BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 1. Kajian tentang Anak Tunarungu a. Pengertian Anak Tunarungu A. Kajian Pustaka Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal (Yusuf, 2009:5). Menurut Haenudin, (2013:53) tunarungu merupakan peristilahan yang diberikan kepada anak yang kehilangan atau kekurangmampuan dalam mendengar, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam kehidupan sehariharinya. Morees dalam Haenudin, (2013:54) mengatakan bahwa: Hearing impairment. A generic term indicating a hearing disability that may range in severity from mild to profound itu includes the subsets of deaf and hard of hearing. A deaf person in one whose hearing disability precludes succesful proccessing of linguistic information trough audition, with or without hearing aid. A hard of hearing is one who generally with use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable successful processing of linguistic information trough audition. Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa tunarungu adalah suatu istilah yang ditujukan untuk kesulitan mendengar yang meliputi dari tunarungu ringan hingga berat, dan dikelompokkan menjadi kurang dengar dan tuli. Orang tuli yaitu seseorang yang kehilangan kemampuan mendengarnya dan menghambat proses informasi baik menggunakan ataupun tidak menggunakan alat bantu dengar. Sedangkan orang dengan kurang mendengar adalah seseorang yang biasanya dengan alat bantu dengar dengan sisa pendengaran cukup dan memungkinkan keberhasilan proses informasi melalui pendengaran. Menurut Kuntono dan Tirtawati, (2014:7) tunarungu adalah mereka yang mengalami gangguan perkembangan yang menyangkut kemampuan komunikasi, interaksi sosial dan aktifitas simbolik. 8

2 9 Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian ATR di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian tunarungu ialah individu dengan kelainan pendengaran, yang biasanya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, deaf/tuli dan hard of hearing/kurang dengar. Individu dengan kehilangan seluruh kemampuan dengarnya (tuli/deaf) atau masih memiliki sisa pendengaran (kurang dengar/hard of hearing) mengalami kesulitan dalam pemerolehan informasi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Individu kurang dengar/hard of hearing tidak menutup kemungkinan akan mengoptimalkan kemampuan sisa pendengarannya baik itu menggunakan atau tanpa alat bantu dengar/hearing aid. Sedangkan individu tuli/deaf akan lebih mengoptimalkan kemampuan penglihatan/daya visual (mata) untuk memperoleh informasi dalam kehidupan sehari-hari. b. Klasifikasi Tunarungu Untuk tujuan pendidikan khususnya pada siswa tunarungu, dikelompokkan/diklasifikasikan berdasarkan pada kemampuan mendengarnya. Individu tuli yaitu seseorang yang kehilangan kemampuan mendengarnya dan menghambat proses informasi baik menggunakan ataupun tidak menggunakan alat bantu dengar. Sedangkan individu kurang dengar adalah seseorang yang biasanya dengan alat bantu dengar dengan sisa pendengaran cukup dan memungkinkan keberhasilan proses informasi melalui pendengaran. Adapun Sardjono dalam Birowati, (2009: 20-21) mengklasifikasikan ketunarunguan secara etiologis, secara anatomis fisiologis, menurut terjadinya ketunarunguan, dan berdasarkan taraf ketunarunguan atas dasar ukuran audiometer. Penjelasan klasifikasi pada siswa tunarungu dapat dirincikan sebagai berikut: 1) Klasifikasi secara etiologis a) Tunarungu endogen/turunan/bawaan b) Tunarungu eksogen atau disebabkan penyakit/kecelakaan

3 10 2) Secara anatomis fisiologis a) Tunarungu hantaran (konduktif) b) Tunarungu perceptif (syaraf) c) Tunarungu campuran 3) Klasifikasi menurut terjadinya ketunarunguan a) Tunarungu yang terjadi pada waktu dalam kandungan (pnenatal) b) Tunarungu yang terjadi pada saat kelahiran atau neonatal c) Tunarungu yang terjadi pada saat setelah kelahiran atau postnatal 4) Klasifikasi menurut taraf ketunarunguan atas dasar ukuran audiometer a) Taraf ringan antara 5-25 db b) Tunarungu taraf sedang antara db c) Tunarungu taraf berat antara db d) Tunarungu tarf sangat berat > 75 db Menurut Kirk dalam Haenudin, (2013:57-58) klasifikasi tunarungu adalah sebagai berikut: 1) 0 db: menunjukkan pendengaran yang optimal 2) 0-26 db: menunjukkan seseorang yang masih mempunyai pendengaran normal 3) db: kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk strategis dan memerlukan terapi bicara (tunarungu ringan) 4) db: mengerti percakapan tapi tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan hearing aid dan terapi bicara (tunarungu sedang) 5) db: hanya mampu mendengar suara jarak dekat (tunarungu agak berat)

4 11 6) db: kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, pemakaian hearing aid dan terapi bicara secara khusus (tunarungu berat) 7) 91 db ke atas: mungkin sadar akan bunyi, suara atau getaran tetapi bergantung pada penglihatan untuk menerima informasi (tunarungu sangat berat/tuli). Menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan dalam buku berjudul Ilmu Aplikasi dan Pendidikan, (2007:20-21) mengklasifikasikan ketunarunguan yaitu sebagai berikut: 1) 0-26 db masih mempunyai pendengaran normal 2) db mempunyai kesulitan mendengar tingkat ringan 3) db mempunyai kesulitan mendengar tingkat menengah, masih mengerti bahasa percakapan 4) db termasuk tingkat menengah berat. Individu membutuhkan bantuan alat bantu pendengaran 5) db termasuk tingkat berat. Individu yang bersangkutan termasuk orang yang mengalami ketulian, hanya mampu mendengar suara keras dari jarak dekat 6) 91-dan seterusnya termasuk individu yang mengalami ketulian sangat berat dan tidak dapat mendengar suara. Menurut Kirk & Gallagher dalam Hernawati, (2007:2) ketunarunguan dapat terjadi pada masa pra bahasa dan pasca bahasa. Ketunarunguan pra bahasa (prelingual deafness), merupakan kehilangan pendengaran yang terjadi pada saat sebelum kemampuan bicara dan bahasa berkembang, sedangkan ketunarunguan pasca bahasa (post lingual deafness), merupakan kehilangan pendengaran yang terjadi pada saat setelah berkembangnya kemampuan bicara dan bahasa secara spontan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik garis besar bahwa klasifikasi tunarungu didasarkan atas klasifikasi secara etiologis, anatomis fisiologis, terjadinya ketunarunguan, dan derajat ketunarunguan berdasarkan ukuran audiometer. Sedangkan klasifikasi berdasar derajat

5 12 ketunarunguan atas ukuran audiometer dapat dibagi lagi menjadi tunarungu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Kembali pada tujuan awal, bahwa adanya pengklasifikasian siswa tunarungu tidak lepas dari tujuan terlaksananya pendidikan khusus untuk siswa tunarungu sesuai dengan klasifikasinya agar pendidikan berjalan dengan baik dan hasil yang diinginkan tercapai secara optimal. c. Karakteristik Anak Tunarungu Anak tunarungu apabila dilihat sekilas dengan anak mendengar memang tidak memiliki perbedaan yang signifikan, akan tetapi pada saat berkomunikasi baru akan terlihat kekhasan atau karakteristik yang ada dalam individu tunarungu. Menurut Haenudin, (2013:66-67) karakteristik tunarungu dapat dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, serta emosi dan sosial. 1) Segi intelegensi Dalam aspek intelegensi, siswa tunarungu sama dengan siswa mendengar yaitu tinggi, rata-rata, dan rendah. Pada umumnya IQ siswa tunarungu normal, tetapi dalam prestasi seringkali mereka lebih rendah apabila dibandingkan dengan siswa mendengar. Hal ini bukan dikarenakan mereka memiliki intelegensi yang rendah, akan tetapi dikarenakan mereka kesulitan mencerna dan memahami pelajaran yang diverbalkan. Sehingga sesuatu yang bersifat verbalisme seperti merumuskan pengertian, penarikan kesimpulan dan sesuatu yang bersifat lisan lainnya akan terhambat dan tidak berkembang secara optimal, sulit dimengerti oleh siswa tunarungu, karena mereka mengoptimalkan kemampuan visualnya. Berbeda dengan sesuatu yang bersifat motorik atau pembelajaran yang menggunakan kemampuan visual lebih banyak daripada verbal, kemungkinan dalam aspek tersebut mereka tidak memiliki hambatan atau bahkan berkembang lebih optimal. 2) Bahasa dan bicara

6 13 Dalam segi bahasa dan bicara siswa tunarungu mengalami hambatan. Hal ini jelas diketahui karena adanya kaitan yang sangat erat antara bahasa dan bicara dengan kemampuan/ketajaman pendengaran. Siswa tunarungu yang mengalami hambatan dalam pendengarannya, yang terjadi di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat maka mereka akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, dan kesulitan memahami materi yang disampaikan padanya dikarenakan mereka sulit mencerna suatu kosakata secara verbal. Oleh karena itu siswa tunarungu memerlukan penanganan khusus baik itu dari pihak sekolah maupun lingkungan sekitarnya untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasinya, salah satunya dengan jalan awal mengenalkan berbagai kosakata. 3) Emosi dan Sosial Akibat dari ketunarunguan akan menjadikan mereka asing dengan lingkungannya. Dampak perasaan keterasingan pada siswa tunarungu tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti: 1) Mempunyai Sifat Egosentris yang Lebih Besar Daripada Siswa Mendengar Munculnya sifat egosentris ini disebabkan karena siswa tunarungu berinteraksi dengan orang lain yang lebih sedikit daripada siswa mendengar. Ketunarunguan yang mereka alami mengakibatkan mereka melihat dunia sekitar dengan penglihatan mereka dan mempelajari lingkungan mereka dengan menggunakan kemampuan visualnya, maka akan menimbulkan keingintahuan yang besar, dan mereka ingin mengetahui lebih lagi, sehingga hal itu membesarkan sifat egosentrisnya. 2) Memiliki Sifat Impulsif Sifat impulsif yang muncul dalam diri siswa tunarungu dikarenakan ketidakpercayaan mereka terhadap orang lain terutama orang mendengar. Ketidakpercayaan siswa tunarungu

7 14 tersebut bersumber karena kurang mampunya mereka mengkomunikasikan sesuatu permasalahan sehingga muncul lah sifat tersebut. 3) Sifat Kaku/Rigidity Siswa tunarungu yang cenderung memiliki sifat kaku biasanya dikarenakan terbatasnya pemahaman mereka akan bahasa atau pengetahuan. Sehingga mereka kurang fleksibel dalam menghadapi permasalahan. 4) Sifat lekas Marah dan Mudah Tersinggung Sifat lekas marah dan mudah tersinggung pada siswa tunarungu yakni akan muncul ketika mereka sering merasa orang lain membicarakan mereka. Akibat dari keterbatasan mereka tentang bahasa dan kosakata mereka tidak dapat mengetahui hal secara detail tentang percakapan orang lain yang bersifat verbalisme sehingga mereka mengungkapkannya dengan sifat tersebut. 5) Perasaan Ragu-Ragu dan Khawatir yang Terjadi Secara Terus- Menerus Akibat dari keterbatasan mereka akan bahasa sehingga menjadikan siswa tunarungu sulit berkomunikasi. Hal inilah yang mendasari mereka mempunyai keragu-raguan dan kekhawatiran yang berlebih dalam berkomunikasi misalnya. Mereka khawatir pihak yang akan diajak berkomunikasi tidak paham dan tidak mengerti maksud yang akan mereka sampaikan. Garis besar dari beberapa pendapat di atas yaitu, siswa tunarungu memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang khas pada segi intelegensinya, segi bahasa dan bicaranya yang terhambat karena kemampuan bahasa bicara sangat erat kaitannya dengan ketajaman kemampuan mendengar, dan karakteristik dari segi emosi dan sosial antara lain mempunyai ego yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak mendengar, bersifat kaku, dan memiliki sifat mudah tersinggung.

8 15 d. Kebutuhan anak Tunarungu Menurut Salim, (1984:16-17) siswa tunarungu mempunyai kebutuhan-kebutuhan utama antara lain sebagai berikut: 1) Kebutuhan akan keteraturan yang bersifat biologis seperti kebutuhan makan, minum, tidur, bermain dan sebagainya 2) Kebutuhan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam keluarga. 3) Kebutuhan akan keberhasilan dalam suatu kegiatan baik secara individual maupun secara kolektif. 4) Kebutuhan akan aktivitas, yaitu kebutuhan ikut terlibat dalam kegiatan keluarga maupun dalam lingkungan yang lebih luas lagi. 5) Kebutuhan akan kebebasan, yakni ia membutuhkan kebebasan untuk berbuat, berinisiatif, bebas untuk bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri. 6) Kebutuhan akan kesehatan, yakni merupakan kebutuhan wajar anak yang sedang tumbuh. 7) Kebutuhan untuk berekspresi, yaitu kebutuhan untuk mengemukakan pendapat yang dapat dipahami oleh orang lain. Sehingga ia membutuhkan bimbingan komunikasi untuk dapat mengemukakan pikiran, pendapat, perasaan kepada orang lain. Sedangkan menurut Yusuf, (2009:6), mengelompokkan kebutuhan yang lebih spesifik lagi yaitu tentang kebutuhan pembelajaran siswa tunarungu. Secara umum anak tunarungu tidak berbeda dengan anak pada umumnya. Tetapi mereka membutuhkan pembelajaran yang lebih khusus, yaitu: 1) Tidak mengajak siswa berbicara dengan cara membelakanginya 2) Siswa hendaknya didudukkan paling depan, sehingga mempunyai peluang lebih mudah untuk membaca bibir guru 3) Guru berbicara dengan volume biasa tetapi dengan gerakan bibir yang pelan dan harus jelas. Berdasarkan pada beberapa pendapat di atas, dapat dimbil garis besar bahwa, siswa tunarungu memiliki kebutuhan yang hampir sama

9 16 dengan siswa mendengar lainnya seperti kebutuhan yang bersifat biologis, kebutuhan akan keluarga, kebutuhan akan keberhasilan individu maupun kolektif, kebutuhan akan aktivitas dan kebutuhan akan kebebasan. Perbedaan kebutuhan pada siswa tunarungu yaitu terletak pada kebutuhan dimana ia berkomunikasi dengan orang lain, mereka membutuhkan bimbingan bagaimana cara berbahasa, berbicara/berkomunikasi dengan orang lain dengan baik. Baik itu mereka memutuskan untuk menggunakan komunikasi secara oral, isyarat maupun komunikasi total. Perbedaan yang lainnya terletak pada kebutuhan dalam bidang pendidikan, seperti penempatan tempat duduk anak tunarungu dalam pembelajaran di kelas, siswa tunarungu membutuhkan tempat duduk di barisan depan agar ia dengan jelas dapat membaca gerak bibir guru, melihat gestur dan mimik guru ketika menjelaskan pelajaran. Begitu juga guru maupun siswa lain pun harus mengetahui kebutuhan siswa tunarungu dengan cara apabila mengajak mereka berbicara tetap dengan saling berhadapan, tidak membelakanginya ataupun berbicara disampingnya. Dalam penyampaian pembelajaran, guru tidak perlu mengeraskan suara terlalu keras. Hanya saja memperjelas gerakan bibir, gestur tubuh, mimik muka serta lebih bagus lagi apabila disertai dengan bantuan isyarat tangan sehingga siswa tunarungu mampu memahami dengan jelas pembelajaran yang sedang disampaikan oleh guru dan tujuan pembelajaran pun akan tercapai. 2. Kajian Tentang Kosakata a. Pengertian Kosakata Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kosakata ialah perbendaharaan kata. Adapun menurut Dahidi & Sudjianto, (2009: 97) kosakata merupakan keseluruhan kata yang berkenaan dengan suatu bahasa atau bidang tertentu di dalamnya. Chaer, (2007 :6-8) mengatakan bahwa pengertian kosakata adalah semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa yang dikuasai oleh seseorang atau sekelompok orang dari lingkungan yang sama. Kosakata juga

10 17 merupakan kata-kata atau istilah yang digunakan dalam satu bidang atau ilmu pengetahuan, yang disusun secara alfabeti beserta dengan sejumlah penjelasan maknanya. Dapat dikatakan kosakata merupakan kata-kata yang berupa morfem bebas dan terikat maupun bentuk kata berimbuhan,berulang, maupun bentuk majemuk. Menurut Widia, (2012: ) Kosakata atau perbendaharaan kata adalah kata-kata yang segera akan kita ketahui artinya bila mendengarnya kembali, walaupun jarang atau tidak pernah didengarkan lagi dalam percakapan atau tulisan kita sendiri. Penguasaan kosakata penting dikuasai oleh semua orang, karena sebagai alat untuk berkomunikasi dalam menyatakan pikiran, perasaan, pengetahuan, dan pengalaman yang diperoleh. Tarigan mengatakan bahwa kemampuan berbahasa seseorang dipengaruhi oleh penguasaan kosakata yang dimilikinya, karena semakin kaya seseorang akan kosakata maka akan semakin terampil orang tersebut dalam berbahasa, dikarenakan kualitas keterampilan dan kuantitas kosakata yang dimilikinya (Filina, 2013: 312), dan tidak kurang pentingnya, penguasaan kosakata digunakan menanggapi pertanyaan, menjawab pertanyaan dari gagasan orang lain (Keraf dalam Widia, 2012: 131). Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa kosakata ataupun perbendaharaan kata adalah segala kata-kata dalam suatu bahasa dan semua kata-kata pada suatu materi atau pembahasan tertentu dan merupakan hal yang berperan sangat penting dalam hal berbahasa, baik itu kata-kata yang digunakan untuk mengekspresikan pendapat, pikiran maupun perasaan terlebih untuk berkomunikasi dengan orang lain. Karena orang akan menilai kemampuan seseorang dalam berbicara apabila pemilihan, kualitas dan kuantitas kosakatanya baik dan benar. Pada siswa tunarungu dengan terhambatnya kemampuan ketajaman mendengar mereka, maka terhambat pula dalam pemerolehan kosakatanya.

11 b. Hakekat Peningkatan Kosakata Berbasis pelajaran IPA pada Siswa Tunarungu Pendapat Beck,McKeown & Kucan dalam Massaro,D.W & Light, Joanna (2004:2) mengatakan bahwa: There are important reasons to justify the need for direct teaching of vocabulary. Although there is little emphasis on the acquisition of vocabulary in typical school curricula, research demonstrates that some direct teaching of vocabulary is essential for appropriate language development in normally-developing children. Pernyataan di atas mengandung maksud bahwa ada alasan penting untuk membenarkan kebutuhan pengajaran langsung kosakata. Walaupun ada sedikit penekanan pada pemerolehan kosakata di kurikulum sekolah khusus, penelitian menunjukkan bahwa beberapa pengajaran langsung kosakata sangat penting untuk perkembangan bahasa yang tepat pada pertumbuhan anak-anak secara normal. Kebutuhan pengajaran kosakata pada siswa reguler sangat penting seperti pendapat yang telah disampaikan di atas, yaitu untuk meningkatkan perkembangan bahasa mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran kosakata untuk siswa tunarungu sangat dibutuhkan, dikarenakan kemampuan penguasaan kosakata mereka yang kurang, yang disebabkan ketunarunguan yang mereka alami sehingga mengakibatkan kurangnya informasi yang mereka dapatkan dari orang-orang dan lingkungan sekitarnya. Sehingga menghasillkan kemampuan berkomunikasi yang kurang pula. Pada saat pembelajaran di kelas, apabila siswa diberikan pertanyaan oleh guru, ia terbata-bata, takut salah bicara, atau karena siswa belum memiliki kosakata yang memadai dalam semua pelajaran khususnya berdasarkan fakta lapangan mereka memiliki kosakata berbasis pelajaran IPA yang rendah. Hal ini juga dapat disebabkan oleh pembelajaran yang kurang variatif oleh guru. Untuk meningkatkan kosakata siswa tunarungu berbasis pelajaran IPA, tidak dapat terlepas dari pemilihan kosakata apa saja yang sesuai dengan pengetahuan siswa yang telah mereka dapat/miliki. Peneliti akan meningkatkan kosakata siswa tunarungu berbasis pelajaran IPA dengan 18

12 19 materi energi untuk kelas III SDLB dikarenakan pada pembelajaran sebelumnya anak telah mengenal alam sekitar. Pemilihan kosakata berbasis IPA berkaitan dengan materi energi yaitu berkenaan dengan pengaruh energi dalam kehidupan sehari-hari, sumber energi dan cara menghemat energi (Suyitno & Salam, 2010:85-90). Hal ini selaras dengan pendapat Dhieni dalam Filina, (2013:313) yang mengatakan bahwa memperkaya kosakata yang diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari meliputi kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan waktu, adapun lingkup kosakata yang dapat diucapkan siswa menyangkut warna, ukuran, bentuk rasa, kecantikan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan jarak, permukaan. Menurut bukunya berjudul Literacy Instruction for Students Who Are Deaf and Hard of Hearing, Easterbrooks & Alvarez menyebutkan beberapa cara dalam meningkatan kosakata untuk siswa tunarungu, beberapa diantaranya adalah: (1) relate to prior knowledge, (2) use visual organizer, (3) using semantic equivalents to teach multiple and figurative word meanings, (4) use word wall... (2013: ). Literatur di atas mengandung maksud yaitu dalam meningkatkan kosakata siswa tunarungu cara pertama adalah berhubungan dengan pengetahuan mereka atau dimulai dengan kosakata yang berhubungan dengan apa yang telah mereka pahami sebelumnya. Penjelasan kedua yakni menggunakan pendukung bersifat visual. Kegiatan mengenalkan kosakata pada siswa deaf sebaiknya bersifat interaktif dan mendukung mengoptimalkan kemampuan visual mereka, karena penyajian visual akan membantu mereka mengingat hubungan antar kosakata yang disajikan. Cara yang ketiga adalah dengan menggunakan kosakata mudah yang serupa untuk mengajarkan kosakata kiasan atau kosakata yang mengandung makna ganda. Cara yang keempat yakni menggunakan media word wall dalam mengenalkan kosakata kepada siswa deaf. Kosakata dalam word wall yang dicetak menarik dan dengan rutin mereka melihat kosakata dalam word wall yang dipajang dalam kelas

13 20 merupakan beberapa cara agar meningkatkan kosakata pada siswa tunarungu. Berdasarkan literatur di atas dapat diambil garis besar bahwa meningkatkan kosakata berbasis pelajaran IPA pada siswa tunarungu dapat menggunakan media yang bersifat visual, pengenalan kosakata baru harus berdasarkan dengan kemampuan siswa sebelumnya, menggunakan kosakata yang mudah untuk dimengerti dan salah satu caranya yakni dengan menggunakan word wall. Materi yang akan di ajarkan kepada siswa tunarungu kelas III SDLB pada penelitian ini, yang akan dilakukan peningkatan dan pengenalan kosakata baru berbasis pelajaran IPA menggunakan materi energi dengan pemilihan kosakata yang sesuai dengan siswa tunarungu kelas III SDLB B dengan menggunakan media visual berupa media word wall tepat agar penguasaan kosakata yang mereka miliki meningkat, sehingga pemahaman terhadap materi juga tercapai. 3. Kajian Tentang Media Word Wall a. Definisi Media Media berasal dari kata Latin yang secara harfiah bermakna perantara atau pengantar (Arsyad, 2014: 3). Ia juga mengatakan bahwa pengertian media dalam pembelajaran merupakan bantuan berbagai alat pembelajaran yang dapat membantu menyampaikan pesan dan informasi seperti alat-alat grafis dan elektronik sehingga mampu menyampaikan informasi bersifat visual dan verbal. Adapun menurut Anitah, (2009:5) menjelaskan bahwa media merupakan segala bentuk bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Berdasarkan kedua pendapat di atas, definisi media dapat diartikan yaitu suatu alat yang digunakan dalam pembelajaran bersifat grafik atau elektronik yang dapat menyampaikan informasi ataupun pengetahuan baik itu berupa verbal maupun visual. Berdasarkan bentuknya media dapat dibagi menjadi media visual yang dapat diproyeksikan dan media visual yang tidak dapat diproyeksikan. Definisi dari media yang tidak dapat diproyeksikan

14 adalah media yang sederhana, dan tidak membutuhkan proyektor dan layar untuk memproyeksikan gambar (Anitah, 2009: 7). Media yang akan digunakan untuk meningkatkan kosakata berbaasis pelajaran IPA pada penelitian ini adalah media word wall, dimana media word wall merupakan termsuk di dalamnya media yang tidak dapat diproyeksikan. b. Definisi Media Word Wall yaitu: Pengertian word wall menurut Cronsberry dalam Kasim (2012:6) A word wall is a group of words that are displayed on a wall, buletin board, check board or white board in a classroom. The words are printed in a large font so that they are easy visible from all student setting area. These words are referred to continually throughout a unit or term by teacher and students during a variety activities. Pernyataaan di atas bermaksud, dinding kata/word wall adalah kelompok kosakata yang dipasang pada dinding, papan buletin, papan periksa atau papan tulis di dalam kelas. Kosakata tersebut dicetak besar sehingga mereka dapat melihat dengan mudah dari mana saja tempat duduknya. Kata-kata ini dipilih bisa dari guru maupun siswa yang dipakai selama kegiatan berlangsung. Pengertian media word wall menurut Green dalam Kasim (2012:7) mengatakan bahwa: Word wall is an organized collection of large print words on the classroom wall. A word wall helps to create a print rich environment for students, and can be a wonderful tool that is designed to promote group learning. Pernyataan diatas mengandung arti, dinding kata atau word wall adalah sekumpulan koleksi kata-kata bercetak besar yang berada di dinding ruang kelas. Media word wall membantu untuk menciptakan kekayaan pengetahuan untuk siswa, dan dapat menjadi alat ajar yang mengesankan sebagai desain kelompok belajar. Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat diambil garis besar bahwa media word wall yaitu suatu media sekumpulan kosakata yang terorganisir dengan baik sesuai dengan topik atau materi tertentu yang terletak pada dinding ruang kelas ataupun papan tulis kelas, dicetak dengan ukuran huruf yang cukup besar agar siswa dapat melihat media dari manapun tempat duduk mereka, dan menggunakan pilihan kata yang 21

15 22 digunakan pada saat kegiatan/aktivitas pembelajaran dilakukan, sehingga siswa mudah mengingat kosakata tersebut dan berdampak pada bertambahnya tingkat pemahaman tentang materi yang berada dalam word wall. c. Media word wall untuk siswa tunarungu Pengenalan kosakata baru pada siswa tunarungu, akan terasa sulit apabila hanya bersifat abstrak saja. Berdasarkan hambatan yang mereka alami pada pendengarannya, maka mereka memiliki keterbatasan dalam penerimaan informasi, sehingga secara verbalisme mereka kurang mampu menangkap berbagai macam kosakata yang orang lain katakan. Berdasarkan hal tersebut peneliti menggunakan media word wall untuk meningkatkan kosakata berbasis IPA siswa tunarungu kelas III SDLB SLB B YRTRW Surakarta. Huebner & Bush dalam Jasmine, et al., (2009:302) mengatakan bahwa: The main purpose of a word wall is to help students build sight word recognition so they can recognize them at a glance. Maksud dari pernyataan di atas adalah, tujuan utama dari dinding kata/word wall adalah untuk membantu siswa membangun pengenalan kata berdasarkan penglihatan sehingga mereka dapat mengenali mereka secara sekilas. Callella, (2001:3) berpendapat bahwa: In addition, word walls are also a visual that help students remember connections between words. Pernyataan di atas mengandung arti bahwa, selain itu, word wall juga merupakan visual yang membantu siswa mengingat hubungan antara kata-kata. Berdasarkan kedua pendapat di atas, word wall merupakan media yang dapat memudahkan siswa mengenal kosakata baru dengan cara melihat dan membacanya dan mengingat hubungan antar kosakata sehingga dapat meningkatkan kosakata mereka. Apabila kosakata yang mereka dapatkan bertambah, maka memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan dalam word wall tersebut. Dalam bukunya yang berjudul making Your Word Wall More Interactive, Callella (2001:6) mengatakan bahwa dalam pengajaran

16 sebaiknya menggunakan aktivitas word wall yang didalamnya mengikutsertakan siswa seluruh kelas (whole class), grup kecil (small group) dan perorangan (independent). Adapun Jerry dalam Kasim, (2012:7) dalam pengajaran peningkatan kosakata dengan menggunakan media word wall, sebaiknya berdasarkan pada aktivitas belajar yang menarik dan tidak membosankan, antara lain sebagai berikut: 1) Membuat kata-kata dapat dengan mudah dilihat oleh siswa-siswa dari sudut manapun. kosakata yang akan digunakan dicetak besar dan menggunakan warna/background warna yang menarik. 2) Guru selektif memilih kosakata yang akan dipasang. Memilih kosakata yang biasanya umum dan dipergunakan pada percakapan sehari-hari atau berdasarkan pada materi yang diajarkan. Kosakata harus ditingkatkan setidaknya 5 kata per minggu. 3) Menggunakan kosakata tersebut untuk hal-hal semacam game, tebak kata atau yang lain. 4) Membuat para siswa mempraktekkannya dengan membaca dan mengeja secara otomatis dan membuat agar kosakata tersebut selalu diucapkan dengan ejaan dan tulisan yang benar. Berdasarkan dengan kedua pendapat di atas penggunaan media word wall untuk meningkatkan kosakata khususnya dalam penelitian ini kosakata berbasis pelajaran IPA merupakan hal yang menarik dan inovatif. Dikatakan menarik dan inovatif karena kegiatan pembelajaran menggunakan media word wall dapat berupa pembentukan kelompok kecil, kegiatan individu maupun kelompok besar/kelas dengan diadakannya berbagai macam game yang membangkitkan semangat dan ketertarikan siswa dengan materi yang diajarkan. Dugan (2004: 49) berpendapat bahwa: a word wall is a bulletin board display of vocabulary words grouped together in a way that makes sense to students and it allows students to see key science words daily and use the visual support to deepen their understanding of new words. 23

17 24 Arti dari pendapat di atas yakni, dalam bukunya yang berjudul Strategies for Building Academic Vocabulary in Science, Dugan mengatakan bahwa, word wall merupakan papan informasi yang berisi sekumpulan kosakata yang dapat dimengerti dan dipahami siswa-siswa untuk melihat kata-kata kunci sains/kata-kata sains yang penting setiap harinya dan untuk mendukung mengoptimalkan kemampuan visual siswa dalam memperdalam pemahaman mereka akan kata-kata baru. Adapun Cohen dan Cowen, (2008:134) mengatakan bahwa word walls are a wonderful and fun way to teach new words to children. Maksud pendapat Cohen dan Cowen dalam bukunya yang berjudul Literacy for Children in an Information Age adalah media word wall merupakan cara yang sangat bagus dan menyenangkan untuk mengajarkan kata-kata baru pada anak-anak. Ia juga mengatakan bahwa The major point about word walls is that they become an integral part of the literacy classroom and are used each day to teach and reinforce word study. Yang mengandung arti bahwa poin penting tentang penggunaan word wall adalah apabila word wall menjadi bagian dari sumber pembelajaran di kelas dan digunakan setiap hari untuk mengajar dan menguatkan kata-kata pada saat pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian Rijali (2014) mengatakan bahwa penggunaan media word wall secara efektif dapat meningkatkan kosakata dalam bahasa Arab (mufrodat) pada subyek penelititannya yaitu siswa SMA kelas X. Dengan hasil penelititan relevan yang lain yaitu yang dilakukan oleh Kasim (2012), bahwa dengan menggunakan media word wall ia membuktikan dapat dengan efektif meningkatkan kosakata dalam bahasa Inggris terutama dalam penelitiannya kosakata noun dan verb atau kata benda dan kata kerja pada subyek penelitiannya siswa SMP kelas VIII. Selain kedua hasil penelitian di atas, terdapat pula hasil penelitian Jasmine, Joanne & Schiesl, Pamela (2009) yang menjelaskan bahwa penggunaan media word wall dapat meningkatkan kemampuan baca siswa kelas I sekolah dasar.

18 25 Berdasarkan beberapa penelitian tersebut di atas dipilihlah media word wall karena media ini bersifat visual, menarik dan tidak hanya sekedar memperlihatkan susunan kosakata yang dipajang di dinding kelas. Tetapi aktivitas ketika menggunakan media word wall juga mempengaruhi pentingnya penggunaan media word wall ini. Media word wall didesain dan disajikan sebagai alat pembelajaran yang bagus untuk siswa. Keikutsertaan dan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan media word wall akan sangat penting. Media ini merupakan salah satu cara yang akan memberikan hasil berupa peningkatan kosakata siswa karena membantu mereka menghafal dan cepat mengenal kosakata baru berbasis pelajaran IPA khususnya materi energi yang akan diajarkan untuk subyek dalam penelitian ini yaitu siswa tunarungu kelas III SDLB SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2015/2016. d. Strategi Pembelajaran Meningkatkan Kosakata Berbasis Pelajaran IPA dengan Menggunakan Media Word Wall Dalam Literatur berjudul Science and Literacy in the Elementary Classroom, menurut Elliott, (2010: 3) mengatakan bahwa Word Wall secara umum menyebarkan dan menyimpan kosakata-kosakata baru. Siswa-siswa dapat didorong untuk menggunakan word wall sebagai sumber untuk memperoleh berbagai ide dan dapat menggunakannya untuk mengecek ejaan kosakata mereka. Pendapat di atas merupakan salah satu literatur yang mengatakan kebergunaan media word wall sebagai media guna meningkatkan kosakata berbasis IPA. Mendukung literatur di atas, literatur lain yang berjudul Strategic for building Academic Vocabulary in Science, yang di dalamnya terdapat pendapat dari Dugan (2004:50-51) yang menyebutkan strategi pembelajaran meningkatkan kosakata berbasis pelajaran IPA menggunakan media word wall dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Memutuskan kosakata-kosakata IPA yang akan digunakan. Dalam hal ini dapat berdasarkan materi atau bab yang akan diajarkan. Dalam langkah awal ini juga sebaiknya menggunakan kosakata-kosakata baru yang

19 26 berkaitan dengan apa yang telah mereka pelajari sebelumnya atau yang sedang mereka pelajari. b) Menuliskan setiap kosakata pada papan. Mengenalkan setiap kosakata yang akan digunakan dalam word wall. Dalam hal ini dapat dibantu dengan cara pengucapan oral secara jelas atau bantuan isyarat tangan dan gestur. c) Tuliskan kosakata pada selembar ketas/kartu. Media alas word wall dapat menggunakan papan tulis, papan buletin, maupun papan kertas tebal. Tulis dengan rapi dan cukup besar untuk memastikan siswa dapat melihat kosakata dari manapun mereka duduk. d) Meminta keikutsertaan siswa dalam pembuatan word wall dan pemasangannya. Memberikan siswa kesempatan sebanyak mungkin untuk ikut berkontribusi dalam berkreasi membuat word wall. Cara ini membuat mereka merasa bahwa media word wall adalah milik mereka sehingga menambah ketertarikan pada media itu sendiri. e) Word wall sebaiknya dapat ditambah dan diubah-ubah tergantung pada tema atau materi yang dibahas. f) Mengarahkan siswa siswa untuk menggunakan word wall sebagai media pembantu dalam memahami kosakata baru. Hal ini juga membantu siswa dalam kemampuan menulisnya. g) Pada akhir materi, tanyakan pada siswa bagaimana display word wall yang telah dibuat dan apakah membantu dalam mempelajari dan mengingat kosakata baru. B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah berawal dari terdapatnya permasalahan yang terjadi pada siswa tunarungu. Salah satu permasalahan yang terjadi adalah terbatas dan miskinnya kosakata siswa tunarungu. Hal tersebut dikarenakan akibat dari kekurangdengaran atau ketunarunguan pada mereka, sehingga menghambat informasi khususnya kosakata yang mereka punya baik itu terjadi di lingkungan rumah, sekolah maupun masyarakat. Dalam penelitian ini

20 27 peneliti fokus pada permasalahan keterbatasan kosakata siswa tunarungu yang berkaitan dengan pelajaran IPA, khususnya terhadap materi energi. Intelegensi pada siswa tunarungu pada umumnya sama dengan siswa mendengar yakni tinggi, rata-rata, dan rendah. Mereka yang memiliki prestasi rendah bukan karena intelegensinya yang rendah hal ini dikarenakan mereka tidak bisa mengerti apa yang diajarkan guru di sekolah apabila bersifat verbalisme. Tetapi berdasarkan fakta lapangan pengenalan kosakata dalam penyampaian materi untuk mereka kebanyakan masih bersifat verbalisme dan kurang fariatif. Sehingga siswa tunarungu bosan akan apa yang diajarkan dan cenderung tidak memperhatikan gerak bibir yang diucapkan guru di kelas. Akibatnya mereka tertinggal memahami materi yang disampaikan. Dikarenakan siswa tunarungu tidak memperhatikan pengajaran guru yang hanya bersifat verbalisme, dan tertinggal memahami materi maka akan mengakibatkan prestasi yang mereka peroleh cenderung rendah. Berdasarkan dari permasalahan yang terjadi, peneliti menggunakan media word wall untuk meningkatkan kosakata berbasis pelajaran IPA pada siswa tunarungu kelas III SDLB SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2015/2016. Peneliti memilih media word wall dikarenakan media pembelajaran kosakata yang bersifat visual akan lebih efektif untuk siswa tunarungu khususnya dalam penelitian ini menggunakan media word wall. Selain dapat meningkatkan kemampuan visual siswa tunarungu, aktivitas dalam pembelajaran dengan menggunakan media word wall juga beragam, sehingga dapat meningkatkan kemampuan taktil mereka serta membangkitkan keaktifan siswa untuk memperhatikan materi yang sedang dijelaskan. Sehingga dengan digunakannya media word wall diharapkan mampu meningkatkan kosakata berbasis pelajaran IPA khususnya materi energi. Secara singkat dapat dilihat pada bagan kerangka berpikir sebagai berikut:

21 28 Hambatan pada siswa tunarungu salah satunya miskin dan terbatasnya kosakata mereka khususnya kosakata berbasis pelajaran IPA Pengajaran dan pengenalan kosakata siswa tunarungu di sekolah bersifat verbalisme dan kurang fariatif Penerapan media word wall dalam pembelajaran guna meningkatkan kosakata berbasis pelajaran IPA Meningkatnya kosakata berbasis pelajaran IPA pada siswa tunarungu Gambar 2.1 Kerangka Berpikir C. Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran di atas maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: Penggunaan media word wall efektif untuk meningkatkan kosakata berbasis pelajaran IPA pada siswa tunarungu kelas III SDLB SLB B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (ABK) perlu mendapatkan perhatian khusus baik itu dalam pemerolehan pendidikan maupun penanganan sepanjang fase hidupnya karena berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I Nyoman Sumertna, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I Nyoman Sumertna, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunarungu mengalami gangguan pendengaran sehingga memiliki hambatan dalam perkembangan bahasa dan komunikasi. Sebagai akibatnya, mereka mengalami kesulitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki sejuta keindahan, baik dari faktor keadaan alamnya maupun kebudayaannya. Indonesia terdiri dari berbagai suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mendapat pendidikan yang sama merupakan hak setiap individu yang menempati suatu negara tanpa terkecuali pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal

Lebih terperinci

BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN. Sosialisasi KTSP

BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN. Sosialisasi KTSP BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN 1 DEFINISI HEARING IMPAIRMENT (TUNARUNGU) TERKANDUNG DUA KATEGORI YAITU: DEAF (KONDISI KEHILANGAN PENDENGARAN YANG BERAT) DAN HARD OF HEARING (KEADAAN MASIH MEMILIKI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan pendidikan sangat penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang tercantum dalam Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 31 ayat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tematik 2.1.1 Pengertian Tematik Menurut Hadi Subroto (2000:9), pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu tema tertentu yang mengaitkan dengan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin orang bisa mengunakan bahasa tersebut (Sartinah, 1988;71).

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin orang bisa mengunakan bahasa tersebut (Sartinah, 1988;71). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Tarigan (1993:9) salah satu ciri utama manusia dari makhluk lainnya yaitu bahasa. Dalam penggunaan bahasa, kita tidak terlepas dari kaidah dan aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa bertahan hidup secara sendiri. Fungsi dari manusia sebagai makhluk sosial yaitu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Untuk dapat berhubungan dan saling memenuhi kebutuhannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk individu maupun mahluk sosial. Salah satu keterampilan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. mahluk individu maupun mahluk sosial. Salah satu keterampilan yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak keterampilan yang harus dikuasai oleh anak baik sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial. Salah satu keterampilan yang harus dikuasai anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu modal seseorang untuk meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Pada dasarnya setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dengan orang lain sebagai wujud interaksi. Interaksi tersebut selalu didukung oleh alat komunikasi vital yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan IPTEK sekarang ini telah memudahkan kita untuk berkomunikasi dan memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari berbagai belahan dunia. Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, orang lain, dan lingkungan anak dalam dunia bermain.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, orang lain, dan lingkungan anak dalam dunia bermain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip belajar di Taman Kanak-Kanak adalah bermain sambil belajar, belajar sambil bermain. Di dalam bermain anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pendidikan. Pembelajaran diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan yang

BAB II LANDASAN TEORI. pendidikan. Pembelajaran diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan yang 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembelajaran Pembelajaran merupakan bagian dari salah satu proses yang penting dalam pendidikan. Pembelajaran diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ghyna Amanda Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ghyna Amanda Putri, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran bahasa, aspek keterampilan berbahasa adalah salah satu hal yang diperlukan. Berdasarkan jenisnya, aspek keterampilan berbahasa dibagi menjadi 4 yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa tunarungu adalah salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam pendengaran, sehingga untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya

Lebih terperinci

STRATEGI-STRATEGI YG MEMADUKAN MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) RAYON UIN ALAUDDIN MAKASSAR

STRATEGI-STRATEGI YG MEMADUKAN MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) RAYON UIN ALAUDDIN MAKASSAR STRATEGI-STRATEGI YG MEMADUKAN MEDIA PEMBELAJARAN MODEL PRESENTASI & DISKUSI MODEL DEMONSTRASI & TUTORIAL MODEL LATIHAN DAN PRAKTIK PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) RAYON UIN ALAUDDIN MAKASSAR PRESENTASI

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA BIG BOOKS TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I DI SLB WIDYA MULIA PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA BIG BOOKS TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I DI SLB WIDYA MULIA PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA BIG BOOKS TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I DI SLB WIDYA MULIA PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membaca dan keterampilan menulis. Anak-akan dituntut untuk dapat berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membaca dan keterampilan menulis. Anak-akan dituntut untuk dapat berbicara, 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa mempunyai tujuan agar siswa terampil berbahasa yang meliputi keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan membaca dan keterampilan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA FLASH CARDS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA AKSARA JAWA

PENGGUNAAN MEDIA FLASH CARDS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA AKSARA JAWA PENGGUNAAN MEDIA FLASH CARDS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA AKSARA JAWA Annisa Alfiatun Nurrohmah 1), Jenny IS Poerwanti 2), Peduk Rintayati 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jl. Slamet

Lebih terperinci

PEMAKAIAN MEDIA SCRABBLED DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOSAKATA KALIMAT DAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI

PEMAKAIAN MEDIA SCRABBLED DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOSAKATA KALIMAT DAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI PEMAKAIAN MEDIA SCRABBLED DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOSAKATA KALIMAT DAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI Sigit Widiyarto 1, Nia Damayanti 2, Aster Pujaning Ati 3 1,3 Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dan urutan kedua adalah China dengan jumlah pembelajar Bagi

BAB I PENDAHULUAN. orang dan urutan kedua adalah China dengan jumlah pembelajar Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat tidak terlepas dari bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. Demikian pula halnya dengan kegiatan pendidikan yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan produktif meliputi kemampuan berbicara dan menulis, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan produktif meliputi kemampuan berbicara dan menulis, sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir, mengungkapkan gagasan, dan memperluas wawasan. Kemampuan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN LISTENING COMPREHENSION MELALUI STRATEGI TOP-DOWN DAN BOTTOM-UP

PENINGKATAN KEMAMPUAN LISTENING COMPREHENSION MELALUI STRATEGI TOP-DOWN DAN BOTTOM-UP JURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016 PENINGKATAN KEMAMPUAN LISTENING COMPREHENSION MELALUI STRATEGI TOP-DOWN DAN BOTTOM-UP PENDAHULUAN Di Indonesia mata pelajaran Bahasa Inggris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia berharap dilahirkan dalam keadaan yang normal dan sempurna, akan tetapi tidak semua manusia mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memegang peranan penting dalam dunia pendidikan yaitu mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan yang selalu berkembang

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI Antonius Hari Suharto 1), H. Soegiyanto S.U 2), Sadiman 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi No. 449, Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sebagai alat. bersosialisasi, bahasa juga merupakan suatu cara merespon orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sebagai alat. bersosialisasi, bahasa juga merupakan suatu cara merespon orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sebagai alat bersosialisasi, bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka sehingga terwujud keprofesionalan yang mantap. Seorang guru dituntut

BAB I PENDAHULUAN. mereka sehingga terwujud keprofesionalan yang mantap. Seorang guru dituntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini ketika kemajuan IPTEK semakin pesat, hal ini juga berimbas pada pentingnya seorang guru meningkatkan kinerja dan kemampuan mereka sehingga

Lebih terperinci

Raehanun 1, Rukayah 2, Ruli Hafidah 1. 1 Program Studi PG-PAUD, Universitas Sebelas Maret 2 Program Studi PGSD, Universitas Sebelas Maret

Raehanun 1, Rukayah 2, Ruli Hafidah 1. 1 Program Studi PG-PAUD, Universitas Sebelas Maret 2 Program Studi PGSD, Universitas Sebelas Maret PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK THINK-PAIR-SHARE PADA ANAK KELOMPOK B TK ISLAM BAKTI IX SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/ 2014 Raehanun 1, Rukayah 2, Ruli Hafidah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya komunikasi dan interaksi global telah menempatkan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya komunikasi dan interaksi global telah menempatkan bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya komunikasi dan interaksi global telah menempatkan bahasa Inggris sebagai salah satu media yang mutlak kebutuhannya. Tanpa kemampuan berbahasa Inggris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs) atau yang sering disingkat ABK adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari

Lebih terperinci

Perancangan buku visual untuk anak tuna rungu usia tahun sebagai media alternatif pembelajaran bahasa. oleh Dany A.B.

Perancangan buku visual untuk anak tuna rungu usia tahun sebagai media alternatif pembelajaran bahasa. oleh Dany A.B. SELAMAT SORE Perancangan buku visual untuk anak tuna rungu usia 10 12 tahun sebagai media alternatif pembelajaran bahasa oleh Dany A.B.Utono 3406100049 Rumusan masalah Bagaimana merancang buku visual untuk

Lebih terperinci

Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang Abstrak

Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang Abstrak PENGARUH METODE MULTISENSORI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHAFAL KATA PADA ANAK TUNARUNGU TAMAN KANAK-KANAK: Studi Eksperimental di TK SLB Negeri Semarang Try Kemala Mutia 1, Dinie Ratri Desiningrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah sudah menjadi sempit. Interaksi antar manusia dalam wujud tertentu sudah tidak dapat dibatasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 7 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Kemampuan Kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang dalam melakukan kegiatan. Setiap melakukan kegiatan pasti diperlukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari di negara

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari di negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Inggris merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari di negara Inggris untuk berkomunikasi serta bahasa Inggris dijadikan sebagai bahasa Internasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak, karena dengan berbahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain. Akhadiah ( Suhartono :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia anak-anak adalah salah satu periode yang tepat untuk belajar bahasa. Masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Usia anak-anak adalah salah satu periode yang tepat untuk belajar bahasa. Masa anakanak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia anak-anak adalah salah satu periode yang tepat untuk belajar bahasa. Masa anakanak adalah masa paling tepat dan ideal untuk memperoleh bahasa asing karena pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan software kamus tematik bergambar Untuk meningkatkan penguasaan kosakata anak tunarungu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan software kamus tematik bergambar Untuk meningkatkan penguasaan kosakata anak tunarungu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kosakata seringkali dianggap tidak lebih penting dibandingkan penguaasaan grammar atau tatabahasa dalam pembelajaran bahasa, sehingga dalam pengajarannya

Lebih terperinci

Kata media berasal dari bahasa Latin yang berarti medius secara harfiah berarti

Kata media berasal dari bahasa Latin yang berarti medius secara harfiah berarti 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media dalam Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin yang berarti medius secara harfiah berarti Istilah media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti perantara

Lebih terperinci

GAME SOCIUS SEBAGAI MEDIA BANTU BELAJAR BERBAHASA PADA ANAK-ANAK TK TUNARUNGU DENGAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DI TKLB-B WIDYA BAKTI SEMARANG

GAME SOCIUS SEBAGAI MEDIA BANTU BELAJAR BERBAHASA PADA ANAK-ANAK TK TUNARUNGU DENGAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DI TKLB-B WIDYA BAKTI SEMARANG GAME SOCIUS SEBAGAI MEDIA BANTU BELAJAR BERBAHASA PADA ANAK-ANAK TK TUNARUNGU DENGAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DI TKLB-B WIDYA BAKTI SEMARANG Ahmad Roni Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik,

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan syarat mutlak bagi pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik, Melalui pendidikan dapat dibentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dapat membawa kita kepada situasi belajar dimana learning with effort

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dapat membawa kita kepada situasi belajar dimana learning with effort BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi baru terutama multimedia mempunyai peranan semakin penting dalam proses pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat membawa kita

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KUBACA DENGAN GAMBAR TERHADAP PENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNARUNGU KELAS I SDLB

PENGARUH METODE KUBACA DENGAN GAMBAR TERHADAP PENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNARUNGU KELAS I SDLB PENGARUH METODE KUBACA DENGAN GAMBAR TERHADAP PENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNARUNGU KELAS I SDLB Rizka Rojiyatul Azizah *1 Sulthoni *2 1 Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Melalui komunikasi,

Lebih terperinci

APLIKASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

APLIKASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER APLIKASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DISERTAI PENGGUNAAN STILL PICTURE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X-4 SMA N 1 BANYUDONO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Istilah tunarungu berasal dari dua kata yaitu tuna dan rungu. Tuna berarti

BAB II KAJIAN TEORITIS. Istilah tunarungu berasal dari dua kata yaitu tuna dan rungu. Tuna berarti BAB II KAJIAN TEORITIS A. KONSEP DASAR ANAK TUNARUNGU 1. Pengertian Anak Tunarungu Istilah tunarungu berasal dari dua kata yaitu tuna dan rungu. Tuna berarti kekurangan atau ketidakmampuan dan rungu berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Proses belajar dimulai sejak manusia dilahirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi dilakukan oleh setiap orang sejak zaman dahulu sampai sekarang. Sebagai makhluk sosial, setiap orang tentu melakukan interaksi dengan orang lain.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 1. Kajian Teori a. Pelajaran Bercerita Pelajaran berceritera bagi anak dimaksudkan untuk menambah kemahiran anak menyampaikan yang hendak diberitakannya kepada orang lain dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia atau peserta didik dengan cara mendorong kegiatan belajar.

Lebih terperinci

pendengarannya sehingga hal ini berpengaruh pada kemampuan bahasanya. Karena

pendengarannya sehingga hal ini berpengaruh pada kemampuan bahasanya. Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari orang tua dan anak (Bahri Djamarah, 2004:16). Orang tua dan anak memiliki keterikatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah BAB 1 1.1 Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Interaksi manusia dan komputer merupakan ilmu yang mempelajari perencanaan dan desain tentang bagaimana pengguna dan komputer dapat bekerja sama sehingga kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dapat disampaikan melalui dua cara, yaitu secara lisan dan tulisan. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dapat disampaikan melalui dua cara, yaitu secara lisan dan tulisan. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Untuk menyampaikan ide, pendapat, perasaan, berita atau hal-hal lain yang ingin disampaikan kepada orang lain, kita biasa menggunakan bahasa. Bahasa dapat disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan diperuntukkan bagi semua warga negara, hal ini sesuai dengan UU RI nomor 20 tentang Sisdiknas pasal 5 ayat 1 mennyatakan bahwa Setiap warga negara mempunyai

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN MEDIA FOTO JURNALISTIK DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTATIF

KEEFEKTIFAN MEDIA FOTO JURNALISTIK DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTATIF KEEFEKTIFAN MEDIA FOTO JURNALISTIK DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTATIF Siti Nurfajriah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS, Universitas Pendidikan Indonesia Surel : nurfajriah_s2076@yahoo.com

Lebih terperinci

1. Pendahuluan 1.1. Latar belakang

1. Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1. Pendahuluan 1.1. Latar belakang Manusia adalah makhluk yang dilahirkan paling sempurna. Manusia memiliki kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang diperoleh dari lingkungan di sekelilingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari belajar kosakata, karena vocabulary mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari belajar kosakata, karena vocabulary mempunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kosakata atau vocabulary adalah perbendaan/kekayaan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa (Soedjito dkk, 2011:3). Dalam belajar bahasa pasti tidak akan terlepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia, dari sekitar 6.912 bahasa yang dituturkan oleh seluruh manusia di dunia, hanya beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia 1. Pengertian Keterampilan Menulis. Menulis adalah salah satu standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai macam informasi yang diterima dari seseorang kepada orang lain. Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai macam informasi yang diterima dari seseorang kepada orang lain. Oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu sarana komunikasi dengan manusia. Untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan perasaan seseorang tidak terlepas dari penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya selaku warga negara, mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MENGGUNAKAN MEDIA DOMINO CARD WOPIC PADA ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I DI SLB NEGERI 2 BANTUL SKRIPSI

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MENGGUNAKAN MEDIA DOMINO CARD WOPIC PADA ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I DI SLB NEGERI 2 BANTUL SKRIPSI PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MENGGUNAKAN MEDIA DOMINO CARD WOPIC PADA ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I DI SLB NEGERI 2 BANTUL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNIK PERMAINAN KOTAK KATA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA

PENGGUNAAN TEKNIK PERMAINAN KOTAK KATA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA PENGGUNAAN TEKNIK PERMAINAN KOTAK KATA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA Lutfah Aminah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS, Universitas Pendidikan Indonesia Surel: lutfahaminah@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

PENGARUH PENGUASAAN KOSAKATA DAN TATA BAHASA TERHADAP PEMAHAMAN MEMBACA TEKS NARASI BAHASA INGGRIS

PENGARUH PENGUASAAN KOSAKATA DAN TATA BAHASA TERHADAP PEMAHAMAN MEMBACA TEKS NARASI BAHASA INGGRIS DEIKSIS Vol. 09 No.02, Mei 2017 p-issn: 2085-2274, e-issn 2502-227X hal. 240-246 PENGARUH PENGUASAAN KOSAKATA DAN TATA BAHASA TERHADAP PEMAHAMAN MEMBACA TEKS NARASI BAHASA INGGRIS Vickry Ramdhan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kosa kata dalam bahasa Inggris mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kosa kata dalam bahasa Inggris mempunyai peranan yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kosa kata dalam bahasa Inggris mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam bahasa Inggris. Karena untuk bisa berbahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah media cetak (diktat, modul, hand out, buku teks, majalah, surat kabar, dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah media cetak (diktat, modul, hand out, buku teks, majalah, surat kabar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran perlu diciptakan kondisi belajar yang menyenangkan agar proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Proses pembelajaran selama ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. Akan tetapi, apabila kegiatan berkomunikasi terjadi tanpa diawali keterampilan berbicara

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN BAGI SISWA KELAS V SD

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN BAGI SISWA KELAS V SD PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN BAGI SISWA KELAS V SD Oleh: Imam Syah H.R. 1), Suhartono 2), Warsiti 3) e-mail: imamsyah12@gmail.com Abstract: The using of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia karena bahasa merupakan alat komunikasi antaranggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. manusia karena bahasa merupakan alat komunikasi antaranggota masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan manusia karena bahasa merupakan alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa lambang

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP KENAMPAKAN PERMUKAAN BUMI MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP KENAMPAKAN PERMUKAAN BUMI MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP KENAMPAKAN PERMUKAAN BUMI MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL Sari Setiasih 1), Siti Istiyati 2), Noer Hidayah 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet

Lebih terperinci

Rini Tri Irianingsih 47

Rini Tri Irianingsih 47 PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN METODE PREVIEW, QUESTION, READ, REFLECT, RECITE, AND REVIEW (PQ4R) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LISTRIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang

Lebih terperinci

Peningkatan Prestasi Belajar IPA...(Aviv Wahid Asrori) 361

Peningkatan Prestasi Belajar IPA...(Aviv Wahid Asrori) 361 Peningkatan Prestasi Belajar IPA...(Aviv Wahid Asrori) 361 PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA MATERI GAYA MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI PADA ANAK TUNARUNGU KELAS V DI SLB B WIYATA DHARMA 1 SLEMAN YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Materi Pembelajaran IPA Untuk menanggapi kemajuan era global dan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kurikulum sains termasuk IPA terus disempurnakan untuk

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARANACTIVE KNOWLEDGE SHARINGUNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BERTANYA BIOLOGISISWA KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAKTAHUN

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARANACTIVE KNOWLEDGE SHARINGUNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BERTANYA BIOLOGISISWA KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAKTAHUN PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARANACTIVE KNOWLEDGE SHARINGUNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BERTANYA BIOLOGISISWA KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAKTAHUN PELAJARAN 2011/ 2012 Skripsi Oleh: EvitaRosiliaDewi X

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Menurut Tarigan (2008:1) ada

BAB I PENDAHULUAN. bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Menurut Tarigan (2008:1) ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) 2.1.1.1 Pengertian IPA Sains berasal dari kata "science" yang berarti ilmu. sains adalah ilmu yang mempelajari lingkungan alam

Lebih terperinci

BAB II METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) SEBAGAI METODE MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI SISWA TUNARUNGU. penguasaan struktur dan tata bahasa.

BAB II METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) SEBAGAI METODE MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI SISWA TUNARUNGU. penguasaan struktur dan tata bahasa. 9 BAB II METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) SEBAGAI METODE MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI SISWA TUNARUNGU A. DESKRIPSI TEORI Ada beberapa macam metode dalam penerapan pembelajaran kepada anak tunarungu, diantaranya:

Lebih terperinci

THE ABILITY OF STUDENTS DEAF EXPRESSIVE LANGUAGE 1st CLASS ELEMENTERY SCHOOL AT SLB WIYATA DHARMA I SLEMAN

THE ABILITY OF STUDENTS DEAF EXPRESSIVE LANGUAGE 1st CLASS ELEMENTERY SCHOOL AT SLB WIYATA DHARMA I SLEMAN Kemampuan Bahasa Ekspresif (Wadytya Yoga Aldiawan) 1 KEMAMPUAN BAHASA EKSPRESIF SISWA TUNARUNGU KELAS DASAR 1 DI SLB WIYATA DHARMA I SLEMAN THE ABILITY OF STUDENTS DEAF EXPRESSIVE LANGUAGE 1st CLASS ELEMENTERY

Lebih terperinci

By SRI SISWANTI NIM

By SRI SISWANTI NIM READING COMPREHENSION IN NARRATIVE TEXT OF THE TENTH GRADE STUDENTS OF MA NAHDLATUL MUSLIMIN UNDAAN KUDUS TAUGHT BY USING IMAGINATIVE READING MATERIALS IN THE ACADEMIC YEAR 2015/2016 By SRI SISWANTI NIM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Programme for International Students Assesment (PISA) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Programme for International Students Assesment (PISA) pada tahun 2012 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi. Pembelajaran matematika pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana untuk berkomunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu

BAB I PENDAHULUAN. sarana untuk berkomunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana untuk berkomunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu selalu terlibat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Tunarungu 1. Pengertian Anak Tunarungu Anak berkelainan pendengaran atau tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan atau kerusakan pada satu atau lebih organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tarigan, 1994:4). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Alwasilah (2012:43)

BAB I PENDAHULUAN. (Tarigan, 1994:4). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Alwasilah (2012:43) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh setiap pembelajar bahasa. Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tunarungu 1. Pengertian Anak Tunarungu Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) BERBANTUAN MEDIA GAMBAR TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF PERSUASI SISWA KELAS X SMA N 2 BATANG ANAI KABUPATEN PADANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk menemukan dan mengembangkan

Lebih terperinci

PENERAPAN GAMES TEACHING TECHNIC DALAM PENGAJARAN BERBICARA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

PENERAPAN GAMES TEACHING TECHNIC DALAM PENGAJARAN BERBICARA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN PENERAPAN GAMES TEACHING TECHNIC DALAM PENGAJARAN BERBICARA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN ARDIYANSAH SMKN 1 Labang,e-mail:ardiyansahardana1996@gmail.com Abstrak: Tujuan dari pengajaran berbicara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA Pada bab 3 ini, penulis akan menjelaskan metode yang digunakan dan proses perancangan karya dalam pembuatan desain layout majalah Zigma dan Omega. 3.1 Metodologi

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 4 Nomor 3 September 2015 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman :445-452 EFEKTIFITAS PECS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANAK TUNARUNGU

Lebih terperinci