekolah memegang tanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan dan perencanaan program bimbingan. Simpulan dan Saran Kondisi obyektif di sekolah menunjukkan bahwa; pertama, siswa cerebral palsy kelas rehabilitasi pravokasional masih perlu diarahkan pada pembimbingan karir yang jelas oleh tenaga ahli. Kedua, kendala pelaksanaan bimbingan karir di kelas rehabilitasi pravokasional SLB-D YPAC Surabaya yang menonjol adalah tentang (a) belum adanya tenaga bimbingan yang secara khusus dan professional (tenaga ahli), (b) belum ada personalia layanan bimbingan karir secara khusus belum ada, (c) belum ada tenaga ahli yang dapat mengadministrasi layanan bimbingan karir bagi siswa cerebral palsy, (d) belum dialokasikan anggaran tentang program layanan bimbingan karir. Program layanan bimbingan karir yang efektif dikemas dalam bentuk bimbingan mingguan di luar KBM. Sementara teknik bimbingan yang diterapkan adalah Desensitisasi Sistematik, untuk mengeliminasi perilaku-perilaku siswa yang mengarah pada tindakan kebosanan, Rational Emotif Terapi (RET) untuk menanggulangi keyakinan-keyakinan siswa tentang karir yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, serta Layanan informasi melalui kegiatan bermain peran, eksperimen bersama dan diskusi. Pada subjek yang dikenakan dalam uji coba terbatas menunjukkan adanya perubahan karir ke arah yang lebih positif seperti; (1) frekuensi pekerjaan meronce, 97

9 JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.2, 2006: melukis, menyapu, memasak di dapur dan menjaga kantin semakin menunjukkan keseriusan dan mulai tidak cepat bosan (2) siswa tidak lagi melakukan kebiasaan menunggu bimbingan guru kelasnya atau instrukturnya apabila mengerjakan keterampilan (3) berdasarkan laporan dari orangtua siswa tidak lagi melakukan kebiasaan membiarkan pekerjaan yang ia kerjakan sendiri, tetapi mulai diringkas sendiri atau ditata seperti semula, (4) siswa mulai dapat memahami bahwa karir itu pekerjaan yang setiap hari ia kerjakan untuk ditekuni dan menghasilkan upah/uang.; (5) siswa telah dapat membedakan antara pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, sehingga mereka tidak sekedar mengerjakan sesuai perintah guru; (6) siswa dapat menyadari bahwa karir harus dilakukan secara serius. Hasil penelitian berupa Plan of Action, dan Program Layanan Bimbingan Karir Siswa Cerebral Palsy di kelas rehabilitasi pravokasional SLB-D YPAC Surabaya selanjutnya disarankan kepada kepala sekolah bahwa perlunya penghargaan kepada hasil kerja wali kelas dan guru, hendaknya jangan hanya menitik beratkan kepada penilaian terhadap kemampuan dalam segi administratif yang berkaitan dengan karir siswa, tetapi juga harus meliputi penghargaan profesional sebagai wali kelas dan guru yang di dalamnya mencakup aspek sebagai guru pembimbing. Dan kepada orang tua siswa, dalam hal ini orang tua hendaknya senantiasa menjalin kerjasama dengan sekolah, baik dengan guru, wali kelas kepada sekolah, sehingga dengan terjalinnya kerjasama, maka akan terwujud dalam bentuk komunikasi Plan of Action, dan Program Layanan Bimbingan Karir Siswa Cerebral Palsy di kelas rehabilitasi pravokasional SLB-D yang baik dengan pihak sekolah. Sehingga kepembimbingan karir siswa yang dilakukan di sekolah juga ada kelanjutannya di rumah (dengan demikian terjadilah kesepahaman dan kontinyuitas baik di sekolah dan di rumah). Daftar Acuan Ahman, (1998). Bimbingan Perkembangan : Model Bimbingan dan Konseling di SD ( Studi Kasus Kearah Penemuan Model Bimbingan pada Beberapa SD di Jawa Barat). Disertai. PPS IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan. Natawidjaja, R. (1988). Pedoman Guru dalam Bimbingan di Sekolah. Bandung: FIP IKIP Bandung.. (1997). Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung: IKIP Bandung. Sutjihati, S. (1996). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. Surya, M. (1988). Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta: Depdikbud. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi; Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.. (1994). Dasar-dasar dan Theory Konseling Pendidikan. Bandung: Bhakti Winaya. (1999). Perilaku Seksual (Makalah Seminar Kehidupan Remaja dan Seksual) 01 Desember. Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI. Widati, S. (1991). Hubungan Gerak Dasar Tubuh dengan Kemampuan Berjalan Anak Cerebral Palsy di SLB Bagian D, YPAC Cabang Bandung: Hasil Penelitian Tidak Dipublikasikan. 98

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN PERILAKU SEKSUAL BAGI SISWA CEREBRAL PALSY

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN PERILAKU SEKSUAL BAGI SISWA CEREBRAL PALSY PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN PERILAKU SEKSUAL BAGI SISWA CEREBRAL PALSY Ari Wahyudi 1 Abstract: This colaborative action research aims to implement a counselling program to deal with the sexual behaviors

Lebih terperinci

Assessment Kemampuan Merawat Diri

Assessment Kemampuan Merawat Diri Assessment Kemampuan Merawat Diri Oleh: Musjafak Assjari (Dosen PLB FIP UPI) A. Pendahuluan Di beberapa negara termasuk Indonesia kini sedang giat dilaksanakan upaya memperbaiki pembelajaran murid di sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ulfah Saefatul Mustaqimah,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ulfah Saefatul Mustaqimah,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia. Kebutuhan siswa dalam belajar yang beragam mengakibatkan penanganan pada setiap kasus yang dihadapi harus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. siswa (Studi Deskriptif Analitis di SMAN 1 CIASEM Kabupaten Subang) dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. siswa (Studi Deskriptif Analitis di SMAN 1 CIASEM Kabupaten Subang) dapat 133 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan penelitian yang telah dilaksanakan mengenai studi tentang Peran guru PKn dalam membentuk karakter disiplin siswa (Studi Deskriptif Analitis di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus karena anak tersebut menandakan adanya kelainan khusus. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. khusus karena anak tersebut menandakan adanya kelainan khusus. Mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus karena anak tersebut menandakan adanya kelainan khusus. Mereka mempunyai gangguan (Impairment)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Noviana Martiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Noviana Martiana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pendidikan menuntut para pendidik untuk semakin tanggap terhadap perkembangan yang ada. Perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Aktivitas kehidupan sehari-hari tidak akan terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan tangan, hal itu menunjukkan betapa pentingnya perkembangan

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) D YPAC BANDUNG

SISTEM PENDIDIKAN DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) D YPAC BANDUNG SISTEM PENDIDIKAN DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) D YPAC BANDUNG SLB D merupakan lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak tunadaksa. ANAK TUNADAKSA Yang dimaksud dengan anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran seorang anak di dunia ini adalah kebanggaan tersendiri bagi keluarga, manusia tidak dapat meminta anaknya berwajah cantik atau tampan sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan A. Tujuan I. PENDAHULUAN Setelah mempelajari modul ini para konselor diharapkan : 1. Memiliki pemahamam tentang konselor sebagai suatu profesi 2. Memiliki pemahamam tentang kinerja profesional konselor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya manusia terlahir di dunia dengan keadaan normal dan sempurna. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dialami oleh semua orang. Beberapa orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan makhluk lainnya karena diberikan akal dan pikiran. Manusia sebagai makhluk hidup tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus anak berkelainan, istilah penyimpangan secara eksplisit ditunjukan kepada anak yang dianggap memiliki kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pendidikan. globalisasi adalah kondisi sumber daya manusia ( SDM ) masih relatif rendah

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pendidikan. globalisasi adalah kondisi sumber daya manusia ( SDM ) masih relatif rendah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan di Indonesia banyak mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta ditantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan

Lebih terperinci

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Pendidikan bertanggungjawab mengembangkan kepribadian siswa sebagai upaya menghasilkan

Lebih terperinci

tingkat Lanjutan Pertama. Asumsi pengembangan program bimbingan yang

tingkat Lanjutan Pertama. Asumsi pengembangan program bimbingan yang BABV KESfMPULAN REKOMENDASI DAN PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini merumuskan program hipotetik bimbingan yang memfokuskan pada upaya program bimbingan pengembangan konsep diri untuk siswa tunanetra

Lebih terperinci

Program Layanan Bimbingan Konsep Diri (Self Concept) Pada Siswa Tunalaras

Program Layanan Bimbingan Konsep Diri (Self Concept) Pada Siswa Tunalaras Program Layanan Bimbingan Konsep Diri (Self Concept) Pada Siswa Tunalaras Achmad Sofyan Hanif (UNJ) & Sujarwanto PLB FIP Unesa, email: jarwanto_plb@yahoo.com Abstrak; Penelitian ini betujuan untuk menemukan

Lebih terperinci

PROSEDURE PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN DI SUSUN OLEH : YUSI RIKSA YUSTIANA

PROSEDURE PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN DI SUSUN OLEH : YUSI RIKSA YUSTIANA PROSEDURE PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN DI SUSUN OLEH : YUSI RIKSA YUSTIANA JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 1999 I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lastarina Andanawari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lastarina Andanawari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunadaksa (ATD) terdiri dari anak-anak yang memiliki hambatan dalam perkembangan fisik dan motorik. Hambatan anak tunadaksa ini sangat beragam, baik berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuliani, 2014 Metode Pairs Check untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bercocok Tanam Siswa Tunagrahita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuliani, 2014 Metode Pairs Check untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bercocok Tanam Siswa Tunagrahita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dewasa ini bukanlah sebatas hak individu semata, melainkan sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi setiap orang tanpa kecuali. Begitu juga bagi anak tunagrahita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN DISUSUSN OLEH : YUSI RIKSA YUSTIANA

KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN DISUSUSN OLEH : YUSI RIKSA YUSTIANA KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN DISUSUSN OLEH : YUSI RIKSA YUSTIANA JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 1999 A. TUJUAN I. PENDAHULUAN Setelah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 7, No. 2, April 2017 ISSN 0854-2172 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR SD Negeri Purbasana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang sangat diperlukan oleh setiap siswa, karena dengan kegiatan pembelajaran dapat melatih siswa untuk terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya saja apakah potensi yang diberikan tersebut dapat diaktualisasikan dan

BAB I PENDAHULUAN. hanya saja apakah potensi yang diberikan tersebut dapat diaktualisasikan dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Manusia diciptakan Tuhan sesungguhnya dibekali dengan berbagai potensi. Pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan untuk menghadapi segala

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN P2M TENTANG PEMBELAJARAN MEMBACA DAN MENULIS DENGAN METODE VAKT BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR. Oleh: Ehan BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PELAKSANAAN P2M TENTANG PEMBELAJARAN MEMBACA DAN MENULIS DENGAN METODE VAKT BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR. Oleh: Ehan BAB I PENDAHULUAN LAPORAN PELAKSANAAN P2M TENTANG PEMBELAJARAN MEMBACA DAN MENULIS DENGAN METODE VAKT BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR Oleh: Ehan BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Di sekolah-sekolah umum khususnya sekolah

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KE 5 PPS-PLB. Dr.Mumpuniarti, M Pd

BAHAN KULIAH PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KE 5 PPS-PLB. Dr.Mumpuniarti, M Pd BAHAN KULIAH PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KE 5 PPS-PLB Kemampuan Motorik dan Hambatannya Point-point Kunci 1. Pengetahuan tentang tahapan prkembangan motorik kasar dan halus 2. Peranan physical

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu cara yang dipergunakan dalam pengumpulan dan analisis data, serta menginterpretasikan data yang diperoleh menjadi suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan sebuah upaya sistematis dalam rangka menemukan suatu pemecahan dalam bidang kajian tertentu baik secara teoritis maupun praktis. Oleh karena itu sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

DETEKSI DINI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK

DETEKSI DINI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK 177 DETEKSI DINI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK Oleh: B. Suhartini Dosen Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY Abstrak Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurfitri Amelia Rahman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurfitri Amelia Rahman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan anak yang sehat dan normal biasanya dilihat dari bagaimana perkembangan motorik anak tersebut. Terkadang perkembangan motorik dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : INDAH DWI IRIANDANY A

Diajukan Oleh : INDAH DWI IRIANDANY A PERILAKU BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA TUNAGRAHITA MAMPU DIDIK BAGASKARA SRAGEN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa, diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULULUAN. di masyarakat terhambat. Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila

BAB I PENDAHULULUAN. di masyarakat terhambat. Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila BAB I PENDAHULULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang-orang yang cacat tubuhnya atau cacat fisik adalah mereka yang tubuhnya tidak normal sehingga sebagian besar kemampuannya untuk berfungsi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Pengertian Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Pengertian Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling Sesuai dengan hakikat pekerjaan bimbingan dan konseling yang berbeda dari pekerjaan pengajaran, maka sasaran pelayanan bimbingan

Lebih terperinci

KONFERENSI KASUS SEBAGAI TEKNIK PEMECAHAN MASALAH KONSELI. Kata kunci : konferensi; kasus; asas kerahasiaan; helper

KONFERENSI KASUS SEBAGAI TEKNIK PEMECAHAN MASALAH KONSELI. Kata kunci : konferensi; kasus; asas kerahasiaan; helper KONFERENSI KASUS SEBAGAI TEKNIK PEMECAHAN MASALAH KONSELI Widada Universitas Negeri Malang E-mail: widada.fip@um.ac.id ABSTRAK Untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang komplek dan rumit diperlukan

Lebih terperinci

Skripsi. Oleh Nurma Permata Sari K

Skripsi. Oleh Nurma Permata Sari K PENINGKATAN PARTISIPASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PERPADUAN PEMBELAJARAN LABORATORIUM DAN LINGKUNGAN ALAM DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 GONDANGREJO Skripsi Oleh Nurma Permata Sari K 4305017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal berikut. 1. Rumusan kesadaran karir anak sekolah dasar diturunkan dari enam aspek kesadaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 94, 1991 (PENDIDIKAN. Warganegara. Luar Biasa. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelainan berupa kecacatan bentuk dan atau fungsi tubuh. Salah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelainan berupa kecacatan bentuk dan atau fungsi tubuh. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN B. LATAR BELAKANG MASALAH Anak tunadaksa merupakan anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan berupa kecacatan bentuk dan atau fungsi tubuh. Salah satu jenisnya adalah anak Cerebral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengambangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari program pendidikan. Tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa pendidikan jasmani, dan tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini, akan dijelaskan tentang metode penelitian yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini, akan dijelaskan tentang metode penelitian yang digunakan 24 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini, akan dijelaskan tentang metode penelitian yang digunakan dalam penelitian. Bahasan mengenai metode penelitian memuat beberapa komponen, yaitu variabel penelitian,

Lebih terperinci

Kelasl-Dl SLB-D1 YPAC Surakarta. Nikmah. SLB/DYPAC Surakarta ABSTRAK. Rata kunci: drill, motorik halus, bunyi, menulis, cerebralpalsy (CP)

Kelasl-Dl SLB-D1 YPAC Surakarta. Nikmah. SLB/DYPAC Surakarta ABSTRAK. Rata kunci: drill, motorik halus, bunyi, menulis, cerebralpalsy (CP) Riset + Penerapan Metode Drill pada Latihan MotorikHalus Nikmah Penerapan Metode Drill pada Latihan Motorik Halus dengan Menggunakan Barang Bekas yang Menimbulkan Bunyi untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini adalah salah satu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir dan sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui

Lebih terperinci

I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA

I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA OLEH: SRI WIDATI I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA GERAK MANUSIA ADALAH SUATU PROSES YANG MELIBATKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH BAGIAN TUBUH DALAM SATU KESATUAN YANG MENGHASILKAN SUATU GERAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus salah satu tujuannya adalah agar anak dapat mengurus diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Agar dapat mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan secara umum adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN A. Kesimpulan Penggunaan Metode SAS di dalam pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan, khususnya yang dilakukan di SD Negeri Percobaan Cileunyi Kabupaten Bandung berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni Budaya dan Keterampilan merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah. Muatan Seni Budaya dan Keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan

Lebih terperinci

UKDW BAB Latar Belakang

UKDW BAB Latar Belakang BAB 1 1.1.Latar Belakang Bermain adalah hal yang sangat dibutuhkan, baik bagi user-user yang baru lahir sampai user-user yang sudah sekolah. Dengan bermain, user-user juga sedang melakukan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan menginginkan agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai tepat pada

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan menginginkan agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai tepat pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan pada umumnya didirikan dengan tujuan dapat melangsungkan hidupnya dan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Pengelolaan sumber daya manusia sangat

Lebih terperinci

FUNGSI PEMBIMBING DALAM BIMBINGAN KELOMPOK MELAKUKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK BAGI SISWA MENGEMBANGKAN PROSES KELOMPOK DI SEKOLAH UNTUK KEPENTINGAN

FUNGSI PEMBIMBING DALAM BIMBINGAN KELOMPOK MELAKUKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK BAGI SISWA MENGEMBANGKAN PROSES KELOMPOK DI SEKOLAH UNTUK KEPENTINGAN BIMBINGAN KELOMPOK YUSI RIKSA YUSTIANA FUNGSI PEMBIMBING DALAM BIMBINGAN KELOMPOK MELAKUKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK BAGI SISWA MENGEMBANGKAN PROSES KELOMPOK DI SEKOLAH UNTUK KEPENTINGAN DUKUNGAN SISTEM

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 17, No. 2, Mei 2016 (Edisi Khusus) ISSN 2087-3557 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN SD Negeri 02 Kebonsari, Karangdadap, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh (http://id.wikipedia.org/wiki/ Anak_

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh (http://id.wikipedia.org/wiki/ Anak_ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna daksa merupakan kelainan cacat fisik dalam gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Subjek Penelitian adalah siswa siswa kelas XI Agribisnis Produksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Subjek Penelitian adalah siswa siswa kelas XI Agribisnis Produksi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rencana Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Subang Jawa Barat. 3.1.2. Subjek Penelitian Subjek Penelitian

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN NILAI-NILAI PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS

2015 PENERAPAN NILAI-NILAI PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri melainkan mereka harus bisa hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya demi

Lebih terperinci

Muhamad Mahmud Surel : Guru Mata Pelajaran IPA SMP Negeri 1 Lubuk Pakam

Muhamad Mahmud Surel : Guru Mata Pelajaran IPA SMP Negeri 1 Lubuk Pakam MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR IPA SISWA KELAS IX-A DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING BERBANTUKAN MEDIA REALIA SMP NEGERI 1 LUBUK PAKAM Muhamad Mahmud Surel : muhamadmahmud28@yahoo.co.id

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program Studi PG PAUD FKIP UNP KEDIRI.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program Studi PG PAUD FKIP UNP KEDIRI. MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MEMBATIK DENGAN MEDIA LILIN PADA ANAK KELOMPOK A TK DHARMA WANITA MANYARAN II MANYARAN KECAMATAN BANYAKAN KABUPATEN KEDIRI SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, karena mengungkap data yang sedang berlangsung. Data yang terkumpul

Lebih terperinci

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI PERKEMBANGAN PRODUKSI, KOMUNIKASI, DAN TRANSPORTASI MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAINS, TEKNOLOGI, DAN MASYARAKAT PADA

Lebih terperinci

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (Pengertian, Prinsip, dan Karakteristik PTK) Oleh: Dwi Rahdiyanta *)

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (Pengertian, Prinsip, dan Karakteristik PTK) Oleh: Dwi Rahdiyanta *) PENELITIAN TINDAKAN KELAS (Pengertian, Prinsip, dan Karakteristik PTK) Oleh: Dwi Rahdiyanta A. Pendahuluan Berdasarkan Keputusan Menteri Negera Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993 tentang Jabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kita tidak dapat memungkiri bahwa pendidikan anak usia dini (TK) perlu mendapat perhatian yang sangat serius dari semua pihak baik,

BAB I PENDAHULUAN. Kita tidak dapat memungkiri bahwa pendidikan anak usia dini (TK) perlu mendapat perhatian yang sangat serius dari semua pihak baik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita tidak dapat memungkiri bahwa pendidikan anak usia dini (TK) perlu mendapat perhatian yang sangat serius dari semua pihak baik, pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI (PBK) PADA MATEMATIKA MATERI KESEBANGUNAN UNTUK SISWA SMP. Oleh: Endah Budi Rahaju UNESA

PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI (PBK) PADA MATEMATIKA MATERI KESEBANGUNAN UNTUK SISWA SMP. Oleh: Endah Budi Rahaju UNESA Kode Makalah PM-1 PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI (PBK) PADA MATEMATIKA MATERI KESEBANGUNAN UNTUK SISWA SMP Oleh: Endah Budi Rahaju UNESA Abstrak Dalam KBK telah dimasukkan tujuan-tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. action research) karena ruang lingkup penelitiannya adalah kelas, yang berusaha

BAB III METODE PENELITIAN. action research) karena ruang lingkup penelitiannya adalah kelas, yang berusaha BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (Classroom action research) karena ruang lingkup penelitiannya adalah kelas, yang berusaha mengkaji

Lebih terperinci

OPTIMALISASI HASIL BELAJAR IPA TENTANG SISTEM GERAK PADA MANUSIA MELALUI METODE DISKUSI DENGAN TEHNIK PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA

OPTIMALISASI HASIL BELAJAR IPA TENTANG SISTEM GERAK PADA MANUSIA MELALUI METODE DISKUSI DENGAN TEHNIK PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA Dinamika Vol. 3, No. 1, Juli 2012 ISSN 0854-2172 OPTIMALISASI HASIL BELAJAR IPA TENTANG SISTEM GERAK PADA MANUSIA MELALUI METODE DISKUSI DENGAN TEHNIK PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA Maria Ulfah SMP Negeri 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang kehidupan. Persaingan, baik di bidang ekonomi, pendidikan, teknologi politik, menuntut

Lebih terperinci

SKRIPSI. DiajukanUntukMemenuhi Sebagian Syarat Guna MemperolehGelarSarjanaPendidikan (S.Pd) PadaProgram Studi PG-PAUD

SKRIPSI. DiajukanUntukMemenuhi Sebagian Syarat Guna MemperolehGelarSarjanaPendidikan (S.Pd) PadaProgram Studi PG-PAUD MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGANYAM DENGAN MEDIA KERTAS PADA ANAK KELOMPOK A TK PERWANIDA I MRICAN KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI DiajukanUntukMemenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Tunas Harapan Bandung, Jalan Cijerah no. 114 Bandung. Alasan peneliti memilih sekolah ini karena SD

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 390-394 Tersedia Online di http://pasca.um.ac.id/conferences/index.php/snbk ISSN 2579-9908 LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Halimatusa diah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Halimatusa diah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses pembelajaran yang terjadi pada tiap individu dalam mengembangkan berbagai dimensi pribadinya. Baik itu berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengandung sangsi terhadap pelanggarnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. dan mengandung sangsi terhadap pelanggarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Disiplin dan tata tertib sekolah merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan suasana sekolah yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. adalah menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini dilakukan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan pada dasarnya usaha sadar yang menumbuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan pada dasarnya usaha sadar yang menumbuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan pada dasarnya usaha sadar yang menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh siswa namun guru juga

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh siswa namun guru juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas dan peran guru sebagai pendidik profesional sesungguhnya sangatlah kompleks, tidak terbatas pada saat berlangsungnya interaksi edukatif di dalam kelas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu perkembangan manusia menuju kedewasaan (KH. Dewantara dalam Djumali dkk, 2011: 2). Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mendewasakan anak didik, dan mempersiapkan mereka

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM MENULIS PERMULAAN SISWA CEREBRAL PALSY SEDANG (Single Subject Research di Kelas V SLB Amal Bhakti Sicincin)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM MENULIS PERMULAAN SISWA CEREBRAL PALSY SEDANG (Single Subject Research di Kelas V SLB Amal Bhakti Sicincin) Volume 5 Nomor 1 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Maret 2016 http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM MENULIS PERMULAAN SISWA CEREBRAL PALSY SEDANG

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN MENINGKATKAN KETERAMPILAN BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN Sri Wahyuni Adiningtiyas. Dosen Tetap Prodi Bimbingan Konseling UNRIKA Batam Abstrak Penguasaan terhadap cara-cara belajar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMENT

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMENT UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMENT Yusnidar Polem SMP Negeri 5 Gunungsitoli, kota Gunungsitoli Abstract: This research was conducted in SMP Negeri 5 Gunungsitoli.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniarsih, 2014 Perilaku sosial remaja tunadaksa yang menggunakan jejaring sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniarsih, 2014 Perilaku sosial remaja tunadaksa yang menggunakan jejaring sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang mana saling membutuhkan satu dengan yang lainnya agar dapat bertahan hidup. Untuk mempertahankan hidupnya maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan masyarakat merupakan persoalan bersama yang harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Salah satu bagian dari program kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan juga menjadi hak setiap individu tanpa terkecuali seperti dijelaskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah khususnya SMA sangatlah kompleks. Hal ini disebabkan karena kondisi remaja itu sendiri

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil temuan penelitian temngkap bahwa pelaksanaan. biasa telah berjalan dan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang ada,

Berdasarkan hasil temuan penelitian temngkap bahwa pelaksanaan. biasa telah berjalan dan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang ada, BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Kesimpulan berikut ini didasarkan atas hasil penelitian, dan pembahasan, serta kajian kepustakaan yang relevan dan temuan selama penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ihsan Mursalin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ihsan Mursalin, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan konseling di Indonesia, secara legal tercantum dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang

Lebih terperinci