BAB II KEDUDUKAN LEMABAGA ADAT DI INDONESIA. A. Kedudukan Hukum Adat Dalam Perundang-Undangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEDUDUKAN LEMABAGA ADAT DI INDONESIA. A. Kedudukan Hukum Adat Dalam Perundang-Undangan"

Transkripsi

1 BAB II KEDUDUKAN LEMABAGA ADAT DI INDONESIA A. Kedudukan Hukum Adat Dalam Perundang-Undangan Tidak dapat disangkal bahwa tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak mempunyai tata hukumnya sendiri yang bersumber dari pemikiran bangsa itu sendiri, termasuk Indonesia. jauh sebelum kemerdekaan, bahkan jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mempunyai sistem hukumnya sendiri yang digunakan sebagai pedoman dalam pergaulan hidup masyarakat yang disebut dengan hukum adat. 24 Hukum adat dikenal juga sebagai hukum yang hidup (the living law) karena hukum adat merupakan suatu hukum yang menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari masyarakat namun belum dikembangkan secara ilmiah. 25 Istilah the living law digunakan untuk menunjukkan berbagai macam hukum yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya di masyarakat 26. Hukum adat sebagai the living law adalah pola hidup kemasyarakatan tempat dimana hukum berproses 24 Djamanat Samosir. Hukum Adat Indonesia Eksistensi dalam Dinamika Perkembangan Hukum di Indonesia.( Bandung: Nuansa Aulia,2013) h 1 25 Ibid., halaman Ibid., halaman 34

2 dan sekaligus juga merupakan hasil dari proses kemasyarakatan yang merupakan sumber dan dasar dari hukum itu seperti, kebutuhan hidup masyarakat, cara hidup masyarakat, pandangan hidup masyarakat, dan lain sebagainya. 27 Dalam sistem hukum Indonesia, hukum adat disebut dengan hukum tidak tertulis (unstatuta law) yang berbeda dengan hukum tertulis (statuta law). 28 Perbedaannya adalah bahwa hukum tertulis dibuat dengan kata-kata yang tidak dapat berubah tanpa diadakannya suatu perubahan sehingga hukum tertulis tidak mencerminkan lagi apa yang hidup dalam masyarakat. 29 Sedangkan hukum adat merupakan produk dari budaya yang mengandung substansi tentang nilai-nilai budaya sebagai cipta dan rasa manusia, yang artinya adalah bahwa hukum adat tumbuh berkembang mengikuti pola pikir dan pola hidup yang hidup dalam masyarakat. Hukum adat lahir dari kesadaran atas kebutuhan dan keinginan manusia untuk hidup secara adil dan beradab sebagai aktualisasi peradaban manusia. 30 Selain itu, hukum adat juga merupakan produk sosial yaitu sebagai hasil kerja bersama (kesepakatan) dan merupakan karya bersama secara bersama (milik sosial) dari suatu masyarakat hukum adat. Setelah kemerdekaan, muncul masalah mengenai eksistensi hukum adat dalam sistem hukum Indonesia yang dikarenakan hukum adat tersebut bentuknya tidak tertulis atau tidak dikodifikasikan serta tidak ada definisi yang jelas mengenai hukum adat. Selain itu, sudah menjadi pandangan umum bahwa suatu 27 Ibid., halaman 6 28 Loc.Cit., halaman 1 29 Ibid., halaman Ibid., halaman 2

3 hukum dirumuskan dan ditetapkan oleh pejabat atau lembaga tertentu yang berwenang 31. Namun, hukum adat tetap memiliki kedudukan dalam sistem hukum di Indonesia dan hukum adat sebagai hukum yang hidup akan tetap menjadi pelengkap dari hukum nasional, selain itu penyebutannya sebagai hukum tidak tertulis tidak mengurangi perannya dalam memberikan aturan-aturan yang tidak ada di dalam hukum tertulis. Walaupun pembentukan hukum tidak tertulis berbeda dengan hukum tertulis, hukum tidak tertulis dalam hal ini hukum adat tetap mempunyai kekuatan yang legal karena masyarakat mentaatinya. Kedudukan hukum tidak tertulis dalam kaitannya dengan perundangundangan adalah bahwa sistem hukum nasional Indonesia lebih mendahulukan hukum tertulis daripada hukum tidak tertulis apabila terjadi masalah hukum, tetapi jika hukum tertulis tidak mengatur perihal masalah hukum tersebut maka hukum tidak tertulislah yang mengaturnya. Jadi, peran hukum tidak tertulis bersifat mengisi terhadap hukum tertulis dimana, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis saling melengkapi meskipun hukum tertulis lebih diutamakan. Artinya, terdapat superioritas UU di atas hukum adat dimana bahwa pengakuan dan berlakunya hukum adat tergantung kepada hukum yang berlaku. 32 Berikut adalah kedudukan hukum adat dalam hirarki perundang-undangan di Indonesia: 1. Kedudukan Hukum Adat dalam Perspektif UUD 1945 Pada sejarahnya, hukum adat telah ada sejak masa kolonial, bahkan pra kolonial. Pada masa pra-kolonial, hukum yang berlaku adalah hukum asli 31 Ibid., halaman 5 32 Ibid., halaman 45

4 bangsa Indonesia yang dianggap masih murni dari pengaruh-pengaruh asing, walaupun pada perkembangannya terjadi perubahan-perubahan dalam hukum asli bangsa Indonesia tersebut akibat adanya interaksi dengan bangsa-bangsa asing dan nilai-nilai agama. Pada masa kolonial, beberapa para ahli hukum menyadari bahwa selain hukum Eropa, di Indonesia juga berlaku hukum adat sehingga pemerintahan kolonial Belanda tetap memberlakukan hukum adat bagi masyarakat pribumi. 33 Sistem hukum Indonesia mengenal hukum tertulis dan tidak tertulis dimana pengakuan atas keberadaan hukum tidak tertulis secara tersurat ada dalam Penjelasan Umum UUD 1945 yang menyatakan, berlaku juga hukum dasar tidak tertulis, ialah peraturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis. Hukum tertulis meliputi Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, dan peraturan perundang-undangan lainnya, adapun hukum tidak tertulis meliputi kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan fungsi kenegaraan, hukum adat, dan hukum kebiasaan yang hidup dan dihayati oleh rakyat Indonesia dalam kehidupan masyarakat. Hukum tidak tertulis terbentuk bukan karena ditetapkan oleh pimpinan masyarakat, melainkan tumbuh dari berbagai tahapan yang dimulai dari kebiasaan, lalu ke tata kelakuan, kemudian ke adat istiadat, dan terakhir menjadi norma hukum. Semua tahapan tersebut berlangsung secara 33 Ibid., halaman 23-26

5 terus-menerus dalam waktu tertentu dan diterima serta dilaksanakan secara kontinu oleh masyarakat. 34 Hukum adat sebagai hukum tidak tertulis merupakan salah satu bagian dari hukum nasional yang eksistensinya sejak zaman penjajahan secara tegas dimaksudkan sebagai hukum bagi golongan Bumiputera (Pasal 131 IS). 35 Pada hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, adalah tahap awal berkembangnya konsep pemikiran dan pandangan bahwa hukum adat sebagai hukum nasional Indonesia. Konsep tersebut terlihat dalam tiga dokumen negara yaitu, Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, dan Penjelasan UUD Setelah merdeka, selain masih menganut pluralisme hukum berdasarkan Aturan Peralihan pasal II UUD 1945, yang antara lain masih menempatkan hukum adat sebagai hukum masayarakat pribumi. Artinya, Pancasila dan UUD 1945 telah memberi landasan untuk mengangkat hukum adat sebagai sumber hukum nasional. 37 Namun pada kenyataannya, konstitusi Indonesia sebelum amandemen tidak secara tegas menunjukkan pengakuan dan pemakaian istilah hukum adat, tetapi apabila ditelaah secara mendalam dapat disimpulkan bahwa secara sungguh-sungguh rumusan yang ada di dalam UUD 1945 mengandung nilai luhur dan jiwa hukum adat. Contoh, pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, yang pada dasarnya diilhami dari hak ulayat yang secara tradisional diakui 34 Ibid., halaman Ibid., halaman Ibid., halaman Loc.Cit., halaman 45

6 dalam hukum adat. Baru setelah amandemen terhadap konstitusi Indonesia hukum adat diakui sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 18B ayat (2) UUD 1945 bahwa, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang. Artinya, konstitusi Indonesia memberikan jaminan pengakuan dam penghormatan terhadap hukum adat apabila memenuhi syarat sebagai berikut: a) realitas, bahwa hukum adat masih hidup dan sesuai dengan pekembangan masyarakat. b) idealitas, bahwa sesuai dengan prinsip NKRI dan keberlakuan diatur dalam UU, sepeti dalam pasal 28I ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan penghormatan atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia. 2. Hukum adat dalam undang undang darurat no 1 tahun 1951 Landasan berlakunya hukum tidak tertulis (legalitas Materiil) sebagai dasapemidanaan di Indonesia, telah dirumuskan dalam : Undang-undang Darurat nomor 1 Tahun 1951 L.N 9 / 1951 Pasal 5 ayat 3 sub b yaitu Hukum Materiil sipil dan untuk sementara waktupun hukum materiil pidana sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah swapraja dan orang-orang yang 38 di akses pada tanggal 17 september 2015

7 dahulu diadili oleh pengadilan adat, ada tetap berlaku untuk kaula kaula dan orang itu, dengan pengertian: Bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap sebagai perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman yang tidak lebih dari tiga bulan penjara dan/atau denda lima ratus rupiah, yaitu sebagai hukuman pengganti bilamana hukuman adat yang dijatuhkan tidak diikuti oleh pihak yang terhukum dan penggantian yang dimaksud dianggap sepadan oleh hakim dengan besar kesalahan yang terhukum, dan Bahwa bilamana hukuman adat yang dijatuhkan itu menurut pikiran hakim melampaui padanya dengan hukuman penjara dan / atau denda, yang dimaksud diatas, maka atas kesalahan terdakwa dapat dikenakan penjara dengan pengertian bahwa hukuman adat yang menurut pengertian hakim tidak selaras lagi dengan zaman senantiasa mesti diganti seperti tersebut diatas, dan Bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana dan yang ada bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman yang sama dengan bandingnya yang mirip kepada perbuatan pidana. Rumusan pasal 5 ayat 3 b Undang Undang Darurat No. 1 tahun 1951 memberikan pemahaman : a) Tentang tindak pidana diukur menurut hukum yang hidup dalam masyarakat. Tindak pidana demikian itu bila terjadi, maka pidana adatlah sebagai sanksinya.

8 b) Apabila terpidana adat tidak mengikuti putusan pengadilan adat tersebut, maka pengadilan negeri setempat dapat memutus perkaranya berdasar tiga kemungkinan. 1) Tidak ada bandingnya dalam KUHP 2) Hakim beranggapan bahwa pidana adat melampui dengan pidana penjara dan / atau denda seperti tersebut dalam kemungkinan 1 3) Ada bandingnya dalam KUHP c) Bahwa berlaku tidaknya legalitas materiil ditentukan oleh sikap atau keputusan terpidana untuk mengikuti atau tidak mengikuti putusan pengadilan adat. Jika putusan pengadilan adat diikuti oleh terpidana, maka ketika itulah legalisasi materiil berfungsi. Berfungsinya legalisasi materiil disini merupakan hal yang wajar karena tindak pidana yang dilakukan pelaku adalah murni bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (hukum tidak tertulis). Undang-undang No. 14 Tahun 1970 Jo. UU No. 35 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 5 ayat 1 : Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Kata menurut hukum dapat diartikan secara luas mencakup legalisasi formil dan materiil. Pasal tersebut merupakan petunjuk bagi hakim untuk senantiasa memperhatikan peraturan tertulis dan hukum yang benar-benar hidup dalam masyarakat, apabila hendak menegakkan keadilan. Pasal 14 ayat 1: Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Jika hukum yang dimaksud dalam rumusan diatas adalah hanya yang tertulis, sedangkan hakim wajib memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya meskipun hukum tertulis tidak secara nyata mengaturnya.

9 Dengan demikian hakim harus menggali hukum yang tidak tertulis (hukum yang hidup). Pasal 23 ayat 1: Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasanalasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Pasal 27 ayat 1 : Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat 3. HUKUM ADAT DALAM UNDANG UNDANG NO 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK AGRARIA Hukum adat dalam UU Nomor 5 tahun 1960 merupakan pengaturan yang sangat bersentuhan langsung dengan masyarakat adat. 39 Dalam Pasal 5 UU No. 5 tahun 1960 ditegaskan : Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia beserta dengan peraturan yang tercantum dalam Undang Undang ini dan dengan peraturan undang undang lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur unsur yang bersumber pada hukum agama. Dalam penjelesan Undang Undang disebutkan : Hukum adat yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara modern dan dalam hubungannya dunia internasional beserta sesuai dengan 39 Dr. Dewi sulastri, s.h.,m.h pengantar hukum adat

10 sosialisme Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan realisasi dari TAP MPRS II / MPRS / 1960 Lampiran A Paragraf 402. Hukum adat yang dimaksud adalah bukan adat asli yang senyatanya berlaku dalam masyarakat adat, melainkan hukum adat yang sudah direkonstruksi, hukum adat yang sudah : disempurnakan, disaneer, modern, yang menurut Moch. Koesnoe menganggap hukum adat yang ada dalam UUPA telah hilang secara materiel, karena dipengaruhi oleh lembaga lembaga dan ciri ciri hukum Barat atau telah dimodifikasi oleh sosialisme Indonesia sehingga yang tersisa hanyalah formulasinya ( bajunya) saja. Pereduksian yang dapat dilihat dalam kaitannya dengan kekuasaan negara. Adanya Hak Menguasai Negara (HMN), merupakan bentuk penarikan ke negara dari Hak Ulayat yang dimiliki oleh masyarakat adat atas tanah yang yang berada di wilayah Indonesia, yang kemudian dikontruksi kembali sebagai bentuk pelimpahan kewenangan negara dalam pelaksanaan dapat dilimpahkan kepada pemrintah di bawahnya. Dengan demikian, Hak Ulayat dalam masyarakat adat yang semula bersifat mutlak dan abadi, telah direduksi dengan bergantung pada kepentingan dan ditentukan oleh negara. Akibat lebih jauh adalah, timbulnya ha katas tanah menurut hukum adat, yaitu dengan Hak Membuka Adat (ontginningrecht) atas tanah yang digarapnya. Timbulnya hak milik melalui penunjukan rapat desa di Jawa Tengah ( pekulen, norowito) dan Jawa Barat (kasipekan, kanomeran, kacacahan), oleh UUPA direduksi dan disubordinasikan nelalui peraturan pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UUPA : terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. 4. Pengaturan Dalam Konsep KUHP Baru

11 40 RUU KUHP Tahun 2004 memperluas perumusannya secara materiel, yaitu ketentuan Pasal 1 ayat (1) tersebut tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup atau hukum adat yang menentukan bahwa menurut adat setempat seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 1 (3) RUU KUHP Tahun 2004). Hal ini dikenal dengan asas legalitas materiel. Dengan aturan itu jelaslah bahwa RUU KUHP Tahun 2004 memberikan tempat bagi hukum adat setempat sebagai sumber keputusan bagi hakim apabila ternyata ada suatu perbuatan yang menurut hukum positif Indonesia belum/tidak diatur sebagai tindak pidana namun menurut masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang patut dipidana. Di samping itu, dapat jelaslah bahwa keadilan yang ingin diwujudkan RUU KUHP Tahun 2004 adalah keadilan masyarakat, bukan sekedar keadilan yang didasarkan pada perundang-undangan (legal justice). Hal ini juga disebutkan dalam Pasal 12 RUU KUHP Tahun 2004 bahwa dalam mempertimbangkan hukum yang akan diterapkan, hakim sejauh mungkin mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum Untuk memberikan tempat yang luas pada hukum adat, Pasal 93 juga menentukan bahwa pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat dapat menjadi pidana pokok atau yang diutamakan jika tindak pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) ini. Aturan mengenai diberlakukannya asas legalitas materiel di Indonesia bukan merupakan hal yang baru, walaupun KUHP 40 selamat-datang-kuhp-baru-indonesia.htm

12 hanya mengenal asas legalitas formal. Dalam UU Nomor 1/Drt./1951 dan UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, asas legalitas materiel merupakan hal yang harus dijunjung tinggi oleh hakim dalam memutuskan suatu perkara. Bahkan dalam Pasal 14 ayat (2) UUD Sementara 1950 disebutkan bahwa tiada sesorang dapat dihukum atau dijatuhi hukuman kecuali karena aturan hukum yang sudah ada dan berlaku terhadapnya. Kata hukum disini jelas mempunyai makna yang luas dari pada sekedar peraturan perundang-undangan.bagi sebagian orang, masuknya hukum yang hidup dalam masyarakat dalam Pasal 1 ayat (3) memunculkan beberapa masalah, yaitu pertama Pasal 1 ayat (3) kontradiksi dengan larangan menggunakan analogi dalam Pasal 1 ayat (2), kedua dapat menimbulkan masalah karena tidak diatur bagaimana cara hakim menemukan hukum dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (living law), ketiga, living law banyak yang tidak tertulis dan tidak menyebut unsur-unsur pidana secara terperinci, keempat akan mengkriminalisasikan perbuatan yang secara legal formal tidak diatur dalam perundang-undangan, dan kelima ketidakpastian hukum. Schaffmeister, B. Bentuk-Bentuk Masyarakat Hukum Adat Masyarakat hukum adat merupakan suatu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu yang hidup bersama dalam suatu wilayah atau kawasan tertentu yang terikat pada hukum tertentu, yang ditaati, dilaksanakan dan hukum tersebut dipelihara, yang didalamnya terdapat sanksi sebagai alat pemaksa. Dengan demikian bukanlah sebuah masyarakat hukum adat apabila tidak memiliki

13 dan terikat pada hukum tertentu. Hukum yang demikian mempunyai sifat kumulatif yaitu : 1. mengatur, 2. memaksa, 3. dilaksanakan atau ditaati, dan 4. dipelihara secara berkelanjutan. 41 Menurut UU Nomor: 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup BAB I Pasal 1 butir 31 Masyarakat Hukum Adat adalah: Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turuntemurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. 42 Jika hukum adat dilihat dari segi wujud kebudayaan maka hukum adat termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sebagai kompleks dari ide yang fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia dalam berkehidupan di masyarakat, dengan demikian hukum adat merupakan aspek dalam kehidupan masyarakat sebagai kebudayaan bangsa Indonesia. 43 Hukum Adat merupakan hukum tradisional masyrakat yang merupakan perwujudan dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara pandangan hidup yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat tersebut berlaku diakses tanggal 11 September UU Nomor: 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup BAB I Pasal 1 butir Sri Warjiyati, Memahami Hukum Adat, (IAIN Surabaya), halaman Ibid, halaman 16

14 Soepomo mengatakan bahwa corak atau pola = pola tertentu di dalam hukumadat yang merupakan perwujudkan dari struktur kejiwaan dan cara berfikir yang tertentu oleh karena itu unsur-unsur hukum adat adalah. 45 a. mempunyai sifat kebersamaan yang kuat. artinya, menusia menurut hukum adat, merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat, rasa kebersamaan mana meliputi sebuah lapangan hukum adat. b. Mempunyai corak magic=religius, yang berhubungan dengan pandangan hidup alam indonesia. c. Sistem hukum itu diliputi oleh pikiran serba kongkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan-hubungan hidup yang kongkret. Sistem hukum adat mempergunakan hubunganhubungan yang kongkrit tadi dalam pengatur pergaulan hidup. d. Hukum adat mempunyai sifat visual, artinya hubungan-hubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat 1atau tanda yang tampak 2. Moch Koesnoe juga mengemukakan corak hukum adat sebagai berikut : 46 a. Segala bentuk rumusan adat yang berupa kata-kata adalah suatu kiasan saja. menjadi tugas kalangan yang menjalankan hukum adat untuk banyak mempunyai pengetahuan dan pengalaman agar mengetahui berbagaikemungkinan arti kiasan dimaksud 45.Soepomo, Sistem Hukum di Indonesia, Sebelum Perang Dunia Ke II,( Pradnjapramita, Jakarta, Cet 15, 199)7, halaman Khundzalifah Dimyanti, Teoritisasi Hukum : Studi Tentang Perkembangan Hukum Demikian di Indonesia,

15 b. Masyarakat sebagai keseluruhan selalu menjadi pokok perhatiannya. "artinya dalam hukum adat kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh c. Hukum adat lebih mengutamakan bekerja dengan a:as-a:as pokok."artinya dalam lembaga-lembaga hukum adat diisi menurut tuntutan waktu tempat dan keadaan serta segalanya diukur dengan asas pokok, yakni kerukunan, kepatutan, dan keselarasan dalam hidup bersama d. Pemberian kepercayaan yang besar dan penuh kepada para petugashukum adat untuk melaksanakan hukum adat e. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dilihat Bentuk dan susunan hukum adat masyarakat hukum atau persekutuan hukum adat pada dasarnya secara teoritis dapat kita bedakan adanya dua faktor utama yang menjadi dasar ikatan yang mengikat anggota-anggota persekutuan, yaitu : 1. Faktor Genealogis (keturunan) Yaitu faktor yang mendasarkan kepada pertalian darah atau pertalian sesuatu keturunan. Masyarakat atau persatuan hukum genealogis adalah suatu kesatuan masyarakat yang teratur, dimana anggotannya terikat pada suatu garis keturunan yang sama dari satu leluhur, baik secara langsung maupun secara tidak langsung karena pertalian perkawinan atau pertalian adat. Jadi, persatuan hukum atau masyarakat hukum genealogis menitik beratkan pada faktor keturunan atau pertalian darah Khayatudin.MasyarakatHukumAdat.(Online).Tersediadihttp://khayatudin.blogspot.com /2012/12/masyarakat-hukum-adat_5.html Diakses pada tanggal 12 September 2015

16 Mengingat setiap orang selalu diturunkan melalui dua orang yakni laki-laki dan perempuan, maka persekutuan genealogis ini dibedakan menjadi : a) Masyarakat Unilateral, yaitu masyarakat dimana anggota-anggotanya menarik garis keturunan hanya dari salah satu pihak saja yaitu baik dari pihak laki-laki saja (ayah) ataupun dari pihak wanita saja (ibu). Ciri-ciri masyarakatnya, yaitu: Menarik garis keturunan hanya dari satu pihak saja Masyarakatnya terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok yang disebut clan dan sub clan Sistem perkawinan yang dilaksanakan adalah sistem Exogamie Tiap kelompok atau clan mempunyai harta pusaka yang tidak boleh dibagi-bagi. b) Masyarakat hukum unilateral ini dapat dibedakan menjadi 2 macam dan 1 bentuk khusus, yaitu : 1) Masyarakat Matrilineal, yaitu masyarakat dimana anggota-anggotanya menarik garis keturunan hanya dari pihak ibu saja, terus menerus ke atas (vertikal) hingga berakhir pada suatu kepercayaan bahwa mereka berasal dari seorang ibu asal. Yang terdapat pada masyarakat Minangkabau, Kerinci, dan Samendo. 2) Masyarakat Patrilineal, yaitu masyarakat dimana anggota-anggotanya menarik garis keturunan dari pihak ayah saja terus ke atas (vertikal) sehingga berakhir pada suatu kepercayaan behwa mereka semua berasal

17 dari satu bapak asli. Yang terdapat pada masyarakat Batak, Bali, Nias dan Sumba. 3) Masyarakat Dubbel Unilateral, yaitu masyarakat yang menarik garis keturunan dari pihak ayah dan pihak ibu yang dilakukan bersama-sama berdasarkan hal-hal tertentu. Biasanya hal ini berhubungan dengan pewarisan. Yang terdapat pada masyarakat di pulau Timor. c) Masyarakat Bilateral, yaitu masyarakat dimana anggota-anggota persekutuan menarik garis keturunan baik melalui ayah maupun ibu. Jadi gari sketurunan ditarik melalui Orang Tua (Parental). Masyarakat hukum yang tersusun secara parental bentuk perkawinannya bebas, artinya tidak terikat oleh keharusan Exogamie (perkawinan percampuran suku atau diluar suku) atau Endogamie (perkawinan dalam lingkungan suku sendiri). Masyarakat bilateral (parental) terdiri dari : 48 1) Masyarakat bilateral yang bersendikan pada kesatuan rumah tangga (Gezins). Titik berat dari masyarakat itu terletak pada rumah tangga. Contoh : jawa dan madura (suku sunda, jawa), juga aceh dan dayak. 2) Masyarakat bilateral yang bersendikan pada rumpun-rumpun (Trible). Titik berat dari masyarakat pada rumpun. Contoh : orang dayak (kalimantan) dimana dianjurkan untuk melakukan perkawinan Endogamie. 3) Masyarakat Alternerend (berganti-ganti), adalah masyarakat dimana garis keturunan seseorang ditarik berganti-ganti sesuai dengan bentuk perkawinan yang dilaksanakan oleh orang tuanya. Berarti bila perkawinan 48.Soekanto, Soekanto, Soleman B. Taneko. Hukum Adat Indonesia, Jakarta,2012, PT Raja Grafindo Persada, halaman 19

18 yang dilakukan oleh orang tuanya dilakukan menurut hukum keibuan atau disebut kawin semendo, maka anak-anak yang lahir dari perkawinan ini menarik garis keturunan dari ibu. Bila perkawinan dilakukan oleh salah seorang anak menurut hukum kebapaan atau juga disebut kawin jujur, maka anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu menarik garis keturunan dari pihak ayah. Kalau perkawinan yang dilakukan dengan maksud supaya anak-anak yang lahir dari perkawinan itu menarik garis keturunan dari kedua belah pihak, perkawinan tersebut dinamakan kawin Semendo Rajo-Rajo, maka anak-anak yang lahir menarik garis keturunan baik dari ayah maupun ibu. Bentuk kawin Semendo Rajo-Rajo terdapat di Sumatra Selatan (daerah Rejang). Jadi,Alternerend adalah bentuk yang tergantung dari apa dan cara perkawinan yang dilaksanakan. Di Indonesia dahulu ada beberapa yang susunan masyarakatnya berdasarkan pertalian Genealogis belaka (yaitu orang Gayo di Aceh dan orang Pubian di Lampung). Tetapi lama kelamaan pada umumnya masyarakat atau persekutuan hukum dipengaruhi oleh ikatan territorial. Jadi, sekarang pada umumnya masyarakat atau persekutuan hukum Genealogis murni sudah tidak ada lagi. b. Faktor Territorial (wilayah) Yaitu faktor yang mendasarkan keterkaitannya pada suatu daerah tertentu. Persekutuan-persekutuan hukum territorial adalah di mana para warganya merasa terikat satu sama lainnya karena merasa dilahirkan dan menjalani kehidupan di tempat atau wilayah (Grond Gebied) yang sama. Faktor wilayah (territorialle

19 factors) sangatlah penting. Persekutuan-persekutuan hukum territorial dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : Persekutuan Desa (Dorps Gemeenschap) Masyarakat hukum desa adalah segolongan atau sekumpulan orang yang hidup bersama berazaskan pandangan hidup, cara hidup, dan sistem kepercayaan yang sama, yang menetap pada suatu kesatuan suatu tata- susunan, yang tertentu, baik keluar maupun kedalam. Masyarakat hukum desa ini melingkupi pula kesatuan-kesatuan yang kecil yang terletak diluar wilayah desa yang sebenarnya, yang lazim disebut teratah atau dukuh, tetapi yang juga tunduk pada pejabat kekuasaan desa dan, oleh sebab itu, baginya juga merupakan pusat kediaman. Jadi, persekutuan desa adalah segolongan orang terikat pada suatu tempat kediaman, yang di dalamnya terdiri dari tempat kediaman kecil yang meliputi perkampuangan (dukuh-dukuh) dan di mana pemimpin atau pejabat pemerintahan desa boleh dikatakan semua bertempat tinggal di dalam pusat kediaman itu. Contohnya : Desa di Jawa dan di Bali. b. Persekutuan Daerah atau Wilayah (Strek Gemeenschap) Apabila dalam suatu daerah tertentu merupakan kesatuan beberapa tempat kediaman yang masing-masing mempunyai pimpinan sejenis, sendiri-sendiri dan sederajat (Desa) tetapi semuanya merupakan bagian dari daerah tersebut. Daerahdaerah tersebut mempunyai harta benda dan tanah ulayat dan menguasai hutan 49.Setiady, Tolib, Intisari Hukum Adat Indonesia(, Bandung, 2009), halaman, 24.

20 dan rimba diantara atau dikelilingi tanah-tanah yang ditanami dan tanah yang ditinggalkan penduduk desa tertentu. 50 Contoh : 1) Kuria di Angkola dan Mandailing yang mempunyai hutan hutan di daerahnya. 2) Marga di Sumatra Selatan dengan dusun-dusuncdi dalam daerahnya. 3) Desa di Jawa, yang terdiri dari lembur-lembur yang mempunyai pimpinannya sendiri-sendiri. Kalau di Banten, desa itu terdiri dari kampung-kampung atau ampian yang dikepalai oleh Kokolot. Di Jawa Barat, kepala desa disebut Lurah, di Jawa Tengah dan di Jawa Timur disebut Kuwu atau bikil atau lurah. c. Perserikata Desa-Desa (Dorpenbond atau beberapa kampung) Adalah gabungan dari beberapa persekutuan desa dimana mereka mengadakan permufakatan untuk melakukan kerja sama. Dimana untuk memelihara keperluan bersama itu diadakan suatu Badan Pengurus yang terdiri dari pengurus-pengurus desa tersebut.contohnya : Subak di Bali dan Perserikatan Huta-Huta pada suku Batak. Berdasarkan ketiga jenis persekutuan hukum territorial maka persekutuan desa-lah yang menjadi pusat pergaulan hidup sehari-hari. Desa yang sebagai badan hukum berdiri sendiri secara bulat atau sebagian badan persekutuan bawahan masuk dilingkungan suatu badan persekutuan daerah atasan atau yang 50.Wekaindriani.(2013).MasyarakatHukumadat.(Online).Tersediadihttp://wekaindriani.w ordpress.com/hukum-pidana/masyarakat-hukum-adat/ Diakses pada tanggal 13 September 2015

21 mengadakan kerjasama dengan persekutuan hukum setingkat untuk memelihara kepentingan bersama yang tertentu. d. Persekutuan hukum Genealogis-Territorial Yaitu kesatuan masyarakat yang tetap dan teratur dimana para anggotanya bukan saja terikat pada tempat kediaman pada suatu daerah tertentu, tetapi juga terikat pada hubungan keturunan dalam ikatan pertalian darah dan atau kekerabatan. Persekutuan yang bersifat genealogis territorial dapat dibedakan dalam 5 jenis, yaitu : 51 1) Suatu daerah atau kampung didiami hanya oleh satu bagian Clan (golongan), tidak ada clan lain yang tinggal di daerah ini. Kampung yang berdekatan juga didiami hanya satu clan bagian saja. Contohnya, di pedalaman pulau-pulau Enggano, Buru, Seram, dan Flores. 2) Di Tapanuli terdapat susunan masyarakat. Dalam suatu daerah tertentu (HUTA) semula didirikan oleh satu clan atau Marga tertentu saja. Kemudian kedalam huta tersebut ada marga lain yang yang datang kewilayah itu dan masuk menjadi warga badan persekutuan Huta di daerah itu. 3) Marga yang semula mendiami daerah itu serta yang mendirikan Huta-Huta di daerah itu disebut marga asal, marga raja dan marga tanah, sedangkan marga yang kemudian masuk ke daerah itu disebut marga rakyat yang kedudukan nya tidak sama dengan marga asal. Antara marga ini ada hubungan perkawinan yang erat diakses tanggal 14 September 2015

22 a. Di Sumba Tengah dan Sumba Timur. Terdapat satu clan yang mula-mula mendiami suatu daerah tertentu dan berkuasa di daerah itu, akan tetapi kekuasaan itu kemudian berpindah kepada clan lain yang masuk kedaerah tersebut dan berhasil merebut kekuasaan pemerintah dari clan yang asli. Kedua clan kemudian berdamai dan bersama-sama merupakan kesatuan badan persekutuan daerah. Kekuasaan pemerintahan dipegang clan yang daaing kemudian, sedangkan yang asli tetap menguasai tanah-tanah di daerah itu sebagai wali tanah. b. Di beberapa Nagari di Minang kabau dan beberapa Marga di Bengkulu. Di dalam suatu daerah Nagari golongan yang berkuasa dan golongan yang menumpang tidak ada perbedaan dan berkedudukan sama, merupakan suatu badan persekutuan. c. Seperti yang terdapat dalam Nagari-Nagari lain di Minang kabau dan Dusun-dusun di daerah Rejang (Bengkelu). Disini dalam suatu Nagari atau Dusunberdiam beberapa clan yang satu dengan yang lain tidak bertalian familie. Seluruh daerah Ngari atau Dusun menjadi daerah bersama dari semua bagian clan padabadan Nagari atau Dusun yang bersangkutan. Selain ketiga macam bentuk-bentuk persekutuan hukum tersebut (Genealogis, Territorial, Genealogis-Territorial) dalam perekembangan peri kehidupan masyarakat yang semakin kompleks dikenal pula adanya persekutuan hukum yang berbentuk : 52 1) Masyarakat Adat Keagamaan 52. Persekutuan%20Hukum%20Adat.html, diakses tanggal 14 September 2015

23 Merupakan masyarakat adat yang khusus bersifat keagamaan di beberapa daerah tertentu. Dengan demikian terdapat kesatuan masyarakat adat keagamaan menurut kepercayaan lama, ada kesatuan masyarakat yang khusus beragama Hindu, Islam, Kristen atau Katholik, dan ada yang sifatnya campuran dari agama-agama yang bersangkutan. Contohnya : a. Di Aceh, terdapat masyarakat adat keagamaan yang Islami. b. Di Batak, terdapat masyarakat adat keagamaan yang didominasi Kristen Protestan. c. Di Bali, sebagian besar adalah masyarakat adat keagamaan Hindu. 2) Masyarakat Adat di Perantauan Masyarakat adat keagamaan Sadwirama merupakan suatu bentuk dari upaya bagi orang Bali di perantauan dalam upaya untuk mempertahankan eksistensi adat dan agama hindunya sebagaimana kebiasaan-kebiasaan kehidupan kemasyarakatan keagamaan di daerah asalnya yaitu pulau bali. Dikalangan masyarakat Jawa di daerah-daerah transmigrasi atau didaerah perantauan tidak pernah terjadi kegiatan atau upaya seperti halnya masyarakat bali yaitu membentuk masyarakat adat tersendiri disamping desa yang resmi. Karena masyarakat adat jawa bersifat ketetanggaan sehingga mudah membaur dengan penduduk setempat. Lain halnya dengan masyarakat melayu seperti orsng Aceh, Batak, Minangkabau, Lampung, Sumatra Selatan, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan lain sebagainya yang berada di daerah perentauan cenderung untuk membentuk suatu kumpulan kekerabatan dengan tujuan untuk membentuk suatu kekeluargaan

24 seperti Rukun Kematian atau bahkan memebentuk suatu Kesatuan Masyarakat Adat yang berfungsi sebagai pengganti kerapatan adat di kampung asalnya. 3) Masyarakat Adat lainnya Selain danya kesatuan-kesatuan masyarakat adat di perantauan yang anggotanya terikat satu sama lain karena berasal dari satu daerah yang sama di dalam kehidupan masyarakat kita dijumpai pula bentuk-bentuk kumpulan organisasi yang ikatan anggotanya didasarkan pada ikatan kekaryaan sejenis yang tidak berdasarkan hukum adat yang sama atau daerah asal yang sama, melainkan pada rasa kekeluargaan yang sama dan terdiri dari berbagai suku bangsa dan berbeda agamanya. Bentuk masyarakat ini kita temukan di berbagai instansi pemerintah maupun swasta diberbagai lapangan kehidupan sosial-ekonomi yang lain. kesatuan masyarakat adatnya tidak lagi terikat pada hukum adat yang lama melainkan dalam bentuk hukum kebiasaan yang baru atau katakanlah Hukum Adat Indonesia atau Hukum Adat Nasional BAB III

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, diperoleh. kesimpulan penting sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, diperoleh. kesimpulan penting sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan penting sebagai berikut: 1. Dalam ajaran sifat melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijkheid)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,

Lebih terperinci

Persekutuan Unsur Status kelengkapan. ada. Famili di Minangkabau. Merupakan persekutuan hukum. Pengurus. Bernama Penghulu Andiko. Harta benda sendiri

Persekutuan Unsur Status kelengkapan. ada. Famili di Minangkabau. Merupakan persekutuan hukum. Pengurus. Bernama Penghulu Andiko. Harta benda sendiri Persekutuan Hukum Adat ÉÄx{ 1 Von Vollenhoven: Utk mengetahui hukum terlebih dulu harus mengetahui ttg persekutuan hukum sbg tmp di mana masy yg dikuasai hk tsb hidup sehari-hari hari. Persekutuan hk kesatuan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah

BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah BAB II TEORI DASAR Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Sistem Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah (Bab 2.1) Sistem Kepemilikan Tanah (Bab 2.2), Hukum Pertanahan Adat (Bab 2.3), dan Kedudukan Hukum Adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. Latar Belakang Sifat pluralisme atau adanya keanekaragaman corak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat pada saat sekarang ini, masalah dalam kehidupan sosial sudah semakin kompleks dan berkepanjangan, dimana terdapat beberapa aspek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA MARIA, SH. Fakultas Hukum Bagian Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA MARIA, SH. Fakultas Hukum Bagian Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA MARIA, SH Fakultas Hukum Bagian Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Hukum adat berlaku diseluruh kepulauan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas membentang dari kota Sabang Provinsi Nanggro Aceh Darussalam hingga kota Merauke Provinsi Papua. Tidak

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari 5 ( lima ) pulau besar, pulau-pulau kecil 1, 366 suku 2, 5 agama

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari 5 ( lima ) pulau besar, pulau-pulau kecil 1, 366 suku 2, 5 agama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa, terdiri dari 5 ( lima ) pulau besar, 17.508 pulau-pulau kecil 1, 366 suku 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel kabapaan. Stelsel kebapaan ini yang dianut masyarakat Karo ini dapat dilihat dari kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa sebagai bagian dari bangsa

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau

II TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau 1 II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Masyarakat Hukum Adat Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau the indigenous people, dalam kehidupan sehari-hari lebih sering dan

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN HAK-HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA. Undang-Undang Dasar 1945 mengakui keberadaan Masyarakat Hukum

BAB IV PENERAPAN HAK-HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA. Undang-Undang Dasar 1945 mengakui keberadaan Masyarakat Hukum BAB IV PENERAPAN HAK-HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA A. Penerapan Hak Masyarakat Hukum Adat Undang-Undang Dasar 1945 mengakui keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan menjamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai sekarang masih mempertahankan nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya,

Lebih terperinci

BAB II. ASAS- ASAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT dan MASYARAKAT ADAT

BAB II. ASAS- ASAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT dan MASYARAKAT ADAT BAB II ASAS- ASAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT dan MASYARAKAT ADAT A. Prinsip Umum tentang Perlindungan Bagi Masyarakat dan Masyarakat Adat Dimana ada masyarakat disitu ada hukum (ubi societes ibi ius), hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Syarifa Yana Dosen Program Studi Ilmu Hukum Universitas Riau Kepulauan Di dalam KUHP dianut asas legalitas yang dirumuskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 17/DPD RI/I/2013-2014 TENTANG PANDANGAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 17/DPD RI/I/2013-2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya. Dengan penduduk lebih dari 210 (dua ratus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki masyarakat majemuk. Kemajemukan masyarakat di negara Indonesia terdiri dari berbagai etnis, suku, adat dan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang dengan gugusan ribuan pulau dan jutaan manusia yang ada di dalamnya. Secara wilayah daratan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, pendukung negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, pendukung negara yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanah memberikan penghidupan bagi mereka. Imam Sudiyat menyatakan bahwa, sebagai salah satu unsure esensial pembentuk negara, tanah memegang peranan vital dalam kehidupan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan.

1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan. Van Vollenhoven menyebutkan enam ciri hak ulayat, yaitu persekutuan dan para anggotanya berhak untuk memanfaatkan tanah, memungut hasil dari segala sesuatu yang ada di dalam tanah dan tumbuh dan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin dan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM

KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM Muslim Andi Yusuf 1 Universitas Cokroaminoto Palopo 1 Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi itu telah mewujudkan Negara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 728 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara mengakui dan menghormati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara hukum yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara hukum yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen keempat. Sebagai negara hukum,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. M. Nur bin (Alm) Abdul Razak; 2. AJ. Dahlan; 3. Theresia Yes Kuasa Hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Menguasai Dari Negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan hukum dan demokrasi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan perekonomian seluruh rakyat Indonesia pada khususnya. Perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No.38 Tahun dasar Bhineka Tunggal Ika, memiliki makna yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No.38 Tahun dasar Bhineka Tunggal Ika, memiliki makna yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Lembah Melintang adalah salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat. Kabupaten Pasaman Barat dibentuk dari hasil pemekaran

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak I. PEMOHON Komisi Perlindungan Anak Indonesia; Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan

Lebih terperinci

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental Bab III Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental Sumber: http://www.leimena.org/id/page/v/654/membumikan-pancasila-di-bumi-pancasila. Gambar 3.1 Tekad Kuat Mempertahankan Pancasila Kalian telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam hal pewarisan. Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris di antaranya, waris menurut

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah pusako adalah tanah hak milik bersama dari pada suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu,

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT

KUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT KUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT 1. Menurut pendapat anda, apa yang dimaksud dengan : a. Adat : aturan, norma dan hukum, kebiasaan yang lazim dalam kehidupan suatu masyarakat. Adat ini dijadikan acuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan hidup bangsa dan Negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu aturan hukum yang masih digunakan dalam proses pewarisan. Proses pewarisan yang mengedepankan musyawarah sebagai landasannya merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan Sumber: ibnulkhattab.blogspot.com Gambar 4.3 Masyarakat yang sedang Melakukan Kegiatan Musyawarah untuk Menentukan Suatu Peraturan. 2. Macam-Macam Norma a. Norma Kesusilaan Ketika seseorang akan berbohong,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

HUKUM ADAT (Pasca Mid Semester)

HUKUM ADAT (Pasca Mid Semester) HUKUM ADAT (Pasca Mid Semester) Struktur Genealogis Teritorial keanggotaan struktur genealogis teritorial ada dua : 1. Harus masuk dalam satu kesatuan genealogis. 2. Harus berdiam di daerah persekutuan

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. I Hukum Islam telah ada dan berkembang seiring dengan keberadaan Islam itu sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan

Lebih terperinci