ASPEK LEGALITAS TERKAIT SARANA PELAYARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASPEK LEGALITAS TERKAIT SARANA PELAYARAN"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA A. ASPEK LEGALITAS TERKAIT SARANA PELAYARAN Dalam konsep standar di bidang sarana pelayaran, acuan legalitas baik internasional maupun nasional, beberapa diantaranya mengacu pada International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 (Konvensi Internasional Keselamatan Jiwa di Laut, 1974) dan Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 (Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia, 2009), antara lain yaitu: 1. Standar Pintu Utama dan Darurat Kapal Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Ro Uraian tentang Standar Pintu Utama dan Darurat Kapal Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Ro dalam SOLAS maupun Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 tidak diuraikan secara eksplisit sebagaimana gambaran standar tersebut di atas. Namun demikian gambarangambaran yang mendekati dapat dipaparkan sebagai berikut yang dapat digunakan sebagai acuan referensi awal. Dalam aturan yang dikeluarkan oleh SOLAS dapat digambarkan sebagai berikut. a. Peraturan 13 SOLAS 1) Tidak diizinkan ada pintu-pintu, lubang-lubang lalu orang atau lubang masuk : disekat tubrukan di bawah garis batas benaman, dan disekat melintang kedap air yang memisahkan sebuah ruang muatan dengan sebuah ruang muatan yang berdampingan atau dengan tempat penyimpanan bahan bakar tetap atau cadangan; 2) Pintu-pintu kedap air yang dipasang disekat-sekat antara tempat penyimpanan bahan bakar tetap dan cadangan harus selalu dapat dimasuki; 3) Di dalam ruangan-ruangan yang berisikan mesin-mesin penggerak utama dan bantu termasuk ketel-ketel yang melayani keperluan-keperluan pergerakan dan semua tempat penyimpanan bahan bakar, tidak lebih dari satu pintu yang terpisah dari pintu-pintu ke tempat-tempat II - 1

2 penyimpanan bahan bakar dan terowongan-terowongan poros dapat dipasang dimasing-masing sekat melintang utama. Dimana dipasang dua poros atau lebih, maka terowongan-terowongan harus dihubungkan oleh sebuah jalan penghubung antara. Hanya harus ada satu pintu antara ruang mesin dan ruang ruang terowongan, dimana dipasang dua poros dan hanya dua pintu bila lebih dari dua poros. Semua pintu ini harus dari jenis geser dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga ambangnya setinggi praktis dapat dilaksanakan. Perangkat tangan untuk menggerakkan pintu-pintu ini dari atas geladak sekat harus ditempatkan diluar ruangan-ruangan yang berisikan mesin-mesin jika yang demikian itu sesuai dengan tata susunan yang memenuhi syarat dari perangkat yang diperlukan; 4) Pintu-pintu kedap air harus pintu-pintu geser atau pintu-pintu engsel atau pintu-pintu yang jenisnya sepadan dengannya. Pintu-pintu pelat yang dikencangkan hanya dengan baut-baut dan pintu-pintu yang disyaratkan untuk ditutup dengan menjatuhkan atau dengan tindakan menjatuhkan bobot tidak diizinkan; 5) Pintu-pintu geser boleh salah satu : hanya dijalankan dengan tangan, atau dijalankan dengan tenaga maupun dengan tangan; 6) Pintu-pintu kedap air yang diizinkan dapat dibagi dalam 3 kelas: kelas 1 pintu-pintu berengsel; kelas 2 pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tangan; kelas 3 pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga maupun tangan; 7) Sarana untuk menjalankan pintu kedap air yang manapun, baik yang dijalankan dengan tenaga atau bukan, harus dapat menutup pintu selagi kapal dalam keadaan miring 15 0 ke sisi sembarang; 8) Di semua kelas pintu kedap air harus dipasangi indikator-indikator yang memperlihatkan di semua stasiun pelayanan dari mana pintu-pintu itu tidak terlihat, apakah pintu-pintu itu terbuka atau tertutup. Jika sembarang pintu dari antara pintu-pintu kedap air itu, dari kelas apapun tidak dipasang sedemikian rupa sehingga memungkinkan pintu itu ditutup dari stasiun pengawasan pusat, harus dilengkapi sarana II - 2

3 penghubung mekanis, listrik, teleponis, atau sarana penghubung lain apapun yang layak, yang memungkinkan perwira jaga dengan segera menghubungi orang yang bertanggung jawab untuk penutupan pintu-pintu yang bersangkutan, berdasarkan perintah-perintah sebelumnya; 9) Pintu-pintu engsel (Kelas 1) harus dipasangi alat-alat penutup gerak cepat, seperti kait-kait, dapat dilayani dari masing-masing sisi sekat; 10) Pintu-pintu geser yang dilayani dengan tangan (Kelas 2) boleh memiliki gerakan mendatar atau tegaklurus. Harus memungkinkan untuk menjalankan mekanisme di pintu itu sendiri dari ke dua sisi, dan sebagai tambahan, dari suatu tempat yang dapat dijangkau dari atas geladak sekat, dengan gerakan engkol penuh atau suatu gerakan lain yang menghasilkan jaminan keselamatan yang sama dan dari jenis yang disetujui. Penyimpangan-penyimpangan dari syarat pelayanan di kedua sisi dapat diizinkan, jika syarat ini tidak mungkin diterapkan karena reka bentuk ruangan-ruangan yang tidak memungkinkannya. Bila dijalankan dengan perangkat tangan, waktu yang diperlukan untuk melakukan penutupan pintu secara penuh dalam keadaan kapal tegak, harus tidak lebih dari 90 detik; 11) Pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga (Kelas 3) boleh memiliki gerakan tegak lurus atau mendatar. Jika sebuah pintu dikehendaki untuk dijalankan dengan tenaga dari pengawasan pusat, perangkat harus ditata sedemikian rupa sehingga pintu itu dapat juga dilayani dengan tenaga di pintu itu sendiri dari kedua sisi. Tata susunan itu harus sedemikian rupa sehingga pintu itu akan menutup secara otomatis jika dibuka oleh pengawas setempat setelah ditutup dari pengawas pusat, dan harus juga sedemikian rupa sembarang pintu dapat tetap ditutup oleh sistim setempat yang akan mencegah pintu dibuka dari pengawas atas. Tangkaitangkai pengatur setempat yang bersambung dengan perangkat tenaga harus dipasang di tiap sisi dari sekat dan harus ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan orang-orang melewati lubang pintu untuk memegang kedua tangkai itu dalam kedudukan terbuka tanpa dapat menjalankan mekanisme secara tidak sengaja pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga harus dipasangi perangkat tangan yang dapat II - 3

4 dilayani di pintu itu sendiri di kedua sisi dan dari suatu tempat yang dapat dijangkau di atas galadak sekat, dengan gerakan engkol putar penuh atau suatu gerakan lain yang menghasilkan jaminan keselamatan yang sama dan dengan jenis yang disetujui. Ketentuan harus dibuat untuk memberi peringatan-peringatan dengan isyarat bunyi bahwa pintu telah mulai menutup dan akan bergerak terus sampai benar-benar menutup. Pintu-pintu harus memerlukan waktu yang cukup untuk menutup demi menjamin keselamatan; 12) Sekurang-kurangnya harus ada dua sumber tenaga yang berdiri sendiri yang dapat membuka dan menutup semua pintu yang diawasi, yang tiap-tiap sumber itu dapat menjalankan semua pintu secara serentak. Kedua sumber tenaga itu harus diawasi dari stasiun pusat di anjungan yang dilengkapi dengan semua indikator yang diperlukan untuk mengkaji bahwa setiap sumber tenaga dari dua sumber tenaga itu dapat memberi pelayanan yang diperlukan secara memuaskan; 13) Dalam hal kerja secara hidrolis, setiap sumber tenaga harus terdiri dari sebuah pompa yang dapat menutup semua pintu dalam waktu yang tidak lebih dari 60 detik. Sebagai tambahan, untuk keseluruhan instalasi harus ada akumulator hidrolis yang kapasitasnya cukup untuk menggerakkan semua pintu sedikit-dikitnya 3 kali, yakni buka tutup buka. Cairan yang digunakan haruslah cairan yang tidak membeku pada sembarang suhu yang dapat dialami kapal selama dalam pelayanannya; 14) Pintu-pintu engsel kedap air berengsel (kelas 1) di dalam ruang-ruang penumpang, awak kapal dan ruang kerja hanya dibolehkan di atas sebuah geladak yang sisi bawahnya, di titik terendahnya di lambung sekurangkurangnya 2,13 meter (7 kaki) di atas garis muat subdivisi yang terdalam; 15) Pintu-pintu kedap air yang ambangnya di atas garis muat yang terdalam dan di bawah, garis yang diperincikan di dalam sub paragrap yang terdahulu harus pintu-pintu geser dan boleh dijalankan dengan tangan (kelas 2), kecuali di kapal-kapal yang digunakan untuk pelayaran-pelayaran internasional jarak dekat dan disyaratkan mempunyai faktor sub divisi 0,50 atau kurang yang di kapal-kapal itu semua pintu demikian harus dijalankan dengan tenaga. Bilamana tabung- II - 4

5 tabung saluran yang berhubungan dengan muatan beku dan peranginan atau saluran-saluran tarikan buatan yang dipasang menembus lebih dari satu sekat kedap air sub divisi utama, pintu dilubang demikian harus dijalankan dengan tenaga; 16) Pintu-pintu kedap air yang kadang-kadang boleh dibuka di laut, dan yang ambang-ambangnya ada di bawah garis muat sub divisi terdalam, harus pintu-pintu geser. Adapun aturan-aturan yang harus diterapkan, adalah sebagai berikut: a) Bilamana jumlah pintu demikian (tidak termasuk pintu-pintu di jalan masuk ke terowonganterowongan poros) lebih dari 5 (lima), semua pintu ini dan pintu-pintu di jalan masuk ke terowongan-terowongan poros atau ventilasi atau saluran tarikan paksa, harus dijalankan dengan tenaga (kelas 3) dan harus dapat ditutup secara serentak dari stasiun pusat yang ada di anjungan; b) Bilamana jumlah pintu demikian (tidak termasuk pintu-pintu di jalan masuk ke terowonganterowongan poros) lebih dari 1 (satu), tetapi tidak lebih dari 5 (lima). (1) Dimana kapal tidak mempunyai ruang-ruang penumpang di bawah geladak sekat, semua pintu tersebut boleh digerakkan dengan tangan (Kelas 2); (2) Dimana kapal mempunyai ruang-ruang penumpang di bawah geladak sekat, semua pintu tersebut di atas, harus digerakkan dengan tenaga (Kelas 3), dan harus dapat ditutup secara serentak dari suatu stasiun pusat yang ada di anjungan. c) Di kapal yang manapun jika hanya ada dua pintu kedap air yang demikian, dan pintu-pintu itu untuk memasuki atau di dalam ruangan yang berisikan permesinan, badan pemerintah dapat mengizinkan kedua pintu itu dijalankan hanya dengan tangan (kelas 2); 17) Jika pintu-pintu kedap air geser yang kadang-kadang harus dibuka di laut dengan maksud meratakan batubara dipasang diantara tempat-tempat penyimpanan bahan bakar di geladak-geladak antara di II - 5

6 bawah geladak sekat, pintu-pintu itu harus digerakkan dengan tenaga. Pembukaan dan penutupan pintu-pintu ini harus dicatat di dalam buku harian sebagaimana yang ditetapkan oleh badan pemerintah; 18) Jika badan pemerintah telah diyakinkan bahwa pintupintu demikian benar-benar diperlukan, pintu-pintu kedap air dengan konstruksi yang memenuhi syarat dapat dipasang di sekat-sekat kedap air yang membagi ruang-ruang muat geladak antara. Pintu-pintu tersebut boleh berengsel, gulung atau geser, tetapi tidak boleh dikendalikan dari jauh. Pintu-pintu itu harus dipasang sampai ketinggian yang paling tinggi dan sejauh mungkin dari kulit yang dapat dilaksanakan, tetapi bagaimanapun juga tepi-tepi tegak luar harus diletakkan harus diletakkan di suatu tempat yang jaraknya dari kulit tidak kurang dari seperlima lebar kapal, sebagaiamana yang ditentukan dalam Peraturan 2 Bab ini, jarak tersebut diukur tegak lurus sumbu simetri kapal setinggi garis muat sub divisi yang terdalam; 19) Pintu-pintu demikian harus ditutup sebelum pelayaran dimulai dan harus tetap dalam keadaan tertutup selama dalam pelayaran, dan saat pintu-pintu itu dibuka di pelabuhan dan pintu-pintu itu ditutup sebelum kapal meninggalkan pelabuhan harus dicatat di dalam buku harian. Apabila pintu yang manapun dari pintu-pintu itu harus dapat dijangkau selama dalam pelayaran, pintu-pintu itu harus dipasangi perangkat yang dapat mencegah pintu-pintu terbuka tanpa dikehendaki. Bilamana diusulkan memasang pintu-pintu demikian, jumlah dan tata susunannya harus sesuai dengan pertimbangan khusus dari badan pmerintah; 20) Semua pintu kedap air harus tetap dalam keadaan tertutup selama dalam pelayaran kecuali bilamana perlu dibuka untuk kepentingan pekerjaan di kapal, dan harus selalu dalam keadaan siap ditutup dengan segera. b. Peraturan 14 SOLAS 1) Pintu-pintu dari lorong muatan dan batubara yang dipasang di bawah garis batas benaman harus mempunyai kekuatan yang cukup. Pintu-pintu itu harus ditutup secara berdayaguna dan dikencangkan kedap air sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, dan harus tetap tertutup Selama kapal berlayar; II - 6

7 2) Pintu-pintu tersebut dalam keadaan bagaimanapun juga tidak boleh dipasang sedemikian rupa sehingga titik terendahnya berada di bawah garis muat sub divisi yang terdalam. c. Peraturan 15 SOLAS 1) Kerangka-kerangka dari pintu-pintu kedap air tegak lurus harus tanpa sponing di bagian bawah yang didalamnya kotoran dapat mengganjal dan menghalangi pintu dapat menutup dengan sempurna; 2) Tiap-tiap pintu kedap air harus diuji dengan tekanan air hingga tinggi tekannya mencapai geladak sekat. Pengujian harus dilaksanakan sebelum kapal dilayarkan, apakah sebelum pintu itu dipasang atau sesudahnya; d. Peraturan 21 SOLAS 1) Latihan-latihan menggerakkan pintu-pintu kedap air harus dilakukan 1 kali setiap minggu. Di kapal-kapal yang waktu pelayarannya lebih dari 1 minggu, suatu latihan lengkap harus diselenggarakan sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, dan latihan-latihan lain setelah itu sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu selama pelayaran. Di semua kapal, semua pintu bertenaga dan berengsel yang kedap air di sekat-sekat melintang utama yang digunakan di laut, harus digerakkan setiap hari; 2) Pintu-pintu kedap air dan semua mekanisme serta indikator yang dihubungkan padanya, semua katup yang penutupannya diperlukan untuk membuat kompartemen kedap air, dan semua katup yang kerjanya diperlukan, untuk pengawasan kerusakan sambungan-sambungan silang harus diperiksa secara berkala di laut sekurangkurangnya 1 kali setiap minggu; 3) Katup-katup, pintu-pintu dan mekanisme demikian harus ditandai dengan sepatutnya untuk memperoleh kepastian bahwa kesemuanya itu dapat digunakan dengan layak untuk memperoleh keselamatan yang setinggi-tingginya. e. Peraturan 22 SOLAS 1) Pintu-pintu berengsel, pintu-pintu muatan, pintu-pintu batubara dan lubang-lubang lain yang oleh peraturan ini disyaratkan untuk tetap dalam keadaan tertutup selama dalam pelayaran, harus ditutup sebelum kapal meninggalkan pelabuhan. Saat penutupan dan saat II - 7

8 pembukaannya harus dicatat dalam buku harian; 2) Catatan tentang semua latihan dan pemeriksaan yang disyaratkan harus dibukukan di dalam buku harian dengan catatan terpisah tentang adanya kekurangankekurangan yang mungkin dijumpai. f. Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged, 2009 (Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia, 2009), Hal-hal yang terkait yang nantinya dapat digunakan sebagai referensi awal dalam studi ini adalah sebagai berikut. 1) Bagian A, Definisi Pengertian kedap air: a) Dalam kaitannya dengan peralatan yang berada diatas garis marginadalah peralatan yang harus dibuat seefektif mungkin untuk menahan aliran air, kecuali untuk rembesan kecil, ketika menjalani uji semprot dengan air bertekanan 210 kpa menggunakan nosel berdiameter 18 mm, atau dengan pengujian yang setara, dan b) Dalam kaitannya dengan konstruksi kapal, mampu mencegah masuknya air melalui bagian tersebut dari setiap arah pada tinggi tekan air sampai dengan garis margin kapal. Pintu kedap air berarti sebuah pintu yang memenuhi persyaratan peraturan ini. 2) Bagian C sub divisi kedap air kapal penumpang kelas I Seksi 7 poin 7.5 konstruksi sekat kedap air diuraikan sebagai berikut: a) Pintu kedap air dapat diijinkan pada sekat kedap air (kecuali pada sekat tubrukan) asalkan otoritas yang berwenang mengijinkan karena setiap akses alternatif akan mengganggu kegunaan fungsi kapal. Pintu harus dapat dioperasikan dari kedua sisi; b) Pintu yang dipasang seperti poin tersebut di atas, harus merupakan pintu geser yang memiliki gerakan mendatar atau vertikal, pintu berengsel atau yang sejenis; II - 8

9 c) Pintu berengsel dapat dipasang pada bukaan: (1) Pada sekat yang bukan sekat tubrukan di kapal dengan panjang kurang dari 25 meter; (2) Pada sekat yang bukan sekat tubrukan pada kapal kelas ID dan IE. d) Pintu berengsel harus dipasang dengan alat penutup cepat yang mampu beroperasi dari setiap sisi sekat yang dipasangi pintu dan harus ditandai pada masing-masing sisi dengan huruf cetak tebal dan permanen PINTU INI HARUS SELALU DITUTUP DAN DIKUNCI ; e) Pintu geser kedap air harus dapat dioperasikan saat kapal miring 15 0 dan trim 30 kearah manapun; f) Pintu geser kedap air yang dioperasikan secara manual atau dengan daya harus mampu digerakkan dari setiap sisi sekat dimana pintu itu dipasang. Apabila pintu dioperasikan dengan kendali jarak jauh, alarm harus dipasang di setiap kompartemen yang berdekatan dan indikator dipasang di setiap stasiun kendali jarak jauh untuk menunjukkan apakah pintu terbuka atau tertutup. 3) Bagian D subdivisi kedap air kapal-kapal kelas 2 dan 3 Seksi 9 (kapal kelas 2 dan 3 berukuran panjang 35 meter atau lebih pada poin 9.8 pintu pada sekat kedap air a) Pintu-pintu kedap air pada sekat kedap air yang dalam kondisi kerja normal mungkin dibutuhkan untuk dibuka pada saat di laut harus merupakan pintu geser; b) Pintu geser harus terbuat dari baja atau jika otoritas berwenang menyetujui sekat terbuat dari bahan lain, pintu boleh terbuat dari bahan yang sama dengan bahansekat dan harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu pada saat ditutup integritas kekedapan air sekat tidak berubah; c) Pintu geser boleh dibuat dengan pergerakan horizontal maupun vertikal dan harus dilengkapi dengan mekanisme manual yang dapat dioperasikan dari setiap sisi bukaan dan dari posisi di atas geladak sekat yang dapat diakses; II - 9

10 d) Jika pintu geser dipasang pada sekat ruang mesin, alat untuk mengoperasikan pintu dari atas geladak sekat harus ditempatkan diluar kamar mesin, kecuali jika otoritas yang berwenang mengatur lain; e) Suatu bukaan yang merupakan akses pada terowongan poros kedap air harus dilengkapi dengan pintu geser kedap air yang boleh terbuat dari bahan yang sama dengan terowongan poros dan pintu tersebut harus dapat dioperasikan dari kedua sisi bukaan; f) Bila pintu geser dapat dioperasikan dari posisi di atas geladak sekat, sarana untuk mengetahui apakah pintu tersebut terbuka atau tertutup harus disediakan di tempat dimana pintu tersebut dioperasikan; g) Bila pintu geser dapat dioperasikan dengan daya, kendali mekanisme pengoperasian harus dihubungkan dengan alat peringatan bunyi dimana setiap gerakan dari kendali akan menimbulkan peringatan bunyi di pintu tersebut; h) Pintu geser harus dipasang sedemikian rupa sehingga dapat dioperasikan ketika kapal dalam posisi miring Seksi 10 (kapal kelas 2 dan 3 dengan panjang terukur kurang dari 35 meter pada10.2 bukaan pada sekat kedap air, mempunyai ketentuan sebagai berikut: a) Bukaan harus dilengkapi dengan alat penutup yang disetujui. Pintu kedap air harus setara kekuatannya dengan bagian sekat yang yang tidak dilubangi; b) Pintu kedap air tidak boleh dipasang pada sekat tubrukan dibawah geladak cuaca; c) Pintu kedap air dapat berupa pintu berengsel, yang dapat dioperasikan secara lokal dari setiap sisi pintu; d) Pintu berengsel harus diberi marka pada tiap sisidengan dengan huruf cetak tebal dan permanen PINTU INI HARUS SELALU DITUTUP DAN DIKUNCI ; II - 10

11 e) Pintu geser kedap air harus dapat dioperasikan saat kapal miring 15 0 kearah manapun; f) Pintu geser kedap air yang dioperasikan secara manual atau dengan daya harus mampu digerakan dari setiap sisi sekat dimana pintu itu dipasang. Apabila pintu dioperasikan dengan kendali jarak jauh, alarm harus dipasang di setiap kompartemen yang berdekatan dan indikator dipasang di setiap stasiun kendali jarak jauh untuk menunjukkan apakah pintu terbuka atau tertutup. g. Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 7362:2007 Diuraikan tentang gambaran dari Pintu baja kedap cuaca untuk kapal kecil sebagaimana berikut: 1) Istilah dan definisi pintu baja kedap cuaca untuk kapal kecil pintu luar pada bangunan atas dan rumah geladak yang direncanakan untuk mencegah masuknya pengaruh cuaca dari luar. a) Klasifikasi Berdasarkan aplikasinya, pintu dikelompokkan dalam 4 (empat) klasifikasi sesuai Tabel 2.1 Tabel 2.1 Klasifikasi dan Aplikasi KLASI FIKASI A B C APLIKASI Pintu sekat depan bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat pertama di atas geladak lambung timbul. Pintu sekat depan bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat kedua diatas geladak lambung timbul. Pintu dinding samping dan dinding belakang bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat pertama di atas geladak lambung timbul, dan pintu sekat depan rumah geladak pada tingkat ketiga atau lebih di atas geladak lambung timbul. II - 11

12 D Pintu dinding samping dan dinding belakang bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat kedua diatas geladak lambung timbul. Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 7362:2007 b) Syarat mutu bahan Bahan harus sesuai Tabel 2.2. Tabel 2.2 Keterangan bahan pintu baja kedap cuaca NO BAGIAN BAHAN 1 Pelat pintu JIS G 3101-SS41* 2 Penahan gasket Pelat baja 3 Gasket Karet sintetis tahan lama 4 Penegar JIS G 3101-SS41* 5 Ambang JIS G 3101-SS41* Keterangan * SS41 dikenali menjadi SS400 sejak Januari Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 7362:2007 c) Konstruksi, bentuk, dan ukuran (1) Bukaan ke kanan (R) harus diartikan pintu dibuka ke arah kanan dan bukaan ke kiri (L) pintu dibuka ke arah kiri. (2) Ukuran dari lubang pintu dan pintu, ketebalan dari pelat pintu dan ukuran penegar sesuai Tabel 2.3. (3) Perlengkapan pada pintu sesuai JIS F (4) Gambar 1 sampai Gambar 8 menunjukkan bukaan ke kanan (R), dan sebaliknya bukaan ke kiri (L). (5) Pintu harus dilengkapi dengan gagang pengunci, penahan penjepit dan kait sesuai keperluan. II - 12

13 d) Syarat Penandaan Pintu harus diberi tanda pada bagian yang mudah dilihat dengan mencantumkan : Nama/Logo perusahaan, tipe, nomor nominal dan arah bukaan. e) Cara Penunjukan Pintu ditunjuk dengan mencantumkan nama, kelas, nomor nominal, tebal pelat pintu, ukuran penegar, arah bukaan atau nomor SNI. CONTOH Pintu baja kedap cuaca untuk kapal kecil A x 6 R atau SNI 7362 A x 6 R. II - 13

14 Tabel 2.3 Ukuran pintu (Satuan dalam millimeter) Klasifikasi A Klasifikasi B Klasifikasi C Klasifikasi D penegar Tebal pelat pintu penegar Tebal pelat pintu L<90m L 50m penegar L<90m L 50m Tebal pelat pintu L<90m L 90m penegar L<90m L 50m Tebal pelat pintu L<90m L 90m Ukuran pintu Ukuran lubang pintu No Nominal x x540 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x540 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x590 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x640 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x540 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x590 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x640 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x540 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x590 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x640 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x590 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4, x x640 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) II - 14

15 No Nominal Tabel 2. 4 Ukuran Berat Berat Terhitung (Kg) Klasifikasi A Klasifikasi B Klasifikasi C Klasifikasi D L 50m L<90m L 50m L<90m L 50m L<90m ,6 29,1 21,8 24,2 21,5 23,9 21, ,2 31,8 23,9 26,5 23,5 26,1 23, ,7 34,6 26,0 28,9 25,6 28,4 25, ,3 37,4 28,1 31,2 27,7 30,8 27, ,7 34,6 25,9 28,8 25,6 28,4 25, ,5 37,6 28,2 31,3 27,8 30,9 27, ,3 40,6 30,5 33,9 30,1 33,4 30, ,2 37,4 28,0 31,1 27,6 30,7 27, ,2 40,6 30,5 33,8 30,1 33,4 30, ,2 43,9 32,9 36,5 32,5 36,1 32, ,0 43,6 32,7 36,4 32,3 35,9 32, ,2 47,1 35,3 39,3 34,9 38,8 34,9 Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) II - 15

16 Keterangan: 1. L panjang kapal sesuai dengan peraturan untuk Konstruksi Kapal Baja 2. Pintu yang berpenegar satu masuk klasifikasi D, yang berpenegar dua masuk klasifikasilainnya. 3. Berat terhitung hanya menunjukkan berat pelat pintu. 4. Tebal pelat pintu menunjukkan nilai minimumnya. 5. Tebal pelat pintu untuk kapal pelayaran pedalaman dapat dikurangi 0,5 mm dari nilai yang tertera di atas. Tebal minimum adalah 4,5 mm. 35 x 15 Gasket Ukuran Pelat Pintu Posisi tengah clip tipe A Ukuran Lubang Pintu Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu dibagi tiga bagian yang sama 2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat Gambar 2.1 Klasifikasi A dan B (Clip tipe A) II - 16

17 35 x 15 Gasket Ukuran Pintu Posisi tengah clip tipe Ukuran Lubang Pintu Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu dibagi tiga bagian yang sama 2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat Gambar 2.2 Klasifikasi A dan Klasifikasi B (Clip tipe B) II - 17

18 35 x 15 Gasket Ukuran Pintu Posisi tengah tipe A Ukuran Lubang Pintu Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu dibagi tiga bagian yang sama 2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat Gambar 2.3 Klasifikasi C (clip tipe A) II - 18

19 35 x 15 Gasket Ukuran Pintu Posisi tengah clip tipe B Ukuran Lubang Pintu Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu dibagi tiga bagian yang sama 2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat Gambar 2.4 Klasifikasi C (Clip tipe B) II - 19

20 35 x 15 Gasket Ukuran Pintu Posisi tengah clip tipe A Ukuran Lubang Pintu Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu dibagi tiga bagian yang sama 2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat Gambar 2.5 Klasifikasi D (Clip tipe A) II - 20

21 Ukuran Pintu Ketebalan pelat pintu Gambar 2.6 Gambar detail yang menunjukkan bagian dari Rim Klasifikasi A dan B Keterangan : 1. Ukuran yang ditandai dengan * dapat dirubah 2. Profil pelat dapat digunakan untuk ambang sebagai pengganti profil sudut 3. Ketebalan dari penahan gasket harus sama dengan pelat pintu 4. Ukuran dalam tanda kurung menunjukkan clip tipe B II - 21

22 2. Standar Sistem Peranginan Dalam Kamar Mesin Kapal Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Ro Uraian tentang Standar Sistem Peranginan Dalam Kamar Mesin Kapal Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Rodalam SOLAS tidak diuraikan secara khusus sebagaimana yang terdapat dalam kapal penumpang dan kapal penumpang Ro-Ro seperti gambaran standar tersebut di atas. Namun demikian gambaran-gambaran yang mendekati dapat dipaparkan sebagai berikut yang dapat digunakan sebagai acuan referensi awal. Dalam aturan yang dikeluarkan oleh SOLAS dapat digambarkan sebagai berikut. a. Peraturan 25 SOLAS Sistem ventilasi 1) Pada umumnya, kipas-kipas ventilasi harus dipasang sedemikian rupa sehingga saluran-saluran yang menjangkau berbagai ruangan, tetap ada di dalam zona vertikal utama; 2) Jika sistim ventilasi menembus geladak-geladak, harus dilakukan tindakan pengamanan, di samping tindakantindakan yang berkaitan dengan keutuhan kebakaran geladak yang disyaratkan oleh Peraturan 23 Bab ini, untuk mengurangi kemungkinan asap dan gas-gas panas menerobos dari satu ruang geladak antara ke ruang geladak antara yang lain melalui sistim itu. Di samping syarat-syarat isolasi yang ditetapkan di dalam peraturan ini, saluran-saluran vertikal, jika dianggap perlu harus diisolasi sebagaimana yang ditetapkan dalam tabel-tabel bersangkutan di dalam peraturan 20 Bab ini; 3) Lubang-lubang masuk dan lubang-lubang keluar utama dari semua sistim ventilasi harus dapat ditutup dari luar ruangan yang mendapat ventilasi; 4) Kecuali di dalam ruang-ruang muat, saluran-saluran ventilasi harus dibangun dari bahan-bahan berikut: a) Saluran-saluran dengan penampang melintang tidak kurang dari m2 (116 inci persegi) dan semua saluran vertikal yang melayani lebih dari suatu ruangan geladak antara tunggal, harus dikonstruksi dari baja atau bahan lain yang sepadan; b) Saluran-saluran dengan penampang melintang kurang dari m2 (116 inci persegi) harus II - 22

23 dikontruksi dari bahan-bahan yang tidak dapat terbakar. Jika saluran-saluran demikian menembus divisi-divisi klas A atau B harus diperhatikan benar-benar untuk menjamin integritas kebakaran divisi. c) Saluran-saluran pendek dengan penampang melintang pada umumnya tidak lebih dari 0.02 m2 (31 inci persegi) atau yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter (79 inci), tidak perlu dari bahan yang tidak dapat terbakar, dengan ketentuan bahwa semua syarat-syarat berikut ini dipenuhi: (1) Saluran dikonstruksi dari bahan dengan resiko kebakaran terbatas yang disetujui Badan Pemerintah; (2) Saluran hanya digunakan di ujung akhir dari sistim ventilasi; dan (3) Saluran tidak ditempatkan dengan jarak yang kurang dari 0.6 meter (24 inci), diukur sepanjang saluran itu sampai ke penembusan divisi klas A atau B, termasuk langit-langit klas B menerus. 5) Jika ruang tertutup tangga tapak diberi ventilasi, saluran atau saluran-saluran (jika ada) harus diambil dari kamar kipas terpisah dari saluran-saluran lain di dalam sistim ventilasi dan tidak boleh melayani ruangan lain yang manapun; 6) Semua ventilasi dengan tenaga, kecuali ventilasi ruang mesin dan ruang-ruang muat dan sistim pengganti apapun yang mungkin dipersyaratkan oleh paragraph h peraturan ini, harus dipasang alat-alat pengawas yang dikelompokkan sedemikian sehingga semua kipas dapat dihentikan dari manapun dari dua kedudukan terpisah yang harus ditempatkan sejauh yang dapat dilaksanakan. Alat-alat pengawas untuk ventilasi dengan tenaga yang melayani ruang-ruang mesin harus juga dikelompokkelompokkan sedemikian rupa sehingga dapat dilayani dari dua kedudukan, satu diantaranya harus ada di luar ruangan-ruangan demikian. Kipas-kipas yang melayani sistim-sistim ventilasi dengan tenaga di ruang muat harus dapat diberhentikan dari temapt yang aman di luar ruangan-ruangan demikian. II - 23

24 7) Sistim ventilasi yang melewati ruang-ruang akomodasi atau ruangan-ruangan berisikan bahan-bahan yang dapat terbakar, saluran-saluran buang dari dapur masak harus dengan konstruksi divisi-divisi kelas A. Masing-masing saluran buang harus dipasangi: a) penahan gemuk yang mudah dilepas untuk dibersihkan; b) katup peredam kebakaran yang ditempatkan di ujung bawah saluran; c) penataan-penataan yang dapat dilayani dari dalam ruang masak, untuk penutupan kipas buang; dan d) sarana-sarana yang dipasang tetap untuk memadamkan api di dalam saluran. 8) Pengaturan-pengaturan demikian jika dapat dilaksanakan harus diambil berkenaan dengan stasiunstasiun pengawasan di luar ruang-ruang mesin untuk menjamin bahwa ventilasi, penglihatan dan keadaan bebas asap dipertahankan, sehingga bila terjadi kebakaran, permesinan dan perlengkapan yang ada di dalamnya dapat diawai dan terus berfungsi secara efektif. Sarana-sarana pengganti dan terpisah dari prnyaluran udara harus diperlengkapkan, pemasukanpemasukan udara dari dua sumber penyaluran harus dipasang sedemikian rupa sehingga resiko kedua pemasukan untuk menarik asap secara bersamaan hingga serendah-rendahnya. Atas keputusan Badan Pemerintah, syarat-syarat demikian tidak perlu diterapkan bagi stasiun-stasiun pengawasan yang terletak di, dan lubanglubang di geladak terbuka, atau dimana penataanpenataan penutupan setempat harus mempunyai daya guna yang sama; 9) Saluran-saluran yang diadakan untuk ventilasi ruangruang mesin katagori A pada umumnya tidak boleh melalui ruang akomodasi, ruang pelayanan atau stasiunstasiun pengawasan, kecuali jika Badan pemerintah memberi keringanan terhadap syarat-syarat ini, dengan ketentuan bahwa: a) Saluran-saluran dikonstruksi dari baja, dan diisolasi sesuai dengan standar A-60, atau b) Saluran-saluran dikonstruksi dari baja dan dipasangi katup peredam kebakaran otomatis di dekat batas yang ditembus dan diisolasi sesuai II - 24

25 dengan standar A-60 dari ruang mesin sampai ke suatu titik yang sekurang-kurangnya 5 meter (16 kaki) setelah katup peredam kebakaran. 10) Saluran-saluran untuk ventilasi ruang-ruang akomodasi, ruang-ruang pelayanan, atau stasiunstasiun pengawasan pada umumnya tidak boleh melewati ruang-ruang mesin kategori A, kecuali jika badan pemerintah memberi keringanan terhadap syarat ini, dengan ketentuan bahwa saluran-saluran itu harus dibuat dari baja atau dipasangi katup peredam kebakaran otomatis di dekat batas-batas yang ditembus. b. Peraturan 30 SOLAS Sistem ventilasi 1) Untuk ruangan-ruangan kategori khusus harus ada sistim ventilasi dengan tenaga efektif yang cukup memberi sekurang-kurangnya 10 kali pertukaran udara setiap jam. Sistim ventilasi untuk ruangan-ruangan demikian harus benar-benar terpisah dari sistim ventilasi lain dan harus dalam keadaan jalan pada setiap saat bilamana di dalam ruangan demikian ada kendaraan. Badan pemerintah dapat mensyaratkan untuk menambah jumlah pertukaran udara bilamana kendaraan-kendaraan sedang dinaikkan atau sedang diturunkan. 2) Ventilasi harus sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya lapisan udara dan terbentuknya kantong-kantong udara. 3) Di anjungan harus dilengkapi dengan sarana-sarana untuk menunjukkan hilang atau berkurangnya kapasitas ventilasi yang disyaratkan. 4) Ketentuan-ketentuan tambahan yang hanya berlaku bagi ruangan-ruangan katagori khusus yang ada di atas geladak sekat. c. Peraturan 31 SOLAS Sistem ventilasi 1) Di dalam setiap ruang muat demikian harus dilengkapi dengan sistim ventilasi dengan tenaga yang efektif yang cukup memberikan sekurang-kurangnya 10 kali pertukaran udara dalam setiap jam. Sistim untuk ruangruang muat demikian harus sama sekali terpisah dari sistim-sistim ventilasi lain dan harus bekerja pada setiap II - 25

26 saat bilamana di dalam ruang-ruang demikian ada kendaraan-kendaraan. 2) Ventilasi itu harus demikian rupa untuk dapat mencegah terbentuknya lapisan udara dan terbentuknya kantongkantong udara. 3) Di anjungan navigasi harus dilengkapi dengan saranasarana untuk menunjukan setiap adanya kehilangan atau berkurangnya kapasitas ventilasi yang dipersyaratkan. d. Peraturan 45 SOLAS Sistem ventilasi Ventilasi dengan tenaga di ruang-ruang mesin harus dapat dihentikan dari suatu posisi di luar ruang-ruang mesin yang dapat dijangkau dengan mudah. e. Peraturan 45 SOLAS Ventilasi 1) Tata susunan dan penempatan bukaan-bukaan di geladak tangki muat darimana dapat terjadi keluar gas harus sedemikian rupa sehingga dapat menurunkan hingga serendah-rendahnya kemungkinan masuknya gas ke dalam ruangan-ruangan tertutup yang mengandung sumber penyalaan, atau mengumpul di sekitar permesinan dan perlengkapan geladak yang dapat mengakibatkan terjadinya bahaya penyalaan kebakaran. Bagaimanapun juga ketinggian lubang buang di atas geladak dan kecepatan keluarnya gas itu harus ditentukan berdasarkan jarak setiap lubang buang dari bukaan lubang rumah geladak atau sumber penyalaan manapun. 2) Tata susunan lubang-lubang masuk dan lubang-lubang buang dari ventilasi dan bukaan-bukaan lubang rumah geladak dan bukaan bukaan batas bangunan atas dan bukaan-bukaan lainnya harus sedemikian sehingga melengkapi ketentuan-ketentuan paragraph (a) peraturan ini. Ventilasi demikian. Khususnya untuk ruang-ruang permesinan harus ditempatkan sejauh praktis dapat dilaksanakan. Dalam hal ini pertimbangan harus diberikan bilamana kapal diperlengkapi untuk memuat atau membongkar di buritan. Sumber-sumber penyalaan seperti perlengkapan listrik harus ditata sedemikian untuk menghindari bahaya ledakan. II - 26

27 3) Kamar-kamar pompa muat harus dengan ventilasi mekanik dan buangan-buangan dari kipas-kipas buang harus disalurkan ke suatu tempat yang aman di geladak terbuka. Ventilasi ruangan-ruangan ini harus memiliki kapasitas yang cukup untuk mengurangi hingga serendah-rendahnya kemungkinan terkumpulnya uapuap yang dapat menyala. Jumlah pergantian udara harus sekurang-kurangnya 20 kali setiap jam, dengan dasar isi kotor ruangan. Saluran-saluran udara harus ditata sedemikian sehingga semua ruangan memperoleh ventilasi secara efektif. Ventilasi harus dari tipe isap. f. Peraturan 76 SOLAS Sistim ventilasi 1) Semua ventilasi dengan tenaga, kecuali ventilasi ruang muat dan ruang permesinan, harus dilengkapi dengan pengawasan-pengawasan induk yang ditempatkan sedemikian di luar ruangan permesinan di posisi-posisi yang dapat dijangkau dengan mudah dan cepat, sehingga tidak perlu mendatangi lebih daripada 3 stasiun untuk menghentikan semua kipas ventilasi ke ruangan-ruangan yang selain ruang-ruang permesinan dan ruang-ruang muat. Ventilasi ruang permesinan harus dilengkapi dengan pengawasan induk yang dapat dilayani dari suatu posisi di luar ruang permesinan. 2) Isolasi yang efisien harus dikenakan pada saluransaluran buang dari dapur masak, di mana saluran-saluran buang itu menerobos ruang-ruang akomodasi. 3. Standar Ruang Kabin Penumpang Kapal Ro-Ro yang Berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam. a. Umum Dasar pemikiran penyusunan Standar Ruang Kabin Penumpang Kapal Ro-Ro yang Berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam adalah persyaratan pelayanan minimal kapal penyeberangan secara teknis dan aspek kenyamanan pelanggan penumpang diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. AP.005/3/13/DPRD/94 tentang Petunjuk Teknis Persyaratan Pelayanan Minimal Kapal Sungai, Danau dan Penyeberangan serta Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No..SK.73/AP005/DRJD/2003 tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan. II - 27

28 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 tentang Persyaratan Minimal Angkutan Penyeberangan Perusahaan angkutan penyeberangan yang melakukan usaha angkutan penyeberangan harus memenuhi persyaratan pelayanan untuk penumpang, pemuatan kendaraan dikapal penyeberangan, kecepatan kapal dan pemenuhan jadwal operasi kapal.secara garis besar Keputusan Direktur Jenderal PerhubunganDarat No. SK.73/AP005/DRJD/2003 mengatur hal-hal sebagai berikut: 1) Persyaratan pelayanan untuk penumpang; 2) Persyaratan pelayanan untuk pemuatan kendaraan diatas kapal penyeberangan; 3) Persyaratan pelayanan kecepatan kapal, dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu : a) Kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) knot per jam; b) Kapal pelayanan non-ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan rata-rata pelayanan (service speed) sekurang kurangnya 15 (limabelas) knot. 4) Persyaratan pelayanan pemenuhan jadwal kapal, meliputi hal-hal berikut ini: a) Jadwal perjalanan kapal, b) Jadwal siap operasi (stand by), c) Jadwal istirahat (off), d) Jadwal docking. Persyaratan pelayanan untuk penumpang dapat diuraikan lebih detail menjadi beberapa bagian dibawah ini : (1) Persyaratan pelayanan kenyamanan penumpang terdiri dari ; (a) Waktu atau lama berlayar, terdiri dari : Kategori 1, lama pelayaran s/d 1 jam, Kategori 2, lama pelayaran 1 s/d 4 jam, Kategori 3, lama pelayaran 4 s/d 8 jam, Kategori 4, lama pelayaran 8 s/d 12 jam, II - 28

29 Kategori 5, lama pelayarandiatas 12 jam. (b) Waktu turun naik penumpang dan/atau bongkar muat kendaraan, ( c) Kelas kelas tempat duduk penumpang, dibedakan menjadi beberapa bagian : Tempat duduk kelas ekonomi, Tempat duduk kelas non-ekonomi bisnis, Tempat duduk kelas non-ekonomi eksekutif. (2) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang, dibedakan menjadi beberapa bagian : (a) Luas Ruangan, (b) Tempat penumpang, Penumpang geladak terbuka, Penumpang geladak tertutup, Penumpang kamar. (c) Tempat duduk, (d) Gang / jalanlewat orang, (e) Kamar mandi dan WC / peturasan, (f) Sistem lubang angin / ventilasi, (g) Dapur dan kantin / kafetaria, (h) Ruang publik (public area). (3) Persyaratan jalan penumpang keluar/masuk kapal (gangway). Dalam kegiatan turun naik penumpang harus dapat tercipta kondisi yang tertib, lancar, teratur, aman dan nyaman dengan demikian jalan keluar masuk kapal harus sesuai dengan jumlah penumpang yang akan turun naik kapal. b. Ruangan dan Fasilitas Sedangkan persyaratan minimal konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang pada kapal ferry Ro-Ro adalah sebagai berikut: 1) Luas ruangan: Luas lantai tempat duduk/tempat tidur penumpang kurang lebih 60% luas geladak ruangan. II - 29

30 2) Penumpang: a) Penumpang geladak terbuka: - luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30-0,45 m 2 b) Penumpang geladak tertutup: (1) Tinggi tenda/atap minimal 1,90m; (2) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30-0,65 m 2 c) Penumpang kamar: (1) Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 (enam) orang; (2) Harus mempunyai tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70 m lebar; (3) Luas lantai per orang minimal 1,36 m2 Khusus untuk kapal-kapal sungai karena keterbatasan ruangan, diperboleh membuat ruangan tidur secara tatami(tanpa ranjang/bed) dengan luas lantai per orang minimal 1,26 m2. 3) Tempat duduk; a) Bangku : (1) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran tangan; (2) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 orang untuk satu sisi keluar menuju gang/jalan lalu orang; (3) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2 (4) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka. b) Kursi : (1) Tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang dan ditempatkan secara berderet; (2) Luas ukuran kursi minimal 0,30 m2 tiap kursi; c) Kursi reklining (reclining seat) : II - 30

31 (1) Tempat duduk dengan sandaran pungung yang dapat diatur dan ditempatkan pda ruangan penumpang geladak tertutup, yang merupakan tempat duduk kelas bisnis dan eksekutif ; (2) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi; Ukuran dari kursi untuk penumpang kapal ferry Ro-Ro sesuai dengan klasifikasi waktu berlayar dan fasilitasnya diperlihatkan dalam Tabel 2.5 Tabel 2.5 Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang CCTV Video P. Addreser Musik Sistem SirkulasiUdara Urinoir/WC K.Mandi Tempat Dukuk/Luasm 2 Kelas Jam Belayar No. Ekonomi 1 Sampai dengan 1,0 jam Geladak Terbuka Geladak Tertutup Bangku/0, 3 m 2 Urinoir/ WC Bangku/0, Urinoir/ 3 m 2 WC Terbuka ada - Terbuka ada - Bisnis Kursi /0,4 m 2 Urinoir/ WC Fan ada - 2 Diatas 1,0 jam s/d 4 jam Ekonomi Bisnis Kursi /0,4 m 2 Eksekutif Bangku/0, 3 m 2 Urinoir/ WC K.Reklini ng/0,5 m 2 Urinoir/ WC Urinoir/ WC Terbuka Ada Fan Ada Ada AC Ada Ada 3 Diatas 4 jam s/d 8 jam Ekonomi Bisnis Kursi /0,4 m 2 Eksekutif Bangku/0, Urinoir/ 3 m 2 WC K.Reklini ng/0,5 m 2 Urinoir/ WC Urinoir/ WC Fan Ada Ada Fan/AC Ada Ada AC Ada Ada II - 31

32 4 Diatas 8 jam s/d 12 jam Ekonomi Bisnis Kursi /0,4 m 2 Eksekutif Bangku/0, Urinoir/ 3 m 2 WC K.Reklini ng/0,5 m 2 Urinoir/ WC Urinoir/ WC/KM Fan Ada Ada Fan/AC Ada Ada AC Ada Ada Ekonomi Bangku/0, 3 m 2 Urinoir/ WC Fan Ada Ada 5 Diatas 12 jam Bisnis Kursi /0,4 m 2 Urinoir/ WC Fan/AC Ada Ada Eksekutif K.Reklini ng/0,5 m 2 Urinoir/ WC/KM AC Ada Ada Sumber : SK 73/AP005/DRJD/2003 d) Gang/jalan melintas untuk orang/penumpang : jarak antara(lebar) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang, adalah sebagai berikut : (1) Sampai dengan100 penumpang, jarak minimal 0,80 m; (2) Di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m; (3) Di atas penumpang, jarak minimal 1,20 m; (4) Sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar geladak, tidak boleh melebihi 45 o. e) Kamar mandi dan WC/kakus : untuk penumpang harus tersedia kamar madi dan wc/kakus, dengan jumlah minimal sebagai berikut : (1) Dari 12 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan wc/kakus, selanjutnya untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500 penumpang, harus ada tambahan 1 kamar mandi dan wc/kakus; II - 32

33 (2) Lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100 penumpang, harus ada tambahan 1 wc/kakus (3) Kamar mandi dan wc/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus dilengkapi dengan dinding-dinding pemisah yang cukup; (4) Harus terdapat persediaan air pada tempattempat air dengan jumlah sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan wc/kakus, sejauh perlengkapan kamar mandi dan wc/kakus masih belum memenuhi hal tersebut secara cukup; (5) Untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit harus ada satu kamar mandi dan satu wc/kakus bagi awak kapal, yang harus dapat digunakan juga untuk penumpang; (6) Untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 (pembagian menurut jam berlayar), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi; (7) Kamar mandi dan wc/kakus karus terpisah dari ruang akomodasi dengan baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup sirkulasi udaranya, dengan penataanruangan dan konstruksi sehingga memudahkan penyaluran air dan kotoran dalam pembersihanya. f) Sistem lubang angin/ventilasi udara dan penerangan : (1) Ruang akomodasi penumpangharus diberikan lubang angin/ventilasi udara yang cukup; (2) Ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem penghisapan (exhaust) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam; (3) Ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai fan atausistem air conditioning (penyejuk ruangan); (4) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya melalui kaca pada tingkap- II - 33

34 tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang dipasang untuk itu; (5) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup; (6) Kapal yang berukuran di atas m 3 keatas harus menyediakan ruanganuntuk keperluan perawatan orang sakit (klinik & kamar perawatan) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem pencuci kuman sebelum dibuang keluar kapal. g. Dapur dan kafetaria : (1) Dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan (car deck); (2) Dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruang akomodasi; (3) Kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik; (4) Bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan gas harus terpisah dan pada saliran gas masuk harus dipasang minimal satu buah keran penutup cepat(shut-off valve) yang terletak diluar ruang dapur; (5) Untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang penumpang; (6) Kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik; (7) Sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotorharus terpisah dengan ruang penumpang; (8) Pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan h. Ruang rekreasi (public area) dan ruang ibadah : (1) Kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan ruangan terbuka untuk tempat santai/rekreasi bagi penumpang; (2) Kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tempat ibadah, dengan luas yang sesuai II - 34

35 jumlah penumpang dan ruang kapal yangtersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya. 4. Standar Ruang Muatan Barang dan Kendaraan pada Kapal Penumpang Ro-Ro Uraian tentang Standar Ruang Muatan Barang dan Kendaraan pada Kapal Penumpang Ro-Rodalam SOLAS maupun Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 tidak diuraikan secara eksplisit sebagaimana gambaran standar tersebut di atas. Namun demikian gambaran-gambaran yang mendekati dapat dipaparkan sebagai berikut yang dapat digunakan sebagai acuan referensi awal. Dalam aturan yang dikeluarkan oleh Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 dapat digambarkan sebagai berikut: Pada umumnya pengertian tentang ruang muatan barang maupun kendaraan, posisinya berada di geladak kapal. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka terlebih dahulu ditelaah mengenai geladak itu sendiri dan cakupannya. a. Aturan Dalam NCVS Bab II Tentang Konstruksi Geladak, adalah sebagai berikut: 1) Umum Tebal pelat geladak tidak boleh kurang dari tebal yang diperlukan untuk mendapatkan kekuatan unsur konstruksi memanjang namun tidak boleh kurang dari 0,01 mm per mm jarak gading juga tidak boleh kurang dari yang diminta pada klausul ini. 2) Pelat geladak Tebal pelat setiap geladak harus tidak boleh kurang dari yang diperoleh persamaan berikut: = s h 250 dimana: t s + 2,50 mm = tebal pelat geladak dalam mm = jarak penegar dalam mm h = tinggi beban dalam meter, ditentukan sebagai berikut: a) Geladak atau sebagian geladak yang membentuk atas tangki, yang lebih besar dari berikut : II - 35

36 (1) Dua per tiga jarak dari atas tangki ke puncak pipa limpah. (2) Dua per tiga jarak dari atas tangki ke geladak sekat atau geladak lambung timbul mana yang sesuai. b) Untuk geladak dimana muatan atau barang ditempatkan, tinggi adalah tinggi geladak antara pada sisi kapal dimana berat muatan kurang dari atau setara dengan 720 kg/m3, jika berat muatan melebihi 720 kg/m3, tinggi muatan harus disesuaikan. c) Untuk geladak terbuka yang ditempati muatan, tinggi muatan adalah 3,65 meter. Jika muatan geladak yang diangkut melebihi 2640 kg/m3, tinggi harus ditambah secara proporsional sesuai tambahan beban yang diterima konstruksi. d) Di tempat lain tinggi harus diperoleh dari persamaan sebagai berikut: (1) Geladak lambung timbul terbuka tanpa geladak di bawahnya h =0,02+ 0,75 (2) Geladak lambung timbul terbuka yang memiliki geladak di bawahnya, geladak akil, geladak bangunan atas, di depan tengah kapal 0,50 L h =0,02+ 0,50 (3) Geladak lambung timbul di dalam bangunan atas, setiap geladak di bawah geladak lambung timbul, geladak bangunan atas antara 0,25 L di depan dan 0,20 L di belakang tengah kapal h=0,01l+ 0,60 meter (4) Di tempat lain h=0,01l+ 0,30 meter 3) Tambahan persyaratan untuk penguatan geladak kendaraan. II - 36

37 a) Beban roda (1) Geladak mobil roda tunggal pada setiap ujung poros : P = 0,5 kali beban sumbu dalam ton. Roda ganda pada tiap ujung poros : P = 0,4 kali beban sumbu dalam ton. (2) Truk forklift dengan roda ban karet: (a) Dengan roda depan tunggal: dimana: =1,2 V+T n1 P = kapasitas truk dalam ton V = berat truk forklift dalam ton T = kapasitas truk forklift dalam ton n1 = jumlah roda depan tunggal (b) Dengan dua roda depan: dimana: =1,2 V+T 1,2n2 P V T n2 = kapasitas truk dalam ton = berat truk forklift dalam ton = kapasitas truk forklift dalam ton = jumlah roda ganda (3) Truk palet dengan ban baja Penguatan tertentu harus dipasang terutama pada daerah dimana truk palet biasanya digunakan. Di luar daerah tersebut tebal pelat dapat dikurangi secara bertahap menjadi normal di daerah dimana truk jarang atau tidak pernah beroperasi. II - 37

38 b) Pelat geladak atau pelat alas dalam (1) Pada geladak atau alas dalam yang dimuati kendaraan (mobil, truk dan lain-lain) tebal pelat tidak boleh kurang dari yang diperoleh dari persamaan berikut: =kp (1 0,1#P)+1 mm dimana: P = beban roda dalam ton k = k = k = 5,2 untuk roda dengan ban karet bertekanan 6,0 untuk roda dengan ban karet pejal 7,8 untuk roda dengan ban baja persamaan untuk tebal pelat berlaku untuk beban roda sampai 16 ton. Untuk beban roda yang lebih besar, tebal pelat ditentukan oleh otoritas yang berwenang. (2) Apabila jarak antar balok geladak melintang atau membujur berbeda dari 700 mm, tebal pelat boleh dikoreksi dengan 6% untuk roda karet dan 3% untuk roda baja untuk setiap perbedaan 100 mm. (3) Persamaan di atas didasarkan pada asumsi bahwa roda memiliki diameter normal ( mm untuk ban bertekanan, mm untuk ban karet pejal, dan mm untuk roda baja). Jika diameternya berbeda dari nilai tersebut, tebal pelat ditentukan oleh otoritas yang berwenang. (4) Untuk jarak antara balok geladak atau pembujur geladak, dimensi roda, dan pengaturan penegar lainnya yang ekstrim, tebal pelat ditentukan oleh otoritas yang berwenang. c) Balok geladak dan pembujur geladak (1) Geladak kendaraan dapat memiliki balok geladak melintang atau membujur. Balok geladak melintang harus memiliki modulus II - 38

39 penampang melintang tidak kurang dari yang diperoleh persamaan berikut: (a) Z=5,2 &1+ ' (,) *+, -./0 1< 2,5 (b) Z= (121 17)&1+ ' (,) *+, -./0 1 2,5 dimana: P = beban roda dalam ton 1 = jarak yang tidak ditumpu dari balok dalam meter s = jarak antara balok dalam meter (2) Balok geladak melintang ditempat dimana bongkar muat dilakukan oleh truk forklift dengan ban karet harus mempunyai modulus tidak boleh kurang dari yang diperaoleh persamaan berikut: Z=6,531 0,9)(1+ 5 0,4 7+, dimana: P = beban roda dalam ton 1 = jarak yang tidak ditumpu dari balok dalam meter (untuk balok geladak yang tidak ditumpu oleh penumpu geladak atau pilar jarak yang tidak ditumpu harus ditambah 10%) s = jarak antara balok dalam meter Uraian tentang Standar Ruang Muatan Barang dan Kendaraan pada Kapal Penumpang Ro-Rodari sisi sarana kapal Ro-Ro dapat dipaparkan sebagai berikut. II - 39

40 Gambar 2.7 KM. Mandiri Nusantara Setelah Terbakar dan lego jangkar di perairan Gresik a. Data Utama Kapal Nama Nama panggil/call Sign : KM. Mandiri Nusantara : Y G U T IMO Number : Tipe Klasifikasi (Classification Society) : Ro-Ro Passenger : PT. Biro Klasifikasi Indonesia Panjang Keseluruhan (Length Over All) : m Panjang Antara garis Tegak (LBP) Lebar keseluruhan (Breadth Moulded) Tinggi (Height) Sarat Maxsimum (Maximum draught) Kecepatan Operasional : 136 m : 18.4 m : 7.2 m : 5.09 m : 13 Kt Tonase Kotor (GT) : 8257 Tonase Bersih (NT) : 2870 II - 40

41 Bahan Dasar Kontruksi Tempat Pembuatan (built at) : Baja : Naikai Shipbuildin g Jepang Tahun Pembuatan : 1989 Pemilik Pelabuhan Pendaftaran : PT. Prima Vista, Surabaya : Surabaya b. Data Mesin, Sistem Kelistrikan dan Sistem Propulsi Mesin Utama (Main Engine) Type : Mesin Diesel Merek : Daihatsu Diesel Engine Jumlah : 8 Unit (6 DSM-32 L) Daya (BHP) : 1600 Hp, 4 langkah kerja tunggal RPM : 600 Rpm Mesin Bantu (Auxiliary Engine) Type : Mesin Diesel Merek/Model : 6 PSHT 26 D Jumlah : 3 Unit Daya (BHP) : 4 Stroke Rpm : 1800 Rpm Sistem Propulsi Jenis Propulasi : Control Pitch Propeller Jumlah : 2 Unit c. Awak Kapal Berdasarkan daftar awak yang dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran, KM. Mandiri Nusantara diawaki oleh 34 orang dengan 3 orang tidak ikut berlayar (juru minyak, juru mudi dan koki). Awak dek kapal berjumlah 22 orang termasuk kru catering untuk pelayanan penumpang. Kru mesin terdiri atas 12 orang. Seluruh awak kapal telah mempunyai kualifikasi dan kompetensi yang cukup untuk mengoperasikan kapal jenis KM. Mandiri Nusantaraini. Semua awak kapal juga telah II - 41

42 memiliki sertifikat basic safety training (BST) dan para perwiramya telah memiliki sertifikat advance fire fighting (AFF). Tabel 2.6 Sertifikat dan Pengalaman Berlayar Perwira KM. Mandiri Nusantara NO JABATAN IJAZAH PELAUT/THN PENGALAMAN BERLAYAR 1. Nakhoda ANT II/ thn 2. Mualim I ANT III/ thn 3. Mualim II ANT III/ thn 4. Mualim III ANT III/ bln 5. Kepala Kamar Mesin ATT II/ thn 6. Masinis I ATT III/ thn 7. Masinis II ATT IV/ thn 8. Masinis III ATT IV/ thn Keterangan: Pengalaman berlayar dimaksud adalah pengalaman untuk jenis kapal dan rute kapal yang sama d. Data Muatan Dan Penempatannya Penumpang Sesuai dengan daftar penumpang yang dibuat oleh PT. Prima Vista, KM. Mandiri Nusantara, pada tanggal keberangkatan 29 Mei 2009 dengan lintasan Surabaya- Balikpapan, memuat penumpang sebanyak 286 jiwa dengan rincian sebagai berikut : II - 42

43 Tabel 2.7 Jumlah Penumpang di KM. Mandiri Nusantara Berdasarkan Daftar Penumpang dari PT. Prima Vista NO KATEGORI JUMLAH 1. Penumpang Dewasa Penumpang anak anak 4 3. Penumpang Bayi 4 Total Penumpang 286 Sumber: PT. Prima Vista e. Muatan barang dan Kendaraan bermotor Pada saat kejadian, Selain muatan penumpang KM. Mandiri Nusantaramengangkut muatan dalam bentuk kemasan dan kendaraan bermotor. Muatan-muatan ini dibawa oleh penumpang dan ada juga yang dibawa oleh kurir kapal. Sedangkan muatan yang lain adalah kendaraan bermotor antara lain truk besar, maupun truk sedang yang dimuati dengan muatan-muatan. Sebagai pelindung muatan ratarata kendaraan tersebut telah ditutup rapat dengan terpal dan sulit untuk dibuka. Dari informasi yang diperoleh dari perusahaan pemilik barang, jenis-jenis muatan yang diangkut oleh truk-truk tersebut adalah berupa permesinan, barang paket, sayuran, peralatan elektronik, peralatan pertambangan, tekstil dan lain sebagainya. Berdasarkan surat pemeriksaan muatan kapal tiba/berangkat yang ditandatangani oleh Manajer cabang PT. Prima Vista tanggal 26 Mei 2009 dan diketahui oleh Syahbandar, jumlah kendaraan bermotor yang dimuat sebanyak 45 unit dengan rincian sebagai berikut: II - 43

44 Tabel 2.8 Daftar Muatan KM. Mandiri Nusantara NO KENDARAAN NAIK DARI SURABAYA JUMLAH 1. Golongan II (Sepeda Motor) 4 2. Golongan III (Kendaraan Kecil/Sedan) 6 3. Golongan IV (Truk Sedang) 4 4. Golongan V (Truk Besar) 31 JUMLAH KENDARAAN 45 Sumber: PT. Prima Vista f. Posisi Muatan, Kendaraan dan penumpang Berdasarkan gambar rencana umum, KM. Mandiri Nusantaramempunyai 4 geladak. Geladak I merupakan geladak kendaraan yang dapat menampung 28 kendaraan sejenis truk besar. Geladak II dan III merupakan geladak akomodasi penumpang yang berupa ruangan untuk tempat tidur, sanitasi, ruang makan dan rekreasi. Gambar 2.8 Rencana umum KM. Mandiri Nusantara II - 44

45 Kendaraan kendaraan tersebut diatur sedemikian rupa pada geladak kendaraan seperti yang terlihat pada sketsa berikut: Gambar 2.9 Denah muatan kendaraan bermotor Geladak kendaraan g. Peralatan Keselamatan Berdasarkan surat pemeriksaan keberangkatan kapal yang dikeluarkan oleh kantor Administrator Pelabuhan Surabaya pada tanggal 29 Mei 2009, dan ditanda-tangani oleh petugas pemeriksa, peralatan keselamatan yang berada di atas kapal adalah sebagai berikut : Tabel 2.9 Daftar Peralatan Keselamatan di KM. Mandiri Nusantara NO JENIS ALAT-ALAT KESELAMATAN JUM LAH KAPASITAS KET. 1. Sekoci Penolong (Life boat) Rakit apung (Inflatable Lift Raft) Jaket Penolong (Life Jacket) Pelampung Penolong (Life Buoy) Radio teleponi - - Terpasang 6. Pesawat penerima NAVTEX - - Terpasang 7. EPIRB Satelit (COMPAS II - 45

46 SARSAT) 8. Radar Transponder (SART) Two Way VHF Radio Communication Sumber : Adpel Surabaya h. Peralatan Pemadam Kebakaran Sesuai ketentuan peraturan keselamatan kapal penumpang, KM. Mandiri Nusantaradipasangi serangkaian peralatan pemadam kebakaran dengan rincian sebagai berikut : Tabel 2.10 Daftar Peralatan Pemadam Kebakaran di KM. Mandiri Nusantara NO PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN 1. Fire hose yang dilengkapi selang kebakaran JUMLAH KET. 63 Roll 2. Pemadam Utama (CO2 Instalasi) 20 Tabung 3. Instalasi pipa pemadam api+sprinkler 4. Pemadam Api ringan/portable ( am Liquid, Foampowder, Dry Chemical, CO2 Portable) 155 Tabung 5. Pakaian Tahan Api 4 Set 6. Breathing Apparatus 4 Set Sumber : PT. Prima Vista Kapal juga dilengkapi dengan alat pemantau kebakaran (fire detector) yang terpasang pada tempat-tempat rawan kebakaran. Khususnya untuk geladak kendaraan, telah dipasang peralatan kebakaran tetap berupa hydrant berikut selang pemadam dan perpipaan pemadaman berikut sprinklernya. Untuk memudahkan pemantauan kondisi darurat kebakaran, geladak kendaraan dibagi menjadi 12 area. Masing-masing area tersebut II - 46

47 mempunyai fire detector yang terhubung ke ruang control mesin. Pembagian area kebakaran di geladak kendaraan tersebut seperti yang ditunjuk pada sketsa berikut ini: Gambar 2.10 Posisi pembagian area kebakaran di geladak kendaraan Sementara itu sebagai pembanding sebagaimana dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Nomor: SK.73/AP005/DRJD/2003, tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan, Pasal 3, Ayat (1) dikatakan bahwa setiap perusahaan angkutan penyeberangan harus memenuhi persyaratan pelayanan. Pada Ayat (2), pasal yang sama, dikatakan bahwa persyaratan pelayanan untuk pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan sebagaimana termaktub dalam Pasal7Ayat 1 dinyatakan bahwa persyaratan pelayanan untuk pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan, harus memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa dan ruang kendaraan beserta fasilitasnya. Persyaratanpersyaratan tersebut, adalah sebagai berikut. 1) Pintu Rampa Pintu Rampa terdiri dari 2 pintu yang dipasang di bagian haluan dan buritan (Tipe Ro-Ro) atau samping kiri dan kanan, yang berguna sebagai jalan keluar masuk kendaraan. Di lintas-lintas tertentu yang mempunyai peralatan tangga rampa samping (elevated side ramp), kapal yang melayani lintas tersebut harus mempunyai geladak atas untuk kendaraan (upper car deck) dan memuat dudukan II - 47

48 atau tumpuan untuk rampa dermaga, sehingga langsung dapat digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan.spesifikasi pintu rampa adalah sebagai berikut: Tabel 2.11 Spesifikasi Pintu Rampa Kapal Ferry Ro-Ro Panjang Harus disesuaikan dengan kondisi prasarana yang dilayani; Lebar Minimum 4 M; Kecepatan Buka/Tutup Pintu Membuka penuh tidak lebih dari 2 menit; Menutup penuh tidak lebih dari 3 Menit; Daya dukung Harus mampu mendukung beban kendaraan minimal: Jumlah Berat yang Diperbolehkan (JBB) 17,50 Ton; Muatan Sumbu Terberat (MST) 8,0 Ton. Khusus untuklintas penyeberangan Merak Bakauheni, Ketapang Gilimanuk, Padangbai Lembar, Kahyangan Pototano, dan Bajo E Kolaka, JBB 40,0 Ton dan MST 10,0 Ton. Ketentuan daya dukung tersebut harus disesuaikan dengan kapasitas lalulintas dan angkutan, serta daya dukung jalan raya yang akan dilalui. Sumber: SK Dirjen Perhubungan Darat, Nomor: SK.73/AP005/DRJD/2003 2) Ruang Kendaraan a) Lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 17,50 Ton dan MST 8,0 Ton untuk muatan berat atau truck, dan mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 40,0 Ton dan MST 10,0 Ton untuk kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan Merak Bakauheni, Ketapang Gilimanuk, Padangbai Lembar, Kahyangan Pototano, dan Bajo E Kolaka. b) Tinggi ruang kendaraan: II - 48

49 (1) Kendaraan kecil/sedan, minimal 2,50 M; (2) Kendaraan besar/truk dan campuran, minimal 3,80 M; (3) Kendaraan trailler/peti kemas, minimal 4,70 M. c) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda jalur kendaraan yang dapat dilihat secara jelas oleh pengemudi kendaraan dan penempatan kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan. d) Jarak minimal antar kendaraan: (1) Jarak antara masing-masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan, adalah 60 Cm; (2) Jarak antara muka dan belakang masingmasing kendaraan, adalah 30 Cm; (3) Untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding kapal, berjarak 60 Cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar gading-gading (frame); (4) Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga (web frame), adalah Cm. e) Antara pintu rampa haluan atau buritan dengan batas sekat pelanggaran, dilarang dimuati kendaraan; f) Untuk lintas-lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak kuat sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 10, kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan sistem pengikatan (lashing); g) Ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, sistem sirkulasi udara, tangga atau jalan masuk bagi pengemudi, serta harus ditempelkan atau ditulisi tanda larangan DILARANG MEROKOK, PENUMPANG DILARANG TINGGAL DI DALAM KENDARAAN, serta DILARANG MENGHIDUPKAN MESIN SELAMA PELAYARAN, SAMPAI PINTU RAMPA DIBUKA KEMBALI, yang dapat terlihat jelas dan mudah dibaca. 5. Isolasi Kebakaran untuk Sekat dan Geladak Kapal II - 49

50 Uraian tentang Isolasi Kebakaran untuk Sekat dan Geladak Kapaldalam SOLAS diuraikan secara panjang lebar yang terbagi dalam Bagian B tentang Tindakan- tindakan Keselamatan Mencegah Kebakaran untuk Kapal Penumpang yang Mengangkut Lebih dari 36 orang penumpang khususnya dalam Peraturan 20 dalam SOLAS tentang integritas kebakaran sekat-sekat dan geladak-geladak yaitu sebagai berikut. Disamping memenuhi ketentuan-ketentuan khusus untuk integritas sekat-sekat dan geladak-geladak yang disebutkan di mana pun di dalam peraturan Bagian ini, integritas kebakaran minimum semua sekat dan geladak harus sebagaimana yang disyaratkan di dalam Tabel 1 sampai 4 peraturan ini. Jika, disebabkan oleh suatu tata-susunan struktur khusus di kapal, nilai integritas dari divisi-divisi yang manapun menurut pengalaman sulit ditentukan berdasar table-tabel di atas, nilainilai demikian harus ditentukan menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Pemerintah. a. Syarat-syarat berikut akan rnengarahkan penerapan tabeltabel itu : 1) Tabel 1harus berlaku bagi sekat-sekat yang membatasi zona-zona vertikal atau zona-zona horizontal utama. Tabel 2 harus berlaku bagi sekat-sekat yang tidak membatasi zona-zona vertikal utama atau zona-zona horizontal. Tabel 3 harus berlaku bagi geladak-geladak yang membentuk undak-undak di dalam zona-zona vertikal utama atau zona-zona horizontal batas. Tabel 4 harus berlaku bagi geladak-geladak yang tidak membentuk undak-undak di dalam zona-zona vertikal utama atau zona-zona horizontal batas. 2) Untuk maksud penentuan standar integritas kebakaran yang layak yang harus diterapkan kepada batas-batas antara ruangan-ruangan yang berdampingan, ruanganruangan demikian digolongkan sesuai dengan risiko kebakaran ruangan-ruangan itu sebagaimana yang dipaparkan di dalam katagori (1) sampai (14) di bawah. Di mana isi dan penggunaan ruangan adalah sedemikian rupa sehingga ada keragu-raguan atas penggolongannya, untuk memenuhi maksud peraturan ini, harus diperlakukan sebagai ruangan di dalam kategori yang sesuai dengan keadaan yang memiliki syaratsyarat batas yang paling mengikat. Judul masing- II - 50

51 masing kategori dimaksudkan untuk menunjukkan kekhususan daripada pembatasan. Nomor di dalam tanda-tanda kurung di depan masing-masing kategori mengacu lajur yang digunakan atau nomor urut di dalam tabel-tabel. a) Stasiun-stasiun pengawas (1) Ruangan-ruangan yang berisi sumber-sumber tenaga dan penerangan darurat. (2) Rumah kemudi dan kamar peta. (3) Ruangan-ruangan yang berisi perlengkapan radio kapal. (4) Stasiun-stasiun pengawas dan pencatat kebakaran. (5) Kamar pengawas untuk mesin penggerak bilamana ditempatkan di luar ruang mesin penggerak. (6) Ruangan-ruangan yang berisi stasiun-stasiun sistim dan perlengkapan kebakaran terpusat. Ruangan-ruangan yang berisi stasiun-stasiun sistim dan perlengkapan pemberitahuan umum darurat terpusat. b) Tangga-tangga tapak Tangga-tangga tapak di dalam, elevator dan eskalator (lain daripada yang seluruhnya terdapat di dalam ruang-ruang mesin) untuk penumpang dan awak kapal serta ruangan-ruangan dibatasi untuk tujuan itu. Dalam hubungan ini, tangga tapak yang tertutup hanya di satu tingkat saja harus dianggap sebagai bagian dari ruangan yang tidak terpisahkan oleh pintu kebakaran. c) Lorong-lorong Lorong-lorong penumpang dan awak kapal. d) Stasiun-stasiun Penanganan Sekoci-sekoci Penolong dan Rakit-rakit Penolong dan Stasiunstasiun Embarkasi. Ruangan-ruangan geladak terbuka dan tempattempat untuk berjalan-jalan yang dipagari yang II - 51

52 merupakan stasiun-stasiun embarkasi dan penurunan sekoci penolong dan rakit penolong. e) Ruangan-ruangan geladak Terbuka. Ruangan-ruangan geladak lerbuka dan tempattempat untuk berjalan-jalan yang dipagari yang bebas dari stasiun-stasiun ernbarkasi dan penurunan sekoci penolong dan rakit penolong. Ruang angin-angin (ruangan di luar bangunanbangunan atas dan rumah-rumah geladak). f) Ruang-ruang akomodasi dengan Risiko Kebakaran yang kecil. Kabin-kabin yang berisl perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan risiko kebakaran terbatas. Tempal-tempat umum yang berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan risiko kebakaran terbatas. Tempat-tempat umum yang berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan risiko kebakaran terbatas dan luas geladaknya kurang dari 50 meter persegi (540 kaki persegi). Kantor-kantor dan apotik-apotik yang berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan risiko kebakaran terbatas. g) Ruang-ruang akomodasi dengan risiko kebakaran sedang. Sama seperti yang di (6) di atas, tetapi berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga yang bukan dengan risiko kebakaran terbatas. Tempat-tempat umum yang berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan risiko kebakaran terbatas dan luas geladaknya 50 meter persegi (540 kaki persegi) dan lebih. (1) Lemari-lemari dan tempat-tempat penyimpanan keci1 yang terpencil di dalam ruang-ruang akomodasi. (2) Toko-toko. (3) Ruangan-ruangan pemutaran dan penyimpanan II - 52

53 film. (4) Dapur-dapur memasak makanan (yang tidak berisi nyala api terbuka). (5) Lemari-lemari perabot pembersihan (di dalamnya tidak disimpan cairan-cairan yang dapat menyala). (6) Laboratorium-laboratorium (di dalamnya tidak disimpan cairan-cairan yang dapat menyala). (7) Apotik/ Toko Obat (8) Kamar-kamar pengeringan kecil (memiliki luas geladak 4 meter persegi (43 kaki persegi) atau kurang). Kamar-kamar untuk menyimpan rempah-rempah. h) Ruang-ruang Akomodasi dengan risiko kebakaran vang lebih besar. Ruang-ruang umum yang berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga lain daripada dengan risiko kebakaran terbatas dan memiliki luas geladak 50 meter persegi (540 kaki persegi) dan lebih. Tempat-tempat pangkas rambut dan salon-salon kecantikan. i) Ruang-ruang Saniter dan Ruang-ruang berupa. (1) Fasilitas-fasilitas saniter, kamar mandi pancuran air, (kamar-kamar mandi berendam, kamar-kamar kecil umum, dll.). (2) Kamar-kamar penatu kecil. (3) Daerah kolam renang tertutup. (4) Kamar-kamar pelayanan. (5) Ruang-ruang penyediaan yang terpisah di dalam ruang-ruang akomodasi. (6) Fasilitas-fasilitas saniter khusus harus dianggap sebagai sebagian dari ruangan dimana fasilitas khusus tersebut terdapat. j) Tangki-tangki, Ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil atau tanpa risiko kebakaran. II - 53

54 (1) Tangki-tangki air yang merupakan bagian dari bangunan kapal. (2) Ruang-ruang kosong dan tangki-tangki kosong pemisah. (3) Ruang-ruang mesin bantu yang berisi mesin yang tidak memiliki sistem pelumasan tekan dan dimana penyimpanan zat-zat yang dapat terbakar di tempat itu dilarang, sepertinya: (4) Kamar kipas ventilasi dan pengaturan keadan udara; kamar mesin jangkar; kamar instalasi kemudi; ruang perlengkapan sayap penyeimbang; kamar motor penggerak listrik; ruangan-ruangan yang berisi papan-papan penghubung seksi dan perlengkapan listrik semata-mata bukan tranformator listrik yang berisi minyak (di atas 10 kva); terowonganterowongan poros dan terowongan-terowongan pipa; ruang- ruang pompa dan mesin pendingin (tidak menangani atau menggunakan cairancairan yang dapat menyala). (5) Tabung-tabung tertutup yang melayani ruangruang tersebut di atas. (6) Tabung-tabung tertutup lain, seperti tabungtabung pipa dan kabel. k) Ruang-ruang mesin bantu, Ruang-ruang muatan, Ruangan-ruangan Jenis Khusus. Tangki-tangki muatan dan Tangki-tangki Minyak lain serta ruangruang lain yang serupa dengan risiko kebakaran sedang. (1) Tangki-tangki minyak muatan. (2) Ruang-ruang muatan, lubang-lubang tabung dan lubang-lubang palka. (3) Kamar-kamar yang didinginkan. (4) Tangki-tangki bahan bakar minyak (yang ditempatkan di dalam ruangan terpisah tanpa mesin). (5) Terowongan-terowongan poros dan terowongan-terowongan pipa yang memungkinkan untuk menyimpan zat-zat yang dapat terbakar. II - 54

55 (6) Ruang-ruang mesin bantu sebagaimana di dalam kategori (10) yang berisi mesin dengan pelumasan tekan atau tempat yang boleh untuk menyimpan zat-zat yang dapat terbakar. (7) Stasiun-stasiun pengisian bahan bakar minyak. (8) Ruangan-ruangan yang berisi transformatortransformator berisi minyak (di atas 10 kva). (9) Ruang-ruang yang berisi turbin uap dan mesin uap torak menggerakkan generator bantu dan motor - motor bakar kecil dengan daya sampai 112 kw yang menjalankan generator-generator darurat, pompa-pompa percik, pompa penyiram atau pompa kebakaran, pompa-pompa lensa dll. (10) Ruang-ruang jenis khusus (hanya berlaku Tabel 1 dan Tabel 3). (11) Tabung-tabung tertutup yang melayani ruangan-ruangan tersebut di atas. l) Ruang-ruang mesin dan Dapur-dapur Induk. Kamar-kamar mesin penggerak induk (lain daripada kamar-kamar motor Listrik penggerak kapal) dan kamar-kamar ketel. Ruang-ruang mesin bantu lain daripada yang disebutkan di dalam katagori (10) dan (11) yang berisi motor bakar atau instalasi pembakaran minyak, pemanas atau pompa. Dapur-dapur induk dan tambahan-tambahannya. Tabung-tabung dan selubung-selubung ke ruangan-ruangan tersebut di atas. m) Gudang-gudang, Bengkel-bengkel, Ruang-ruang penyiapan, dll. (1) Ruang-ruang penyiapan utama yang tidak merupakan tambahan dari dapur-dapur. (2) Ruang penatu utama. (3) Kamar-kamar pengeringan besar (memiliki luas geladak lebih dari 4 meter persegi (43 kaki persegi). (4) Berbagai gudang. (5) Kamar-kamar pos dan bagasi. II - 55

56 (6) Ruangan-ruangan tempat sampah. (7) Bengkel-bengkel (bukan bagian dari ruangruang mesin, dapur-dapur, dll.). n) Ruangan-ruangan lain yang dalamnya dimuat cairan-cairan yang dapat menyala. (1) Kamar-kamar lampu. (2) Gudang-gudang cat. (3) Gudang-gudang yang berisi zat-zat cair yang dapat menyala (termasuk bahan pewarna, obatobatan, dsb.). (4) Laboratorium-laboratorium (di dalam mana ditempatkan cairan- cairan yang dapat menyala). 3) Batas antara dua ruangan yang letaknya berdampingan terdapat suatu nilai integritas kebakaran. nilai tersebut harus berlaku dalam segala hal. 4) Dalam menentukan standar integritas kebakaran yang dapat digunakan untuk batas antara dua ruangan di dalam zona vertikal atau zona horizontal yang tidak dilindungi oleh sistim percik otomatik yang memenuhi ketentuan-ketentuan Peraturan 12 Bab ini atau antara zona-zona demikian tidak satupun yang dilindungi sedemikian itu, nilai yang lebih besar daripada ke dua nilai di dalam Tabel yang harus dipakai. 5) Dalam menentukan standar integritas kebakaran yang dapat dipakai untuk batas antara dua ruangan di dalam zona vertikal dan zona mendatar utama yang dilindungi oleh sistem percik otomatik yang memenuhi ketentuanketentuan Peraturan 12 Bab ini atau antara zona-zona demikian yang kedua-duanya dilindungi, nilai-nilai yang lebih kecil daripada dua nilai yang tertera di dalam Tabel harus dipakai. Dalam hal-hal dimana daerah dengan percik ketemu dengan daerah tanpa percik dalam ruang akomodasi dan ruang pelayanan, nilai-nilai yang lebih tinggi dari kedua nilai yang tertera dalam tabel harus digunakan untuk pembagian antara daerah-daerah. 6) Di mana ruangan-ruangan yang berdampingan dalam nomor katagori yang sama dan judul "1" muncul di dalam tabel-tabel, sebuah sekat atau geladak antara ruangan-ruangan demikian tidak perlu dipasang jika II - 56

57 dianggap tidak perlu oleh Badan Pemerintah. Misalnya dalam katagori (12) sekat tidak perlu disyaratkan antara dapur dan ruang-ruang penyiapan tambahannya. Dengan ketentuan bahwa sekat-sekat dan geladakgeladak ruang penyiapan mempertahankan integritas batas-batas dapur. Namun, sebuah sekat perlu dipasang di antara dapur dan ruang mesin, sekalipun ke dua ruangan itu dalam katagori (12). 7) Dimana judul 2 muncul di dalam Tabel-tabel, maka nilai isolasi yang lebih kecil hanya dapat diizinkan jika sekurang-kurangnya salah satu dari ruangan-ruangan yang bergabung dilindungi sistim percik otomatis yang memenuhi ketentuan-ketentuan Peraturan 12 Bab ini. 8) Lepas daripada ketentuan-ketentuan Peraturan 19 Bab ini, tiada syarat-syarat khusus untuk bahan-bahan atau integritas batas jika di dalam Tabel hanya tertera tanda panjang. 9) Badan Pemerintah, berkenaan dengan ruangan-ruangan kategori (S), harus rnenentukan, apakah nilai-nilai isolasi dalam Tabel 1 dan Tabel 2 itu harus diberlakukan kepada ujung-ujung dari rumah-rumah geladak dan bangunan-bangunan atas, dan apakah nilainilai isolasi dalam Tabel 3 atau Tabel 4 itu harus diberlakukan kepada geladak-geladak cuaca. Tiada suatu syarat pun dari katagori (5) dari Tabel 1 sampai tabel 4 rnengharuskan penutupan ruangan-ruangan yang rnenurut pendapat Badan Pemerintah tidak perlu ditutup. b. Langit-langit atau lapisan-lapisan klas "B" bersinambung, dalam hubungannya dengan geladak-geladak atau sekatsekat yang sesuai, dapat diterima sebagai yang bekerja sama secara menyeluruh atau sebagian untuk isolasi dan integritas suatu pemisah yang disyaratkan. c. Dalam menyetujui perincian-perincian perlindungan terhadap kebakaran bangunan, Badan Pemerintah harus memperhatikan risiko atas penerusan panas di titik potong dan akhir dari penghalang-penghalang panas yang dipersyaratkan. II - 57

58 Tabel 2.12 Sekat-sekat yang membatasi Zona-zona Vertikal Utama dan Zona-zona Horizontal Ruangan-ruangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Stasiun-stasiun pengawasan (1) A-60 A-30 A-30 A-0 A-0 A-60 A-60 A-60 A-0 A-0 A-60 Tangga-tangga tapak (2) A-0 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-0 A-0 A-30 Lorong-lorong (3) A-0 A-0 A-0 A-0 A-30 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-0 A-30 Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi sekoci penolong dan rakit penolong (4) - - A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 Ruang-ruang geladak terbuka (5) - A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (6) A-15 A-0 A-30 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 kebakaran kecil Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (7) A-30 A-0 A-60 A-15 A-0 A-0 A-30 A-0 kebakaran sedang Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (8) A-60 A-15 A-0 A-0 A-60 A-15 kebakaran besar Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan (9) A-0 A-0 A-0 yang serupa Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil atau tanpa resiko kebakaran (10) A-0 A-0 Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat, ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan ruangan-ruangan lain yang serupa dengan resiko kebakaran yang sedang (11) A-0 Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama (12) Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang penyiapan, dll Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya dimuat cairan-cairan yang dapat menyala Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS) (13) (14) II - 58

59 Tabel 2.13 Sekat-Sekat yang tidak membatasi baik Zona-zona Vertikal Utama maupun Zona-zona Horizontal Ruangan-ruangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Stasiun-stasiun pengawasan (1) B-0 1 A-0 A-0 A-0 A-0 B-0 A-60 A-60 A-60 A-0 A-0 A-60 Tangga-tangga tapak (2) A-0 1 A-0 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-15 Lorong-lorong (3) C A-0 A-0 B-0 B-0 B-15 B-0 B-15 B-0 B-0 A-0 A-15 Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi (4) - - A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 sekoci penolong dan rakit penolong Ruang-ruang geladak terbuka (5) - A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (6) B-0 C B-15 C B-15 C B-0 C A-0 A-15 A-0 kebakaran kecil Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (7) B-15 C B-15 C B-0 C A-0 A-15 A-0 kebakaran sedang Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (8) B-15 C B-0 C A-0 A-30 A-0 kebakaran besar Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan (9) C A-0 A-0 yang serupa Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil atau tanpa resiko kebakaran (10) A-0 1 A-0 Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat, ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan ruangan-ruangan lain yang serupa dengan resiko kebakaran yang sedang (11) A-0 1 Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama (12) Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang penyiapan, dll Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya dimuat cairan-cairan yang dapat menyala Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS) (13) (14) II - 59

60 Tabel Geladak-geladak Penggal di Zona-zona Vertikal Utama atau Zona-zona Horizontal Kebakaran Ruangan-ruangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Stasiun-stasiun pengawasan (1) A-60 A-60 A-30 A-0 A-0 A-15 A-30 A-60 A-0 A-0 A-30 Tangga-tangga tapak (2) A-15 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-15 A-0 A-0 A-0 A-0 Lorong-lorong (3) A-30 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-15 A-0 A-0 A-0 A-0 Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi sekoci penolong dan rakit penolong (4) A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 Ruang-ruang geladak terbuka (5) A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (6) A-60 A-30 A-0 A-15 A-0 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 kebakaran kecil Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (7) A-60 A-60 A-15 A-30 A-0 A-15 A-0 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-0 A-0 A-30 A-0 kebakaran sedang Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (8) A-60 A-60 A-15 A-60 A-15 A-60 A-15 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-60 A-15 A-0 A-0 A-30 A-0 kebakaran besar Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan (9) A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 yang serupa Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil atau tanpa resiko kebakaran (10) A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat, ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan ruangan-ruangan lain yang serupa dengan resiko kebakaran yang sedang (11) A-60 A-60 A-60 A-60 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-60 A-15 A-0 A-0 A-0 Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama (12) A-60 A-60 A-60 A-60 A-0 A-60 A-60 A-60 A-0 A-0 A-60 Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang penyiapan, dll Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya dimuat cairan-cairan yang dapat menyala Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS) (13) A-60 A-60 A-15 A-30 A-0 A-15 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-0 A-0 A-0 (14) A-60 A-60 A-60 A-60 A-0 A-60 A-60 A-60 A-0 A-0 A-60 II - 60

61 Tabel Geladak-geladak bukan Geladak Panggal di dalam Zona-zona Vertikal Utama, dan tidak membatasi Zona Horizontal Ruangan-ruangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Stasiun-stasiun pengawasan (1) A-30 A-0 A-30 A-0 A-15 A-0 A-0 A-0 B-0 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-0 Tangga-tangga tapak (2) A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 B-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 Lorong-lorong (3) A-15 A-0 A-0 A-0 1 B-0 1 A-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-15 B-0 A-15 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi sekoci penolong dan rakit penolong (4) A-0 A-0 A-0 A-0 - A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 Ruang-ruang geladak terbuka (5) A-0 A-0 A-0 B-0 A-0 - A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (6) A-60 A-15 A-0 A-0 A-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 kebakaran kecil Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (7) A-60 A-30 A-0 A-15 A-0 A-15 A-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-15 B-0 A-30 B-0 A-0 B-0 A-0 A-15 A-0 kebakaran sedang Ruang-ruang akomodasi dengan resiko (8) A-60 A-60 A-15 A-60 A-0 A-30 A-0 A-0 B-0 A-15 B-0 A-30 B-0 A-60 B-0 A-0 B-0 A-0 A-30 A-0 kebakaran besar Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan (9) A-0 A-0 A-0 B-0 A-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 yang serupa Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil atau tanpa resiko kebakaran (10) A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 1 A-0 A-0 Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat, ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan ruangan-ruangan lain yang serupa dengan resiko kebakaran yang sedang (11) A-60 A-60 A-15 A-60 A-15 A-30 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-0 1 Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama (12) A-60 A-60 A-60 A-60 A-0 A-60 A-60 A-60 A-0 A-0 A-30 Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang penyiapan, dll Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya dimuat cairan-cairan yang dapat menyala Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS) (13) A-60 A-30 A-0 A-15 A-0 A-15 A-0 A-0 B-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-30 A-0 A-0 B-0 A-0 A-0 (14) A-60 A-60 A-30 A-60 A-30 A-60 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-60 A-15 A-0 A-0 A-30 2 A-0 II - 61

62 6. Fasilitas Penumpang Kapal Kelas Ekonomi Yang Berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam a. Ruang Akomondasi Ruang umum, koridor, toilet, kabin, rumah sakit, bioskop, ruang permainan dan hobi, tempat pangkas rambut, dapur yang tidak terdapat peralatan masak, dan tempat-tempat sejenis lainnya. b. Ruang Penumpang 1) Ruangan dibawah garis margin yang digunakan untuk akomodasi dan digunakan untuk penumpang selain dari ruangan layanan. 2) Termasuk ruangan yang disediakan dibawah garis margin untuk akomodasi dan yang digunakan awak kapal c. Ruang Publik Ruang publik mencakup semua ruangan termasuk ruang makan, bar, ruang merokok, ruang bersantai, ruang rekreasi, ruang perawatan anak dan perpustakaan. d. Area Bebas Area bebas di geladak adalah area bebas di geladak yang dikurangi dengan area yang digunakan untuk palka, jendela cahaya, companion way, selubung kamar mesin, penompang, tiang kapal, ventilator, ruang navigasi, alat keselamatan jiwa dan ruang yang diperuntukan untuk muatan dan lain-lain. Ketika tempat duduk tetap di pasang di sekeliling ruangan, pengukuran harus diambil dari belakang dari tempat duduk 1) Dalam menghitung area bebas yang disediakan untuk penumpang, tempat yang digunakan sebagai berikut juga harus dikurangkan : a) Jalan dibagian dalam yang lebar bersihnya kurang dari 750 mm b) Jalan di geladak terbuka yang lebar bersihnya kurang dari 450mm c) Jalan diantara rumah geladak dan kubu-kubu atau pagar yang lebar bersihnya kurang dari 750 mm d) Toilet dan tempat cuci tangan e) Ruangan lain yang dianggap oleh Otoritas yang berwenang tidak sesuai untuk penumpang II - 62

63 2) Dalam menentukan lebar bersih dari jalan, pengukurannya harus diambil dari tepi tempat duduk yang terpasang. e. Akomodasi duduk Akomodasi duduk harus tersedia untuk setiap penumpang yang diijinkan naik diatas kapal untuk waktu pelayaran 30 menit atau lebih. Apabila dipasang tempat duduk tetap yang menerus, disyaratkan besaran tempat duduk minimum 475 mm per penumpang a) Pada pelayaran yang waktunya 15 sampai kurang dari 30 menit harus dilengkapi dengan tempat duduk untuk paling kurang 75 persen dar jumlah penumpang yang tercantum dalam sertifikat. Untuk pelayaran yang lamanya kurang dari 15 menit, harus tersedia 40 persen tempat duduk dari jumlah penumpang yang tercantum dalam sertifikat b) Tempat duduk yang terpasang tetap harus ditempatkan sedemikian rupa agar selalu siap menuju jalan penyelamatan. Tempat duduk harus diatur sebagai berikut : 1) Jalan yang panjangnya 4,5 meter atau kurang, lebarnya harus tidak kurang dari 600 mm. 2) Jalan yang panjangnya lebih dari 4,5 meter, lebarnya harus tidak kurang dari 750 mm 3) Apabila tempat duduk berupa barisan yang menghadap ke satu arah, jarak antara bagian depan tempat duduk dan bagian depan tempat duduk lainnya tidak boleh kurang dari 750 mm 4) Secara umum, tempat duduk yang dapat dipindah atau tempat duduk sementara harus diatur sebagaimana tempat duduk yang dipasang tetap 5) Otoritas yang berwenang dapat memberikan pertimbangan khusus tentang tempat duduk dalam hal apabila dapat ditunjukan bahwa penyelamatan dari ruangan di mana tempat duduk berada dapat dilakukan secara cepat melalui jendela atau bukaan lainnya dekat tempat duduk. 6) Tempat duduk tidak boleh dipasang di ruang antara rumah geladak atau bangunan atas dan kubu-kubu atau pagar atau bagian dalam dari jalan laluan II - 63

64 tertutup apabila lebar dari ruangan tersebut kurang dari 1 meter c) Ruang Akomodasi Tertutup 1) Jumlah penumpang yang diijinkan di kabin dan kompartemen yang dilengkapi dengan tempat tidur tetap atau sofa yang dapat digunakan sebagai tempat tidur harus ditentukan oleh jumlah tempat tidur, dengan catatan harus tersedia setidaktidaknya 1 meter persegi untuk bergerak bebas, untuk setiap penumpang. 2) Tempat tidur harus : a) Tidak boleh lebih dari dua tingkat dan terpisah secara vertikal tidak kurang dari 650 mm b) Memiliki panjang minimum 1,9 meter dan lebar minimum 600 mm dan c) Dibuat dan diatur sedemikian rupa untuk mudah keluar dan masuk 3) Tinggi ruangan kabin dan lounge harus tidak boleh kurang dari 1,9 meter, dengan catatan hal ini boleh berkurang disisi ruangan untuk persiapan camber, saluran peranginan atau perpipaan. 4) Jalan haluan yang menuju pintu keluar harus memiliki tinggi bersih, tidak kurang dari 1,9 meter dan lebar bersih 750 mm. d) Fasilitas toilet 1) Kapal, kecuali yang beroperasi pada pelayaran pendek dengan waktu kurang lebih 15 menit atau kurang, harus dilengkapi dengan fasilitas toilet sesuai dengan ketentuan berikut : a) Penumpang tanpa tempat tidur b) Sampai dengan 50 penumpang : tersedia 1 wc dan 1 wastafel c) Antara 51 s.d 100 penumpang: tersedia 2 wc dan 2 wastafel d) Untuk setiap penambahan 100 penumpang atau kelebihannya: tersedia 1 wc atau 1 urinoir, 1 wastafel e) Penumpang dengan tempat tidur II - 64

65 1) Jumlah wc dan wastafel dan pancuran diperoleh dengan membagi jumlah penumpang dibagi 5. Jika kelebihannya lebih dari 2, maka jumlah wc dan wastafel ditambah 1. 2) Apabila disediakan lebih dari 1 wc, maka jumlah wc harus dipisahkan secara proporsional untuk penggunaan oleh perempuan dan diberi tanda yang jelas pada bagian luarnya. Pintu masuk ke wc laki-laki dan perempuan harus diatur sedemikian rupa untuk memberikan akses yang tidak terhalang dan privasi kepada pengguna. Ruang yang ada wc nya harus cukup luas sesuai kegunaannya, mempunyai lapisan bagian dalam yang mudah dibersihkan, diterangi dengan baik, berventilasi dan dikeringkan ke atmosfir atau melalui saluran buang dan secara efektif terlindung dari cuaca dan air laut 3) Air tawar dingin dan untuk kapal dengan penumpang bertempat tidur, harus tersedia air tawar panas atau alat untuk memanaskan air di tempat cuci tangan. 4) Tempat pancuran dan wastafel harus mempunyai ukuran yang cukup dan terbuat dari bahan permukaannya halus, tidak mudah retak, mengelupas atau berkarat. 5) Semua ruang wc harus mempunyai ventilasi ke udara terbuka 6) Perlengkapan sanitasi yang ditempatkan di ruang wc harus dilengkapi air pembilas yang cukup, tersedia setiap saat dan dapat dikontrol secara independen. f) Akomodasi sanitar harus memenuhi persyaratan berikut : 1) Lantai harus dari bahan yang mudah dibersihkan, kedap kelembaban dan harus dikeringkan dengan baik 2) Sekat harus kedap air sampai dengan sekurang-kurangnya 200 mm diatas ketinggian lapisan geladak II - 65

66 3) Ruang wc harus tidak berhubungan langsung dengan ruangan tempat menyimpan dan menyiapkan makanan atau ruang makan 4) Ruang wc harus ditempatkan secara baik namun terpisah dari ruang tidur dan sejauh memungkinkan terpisah dari kamar mandi. Apabila ada lebih dari 1 wc didalam suatu kompartemen, harus diberi tabir yang memadai untuk menjamin privasi f. Ruang Akomodasi dan Perbekalan untuk Awak Kapal dan penumpang dalam Pasal 78 Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan, disebutkan bahwa: 1) Di kapal harus tersedia ruangan yang dapat digunakan untuk akomodasi awak kapal, termasuk taruna, yang dipisahkan oleh sekat-sekat dari ruangan lainnya sesuai dengan persyaratan. 2) Ruang akomodasi tidak boleh berhubungan langsung dengan ruang mesin dan ruang ketel. 3) Jalan masuk keruang akomodasi dan keruang kerja anak buah kapal bagian mesin, harus mudah dicapai dari luar ruang mesin dan ruang ketel. 4) Di ruang akomodasi harus terdapat perlengkapan akomodasi awak kapal dan ventilasi udara yang cukup serta terpisah dari ventilasi udara untuk ruang mesin untuk ruang mesin dan ruang muatan. 5) Di setiap kapal harus tersedia kamar kecil dan kamar mandi serta dapur bagi awak kapal sesuai dengan persyaratan. 6) Terhadap kapal kapal tertentu dapat diberikan pengecualian dari ketentuan ini. g. Sedangkan dalam Pasal 79 Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan, disebutkan bahwa: 1) Ruang penumpang harus dipisahkan dengan sekat dari kamar awak kapal, ruang muatan dan ruang lainnya. 2) Ruang penumpang harus memenuhi persyaratan tingkat kebisingan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Ruang penumpang harus dilengkapi ventilasi dan penerangan yang cukup. II - 66

67 4) Ruang penumpang tidak boleh berhubungan langsung dengan ruang mesin dan ruang ketel. 5) Ruang penumpang harus aman terhadap hujan, angin dan panas matahari. 6) Geladak terendah yang boleh digunakan sebagai geladak penumpang adalah geladak teratas yang terletak dibawah garis air,dengan ketentuan geladak dimaksud harus mendapatkan ventilasi,penerangan dan tingkap sisi yang cukup. 7) Dikapal harus tersedia perlengkapan akomodasi penumpang yang cukup. 8) Untuk setiap penumpang geladak harus tersedia ruangan degan luas geladak sekurang-kurangnya 1,12 m2 ditambah dengan 0,37 m2 luas geladak untuk ruang peranginan. 9) Untuk setiap penumpang kamar harus tersedia ruangan sekurang-kurangnya 3,10 m3, ditambah dengan 0,37 m2 luas geladak untuk ruang peranginan. 10) Di kapal berdasarkan daerah pelayarannya, harus tersedia perbekalan yang cukup bagi penumpang. 11) Di kapal harus tersedia kamar kecil dan kamar mandi serta dapur untuk penumpang sesuai dengan persyaratan. h. Sedangkan akomodasi untuk ruang penumpang yang diatur dalam NCVS 2009 adalah sebagai berikut: 1) Ruang Akomondasi Ruang umum, koridor, toilet, kabin, rumah sakit, bioskop, ruang permainan dan hobi, tempat pangkas rambut, dapur yang tidak terdapat peralatan masak, dan tempat-tempat sejenis lainnya. 2) Ruang Penumpang a) Ruangan dibawah garis margin yang digunakan untuk akomodasi dan digunakan untuk penumpang selain dari ruangan layanan. b) Termasuk ruangan yang disediakan dibawah garis margin untuk akomodasi dan yang digunakan awak kapal. 3) Ruang Akomodasi Terbuka II - 67

68 a) Akomodasi untuk jumlah penumpang yang sesuai dengan sub devisi dari kapal sebagaimana ditentukan. Dalam keadaan apapun luasan yang disediakan tidak boleh kurang dari 0,85 meter persegi per penumpang b) Untuk kapal kelas 1A, kelas 1B dan kelas 1C adalah jumlah penumpang yang dapat dimuat pada area bebas digeladak dengan luasan tidak kurang dari 0,85 meter persegi per penumpang c) Untuk kelas 1D dan kelas1e, jumlah penumpang yang dapat dimuat pada ruang bebas di geladak dengan luasan tidak kurang dari 0,55 meter persegi per penumpang di geladak utama dan 0,85 meter persegi per penumpang untuk ruangan selain yang terletak di geladak utama d) Pada kelas 1E, otoritas yang berwenang boleh mengijinkan pengurangan menjadi 0,4 meter persegi untuk tiap penumpang pada ruang bebas di geladak utama. 4) Ruang Akomodasi Tertutup a) Jumlah penumpang yang diijinkan di kabin dan kompartemen yang dilengkapi dengan tempat tidur tetap atau sofa yang dapat digunakan sebagai tempat tidur harus ditentukan oleh jumlah tempat tidur, dengan catatan harus tersedia setidak-tidaknya 1 meter persegi untuk bergerak bebas, untuk setiap penumpang. b) Tempat tidur harus : (1) Tidak boleh lebih dari dua tingkat dan terpisah secara vertikal tidak kurang dari 650 mm (2) Memiliki panjang minimum 1,9 meter dan lebar minimum 600 mm dan (3) Dibuat dan diatur sedemikian rupa untuk mudah keluar dan masuk (4) Tinggi ruangan kabin dan lounge harus tidak boleh kurang dari 1,9 meter, dengan catatan hal ini boleh berkurang disisi ruangan untuk persiapan camber, saluran peranginan atau perpipaan. II - 68

69 (5) Jalan laluan yang menuju pintu keluar harus memiliki tinggi bersih, tidak kurang dari 1,9 meter dan lebar bersih 750 mm. 7. Penerangan Kapal Penumpang a. Penginstalasian 1) Jenis lampu yang dipasang disesuaikan tempatnya (biasa, kedap air, kedap ledak, dan sebagainya) 2) Penempatannya harus sedemikian hingga terlindung/terbebas dari bahaya mekanis, tetes/cipratan air dll. 3) Untuk tempat tertentu yang dikategorikan penting (dari segi keselamatan/safety) diusahakan untuk disuplai lewat 2 (dua) rangkaian terpisah, seperti ; a) Kamar mesin & kamar kendali (control) b) Dapur besar c) Gang d) Tangga ke geladak sekoci e) Ruang duduk & makan untuk penumpang dan awak kapal Setidak-tidaknya (misal karena kapal kecil) saluran/rangkaian kedua disuplai lewat sumber darurat. f) Socket hanya boleh ditempatkan pada lokasi yang benar-benar aman/terlindung dari bahaya mekanis (tidak boleh di ruang palka), juga tidak boleh ditempatkan pada lokasi dengan tingkat bahaya tinggi, seperti ruang boiler, underfloor machinery, dekat fuel oil (FO), lub. oil (LO), separator dan sebagainya. b. Komponen 1) Seluruh bagian perangkat penerangan dari jenis pemakaian di kapal 2) Pemilihan berdasar kebutuhan (tergantung tempat & kondisi sekitar) c. Lampu Darurat Untuk waktu selama 36 jam, lampu darurat harus dapat memenuhi: 1) lampu penerangan darurat harus tersedia dan berfungsi pada setiap lokasi berkumpul dan lokasi evakuasi pada saat terjadi bahaya pada kapal; II - 69

70 2) Pada seluruh tempat pelayanan, seperti: ruang akomodasi, gang, tangga dan pintu darurat untuk mencapai tempat berkumpul atau embarkasi; 3) Ruang mesin utama dan mesin bantu termasuk ruang untuk generator dan ruang kendali pada ruang mesin; 4) Pada seluruh tempat kendali permesinan dan setiap swicthboard panel darurat; 5) Pada semuatempat untuk penyimpananpakaianpemadam kebakaran; 6) Pada ruang gigi kemudi, dan; 7) Pada ruang pompa kebakaran, pompa sprinkler dan pompa darurat lambung kapal. 8. Tangga Kapal Penumpang Tangga tapak dan panjat harus disediakan dengan ukuran dan jumlah yang cukup di kapal untuk memberikan kesiapan akses dari satu geladak ke geladak lainnya, dan secara khusus ke geladak embarkasi sekoci dan atau rakit penolong. Apabila jarak dari bagian atas ambang ke langit-langit di ruangan mana saja diperlukan akses untuk pengoperasian kapal melebihi 1,2 meter, dan harus disediakan tangga panjat. Tangga tapak dan tangga panjat harus diposisikan dan diatur secara efektif untuk menghindari terjadinya kerumunan pada bagian-bagian kapal. a. Tangga tapak yang dibuat harus dipasang untuk memberikan akses langsung ke geladak atau kompartemen yang memuat penumpang lebih dari 12 orang. Dimana tangga tapak harus : 1) Memiliki lebar, diukur antara bagian dalam pegangan tangan atau pagar yang diperoleh dari tabel 2.16 berikut : Tabel 2.16 Lebar Minimum Tangga Tapak Jumlah penumpang yang dapat ditampung dalam kompartemen Melebihi Tidak Melebihi Lebar minimum (mm) II - 70

71 Sumber: Catatan : Non Convention Vessel Standard (NCVS) Indonesian Flagged Apabila jumlah penumpang dalam setiap kompertemen melebihi 200 orang maka lebar minimum tangga tapak harus 1750 mm ditambah 25 mm untuk setiap kelebihan sampai 25 penumpang. 2) Dilengkapi dengan pegangan tangan dengan tinggi vertikal tidak kurang dari 859 mm diatas tapak, dan dipasang sedemikian rupa sehingga tidak ada rintangan pada atau diatas pegangan yang akan memutus genggaman. Dengan catatan dalam hal tangga tapak mempunyai langkah atau tingkatan yang tingginya tidak melebihi 1 meter, pegangan tangan boleh dihilangkan dengan catatan dipasang pegangan lain yang sesuai 3) Dilengkapi dengan pegangan pemisah dibagian tengah tangga apabila lebar tangga 1500 mm atau lebih 4) Memiliki tinggi bersih diatas permukaan tapak tidak kurang dari 1,9 meter. 5) Memiliki kenaikan anak tangga yang tidak kurang dari 200 mm dan tidak melebihi 225 mm. 6) Memiliki lebar pijakan tidak kurang dari 150 mm. 7) Memiliki sudut terhadap bidang vertikal tidak kurang dari 45 0 untuk jumlah penumpang melebihi 200 dan 37 0 apabila jumlahnya 200 atau kurang. 8) Pada kapal pelayaran samudra, sejauh memungkinkan, arah tangga harus condong kedepan atau kebelakang dan tidak boleh melintang kapal. 9) Mendapat penerangan yang cukup siang dan malam. 10) Memiliki permukaan anti slip pada pijakan II - 71

72 b. Tangga panjat dibuat boleh dipasang untuk memberikan akses langsung ke geladak atau kompartemen yang memuat 12 penumpang atau kurang. Tangga panjat jika diijinkan dipasang harus memenuhi : 1) Memiliki lebar yang diukur dari bagian dalam rel pegangan tangan atau perintang tidak boleh kurang dari 600 mm 2) Dilengkapi dengan sarana untuk pegangan yang sesuai 3) Memiliki tinggi undakan tidak kurang dari 200 mm dan tidak lebih dari 250 mm 4) Memiliki lebar pijakan tidak kurang dari 100 mm 5) Memiliki sudut terhadap bidang vertikal tidak kurang dari ) Pada kapal pelayaran samudra, sejauh memungkinkan, arah tangga harus condong ke depan atau ke belakang dan tidak boleh melintang kapal. 7) Mendapat penerangan yang cukup siang dan malam 8) Memiliki permukaan anti slip pada pijakan. c. Tangga Akomodasi Setiap tangga akomodasi atau tangga kapal harus : 1) Minimal mempunyai lebar 55 cm dan 2) Dilengkapi dengan tiang penyangga dan teralis yang rapi, rantau atau pagar pada kedua sisi. 3) Jarak antara tiang penyangga tidak boleh lebih dari 4 meter dan dipasang secara baik untuk menghindari pergeseran 4) Pagar harus mempunyai tinggi tidak kurang dari 1 meter, dengan teralis atau rantai antara pada tinggi kurang dari 50 cm 5) Tangga akomodasi atau tangga kapal harus dibuat sederhana sehingga perubahan terhadap sarat kapal atau tinggi diatas dermaga dapat disesuaikan dengan mudah 6) Jika memungkinkan, tangga akomodasi harus mempunyai platform atas yang mempunyai kili-kili, alur anti slip dan dilengkapi roda atau pada bagian bawahnya II - 72

73 7) Setiap penyesuaian yang diperlukan disebabkan perubahan ketinggian lambung kapal tidak boleh menjadikan alur atau pijakan tangga menjadi miring sehingga kehilangan kemampuan menahan pijakan dengan mantap. 8) Papan penahan belakang (duckboard) harus dipasang untuk memberikan injakan kaki yang aman pada kemiringan dengan sudut kecil 9) Jarak antara puncak tangga kapal atau tangga dan kapal harus dilindungi pada tiap sisinya dengan terali, rantai kencang atau perlengkapan lain yang sesuai, dengan rantai antara pada ketinggian yang sesuai dengan pegangan dan perlindungan antara dari tangga kapal 10) Jika ujung atas bersandar pada atau sama rata dengan puncak terali atau kubu, harus disediakan pijakan tangga yang kokoh dan dipasang secara baik dan dilengkapi dengan terali yang cukup untuk menjamin keselamatan orang untuk menuju ke dan dari tangga kapal tersebut. 11) Jika memungkinkan, tangga akomodasi tidak boleh digunakan dengan sudut yang lebih besar dari 55 o terhadap horisontal. 12) Jika bagian bawah tanggal kapal dipasangi roda, tangga tersebut harus dilengkapi atau dilindungi sedemikian sehingga dapat mencegah terperangkapnya kaki pengguna dan tangga tersebut harus diletakan pada posisi yang tidak membatasi gerak bebas roda tersebut. 13) Tangga kapal tidak boleh diturunkan diantara daratan dengan kapal sedemikian sehingga kapal tersebut mungkin hancur atau rusak karena benturan kapal. 14) Pemeliharaan harus dilakukan dengan hati-hati untuk mendeteksi retakan, karat atau korosi pada tangga kapal 15) Setiap kerusakan yang dapat menyebabkan bahaya harus diperbaiki sebelum kembali digunakan. d. Tangga Portabel 1) Tangga portabel tidak boleh digunakan untuk naik ke kapal kecuali cara lain yang lebih aman tidak memungkinkan. II - 73

74 2) Tangga portabel harus dibuat dengan baik, cukup kuat dan dirawat dengan baik. 3) Ketika tangga digunakan : a) Bagian atasnya harus dinaikkan setidaknya 1 meter diatas tempat pendaratan. b) Setiap penyangganya harus bersandar pada dasar yag kuat dan mendatar c) Tangga harus diamankan sehingga tidak tergelincir, jatuh atau bergeser kesamping 4) Tangga harus digunakan pada sudut 60 0 dan 75 0 dari horisontal. e. Tangga Pandu Persyaratan untuk tangga pandu dan kerekan mekanis pengangkat tangga pandu sesuai dengan SOLAS, 1974, koda dan amandemennya 9. Fasilitas Pelayanan Kesehatan bagi Kapal Penumpang yang Berlayar Lebih dari 8 Jam a. Umum Pembangunan kapal modern memerlukan kemampuan teknik yang cukup baik serta teknologi canggih. Hasilnya adalah kapal dengan desain dievaluasi secara menyeluruh yang akhirnya digunakan untuk kegiatan transportasi. Sebuah kapal harus menahan beban yang dirancang untuk membawa muatan dan pada saat yang sama menjadi fungsional dan estetika. Dalam sebuah kapal adalah dalam operasinya terdapat masyarakat tertutup, yang terdiri dari awak kapal dan penumpang untuk jangka waktu. Sedangkan sarana yang terdapat di kapal termasuk akomodasi tidur,toilet, tempat istirahat, dapur dan ruang makan serta wilayah kerja. Selain itu, kapal modern memiliki gimnasium, televisi, komputer dengan koneksi satelit dan fasilitas lainnya. Dalam masyarakat tertutup, seperti di kapal dalam pelayarannya memerlukan layanan 24 jam medis yang harus berfungsi dengan baik.konvensi dan peraturan diratifikasi oleh negara bendera harus diikuti, pelaut dan pemilik kapal bertanggung jawab harus berusaha sekuatkuatnya untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan atau fatal kecelakaan dan penyakit. Fasilitas kesehatan di kapal, obat-obatan dan peralatan, fasilitas medis terdiri dari: II - 74

75 1) Sebuah unit medis dengan obat-obatan dan peralatan medis 2) Sebuah ruang perawatan untuk orang sakit dan terluka. Kamar ini harus dilengkapi dan dilengkapi untuk tujuan tersebut. 3) Satu atau lebih paramedis bertanggung jawab untuk pertolongan pertama medis dan perawatan medis, dan selanjutnya bekerja sama dengan dokter di darat. Hubungan tersebut seperti hubungan antara paramedis ambulans dan dokter medis di rumah sakit. 4) Peralatan komunikasi modern untuk bertukar informasi tentang pasien dalam hal saran/ tindakan medis yang dilakukan untuk pengobatan. 5) Informasi tata letak konstruksi/ lay-out ruangan di kapal diperlukan dalam mengambil satu tindakan medis dan pemeliharaan ruang kesehatan tersebut. Ini harus mencakup persediaan peralatan medis dan obatobatan dan spesifikasi kompetensi yang diperlukan dari paramedis yang bertanggung jawab. 6) Prosedur harus dirinci untuk setiap kapal, dengan posisi orang yang bertanggung jawab, petunjuk rinci yang relevan untuk kapal dalam keadaan darurat, prosedur pelatihan. Analisa risiko di atas kapal harus dijelaskan dalam prosedur yang terkait dengan ini. b. Daerah Pelayaran Sesuai dengan Pasal 8 PP No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, disebutkan bahwa berdasarkan kondisi geografis dan meteorologi ditetapkan daerah pelayaran dengan urutan sebagai berikut : 1) Derah Pelayaran Semua Lautan; Daerah Pelayaran Semua Lautan adalah Pelayaran untuk semua laut di dunia. 2) Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia; Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia adalah daerah pelayaran yang meliputi daerah yang dibatasi oleh garisgaris yang ditarik dari titik Lintang Utara di Pantai Barat Malaysia, sepanjang pantai Malaysia, Singapura,Thailand, Kamboja,dan Vietnam Selatan di Tanjung Tiwan dan garis-garis yang ditarik antara Tanjung Tiwan dengan Tanjung Baturampon di II - 75

76 Philipina, sepanjang pantai selatan Philipina sampai Tanjung San Augustin ke titik Lintang dan bujur Timur ditarik ke selatan hingga ketitik Selatan dan bujur Timur, ke titik Lintang Selatan dan Bujur Timur, ke titik Lintang Selatan dan Bujur Timur ke titik Lintang Utara dan Bujur sampai dengan titik Lintang Utara di Pantai Barat Malaysia atau Near Coastal voyage. 3) Daerah Pelayaran Lokal; Daerah Pelayaran Lokal adalah daerah pelayaran yang meliputi jarak dengan radius 500 (lima ratus) mil laut dari suatu pelabuhan tertunjuk. Jarak ini diukur anatara titik titik terdekat batas-batas perairan pelabuhan sampai tempat labuh yang lazim. Jika pelabuhan tertunjuk dimaksud terletak pada sungai atau perairan wajib pandu,maka jarak itu diukur dari atau sampai awak pelampung terluar atau sampai muara sungai atau batas luar dari perairan wajib pandu. 4) Daerah Pelayaran Terbatas Daerah pelayaran Terbatas adalah daerah pelayaran yang meliputi jarak dengan radius 100 (seratus) mil laut dari suatu pelabuhan tertunjuk, jarak ini diukur antara titik-titik terdekat batas-batas perairan pelabuhan sampai tempat labuh yang lazim. Jika pelabuhan tertunjuk dimaksud terletak pada sungai atau perairan wajib pandu, maka jarak itu diukur dari atau sampai awak pelampung terluar atau sampai muara sungai atau batas luar dari perairan wajib pandu. 5) Daerah Pelayaran Pelabuhan; dan Daerah Pelayaran Pelabuhan adalah perairan didalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan. 6) Daerah Pelayaran Perairan Daratan. Daerah Pelayaran Perairan Daratan adalah perairan sungai, danau, waduk,kanal dan terusan. II - 76

77 c. Dalam Pasal 80 Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan, diatur tentang tenaga medis di kapal dalam pelayarannya, seperti: 1) Di kapal penumpang sesuai dengan ukuran dan daerah pelayarannya harus tersedia seorang dokter dibantu oleh juru rawat, kamar perawatan dan perlengkapannya serta obat-obatan yang memenuhi syarat. 2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan perlengkapan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. d. Fasilitas Kesehatan di Kapal Sebuah unitmedis denganobat-obatan danperalatan medis, adalah sebagai berikut: 1) Sebuah ruang perawatan untuk orang sakit dan terluka.kamar ini harus dilengkapi untuk tujuan tersebut. 2) Satu atau lebih paramedis yang bertanggung jawab untuk pertolongan pertama medis dan perawatan medis. 3) peralatan komunikasi modern untuk bertukar informasi pasien dan saran pengobatan dengan rumah sakit atau institusi medis di darat. 4) Satu set peraturan, rekomendasi, prosedur, operasi dan pemeliharaan ruang kesehatan.ini harus mencakup persediaan peralatan medis dan obat-obatan dan spesifikasi kompetensi yang diperlukan dari bertanggung jawab medis. 5) Prosedur untuk setiap kapal, mengenai posisi orang yang bertanggung jawab, petunjuk rinci yang relevan kapal dalam keadaan darurat, prosedur pelatihan dan analisis risiko di atas kapal harus dijelaskan dan prosedur yang terkait dengan ini. 6) Sebuah buku log untuk mencatat semua kasus dan pengobatan yang diberikan di kapal. e. Pertimbangan Fasilitas Kesehatan Pemilihan atau pembangunan fasilitas kesehatan adalah dimulai ketika kapal didesain dalam tahap awal. Pertimbangan skenario seperti ini terutama direkomendasikan untuk mengoptimalkan desain, melalui gambar dan dilengkapi daftar peralatan yang diperlukan dalam fasilitas kesehatan tersebut. Menggunakan II - 77

78 pengalaman dari jenis kapal yang sama dan tata letak dari fasilitas kesehatan tersebut juga dapat berguna dan memudahkan proses desain. Logistik terkait dengan orang terluka dan sakit dapat menjadi kompleks, dan memerlukan pertimbangan dalam tata letak yang akan mengurangi atau menghindari masalah serius di kemudian. f. Lokasi Fasilitas Kesehatan Elemen-elemen berikut harus dipertimbangkan ketika sebuah fasilitas kesehatan di kapal di rancang: 1) Kemampuan untuk membawa orang yang terluka di tandu dari tempat kecelakaan yang paling mungkin terjadi ke fasilitas kesehatan. Perhatian khusus harus diberikan pada: a) Sudut antara koridor dan pintu. Seluruh tandu yang berada di atas kapal harus mudah dipindahkan melalui ke / dari kabin dalam posisi horizontal. Gambar 2.11 Tata Letak Kamar di Kapal b) Jarak dari fasiitas kesehatan dengan tempat pemindahan pasien keluar dari kapal. Apabila ada sarana lift, maka tandu dapat dibawa dalam posisi horisontal, untuk mencapai lokasi pemindahan atau helipad tersebut. c) Jika tidak menggunakan sarana lift dan menggunakan tangga, maka harus diperhitungkan kemiringan dari tangga agar proses evakuasi menjadi mudah. II - 78

79 2) Ruang perawatan harus memiliki lemari terpisah, sebaiknya dapat diakses dari kedua sisi. Juga harus ada fasilitas cuci yang tepat. Untuk kapal penangkap ikan, kebutuhannya adalah sebuah kamar mandi yang berdampingan dengan bak mandi. Untuk berbagai jenis luka (kebakaran, tumpahan bahan kimia dan lainnya) penggunaan air adalah bagian penting dari pengobatan. 3) Ruang perawatan tersebut Itu harus dilengkapi dengan pengatur suhu/ air conditioner, sehingga tingkat kenyamanan dapat terpenuhi. 4) Harus ada sebuah kamar/ kabin terdekat untuk menampung pasien yang memerlukan perawatan jangka panjang. Kabin ini dapat berfungsi sebagai akomodasi tidur hingga untuk keperluan darurat. 5) Harus memungkinkan untuk mengubah ruang tidur di dekatnya menjadi fasilitas ruang isolasi. 6) Ruang perawatan harus memiliki minimal dua sumber daya listrik keadaan darurat. Catu daya tersebut cukup untuk mengoperasikan semua peralatan medis termasuk lampu operasi. g. Ukuran dan Bentuk Fasilitas Kesehatan 1) Ruang yang cukup untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik adalah dengan ukuran seluas 6 meter persegi. 2) Ruang fasilitas kesehatan tersebut dan diperlengkapi dengan peralatan yang sesuai dengan kebutuhan, namun petugas medis harus dapat menjangkau pasien atau peralatan tanpa harus melangkah, seperti: pasien, obatobatan, Peralatan medis yang diperlukan, Telepon / intercom, tombol lampu dan lainnya. 3) Memastikan bahwa keempat sisi dari tempat tidur perawatan mudah untuk dilalui oleh petugas kesehatan untuk memudahkan pemeriksaan pasien. 4) untuk ruang perawatan sebaiknya berdekatan atau menggunakan kamar untuk perawatan lebih lanjut jika diperlukan. 5) Lampu di atas meja periksa atau pengobatan harus memiliki minimal 750 lux, dan meja petugas medis setidaknya 300 lux. Dianjurkan untuk memiliki lampu operasi dengan lensa. II - 79

80 6) Dalam kasus luka bakar dan tumpahan bahan kimia, dari sudut pandang medis untuk dapat membilas pasien dengan air di meja pemeriksaan atau pengobatan. Hal ini memerlukan penutup lantai yang tahan air dan saluran pembuangan air di lantai. Gambar 2.12 Perlengkapan Ruang Perawatan Ruang perawatan memerlukan perlengkapan yang sesuai untuk kondisi di laut. Beberapa hal harus dipertimbangkan, seperti: a) Lemari untuk menyimpan obat dan peralatan lainnya harus memiliki keamanan yang memadai. Lemari sebaiknya menggunakan laci bukan tipe rak untuk penyimpanan obat-obatan, karena hal ini lebih jelas dalam penggunaan sehingga lebih efektif. Hal tersebut juga mempermudah kontrol dan isi ulang. b) Ruang perawatan harus memuat: (1) Sebuah tempat tidur rumah sakit dengan tipe roda dan rem. (2) Lemari dengan laci cocok untuk menyimpan obat obatan di kapal (3) Meja kantor (4) Kursi (5) Nakas (6) Meja periksa atau pengobatan dengan roda. (7) Buku rak untuk literatur medis (8) Lemari loker untuk pakaian tidur, handuk, pakaian medis dll II - 80

81 (9) Loudspeaker telepon atau headset (panggilan nomor yang sama dengan fasilitas medis cadangan) (10) Alat komunikasi c) Penggunaan label obat atau untuk peralatan lainnya sehingga memudahkan pencarian atau pengambilan. d) Harus ada ruang yang cukup di sekitar keempat sisi tempat tidur pemeriksaan atau pengobatan untuk petugas medis bekerja. e) Sebuah botol oksigen harus disimpan di dekat tempat tidur. Oksigen harus dipasang dan siap untuk digunakan dengan semua tabung dan perangkat hisap yang dapat diajangkau dengan mudah oleh pasien. Botol cadangan oksigen juga disiapkan pada ruang perawatan. Pemasangan unit konsentrasi oksigen adalah sebuah alternatif yang layak untuk dipertimbangkan f) Pintu ke rumah sakit harus dapat dilihat secara jelas dan diberi label. g) Apabila diperlukan untuk mengisolasi pasien yang menderita penyakit menular. Persyaratan ruang isolasi adalah: (1) Jika tidak ada ruang isolasi permanen, minimal harus ada rencana tertulis pemakaian ruang yang digunakan untuk kebutuhan tersebut. (2) Ruangan harus diberi label yang jelas ketika sedang digunakan sebagai bangsal isolasi. (3) Ketika memasuki ruangan, harus ada ruang untuk mengenakan / melepas pakaian steril pada masuk / keluar, untuk menghindari penyakit menular ke seluruh kapal. (4) Kabin harus memiliki akses langsung ke kamar mandi yang terpisah termasuk toilet dan wastafel. (5) Ukuran kabin dan fasilitas kebersihan yang menghubungkan harus tepat. Fasilitas ini akan berhubungan dengan ukuran kru, sesuai dengan peraturan. Penting untuk memperhatikan fakta jelas, bahwa pasien dengan ukuran yang sama, independen dari kapal dan ukuran awak. Akibatnya ukuran fasilitas akan tergantung pada berapa banyak pasien yang akan menerima perawatan II - 81

82 pada saat yang sama, mengingat setiap pasien mendapat ruang yang cukup. (6) Untuk memudahkan membersihkan fasilitas agar tetap bersih. Dinding atau permukaan menggunakan bahan yang mudah dibersihkan. (7) Penutup lantai harus mudah untuk di bersihkan namun tidak licin. (8) Pisahkan alat makan, piring dan hidangan harus disediakan. Mereka juga harus dicuci secara terpisah dari hidangan lainnya. Mungkin layak untuk menggunakan alat makan sekali pakai. (9) Alas tempat tidur dan handuk terpisah untuk pasien yang terisolasi harus disediakan. Masalah lain yang paling kritis adalah ventilasi dan kemungkinan untuk membuat zona di-antara. h) Perlengkapan dan peralatan harus sedemikian dibuat sehingga memenuhi persyaratan untuk kapal jenis tertentu dapat dipenuhi. g. Cadangan Fasilitas Kesehatan Darurat Kemungkinan bahwa fasilitas kesehatan yang terdapat di kapal rusak, atau tidak bisa diakses karena kebakaran atau alasan lain. Pada tahap desain dan pelaksanaan, harus fasilitas medis darurat (fasilitas medis sekunder) di lokasi yang terpisah dengan fasilitas medis utama. Sebuah ruang yang biasanya digunakan untuk tujuan lain, untuk dapat digunakan atau dirubah menjadi fasilitas medis darurat. Faktor-faktor berikut ini harus dipertimbangkan, seperti: 1) Area ruangan yang memadai 2) Jarak yang cukup dekat untuk mengangkat korban ke tempat pemindahan korban untuk penanganan selanjunya di darat. 3) Ruang yang cukup untuk pasien berbaring di tandu secara horisontal 4) Pencahayaan yang cukup, sumber daya darurat yang memadai untuk peralatan medis. 5) Tempat untuk mencuci tangan dan air bersih 6) Loudspeaker telepon atau headset 7) Alat komunikasi nirkabel II - 82

83 8) Tempat penyimpanan seluruh peralatan yang digunakan dengan aman dan mudah diakses. i. Kapal Tanpa Fasilitas Kesehatan Khusus Kapal dengan awak kurang dari 15 orang dan kurang dari 500 ton, tidak ada persyaratan untuk penyediaan fasilitas medis khusus. Namun demikian, yang diperlukan untuk dapat menampung dan mengobati orang yang terluka dan sakit. Setidaknya satu kamar atau kabin harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Harus memungkinkan untuk mengangkut orang di tandu dari lokasi kecelakaan ke dalam kabin dan tempat tidur itu. Ini harus memungkinkan untuk orang dengan cedera kepala, leher dan punggung tanpa risiko cedera lebih lanjut kepada pasien. 2) Harus ada kamar yang terhubung atau tidak jauh lokasinya dari kamar mandi. Kamar mandi ini tidak digunakan berbagi dengan orang lain selama periode penyakit. Kabin ini harus diidentifikasi dalam prosedur medis. Jika kecelakaan terjadi, perubahan kabin harus dilaksanakan untuk mengakomodasi orang yang terluka di kabin yang telah ditentukan. j. Peralatan medis dan obat-obatan Peralatan medis dan obat-obatan yang harus dilakukan di atas kapal harus disimpan dengan baik. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam tahap desain kapal terkait dengan peralatan medis dan obat-obatan. Peralatan tersebut dapat dibagi dalam kelompok berikut: 1) Kelompok 1: Peralatan resusitasi 2) Kelompok 2: Pakaian 3) Kelompok 3: Instrumen kesehatan 4) Kelompok 4: Peralatan pemantauan dan pemeriksaan 5) Kelompok 5: Peralatan untuk injeksi, tusuk perfusi, dan kateterisasi 6) Kelompok 6: Peralatan medis umum 7) Kelompok 7: Peralatan untuk imobilisasi fraktur 8) Kelompok 8: Disinfections, disinsectization dan profilaksis 9) Kelompok 9: Panduan medis kapal. II - 83

84 10) Kelompok 10: lain-lain k. Manajemen Peralatan Peralatan harus disimpan dan terpasang dengan baik untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Peralatan darurat untuk menyelamatkan nyawa harus dipasang dan selalu siap untuk digunakan, seperti: tabung oksigen dan perlengkapannya. 2) Botol oksigen cadangan harus siap pakai dan disimpan secara terbuka. Adalah penting bahwa botol dijamin aman untuk pemakaian dilaut lepas. 3) Peralatan untuk prosedur tertentu harus dikemas dalam unit terpisah dan selalu siap untuk digunakan. 4) Unit-unit harus diisi ulang segera setelah digunakan. l. Sistem pemeliharaan dan kontrol Kapal harus memiliki daftar yang sistematis dan lengkap dari peralatan diatas kapal, lokasi penempatan dan penggunaannya sesuai dengan persyaratan sebagai berikut: 1) Peralatan dengan tanggal kadaluwarsa harus diganti, dimana pemantauan tanggal penggantian harus selalu dilakukan pemutakhiran informasi. 2) Penggunaan Peralatan harus dijelaskan dengan rinci dalam buku manual yang harus selalu tersedia. 3) Untuk peralatan yang jarang digunakan perlu ditambahkan gambar untuk memudahkan mengenali peralatan tersebut. 4) Pnyediaan literatur atau instruksi multimedia untuk tujuan pelatihan. 5) Sistem pemeliharaan dapat berupa berbasis manual atau elektronik, tetapi harus fleksibel dan mudah digunakan. 6) Harus ditulis tata cara pemeliharaan dan kontrol dari peralatan kesehatan II - 84

85 Gambar 2.13 Penyimpanan Obat-obatan Pasokan obat harus sesuai dengan Rekomendasi ILO R105. Beberapa hal yang perlu menjadi bahan pertmbangan untuk penyimpanan obat adalah sebagai berikut: 1) Beberapa obat harus disimpan dingin di lemari es, seperti, obat tetes mata dexamethazone, Adrenalin / epinefrin untuk injeksi, tetes mata Chloramfenicol, vaksin Tetanus, supositoria metoclopramid, supositoria lain dan semua jenis salep. 2) Resep kelompok A (narkotika) dan kelompok B (obat penenang, obat tidur dll) harus sesuai dengan undangundang Republik Indonesia, dan disimpan di lemari terkunci terpisah, sebaiknya dalam lemari terkunci untuk obat-obatan. 3) Obat-obatan yang tersisa harus dipilah ke dalam kelompok diberi label dengan jelas sebagai berikut: a) Kelompok 1:Obat Kardiovaskular b) Kelompok 2:Obat yang digunakan untuk gangguan lambung c) Kelompok 3:Analgesik dan antispasmodic d) Kelompok 4:Obat-obatan digunakan untuk gangguan sistem saraf e) Kelompok 5:Anti-allergics dan anti-anaphylactics f) Kelompok 6:Obat digunakan untuk kondisi sistem pernapasan g) Kelompok 7: Obat Anti-infeksi II - 85

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. RANCANGAN STANDAR PINTU UTAMA DAN DARURAT KAPAL PENUMPANG DAN RO-RO Rancangan standardisasi ini merupakan hasil kajian dari berbagai pedoman spesifikasi teknik pekerjaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

SEKAT KEDAP AIR HALUAN MIRING KAPAL PENUMPANG : 5 % L M KAPAL BARANG : b = Jarak terkecil dari. ketentuan. b = 5 % L atau.

SEKAT KEDAP AIR HALUAN MIRING KAPAL PENUMPANG : 5 % L M KAPAL BARANG : b = Jarak terkecil dari. ketentuan. b = 5 % L atau. BAB III SEKAT KEDAP AIR HALUAN MIRING KAPAL PENUMPANG : 5 % L + 3.05 M KAPAL BARANG : b = Jarak terkecil dari ketentuan b = 5 % L atau b = 10 meter b = 8 % L ( Seijin Pemerintah ) SEKAT KEDAP AIR BULLBOUS

Lebih terperinci

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1428, 2016 KEMENHUB. Kendaraan diatas Kapal. Pengangkutan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 115 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGANGKUTAN

Lebih terperinci

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang memadai. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini telah melakukan evaluasi terhadap kondisi jalur evakuasi darurat

Lebih terperinci

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Pertemuan ke-12 Materi Perkuliahan : Sistem penanggulangan bahaya kebakaran 1 (Sistem deteksi kebakaran, fire alarm, fire escape) SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat beberapa

Lebih terperinci

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) OLEH : LUKMAN HIDAYAT NRP. 49121110172 PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN TAHAP 1 STANDAR PELAYANAN MINIMUM KAPAL PERINTIS

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN TAHAP 1 STANDAR PELAYANAN MINIMUM KAPAL PERINTIS Profil Responden LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN TAHAP 1 STANDAR PELAYANAN MINIMUM KAPAL PERINTIS Umur a. 17 Tahun b. 17 40 Tahun c. 40 Tahun Jenis Kelamin a. Pria b. Wanita Pendidikan SD/SMP/SMA/S1/S2/S3

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri No. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api, menjelaskan bahwa jalur

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 41 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS KERETA YANG DITARIK LOKOMOTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN,

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS GERBONG a. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 03/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 9 JULI 2007 PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP 1. Ruang lingkup

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN OBJEK 18 BAB II TINJAUAN OBJEK 2.1. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 dan 43 Tahun 2011, perkeretaapian terdiri dari sarana dan prasarana, sumber daya manusia, norma,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran

Lebih terperinci

PENGUKURAN KECEPATAN UDARA DI DALAM TEROWONGAN

PENGUKURAN KECEPATAN UDARA DI DALAM TEROWONGAN PENGUKURAN KECEPATAN UDARA DI DALAM TEROWONGAN Tujuan : Memeriksa apakah pada setiap lokasi pada tambang bawah tanah telah mendapatkan ventilasi udara yang cukup sehingga dapat diketahui kesalahan ventilasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Kembali SNI 03 1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar ini ditujukan untuk

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 Tentang : Kendaraan Dan Pengemudi

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 Tentang : Kendaraan Dan Pengemudi Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 Tentang : Kendaraan Dan Pengemudi Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 44 TAHUN 1993 (44/1993) Tanggal : 14 JULI 1993 (JAKARTA) Sumber : LN 1993/64; TLN NO.

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

Bab II-2 Konstruksi-Perlindungan Kebakaran, Deteksi Kebakaran dan Pemadam Kebakaran

Bab II-2 Konstruksi-Perlindungan Kebakaran, Deteksi Kebakaran dan Pemadam Kebakaran Bab II-2 Konstruksi-Perlindungan Kebakaran, Deteksi Kebakaran dan Pemadam Kebakaran Bagian A - Umum Halaman 1 Penerapan...... 2 Prinsip-prinsip dasar... 3 Definisi-definisi... 4 Pompa kebakaran, saluran

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Kembali SNI 03 1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar ini ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Fasilitas Fisik 1) Sekat Pemisah Saat ini belum terdapat sekat pemisah yang berfungsi sebagai pembatas antara 1 komputer dengan komputer yang lainnya pada Warnet

Lebih terperinci

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR Kapal laut yang berlayar melintasi samudera di berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu yang cukup, bergerak dengan adanya daya dorong pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH ANGKUTAN BARANG DI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, [Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang meliputi aktivitas penangkapan atau pengumpulan

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL DAFTAR (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL No. Judul Standar Nomor Standar Ruang Lingkup D Pemukiman (Cipta Karya) 2. Keselamatan & Kenyamanan Metoda Uji 1. Metode Pengujian Jalar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 ayat

Lebih terperinci

Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya

Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya SNI 0405000 Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya 6. Ruang lingkup 6.. Bab ini mengatur persyaratan PHB yang meliputi, pemasangan, sirkit, ruang pelayanan, penandaan untuk

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Audit Keselamatan Kebakaran Gedung PT. X Jakarta Tahun 2009 DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Data Umum Gedung a. Nama bangunan : b. Alamat

Lebih terperinci

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban HOUSEKEEPING Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban Penerapan housekeeping yang baik dapat mendukung terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman. Housekeeping

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir Jika melihat lalu lintas tidak lepas dari kendaraan yang berjalan dan kendaraan yang berhenti, dapat diketahui bahwa kendaraan tidak mungkin bergerak terus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran diatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Standar Pelayanan Berdasarkan PM 37 Tahun 2015 Standar Pelayanan Minimum adalah suatu tolak ukur minimal yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan

Lebih terperinci

INSTALASI PERMESINAN

INSTALASI PERMESINAN INSTALASI PERMESINAN DIKLAT MARINE INSPECTOR TYPE-A TAHUN 2010 OLEH MUHAMAD SYAIFUL DITKAPEL DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT KEMENTRIAN PERHUBUNGAN KAMAR MESIN MACHINERY SPACE / ENGINE ROOM RUANG

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.

Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar ini ditujukan untuk mengamankan dan menyelamatkan jiwa, harta

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERIKSAAN TONGKANG

LAPORAN PEMERIKSAAN TONGKANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION LAPORAN PEMERIKSAAN TONGKANG NAMA KAPAL : PEMILIK / OPERATOR : AGENT :

Lebih terperinci

MACAM MACAM SAMBUNGAN

MACAM MACAM SAMBUNGAN BAB 2 MACAM MACAM SAMBUNGAN Kompetensi Dasar Indikator : Memahami Dasar dasar Mesin : Menerangkan komponen/elemen mesin sesuai konsep keilmuan yang terkait Materi : 1. Sambungan tetap 2. Sambungan tidak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1089, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelayaran. Sungai. Danau. Alur. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.633, 2015 KEMENHUB. Angkutan Penyeberangan. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 80 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

PERSYARATAN BANGUNAN UNTUK PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERSYARATAN BANGUNAN UNTUK PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN Materi 7 PERSYARATAN BANGUNAN UNTUK PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes PENGANTAR Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan bangunan untuk penanggulangan bahaya kebakaran

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver. STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Investigasi Investigation Tanggal Kejadian Date of Occurrence Sumber Source Tanggal Dikeluarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

Ketentuan gudang komoditi pertanian

Ketentuan gudang komoditi pertanian Standar Nasional Indonesia Ketentuan gudang komoditi pertanian ICS 03.080.99 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar Isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Istilah dan definisi...1 3 Persyaratan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN DAN PERAKITAN ALAT Pembuatan alat dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dilakukan. Gambar rancangan alat secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.1. 1 3

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 ayat

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENTANG PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Nomor : 384 / KPTS / M / 2004 Tanggal : 18 Oktober 2004

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian pintu pagar Pintu pagar adalah pintu yang juga berfungsi sebagai pagar yang biasanya terbuat dari besi, pipa, atau besi hollow.pintu pagar biasanya bergerak di atas

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK Oleh: FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS NEGERI MALANG Oktober 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring jaman

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

DAFTAR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG YANG MENDAPAT BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH UNTUK TAHUN ANGGARAN 2012

DAFTAR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG YANG MENDAPAT BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH UNTUK TAHUN ANGGARAN 2012 2012, No.612 8 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100/PMK.011/2012 TENTANG BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

BAB III KESELAMATAN PELAYARAN

BAB III KESELAMATAN PELAYARAN BAB III KESELAMATAN PELAYARAN Untuk meningkatkan keselamatan pelayaran di indonesia mengikuti keselamatan pelayaran di dunia internasional. Meskipun didalam kenyataanya, pemerintah memberlakukan Peraturan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Dalam merancang tata letak jalur kereta api di stasiun harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan,

Lebih terperinci

Lampiran IV MARPOL 73/78 PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH KOTORAN DARI KAPAL. Peraturan 1. Definisi

Lampiran IV MARPOL 73/78 PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH KOTORAN DARI KAPAL. Peraturan 1. Definisi Lampiran IV MARPOL 73/78 PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH KOTORAN DARI KAPAL Bab 1 Umum Peraturan 1 Definisi Untuk maksud Lampiran ini: 1 Kapal baru adalah kapai:.1 yang kontrak pembangunan dibuat,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG GARIS MUAT KAPAL DAN PEMUATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG GARIS MUAT KAPAL DAN PEMUATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG GARIS MUAT KAPAL DAN PEMUATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Sambungan pada pengering. Daftar Isi. Catatan saat pemasangan

Sambungan pada pengering. Daftar Isi. Catatan saat pemasangan Daftar Isi Sambungan pada pengering Catatan saat pemasangan Opsi pemasangan Petunjuk keselamatan... 1 Sambungan pada pengering... 2 Catatan saat pemasangan... 3 Opsi pemasangan... 4 Catatan saat pemasangan...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa bencana kebakaran

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur. BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM Lambelu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa ancaman

Lebih terperinci

BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM )

BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM ) BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM ) PENGERTIAN DASAR BERGANDA Dasar Berganda ialah bagian dari konstruksi kapal yang dibatas, Bagian bawah - Oleh kulit kapal bagian bawah ( bottom shell planting ) Bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR DENGAN CLEVE LAND OPEN CUP

METODE PENGUJIAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR DENGAN CLEVE LAND OPEN CUP SNI 06-2433-1991 METODE PENGUJIAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR DENGAN CLEVE LAND OPEN CUP 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan and pegangan dalam pelaksanaan pengujian

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republ

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.630, 2015 KEMENPAR. Wisata Perahu Layar. Standar Usaha. PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA WISATA

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA Bagian 5 dari 5 Pedoman PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 72 TAHUN 1993 TENTANG PERLENGKAPAN KENDARAAN BERMOTOR MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 72 TAHUN 1993 TENTANG PERLENGKAPAN KENDARAAN BERMOTOR MENTERI PERHUBUNGAN, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 72 TAHUN 1993 TENTANG PERLENGKAPAN KENDARAAN BERMOTOR MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT Kapal laut sebagai bangunan terapung yang bergerak dengan daya dorong pada kecepatan yang bervariasi melintasi berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu tertentu, akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. MESIN-MESIN FLUIDA Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

DAFTAR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG YANG MENDAPAT BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH UNTUK TAHUN ANGGARAN 2011

DAFTAR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG YANG MENDAPAT BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH UNTUK TAHUN ANGGARAN 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 117/PMK.011/2011 TENTANG BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG UNTUK TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI No : TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI: Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS TOL CIKAMPEK PURWAKARTA PADALARANG (CIPULARANG)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memperkirakan kebutuhan parkir di masa yang akan datang.

BAB III LANDASAN TEORI. memperkirakan kebutuhan parkir di masa yang akan datang. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Studi Parkir Studi ini dilaksanakan dengan maksud agar memperoleh informasi tentang fasilitas ruang parkir yang ada. Adapun informasi yang diperoleh berupa karakteristik-karekteristik

Lebih terperinci

MAKALAH PERLENGKAPAN KAPAL

MAKALAH PERLENGKAPAN KAPAL MAKALAH PERLENGKAPAN KAPAL PERLENGKAPAN KESELAMATAN DIKAPAL DISUSUN OLEH : 1. AZIS ANJAS NUGROHO ( 21090111120001 ) 2. CARMINTO ( 21090111120002 ) 3. M.RESI TRIMULYA ( 21090111120003 ) 4. M. BUDI HERMAWAN

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG 1 SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN BANGUNAN DI KABUPATEN BALANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN A. Pengertian Pelayaran Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran menyatakan bahwa pelayaran adalah segala sesuatu

Lebih terperinci

STANDAR USAHA KELAB MALAM. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. PRODUK A. Ruang Bersantai dan Melantai

STANDAR USAHA KELAB MALAM. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. PRODUK A. Ruang Bersantai dan Melantai LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA KELAB MALAM STANDAR USAHA KELAB MALAM I. PRODUK A. Ruang Bersantai dan Melantai 1.

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL 105 LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL (Berdasarkan International Health Regulation (2005) : Handbook for Inspection of Ships and Issuance of Ship Sanitation Certificates) 1. Nama Kapal : 2. Jenis

Lebih terperinci

PerMen 04-1980 Ttg Syarat2 APAR

PerMen 04-1980 Ttg Syarat2 APAR PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI: PerMen 04-1980 Ttg

Lebih terperinci