SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Transkripsi

1 1 KEMITRAAN ANTARA PERUM PERHUTANI DENGAN PETANI VANILI DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI : STUDI KASUS PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI DESA PADASARI, KECAMATAN CIMALAKA, KABUPATEN SUMEDANG ERNA RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul : KEMITRAAN ANTARA PERUM PERHUTANI DAN PETANI VANILI DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI : STUDI KASUS PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI DESA PADASARI, KECAMATAN CIMALAKA, KABUPATEN SUMEDANG adalah hasil karya saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Maret 2008 Erna Rachmawati NRP. A

3 3 ABSTRACT ERNA RACHMAWATI. Partnership between Perum Perhutani and Vanilla Farmers in an Effort to Improve the Farmers Income : A Case Study of Community-Based Management of Forest Resources (CBFR) in the Sub-district of Padasari, District of Cimalaka, Regency of Sumedang. (Under the supervision of Isang Gonarsyah as the head of supervisory committee, and Yayah K. Wagiono as the member) In 2001, a community-based management of forest resources (CBFR) partnership between Perum Perhutani and vanilla farmers has been implemented in the Sub-district of Padasari, district of Cimalaka, Regency of Sumedang. To date, however, still not all vanilla farmers are interested to join the partnership. The objectives of this study are to analyze socio-economic factors affecting vanilla farmers likelihood of joining the partnership, and to analyze the benefits of CBFR partnership for both vanilla farmers and Perum Perhutani. Methods of analysis used are logit model, institutional economic and cost-benefit analysis. Results of the study shows that socio-economic factors affecting the likelihood of vanilla farmers joining CBFR partnership are age, formal education, number of productive family members, and land size (hectarage). Institutionally, the implementation of jurisdiction boundary and rules of representative are running well, but implementation of rights and duties by both parties are distorted. Overall, implementation of CBFR partnership has increased vanilla farmers income and better preserved forest environment indicated by a decrease in illegal logging. Keywords: socio-economic factors, CBFR partnership institutional economic, BC ratio.

4 4 RINGKASAN ERNA RACHMAWATI. Kemitraan antara Perum Perhutani dengan Petani Vanili dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani : Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang. (Isang Gonarsyah sebagai Ketua dan Yayah K. Wagiono sebagai Anggota Komisi Pembimbing) Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani vanili dan sekaligus mengamankan hutan dari illegal-logging, pada tahun 2001 Perum Perhutani melaksanakan kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan petani vanili di desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang. Namun hingga saat ini belum semua petani vanili di desa itu tertarik untuk bergabung dengan kemitraan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kemungkinan petani melakukan kemitraan, mengidentifikasi aspek kelembagaan kemitraan PHBM, dan menganalisis manfaat kemitraan bagi petani mitra dan Perum Perhutani. Metode pengambilan sampel petani mitra dilakukan secara purposive yaitu pada anggota Kelompok Tani Hutan Bagja Mulya yang berjumlah 25 orang. Sementara untuk sampel petani non mitra dilakukan dengan menggunakan simple random sampling sebanyak 25 orang. Metode analisis yang digunakan adalah analisis model logit, analisis kelembagaan, dan analisis manfaat kemitraan (manfaat teknis, ekonomi, dan sosial). Berdasarkan hasil estimasi model logistic regression diketahui bahwa faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kemungkinan petani melakukan kemitraan adalah umur petani, pendidikan formal petani, jumlah anggota keluarga produktif, dan luas lahan. Variabel umur petani menunjukkan tanda negatif (-0.334) dan berpengaruh nyata pada taraf 10 persen. Ini berarti bahwa semakin tinggi (tua) umur petani vanili maka kemungkinan untuk melakukan kemitraan menjadi semakin kecil. Sementara itu, nilai odds ratio variabel umur sebesar 0.72 mengandung arti bahwa kemungkinan petani melakukan kemitraan 0.72 kali lebih besar pada petani berusia tua dibanding petani berusia muda. Variabel pendidikan formal bertanda positif (0.471) dan berpengaruh nyata pada taraf 15 persen. Artinya, semakin tinggi pendidikan formal petani maka kemungkinan untuk melakukan kemitraan menjadi semakin besar. Kondisi ini didukung oleh nilai odds ratio variabel pendidikan formal yang menunjukkan angka Ini berarti kemungkinan petani melakukan kemitraan 1.60 kali lebih besar pada petani yang pendidikan formalnya relatif tinggi (rata-rata 11 tahun) daripada petani yang pendidikan formalnya relatif rendah (ratarata 6 tahun). Koefisien estimasi variabel jumlah anggota keluarga produktif bertanda positif (0.436) dan berpengaruh nyata pada taraf 20 persen. Artinya, semakin tinggi/banyak jumlah anggota keluarga produktif maka kemungkinan untuk melakukan kemitraan menjadi

5 5 semakin besar. Nilai odds ratio variabel tersebut juga menunjukkan lebih besar dari 1 (satu) yaitu 1.55 yang berarti kemungkinan petani melakukan kemitraan 1.55 kali lebih besar pada petani yang memiliki jumlah anggota keluarga produktif banyak dibanding petani yang jumlah anggota keluarga produktifnya sedikit. Variabel luas lahan memiliki koefisien estimasi bertanda negatif ( ) dan berpengaruh nyata pada taraf 20 persen, yang berarti bahwa semakin luas lahan yang digunakan untuk usahatani vanili maka semakin kecil kemungkinan petani melakukan kemitraan. Sebaliknya dengan petani vanili yang luas lahannya sempit, kemungkinan melakukan kemitraan cukup besar. Selanjutnya, nilai odds ratio variabel luas lahan diketahui sebesar Ini berarti bahwa kemungkinan petani vanili melakukan kemitraan 1 (satu) kali lebih besar pada petani vanili yang berluas lahan 0.25 Ha dibanding petani yang berluas lahan 0.30 Ha. Secara kelembagaan, penerapan batas yuridiksi dan aturan representasi yang dilakukan oleh Perum Perhutani dengan melibatkan petani mitra dan stakeholders sudah dilaksanakan dengan baik, namun penerapan hak dan kewajiban oleh masing-masing pihak terdistorsi. Manfaat teknis dan ekonomi dari kemitraan adalah tercapainya peningkatan pendapatan petani mitra. Hal ini ditunjukkan oleh produktivitas, mutu, dan harga jual vanili yang semakin meningkat. Selain itu nilai BC ratio sebesar 3.14 menunjukkan bahwa usahatani vanili petani mitra sangat menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Manfaat sosial kemitraan ditunjukkan dengan terjadinya pelestarian lingkungan hutan. Disisi lain, manfaat kemitraan bagi Perum Perhutani adalah terjadinya penurunan illegal logging. Direkomendasikan agar Perum Perhutani dapat lebih meningkatkan upaya-upaya sosialisasi dan pembinaan yang berkelanjutan sehingga kemitraan PHBM dapat lebih meluas dan meningkat. Penelaahan secara lebih mendalam mengenai aspek sosial budaya dari kelembagaan kemitraan PHBM perlu kiranya dilakukan.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 7 KEMITRAAN ANTARA PERUM PERHUTANI DENGAN PETANI VANILI DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI : STUDI KASUS PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI DESA PADASARI, KECAMATAN CIMALAKA, KABUPATEN SUMEDANG ERNA RACHMAWATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

8 8 Judul Tesis : Kemitraan antara Perum Perhutani dan Petani Vanili dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani : Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang. Nama Mahasiswa : Erna Rachmawati Nomor pokok : A Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Isang Gonarsyah Ketua Ir. Yayah K. Wagiono, MEc. Anggota Mengetahui, 2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. Tanggal Ujian : 19 Februari 2007 Tanggal Lulus :

9 9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat tanggal 18 Oktober 1969 sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari ayah bernama H.M. Syukur Suryatman (alm) dan ibu bernama Hj. R. Nunung Nuraini. Penulis menamatkan pendidikan di SDN 18 Depok tahun 1982, SMPN 3 Depok tahun 1985, dan SMA Muhammadiyah Denpasar tahun Selanjutnya penulis diterima di Universitas Negeri Jember pada tahun yang sama dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi tahun Penulis menikah tahun 1994 dengan Saiful Arief dan telah dikaruniai tiga orang putraputri yang bernama Octorine Ula Belladiena, Faris Mujaddid Akbar dan M. Fathi Ulumuddin. Sejak tahun 1997, penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universtas Padjadjaran Bandung. Tahun 2001 penulis mendapat Beasiswa BPPS dan berkesempatan untuk melanjutkan studi Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

10 10 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini tersusun berkat arahan dan bimbingan dari Komisi Pembimbing, yaitu Prof. Dr. Ir. Isang Gonarsyah, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Yayah K. Wagiono, MEc selaku anggota Komisi Pembimbing. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tulus dan tiada terhingga. Kepada Penguji Luar Komisi yaitu Dr. Ir. Parulian Hutagaol MS, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingan dan arahannya. Selanjutnya, kepada : (1) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2) Pimpinan dan staf Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, serta (3) Pimpinan dan staf Universitas Padjadjaran Bandung khususnya Fakultas Pertanian jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan dan bantuan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada lembaga/instansi yang telah membantu memperlancar penelitian penulis dengan data-data yang diberikan, khususnya kepada Pimpinan dan staf Perum Perhutani KPH Sumedang, Kepala Desa dan Perangkat Desa Padasari, para anggota Kelompok Tani Hutan Bagja Mulya yang telah bersedia menjadi responden, terutama kepada Bapak Entis Sutisna dan keluarga yang

11 11 telah banyak membantu penulis dalam memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan di Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Unpad khususnya kepada rekan penulis yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini yaitu Dr.Ir. Yosini Deliana MS, Ir. Tuti Karyani, MSP, Endah Djuwendah SP.MSi, dan Iwan Setiawan SP,MSi. Selanjutnya, kepada teman-teman dan keluarga besar Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) 2001, khususnya teman-teman seperjuangan, Lusi, Fahriyah, Besse, Basith, dan Yuliarmi, penulis mengucapkan terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Juga kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas segala bantuan yang tak dapat terbalaskan, semoga Allah SWT selalu memberkati usaha dan pekerjaan kita semua. Terima kasih banyak dan penghargaan yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada ayahanda H.M. Syukur Suryatman (alm) dan Ibunda Hj. R. Nunung Nuraini atas segala jasa dalam membesarkan dan mendidik penulis, berkat doa restu serta dorongan semangatnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Rasa terima kasih dan penghargaan yang sama penulis sampaikan juga kepada ayahanda M. Noekhin dan Ibunda Kunasih atas segala doa restunya. Khusus untuk suami dan ananda Bella, Faris, dan Addin, terima kasih yang tak terhingga atas segala pengorbanan, kesabaran, cinta, dan doa yang telah diberikan selama ini. Akhirnya dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Bogor, Maret 2008 Penulis

12 12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iii iv v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kemitraan Profil Komoditi Vanili Indonesia Hasil Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Hipotesis IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengambilan Sampel Jenis dan Sumber Data Metode Analisis V. GAMBARAN UMUM PERUM PERHUTANI Profil Perum Perhutani Perum Perhutani KPH Sumedang... 54

13 13 VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Konsep Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Desa Padasari Prosedur Kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Desa Padasari VII. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Profil Desa Padasari Profil Kelompok Tani Hutan Bagjamulya Karakteristik Petani Responden VIII. ANALISIS KEMITRAAN ANTARA PERUM PERHUTANI KPH SUMEDANG DENGAN PETANI VANILI Analisis Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan Kemitraan Analisis Identifikasi Aspek Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Analisis Manfaat Kemitraan / Keuntungan Kemitraan IX. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Volume dan Nilai Ekspor Vanili Indonesia Tahun Volume dan Nilai Impor Vanili Indonesia Tahun Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Vanili Indonesia Tahun Wilayah Kerja KPH Sumedang per SKPH Tahun Luas Hutan RPH di Kawasan BKPH Tampomas Tahun Komposisi Penduduk Desa Padasari Berdasarkan Kelompok Umur Tahun Komposisi Penduduk Desa Padasari Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun Karakteristik Faktor Sosial Petani Responden di Desa Padasari Tahun Karakteristik Faktor Ekonomi Petani Responden di Desa Padasari Tahun Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan Kemitraan di Desa Padasari Hak dan Kewajiban Perum Perhutani dan Petani Mitra dalam Kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Jumlah Produksi dan Harga Jual Vanili di Desa Padasari Tahun Rata-rata Biaya dan Jumlah Produksi Vanili per Hektar Petani Mitra Tahun Analisis Pendapatan Petani Mitra di Desa Padasari Tahun Asumsi-asumsi Keuntungan Usahatani Vanili per Hektar Petani Mitra di Desa Padasari Kegiatan Pencurian Kayu di RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas Tahun

15 15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Diagram Alur Kerangka Berfikir Analisis Kemitraan Antara Perum Perhutani dengan Petani Vanili di Desa Padasari Struktur Organisasi Kelompok Tani Hutan Bagja Mulya.. 76

16 16 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Denah Desa Padasari Perhitungan Rasio Jenis Kelamin (sex ratio) dan Man Land Ratio (MLR) pada Penduduk di Desa Padasari Luas KPH Sumedang, Tahun Data Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan Kemitraan Hasil Perhitungan Model Logit Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Petani Melakukan Kemitraan Hasil Analisis Pendapatan Usahatani Vanili pada Kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Hasil Analisis Finansial Usahatani Vanili Anggota KTH Bagjamulya Tanaman Vanili sedang Berbunga dan Berbuah Lokasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Desa Padasari

17 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu subsektor pertanian, mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Baik sebagai sumber penghasil devisa negara, penghasil bahan baku untuk industri dan kesempatan kerja maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia. Selain itu, subsektor perkebunan juga mempunyai keunggulan komparatif dalam beberapa komoditas di pasar dunia yang sementara belum dimanfaatkan secara optimal hingga kini. Pengalaman selama krisis ekonomi, terutama pada tahun-tahun awal ( ) ketangguhan subsektor perkebunan selalu menunjukkan pertumbuhan bernilai positif. Di antara berbagai komoditas perkebunan non tradisional, vanili merupakan komoditas ekspor yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan telah mempunyai nama cukup baik di pasaran internasional. Ekspor vanili Indonesia yang ditujukan ke beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Hongkong sebagian besar adalah dalam bentuk vanili utuh (vanilla whole) dan dalam bentuk lain (other vanilla) ke negara China, Malaysia, dan Amerika Serikat (Tampubolon, 2004). Perkembangan ekspor vanili Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ( ) menunjukkan kecenderungan yang fluktuatif. Meskipun demikian sebagai komoditi non tradisional, vanili tetap mampu memberikan kontribusi yang tinggi bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Perkembangan ekspor vanili Indonesia selama tahun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

18 18 Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Vanili Indonesia Tahun Tahun Ekspor Volume (Ton) Nilai (000 US$) Sumber : Departemen Pertanian, Tabel 1 memperlihatkan pada tahun volume dan nilai ekspor vanili Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan ini terjadi karena tingginya permintaan vanili dunia akibat semakin luasnya pemanfaatan vanili. Di pusat konsumsi vanili seperti negara Amerika Serikat, Kanada, Perancis, dan Jerman, vanili tidak hanya digunakan sebagai bahan standar untuk mengubah aroma pada industri pangan, namun telah meluas ke industri parfum, pembuatan susu, permen, dan es cream. Sementara itu, menurunnya volume dan nilai ekspor vanili Indonesia pada tahun disebabkan oleh mutu vanili asal Indonesia yang tidak sesuai dengan standar internasional. Dampak dari penolakan ini menyebabkan vanili menumpuk hampir di seluruh daerah sentra vanili di Indonesia sehingga mengakibatkan kerugian bagi sebagian besar petani vanili. Terlepas dari fluktuatifnya ekspor vanili tersebut, tingginya permintaan vanili dunia yang mencapai ton memberikan peluang dan kesempatan besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor. Selama ini sebagai produsen vanili terbesar ke dua setelah negara Madagaskar, Indonesia baru bisa memasok persen dari kebutuhan pasar dunia.

19 19 Di pasar domestik, permintaan vanili sebagai bahan campuran makanan-jadi, meningkat mencapai 26 persen dari seluruh produksi rempah-rempah seiring dengan meningkatnya makanan olahan yang rata-rata mencapai persen per tahun (Tombe, et al, 2002). Untuk memenuhi permintaan vanili (bentuk serbuk) di pasar domestik, Indonesia masih melakukan impor. Ini dilakukan karena Indonesia belum memiliki industri vanillin, baik vanillin alami maupun vanillin sintetis. Lebih lengkap mengenai data impor vanili Indonesia tahun dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Volume dan Nilai Impor Vanili Indonesia Tahun Tahun Impor Volume (Ton) Nilai (000 US$) * 837* Sumber : Departemen Pertanian, Keterangan : * sampai Juli 2004 Tingginya kebutuhan / permintaan vanili baik dari pasar internasional maupun pasar domestik memberikan prospek yang cerah dan peluang yang besar bagi perkembangan vanili Indonesia. Selain itu harga vanili yang cukup tinggi juga sangat besar pengaruhnya terhadap perluasan komoditas vanili di Indonesia. Seperti yang terjadi pada bulan Maret April 2004, harga yang diterima petani untuk buah vanili basah berkisar Rp Rp per kg dengan kualitas yang tidak ditentukan. Sementara harga buah vanili kering berkisar Rp Rp per kg (Suwandi dan Sudibyanto, 2004). Hal ini membuka kesempatan bagi para petani vanili

20 20 untuk terus meningkatkan produksi vanili. Seperti diketahui, produksi vanili Indonesia selama enam tahun terakhir cenderung fluktuatif. Perkembangan produksi vanili nasional selama enam tahun terakhir disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Vanili Indonesia Tahun Tahun Luas Areal (ha) Produksi Produktivitas (ton) (ton / ha) Sumber : Departemen Pertanian, Tabel 3 memperlihatkan produksi vanili yang cenderung fluktuatif selama tahun Salah satu penyebab terjadinya fluktuasi produksi vanili ini adalah adanya penyakit busuk batang yang menyerang tanaman vanili. Serangan penyakit busuk batang ini mengakibatkan penurunan produktivitas vanili dan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi para petani vanili di seluruh Indonesia. Terkait dengan fluktuatifnya produksi vanili nasional maka upaya-upaya yang lebih diarahkan pada peningkatan produksi khususnya pengendalian terpadu dan penyediaan bibit tahan terhadap penyakit busuk batang perlu dilakukan. Dalam hal pencegahan maupun pengendalian penyakit busuk batang dapat dilakukan dengan menerapkan cara budidaya vanili yang benar, mulai dari penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan cara panen (Ruhnayat, 2004). Sementara dalam hal penyediaan bibit tahan terhadap penyakit busuk batang, Balai Penelitian Tanaman Tropis (Balittro) telah menghasilkan bibit Bio-FOB yang diinduksi dengan FoNP (Fusarium oxysporium non patogenik) yaitu sejenis

21 21 mikroorganisme yang dapat menginduksi ketahanan tanaman. Efektifitas FoNP menghasilkan bibit yang bebas penyakit busuk batang lebih baik dibandingkan dengan fungisida (Bun, 2004). Ditemukannya bibit vanili bebas fusarium ini, diharapkan dapat meningkatkan produksi / produktivitas vanili. Di sisi lain, keberhasilan dalam mengembangkan tanaman vanili tidak hanya dicerminkan oleh peningkatan produksi / produktivitas vanili saja ataupun devisa yang diperoleh negara, namun dalam dimensi yang lebih luas keberhasilan tersebut harus dilihat dari peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para petaninya. Oleh karena itu, terkait dengan berbagai upaya peningkatan pendapatan petani vanili, maka upaya kerjasama dengan perusahaan yang berskala besar merupakan salah satu upaya petani vanili untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini kerjasama antar subsektor pertanian, yaitu subsektor perkebunan yaitu tanaman vanili dengan subsektor kehutanan (agroforestri) mempunyai peluang yang baik untuk dikembangkan. Salah satu konsep agroforestri yang saat ini sedang dikembangkan adalah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masayarakat (PHBM) yang merupakan salah satu kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan yang dikeluarkan oleh Perum Perhutani berdasarkan konsep Community Based Forest Management. Melalui Surat Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat ditetapkan bahwa sistem pengelolaan dilaksanakan bersama antara Perum Perhutani selaku pihak pengelola kawasan hutan dan masyarakat desa hutan serta pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan (stakeholders) (Perhutani, 2005).

22 22 Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat ini (selanjutnya disingkat PHBM) merupakan paradigma baru pembangunan kehutanan yang bertumpu pada kepentingan masyarakat melalui pendekatan partisipatif. Dalam hal ini masyarakat diposisikan sebagai pelaku utama pembangunan kehutanan yang tidak lagi hanya berorientasi pada hasil kayu tetapi pada keseluruhan sumberdaya hutan. Salah satu daerah pengembangan agroforestri di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Sumedang. Kabupaten Sumedang memiliki hutan yang cukup luas, yaitu sebesar 37.5 persen dari luas daerah keseluruhan yang terdiri atas hutan negara ( km 2 ) dan hutan rakyat ( km 2 ). Dengan adanya luas hutan yang cukup besar, secara tidak langsung mendukung kondisi kehidupan pertanian di Kabupaten Sumedang karena resapan air yang diberikan oleh hutan cukup memadai untuk mengairi masalah pertanian. Salah satu dari 56 desa yang berada di sekitar kawasan hutan yang tersebar di seluruh Kecamatan di Kabupaten Sumedang yang telah melaksanakan kegiatan sosialisasi PHBM adalah Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka. Terpilihnya Desa Padasari menjadi salah satu daerah sosialisasi PHBM dikarenakan letak daerahnya yang berada di bawah kaki gunung Tampomas dan berada di sekitar kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Sumedang yaitu BKPH Tampomas. Di Desa Padasari, kegiatan PHBM ini dilaksanakan bersama antara Perum Perhutani Unit III KPH Sumedang selaku pihak pengelola kawasan hutan, masyarakat desa hutan yaitu Kelompok Tani Hutan Bagjamulya, dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan (stakeholders). Kemitraan PHBM di Desa Padasari ini dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan yang saling mengisi antara Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dan Perum Perhutani, di

23 23 mana Kelompok Tani membutuhkan lahan dan modal untuk kegiatan usahatani vanili, sementara Perum Perhutani membutuhkan tenaga untuk mengelola dan mengamankan hutan. Kegiatan yang saling mengisi antara petani vanili dan Perum Perhutani melalui kemitraan PHBM ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan sense of belonging petani vanili khususnya anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dalam memfungsikan dan memanfaatkan sumberdaya hutan sekaligus juga dapat mengupayakan peningkatan pendapatan petani melalui usahatani vanili. Sebagai implementasi PHBM di Desa Padasari, pada tahun 2001 telah dilakukan penanaman vanili di bawah tegakan pinus merkusii dengan seluas 6 ha yang berlokasi di petak 11a RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas. Selanjutnya pada tahun 2002 penanaman vanili diperluas menjadi ha dengan areal tambahan di tiga petak (10b, c, dan 13 c) (Perhutani, 2005). Diperluasnya areal penanaman vanili tersebut, membuktikan bahwa pengusahaan vanili dengan sistem tumpang sari telah memberikan hasil yang baik, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produksi/produktivitas yang lebih tinggi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani vanili Perumusan Masalah Konsep kemitraan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi ketimpangan ekonomi usaha skala besar (perusahaan) dengan usaha skala kecil (petani). Adanya kebutuhan yang saling mengisi memungkinkan terciptanya harmonisasi dalam kemitraan yang pada akhirnya akan menguntungkan kedua belah pihak. Demikian halnya dengan kemitraan PHBM di Desa Padasari yang dilakukan oleh petani vanili yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dengan Perum Perhutani, didasari

24 24 oleh adanya kebutuhan dari masing masing pihak, di mana petani memerlukan tambahan lahan dan modal untuk mengusahakan tanaman vanili sementara Perum Perhutani memerlukan sumberdaya manusia (petani vanili) sebagai tenaga kerja yang dapat digunakan untuk membantu mengelola hutan. Dengan demikian, diharapkan kemitraan PHBM di Desa Padasari ini dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, khususnya bagi para petani vanili. Sebagai suatu inovasi yang membawa perubahan ke arah yang lebih baik, kemitraan PHBM di Desa Padasari mempunyai kelebihan dan daya tarik yang tinggi bagi masyarakat sekitar. Selain sebagai kemitraan lintas subsektor antara perkebunan (kebun vanili milik rakyat) dan kehutanan (hutan milik Perum Perhutani), kelebihan lain dari kemitraan PHBM adalah adanya sistem bagi hasil yang jarang dijumpai pada bentuk kemitraan lain. Adanya kelebihan dari kemitraan tersebut diharapkan menjadi daya tarik bagi para petani vanili sehingga petani bersedia menjadi anggota. Namun, pada kenyataannya hanya sebagian kecil petani vanili yang tertarik dan sebagian besar tidak tertarik dengan kemitraan PHBM. Bagi petani vanili yang tertarik pada kemitraan, besar kemungkinan akan mengambil keputusan untuk melakukan kemitraan sedangkan petani vanili yang tidak tertarik kemungkinan besar tidak akan melakukan kemitraan. Dugaan ini sangat beralasan karena dalam proses adopsi inovasi seorang petani setelah melewati tahap penaruhan minat / ketertarikan maka kemungkinan untuk menerapkan / melakukan suatu inovasi menjadi sangat besar (Kartasapoetra, 1994). Begitu juga sebaliknya. Terkait dengan itu, adanya ketertarikan petani terhadap kemitraan yang selanjutnya mengambil keputusan untuk melakukan kemitraan pada dasarnya merupakan hasil dari pemahaman dan pola pikir petani yang dipengaruhi oleh faktor sosial dan

25 25 ekonomi. Faktor sosial petani itu meliputi umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah anggota keluarga, status sosial, status penguasaan lahan, informasi teknologi yang meliputi frekuensi penyuluhan dan kontak lembaga. Sementara faktor ekonomi yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani adalah luas lahan, jumlah tenaga kerja, pendapatan, status lahan, keanggotaan dalam kelompok tani, resiko, tersedianya kredit, serta kelembagaan. Berdasarkan uraian tersebut maka menjadi jelas bahwa faktor-faktor sosial ekonomi dapat mempengaruhi kemungkinan petani vanili untuk melakukan kemitraan PHBM. Oleh karenanya, faktor-faktor sosial ekonomi petani vanili di Desa Padasari menjadi penting untuk diketahui lebih lanjut, khususnya mengenai faktor sosial ekonomi apa saja yang paling dominan dan berapa besar pengaruhnya terhadap petani di dalam melakukan kemitraan PHBM. Selanjutnya, kemitraan sebagai strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam rangka meraih keuntungan bersama (Hafsah, 2000), maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis kemitraan. Sehubungan dengan itu, dalam melaksanakan kemitraan PHBM di Desa Padasari kepatuhan antara petani vanili yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dengan Perum Perhutani dalam menjalankan etika bisnis kemitraan sudah seharusnya dilakukan. Hal ini dikarenakan sebagai suatu kelembagaan, kemitraan PHBM tidak dapat dipisahkan dari aspek fungsional dan struktural yang mendasari eksistensi kemitraan tersebut. Ini berarti kemitraan tersebut mencakup seperangkat peraturan, perjanjian, dan kesepakatan yang diterapkan dan harus ditaati oleh masing-masing pihak pelaku.

26 26 Terkait dengan hal tersebut, sebagai lembaga yang terdiri dari dua pihak yang berbeda skala usaha maka besar kemungkinan dalam pelaksanaan kemitraan PHBM pun dapat terjadi konflik / permasalahan karena masing-masing pihak akan memaksimumkan kepuasannya. Selama ini seperti diketahui, banyak kemitraan yang sudah tidak berjalan lagi dikarenakan hubungan yang dilakukan antara perusahaan mitra dan petani mitra hanya sebatas hubungan majikan dan buruh, di mana perusahaan mitra memandang kemitraan tersebut sekedar belas kasihan dan sekedar memenuhi himbauan pemerintah, sementara petani mitra memandang perusahaan cenderung memanfaatkan mereka dan tidak tulus membantu. Oleh karena itu, adanya aturan main yang jelas, dalam hal ini adanya hak dan kewajiban masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, diharapkan dapat meminimumkan kemungkinan konflik yang terjadi dalam kemitraan. Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas maka penting untuk diketahui sejauhmana aspek kelembagaan dari kemitraan PHBM ini, ditinjau dari aspek batas kewenangan, aspek pelaksanaan hak dan kewajiban, dan aspek aturan representasi. Selanjutnya, sebagai suatu inovasi yang membawa perubahan ke arah yang lebih baik, maka dapat dikatakan bahwa kemitraan dapat memberikan manfaat / keuntungan bagi para anggotanya. Adanya manfaat dalam kemitraan ini dapat menjadi motivasi dan dorongan bagi para anggotanya untuk terus meningkatkan partisipasinya dalam kemitraan. Sebaliknya jika kemitraan itu tidak memberikan manfaat / keuntungan maka besar kemungkinan para anggotanya tidak bersedia melanjutkan kemitraan. Sehubungan dengan itu, mengingat kemitraan PHBM sebagai suatu inovasi dan sejak 2001 sampai sekarang masih tetap berjalan, maka menarik untuk dikaji bagaimana hubungan kemitraan

27 27 yang telah dijalin selama ini, apakah telah memberikan manfaat / keuntungan bagi kedua belah fihak yang bermitra khususnya pada petani mitra Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kemungkinan petani vanili melakukan kemitraan PHBM. 2. Mengidentifikasi aspek kelembagaan dari kemitraan PHBM. 3. Menganalisis manfaat / keuntungan dari kemitraan PHBM bagi petani mitra dan Perum Perhutani Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menyusun kebijakan, khususnya kebijakan mengenai pelaksanaan kemitraan PHBM dalam upaya pengembangan komoditas vanili. 2. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi Perum Perhutani untuk terus meningkatkan hubungan kerjasama yang baik dengan petani vanili dalam kegiatan kemitraan PHBM. 3. Sebagai bahan masukan bagi kelompok tani untuk lebih meningkatkan keterlibatannya dalam seluruh kegiatan PHBM dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

28 28 4. Sebagai bahan referensi maupun informasi bagi peneliti dalam melakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan komoditas vanili, juga bagi pihak terkait dalam rangka pengembangan kemitraan Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Bertitik tolak pada permasalahan dan tujuan penelitian, ruang lingkup dan keterbatasan penelitian ini adalah : 1. Komoditas vanili yang diteliti dalam penelitian ini adalah vanili basah. Mutu vanili yang diteliti ditentukan secara agregat, yaitu mutu nomor 1 (satu). 2. Analisis kemitraan dibatasi hanya pada hubungan kemitraan antara petani vanili dan Perum Perhutani, tidak menganalisis struktur dan manajemen Perum Perhutani secara keseluruhan.

29 29 II. TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraan Secara harfiah kemitraan diartikan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000). Adapun definisi kemitraan secara resmi diatur dalam Undang-Undang Usaha Kecil No 9 Tahun Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Usaha Kecil menyatakan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Sementara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 940/Kpts/OT.210/10/97 yang dimaksud dengan kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Adapun pola-pola kemitraan yang banyak dilaksanakan oleh beberapa kemitraan usaha pertanian di Indonesia (Direktorat Pengembangan Usaha Departemen Pertanian, 2002) meliputi : 1. Inti-Plasma Merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra. Perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam hal ini, perusahaan mitra mempunyai kewajiban : (1) berperan sebagai perusahaan inti, (2) menampung hasil produksi, (3) membeli hasil produksi, (4) memberi bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, (5)

30 30 memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan/kredit, sarana produksi, dan teknologi, (6) mempunyai usaha budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan, dan (7) menyediakan lahan. Sementara kewajiban kelompok mitra : (1) berperan sebagai plasma, (2) mengelola seluruh usaha budidaya sampai dengan panen, (3) menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, (4) memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Keunggulan dari pola ini adalah : (1) kedua belah pihak saling mempunyai ketergantungan dan sama-sama memperoleh keuntungan, (2) terciptanya peningkatan usaha, dan (3) dapat mendorong perkembangan ekonomi. Namun, dikarenakan belum adanya kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma, kelemahan pola ini menyebabkan perusahaan inti mempermainkan harga komoditi plasma. 2. Subkontrak Merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra. Kelompok mitra dalam hal ini memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Tugas perusahaan mitra dalam pola subkontrak, meliputi : (1) menampung dan membeli komponen produksi perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra, (2) menyediakan bahan baku / modal kerja, dan (3) melakukan kontrol kualitas produksi. Sementara tugas kelompok mitra adalah : (1) memproduksi kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra sebagai komponen produksinya, (2) menyediakan tenaga kerja, dan (3) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Pola subkontrak ini sangat kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Namun sisi kelemahannya

31 31 tampak dari hubungan yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan mengarah pada monopoli atau monopsoni. 3. Dagang Umum Salah satu pola kemitraan di mana perusahaan mitra berfungsi memasarkan hasil produksi kelompok mitranya atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Keuntungan pola ini adalah pihak kelompok mitra tidak perlu bersusah payah dalam memasarkan hasil produksnya sampai ke konsumen. Sementara kelemahannya terletak pada harga dan volume produk yang sering ditentukan secara sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan kelompok mitra. 4. Keagenan Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan di mana kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Sementara perusahaan mitra bertanggung jawab atas mutu dan volume produk. Keuntungan pola ini bagi kelompok mitra bersumber dari komisi yang diberikan perusahaan mitra sesuai dengan kesepakatan. Namun disisi lain pola ini memiliki kelemahan dikarenakan kelompok mitra dapat menetapkan harga produk secara sepihak. Selain itu kelompok mitra tidak dapat memenuhi target dikarenakan pemasaran produknya terbatas pada beberapa mitra usaha saja. 5. Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Dalam pola ini perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian, sedangkan kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan

32 32 tenaga kerja. Keunggulan pola ini hampir sama dengan pola inti-plasma, namun dalam pola ini lebih menekankan pada bentuk bagi hasil. 6. Waralaba Merupakan pola hubungan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, di mana perusahaan mitra memberikan hak lisensi, merek dagang, saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usahanya sebagai penerima waralaba. Kelebihan pola ini, kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan sesuai dengan hak dan kewajibannya. Keuntungan tersebut dapat berupa adanya alternatif sumber dana, penghematan modal, dan efisiensi. Selain itu pola ini membuka kesempatan kerja yang luas. Kelemahannya, bila salah satu pihak ingkar dalam menepati kesepakatan sehingga terjadi perselisihan. Selain itu, pola ini menyebabkan ketergantungan yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba terhadap perusahaan pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau petunjuk yang mengikat. Sebaliknya perusahaan pewaralaba tidak mampu secara bebas mengontrol atau mengendalikan perusahaan terwaralaba terutama dalam hal jumlah penjualan. 7. Pola Kemitraan (Penyertaan) Saham Dalam pola kemitraan ini, terdapat penyertaan modal (equity) antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar. Penyertaan modal usaha kecil dimulai sekurangkurangnya 20 % dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

33 33 Salah satu alasan ekonomi dari hubungan kerjasama kemitraan adalah akan tercipta perusahaan yang berskala besar, sehingga perusahaan akan lebih efisien dan lebih kompetitif daripada skala kecil (Oktaviani dan Daryanto, 2001). Sementara tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan, adalah (1) meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, (5) memperluas kesempatan kerja, dan (6) meningkatkan ketahanan ekonomi nasional (Hafsah, 2000). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan bisnis yang terjadi dalam kemitraan harus mampu menghasilkan integrasi bisnis yang saling berkaitan dan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, keterpaduan yang dilandasi saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling membesarkan. Disamping itu, kemitraan harus mengandung konsekuensi peningkatan nilai lebih pada semua elemen mulai dari pengadaan sarana produksi, usahatani, pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran. Dengan kata lain, kemitraan seharusnya mengandung makna kerjasama sinergi yang menghasilkan nilai tambah Profil Komoditi Vanili Indonesia Tanaman vanili merupakan warga dari famili Orchidaceae (anggrek-anggrekan), terdiri atas 700 genus dan species. Terdapat 110 jenis vanili yang tersebar di daerah tropis, tetapi yang bernilai ekonomis baru tiga jenis, yaitu Vanilla planifolia Andrews, Vanilla tahitensis J.W. Moore, dan Vanilla pompana Schieda (Ruhnayat, 2004).

34 34 Tanaman vanili telah dikenal di Indonesia sejak tahun Dekade 60-an tanaman vanili telah berkembang pesat mulai dari daerah Jawa Barat lalu menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meskipun produksi vanili Indonesia saat itu masih rendah, namun di pasaran dunia, vanili Indonesia sudah dikenal dan sering disebut sebagai java vanilla beans. Salah satu keunggulan vanili Indonesia adalah kadar vanillin yang lebih tinggi dibandingkan dengan vanili dari negara-negara lain, yaitu 2.75 persen. Selain itu jenis vanili yang ditanam di Indonesia merupakan jenis yang paling disukai di pasaran dunia yaitu Vanilla planifolia Andrews. Pengusahaan vanili di Indonesia sebagian besar dilakukan dalam bentuk perkebunan rakyat dan sisanya dalam perkebunan swasta. Sampai saat ini, daerah pengembangan vanili di Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Daerah sentra produksinya adalah Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Dalam pengusahaannya, tanaman vanili ini sangat sesuai ditanam pada ketinggian m dpl, memerlukan naungan sebagai peneduh, dan tidak menyukai lingkungan yang lembab. Tekstur tanah lempung berpasir, dengan ph 6 7, struktur gembur, berhumus, dan drainase yang baik. Iklim yang optimal dengan curah hujan antara mm/tahun, temperatur derajat Celsius, dengan jumlah hari hujan dan adanya 2 3 bulan kering. Untuk mendapatkan hasil vanili yang baik diperlukan persyaratan, yakni adanya musim kemarau yang tegas lebih kurang 3 bulan, adanya naungan dengan intensitas matahari persen, dan ketersediaan air cukup sehingga peralatan selalu lembab (Hadisutrisno, 2005).

35 35 Tanaman vanili mulai berbunga setelah 2 3 tahun dan berbuah setiap tahun sampai umur tahun. Karena tanaman ini yakni penyerbukan secara alami tidak dapat berlangsung dengan baik, untuk itu harus dibantu oleh manusia (hand pollinating) atau dengan bantuan hewan seperti burung atau lebah. Buah vanili dapat dipetik dalam waktu 8 9 bulan setelah penyerbukan, dengan produksi per pohon kg buah basah. Produk-produk vanili Indonesia yang diekspor kebanyakan masih dalam bentuk polong kering. Polong panili kering ini dapat diolah lebih lanjut menjadi ekstrak oleoresin yang penggunaannya di luar negeri cukup banyak. Ekspor vanili dalam bentuk oleoresin lebih menguntungkan karena tidak memerlukan tempat yang besar untuk mengemas dan nilai jualnya lebih tinggi. Keuntungan lain bentuk oleoresin dibandingkan dengan bentuk aslinya sebagai berikut (Ruhnayat (2004) : 1. Bebas dari kontaminasi mikroorganisme. 2. Mempunyai tingkat aroma yang lebih kuat dibandingkan dengan bahan aslinya. 3. Lebih mudah dalam proses pencampuran dalam pengolahan makanan. Permasalahan dalam pengusahaan vanili di Indonesia adalah produktivitas dan mutu yang masih rendah. Produktivitas dipengaruhi antara lain oleh tingkat kesesuaian lingkungan tumbuh, teknik budidaya, varietas, dan serangan penyakit. Di berbagai daerah, serangan penyakit busuk batang menjadi faktor utama penyebab rendahnya produktivitas vanili. Namun, serangan penyakit tersebut dapat dicegah sedini mungkin apabila diterapkan cara budidaya yang benar mulai dari penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan dan cara panen (Ruhnayat, 2004). Dengan menerapkan cara budidaya yang

36 36 benar diharapkan tanaman vanili dapat berproduksi secara baik tanpa kendala yang berarti. Sementara itu, mutu vanili umumnya dipengaruhi oleh umur panen, jumlah buah per tandan, dan proses pengolahan setelah panen. Dalam hal ini, masih banyaknya petani yang melakukan panen (petik) buah muda dan terbatasnya pengetahuan petani dalam melakukan pengolahan vanili secara benar menjadi faktor utama penyebab rendahnya mutu vanili di berbagai daerah di Indonesia. Adapun faktor-faktor yang mendorong petani vanili melakukan petik muda (Mauludi, 1992 dalam Rachmawati, 1993), antara lain disebabkan oleh : 1. Kebutuhan hidup yang harus dipenuhi secara kontinyu. 2. Terjadinya pencurian sehingga untuk menghindarinya petani cenderung merasa lebih aman apabila memetiknya lebih awal. 3. Adanya para pedagang pengumpul yang masih mau dan bersedia membeli vanili muda tanpa memperhatikan mutu. Buah vanili yang dipetik muda akan menghasilkan grade / mutu non standard yang harganya sangat rendah, sehingga pendapatan yang diperoleh petani akan menjadi rendah pula. Berbeda dengan buah vanili yang dipetik tepat waktu, pendapatan yang diterima petani dapat mencapai 18 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan buah vanili yang dipetik muda (Trubus, 1991 dalam Rachmawati, 1993). Di sisi lain, untuk mengatasi terbatasnya pengetahuan petani dalam melakukan pengolahan vanili secara benar maka peran kelompok tani menjadi sangat penting sebagai media dalam memberikan penyuluhan dan bimbingan tentang pengolahan vanili yang

37 37 benar sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, sehingga pada akhirnya para petani mampu menghasilkan mutu vanili yang lebih baik. Berkaitan dengan aspek produksi (dalam hal ini produktivitas dan mutu vanili), aspek pemasaran pun merupakan hal penting dalam pengembangan vanili di Indonesia. Hal ini dikarenakan meningkatnya produksi tidak akan mempunyai arti jika tidak dapat dipasarkan dengan baik dan memperoleh harga yang tinggi (Kartasapoetra, 1986). Berkaitan dengan aspek pemasaran vanili, diketahui lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran vanili terdiri dari pedagang pengumpul (tingkat desa, tingkat kabupaten, kecamatan atau antar pulau) dan eksportir. Secara umum saluran pemasaran vanili di Indonesia adalah (Rismunandar dan Sukma, 2004) : 1. Petani pengumpul pengolah eksportir, 2. Petani pengumpul dan pengolah eksportir, 3. Petani pengumpul pengolah dan eksportir, 4. Petani dan pengolah eksportir, 5. Petani pengolah dan eksportir, dan 6. Petani sekaligus pengolah dan eksportir. Bervariasinya jalur pemasaran vanili tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor geografis, akses transportasi, dan volume penjualan (Suwandi dan Sudibyanto, 2004). Sejalan dengan itu, studi yang dilakukan Mauludi (1994) menunjukkan bahwa petani yang langsung menjual produk vanilinya kepada eksportir akan menerima harga yang lebih tinggi dibandingkan hanya menjualnya ke pedagang perantara atau pedagang pengumpul. Selain itu, pasar vanili pada tingkat pedagang besar ternyata kurang bersaing/kurang efisien dan cenderung oligopsonistik.

38 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian Tanaman Vanili Penelitian mengenai pendapatan petani dan pemasaran vanili di Kabupaten Banyuwangi dilakukan oleh Rachmawati (1993). Dengan menggunakan analisis B/C Ratio dan R/C Ratio, diketahui bahwa pada lahan sedang (0.5 Ha 2 Ha) usaha tani vanili lebih layak / menguntungkan dari pada di lahan sempit (0.1 Ha 0.49). Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan petani dari usaha tani vanili di lahan sedang lebih tinggi. Di sisi lain, diketahui bahwa saluran pemasaran II merupakan saluran pemasaran yang lebih efisien. Hal ini terlihat dari rantai pemasaran yang lebih pendek dan jumlah marjin pemasaran yang nilainya lebih kecil dari pada saluran pemasaran I. Mauludi (1994) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pemasaran vanili di Propinsi Bali. Dengan menggunakan analisis marjin pemasaran dan regresi linear berganda dengan pendugaan kuadrat terkecil biasa (OLS) diperoleh hasil bahwa marjin pemasaran vanili di Propinsi Bali dipengaruhi secara bersama-sama oleh harga beli, volume penjualan, biaya angkutan, dan biaya susut. Namun secara parsial keempat faktor tersebut memberikan peranan/pengaruh yang berbeda pada masingmasing tingkat pedagang. Selanjutnya, dengan menggunakan analisis korelasi harga diketahui bahwa pasar vanili pada tingkat pedagang besar ternyata kurang bersaing/kurang efisien (cenderung oligopsonistik). Penelitian tentang faktor produksi pada usaha tani vanili dengan menggunakan model Cobb Douglas dilakukan oleh Slameto dan Asnawi (1997) di Desa Jabung, Lampung Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi vanili di daerah Jabung, Lampung Tengah dapat ditingkatkan dengan menambah luas lahan dan frekuensi

39 39 pemangkasan pohon penegak. Penambahan areal satu persen akan meningkatkan produksi sebesar persen sedangkan penambahan satu persen pemangkasan pohon penegak produksi akan meningkat sebesar persen, ceteris paribus. Selanjutnya Malian, Rachman, dan Djulin (2004) melakukan penelitian mengenai permintaan ekspor dan daya saing vanili di Provinsi Sulawesi Utara dengan menggunakan model analisis permintaan dan integrasi pasar serta Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas ekspor vanili Indonesia bersifat subsitusi terhadap vanili dari Madagaskar dan Komoro di pasar Amerika Serikat, sementara integrasi harga antara harga di tingkat petani dengan harga ditingkat eksportir sangat lemah dan bersifat asimetrik. Hasil analisis daya saing menunjukkan bahwa secara umum petani vanili memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dengan nilai DRCR dan PCR lebih kecil dari satu. Meskipun keragaan produksi dan produktivitas vanili masih tergolong rendah, namun peluang pengembangan komoditas masih terbuka. Dalam hal ini instrumen kebijakan insentif terhadap harga input sangat diperlukan. Penelitian vanili selanjutnya yaitu mengenai penawaran ekspor vanili Indonesia dilakukan oleh Ilham, Suhartini, dan Sinaga (2004). Dengan menggunakan pendekatan ekonometrik dengan metode 2SLS, disimpulkan bahwa : (1) luas tanam menghasilkan dipengaruhi oleh upah tenaga kerja secara negatif, dalam jangka pendek belum responsif terhadap perubahan tingkat upah tetapi dalam jangka panjang menjadi responsif, (2) produktivitas vanili dipengaruhi secara positif oleh harga vanili domestik namun tidak responsif terhadap perubahan harga, (3) ekspor vanili Indonesia ke Jerman dan Amerika Serikat dipengaruhi oleh ekspor tahun sebelumnya, (4) transmisi harga ekspor ke harga

40 40 yang diterima petani sangat lemah sementara transmisi harga dunia ke harga ekspor cukup erat Penelitian Kelembagaan / Kemitraan Penelitian kelembagaan tataniaga Bahan Olah Karet Rakyat (Bokar) dilakukan oleh Haris (1999) di pusat-pusat produksi karet rakyat di wilayah Propinsi Sumatera Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan aspek kelembagaan diketahui bahwa penegakkan hak dan kewajiban pelaku transaksi sebagaimana tertuang dalam kontrak kerjasama pada kelembagaan kemitraan, cenderung lemah. Diduga hal ini disebabkan oleh tidak sejajarnya posisi rebut tawar pihak-pihak yang bermitra. Pada umumnya petani mengkaitkan keikutsertaan pada kelembagaan kemitraan dengan program pengembalian kredit kebun serta beban moral sebagai petani peserta proyek yang telah mendapat bantuan pemerintah dalam pengembangan kebun karetnya. Sementara itu, dengan menggunakan model multinominal logit diketahui bahwa kondisi sosial ekonomi petani yaitu berupa pendidikan non formal dan jumlah pendapatan keluarga secara positif mempengaruhi peluang petani dalam mengikuti kemitraan. Warning dan Key (2000) melakukan penelitian tentang dampak dari program kemitraan di Senegal. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif biaya (cost), penerimaan (revenue), dan pengeluaran (expenditure), diketahui bahwa secara signifikan kemitraan dapat meningkatkan pendapatan petani dan menyebabkan meningkatnya taraf hidup masyarakat bahkan berdampak ganda terhadap tenaga kerja, peningkatan infra struktur, pertumbuhan ekonomi wilayah, dan peningkatan teknologi usahatani. Selanjutnya, dengan menggunakan model binominal probit, hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai peralatan pertanian mempengaruhi peluang petani untuk mengikuti program

41 41 kemitraan. Banyaknya peralatan pertanian menyebabkan produktivitas meningkat sehingga kemampuan petani membayar pinjaman meningkat. Penelitian kemitraan yang lain yaitu mengenai usahatani kontrak pada agribisnis sayuran serta peranannya dalam optimasi penggunaan faktor produksi dilakukan oleh Sulistyowati (2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi aspek kelembagaan terlihat bahwa wewenang pihak mitra lebih dominan dibanding posisi petani, selain itu dalam pelaksanaan kemitraan terjadi beberapa penyimpangan, baik yang dilakukan oleh perusahaan mitra maupun petani mitra meskipun hak dan kewajiban masing-masing pihak sudah diatur dalam kontrak. Disisi lain, pelaksanaan usahatani kontrak ternyata berperanan dalam meningkatkan efisiensi alokatif pendapatan dan R/C usahatani, namun belum berperan dalam meningkatkan produktivitas lahan. Selanjutnya Romano (2004) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja kemitraan pada agribisnis jagung, kentang dan jeruk di Propinsi Sumatera Utara. Dengan menggunakan analisis SWOT diketahui bahwa keunggulan mitra utama meliputi pengolahan, kemampuan menyediakan sarana dan prasarana produksi, pengendalian mutu, dan jaringan pasar. Kelemahan mitra utama meliputi fluktuasi suplai dalam kuantitas dan harga. Sementara dari sisi petani jagung, kentang dan jeruk, diketahui keunggulan petani meliputi ketersediaan lahan dan tenaga kerja keluarga. Sedangkan, kelemahan petani yaitu dalam pengadaan modal dan keterjaminan pasar produk. Puspitawati (2004) melakukan penelitian tentang kemitraan antara Perum Pertani dengan petani penangkar benih padi di Kabupaten Karawang dengan menggunakan analisis model logit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peubah bebas harga benih,

42 42 jumlah benih, total produksi, harga output (gabah), dan curahan tenaga kerja luar keluarga mempengaruhi peluang petani melakukan kemitraan. Adapun manfaat hubungan kemitraan bagi petani diketahui dari sisi penerimaannya, di mana dengan bermitra petani penangkar benih lebih efisien dalam pengelolaan usahataninya. Hal ini ditunjukkan dari nilai R/C atas biaya total petani mitra yang lebih tinggi dibanding petani non mitra Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Penelitian Sumarhani (2004) di BKPH Banjarsari KPH Ciamis menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan melalui kemitraan sistem Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, dengan lahan garapan seluas 0.25 ha, petani mendapat tambahan pendapatan keluarga dari hasil tanaman semusim seluruhnya dan dari hasil panen kayu sengon yang ditanam diantara tanaman pokok jati. Sementara kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di RPH Cineam KPH Tasikmalaya, pendapatan bersih yang diperoleh petani dari panen pertama kapulaga basah melalui pemanfaatan lahan di bawah tegakan jati adalah sebesar Rp / ha. Selanjutnya, Murniati (2004) melakukan penelitian tentang aspek teknis dan lingkungan, aspek sosial-ekonomi dan budaya, serta aspek kelembagaan dari kemitraan sistem Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di berbagai daerah. Secara teknis dan lingkungan, adanya kegiatan reboisasi partisipatif di Sanggau, Kalimantan Barat, telah mengurangi gangguan kebakaran hutan dan mengurangi praktek ladang berpindah. Sementara secara rehabilitasi zona rehabilitasi TNMB, sepenuhnya dapat mengakomodasikan kondisi sosial dan budaya masyarakat Jawa dan Madura dalam hal obat-obatan tradisional. Ini terlihat dari pemilihan jenis tanaman obat-obatan dan

43 43 pengembangan usaha wanafarma melalui pelatihan di bidang kesehatan dan obat-obatan. Rehabilitasi zona rehabilitasi TNMB secara kemitraan dengan masyarakat setempat telah berhasil memberikan kontribusi pendapatan sebesar % terhadap total pendapatan keluarga peserta. Secara kelembagaan, diperoleh hasil bahwa kegiatan pendampingan telah mampu mengembangkan dan memperkuat organisasi masyarakat. Namun, dikarenakan pendampingan ini umumnya dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan fisik tanam menanam, sehingga partisipasi dan peran masyarakat peserta terutama dalam proses perencanaan kegiatan masih rendah. Jika masyarakat dilibatkan dan diajak diskusi dalam perencanaan kegiatan, usulan dari masyarakat masih jarang dijadikan keputusan/dilaksanakan. Berdasarkan uraian beberapa hasil penelitian terdahulu, penelitian penulis mengenai aspek kelembagaan kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat dengan menggunakan analisis aspek kelembagaan menurut Schmid serta faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi petani melakukan kemitraan dengan menggunakan analisis model logit, masih belum ada yang melakukan. Oleh karena itu, penulis berharap hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai kajian atau bahan referensi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu tentang kemitraan.

44 44 III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pembangunan seringkali didefinisikan sebagai pertumbuhan dan perubahan. Oleh karena itu, pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani dari yang kurang baik menjadi lebih baik (Soekartawi, 1996). Salah satu upaya pembangunan yang menghendaki perubahan masyarakat tani ke arah yang lebih baik adalah pembangunan di bidang agroforestri. Di saat petani mengalami krisis lahan dan penggunaan lahan tidak sesuai dengan peruntukannya maka melakukan pembangunan atau kegiatan di bidang agroforestri merupakan alternatif yang tepat bagi para petani dalam upaya meningkatkan pendapatan petani / penduduk miskin dengan cara memanfaatkan sumberdaya yang tersedia (lahan) yang berada di kawasan hutan. Agroforestri itu sendiri didefinisikan oleh International Council for Research in Agroforestry sebagai suatu sistem pengelolaan lahan dengan berasaskan kelestarian yang meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan, mengombinasikan produksi tanaman dan tanaman hutan dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan setempat (King dan Chandler (1978) dalam Hairiah, K. dkk, (2003)). Sementara menurut Lundgren dan Rainters (1982) dalam Hairiah, K. dkk, (2003) agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan yang secara terencana dilaksanakan pada suatu unit lahan dengan

45 45 mengombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada. Berdasarkan definisi tersebut agroforestri memiliki unsur-unsur : 1. Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia. 2. Penetapan teknologi. 3. Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/atau ternak atau hewan. 4. Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu. 5 Ada interaksi ekologi, sosial, dan ekonomi. Sebagai suatu sistem atau teknologi penggunaan lahan, pengembangan agroforestri antara lain bertujuan : (1) Pemanfaatan lahan secara optimal yang ditujukan kepada produksi hasil tanaman berupa kayu dan non kayu secara berurutan dan/atau bersamaan, (2) Pembangunan hutan secara multifungsi dengan melibatkan peran serta masyarakat secara aktif, (3) Meningkatkan pendapatan petani/penduduk miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia dan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin dilingkungannya guna mendukung proses pemantapan ketahanan pangan masyarakat, (4) Terbinanya kualitas daya dukung lingkungan bagi kepentingan masyarakat luas (Lundgren dan Rainters (1982) dalam Hairiah, K. dkk, 2003). Beberapa keunggulan agroforestri jika dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan lainnya yaitu dalam hal :

46 46 1. Produktivitas. Beberapa penelitian membuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya. 2. Diversitas. Pengkombinasian dua komponen atau lebih pada sistem agroforestri menghasilkan diversitas yang tinggi. Dari segi ekonomi dapat mengurangi resiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar, sementara dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur). 3. Kemandirian. Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan petani kecil, sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk-produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (al pupuk, pestisida) dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem monokultur. 4. Stabilitas. Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan sehingga dapat menjamin stabilitas (dan kesinambungan) pendapatan petani. Salah satu desa yang telah mengembangkan kegiatan agroforestri adalah Desa Padasari Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. Desa ini memiliki potensi besar dalam perkebunan vanili (milik rakyat/petani) dan hutan (milik Perum Perhutani). Adapun kegiatan agroforestri yang kini sedang dilaksanakan di Desa Padasari adalah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

47 47 PHBM berdasarkan Ketentuan Umum Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No.136/KPTS/DIR/2001, merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa atau Perum Perhutani dan masyarakat desa dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Di Desa Padasari, terbentuknya PHBM dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan yang saling mengisi antara Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dan Perum Perhutani, di mana Kelompok Tani membutuhkan tambahan lahan dan modal untuk kegiatan usahatani vanili, sementara Perum Perhutani membutuhkan tenaga untuk mengelola dan mengamankan hutan. Diharapkan kegiatan yang saling mengisi tersebut dapat menumbuhkembangkan sense of belonging petani vanili khususnya anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dalam memfungsikan dan memanfaatkan sumberdaya hutan sekaligus juga dalam mengupayakan peningkatan pendapatan petani melalui usahatani vanili. Terkait dengan upaya peningkatan pendapatan petani maka kemitraan PHBM di Desa Padasari pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu inovasi. Definisi inovasi adalah suatu ide, informasi, dan praktek-praktek yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan atau dilaksanakan oleh sekelompok warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu untuk melaksanakan perubahan di bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya demi terciptanya mutu hidup seluruh masyarakat yang bersangkutan (Mardikanto, 1993).

48 48 Ada empat faktor yang menjadi perhatian dan pertimbangan masyarakat/petani mengenai suatu inovasi, yaitu : (1) secara teknis memungkinkan, (2) secara ekonomi menguntungkan, (3) secara sosial memungkinkan, dan (4) sesuai dengan kebijakan pemerintah (Hernanto, 1989). Proses penerapan inovasi itu sendiri akan melewati tahap demi tahap yang berbeda untuk setiap petani. Pada dasarnya proses penerapan inovasi petani meliputi lima tahapan (Kartasapoetra, 1994) yaitu : (1) mengetahui dan menyadari (awareness), (2) penaruhan minat (interesting), (3) Penilaian (evaluation), (4) melakukan percobaan (trial), dan (5) penerapan inovasi (adoption). Inovasi yang disampaikan kepada petani pada kenyataannya banyak mengalami kendala sehingga kecepatan menerapkan inovasi menunjukkan adanya perbedaan satu sama lain. Berdasarkan cepat lambatnya dalam penerapan inovasi, petani dapat dikelompokkan atas lima kategori (Kartasapoetra, 1994) yaitu : (1) Innovator, kelompok kosmopolit yang berani dan gemar dengan pembaharuan, (2) Early Adopter, penerap inovasi lebih dini, (3). Early Majority, penerap inovasi awal, (4) Late Majority, penerap inovasi yang lebih akhir, dan (5) Laggards, penolak inovasi. Selanjutnya, keputusan petani terhadap inovasi memungkinkan petani untuk melanjutkan mengadopsi (continued adoption) atau menghentikannya (discontinuance). Bisa saja petani yang menolak inovasi, akan terus mencari informasi lebih lanjut dan terlambat mengadopsinya (later adoption) atau tetap menolak (continued rejecttion) sesuai dengan informasi yang diterimanya. Sehubungan dengan uraian tersebut, pada proses sosialisasi kemitraan PHBM di Desa Padasari terdapat petani yang tertarik dan mendukung kemitraan (kelompok innovator, early adopter, early majority, dan late majority) dan terdapat pula petani yang

49 49 tidak tertarik dan tidak mendukung kemitraan (kelompok laggard). Bagi petani vanili yang tertarik dan mendukung kemitraan menganggap bahwa kemitraan tersebut merupakan suatu inovasi dan mempunyai harapan dalam meningkatkan pendapatan, sehingga petani ini mempunyai kemungkinan besar melakukan kemitraan. Sementara petani vanili yang tidak tertarik dan tidak mendukung kemitraan mempunyai anggapan bahwa sangat berat jika harus melakukan kemitraan karena harus berperan aktif, baik dalam melakukan usahatani vanili maupun dalam mengelola dan mengamankan hutan. Oleh karenanya, para petani ini dapat dikatakan mempunyai kemungkinan untuk tidak melakukan kemitraan. Terdapatnya perbedaan akan ketertarikan dan dukungan petani terhadap kemitraan PHBM menunjukkan terdapatnya keberagaman pemahaman dan pola berpikir dari para petani vanili yang disebabkan oleh faktor-faktor sosial ekonomi yang melingkupi petani itu. Adapun faktor-faktor sosial ekonomi yang diduga mempengaruhi kemungkinan petani melakukan kemitraan yaitu : 1. Umur petani Umur petani diduga berpengaruh negatif, karena semakin tua umur seorang petani maka akan semakin sulit untuk menerima suatu perubahan atau cepat puas dengan keadaan yang telah dicapainya, sehingga semakin tua umur petani maka akan semakin kecil peluang petani untuk mengikuti kemitraan. Sebaliknya pada petani berusia muda justru cenderung responsif terhadap hal-hal yang baru karena ditunjang oleh keadaan fisik serta kemampuan yang lebih kokoh dibandingkan dengan petani berusia tua.

50 50 2. Pengalaman berusahatani Semakin lama pengalaman petani dalam melakukan usahatani maka petani tersebut memiliki kemampuan dan keterampilan teknik produksi yang lebih baik, dan membaca peluang usaha. Selain itu, petani akan semakin berhati-hati menghitung kemungkinan resiko yang dihadapi. Dengan demikian, semakin lama pengalaman petani, maka akan semakin besar peluang petani untuk melakukan kemitraan. 3. Pendidikan formal Petani yang memiliki pendidikan formal yang lebih tinggi cenderung lebih tanggap dan mau mencoba pembaharuan yang dianjurkan dalam rangka meningkatkan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, pendidikan formal diduga berpengaruh positif terhadap peluang petani untuk melakukan kemitraan. Sebaliknya, petani yang berpendidikan rendah cenderung tidak responsif karena sulit dalam menafsirkan informasi yang diperoleh. 4. Jumlah anggota keluarga produktif Jumlah anggota keluarga yang bekerja di bidang pertanian diduga berpengaruh positif terhadap peluang petani untuk melakukan kemitraan. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang bekerja di bidang pertanian maka semakin mudah suatu inovasi pertanian seperti kemitraan diterima dikalangan petani. 5. Luas lahan Petani yang memiliki lahan usahatani yang sempit, cenderung tidak berani mengambil resiko, karena kemitraan itu sendiri pada dasarnya merupakan salah satu cara mengurangi resiko. Sebaliknya dengan petani yang berlahan luas, semakin luas lahan

51 51 yang digarap maka petani cenderung lebih berani mengambil resiko dan tidak mudah untuk melakukan kemitraan. 6. Harga komoditi Harga komoditi diduga akan berpengaruh positif terhadap peluang petani dalam melakukan kemitraan. Semakin tinggi harga komoditi, maka semakin besar insentif petani untuk memilih bermitra dengan perusahaan karena dengan bermitra menawarkan perbaikan jumlah dan mutu produksi serta kepastian harga yang terjadi. 7. Jarak lahan Jarak rumah petani ke lahan usahatani (hutan) diduga akan berhubungan negatif karena semakin jauh lahan usahatani (hutan) maka petani tidak terlalu intensif dalam mengelola usahataninya. Untuk mengetahui berapa besar dan apa saja faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kemungkinan petani melakukan kemitraan digunakan model pilihan kualitatif (models of qualitative choice). Model pilihan kualitatif (models of qualitative choice), menurut Pindyck dan Rubinfeld (1991), merupakan suatu model di mana variabel terikat (dependent variable) Y melibatkan dua atau lebih pilihan kualitatif. Kemungkinan atau peluang yang terpilih adalah salah satu dari dua atau lebih pilihan yang tersedia. Dalam model pilihan kualitatif dikenal model pilihan biner (binary choice model) di mana individu-individu dihadapkan pada suatu pilihan di antara dua alternatif dan pilihan mereka tergantung pada karakteristik masing-masing individu tersebut. Satu atau lebih variabel terikat Y yang terdapat pada model pilihan biner digambarkan sebagai dummy

52 52 variables (0,1). Selanjutnya Pindyck dan Rubinfeld (1991) menyatakan bahwa untuk menjawab masalah-masalah yang sifatnya binary choice, dapat digunakan empat macam model yaitu linear probability model, probit model, logit model, dan forecasting-goodness of fit. Berkaitan dengan itu, penelitian ini menggunakan model logit dikarenakan model logit yang didasari oleh fungsi peluang logistik kumulatif cukup memenuhi persyaratan di mana nilai peluangnya selalu berada pada kisaran (0 1), sehingga relatif mudah untuk diterapkan dalam penelitian. Secara umum model logit dapat dirumuskan sebagai berikut (Pyndick dan Rubinfield, 1991) : 1 1 P = F(Z ) = F(α + βx ) = = i i i i 1 ( + ) i + e z 1+ e α βx... (1) Dari persamaan (1) ini diperoleh : z 1+ e i P = 1...(2) i sehingga dengan membagi P i dan kemudian dikurangi 1, diperoleh persamaan : z 1 1 P i i e = 1 = Pi Pi... (3) dengan mendefinisikan e = 1/ e z i zi, maka diperoleh : e sehingga : zi Z i P i =... (4) 1 P i P i = log... (5) 1 Pi

53 53 atau dari persamaan (1) diperoleh : Z i P i = log = α + βx i + e i... (6) 1 Pi di mana : P i = Kemungkinan petani melakukan kemitraan ( P 1=1, jika petani melakukan kemitraan dan P 2 = 0, jika petani tidak melakukan kemitraan) 1 - P i = Kemungkinan petani tidak melakukan kemitraan α = Intersep β = Parameter peubah X i X i = Vektor peubah bebas (i = 1, 2, 3,..., n) e i = Galat acak Dalam metode regresi logistik, ukuran yang sering digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan peubah terikat adalah nilai odds ratio yang didapat dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (bi) atau exp (bi). Nilai odds ratio menunjukkan perbandingan peluang y = 1 (bila melakukan kemitraan) dengan y = 0 (bila tidak melakukan kemitraan). Odds ratio = P( Xi) 1 P( Xi) atau exp (bi)...(7) Selanjutnya, sebagai suatu kelembagaan, keberhasilan kemitraan PHBM di Desa Padasari sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan / ketaatan dari pihak yang bermitra yaitu petani mitra dan Perum Perhutani dalam melaksanakan hak dan kewajiban, peraturan-peraturan serta perjanjian / kesepakatan lainnya. Oleh karena itu kajian mengenai kelembagaan kemitraan PHBM perlu dilakukan untuk melihat seberapa jauh tingkat keberhasilan kemitraan tersebut. Kelembagaan itu sendiri secara umum mempunyai dua pengertian, yaitu kelembagaan sebagai organisasi dan sebagai aturan main. Kelembagaan sebagai suatu

54 54 organisasi adalah sebagai kumpulan orang-orang yang dengan sadar berusaha untuk memberikan sumbangsih mereka kearah pencapaian sesuatu tujuan umum (Winardi, 1989). Kelembagaan sebagai organisasi biasanya menunjuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintahan, koperasi, bank, dan sebagainya. Sementara itu yang dimaksud dengan kelembagaan sebagai aturan main menurut Schmid (1972) dalam Pakpahan (1991) adalah suatu himpunan hubungan yang tertata diantara orang-orang dengan mendefinisikan hak-haknya, pengaruhnya terhadap hak orang lain, privillage, dan tanggung jawab. Sistem kelembagaan sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan, yaitu dalam hal keterkaitan antara resource endowments, cultural endowments, technology dan institutions, sehingga apabila satu atau lebih dari keempat faktor itu tidak tersedia atau tidak sesuai maka tujuan pencapaian kinerja akan tidak tercapai (Pakpahan, 1991). Aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi pertanian secara keseluruhan tetapi juga dari segi ekonomi pedesaan. Kehadiran kelembagaan dalam bidang pertanian dapat berperan dalam transformasi struktural yang mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah lembaga tersebut berada (Soekartawi, 1989). Schmid (1987) seperti dikutip oleh Elieser (2000) menyatakan bahwa ada tiga hal pokok yang perlu diamati dalam kelembagaan, yaitu : 1. Aspek batas aturan/kewenangan (jurisdictional boundary) Aspek batas aturan diperlukan untuk menentukan batas-batas wewenang dalam mengatur sumberdaya, dana dan tenaga dalam organisasi. Aturan juga dapat berperan dalam menentukan laju daripada pemanfaatan atau penggunaan sumberdaya sehingga

55 55 pada gilirannya akan menentukan sifat sustainability sumberdaya yang bersangkutan dan pembagian manfaat bersih yang akan diperoleh masing-masing pihak. 2. Aspek fungsi/hak dan kewajiban (property right) Aspek property right, yang paling penting adalah faktor kepemilikan terhadap sumberdaya seperti lahan, hasil produksi, dan lain-lain. Hak kepemilikan yang lebih jelas akan dapat menentukan besarnya bargaining power atau kekuatan tawar terhadap suatu persoalan. 3. Aspek aturan pelaksanaan (rules of representation). Aspek aturan representasi mempersoalkan tentang masalah atau sistem atau prosedur mengenai suatu keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi lebih banyak ditentukan oleh kebijakan organisasi dalam membagi beban dan manfaat/keuntungan terhadap anggota yang terlibat dalam organisasi tersebut. Dengan aturan main yang jelas, setiap peserta dapat berpartisipasi secara sukarela, kecuali bila ada tekanan dari pihak lain. Dengan demikian berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapatnya kewenangan, hak dan kewajiban, serta aturan pelaksanaan dalam suatu kelembagaan mencerminkan adanya aturan main dalam lembaga tersebut. Sampai seberapa jauh aturan main dalam PHBM dapat dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bermitra, maka perlu diketahui bagaimana aspek kelembagaan dan implementasi PHBM yang dijalani selama ini. Penjelasan secara deskriptif kualitatif akan digunakan untuk menjawab permasalahan ini. Kemudian, sebagai inovasi yang membawa perubahan ke arah yang lebih baik, kemitraan PHBM sudah barang tentu memberikan manfaat / keuntungan bagi kedua belah

56 56 yang melakukan kemitraan. Adanya manfaat / keuntungan dalam kemitraan ini dapat menjadi motivasi para anggotanya untuk terus meningkatkan partisipasi dalam melaksanakan kemitraan. Manfaat atau benefit adalah barang dan jasa yang dapat meningkatkan pendapatan petani atau perusahaan, atau menaikkan pendapatan nasional masyarakat suatu negara (Gittinger, 1986). Sementara dalam arti lain, benefit adalah suatu manfaat yang diperoleh dari suatu proyek / kemitraan, baik yang dapat dihitung atau dinilai dengan uang ataupun yang tidak dapat dinilai dengan uang baik secara langsung maupun tidak langsung (Choliq dkk, 1999). Adapun manfaat langsung dari suatu proyek / kemitraan (Kadariah dkk, 1999) dapat berupa : (1) Kenaikan dalam output fisik atau kenaikan nilai output, yang disebabkan oleh adanya perbaikan kualitas, perubahan lokasi, perubahan dalam waktu penjualan, perubahan dalam bentuk (grading dan pengolahan), penurunan kerugian, dan sebagainya, (2) Penurunan biaya, dapat berupa keuntungan dari mekanisasi, penurunan biaya pengangkutan, penurunan atau penghindaran kerugian. yaitu : Sementara, manfaat lain yang dapat dicapai dari usaha kemitraan (Hafsah, 2000) 1. Produktivitas. Bagi petani, kemitraan dapat meningkatkan produktivitas. Melalui kemitraan, petani dapat memperoleh tambahan input, kredit, dan penyuluhan dari perusahaan mitra. 2. Efisiensi. Perusahaan dapat mencapai efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani.

57 57 Bagi petani, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang disediakan oleh perusahaan. 3. Jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktivitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya dapat menjamin keuntungan perusahaan. 4. Resiko. Resiko yang dialihkan perusahaan mitra ke petani adalah : (1) resiko kegagalan produksi, (2) resiko kegagalan memenuhi kapasitas produksi, (3) resiko investasi atas tanah (4) resiko akibat pengelolaan lahan usaha luas, dan (5) resiko konflik perburuhan. Sementara resiko yang dialihkan petani ke perusahaan mitra antara lain : (1) resiko kegagalan pemasaran produk hasil pertanian, (2) resiko fluktuasi harga produk, dan (3) resiko kesulitan memperoleh input/sumberdaya produksi yang penting (Rustiani et al, 1997). 5. Sosial. Kemitraan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Melalui kemitraan, tidak hanya negara terhindar dari kecemburuan sosial yang bisa berkembang menjadi gejolak sosial akibat ketimpangan, tetapi juga kemitraan dapat menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi yang berbeda status. 6. Ketahanan ekonomi nasional. Kemitraan berarti suatu upaya pemberdayaan ekonomi lemah (petani/skala kecil). Dengan terjadinya peningkatan pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya pemerataan yang lebih baik, otomatis akan mengurangi timbulnya kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam

58 58 kemitraan yang pada gilirannya mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.944/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian, dinyatakan bahwa manfaat kemitraan terdiri dari : (1) Manfaat teknis, yaitu produktivitas dan mutu produk, (2) Manfaat ekonomi, yaitu pendapatan, dan (3) Manfaat sosial, yaitu pelestarian lingkungan. Berkaitan dengan uraian mengenai beberapa manfaat kemitraan, maka perlu diketahui manfaat apa sajakah yang telah dirasakan oleh petani mitra dan Perum Perhutani setelah melakukan kemitraan? Untuk menjawab pertanyaan ini khususnya manfaat kemitraan yang dirasakan oleh petani mitra adalah dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.944/kpts/OT.210/10/97 yang meliputi manfaat teknis, ekonomi, dan sosial. Manfaat teknis, dianalisis dengan cara desktriptif kualitatif yaitu dengan menguraikan secara lebih mendalam tentang kondisi teknis yang mempengaruhi peningkatan produktivitas dan mutu vanili. Manfaat ekonomi, dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan dan BC ratio. BC ratio ini merupakan cara evaluasi usahatani dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh suatu usahatani dengan nilai sekarang seluruh biayanya. Nilai BC ratio diperoleh dengan cara membagi jumlah hasil diskonto pendapatan dengan jumlah hasil diskonto biaya. Kriteria yang digunakan adalah jika BC ratio > 1 berarti memberikan tanda go untuk suatu usahatani. Sebaliknya apabila BC ratio < 1 memberikan tanda no go untuk usahatani

59 59 tersebut. Manfaat sosial, dianalisis dengan cara desktriptif kualitatif, dengan menguraikan secara lebih mendalam tentang kondisi lingkungan setelah diterapkannya kemitraan. Sementara untuk menjawab manfaat apa yang dirasakan oleh Perum Perhutani dari adanya kemitraan adalah dengan cara menjelaskan secara deskriptif komparatif kondisi lingkungan / kelestarian sumberdaya hutan pada waktu sebelum dan sesudah dilakukannya kemitraan. Secara ringkas, kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam bentuk bagan alir seperti yang tergambarkan pada Gambar Hipotesis Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut : 1. Diduga faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kemungkinan petani vanili melakukan kemitraan PHBM adalah umur petani, pengalaman berusahatani, pendidikan formal petani, jumlah anggota keluarga produktif, luas lahan, harga vanili, dan jarak rumah ke lokasi hutan. 2. Diduga aspek kelembagaan dari kemitraan PHBM sudah berjalan baik. 3. Diduga kemitraan PHBM bermanfaat (secara teknis, ekonomi, dan sosial) bagi petani mitra dan Perum Perhutani.

60 60 Desa Padasari Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang Kegiatan AGROFORESTRI Kemitraan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Petani Vanili Stakeholders Perum Perhutani Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kemungkinan petani melakukan kemitraan Tidak Melakukan Kemitraan Melakukan Kemitraan Aspek Kelembagaan Kemitraan Manfaat/Keuntungan Kemitraan Peningkatan Produktivitas, Mutu, dan Harga Jual Vanili PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI VANILI Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Berfikir Analisis Kemitraan antara Perum Perhutani dengan Petani Vanili di Desa Padasari.

61 61 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sumedang tepatnya di Desa Padasari Kecamatan Cimalaka. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Desa Padasari merupakan salah satu daerah sentra produksi vanili yang cukup potensial di Kabupaten Sumedang dan merupakan desa yang telah menerapkan PHBM. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei s/d Juli Metode Pengambilan Sampel Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini terdiri dari petani mitra dan non mitra. Metode pengambilan sampel terhadap responden petani mitra dilakukan secara purposive yaitu pada anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya yang berjumlah 25 orang. Pengambilan secara purposive ini dilakukan karena Kelompok Tani Hutan tersebut merupakan Kelompok Tani Hutan pertama yang melakukan kemitraan dengan Perum Perhutani dan menjadi contoh bagi kelompok tani lainnya. Sementara pengambilan sampel untuk responden pendukung yaitu petani non mitra dilakukan dengan menggunakan metode simple random sampling (Nazir, 1988), yaitu sebanyak 25 orang dari jumlah keseluruhan petani non mitra. Untuk responden di tingkat perusahaan, diwakili oleh staf Perum Perhutani yang berkaitan langsung dengan bagian kemitraan yaitu Asper Penyuluh.

62 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data penunjang. Data primer, yaitu data mengenai kelompok tani dan usahatani vanili, diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) terstruktur. Data sekunder, yaitu data mengenai PHBM dan kondisi hutan, diperoleh melalui studi pustaka dan literatur dari berbagai lembaga atau instansi terkait seperti Perum Perhutani KPH Sumedang, Badan Pusat Statistik, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang, Perpustakaan dan lembaga terkait lainnya Metode Analisis Analisis Identifikasi Aspek Kelembagaan Kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Untuk mengidentifikasi aspek kelembagaan kemitraan PHBM, digunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis ditekankan pada aspek-aspek yang menyusun struktur kelembagaan dan dampaknya (Schmid dalam Pakpahan, 1991), sebagai berikut : 1. Aspek batas yuridiksi/kewenangan, meliputi aspek-aspek berikut : a. Homogenitas/heterogenitas dan karakteristik dari semua partisipan yang terikat pada kelembagaan b. Eksternalitas baik manfaat maupun biaya dari dalam dan luar kelembagaan c. Homogenitas preferensi individu partisipan

63 63 2. Aspek hak dan kewajiban, yang meliputi aspek-aspek berikut : a. Aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang mengikat partisipan dalam melakukan transaksi b. Struktur insentif yang diberikan mitra kepada petani c. Jenis-jenis transaksi yang terjadi antara mitra dengan petani d. Perilaku petani sebagai respon terhadap insentif yang dibangun mitra 3. Aspek aturan representasi, meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a. Aturan main kelembagaan (pertemuan, hubungan kerja dengan luar kelembagaan) b. Posisi rebut tawar partisipan dalam menentukan aturan-aturan kontrak c. Tingkat partisipasi dari pelaku-pelaku kemitraan d. Penanganan konflik yang terjadi antar partisipan Model Logit Terdapat dua golongan petani vanili dalam penelitian ini, yaitu petani mitra yang melakukan kemitraan dan petani non mitra yang tidak melakukan kemitraan. Dalam hal ini, kedua pilihan petani vanili tersebut merupakan kejadian biner (dummy variable) yang bernilai 1 dan 0, di mana nilai 1 untuk petani yang melakukan kemitraan dan nilai 0 untuk petani yang tidak melakukan kemitraan. Oleh karenanya, untuk mengetahui sejauhmana pengaruh faktor sosial ekonomi petani dalam melakukan kemitraan digunakan model logit. Untuk pendugaan parameternya dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE).

64 64 Adapun bentuk persamaan model logit yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Pi Ln 1 Pi = α + β 1Pngl + β 2 Um +β 3 Pendf + β 4 Jumklg + β 5 Llh +β 6 Hv di mana : P i = Peluang petani untuk melakukan kemitraan α = Intersep Pngl = Pengalaman usahatani vanili (th) Um = Umur petani (th) Pendf = Pendidikan formal petani (th) Jumklg = Jumlah anggota keluarga produktif (orang) Llh = Luas lahan usahatani (ha) Hv = Harga vanili (Rp/kg) = Koefisien regresi β i Variabel pengalaman usahatani vanili, umur, pendidikan formal petani, dan jumlah keluarga produktif diharapkan dapat menggambarkan faktor sosial petani vanili. Sementara variabel luas lahan usahatani dan harga vanili diharapkan dapat menggambarkan keadaan ekonomi petani vanili Analisis Manfaat Kemitraan 1. Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra Untuk menganalisis manfaat kemitraan bagi petani mitra, penelitian ini menggunakan acuan dari Keputusan Menteri Pertanian No.944/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian, yaitu pada bab khusus untuk mengevaluasi manfaat kemitraan (Sulistyowati, 2003). Variabel yang dievaluasi adalah :

65 65 1. Manfaat teknis, yaitu produktivitas dan mutu produk dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, dengan cara menguraikan secara mendalam tentang kondisi teknis budidaya vanili yang mempengaruhi peningkatan produktivitas dan mutu vanili. 2. Manfaat ekonomi, yaitu pendapatan dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan dan Benefit Cost Ratio (BCR), yaitu nilai perbandingan antara nilai manfaat bersih dengan biaya bersih yang diperhitungkan nilainya saat ini. Perhitungan BC Ratio menggunakan rumus (Gittinger, 1986) : Net BC ratio = n t= 1 n t= 1 B C t t t (1 + i) C B t t t (1 + i) di mana : B t = penerimaan kotor usaha vanili pada tahun t C t = biaya kotor usaha vanili pada tahun t n = umur ekonomis vanili i = discount rate Kriteria pengukuran adalah apabila NetBC ratio > 1, maka kegiatan usahatani vanili yang dilakukan menguntungkan karena penerimaan lebih besar daripada biaya total, dan sebaliknya jika NetBC ratio < Manfaat sosial, yaitu pelestarian lingkungan dianalisis dengan menggunakan analisis desktriptif kualitatif, dengan cara menguraikan secara lebih mendalam tentang kondisi lingkungan setelah diterapkannya kemitraan.

66 66 2. Manfaat Kemitraan Bagi Perum Perhutani Manfaat Kemitraan bagi Perum Perhutani dianalisis secara deskriptif komparatif, dengan cara menguraikan dan membandingkan kondisi lingkungan/kelestarian sumberdaya hutan pada waktu sebelum dan sesudah dilakukannya kemitraan.

67 67 V. GAMBARAN UMUM PERUM PERHUTANI 5.1. Profil Perum Perhutani Visi dan Misi Perum Perhutani Perum Perhutani adalah salah satu Badan Umum Milik Negara di lingkup Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. Perum Perhutani diberi tugas dan wewenang untuk penyelenggaraan perencanaan, pengurusan, pengusahaan dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya di Pulau Jawa, tidak termasuk kawasan hutan di wilayah DKI Jakarta. Perum Perhutani melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan berprinsip pada kelestarian yang berkesinambungan dalam pemanfaatan hutan secara optimal. Kegiatan Perum Perhutani secara garis besar meliputi : bidang perencanaan, pembinaan hutan, produksi, industri, pemasaran, dan pengamanan hutan. Sebagai Perusahaan Badan Umum Milik Negara, visi Perum Perhutani adalah Pengelolaan sumberdaya hutan sebagai ekosistem di Pulau Jawa secara adil, demokratis, efisien, dan profesional guna menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat. Sementara misi dari Perum Perhutani, meliputi : 1. Melestarikan dan meningkatkan mutu sumberdaya hutan dan mutu lingkungan hidup. 2. Menyelenggarakan usaha dibidang kehutanan berupa barang dan jasa guna memupuk keuntungan perusahaan dan memenuhi hajat hidup orang banyak. 3. Mengelola sumberdaya hutan sebagai ekosistem secara partisipatif sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi perusahaan dan masyarakat.

68 68 4. Memberdayakan sumberdaya manusia melalui lembaga perekonomian masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian Perkembangan Bentuk Hukum Perum Perhutani Perum Perhutani pertama kali dibentuk pada awal Pra Pembangunan Lima Tahun (Pelita) Tahun 1966, dengan nama Perusahaan Kehutanan, yang bertanggung jawab kepada Menteri Pertanian. Perusahaan ini berfungsi mengelola sumberdaya hutan di Indonesia dengan areal tersebar di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, KalimantanTengah, dan Kalimantan Timur. Dalam perkembangannya, Perhutani mengalami beberapa perubahan bentuk hukum dan kewenangannya. Hal ini terkait dengan dikeluarkannya beberapa Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Hutan di Indonesia. Beberapa Surat Keputusan dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah : 1. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 30/12/1966 tentang peralihan tanggung jawab Badan Pimpinan Umum Perusahaan Kehutanan Negara (BPU Perhutani) kepada Dirjen Kehutanan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1969 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Negara menjadi Perusahaan Perseroan. Dalam hal ini Perhutani berubah menjadi PT. Perhutani (Persero). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1972 tentang dibentuknya Perusahaan Umum Kehutanan Negara dengan wilayah kerja Unit I Jawa Tengah dan Unit II Jawa Timur. Dalam hal ini PT. Perhutani menjadi Perum Perhutani.

69 69 4. Peraturan Nomor 2 tahun 1978 tentang adanya tambahan unit produksi Perum Perhutani di wilayah Jawa Barat yang diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 143/Kpts/Um/ Pembentukan Departemen Kehutanan pada 16 Maret 1983, di mana Perum Perhutani menjadi salah satu BUMN di bawah naungannya. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998 tentang tata cara pembinaan dan pengawasan Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan Persero. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2001 tentang pengaturan Perum Perhutani yang berada di bawah naungan Departemen Kehutanan dan Perkebunan dan pengaturan perubahan bentuk Perusahaan Umum menjadi Persero. Dengan demikian Perum Perhutani berubah menjadi PT. Perhutani (Persero). 8. Peraturan Pemerintah Nomor 30/MBU/2003 tentang peralihan kembali PT. Perhutani (Persero) menjadi Perum Perhutani Pengabdian Masyarakat Dalam rangka mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan serta terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja, kesempatan berusaha dan pemberdayaan masyarakat, perlu ditingkatkan partisipasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi, kondisi sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya, melalui program kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan. Sejalan dengan tujuan dan peraturan pemerintah dalam program kemitraan serta bina lingkungan, maka Perum Perhutani mempunyai kewajiban untuk melaksanakan

70 70 program tersebut disesuaikan dengan misi dan visi perusahaan. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di Perum Perhutani pada dasarnya memprioritaskan masyarakat desa hutan serta usaha kecil yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang kehutanan. Program kemitraan merupakan program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN yang diberikan dalam bentuk pemberian pinjaman modal kerja secara bergulir kepada pengrajin/kelompok tani hutan yang berada di dalam dan luar kawasan hutan. Untuk kegiatan bina lingkungan, Perum Perhutani telah melakukan Program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) sejak lama dan ditingkatkan mulai tahun 1982, di mana program tersebut sangat spesifik dengan obyek sasaran pokok adalah masyarakat yang berada di sekitar hutan (± 6100 desa). Sejak tahun 2001 program PMDH tersebut lebih ditingkatkan menjadi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), di mana program tersebut menjadi sistem pengelolaan hutan Perum Perhutani di pulau Jawa Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Sumedang Profil Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Sumedang 1. Luas Kawasan Hutan Luas kawasan hutan Perum Perhutani KPH Sumedang sampai tahun 2005 mencapai Ha, terbagi dalam dua kelas perusahaan yaitu jati dan pinus. Secara lengkap luas KPH Sumedang dapat dilihat pada Lampiran 3.

71 71 Batas KPH Sumedang berdasarkan administrasi pengelolaan hutan, meliputi : (1) sebelah Barat berbatasan dengan KPH Bandung Utara dan Purwakarta, (2) sebelah Timur berbatasan dengan KPH Majalengka, (3) sebelah Utara berbatasan dengan KPH Indramayu dan Majalengka, dan (4) sebelah Selatan berbatasan dengan KPH Bandung Utara dan Garut. 2. Wilayah Kerja Wilayah Kerja KPH Sumedang sampai dengan tahun 2005, meliputi dua Sub Kesatuan Pemangku Hutan (SKPH), yaitu SKPH Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, 11 Badan Kesatuan Pangkuan Hutan (BKPH), dan 35 Resort Pangkuan Hutan (RPH). Secara lengkap mengenai wilayah kerja Perum Perhutani KPH Sumedang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Wilayah Kerja KPH Sumedang Per SKPH, Tahun 2005 No. Daerah Luas (Ha) 1. SKPH Sumedang Utara 1. Songgom Buahdua Conggeang Ujungjaya Tomo Utara Tomo Selatan SKPH Sumedang Selatan 1. Cadasngampar Manglayang Tampomas Jumlah Sumber : BPS, Dalam penelitian ini, lahan Perum Perhutani KPH Sumedang yang digunakan dalam kemitraan dengan petani vanili (KTH Bagjamulya) terletak di BKPH Tampomas

72 72 tepatnya di RPH Tanjungkerta petak 11a. BKPH Tampomas terdiri dari tiga RPH yaitu RPH Naluk, RPH Narimbang, dan RPH Tanjungkerta. Lebih lengkap mengenai luas hutan tiap-tiap RPH pada BKPH Tampomas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Hutan RPH di Kawasan BKPH Tampomas, Tahun 2005 RPH Nomor Petak Luas (Ha) Persentase (%) Narimbang Jumlah Naluk Jumlah Tanjungkerta Jumlah Sumber : BPS, 2006.

73 73 VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT 6.1. Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Hutan sebagai asset dan modal pembangunan nasional memiliki potensi dan manfaat sangat besar bagi kemakmuran rakyat Indonesia, baik manfaat ekonomi, sosial budaya maupun lingkungan. Hutan Indonesia menduduki tempat kedua dalam luas setelah Brazil dan mewakili 10 persen dari hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hampir 75 persen dari luas lahan Indonesia digolongkan sebagai areal hutan (sekitar 144 juta hektar) dan juta hektar diperkirakan sebagai hutan lindung (closed canopy) yang lebih kurang 60 juta hektar diperuntukkan bagi hutan produksi (Yakin, 1997). Namun sejalan dengan itu, tekanan dan gangguan terhadap kelestarian hutan juga semakin meningkat dan berakibat pada terjadinya kerusakan hutan (deforestrasi). Kerusakan hutan yang tinggi dapat mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga bisa menimbulkan masalah-masalah lingkungan yang serius seperti erosi dan penurunan kualitas lahan, berkurangnya keragaman hayati (biological diversity) serta bahkan kenaikan suhu bumi (globalwarming). Data laju deforestrasi pada tiga pulau besar yakni Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dari tahun adalah sebesar juta ha/tahun (Baplanhutbun, 2000 dalam Santoso, 2005). Selama kurun waktu tiga tahun berikutnya, yakni tahun untuk lima pulau besar yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian, laju kerusakan hutan dan lahan di dalam dan di luar kawasan semakin cepat yaitu mencapai 3.51 juta ha/tahun. Sementara kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan berupa reboisasi dan

74 74 penghijauan yang dilakukan sejak tahun yang luasnya tercatat hanya ha, tidak akan mampu memulihkan kembali hutan yang telah rusak (Santoso, 2005). Terjadinya deforestrasi, disebabkan bukan hanya karena kebijakan pemerintah melalui transmigrasi dan pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) tetapi juga karena aktivitas masyarakat baik individu maupun kelompok. Aktivitas masyarakat tersebut, misalnya masih adanya perladangan berpindah di beberapa daerah, dan adanya aktivitas tak terpuji lainnya seperti pencurian kayu dan penebangan liar (Yakin, 1997). Selain itu, adanya peningkatan jumlah penduduk, langkanya lapangan kerja dan penegakkan hukum yang lemah, turut berpengaruh dalam mengakibatkan deforestrasi Selama ini pengelolaan hutan lestari ternyata mengalami kegagalan. Pengelolaan hutan secara konvensional bersifat sentralistik dan lebih berorientasi pada produk kayu dengan distribusi hasil tidak merata. Selain itu masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan tidak banyak dilibatkan dalam setiap pengelolaan hutan, masyarakat hanya sebatas sebagai buruh bukan sebagai mitra sejajar (Sumarhani, 2004). Berkaitan dengan itu, sebagai upaya melibatkan masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan, pada tahun 1978 telah diadakan Kongres Kehutanan Sedunia VIII di Jakarta dengan tema Forest for People. Pada kongres tersebut terdapat tiga masalah pokok yang mendapat perhatian, yaitu konservasi sumberdaya alam, penyediaan kayu bakar, dan pembangunan kehutanan masyarakat. Gagasan forest for people yang dimaksud tersebut bukan hanya sekedar menyediakan hasil hutan bagi masyarakat atau melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan, melainkan juga menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam setiap tahapan pengelolaan hutan (negara maupun milik).

75 75 Upaya-upaya pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan sebenarnya telah dirintis oleh Perum Perhutani sejak tahun 1972 melalui berbagai program (Sumarhani, 2004), antara lain : 1. Program Prosperity Approach periode tahun 1972 s/d Program ini bertujuan untuk mengembalikan potensi dan fungsi hutan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan kehutanan. 2. Program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) periode tahun 1982 s/d Progam ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan sumberdaya hutan, di mana masyarakat diperlakukan sebagai subyek dalam upaya peningkatan kesejahteraannya. 3. Program Perhutanan Sosial periode tahun 1986 s/d 1995, di mana sistem perencanaan bersifat kombinasi yaitu bottom up (Masyarakat Desa Hutan) dan top down (Perhutani). Keterlibatan masyarakat mengelola hutan dalam program ini, hanya sebatas terlibat aktif dalam tahapan-tahapan kegiatan tertentu, bukan sebagai pelaku utama seperti halnya pada program hutan kemasyarakatan. Adapun sistem penanaman menggunakan pola wanatani (agroforestry) selama daur dengan pemberian bantuan sarana produksi tanaman semusim. Selain perbaikan pola tanam, juga dilakukan pembinaan Kelompok Tani Hutan dan usaha produktif di luar kawasan hutan. Pengembangan usaha produktif di luar kawasan hutan meupakan kelanjutan dari program PMDH. Selanjutnya pengembangan usaha produkif ini lebih dikembangkan lagi melalui Usaha Kecil dan Koperasi (USKOP).

76 76 4. Program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan Terpadu (PMDHT) periode tahun 1995 s/d 1999, dilaksanakan secara terpadu dengan Pemerintah Daerah dengan maksud untuk menanggulangi masalah-masalah kerawanan sosial-ekonomi masyarakat desa hutan. Sesuai dengan tuntutan reformasi pada tahun 1998, Program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan Terpadu dianggap masih belum mampu memberdayakan kesadaran masyarakat dalam kelestarian hutan dan peningkatan ekonomi rakyat secara mandiri. Selain itu adanya kritikan/masukan dari berbagai kalangan terkait, maka Program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan Terpadu mengalami penyempurnaan menjadi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat ( PHBM) Konsep Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Berdasarkan Ketentuan Umum Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No.136/KPTS/DIR/2001, yang dimaksud dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa atau Perum Perhutani dan masyarakat desa dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. PHBM merupakan kebijakan Perusahaan yang menjiwai strategi, struktur, dan budaya perusahaan dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Jiwa yang terkandung dalam PHBM adalah kesediaan Perusahaan, Masyarakat Desa Hutan, dan pihak yang

77 77 berkepentingan untuk berbagi dalam pengelolaan sumberdaya hutan sesuai kaidah-kaidah keseimbangan, keberlanjutan, kesesuaian dan keselarasan. PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan. Sementara tujuan PHBM adalah : 1. Meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. 2. Meningkatkan peran perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. 3. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan. 4. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristik wilayah. 5. Meningkatkan pendapatan perusahaan, masyarakat desa hutan, serta pihak yang berkepentingan secara simultan. Adapun prinsip dasar PHBM adalah : 1. Prinsip keadilan dan demokratis. 2. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan. 3. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami. 4. Prinsip kejelasan dan kewajiban. 5. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan. 6. Prinsip kerjasama kelembagaan. 7. Prinsip perencanaan partisipatif. 8. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur.

78 78 9. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator. 10. Prinsip kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah. Guna mendorong proses optimalisasi dan pengembangan PHBM dengan menyelaraskan kepentingan semua pihak dibentuk Forum Komunikasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, dengan tujuan memotivasi masyarakat sekitar hutan agar berperan lebih aktif dalam membangun hutan. Selanjutnya untuk menjembatani komunikasi dengan masyarakat luas dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat. Selain itu Kelompok Tani Hutan dan Koperasi Masyarakat Desa Hutan sebagai mitra kerja dan mitra usaha sangat penting dalam kelembagaan PHBM Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Desa Padasari Salah satu peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat menetapkan bahwa kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat tidak boleh kurang dari 30 persen dari kawasan (darat) Provinsi. Hal ini dikarenakan masalah deforestasi hutan di wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat lebih luas dibandingkan dengan Unit I dan Unit II. Hal ini dimungkinkan karena berkaitan dengan sejarah sistem pengelolaan hutannya, di mana kawasan hutan di Jawa Barat baru dikelola Perum Perhutani secara formal pada tahun 1978 (PP No. 2/1978), sedangkan Unit I (Jawa Tengah) dan Unit II (Jawa Timur) sudah lebih dahulu (Suhardjito, 1999). Dibentuknya kemitraan antara Perum Perhutani dengan petani yang berada di kawasan sekitar hutan melalui PHBM di Jawa Barat, memungkinkan tercapainya perbaikan kondisi hutan. Sebagai implementasi PHBM di Jawa Barat, sampai akhir tahun

79 sudah mencapai desa (65 %) dengan jumlah Kelompok Tani Hutan orang dari target sampai tahun 2007 sebanyak orang. Dari jumlah itu, bantuan dan pemberian langsung kepada masyarakat dari tahun keseluruhannya mencapai Rp milyar. Melalui PHBM, dari seluruh total areal kerusakan hutan dan lahan kritis ( ha) di Jawa Barat, sekitar ha sudah dalam kondisi baik yaitu di Kabupaten Garut dan Sukabumi (Pikiran Rakyat, 2005). Kabupaten Sumedang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki hutan yang cukup luas, yaitu sebesar 37.5 persen dari luas keseluruhan, terdiri dari hutan negara ( km 2 ) dan hutan rakyat ( km 2 ). Dengan adanya luas hutan yang cukup besar, secara tidak langsung mendukung kondisi kehidupan pertanian di Kabupaten Sumedang karena resapan air yang diberikan dari hutan ditolerir cukup memadai untuk masalah pertanian. Perum Perhutani KPH Sumedang dalam hal ini sebagai pihak yang berwenang, telah melaksanakan kegiatan sosialisasi PHBM di 56 Desa yang berada di sekitar kawasan hutan yang tersebar di seluruh Kecamatan, termasuk di dalamnya Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka. Terpilihnya Desa Padasari menjadi salah satu daerah sosialisasi PHBM dikarenakan letak daerahnya yang berada di bawah kaki gunung Tampomas dan berada di sekitar kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Sumedang yaitu BKPH Tampomas. Seperti yang terjadi di Desa Padasari sudah sejak lama membudidayakan tanaman vanili. Potensi alam yang dimiliki Desa Padasari berupa hutan yang luas dengan 6 (enam) mata air, sangat besar manfaatnya bagi kelangsungan pertanian. Keunggulan komparatif lain yang dimiliki Desa Padasari adalah memiliki tanah yang cocok untuk

80 80 tanaman vanili berikut iklim yang sesuai dan tenaga kerja yang banyak. Tidak hanya itu, Desa Padasari juga unggul dari segi bibit vanili, yaitu berasal dari jenis Vanilla planifolia Andrews yang kandungan vanillinnya mencapai 2.75 persen, dengan rendemen vanili tertinggi sekitar persen. Namun disisi lain, terlepas dari tersedianya sumberdaya alam yang mampu mendukung pertumbuhan vanili, adanya penyakit busuk batang yang menyerang tanaman vanili menjadi permasalahan utama dalam pengembangan vanili di Desa Padasari, khususnya masalah dalam peningkatan produksi/produktivitas vanili. Seperti yang terjadi pada tahun , serangan penyakit busuk batang menyebabkan sebagian besar tanaman vanili di Desa Padasari dalam keadaan rusak. Kondisi ini mengharuskan petani untuk menanam vanili di lahan yang belum terkontaminasi atau melakukan penanaman dengan bibit yang telah divaksin. Namun, upaya tersebut tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasan petani dalam lahan dan modal. Berkaitan dengan itu, Perum Perhutani selaku pemegang hak penuh atas hutan lindung yang berada di wilayah Desa Padasari mencoba memberikan solusi kepada petani vanili untuk dapat mengusahakan vanili pada lahan yang tidak terkontaminasi dengan cara memberikan hak guna pakai lahan milik Perum Perhutani. Dengan cara ini, petani vanili dapat melakukan budidaya vanili dengan sistem tumpang sari, sekaligus dilibatkan dalam menjaga dan mengelola hutan secara bersama-sama dalam rangka mengembalikan fungsi dan kondisi hutan lindung yang telah rusak. PHBM di Desa Padasari, dapat dikatakan sebagai suatu inovasi yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi Perum Perhutani dan petani vanili (khususnya anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya). Tidak hanya diharapkan mampu

81 81 mengupayakan peningkatan pendapatan petani vanili, PHBM juga diharapkan mampu mengupayakan kelestarian lingkungan hutan. Implementasi kemitraan PHBM di Desa Padasari dimulai dengan melakukan penanaman vanili pada tahun 2001 dengan jarak tanam 3 x 2 meter di bawah tegakan pinus merkusii (berumur lebih dari 15 tahun dengan jarak tanam 10 x 5 meter) dengan luas 6 hektar yang berlokasi di petak 11a RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas. Selanjutnya pada tahun 2002 penanaman vanili diperluas menjadi hektar dengan areal tambahan di tiga petak (10b, c, dan 13 c). Diperluasnya areal penanaman vanili tersebut, membuktikan bahwa pengusahaan vanili dengan sistem tumpang sari telah memberikan hasil yang baik, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produksi/produktivitas yang lebih tinggi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani vanili Prosedur Kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Kemitraan PHBM di Desa Padasari dimulai melalui enam tahapan, yaitu : (1) Sosialisasi, (2) Dialog, (3) Negoisasi, (4) Kelembagaan, (5) Kerjasama, dan (6) Pelaksanaan (Ramdani, 2006) : 1. Sosialisasi Kegiatan sosialisasi PHBM di Desa Padasari dilaksanakan pada Oktober Melalui PHBM, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan lahan milik Perhutani untuk kegiatan usaha taninya atau kegiatan lainnya dengan tetap menjaga kelestarian hutan. Jenis kegiatan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan ini disesuaikan dengan tingkat keahlian yang dimiliki masyarakat dan keunggulan komparatif yang dimiliki Desa Padasari.

82 82 2. Dialog Kegiatan dialog yang dilaksanakan pada November 2000 bertujuan untuk : (1) mengetahui sejauh mana ketertarikan masyarakat Desa Padasari setelah mendapatkan sosialisasi PHBM, (2) menentukan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini tercapai beberapa kesepakatan, yaitu : (1) bahwa areal kawasan hutan yang terdapat di BKPH Tampomas Desa Padasari merupakan hutan lindung, sehingga tidak diperbolehkan melakukan usahatani secara intensif. Hal ini dikhawatirkan akan merusak tanah dan lahan hutan serta akan merubah fungsi dari hutan tersebut sebagai daerah resapan air. Dari fungsi ini pula maka tidak dimungkinkan memanfaatkan hasil kayu dari areal hutan tersebut, (2) meski status hutan tersebut adalah hutan lindung, Perum Perhutani mengijinkan untuk melakukan pemanfaatan lahan di kawasan hutan lindung dengan pola pemanfaatan lahan di bawah tegakan pinus yang telah ditanam sejak 1967, (3) mengusahakan tanaman vanili dalam kegiatan PHBM di Desa Padasari. Dipilihnya tanaman vanili ini karena dalam pengusahaannya tidak memerlukan pengolahan tanah yang intensif dan tidak memerlukan pembukaan lahan terlebih dahulu. Selain itu tanaman vanili merupakan tanaman tahunan sehingga tidak diperlukan penggantian tanaman apabila sudah panen. Pola tanamnya dapat dilakukan sebagian tanaman sela diantara tanaman pokok (pinus). 3. Negosiasi Negosiasi dilakukan dengan tujuan untuk menentukan besarnya bagian yang akan diterima oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama kemitraan tersebut. Dalam bernegosiasi antar kelompok tani dengan Perum Perhutani disepakati bahwa dalam

83 83 kemitraan tersebut pihak Perhutani akan memberikan bantuan berupa lahan usahatani dan modal uang sebagai biaya : a. upah penanaman, penyerbukan, dan pemanenan b. bibit vanili dan pohon panjat c. pupuk bokashi dan zat perangsang tumbuh (ZPT) organik merek Trubus. Sementara dari pihak kelompok tani memberikan input berupa keahlian dalam usahatani vanili, tenaga kerja, dan pengamanan sumberdaya hutan. Dari input-input yang dikeluarkan tersebut kemudian dikalkulasikan untuk mengetahui besarnya proporsi korbanan yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak. Pada negosiasi tersebut disepakati besarnya bagian keuntungan bagi masing-masing pihak yang terlibat adalah sebagai berikut : 1. Kelompok Tani Hutan : 42.5 % 2. Perum Pehutani : 42.5 % 3. Pemerintah Daerah : 5 % 4. Manajemen Fee : 10 % Selama hasil produksi belum dapat menutupi dana yang dikeluarkan untuk biaya penanaman vanili, bagi hasil antara Kelompok Tani Hutan dengan Perum Pehutani akan tetap sebesar 42.5 persen. Setelah biaya dapat ditutupi, bagi hasil dapat berubah menjadi 25 persen untuk Perhutani dan 75 persen untuk Kelompok Tani atau 10 persen untuk Perhutani dan 90 persen untuk Kelompok Tani. Pembagian ini disesuaikan dengan kesepakatan kedua belah fihak.

84 84 4. Kelembagaan Kegiatan dalam PHBM terbuka bagi siapa saja masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan dan tergabung dalam suatu lembaga kelompok tertentu yang mempunyai badan hukum. Hal ini dimaksudkan supaya dalam proses kemitraan, pengawasan dan koordinasi dapat dilakukan dengan mudah. Kelompok Tani Bagjamulya sebagai kelompok tani hutan yang ada di Desa Padasari memenuhi salah satu persyaratan dari tahapan ini. Meskipun Kelompok Tani Bagjamulya pada waktu itu belum berbadan hukum, namun selama ini telah melakukan kerjasama dan hubungan yang baik dengan Perum Perhutani di mana Perum Perhutani juga sebagai salah satu pembina dari kelompok tani tersebut maka Kelompok Tani Bagjamulya dianggap dapat memenuhi persyaratan dari kelembagaan ini. Kelompok Tani Hutan Bagjamulya pada akhirnya mempunyai akta notaris dan berbadan hukum pada 19 Januari Kerjasama Pada kegiatan ini dilakukan penandatanganan kerjasama secara tertulis antara Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dan Perum Perhutani KPH Sumedang. Dalam kerjasama tersebut ditentukan bahwa jangka waktu kerjasama kemitraan usaha tersebut adalah untuk satu musim tanam. Namun, hal ini tidak berarti bahwa setelah satu kali tanaman vanili tersebut panen maka kemitraan berakhir. Kerjasama kemitraan ini akan terus berlangsung dalam jangka panjang, sampai batas waktu yang disepakati bersama selanjutnya.

85 85 6. Pelaksanaan Pada tahapan ini, semua hasil negosiasi dan kerja sama mulai direalisasikan. Tahap pertama yang direalisasikan adalah pengadaan sarana produksi yang dibutuhkan dalan usahatani vanili. Sarana produksi itu antara lain lahan, bibit vanili, pupuk, pohon panjat, tenaga kerja dan modal. Setelah kegiatan pengadaan sarana produksi vanili ini selesai maka dilanjutkan dengan kegiatan pengadaan prasarana produksi berupa pembangunan gubuk kerja, plang tanaman, dan jalan pemeriksaan. Penanaman vanili dilaksanakan tanggal 10 Januari Pada tahapan-tahapan kegiatan di atas mulai dari kegiatan sosialisasi sampai kegiatan pelaksanaan tidak semua anggota kelompok mengikutinya. Dalam kegiatannya kelompok hanya diwakili oleh pengurus kelompok. Akan tetapi dalam penentuan sikap yang menyangkut keterlibatan dan hasil yang akan diterima kelompok, perwakilan kelompok selalu bermusyawarah terlebih dahulu dengan seluruh anggota sehingga langkah-langkah yang diambil oleh perwakilan kelompok tersebut merupakan kebijakan yang telah disepakati bersama.

86 86 VII. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 7.1. Profil Desa Padasari Visi dan Misi Visi Desa Padasari adalah terwujudnya Desa Padasari sebagai desa pertanian yang mandiri yang ditunjang oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dan berakhlak mulia. Sementara, misi Desa Padasari adalah : (1) meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat, (2) meningkatkan derajat pendidikan masyarakat, (3) meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Karakteristik Wilayah Desa Padasari termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Batas administratif Desa meliputi : 1. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Banyuasih 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Licin 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Citimun 4. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Baros Desa Padasari memiliki luas wilayah Ha, dengan bentang wilayah yang terletak di lereng Gunung Tampomas dengan ketinggian tempat m di atas permukaan laut. Wilayah desa berbatasan langsung dengan kawasan hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Sumedang. Curah hujan

87 87 sekitar mm per tahunnya, sementara suhu rata-rata harian sekitar C dan didukung enam sumber mata air. Dari total luas lahan wilayah Desa Padasari tersebut penggunaan yang paling besar adalah untuk lahan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan lahan pertanian oleh penduduk Desa Padasari, baik pertanian lahan basah (sawah), pertanian lahan kering, dan perkebunan rakyat, yaitu masing-masing sebesar %, % dan % dari total luas lahan Desa Padasari. Secara administratif Desa Padasari terbagi menjadi dua dusun yaitu Dusun Bangbayang dan Dusun Mulya Sari dan empat Rukun Warga. Desa Padasari dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang dibantu oleh seorang sekretaris Desa dan tujuh orang aparat Desa. Selain itu Kepala Desa dibantu oleh Badan Perwakilan Desa yang berjumlah sembilan orang. Kelembagaan yang terdapat di desa ini antara lain Kelompok Tani Hutan, PKK, Karang Taruna, dan LKMD. Profil Desa Padasari termasuk kategori swakarya dengan status madya. Ditinjau dari jarak, lama tempuh, dan jenis kendaraan umum yang dapat digunakan, diketahui bahwa jarak dari Desa Padasari ke Ibukota Kecamatan Cimalaka sekitar 7 km dan dapat ditempuh selama setengah jam dengan menggunakan kendaraan umum roda dua. Sementara jarak dari Desa Padasari ke ibukota Kabupaten sekitar 12 km dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar satu setengah jam dengan menggunakan angkutan desa.

88 Keadaan Sosial Ekonomi 1. Kependudukan Data yang diperoleh dari profil desa menunjukkan bahwa jumlah total penduduk Desa Padasari pada tahun 2006 sebesar orang, yang terdiri dari orang (50 %) penduduk laki-laki dan orang (50 %) penduduk wanita. Jumlah kepala keluarga sebanyak 598 Kepala Keluarga. Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin ini dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kependudukan di Desa Padasari, seperti kepadatan penduduk, struktur usia penduduk, rasio ketergantungan dan man land rasio. Komposisi penduduk Desa Padasari berdasarkan kelompok umur tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi Penduduk Desa Padasari Berdasarkan Kelompok Umur, Tahun 2006 Kelompok Umur (Umur) Laki-laki Wanita Jumlah Jumlah Sumber : Kantor Desa Padasari, 2006.

89 89 Berdasarkan Tabel 6, dapat ditentukan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 101. Artinya, pada setiap 100 orang penduduk laki-laki terdapat 101 orang penduduk perempuan. Lebih jelas mengenai perhitungan sex ratio dapat dilihat pada Lampiran 2. Selanjutnya, berdasarkan perhitungan Man Land ratio yaitu perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian di Desa Padasari, diperoleh nilai 11 (Lampiran 2). Artinya, setiap satu hektar lahan pertanian digunakan untuk menghidupi 11 orang penduduknya. Hal ini menunjukkan beban lahan di Desa Padasari termasuk beban berat, karena berdasarkan lembaga demografi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, batas berat beban lahan adalah 5 orang/ha. Oleh karena itu, hal ini mendorong petani di Desa Padasari untuk mengusahakan usahatani yang dapat memanfaatkan lahan yang tidak terlalu luas. 2. Pendidikan Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh masyarakat Desa Padasari bervariasi mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Tabel 7 memperlihatkan tingkat pendidikan sebagian besar penduduk Desa Padasari adalah tamat Sekolah Dasar. Hal ini menunjukkan bahwa di Desa Padasari sebagian besar penduduknya hanya sedikit yang buta huruf. Selain itu, relatif kecilnya selisih antara jumlah penduduk yang tamat Sekolah Dasar dengan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum menunjukkan tingkat keinginan yang tinggi untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tingginya minat meneruskan pendidikan dipengaruhi oleh dekatnya lokasi Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum yang bisa ditempuh kurang lebij setengah jam dengan menggunakan kendaraan roda dua atau angkutan desa.

90 90 Tabel 7. Komposisi Penduduk Desa Padasari Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2006 Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk Orang Persentase (%) Tidak / Belum Sekolah Tidak tamat SD / Sederajat 20 1 Tamat SD / Sederajat Tamat SMP / Sederajat Tamat SMU / Sederajat Diploma (D1, D2, D3) 19 1 Jumlah Sumber : Kantor Desa Padasari, Selain melalui pendidikan formal, kegiatan pendidikan non formal juga memegang peranan yang cukup penting dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para penduduk, khususnya di bidang pertanian. Sebagian dari pendidikan non formal adalah berupa kursus atau pelatihan-pelatihan diantaranya dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Dinas Pertanian. 3. Sarana dan Prasarana Sarana yang terdapat di Desa Padasari antara lain : (1) jalan desa sepanjang 5.5 km dengan kondisi baik, (2) jalan antar desa atau kecamatan sepanjang 7 km berkondisi baik, (3) pangkalan ojeg satu unit, dan (4) transportasi umum berupa angkutan desa dan kendaraan roda dua. Sementara prasarana komunikasi yang terdapat di Desa Padasari antara lain televisi, radio, telepon, dan surat kabar. Tersedianya sarana dan prasarana ini memudahkan masyarakat Desa Padasari terutama petani dalam melakukan kegiatan usahataninya, baik dalam mengangkut sarana produksi maupun memasarkan hasil produksinya.

91 Profil Kelompok Tani Hutan Bagjamulya Kelompok Tani Bagjamulya berasal dari kata Bagja dan Mulya yang berarti kebahagiaan abadi akan dapat dicapai apabila kita dapat memberikan hal yang bermanfaat dan mulya kepada orang lain. Awal terbentuknya Kelompok Tani Bagjamulya merupakan insiatif dari petani vanili yang bernama Entis Sutisna. Sebagai petani vanili yang telah dirintis sejak tahun 1979, Entis Sutisna kemudian mendirikan Kelompok Tani Bagjamulya bersama dengan dua rekannya yaitu Ra i Rusnadi dan Didi. Namun, pembentukan Kelompok Tani itu masih belum secara syah diresmikan. Kemudian pada tanggal 28 September 1991, Kelompok Tani Bagjamulya secara syah diresmikan (Sutisna, 1999). Sampai saat ini Kelompok Tani Bagjamulya memiliki anggota aktif 25 orang dan anggota non aktif 13 orang. Disebut anggota aktif dikarenakan petani tersebut berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan kelompok tani dan menjadi mitra Perhutani. Sementara, anggota non aktif merupakan anggota kelompok tani yang sehamparan dan mempunyai lahan di Desa Padasari namun tidak aktif dalam kegiatan kelompok dikarenakan tempat tinggal mereka yang berada di luar desa dan tidak menjadi mitra Perhutani. Adapun kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan Kelompok Tani Bagjamulya sejak tahun meliputi kegiatan kebun bibit desa, pembuatan persemaian, kegiatan agroforestri, penanganan sumber mata air, pembuatan pestisida botani, pengembangan bokashi, dan sebagai tempat kegiatan studi banding. Selanjutnya, tahun 2000/2001 menjalin kemitraan dengan Perum Perhutani dalam bentuk kemitraan PHBM. Sejak menjalin kemitraan dengan Perum Perhutani, Kelompok Tani Bagjamulya

92 92 mengalami penambahan nama menjadi Kelompok Tani Hutan Bagjamulya. Mengenai Struktur Organisasi Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dapat dilihat pada Gambar 2. Struktur Organisasi Kelompok Tani Hutan Bagjamulya : Rapat Anggota Ketua Pembina : Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan, Perum Perhutani Bendahara Sekretaris Sie Pemasaran Sie PHT Anggota Kt. Sub Pangan K S Peternakan Gambar 2. Struktur Organisasi Kelompok Tani Hutan Bagjamulya Sumber : Sutisna, Seperti bentuk kemitraan yang lain, pada kemitraan PHBM terdapat kegiatan pembinaan yang dilakukan dan difasilitasi oleh Perum Perhutani. Kegiatan pembinaan ini dilaksanakan dengan tujuan agar terbentuk suatu wadah komunikasi antara Perum Perhutani dengan kelompok tani sehingga proses koordinasi antara keduanya berjalan dengan lancar. Pembinaan yang diberikan Perum Perhutani kepada Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dilaksanakan pada setiap bulan sekali (pada minggu pertama), bertempat di gubuk kerja di lokasi usahatani vanili dan di rumah ketua kelompok. Bentuk pembinaan

93 93 yang diberikan berupa penyuluhan dan pelatihan dengan materi berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Adapun materi pembinaan yang diberikan antara lain mengenai (1) Manajemen administrasi dalam suatu kelembagaan atau kelompok, (2) Pembuatan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga kelompok, (3) Pelestarian hutan, (4) Pengamanan hutan, dan (5) Penjelasan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Perum Perhutani. Materi pembinaan yang diberikan Perum Perhutani tersebut lebih menitikberatkan pada materi kelembagaan dan pengelolaan hutan dan tidak memberikan materi mengenai kegiatan usahatani khususnya tanaman vanili. Hal ini dikarenakan Perum Perhutani menganggap anggota kelompok tani lebih mengetahui dan lebih berpengalaman mengenai usahatani vanili. Selain mendapat pembinaan, Kelompok Tani Bagjamulya juga mendapatkan pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan pihak terkait lainnya atas fasilitas Perum Perhutani. Pelatihan-pelatihan tersebut antara lain : 1. Tahun 2001, mengikuti pelatihan dan sertifikasi peningkatan manajemen usaha kayu rakyat Angkatan II di Bandung. 2. Tahun 2001, mengikuti pelatihan dan sertifikasi Penyuluh Swadaya di Jakarta. 3. Tahun 2003, mengikuti pelatihan dan sertifikasi Penyuluh Kehutanan Swadaya III. 4. Tahun 2003, mengikuti pelatihan dan Pengembangan Kelembagaan petani tanaman semusim bagi petani Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang.

94 94 Dalam pelatihan, tidak semua anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dapat mengikutinya secara langsung. Hanya ketua dan pengurus kelompok tani yang seringkali menjadi wakil untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Hal ini disebabkan dalam kegiatan pelatihan seringkali ketua dan pengurus kelompok yang menjadi pembicara dan ini sudah menjadi kesepakatan bahwa hal tersebut menjadi tugas ketua kelompok. Hasil dari kegiatan tersebut, akan disampaikan ketua atau pengurus lainnya kepada anggota yang lain dalam pertemuan rutin. Selain kegiatan pembinaan dan pelatihan, kedua belah pihak beberapa kali menerima kunjungan dari pihak luar. Pihak yang berkunjung dan melakukan studi banding antara lain : 1. Tahun 2002, menerima kunjungan dari Jepang mengenai studi produk vanili organik. 2. Tahun 2002, menerima kunjungan para petani sekitar hutan Bandar Lampung dengan tujuan studi banding. 3. Tahun 2003, menerima kunjungan BPDAS seluruh Indonesia dengan tujuan kunjungan lapangan. 4. Tahun 2004, menerima kunjungan dari Australia dengan tujuan inspeksi mengenai vanili organik. 5. Tahun 2004, menerima kunjungan penyuluh Kalimantan Tengah dengan tujuan studi banding. 6. Tahun 2005, menerima kunjungan Bupati Sumedang dan Gubernur Provinsi Jawa Barat.

95 95 Adanya pembinaan dan pelatihan pada anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya, menyebabkan kelompok tani tersebut banyak menuai prestasi, sehingga mendapat penghargaan. Beberapa penghargaan yang pernah diraih oleh Kelompok Tani Hutan Bagjamulya diantaranya adalah : 1. Tahun 1995, juara I Kelompok Tani Perkebunan Vanili Pola Swadaya dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sumedang. 2. Tahun 1997, juara I Lomba Kelompok Tani dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sumedang. 3. Tahun 1998, juara I tingkat Provinsi Jawa Barat bidang usaha vanili dari Kepala Dinas Perkebunan. 4. Tahun 2004, menerima penghargaan pada Pekan Nasional Pertemuan Kelompok Tani dan Nelayan Andalan VI di Tondano. 5. Tahun 2004, juara III Nasional kategori budidaya vanili dengan pola Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. Beberapa hal yang membuat Kelompok Tani ini berprestasi, antara lain disebabkan oleh : (1) rasa kekeluargan yang terjalin diantara anggota Kelompok Tani cukup tinggi, (2) adanya koordinasi yang baik antar pengurus dan anggota kelompok dalam menentukan suatu keputusan atau langkah-langkah yang harus ditempuh kelompok. Hal ini didukung oleh adanya pertemuan rutin dalam kelompok dan sikap transparan dari pengurus dalam hal-hal yang menyangkut kelompok, dan (3) adanya sikap dari kelompok yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan, sehingga

96 96 banyak instansi pemerintah yang mempunyai program dalam pelestarian lingkungan ikut membina kelompok ini Karakteristik Petani Responden Tingkat keberhasilan usahatani vanili secara umum dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi petani. Pengaruh faktor sosial lebih mengarah pada kondisi dan karakteristik petani sendiri sebagai pelaku usaha, sementara faktor ekonomi yang merupakan faktor eksternal petani merupakan pengaruh yang ditimbulkan oleh kondisi lingkungan baik ekologi maupun perekonomian secara umum yang terkait dengan sektor perkebunan vanili. Karakteristik faktor sosial petani responden meliputi pengalaman usahatani vanili, umur petani, pendidikan formal petani, dan jumlah keluarga produktif. Secara lengkap mengenai karakteristik petani responden disajikan pada Tabel 8. Dilihat dari segi umur petani mitra, umumnya tergolong dalam usia produktif. Dengan umur rataan 47 tahun, menunjukkan bahwa petani mitra secara fisik sangat potensial dalam menjalankan dan mengembangkan usaha vanili melalui kemitraan PHBM. Sebaliknya dengan petani non mitra yang rataan usianya 61 tahun, secara fisik kurang mendukung dalam menjalankan usahatani vanili. Kemudian, ditinjau dari tingkat pendidikan formal yang ditempuh petani mitra dan non mitra, terlihat bahwa masing-masing petani memiliki tingkat dan lama pendidikan yang beragam, bahkan ada yang tidak tamat SD. Lama pendidikan tertinggi yang pernah ditempuh masing-masing adalah 12 tahun atau setara dengan tingkat SMU, dengan rataan pendidikan yang ditempuh 11 tahun untuk petani mitra dan 6 tahun untuk petani non mitra.

97 97 Dengan demikian, berdasarkan tingkat dan lamanya pendidikan formal yang ditempuh petani mitra dan non mitra, maka akan berpengaruh pada kemampuan mengembangkan usahanya. Tabel 8. Karakteristik Faktor Sosial Petani Responden di Desa Padasari, Tahun 2006 Petani Mitra Petani Non Mitra Karakteristik Petani Kategori Jumlah % Jumlah % 1. Umur (tahun) 2. Pengalaman (tahun) 3. Pendidikan Formal (tahun) 4. Jmlh Klg Produktif (orang) Sumber : Data Primer, 2006 (diolah). a b c d. > e. Rata-rata a b c. > d. Rata-rata a. < b c d e. Rata-rata 11 6 a b c. > d. Rata-rata 5 4 Selain menempuh pendidikan formal, petani mitra juga mengikuti pendidikan informal. Sementara petani non mitra tidak ada yang mengikuti pendidikan informal. Oleh karenanya, petani non mitra tidak mendapatkan tambahan pengetahuan sehingga banyak bertanya kepada anggota kelompok tani. Untuk pengalaman usahatani vanili, rata-rata telah dicapai petani mitra selama 11 tahun dan 15 tahun pada petani non mitra. Dengan pengalaman usahatani vanili yang lebih dari 10 tahun, jelas berpengaruh terhadap keahlian dan keberhasilan usahatani vanili, sehingga meskipun pendikan formal dan informalnya rendah, tetapi dengan

98 98 pengalaman berusahatani vanili yang cukup lama, petani merasa mampu dan ahli dalam mengusahakan vanili. Dari sisi jumlah anggota keluarga produktif, terlihat bahwa jumlah anggota keluarga produktif bagi petani mitra rata-rata lima orang dan rata-rata empat orang bagi petani non mitra. Banyaknya jumlah anggota keluarga produktif dalam suatu keluarga, memungkinkan berkurangnya biaya tenaga kerja luar keluarga sehingga diharapkan pendapatan keluarga akan meningkat. Selanjutnya, mengenai karakteristik petani responden berdasarkan faktor ekonomi petani yang meliputi luas lahan, harga vanili, dan jarak ke lokasi hutan secara lengkap disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik Faktor Ekonomi Petani Responden di Desa Padasari, Tahun 2006 Petani Mitra Petani Non Mitra Karakteristik Petani Kategori Jumlah % Jumlah % 1. Luas lahan (Ha) 2. Harga vanili basah (Rp/kg) 3. Jarak ke lokasi hutan (m) Sumber : Data Primer, 2006 (diolah). a. < b c. > d. Rata-rata a. < b c. > d. Rata-rata a. < b c. Rata-rata Ditinjau dari luas lahan yang dimiliki, terdapat 12 orang atau 48 persen petani mitra yang luas lahannya di bawah 0.25 Ha, sementara pada petani non mitra sebanyak 6 orang atau 24 persen. Ini menunjukkan bahwa petani mitra yang melakukan kemitraan rata rata mempunyai luas lahan yang lebih sempit daripada petani non mitra yang tidak

99 99 melakukan kemitraan. Oleh karena itu, dengan melakukan kemitraan ada harapan bagi petani mitra untuk dapat meningkatkan luas lahannya sekaligus meningkatkan produksi vanili. Sementara itu jika dilihat dari harga jual vanili, harga yang diperoleh petani mitra rata-rata adalah Rp sedangkan petani non mitra rata-rata Rp Perbedaan harga vanili yang terjadi pada petani mitra dan non mitra menunjukkan bahwa dengan melakukan kemitraan memungkinkan terjadinya perbaikan jumlah dan mutu produksi vanili sehingga memberikan kepastian harga. Selanjutnya dari sisi jarak diketahui bahwa sebanyak 20 orang atau 80 persen petani mitra yang jarak rumahnya dekat atau kurang dari satu km dengan lokasi hutan, sementara sebanyak 9 orang atau 36 persen pada petani non mitra. Dengan jarak yang relatif dekat ke lokasi hutan akan memudahkan para petani mitra untuk lebih intensif melakukan kegiatan usahataninya, sehingga besar kemungkinan akan memperoleh produksi vanili yang lebih baik.

100 100 VIII. ANALISIS KEMITRAAN ANTARA PERUM PERHUTANI KPH SUMEDANG DENGAN PETANI VANILI Untuk menganalisis kemitraan antara Perum Perhutani KPH Sumedang dengan petani vanili, penelitian ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif yang mengungkap berbagai fenomena yang dihadapi petani mitra peserta PHBM Analisis Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan Kemitraan Untuk menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kemungkinan petani vanili melakukan kemitraan, penelitian ini menggunakan model fungsi peluang biner atau logit. Model ini dipilih karena peubah tak bebas dalam model memiliki dua nilai biner yaitu nol dan satu. Petani yang melakukan kemitraan diberi nilai satu dan nilai nol untuk petani yang tidak melakukan kemitraan. Selanjutnya, untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pilihan petani dalam melakukan atau tidak melakukan kemitraan, secara rinci akan dibahas faktorfaktor sosial ekonomi yang mempengaruhi petani melakukan kemitraan. Adapun faktorfaktor sosial yang diduga mempengaruhi petani melakukan kemitraan antara lain pengalaman usahatani vanili, umur petani, pendidikan formal petani, dan jumlah keluarga produktif. Sementara faktor-faktor ekonomi yang diduga mempengaruhi petani melakukan kemitraan adalah luas lahan usahatani, harga vanili, dan jarak rumah ke lokasi hutan.

101 101 Hasil analisis model logit untuk faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi petani melakukan kemitraan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan Kemitraan di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang Variabel Koefisien Estimasi Simpangan Baku Z-hitung Signifikan Odds Ratio Selang Kepercayaan 95 % Lower Upper Konstanta Pengalaman Umur a Pendidikan b Jumlah klg c Luas lahan c Harga N = 50, Uji Log-Likelihood = G-Hitung = pada derajat bebas (DF) = 6 Keterangan : a nyata pada α = 0.10 b nyata pada α = 0.15 c nyata pada α = 0.20 Tabel 10 menunjukkan bahwa uji nyata secara keseluruhan terhadap semua variabel bebas ditunjukkan dengan uji log-likelihood sebesar yang menghasilkan G-hitung = signifikan pada taraf α = 0.05 artinya kemungkinan petani melakukan kemitraan secara nyata dipengaruhi oleh variabel pengalaman, umur, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga produktif, luas lahan, dan harga. Namun secara sendiri-sendiri dari ke-enam variabel tersebut hanya peubah umur petani, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga produktif, dan luas lahan yang berpengaruh nyata pada taraf α = 0.10, 0.15, dan 0.20.

102 102 Tafsiran dari pengaruh masing-masing variabel yang nyata secara statistik terhadap keputusan petani vanili dalam melakukan kemitraan, diuraikan sebagai berikut : Variabel umur petani menunjukkan tanda negatif (-0.334) dan berpengaruh nyata pada taraf 10 persen yang berarti bahwa semakin tinggi (tua) umur petani vanili maka kemungkinan untuk melakukan kemitraan menjadi semakin kecil. Sementara itu, nilai odds ratio variabel umur sebesar 0.72 mengandung arti bahwa kemungkinan petani melakukan kemitraan 0.72 kali lebih besar pada petani berusia tua dibanding petani berusia muda. Besarnya kemungkinan untuk melakukan kemitraan pada petani berusia tua dibanding dengan petani berusia muda ternyata tidak menyebabkan petani berusia tua bersedia menjadi mitra. Berdasarkan wawancara yang mendalam dengan responden petani berusia tua terdapat beberapa alasan mengapa petani tersebut enggan atau tidak bersedia melakukan kemitraan dengan Perum Perhutani. Alasan-alasan itu antara lain sebagai berikut : 1. Petani vanili yang berusia tua merasa lebih banyak pengalaman dalam berusahatani sehingga menjadi sulit untuk menerima suatu perubahan atau cepat puas dengan keadaan yang telah dicapainya. Berbeda dengan petani vanili berusia muda justru cenderung responsif terhadap hal-hal yang baru, sehingga kemungkinan untuk melakukan kemitraan akan semakin besar. 2. Jauhnya jarak rumah ke lokasi hutan/lahan milik Perum Perhutani dan sulitnya medan yang ditempuh untuk mencapai lokasi hutan milik Perum Perhutani, menyebabkan petani vanili yang berusia tua enggan untuk melakukan kemitraan. Sebaliknya dengan petani yang berusia muda, jarak lokasi hutan yang jauh dan medan yang sulit ditempuh bukanlah menjadi hambatan untuk melakukan kemitraan dikarenakan

103 103 keadaan fisik yang lebih kokoh dibandingkan dengan petani berusia tua. Oleh karenanya semakin tua usia petani vanili maka akan memilih untuk berusahatani di lahan miliknya sendiri daripada di lahan milik Perum Perhutani. 3. Bagi petani vanili yang berusia tua, adanya kegiatan dalam kemitraan seperti rapatrapat dan pembinaan/penyuluhan yang rutin diadakan bersama antara petani dan Perum Perhutani, merupakan suatu kegiatan yang membosankan dan menjenuhkan sehingga menyebabkan keengganan petani untuk mengikutinya. Selain itu, adanya hak dan kewajiban dalam kemitraan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan petani, merupakan faktor lain yang menjadi penyebab semakin kecilnya kemungkinan petani melakukan kemitraan. Variabel pendidikan formal bertanda positif (0.471) dan berpengaruh nyata pada taraf 15 persen. Artinya, semakin tinggi pendidikan formal petani maka kemungkinan untuk melakukan kemitraan menjadi semakin besar. Kondisi ini didukung oleh nilai odds ratio variabel pendidikan formal yang menunjukkan angka Ini berarti kemungkinan petani melakukan kemitraan 1.60 kali lebih besar pada petani yang pendidikan formalnya relatif tinggi (rata-rata 11 tahun) daripada petani yang pendidikan formalnya relatif rendah (ratarata 6 tahun). Besarnya kemungkinan melakukan kemitraan bagi petani vanili yang berpendidikan relatif tinggi dikarenakan petani tersebut mempunyai pemahaman dan pola fikir yang lebih maju dari petani berpendidikan rendah. Selain itu, petani yang berpendidikan tinggi cenderung lebih tanggap, lebih responsif dan relatif mudah di dalam menafsirkan informasi yang diperoleh, sehingga mau mencoba pembaharuan (melakukan kemitraan) yang dianjurkan dalam rangka meningkatkan ekonomi keluarga.

104 104 Koefisien estimasi variabel jumlah anggota keluarga produktif bertanda positif (0.436) dan berpengaruh nyata pada taraf 20 persen. Artinya bahwa semakin tinggi/banyak jumlah anggota keluarga produktif maka kemungkinan untuk melakukan kemitraan menjadi semakin besar. Nilai odds ratio variabel tersebut juga menunjukkan lebih besar dari 1 (satu) yaitu 1.55 yang berarti kemungkinan petani melakukan kemitraan 1.55 kali lebih besar pada petani yang memiliki jumlah anggota keluarga produktif banyak dibanding petani yang jumlah anggota keluarga produktifnya sedikit. Kenyataan ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga yang bekerja di bidang pertanian maka semakin mudah suatu inovasi pertanian seperti kemitraan diterima dikalangan petani tersebut. Variabel luas lahan memiliki koefisien estimasi bertanda negatif ( ) dan berpengaruh nyata pada taraf 20 persen, yang berarti bahwa semakin luas lahan yang digunakan untuk usahatani vanili maka semakin kecil kemungkinan petani melakukan kemitraan. Sebaliknya dengan petani vanili yang luas lahannya sempit, kemungkinan melakukan kemitraan cukup besar. Dalam penelitian ini, responden petani vanili anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya yang luas lahannya rata-rata 0.25 Ha mempunyai kemungkinan melakukan kemitraan yang lebih besar daripada responden petani vanili bukan anggota Kelompok Tani Hutan yang luas lahannya rata-rata 0.30 Ha. Besarnya kemungkinan petani vanili anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya melakukan kemitraan adalah dikarenakan para petani tersebut merasa bahwa dengan luasan lahan rata-rata 0.25 Ha tidak akan dapat menghasilkan output yang tinggi. Selain itu, jika terjadi kegagalan produksi, para petani itu cenderung tidak berani mengambil resiko. Oleh sebab itu, adanya kemitraan yang pada dasarnya merupakan salah satu cara

105 105 mengurangi resiko, merupakan alternatif pilihan dalam upaya meningkatkan pendapatan petani berlahan sempit. Dengan melakukan kemitraan PHBM, petani vanili yang luas lahannya rata-rata 0.25 Ha mendapatkan tambahan lahan dari Perum Perhutani. Adanya tambahan lahan tersebut produksi vanili yang dihasilkan dapat meningkat, sehingga pendapatan petani dapat meningkat pula. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Slameto dan Asnawi (1997) bahwa adanya penambahan areal satu persen akan meningkatkan produksi vanili sebesar persen. Di sisi lain, petani vanili yang luas lahannya rata-rata 0.30 Ha tidak tertarik melakukan kemitraan PHBM. Hal ini dikarenakan petani tersebut cenderung lebih berani mengambil resiko dan sudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, sehingga dengan lahan yang ada berusaha untuk memanfaatkan lahan seoptimal mungkin. Selanjutnya, nilai odds ratio variabel luas lahan diketahui sebesar Ini berarti bahwa kemungkinan petani vanili melakukan kemitraan 1 (satu) kali lebih besar pada petani vanili yang berluas lahan 0.25 Ha dibanding petani yang berluas lahan 0.30 Ha Analisis Identifikasi Aspek Kelembagaan Kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat BKPH Tampomas di Desa Padasari Batas Yuridiksi Berdasarkan homogenitas/heterogenitas dan karakteristik dari semua partisipan yang terikat pada kelembagaan, pihak yang menjadi pelaku utama PHBM adalah (1) petani vanili dengan kelompok taninya (Kelompok Tani Hutan Bagjamulya) yang bertindak sebagai tenaga ahli teknisi dan penjamin pemasaran hasil panen, dan (2) Perum Perhutani sebagai perusahaan mitra yang bertindak sebagai pemilik modal dan pemilik

106 106 lahan. Selain itu terdapat pihak lain yang berkepentingan (stakeholders), yaitu pemerintah dan/atau LSM, yang dapat berperan langsung (sebagai investor) maupun tidak langsung (sebagai motivator, dinamisator, dan fasilitator) untuk bekerja sama dalam kegiatan PHBM. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat BKPH Tampomas di Desa Padasari dilakukan di wilayah kerja Perum Perhutani dengan mempertimbangkan skala prioritas berdasarkan hasil perencanaan partisipatif, dengan tidak mengubah status kawasan hutan dan status tanah perusahaan. Berdasarkan aspek kewenangan, Perum Perhutani Pusat memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada Kepala Unit Perum Perhutani KPH Sumedang untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan PHBM di tingkat Unit dan Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm/KKPH) untuk pelaksanaannya di tingkat Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Kewenangan dan tanggung jawab tersebut meliputi : 1. Bersama masyarakat desa hutan dan atau pihak yang berkepentingan menetapkan nilai dan proporsi berbagi dari hasil kegiatan PHBM, 2. Menandatangani kesepakatan kerjasama dengan Kelompok Tani Hutan dan atau pihak yang berkepentingan dalam rangka PHBM, 3. Mengambil langkah yang diperlukan untuk pengembangan dan pencapaian tujuan PHBM. Mengenai kewenangan dalam menetapkan nilai dan proporsi berbagi dari hasil kegiatan PHBM, Perum Perhutani KPH Sumedang dalam hal ini telah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab tersebut dengan baik. Artinya, Perum Perhutani KPH Sumedang dalam menetapkan nilai dan proporsi berbagi dari kegiatan PHBM dilakukan

107 107 tidak secara sepihak/otoriter tetapi melibatkan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dan pihak yang berkepentingan (stakeholders). Penetapan nilai dan proporsi berbagi dalam PHBM tersebut dilakukan pada saat penyusunan rencana dan ditetapkan sesuai dengan nilai dan proporsi masukan faktor produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak. Dalam hal ini input yang diberikan oleh petani mitra (anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya) berupa keahlian dan pengamanan serta modal finansial yang akan digunakan sebagai modal kerja, yaitu sebesar Rp ,- (37 %), sedangkan input dari Perum Perhutani berupa modal sebesar Rp ,- (63 %) yang digunakan untuk biaya : 1. Upah penanaman, penyerbukan, dan pemanenan, 2. Bibit dan pohon panjat, 3. Pupuk bokashi dan ZPT. Sementara pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam hal ini perannya adalah sebagai motivator, strimulator, fasilitator, mediator, dan negosiator untuk meningkatkan kualitas hubungan Perum Perhutani dan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dalam kegiatan PHBM. Adapun hasil penetapan pembagian keuntungan yang merupakan keuntungan bersih setelah dikurangi modal adalah sebagai berikut : (1) Perum Perhutani : 42.5 %, (2) Kelompok Tani Hutan : 42.5 %, (3) Desa : 5 %, dan (4) Management Fee : 10 %. Jika terjadi kerugian dalam arti bahwa hasil dari penjualan ternyata lebih kecil dari modal yang telah dikeluarkan, maka resiko kerugian ditanggung oleh Perum Perhutani dan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dengan pembagian resiko kerugian sebagai berikut : (1) Perum Perhutani : 63 %, dan (2) Kelompok Tani Hutan : 37 %

108 108 Kegiatan berbagi dalam PHBM ini pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan nilai dan keberlanjutan fungsi serta manfaat sumberdaya hutan, yang dituangkan dalam perjanjian PHBM antara Perum Perhutani KPH Sumedang dengan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya atau Perum Perhutani KPH Sumedang dan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders). Selanjutnya, mengenai wewenang Perum Perhutani KPH Sumedang dalam hal menandatangani kesepakatan kerjasama dengan Kelompok Tani Hutan dan atau pihak yang berkepentingan dalam rangka PHBM, sudah dijalankan dengan baik pula. Ini terlihat dari telah dilakukannya penandatanganan kerjasama dalam bentuk perjanjian kerjasama PHBM antara Perum Perhutani KPH Sumedang dengan Kelompok Tani Hutan RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas dengan No. 03/052.6/Smd/III/ Perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Perum Pehutani KPH Sumedang dan Kelompok Tani Hutan tersebut dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2001, dan disaksikan oleh Kepala Desa Padasari dan Camat Cimalaka. Kemudian mengenai wewenang dalam mengambil langkah yang diperlukan untuk pengembangan dan pencapaian tujuan PHBM, telah dilaksanakan dengan baik juga oleh Perum Perhutani KPH Sumedang. Dalam hal ini, Perum Perhutani telah membentuk Forum Komunikasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di tingkat Unit maupun di tingkat Kesatuan Pemangkuan Hutan, guna mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya PHBM. Sementara di tingkat Kelompok Tani Hutan, telah dibentuk kelompok ekonomi, sosial dan budaya yang ditumbuhkan dari keswadayaan masyarakat.

109 Hak dan Kewajiban Sebagai lembaga formal yang mempunyai dasar hukum dan menganut kemitraan sejajar, PHBM yang berada di Desa Padasari, memiliki aturan kerjasama yang secara eksplisit mencantumkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang melakukan kerjasama. Perjanjian kerjasama ditandatangani oleh administratur dan ketua Kelompok Tani Hutan, diketahui oleh Kepala Desa dan atau pejabat pemerintah yang lebih tinggi dengan dikuatkan oleh Notaris setempat. Secara umum, hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang bekerjasama dalam kemitraan PHBM di Desa Padasari, tercantum dalam surat perjanjian kerjasama Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat antara Perum Perhutani KPH Sumedang dengan Kelompok Tani Hutan RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas No. 03/052.6/Smd/III/ Lebih terperinci mengenai hak dan kewajiban tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Dilihat dari aspek hak dan kewajiban yang tertuang dalam perjanjian PHBM dapat dikatakan bahwa kemitraan yang terjadi antara petani mitra / Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dan Perum Perhutani merupakan kemitraan yang berhubungan dengan aspek produksi saja. Petani mitra / kelompok tani dalam hal ini berhak mendapatkan jaminan hasil produksi panen dari Perum Perhutani, sementara Perum Perhutani berhak mendapatkan jaminan pemasaran hasil produksi dari Kelompok Tani Hutan. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Wilson (1986) seperti yang dikutip oleh Sulistyowati (2003) bahwa pada kontrak produksi, pihak perusahaan terlibat dalam penentuan metode, teknik maupun penyediaan sarana produksi saja, namun tidak terlibat / campur tangan dalam proses pemasaran.

110 110 Terkait dengan tidak adanya kewajiban petani mitra / kelompok tani untuk menjual produksi vanili kepada Perum Perhutani, maka petani mitra / kelompok tani mendapatkan kebebasan untuk mencari pasar sendiri dalam memasarkan vanili. Kebebasaan mencari pasar sendiri pada dasarnya untuk melatih kemandirian para petani mitra. Tabel 11. Hak dan Kewajiban Petani Mitra dan Perum Perhutani dalam Kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Keterangan Hak Kewajiban Petani mitra (KTH) a. Menunjuk perwakilan dalam tim operasional. b. Mendapat jaminan keamanan lokasi dan tanaman agribisnis vanili sejak penanaman sampai panen dari Perum Perhutani. c. Mendapatkan jaminan hasil produksi panen dari Perum Perhutani. a. Menanggung biaya untuk operasional kegiatan agribisnis vanili yang besarnya sesuai dengan ketentuan. b. Menyediakan tenaga ahli di bidang tanaman agribisnis vanili yang sedang dibudidayakan. c. Bertanggung jawab penuh terhadap teknis budidaya dari sejak penanaman sampai dengan pemanenan kepada Perum Perhutani. d. Menjamin pemasaran hasil produksi dari Perum Perhutani. e. Mematuhi aturan teknis dan kaidah konservasi yang berlaku di dalam pengelolaan kawasan hutan Perum Perhutani serta ikut menjaga kelestarian fungsi dan manfaat hutan. Perum Perhutani d. Menunjuk perwakilan dalam tim operasional. e. Mendapatkan bimbingan teknis mulai dari persiapan lahan sampai pemanenan. f. Mendapatkan jaminan pemasaran hasil produksi dari Kelompok Tani Hutan. f. Menyiapkan lahan untuk pelaksanaan kegiatan agribisnis vanili. g. Menanggung biaya untuk operasional kegiatan agribisnis vanili yang besarnya sesuai dengan ketentuan. h. Menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan. i. Menjamin keamanan lokasi dan tanaman agribisnis vanili sejak penanaman sampai panen. j. Menyerahkan dan atau menjual seluruh panen kepada Kelompok Tani Hutan atau pihak lain sesuai kesepakatan dengan Kelompok Tani Hutan. Sumber : Perjanjian Kerjasama Perum Perhutani dengan Kelompok Tani, 2006.

111 111 Disisi lain, meskipun hak dan kewajiban masing-masing pihak sudah diatur, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa penyimpangan, baik yang dilakukan oleh petani mitra maupun Perum Perhutani. Terjadinya beberapa penyimpangan/pelanggaran yang dilakukan petani mitra antara lain disebabkan oleh : (1) faktor alam / serangan penyakit yang dapat mengakibatkan kegagalan panen, menyebabkan produksi dan pendapatan petani menjadi rendah sehingga petani tidak bisa melunasi pinjaman input dan kredit secara tepat waktu, (2) Pemahaman petani yang berbeda-beda di dalam menafsirkan isi dari hak dan kewajiban sehingga dalam menjalankan hak dan kewajibannya petani berbuat sesuai dengan kemauannya. Sementara, terjadinya penyimpangan / pelanggaran yang dilakukan Perum Perhutani antara lain disebabkan oleh tidak konsistennya manajemen perusahaan mitra dalam hal pembiayaan. Dalam hal ini, sebagai investor sudah seharusnya perusahaan mitra memiliki ketersediaan dana yang cukup besar untuk bertahan sebelum memperoleh keuntungan. Jika tidak ada fleksibilitas dalam ketersediaan dana maka pengaruhnya akan mengancam terhentinya kegiatan usaha ditengah jalan. Adapun penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa orang petani mitra antara lain : (1) melakukan penanaman tanaman lain (sayur-sayuran) secara tumpang sari dengan tanaman vanili pada waktu tanaman vanili belum berproduksi sehingga menyebabkan kerusakan pada tanaman vanili, (2) dalam kegiatan pemupukan, masih menggunakan pupuk anorganik/kimia secara diam-diam, yang nantinya dapat mempengaruhi kadar vanillin, (3) menjual sendiri hasil panen vanili dengan tanpa membagi hasil kepada pihak Perhutani. Sementara itu, penyimpangan yang dilakukan pihak Perhutani antara lain tidak melakukan pembayaran tepat waktu seperti yang telah

112 112 disepakati, sehingga pada waktu penyerbukan vanili, petani mitra mengeluarkan biaya sendiri Aturan Representation Aturan representation / pelaksanaan antara petani mitra dan Perum Perhutani dilakukan secara tertulis dalam bentuk Surat Perjanjian Kerjasama. Perjanjian kerjasama tersebut didasari SK Dewan Pengawas No. 136/Kpts/Dir/2001 dengan itikad baik kedua belah pihak untuk menyumbangkan kemampuan masing-masing untuk kepentingan pembangunan kehutanan, pemberdayaan Kelompok Tani Hutan, dan pengembangan Perusahaan. Adapun tujuan Perjanjian kerjasama tersebut adalah untuk mengoptimalkan daya dukung lahan untuk mendapatkan manfaat yang setinggi-tingginya bagi perusahaan, masyarakat desa, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholders). Selain itu tujuan kerjasama ini adalah menerapkan dan merealisasikan PHBM sebagai wujud dari visi dan misi Perum Perhutani dalam rangka memberdayakan sumberdaya manusia dan atau alam melalui lembaga perekonomian untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian. Obyek perjanjian meliputi kerjasama didalam pengembangan agribisnis dengan komoditi vanili, di mana perjanjian kerjasama tersebut berlaku untuk satu kali musim tanam dan dapat diperpanjang apabila ternyata berdasarkan hasil evaluasi dan pertimbangan lebih lanjut layak untuk dilanjutkan. Perjanjian kerjasama tersebut mengandung arti bahwa kedua belah pihak terikat secara hukum bekerjasama di bidang agribisnis vanili dalam hal pembiayaan, pengelolaan,

113 113 pemasaran, dan pembagian keuntungan sesuai dengan ketentuan serta kesepakatan yang telah diambil bersama. 1. Pengadaan Sarana dan Prasarana Produksi Vanili Sarana produksi yang diperlukan dalam usahatani vanili diantaranya adalah lahan, bibit vanili, pupuk, alat-alat pertanian, pohon panjat, tenaga kerja, dan modal. Pengadaan sarana produksi tersebut adalah dengan cara sebagai berikut : a. Pengadaan Lahan Lahan yang digunakan untuk penanaman vanili merupakan lahan Perum Perhutani KPH Sumedang. Lahan ini terletak di petak 11 a, RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas, dengan luas areal penanaman 6.0 Ha di bawah tegakan pinus. Luas lahan garapan yang diterima oleh tiap-tiap petani anggota Kelompok Tani Bagjamulya berbedabeda. Hal ini didasarkan pada pertimbangan usia petani dan jumlah tenaga kerja keluarga. Dari lahan seluas 6.0 Ha, diketahui luas lahan garapan petani yang tersempit adalah 0.1 ha dan yang terluas adalah 0.57 Ha. Walaupun berbeda-beda luas lahan garapan, tetapi karena dalam penentuannya dilakukan dengan kesepakatan bersama, tidak ada pihak yang merasa dirugikan. b. Pengadaan Bibit Vanili Dalam pengadaan bibit vanili, sekitar 60 % dipenuhi dari bibit yang dimiliki anggota kelompok yang berasal dari lahan milik petani. Bibit vanili yang diperlukan dalam usahatani ini memiliki panjang 3 buku daun vanili (+ 50 cm) per bibit. Sementara sisa bibit yang diperlukan, pengusahaannya dilakukan dengan cara membeli ke luar desa. Pembelian dilakukan Perum Perhutani bersama-sama kelompok tani secara tunai. Bibit vanili yang

114 114 terdapat di lahan milik anggota kelompok juga dibeli Perum Perhutani dengan harga yang sama. c. Pengadaan Pupuk, ZPT, dan Pestisida Pengadaan pupuk, ZPT, dan pestisida sesuai kesepakatan disediakan oleh Perum Perhutani tetapi dalam penentuan jenisnya ditentukan bersama-sama kelompok. Atas permintaan kelompok tani, pupuk yang digunakan dalam usahatani vanili ini adalah pupuk organik. Pupuk kimia tidak digunakan dangan alasan dapat merusak struktur tanah di kawasan hutan yang merupakan hutan lindung. Dalam pengadaannya disepakati menggunakan pupuk bokashi. Untuk pengadaan zat perangsang tumbuh (ZPT) disepakati menggunakan ZPT organik merk Trubus. Pembeliannya dilakukan secara tunai. Sementara penggunaan pestisida relatif tidak dilakukan. Jika terdapat hama penyakit, pengendaliannya secara langsung atau manual tanpa menggunakan pestisida, yaitu dengan cara mengganti bibit vanili, bibit yang terinfeksi penyakit dikeluarkan dari lahan tanaman vanili kemudian dibakar. d. Pengadaan Alat-alat dan Mesin Pertanian Alat-alat dan mesin pertanian yang digunakan dalam budidaya tanaman vanili antara lain cangkul, golok, sabit, dan hand sprayer. Dalam hal ini Perum Perhutani hanya memberikan bantuan dalam pengadaan hand sprayer saja, dikarenakan alat yang lain seperti cangkul, golok, dan sabit masing-masing petani sudah memilikinya. Bagi anggota kelompok yang ingin menggunakan dan memerlukan hand sprayer, dapat meminjamnya melalui mekanisme yang diatur oleh ketua kelompok.

115 115 e. Pengadaan Pohon Panjat Pohon panjat yang digunakan sebagai media rambat bagi tanaman vanili adalah pohon gamal atau cebreng (bahasa sunda) atau Gliricidia maculata (bahasa latin). Penentuan jenis pohon panjat ini karena mudah dalam pengadaan dan penanamannya serta memiliki daun yang lebat yang bermanfaat bagi tanaman vanili yang memerlukan intensitas sinar matahari yang tidak terlalu banyak. Pohon gamal tersebut diperoleh dari areal hutan produksi milik Perum Perhutani. f. Pengadaan Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam pelaksanaan usahatani vanili dari mulai penanaman sampai pemanenan dilakukan oleh anggota kelompok. Dalam penanaman vanili, anggota kelompok mengikutsertakan anggota keluarganya. Upah tenaga kerja tersebut menjadi tanggungan masing-masing anggota kelompok. Perum Perhutani hanya memberi upah untuk anggota kelompok saja. g. Pengadaan Modal Dalam hal pembiayaan, masing-masing pihak telah melaksanakan pembagian modal sesuai dengan kesepakatan, yaitu modal dari Kelompok Tani Hutan sebesar 37 % dan dari Perum Perhutani sebesar 63 %. Pemberian bantuan modal berupa uang dari Perum Perhutani disesuaikan dengan luas lahan yang dikelola, jumlah bibit vanili, jumlah pupuk, dan jumlah ZPT yang diterima oleh anggota kelompok. Mekanisme pengembalian modal dihitung dari jumlah hasil sharing vanili yang telah dihasilkan. Selanjutnya mengenai prasarana, Perum Perhutani menyediakan gubuk kerja, jalan untuk pemeriksaan, dan plang tanaman. Tujuan pembuatan gubuk kerja adalah sebagai tempat istirahat bagi anggota kelompok tani atau Perum Perhutani dalam

116 116 melaksanakan kegiatan di areal kawasan tanaman vanili. Selain itu, gubuk kerja ini digunakan sebagai tempat pertemuan bagi Perum Perhutani dan kelompok tani. Gubuk kerja yang disediakan hanya satu unit dengan ukuran 4 x 6 meter. Adapun fungsi dari plang tanaman adalah sebagai sarana penerangan dan informasi bagi pihak lain bahwa lahan tersebut adalah lahan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat yang ditanami vanili. Sementara, pembuatan jalan pemeriksaan bertujuan untuk memudahkan dalam pengawasan vanili dari upaya pencurian. Biaya yang dikeluarkan dalam pengadaan ini dikeluarkan oleh Perhutani dan tidak dibebankan pada kelompok. Berdasarkan uraian di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pengadaan bibit, pupuk obat-obatan, dan sarana prasarana telah dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan perjanjian. Dalam pengadaannya secara langsung dilaksanakan oleh manajemen dilapangan yaitu tim operasional agribisinis yang ditunjuk oleh masingmasing pihak dan bekerjasama serta bertanggung jawab kepada masing-masing pihak, sesuai dengan rekomendasi teknis Kelompok Tani Hutan dan berpatokan pada harga distributor resmi yang disepakati kedua belah pihak. 2. Usahatani dan Pemasaran Vanili a. Usahatani Vanili Untuk kegiatan usahatani vanili dalam kemitraan PHBM telah dilaksanakan sesuai dengan perjanjian, yaitu dengan mengikuti kontur atau diantara jalur tanaman kehutanan yang telah ada dengan memperhatikan aspek konservasi. Pelaksanaan budidaya vanili di lahan milik Perhutani dimulai tanggal 10 Januari Kegiatan dimulai dengan pembabadan, pemupukan, penanaman, dan pemagaran

117 117 kebun vanili. Sementara kegiatan pemeliharaan berupa pembabadan daun pohon panjat, pemangkasan sulur vanili, dan pengendalian hama penyakit dilaksanakan dalam kegiatan rutin pada awal musim hujan (April - Mei). Pola tanam yang digunakan adalah tanaman vanili sebagai tanaman sela diantara tanaman utama (pinus) dengan jarak tanam 2 X 3 m. Pada saat penanaman vanili, beberapa anggota Kelompok Tani juga menanam kopi dilahan hutan tersebut. Tanaman kopi tersebut ditanam di lahan yang kosong diantara tanaman vanili dan pohon pinus. Hal ini tidak ada dalam kontrak kesepakatan, sehingga hasil yang diperoleh dari tanaman kopi ini tidak di sharing dengan Perum Perhutani. Tanaman vanili di lahan Perhutani mulai berbunga pada Oktober sampai dengan Desember tahun Tanaman vanili tidak dapat menyerbuk sendiri, karena antara kepala putik dan serbuk sari terhalang oleh suatu organ yang berbentuk katup, sehingga diperlukan bantuan serangga atau manusia dalam penyerbukannya. Pada satu tandan biasanya terdapat bunga. Penyerbukan dilakukan pada pagi hari antara pukul Panen vanili dilakukan setelah 7-8 bulan dari penyerbukan. Panen perdana vanili dilahan Perhutani terjadi pada bulan Mei - Juni Pada panen perdana ini, yang disebut juga panen pilih, rata-rata hasil yang didapatkan adalah kg per Ha vanili basah. Panen kedua pada Juli - Agustus 2004 dengan hasil yang didapat sebanyak kg per Ha. Selanjutnya tahun 2005 dilakukan panen ketiga dengan hasil produksi sebesar kg per Ha dan tahun 2006 panen keempat dengan hasil produksi sebesar kg per Ha. Pada keempat panen tersebut dilakukan sharing/bagi hasil antara Perum Perhutani dengan Kelompok Tani.

118 118 b. Pemasaran Vanili Kegiatan pemasaran vanili pada kemitraan PHBM di Desa Padasari dilakukan secara bersama-sama antara petani mitra dengan kelompok taninya dan Perum Perhutani. Dalam hal ini, peran kelompok tani lebih besar dibanding dengan Perum Perhutani yang hanya bertindak sebagai pendamping. Kecilnya peran Perum Perhutani dalam kegiatan pemasaran vanili, merupakan kesepakatan bersama dalam rangka menumbuhkan kemandirian para petani mitra, sebagai mitra sejajar dengan Perum Perhutani. Dalam kemitraan PHBM, rata-rata produk vanili yang dijual adalah dalam bentuk basah. Ini dikarenakan sebagian anggota kelompok tani membutuhkan uang tunai dengan segera untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, sebagian anggota kelompok tani yang lain ingin segera merasakan hasil yang mereka dapatkan selama mereka melakukan kemitraan. Dalam memasarkan vanili, petani peserta kemitraan PHBM melakukannya dengan cara lelang. Keputusan lelang ini diambil dikarenakan banyaknya permintaan vanili dari para eksportir yang datang ke lokasi penanaman vanili di kawasan hutan, sementara stok yang tersedia terbatas. Biasanya menjelang tiga bulan panen vanili, para pembeli (exportir) yang rata-rata berasal dari luar kota Sumedang yaitu dari Bandung, Jakarta, dan Jawa Timur bahkan pembeli dari Luar Negeri (Jepang, Jerman, Swiss, Amerika, Filipina, Korea, Taiwan, Nepal, Nigeria) datang langsung ke lokasi untuk melihat dan memesan vanili. Masing-masing eksportir kemudian menawarkan harga yang berbeda, sehingga harga sangat bervariasi. Oleh karena itu, agar tercapai harga kesepakatan, maka keputusan menggunakan cara lelang adalah yang dianggap paling tepat untuk mengatasi

119 119 persoalan tersebut. Banyaknya eksportir yang datang langsung ke lokasi, disebabkan tertarik dan mengetahui dengan pasti bahwa vanili yang dihasilkan oleh Kelompok Tani Hutan Bagjamulya di Desa Padasari memiliki kualitas yang sangat baik, sehingga harga jualnya dipastikan tinggi. Kedatangan para eksportir ke lokasi hutan milik Perum Perhutani tersebut berdasarkan informasi dari petani mitra yang menghubunginya melalui telepon, dan juga atas bantuan pihak Perum Perhutani yang mempromosikan vanili melalui kegiatan pameran maupun penyediaan ruang pamer (showroom). Berdasarkan mudahnya informasi yang diterima dan banyaknya eksportir yang datang kelokasi penanaman vanili, maka dapat dikatakan struktur pasar vanili di Desa Padasari adalah Oligopoli. Hal ini didasarkan pada terdapatnya beberapa penjual yaitu tiga kelompok tani dan banyaknya pembeli (eksportir) yang datang. Jika produksi vanili tiga Kelompok Tani Hutan tersebut disatukan, maka struktur pasar berubah menjadi monopoli, di mana terdapat satu penjual dan banyak pembeli. Terlepas daripada itu, selama penelitian ini berlangsung tanaman vanili yang ditanam di lahan Perhutani telah mengalami panen tiga kali. Panen perdana yaitu pada tahun ke tiga dari penanaman (tahun 2003) menghasilkan produksi kg per Ha vanili basah. Selanjutnya panen kedua yaitu pada tahun keempat penanaman (tahun 2004) menghasilkan kg per Ha vanili basah. Pada kedua tahun tersebut, produksi rata-rata pohon yaitu 0.2 dan 0.5 kg buah basah. Harga penjualan vanili basah yang disepakati oleh Kelompok Tani adalah Rp per kg (harga terendah) dan Rp per kg (harga tertinggi). Selanjutnya, pada tahun 2005 dengan produksi rata-rata pohon sebesar 0.7 kg didapatkan hasil sebesar kg per Ha vanili basah, di mana pada tahun tersebut harga jual vanili mengalami penurunan, yaitu Rp per kg (harga terendah) sampai

120 120 Rp per kg (harga tertinggi). Sementara pada tahun 2006 produksi yang diperoleh sebesar kg per Ha dengan harga jual antara Rp Rp Lebih jelas mengenai jumlah produksi dan harga jual vanili basah pada Kelompok Tani Bagjamulya pada tahun , dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Produksi dan Harga Jual Vanili di Desa Padasari, Tahun No. Tahun Rata-rata Produksi per Pohon* Jumlah Produksi (Kg) Harga Jual Vanili Basah (Rp/kg)** Sumber : Data Primer (diolah), Ket * : Menurut Rismunandar dan Sukma (2002) ** : Vanili tidak berdasarkan mutu tertentu Harga jual vanili tahun 2005 yang lebih rendah dari harga jual vanili pada panen perdana dan kedua disebabkan oleh melimpahnya produk-produk vanili dipasaran. Tidak hanya di Desa Padasari, produk vanili yang berlimpah ini terjadi juga secara nasional, sehingga harga vanili nasional menjadi rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor ketidakjujuran dari beberapa oknum eksportir yang ingin meraih keuntungan yang lebih besar dari hasil penjualan vanili. Ketidakjujuran dalam pemasaran vanili tersebut antara lain melakukan penyuntikan air raksa dan memasukkan paku-paku ke dalam buah vanili sehingga buah menjadi lebih berat. Kenyataan ini berakibat fatal pada perkembangan pemasaran vanili selanjutnya, di mana pihak pembeli di Luar Negeri tidak bersedia menerima vanili asal Indonesia. Khusus di Desa Padasari, selain dikarenakan ulah beberapa oknum eksportir yang tidak jujur, penurunan harga vanili juga disebabkan oleh kerusakan tanaman vanili akibat cuaca yang tidak baik dan akibat tanaman vanili yang sering terinjak-injak. Seperti

121 121 diketahui, lahan kawasan hutan tempat penanaman vanili seringkali menjadi tempat studi banding dengan daerah-daerah lain sehingga sering dikunjungi oleh berbagai pihak. Selain itu, terdapatnya air terjun dan sumber mata air menyebabkan lahan Perhutani tersebut sering dijadikan wana wisata, sekaligus sebagai ajang camping ground. Dalam pemasaran vanili dengan cara lelang ini pembayarannya dilakukan adalah dengan cara tunai. Petani mitra dalam hal ini setelah memperoleh pendapatan dari hasil penjualan vanili, langsung dipotong untuk bagi hasil dengan Perum Perhutani. Pemotongan bagi hasil ini bersifat fleksibel di mana awal bagi hasil pemotongan sebesar 42.5 persen, dan selanjutnya proporsi bagi hasil bisa berubah. 3. Pemantauan dan Evaluasi Untuk pelaksanaan pemantauan proses kemitraan PHBM dilakukan oleh Perum Perhutani, Kelompok Tani Hutan, dan pihak yang berkepentingan (stakeholders). Sementara evaluasi kemitraan PHBM Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat dilakukan oleh Forum Komunikasi Pengelolaan pada tiap tingkatan sekurang-kurangnya enam bulan sekali, dengan sasaran : 1. Perkembangan kegiatan PHBM 2. Tingkat kesejahteraan Kelompok Tani Hutan 3. Tingkat kelestarian sumberdaya hutan 4. Peran dan tanggung jawab Perhutani, Kelompok Tani Hutan dan pihak yang berkepentingan dalam PHBM 5. Dampak program PHBM terhadap masyarakat dan lingkungannya Untuk pembiayaan kemitraan PHBM di dalam kawasan hutan, dibebankan pada anggaran Perum Perhutani Unit III Jabar dan dana lainnya yang sah.

122 Partisipasi Petani Partisipasi aktif petani turut menunjang keberhasilan kemitraan. Keterlibatan langsung petani sangat diperlukan mulai perencanaan, pelaksanaan, dan keberlanjutannya dalam rangka mengidentifikasikan masalah dan pemecahannya. Dalam kemitraan PHBM ini, partisipasi petani mitra secara individu dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut aturan-aturan yang digunakan dalam kelembagaan, masih belum nampak jelas dan lebih banyak menerima dari aturan-aturan yang telah ditetapkan. Kegiatan kelompok hanya diwakili oleh pengurus kelompok. Akan tetapi dalam penentuan sikap yang menyangkut keterlibatan dan hasil yang akan diterima kelompok, perwakilan kelompok selalu bermusyawarah terlebih dahulu dengan seluruh anggota sehingga langkah-langkah yang diambil oleh perwakilan kelompok tersebut merupakan kebijakan yang telah disepakati bersama. Adapun pertemuan kelompok tani diadakan setiap tanggal lima setiap bulan. 5. Sanksi dan Perselisihan Dalam hal penyelesaian perselisihan yang terjadi antara Perum Perhutani dan petani mitra dilakukan secara musyawarah dan kekeluargaan untuk mufakat. Namun jika secara musyawarah kekeluargaan untuk mufakat tidak tercapai maka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan lewat jalur hukum sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Seperti dalam hal menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara Perum Perhutani dan petani mitra di mana terjadi salah seorang petani mitra memasarkan vanili sendiri tanpa melalui Kelompok Tani dan tanpa membagi hasil dengan Perum Perhutani, maka penyelesaiannya adalah dengan cara diberi peringatan/teguran secara intern dari

123 123 kelompok tani agar tidak mengulangi perbuatannya. Selanjutnya, petani tersebut tetap diharuskan membayar bagi hasilnya yang telah ditetapkan pada waktu panen berikutnya, sehingga terjadi pengunduran waktu pelunasan yang lebih lama dari pada petani lainnya. Jika teguran intern kelompok tani tidak diindahkan, maka dalam hal ini baik Kelompok Tani maupun Perum Perhutani mengajukan penyelesaiannya lewat jalur hukum, di mana petani tersebut akan dicabut keanggotaannya dari Kelompok Tani maupun dari peserta kemitraan. Sementara, pada penyimpangan yang dilakukan oleh pihak Perum Perhutani dalam hal pembiayaan yang tidak ditepati, dalam hal ini petani mitra (Kelompok Tani Hutan Bagjamulya) akan mengajukan pengalihan biaya. Misalnya, biaya untuk penyerbukan yang seharusnya dibayarkan Perum Perhutani tetapi karena alasan tertentu Perum Perhutani tidak memberikan, maka untuk penggantiannya Perum Perhutani diharuskan membayar dua kali lipat untuk biaya lain, yaitu biaya pemanenan. Pengalihan biaya tersebut adalah berdasarkan kesepakatan bersama Analisis Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra dan Perum Perhutani Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra Salah satu faktor yang menjadi pendorong petani mitra untuk aktif dan meningkatkan partisipasi dalam kemitraan adalah adanya manfaat/keuntungan yang ada dalam kemitraan tersebut. Adapun manfaat dari kemitraan PHBM bagi petani mitra meliputi manfaat teknis, ekonomi, dan sosial.

124 124 a. Manfaat Teknis Salah satu manfaat teknis dari kemitraan PHBM adalah terjadinya peningkatan produktivitas vanili. Untuk mengetahui produktivitas vanili dari usahatani yang yang dijalankan melalui kemitraan tersebut, penelitian ini membandingkan biaya dan jumlah produksi vanili per hektar yang dihasilkan Kelompok Tani Bagjamulya pada tahun ke tiga (tahun 2003) sampai dengan tahun ke enam (tahun 2006). Lebih lengkap mengenai biaya dan jumlah produksi vanili per hektar dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rata-rata Biaya dan Jumlah Produksi Vanili per Hektar Petani Mitra Tahun No. Tahun ke- Biaya Produksi (Rp) Produksi Vanili (Kg) Sumber : Data Primer (diolah), Tabel 13 memperlihatkan biaya produksi vanili per hektar pada tahun ke tiga, empat, lima, dan enam semakin menurun, sementara produksi vanili terlihat semakin meningkat. Perbandingan terbalik antara biaya dan produksi vanili tersebut menunjukkan telah terjadi peningkatan produktivitas vanili. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa produktivitas dan biaya mempunyai hubungan terbalik. Jika produktivitas makin tinggi, biaya produksi akan makin rendah (Rahardja dan Manurung, 1999). Begitu juga sebaliknya. Dalam penelitian ini terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya biaya produksi dan meningkatnya jumlah produksi vanili petani mitra. Faktor-faktor tersebut antara lain ketinggian tempat maupun jenis lahan yang digunakan untuk budidaya vanili sangat sesuai dengan pertumbuhan vanili. Seperti diketahui, budidaya vanili yang dilakukan petani mitra dilakukan pada lahan milik Perhutani yang berketinggian sekitar

125 meter di atas permukaan laut sehingga memungkinkan vanili dapat tumbuh dengan baik. Dengan ketinggian tersebut suhu dan kelembabannya relatif tidak terlalu tinggi sehingga tidak terjadi pertumbuhan jamur patogen yang biasanya terjadi pada suhu dan kelembaban yang terlalu tinggi. Demikian pula halnya dengan jenis lahan yang digunakan sangat sesuai dengan pertumbuhan vanili. Kondisi tanah yang remah dengan kandungan bahan organik dan solum yang tinggi menyebabkan tanaman vanili dapat tumbuh dengan subur dan menghasilkan produksi vanili yang lebih baik. Selain itu, faktor jarak tanam yang cukup lebar yaitu 2 X 3 m menyebabkan kemungkinan timbulnya serangan hama penyakit menjadi kecil sehingga kualitas produksi menjadi lebih baik. Dengan kondisi hutan yang amat sesuai dengan pertumbuhan vanili di mana tingkat kesuburan tanahnya tinggi dan serangan hama penyakit yang relatif kecil juga didukung oleh teknik budidaya vanili yang diterapkan petani mitra mulai dari penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan sampai dengan cara panen dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan/anjuran, maka sangat memungkinkan dapat menghasilkan vanili dengan jumlah yang relatif banyak. Ini terlihat dari hasil vanili yang diperoleh pada panen pertama atau pada tahun ke tiga dari penanaman vanili, yaitu sebesar kg per Ha. Hal ini terus berlanjut pada panen kedua, ketiga, dan keempat di mana produksi vanili yang dihasilkan semakin meningkat yaitu kg per Ha, kg per Ha dan kg per Ha. Sementara itu ditinjau dari sisi biaya produksi dapat dikatakan bahwa dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi dan relatif kecilnya serangan hama penyakit menyebabkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan perbaikan tanah seperti penggemburan, pemupukan, penyulaman, dan penyemprotan hama penyakit menjadi lebih ringan dan tidak terlalu memerlukan biaya yang besar. Selain itu, adanya bantuan

126 126 dari Perum Perhutani dalam pembelian sarana produksi menyebabkan biaya produksi semakin rendah. Oleh karena itu menjadi jelas bahwa pada tahun ke tiga, empat, lima, dan enam dari penanaman, biaya produksi vanili menjadi semakin rendah. Selanjutnya, manfaat teknis lain dari kemitraan PHBM adalah mutu vanili yang dihasilkan berkualitas I. Tercapainya vanili kualitas I tersebut terkait erat dengan : (1) cara panen yang dilakukan oleh Kelompok Tani Bagjamulya, dan (2) faktor keamanan hutan. Dalam cara/pelaksanaan panen, Kelompok Tani Bagjamulya melakukan panen vanili berdasarkan teknik panen sesuai anjuran yaitu dengan cara : (1) panen pilih, yaitu panen dengan cara memilih tandan yang tertua dengan ukuran panjang minimal 18 cm (kualitas I), dan (2) panen raya, yaitu panen yang dilakukan dalam waktu bersamaan, kemudian dilakukan penyortiran setelah buah dipanen. Untuk kegiatan panen pilih Kelompok Tani Bagjamulya melakukan pada waktu vanili sudah berumur 7-8 bulan setelah penyerbukan. Hal ini dilakukan agar dapat menghasilkan vanili kering dengan grade I yang harga jualnya sangat tinggi, dengan ciri-ciri mengilat, lentur, berdaging, warna coklat kehitaman dengan aroma yang khas dan tajam, serta kadar vanillin yang tinggi. Dengan harga jual vanili yang tinggi, pendapatan petani dapat meningkat. Selain cara panen, kondisi hutan yang aman dan terjaga dengan baik juga dapat menyebabkan tercapainya vanili kualitas I. Hal ini dimungkinkan karena dengan hutan yang aman, tidak akan terjadi pencurian vanili sehingga petani mitra dapat dengan leluasa memanen vanili pada umur yang tepat. Berbeda ketika petani belum melakukan kemitraan, panen vanili dilakukan pada waktu vanili berumur kurang dari 7-8 bulan setelah penyerbukan, sehingga menghasilkan grade vanili non standard yang harganya sangat rendah dan berakibat pada rendahnya pendapatan. Tindakan petani yang memanen vanili

127 127 pada umur yang sangat muda tersebut terkait dengan faktor keamanan. Sebagai tanaman yang harganya mahal, buah vanili rawan pencurian. Oleh karenanya, untuk menghindari terjadinya pencurian, para petani memanen vanili lebih cepat dari yang seharusnya atau pada waktu umur vanili masih sangat muda. Sehubungan dengan terciptanya keamanan hutan di lokasi PHBM tidak bisa dilepaskan dari beberapa kesepakatan yang dilakukan antara Perum Perhutani dan Kelompok Tani Bagjamulya. Kesepakatan tersebut berupa : 1. Melakukan pengamanan tanaman dan buah vanili dengan cara patroli bersama pada siang dan malam hari yang melibatkan Perum Perhutani dan petani mitra. 2. Melakukan pengamanan tanaman dan buah vanili dengan cara ronda malam yang diatur dengan jadwal piket anggota kelompok. 3. Membangun pos pengaman di empat titik lokasi penanaman vanili. 4. Melakukan pengamanan pada lahan vanili yang belum berbuah dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemeliharaan rutin. Berdasarkan uraian mengenai manfaat teknis dari kemitraan PHBM maka dapat dikatakan bahwa kondisi hutan yang aman dan amat sesuai dengan pertumbuhan vanili menyebabkan meningkatnya produktivitas dan mutu vanili yang dihasilkan. Akibatnya, pendapatan petani dapat meningkat. b. Manfaat Ekonomi Manfaat ekonomi dari kemitraan PHBM di Desa Padasari adalah berupa peningkatan pendapatan/keuntungan. Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan pendapatan petani mitra, penelitian ini menggunakan analisis pendapatan dan analisis finansial (B/C ratio).

128 Analisis Pendapatan Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam kemitraan PHBM di Desa Padasari telah ditetapkan nilai dan proporsi berbagi dari hasil kegiatan PHBM. Penetapan pembagian keuntungan antara Perum Perhutani dan petani mitra adalah : (1) Perum Perhutani = 42.5 %, (2) Kelompok Tani Hutan = 42.5 %, (3) Desa = 5 %, dan (4) Management Fee = 10 %. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani vanili, pembagian hasil dan pendapatan masing-masing pihak yaitu Perum Perhutani, petani vanili dan stakeholders dapat diketahui. Secara lengkap, hasil analisis pendapatan tersebut disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Analisis Pendapatan Petani Mitra di Desa Padasari, Tahun No. Uraian Nilai (Rp) 1. Total pendapatan kotor Pendapatan petani dari bagi hasil 42.5 % Perum Perhutani 42.5 % Management Fee 15 % Biaya produksi Total biaya Total pendapatan bersih tahun Total pendapatan bersih petani per tahun per Ha Total pendapatan bersih petani per tahun per 0.25 Ha Sumber : Data Primer (diolah), Tabel 14 menunjukkan bahwa selama tahun pendapatan masingmasing pihak yang bermitra yaitu Perum Perhutani dan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya setelah dibagi hasil mendapatkan pendapatan bersih yang sama yaitu Rp Sementara pendapatan bersih yang diperoleh stakeholders adalah sebesar Rp Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemitraan yang terjalin antara Perum Perhutani dan petani mitra merupakan kemitraan sejajar karena masing-masing pihak memperoleh bagian keuntungan yang relatif sama. Selanjutnya, secara individu,

129 129 pendapatan bersih / keuntungan yang diperoleh petani mitra dengan rata-rata luas lahan 0.25 Ha adalah sebesar Rp per tahun. 2. Analisis Finansial Analisis finansial dalam penelitian ini digunakan bukan untuk menganalisis kelayakan investasi tetapi untuk melihat apakah usahatani vanili dalam kemitraan PHBM menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan, sehingga analisisnya dibatasi pada analisis B/C ratio saja dan tidak dilakukan analisis sensitivitas. Dengan menggunakan analisis finansial, manfaat ekonomi dari kemitraan PHBM dapat diketahui melalui nilai BC ratio yang lebih besar dari satu, yaitu Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan biaya yang dikeluarkan nilainya lebih kecil dari manfaat yang diperoleh petani. Dalam usaha ini setiap satu rupiah yang diinvestasikan akan memberikan manfaat bersih tambahan sebesar Rp Ini berarti, usahatani vanili yang dilakukan di lahan Perhutani tersebut adalah menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam menghitung analisis finansial tersaji dalam Tabel 15. Tabel 15. Asumsi-asumsi Analisis Finansial Usaha Vanili per Hektar Petani Mitra di Desa Padasari No. Asumsi-asumsi Satuan Nilai 1. Jumlah bibit batang Umur vanili tahun 6 3. Harga jual buah vanili basah per kilo rupiah Tingkat suku bunga persen Sistem bagi hasil tetap a. Perum Perhutani b. Manajemen Fee Persen Persen Sumber : Data Primer (diolah), 2006.

130 130 Dalam analisis finansial harga jual vanili diasumsikan tetap yaitu Rp Penetapan Rp dikarenakan pada waktu penelitian harga terendah vanili mutu I adalah Rp Sementara tingkat suku bunga diasumsikan tetap juga yaitu sebesar 15 %. Hal ini berdasarkan pendapat Gittinger (1986) yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang biasa digunakan di negara sedang berkembang adalah sebesar 8 % - 15 %. Dari hasil analisis finansial usahatani vanili diketahui bahwa keuntungan pada tahun ke tiga, ke empat, ke lima, dan ke enam dari penanaman vanili masing-masing sebesar Rp , Rp , Rp , dan adalah relatif tinggi (Lampiran 7). Tingginya keuntungan yang diperoleh dari komoditas vanili ini disebabkan oleh tingginya harga jual vanili di tingkat petani dan juga harga vanili di pasar internasional, sementara harga sarana produksi cenderung lebih rendah. Seperti diketahui, harga jual vanili di tingkat petani mitra sejak tahun relatif tinggi, yaitu rata-rata Rp , walaupun pada tahun 2005 terjadi penurunan harga jual dikarenakan melimpahnya vanili di pasar. Tingginya harga jual ini terkait dengan mutu vanili yang dihasilkan Kelompok Tani Bagjamulya, yaitu vanili mutu I. Tercapainya vanili mutu I tersebut disebabkan antara lain oleh penggunaan bibit vanili yang baik / tahan fusarium, penanganan vanili yang dilakukan petani mitra mulai dari penanaman sampai pemanenan sesuai dengan anjuran, dan dilakukannya panen pada umur yang tepat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemitraan PHBM bermanfaat secara ekonomi bagi petani mitra karena melalui kemitraan tersebut usahatani vanili yang dijalankan petani mitra dapat menghasilkan mutu vanili kualitas I, sehingga harga jual vanili menjadi tinggi yang berakibat pada terjadinya peningkatan pendapatan petani mitra.

131 131 c. Manfaat Sosial Manfaat sosial dari adanya kemitraan PHBM adalah terjadinya pelestarian hutan yang berdampak pada terciptanya suasana yang aman, nyaman, dan damai. Dengan hutan lestari, terjadinya bahaya banjir, erosi, dan kerusakan lahan dapat diminimalisir sekecil mungkin. Dalam hal ini, tidak saja petani mitra yang merasakan manfaatnya tetapi juga masyarakat sekitar hutan. Sebenarnya, jauh sebelum PHBM diterapkan di Desa Padasari, upaya pelestarian hutan sudah dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan dengan cara menanam pohon mahoni. Kegiatan ini merupakan kegiatan turun temurun. Kini, melalui PHBM, kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan menjadi lebih besar. Partisipasi berkembang kearah partisipasi integral di mana masyarakat berperan secara komprehensif dalam pengelolaan hutan demi terwujudnya hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Dengan adanya PHBM, masyarakat dapat mengembangkan berbagai tanaman hortikultur dan perkebunan di dalam hutan di luar tanaman pokoknya sebagaimana biasa dilakukan di lahan milik, seperti menanam kopi dan lada Manfaat Kemitraan Bagi Perum Perhutani Bagi Perum Perhutani, kegiatan PHBM berdampak pada pengurangan pencurian kayu. Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2005 jumlah kayu yang dicuri sebanyak m 3 dan tahun 2006 pencurian kayu dapat ditekan menjadi m 3. Hal ini menunjukkan bahwa kerjasama yang dilakukan petani mitra dan Perum Perhutani melalui

132 132 kemitraan PHBM sudah berjalan baik. Lebih lengkap mengenai pengurangan kegiatan pencurian kayu, dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Kegiatan Pencurian Kayu di RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas, Tahun No Bulan Pencurian Kayu Perubahan (%) 1. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Sumber : Perum Perhutani KPH Sumedang, Tabel 16 memperlihatkan bahwa pada tahun kegiatan pencurian kayu oleh masyarakat desa sekitar hutan di RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas mengalami pengurangan. Berkurangnya penebangan dan pencurian kayu secara liar ini disebabkan oleh adanya penjagaan dan pengamanan hutan yang dilakukan bersama antara petani mitra dengan karyawan Perum Perhutani, secara bergiliran dengan waktu yang terjadwal. Bentuk lain dari penjagaan dan pengamanan hutan yag dilakukan oleh petani mitra adalah dengan cara melakukan pemeliharaan rutin yaitu dengan melakukan perhitungan jumlah pohon pinus dan pohon lainnya milik Perum Perhutani. Dengan cara tersebut, dimungkinkan pohon-pohon yang ada dalam hutan dapat terkontrol dengan baik. Seperti menjaga dan mengamankan hutan, pemeliharaan rutin pun dilakukan secara bergiliran oleh petani mitra dan karyawan Perum Perhutani.

133 133 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Faktor-faktor sosial ekonomi yang secara nyata mempengaruhi kemungkinan petani vanili melakukan kemitraan PHBM adalah umur petani, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga produktif, dan luas lahan. 2. Identifikasi aspek kelembagaan dari kemitraan PHBM yang meliputi wewenang, hak/kewajiban, dan aturan pelaksanaan mengindikasikan bahwa : a. Wewenang dan tanggung jawab Perum Perhutani KPH Sumedang dengan melibatkan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dan pihak yang berkepentingan (stakeholders), telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan peraturan dan kesepakatan bersama. b. Dalam pelaksanaan hak dan kewajiban, masih terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh petani mitra maupun oleh Perum Perhutani. c. Aturan representation/pelaksanaan kemitraan PHBM yang meliputi pembiayaan, pengelolaan, pemasaran, dan pembagian keuntungan telah dilakukan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan serta kesepakatan yang telah diambil bersama. 3. a. Bagi petani mitra, kemitraan PHBM bermanfaat dalam meningkatkan pendapatan petani vanili baik secara teknis maupun ekonomi. Secara sosial, kemitraan PHBM bermanfaat dalam mencegah deforestasi hutan sehingga terjadi pelestarian lingkungan hutan.

134 134 b. Bagi Perum Perhutani, kemitraan PHBM bermanfaat dalam mengurangi pencurian kayu dan pelestarian lingkungan hutan Saran 1. Agar kemitraan PHBM ini dapat lebih meluas dan meningkat, disarankan agar Perum Perhutani meningkatkan upaya sosialisasi dan pembinaan yang berkelanjutan. 2. Bagi peneliti yang berminat meneliti lebih lanjut, disarankan untuk menelaah secara lebih mendalam mengenai aspek sosial budaya dari kelembagaan kemitraan PHBM.

135 135 DAFTAR PUSTAKA BPS Kabupaten Sumedang dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Sumedang. Bun Panili Si Wangi yang Bikin Kaya. Media Perkebunan, 1 (46) : Choliq, A., R. Wirasasmita dan S. Hasan Evaluasi Proyek Suatu Pengantar. CV Pionir Jaya, Bandung. Departemen Pertanian Pusat Data dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Direktorat Pengembangan Usaha Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis. Departemen Pertanian, Jakarta. Elieser, S Analisis Ekonomi Kelembagaan Kemitraan dalam Sistem Pengembangan Usaha Ternak Domba pada Lahan Kering di Propinsi Sumatera Utrara. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gittinger, J.P Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Universitas Indonesia Press-Johns Hopkins, Jakarta. Hadisutrisno, B Budidaya Vanili Tahan Busuk Batang. Penebar Swadaya, Jakarta. Hafsah, M.J Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Hairiah, K., M.A. Sardjono dan S. Sabarnudin Pengantar Agroforestri (Bahan Ajaran I), World Agroforestri Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office, Bogor. Haris, U Analisis Ekonomi Kelembagaan Tataniaga Bahan Olah Karet Rakyat (Bokar). Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hernanto, F Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta. Ilham, N., S.H. Suhartini dan B.M. Sinaga Penawaran Ekspor Vanili Indonesia. Kadariah, L., Karlena dan C. Gray Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

136 136 Kartasapoetra, A.G Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. PT. Bina Aksara, Jakarta Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta. Malian, A.H., B. Rachman dan A. Djulin Permintaan Ekspor dan Daya Saing Vanili di Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Agro Ekonomi, 22 (1) : Mardikanto, T Penyuluhan Pembangunan Pertanian. University Press Surakarta, Surakarta. Mauludi, L Analisis Efisiensi Pemasaran Panili di Daerah Sentra Produksi Propinsi Bali. Jurnal Penelitian Tanaman Industri, 19 (3-4) : Murniati Rehabilitasi Hutan dan Lahan dengan Pendekatan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Nazir, M Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Oktaviani, R. and A. Daryanto Contract Farming Issues of Agribusiness Enterprises in Indonesia. Paper presented at The First ACIAR Project Workshop on Contract Farming, Smallholders and Rural Development in East Java, Bali, and Lombok, August Brawijaya University, Malang. Pakpahan, A Kerangka Analitik untuk Penelitian Rekayasa Sosial : Perspektif Ekonomi Institusi. Prosiding PATANAS Evolusi Kelembagaan Pedesaan di Tengah Perkembangan Teknologi Pertanian. Pusat Penelitian Agroekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Perum Perhutani Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Perum Perhutani, Jakarta. Pikiran Rakyat Gubernur Pertanyakan Bantuan Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Pikiran Rakyat (20 Desember 2005), Bandung. Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfeld Econometric Models and Economic Forecasts. Third Edition. McGraw-Hill, Inc, New York. Puspitawati, E Analisis Kemitraan Antara PT Pertani (Persero) dengan Petani Penangkar Benih Padi di Kabupaten Karawang. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

137 137 Rachmawati, E Kajian Sosial Ekonomi Komoditas Panili : Studi dalam Pemasaran dan Pendapatan Petani. Skripsi Sarjana. Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jember, Jember. Rahardja, P. dan M. Manurung Teori Ekonomi Mikro. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Ramdani, R.R Mekanisme Kemitraan antara KTH Bagjamulya dengan Perum Perhutani KPH Sumedang dalam Usahatani Vanili. Skripsi Sarjana. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung. Rismunandar dan E.S. Sukma Bertanam Panili. Penebar Swadaya, Jakarta. Romano Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Kemitraan pada Agribisnis di Propinsi Sumatera Utara. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung. Ruhnayat, A Bertanam Vanili Si Emas Hijau Nan Wangi. Agromedia Pustaka, Jakarta. Rustiani, F., Sjaifudian dan R. Gunawan Mengenal Usaha Pertanian Kontrak (Contract Farming). Yayasan AKATIGA, Bandung. Santoso, H Arah Kebijakan dan Implementasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan. CIFOR dan Badan Litbang Kehutanan, Bogor. Slameto, M. dan A. Robet Analisis Faktor Produksi pada Usaha Tani Panili di Jabung, Lampung Tengah. Jurnal Penelitian Tanaman Industri, 2 (6) : Soekartawi Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Rajawali Pres, Jakarta Pembangunan Pertanian. Rajawali Pres, Jakarta. Suhardjito, D Penerapan Kehutanan Masyarakat pada Hutan Negara di Jawa. Makalah Lokakarya. Lembaga Penelitian, Universitas Padjadjaran, Bandung. Sulistyowati, L Usahatani Kontrak (Contract Farming) pada Agribisnis Sayuran serta Peranannya dalam Optimasi Penggunaan Faktor Produksi. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung. Sumarhani Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat : Sebagai Solusi Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Sutisna, E Profil Kelompok Tani. Sumedang. (Tidak dipublikasikan).

138 138 Suwandi, A. dan Y. Sudibyanto Pengolahan dan Pemasaran Panili. Penebar Swadaya, Jakarta. Tampubolon, M.T Menggali Panili Indonesia. Media Perkebunan, 1 (46) : Tombe, M., H.P. Endang dan D. Manohara Status Teknologi Vanili. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Balai Penelitian Tanaman Tropis, Bogor. Warning, M. and N. Key The Social Performance and Distributional Consequencesof Contract Farming : An Emprirical Analysis of The Arachide de Bouche Program in Senegal. Winardi Kamus Ekonomi. Penerbit Alumni, Bandung. Yakin, A Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Akademika Presindo, Jakarta.

139 L A M P I R A N 139

140 Lampiran 1. Denah Desa Padasari 140

141 141 Lampiran 2. Perhitungan Rasio Jenis Kelamin (sex ratio) dan Man Land Ratio (MLR) pada penduduk di Desa Padasari 1. Perhitungan rasio jenis kelamin (sex ratio) Jumlah penduduk perempuan Sex ratio = 100% Jumlah penduduk laki - laki 1555 = 100% 1143 = = 101 penduduk perempuan / 100 penduduk laki-laki 2. Perhitungan Man Land Ratio MLR = = Jumlah penduduk (orang) Luas Lahan pertanian (ha) = 11,43 = 11 orang / ha

142 142 Lampiran 3. Luas KPH Sumedang, Tahun 2005 No Jenis Hutan Luas (Ha) 1. Kelas Perusahaan Jati a. Hutan Produksi b. Hutan Lindung Sub Jumlah Kelas Perusahaan Pinus a. Hutan Produksi b. Hutan Lindung Sub Jumlah Jumlah Total Sumber : BPS, 2006

143 143 Lampiran 4. Data Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan Kemitraan No. Y X1 X2 X3 X4 X5 X Rata-Rata 1 s/d Rata-Rata 26 s/d

144 144 Keterangan : Y : Kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, 1 = petani mitra; 0 = petani non mitra X1 : Pengalaman petani (tahun) X2 : Umur petani (tahun) X3 : Pendidikan formal petani (tahun) X4 : Jumlah anggota klg produktif (orang) X5 : Luas lahan (Ha) X6 : Harga vanili basah (Rp/kg)

145 145 Lampiran 5. Hasil Perhitungan Model Logit Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Petani Melakukan Kemitraan Results for: Kemitraan.MTW Binary Logistic Regression: Kemitraan versus Pengalaman; Umur;... Link Function: Logit Response Information Variable Value Count Kemitraan 1 25 (Event) 0 25 Total 50 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant 14, ,7014 1,03 0,304 Pengalaman 0, , ,33 0,740 1,10 0,62 1,97 Umur -0, , ,63 0,102 0,72 0,48 1,07 Pendidikan 0, , ,53 0,127 1,60 0,88 2,93 Jum. Kel. 0, , ,28 0,200 1,55 0,79 3,01 Luas Lahan -0, , ,30 0,193 1,00 1,00 1,00 Harga -0, , ,14 0,890 1,00 1,00 1,00 Log-Likelihood = -11,799 Test that all slopes are zero: G = 45,717, DF = 6, P-Value = 0,000 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 33, ,849 Deviance 23, ,993 Hosmer-Lemeshow 7, ,445 Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant ,5 Somers' D 0,93 Discordant 22 3,5 Goodman-Kruskal Gamma 0,93 Ties 0 0,0 Kendall's Tau-a 0,47 Total ,0

146 146 Lampiran 6. Hasil Analisis Pendapatan Usahatani Vanili per Ha pada Kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat * Keterangan TBM Umur Tanaman Inflow Jumlah Panen (kg) Penerimaan (b) Outflow Investasi Awal Pemeliharaan Tanaman Operasional Panen Bagi Hasil ke Perhutani Managemen Fee Total Biaya (a) Laba Bersih (b-a) TM *Keterangan : 1 Ha = tanaman Harga jual vanili = Rp

147 147 Lampiran 7. Hasil Analisis Finansial Usahatani Vanili KTH Bagjamulya Tahun Benefit (Rp) Cost (Rp) Net benefit Df 15 % NVP 15 % ( ) ( ) Jumlah NVP = BC ratio = NVP Positif = = 3.14 NVP Negatif

148 Lampiran 8. Tanaman Vanili sedang Berbunga dan Berbuah 148

149 Lampiran 9. Lokasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Desa Padasari 149

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia. 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu subsektor pertanian, mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Baik sebagai sumber penghasil devisa

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 KEMITRAAN ANTARA PERUM PERHUTANI DENGAN PETANI VANILI DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI : STUDI KASUS PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI DESA PADASARI, KECAMATAN CIMALAKA, KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat 73 VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT 6.1. Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Hutan sebagai asset dan modal pembangunan nasional memiliki potensi dan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Tujuannya adalah untuk menciptakan

Lebih terperinci

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR Oleh: MARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN ENDANG SARI SIMANULLANG

ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN ENDANG SARI SIMANULLANG ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN (Studi Kasus : Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROGRAM PELATIHAN BIDANG MANAJERIAL BAGI KARYAWAN PT GRAND TEXTILE INDUSTRY BANDUNG. Oleh : Janjan Nurjanah

EFEKTIVITAS PROGRAM PELATIHAN BIDANG MANAJERIAL BAGI KARYAWAN PT GRAND TEXTILE INDUSTRY BANDUNG. Oleh : Janjan Nurjanah EFEKTIVITAS PROGRAM PELATIHAN BIDANG MANAJERIAL BAGI KARYAWAN PT GRAND TEXTILE INDUSTRY BANDUNG Oleh : Janjan Nurjanah PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek, khususnya untuk pemulihan ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan masalah kemiskinan dan tantangan dampak krisis ekonomi yang ditandai dengan tingginya tingkat

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR. Oleh: Novie Fajar Ismanto

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR. Oleh: Novie Fajar Ismanto STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR Oleh: Novie Fajar Ismanto PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI Oleh : Ongki Wiratno PROGRAM STUDI MAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 @ Hak cipta

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG (Studi Kasus Pada Unit Bisnis Jasa Angkutan Divisi Regional Sulawesi Selatan) Oleh : Retnaning Adisiwi PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP PETANI DALAM PENERAPAN USAHATANI ORGANIK DI JAKARTA TIMUR

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP PETANI DALAM PENERAPAN USAHATANI ORGANIK DI JAKARTA TIMUR ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP PETANI DALAM PENERAPAN USAHATANI ORGANIK DI JAKARTA TIMUR Oleh : MUANIS NUR AENI INSTITUT PERTANIAN B O G O R PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 137-143 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Analysis

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : MAYA ANDINI KARTIKASARI NRP. A14105684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A07400606 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember Kemitraan Agribisnis Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net KEMITRAAN AGRIBISNIS Teori Kemitraan Menurut Martodireso, dkk, (2001) dalam Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA. Oleh: Laura Juita Pinem P

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA. Oleh: Laura Juita Pinem P FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA Oleh: Laura Juita Pinem P056070971.38 PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 Hak cipta

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seperti China Asia Free Trade Area (CAFTA) dapat memperparah keadaan krisis

I. PENDAHULUAN. seperti China Asia Free Trade Area (CAFTA) dapat memperparah keadaan krisis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan masalah kemiskinan dan tantangan dampak krisis ekonomi yang ditandai dengan tingginya tingkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN DI DEPARTMENT STORE SELAMAT CIANJUR. Oleh : Suci Istiqlaal

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN DI DEPARTMENT STORE SELAMAT CIANJUR. Oleh : Suci Istiqlaal ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN DI DEPARTMENT STORE SELAMAT CIANJUR Oleh : Suci Istiqlaal PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ANALISIS KEPUASAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN. Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN. Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Oleh: NORTHA IDAMAN A 14105583 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUM PERHUTANI

V. GAMBARAN UMUM PERUM PERHUTANI 67 V. GAMBARAN UMUM PERUM PERHUTANI 5.1. Profil Perum Perhutani 5.1.1. Visi dan Misi Perum Perhutani Perum Perhutani adalah salah satu Badan Umum Milik Negara di lingkup Departemen Kehutanan dan Perkebunan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN Oleh : Dewi Maditya Wiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) dikenal sebagai tanaman serbaguna. Bagi Indonesia, tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bukan impor kolonialis

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Oleh: Erwin Krisnandi 1, Soetoro 2, Mochamad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI Oleh: Darsini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Hak cipta milik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TEMBAKAU RAKYAT DI KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI TEMBAKAU RAKYAT DI KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI SKRIPSI ANALISIS USAHATANI TEMBAKAU RAKYAT DI KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI SKRIPSI OLEH : ERNA KRISTINA SIAHAAN 040304064 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 ANALISIS

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN INDEKS SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA. Oleh : Venny Syahmer

KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN INDEKS SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA. Oleh : Venny Syahmer KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN INDEKS SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Oleh : Venny Syahmer PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH (Kasus Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat) RISYAT ALBERTH FAR FAR SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

ANALISIS EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK MIZONE PADA MAHASISWA DI KOTA SOLO. Oleh : Andrew Kresnoputro

ANALISIS EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK MIZONE PADA MAHASISWA DI KOTA SOLO. Oleh : Andrew Kresnoputro ANALISIS EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK MIZONE PADA MAHASISWA DI KOTA SOLO Oleh : Andrew Kresnoputro PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Hak cipta milik IPB, tahun 2009 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan meyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya unuk kepentingan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT BANK NAGARI ZEDNITA AZRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci