BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan alokasi anggaran yang disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai sektor atau bidang dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat melalui berbagai macam program. Menurut PP Nomor 105 Tahun 2000, pengeluaran pemerintah adalah semua pengeluaran kas negara yang menjadi beban negara dalam satu periode anggaran. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah, apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Sadono Sukirno (2011), pengeluaran pemerintah adalah keseluruhan pengeluaran yang dilakukan yaitu pengeluaran yang meliputi konsumsi dan investasi. Sedangkan menurut Hera Susanti (2000), Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu aspek penggunaan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan dimiliki oleh masyarakat melalui pembayaran pajak. Pengeluaran pemerintah dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Pengeluaran Rutin Pengeluaran rutin adalah pengeluaran pemerintah untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari, yang meliputi belanja 8

2 pegawai, belanja barang, subsidi, pembayaran angsuran dan bunga utang pemerintah, dan pengeluaran rutin lainnya. Menurut Mangkoesoebroto (1994), melalui pengeluaran rutin pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihakketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu sertamenjaga stabilitas perekonomian. Besarnya pengeluaran rutin yang dikeluarkan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian. Kenaikan pengeluaran pemerintah biasanya dikarenakan oleh kenaikan belanja pegawai dan pembayaran hutang pemerintah. Selain itu, pemerintah juga banyak mengeluarkan anggaran pada berbagai macam subsidi. Pemerintah harus melakukan penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin, supaya dapat menambah tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen atau lembaga negara non departemen dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap (Dumairy, 1997). 9

3 2. Pengeluaran Pembangunan Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran pemerintah yang besifat menambah modal masyarakat baik dalam bentuk prasarana fisik maupun non fisik, misalnya pembangunan jalan, jembatan, rumah sakit, dan program pengentasan kemiskinan. Pengeluaran pemerintah menunjukkan kebijakan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Anggaran pembangunan bertujuan untuk menciptakan kondisi yang stabil dan kondusif bagi proses pemulihan ekonomi dan memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Pengeluaran pembangunan dibedakan menjadi pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pembiayaan pembangunan dengan rupiah berasal dari pembiayaan dalam negeri dan luar negeri dalam bentuk pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada departemen dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pusat termasukdepartemen Hankam dan pemerintah daerah yang diklasifikasikan ke dalam dana pembangunan yang dikelola instansi pusat dan dana pembangunan yang dikelola daerah (Basri, 2005). Pada tahun 2006, struktur pengeluaran pemerintah mengalami perubahan menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, menjadi: 1. Belanja tidak langsung Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secaralangsung dengan pelaksanaan program, sepertibelanja pegawai berupa gaji dan tunjangan yang telah ditetapkan Undang-Undang, belanja 10

4 bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagihasil kepada Provinsi atau Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. 2. Belanja langsung Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program, sepertibelanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah dan telah dianggarkan oleh pemerintah daerah. Pengeluaran pemerintah menunjukkan perannya dalam perekonomian yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. Menurut Mangkoesoebroto (1993:2) pemerintah memiliki tiga peran dalam perekonomian, yaitu sebagai berikut. Peran alokasi, yaitu peran pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi. Peran distribusi, yaitu peran pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil hasil ekonomi secara adil dan wajar. Peran stabilitatif, yaitu peran pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam equilibrium. Dalam upaya pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat, terkadang juga dapat terjadi kegagalan pemerintah yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut: 11

5 a. Campur tangan pemerintah terkadang menimbulkan dampak yang tidak diperkirakan terlebih dahulu. Misalnya, kebijakan pemerintah dalam mengatur tata niaga cengkeh agar penghasilan petani cengkeh naik, tetapi ternyata membawa dampak permintaan tembakau menurun sehingga pendapatan petani tembakau juga turun. b. Campur tangan pemerintah memerlukan biaya yang tidak murah, oleh karena itu maka campur tangan pemerintah harus dipertimbangkan manfaat dan biayanya secara cermat agar tidak lebih besar daripada biaya masyarakat tanpa adanya campur tangan pemerintah. c. Adanya kegagalan dalam pelaksanaan program pemerintah, dimana pelaksanaan program pemerintah memerlukan tender dan sistem yang kompleks. d. Perilaku pemegang kebijakan pemerintah yang bersifat mengejar keuntungan pribadi atau rent seeking behavior. 2.2 Teori Pengeluaran Pemerintah Teori Rostow dan Musgrave Rostow dan Musgrave mengembangkan model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan menjadi tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar, karena pada tahap ini pemerintah harus 12

6 menyediakan sarana dan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Namun, peranan investasi swasta sudah semakin membesar, tetapi banyak menimbulkan kegagalan pasar. Sehingga peranan pemerintah juga tetap besarkarena harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit.misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air sehingga pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Pada tahap lanjut, Rostow berpendapat bahwa dalam pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran untuk layanan sosial seperti program kesejahteraan hari tua, program pendidikan, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya. Sementara itu, Dalam suatu proses pembangunan menurut Musgrave, rasio investasi swasta terhadap GNP semakin besar. Tetapi rasio investasi pemerintah terhadap GNP akan semakin kecil (Mangkoesoebroto, 1993). 13

7 2.2.2 Teori Wagner Menurut pengamatan empiris oleh AdolfWagner terhadap negara negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke 19 menunjukan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Wagner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap PDB dengan mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.wagner mendasarkan teorinya pada teori yang disebut organic theory of state, yang menganggap pemerintah adalah individu yang bebas bertindak, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar dibawah ini yang menunjukkan bahwa peranan pemerintah secara relatif semakin meningkat. Hukum Wagner ditunjukkan dalam gambar 2.1 dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1, dan bukan seperti ditunjukan oleh kurva 2. 14

8 Waktu Sumber:Mangkoesoebroto, 1994 Gambar 2.1 Kurva Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner Menurut Wagner ada 5 penyebab pengeluaran pemerintah selalu meningkat, yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi, ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah Teori Peacock dan Wiseman Teori Peacock dan Wiseman merupakan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori ini menggunakan analisis penerimaan dan pengeluaran pemerintah, dimana pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dan memperbesar penerimaan yang berasal dari pajak, padahal masyarakat tidak menyukainya. Peacock dan Wiseman menyatakan bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana 15

9 masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Menurut Peacock dan Wiseman, pertumbuhan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.jadi dalam keadaan normal, kenaikan Product Domestic Bruto (PDB) menyebabkan penerimaandan pengeluaran pemerintah juga meningkat. Apabila keadaan normal terganggu, misalnya akibat perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut.konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk berinvestasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidakcukup bila hanya dibiayai dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga.pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya karena Gross National Product (GNP) bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut.akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah berakhir.selain itu, masih banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect).adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke 16

10 tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek ini disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect).dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai, tingkat pajak tidak menurun kembali.jadi, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman berbentuk tangga. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini: Sumber: Mangkoesoebroto, 1994 Gambar 2.2 Kurva Teori Peacock dan Wiseman Dari gambar diatas, dalam keadaan normal, t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam persentase terhadap GNP meningkat sebagaimana yang ditunjukkan garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah meningkat sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang ditunjukan pada segmen CD. Setelah perang selesai pada tahun t+1, pengeluaran pemerintah tidak menurun ke G, karena setelah perang, pemerintah membutuhkan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pembangunan. Kenaikan tarif pajak tersebut dimaklumi 17

11 olehmasyarakat sehingga tingkat toleransi pajak meningkat dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat.secara grafik, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman bukanlah berpola seperti kurva mulus berslope positif sebagaimana tersirat dalam pendapat Rostow dan Musgrave. Melainkan berslope positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Sumber: Dumairy, 1997 Gambar 2.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah 2.3 Pengertian Kemiskinan Kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, kemiskinan adalah suatu konsep integrasi yang memiliki lima dimensi, yaitu kemiskinan (proper), ketidakberdayaan (powerless), kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), ketergantungan (dependence), dan keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis (Chambers, dalam Chriswardani Suryawati, 2005). 18

12 Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atausekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (Mencher,2011). Menurut World Bank (2002), kemiskinan adalah suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik atau sosial sebagai akibat tidak tercapainya kehidupan yang layak karena penghasilannya tidak mencapai 1,00 dolar AS per hari. Menurut Emil Salim (1972) ada lima karakteristik kemiskinan, yaitu: a. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor faktor produksi sendiri. b. Penduduk miskin pada umumnya juga tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi jika dengan kekuatan sendiri. c. Penduduk miskin pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. d. Banyak diantara penduduk miskin tidak mempunyai fasilitas sehingga hidupnya tidak layak. e. Diantara penduduk miskin terdapat kelompok dengan usia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai. 2.4 Indikator Kemiskinan Indikator kemiskinan adalah ukuran dimana seseorang atau masyarakat dinyatakan miskin atau tidak. Salah satu indikator ini dapat diukur dengan penentuan garis kemiskinan, yaitu ukuran yang menyatakan besarnya pengeluaran 19

13 untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan kebutuhan bukan makanan, atau standar yang menyatakan batas seseorang dikatakan miskin bila dipandang dari sudut konsumsi.garis kemiskinan makananmerupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jeniskomoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan,buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Sedangkan garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Menurut Sayogyo,tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi menjadi wilayah pedesaan dan perkotaan. Ukuran kemiskinan berdasarkan pengeluaran dalam ukuran beras untuk masyarakat desa yaitu: Miskin : 320 kg Miskin sekali : 240 kg Paling miskin : 180 kg Sedangkan indikator kemiskinan berdasarkan pengeluaran dalam ukuran beras untuk masyarakat kota yaitu: Miskin : 480 kg Miskin sekali : 360 kg Paling miskin : 270 kg 20

14 Bank Dunia menetapkan indikator kemiskinan berdasarkan pendapatan, yaitu sebesar US$ 2 per hari per orang. Bank Dunia menegaskan adalah benar benar miskin jika pendapatan US$ 1 per hari per orang (The World Bank, 2010). BPS menetapkan bahwa manusia hanya akan hidup layak jika mengkonsumsi makanan dan minuman dengan kandungan minimal kalori perkapita per hari. Dengan demikian, seseorang dapat dikategorikan miskin bila jumlah uang yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari kalori perkapita per hari (Kristanto, Ibid). 2.5 Faktor Faktor Penyebab Kemiskinan Menurut Sharp dalam Kuncoro (1997),terdapat tiga faktor penyebab kemiskinan jika dipandang dari sisi ekonomi, yaitu sebagai berikut: a. Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya yang terbatas dan kualitasnya rendah. b. Sumber daya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya juga rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, dan adanya diskriminasi. c. Kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam modal. Menurut Paul Spicker (2002), penyebab kemiskinan dibagi menjadi empat mazhab, yaitu sebagai berikut: 21

15 Individual explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri, seperti malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, dan cacat bawaan. Family explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan oleh faktor keturunan, dimana antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan. Subcultural explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan oleh karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat. Structural explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan ketidakseimbangan di dalam masyarakat dengan pembedaan status atau hak. 2.6 Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Kemiskinan Upaya pengentasan kemiskinan sangat membutuhkan peran pemerintah, sesuai dengan peranannya yaitu peran alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Peran tersebut harus dilaksanakan dengan baik jika ingin masalah kemiskinan terselesaikan. Anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk kemiskinan bisa menjadi stimulus dalam menurunkan jumlah penduduk miskin. Hasibuan (2005) melakukan penelitian tentang peranan anggaran pendapatan terhadap pengentasan kemiskinan. Penelitian tersebut menyatakan bahwa anggaran pendapatan memiliki hubungan negatif dengan jumlah penduduk miskin. Maksudnya, semakin tinggi anggaran pendapatan, maka jumlah penduduk miskin semakin menurun. Anggaran pendapatan tersebut dialokasikan untukmembuat program pengentasan kemiskinan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.penelitian Hasibuan semakin diperkuat oleh 22

16 Alawi (2006), dimana alokasi anggaran untuk program pemberdayaan masyarakat memiliki korelasi yang negatif terhadap tingkat keparahan kemiskinan. Artinya, semakin tinggi alokasi anggaran untuk program pemberdayaan masayarakat maka akan menurunkan tingkat keparahan kemiskinan. Dua penelitian diatas menjelaskan teori yang dikemukakan oleh Todaro(2001) yang menjelaskan bahwa tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rata-rata daerah tersebut. Semakin tinggi tingkat pendapatannya maka potensi untuk mengalokasikan anggaran guna menyelesaikan masalah kemiskinan akan semakin besar. Namun alokasi tersebut tentu harus tepat sasaran, jika tidak justru akan menyebabkan kemiskinan akan semakin memburuk dan akan menghasilkan kekacauan social. Selain dua penelitian diatas, ada dua penelitian lain yang mempertegas beberapa hasil penelitian diatas, yaitu hasil penelitian dari Fan (2004). Iamembuktikan bahwa pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur dan jasa di daerah pedesaan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan di sektor pertanian yang menjadi sektor terbesar terjadinya kemiskinan di negara berkembang. Selain itu pengeluaran pembangunan untuk teknologi dan modal manusia juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam pengentasan kemiskinan di negara berkembang, khususnya negara-negara di Afrika.Dalam penelitian sebelumnya, Fan (1999) menemukan bahwa pengeluaran pemerintah memiliki dampak secara langsung dan dampak tidak langsung terhadap penduduk miskin.ia mengatakan dampak langsung pengeluaran pemerintah adalah manfaat yang diterima penduduk miskin dari berbagai program peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pekerja, serta 23

17 skema bantuan dengan target penduduk miskin. Dampak tidak langsung berasal dari investasi pemerintah dalam infrastruktur, riset, pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi penduduk, yang secara simultan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di seluruh sektor dan menciptakan lapangan kerja. Menurut World Bank dalam laporan Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia (2006), bahwa di samping pertumbuhan ekonomi danlayanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan) dengan beberapa hal. Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi.kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Tetapi, dalam beberapa hasil penelitian juga menunjukkan kelemahan dari pengeluaran pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan pada sisi implementasi program. Penelitian yang fokus pada implementasi program pengentasan kemiskinan memberikan hasil yang berbeda yang menunjukkan bahwa tidak mutlak pengeluaran pemerintah dapat menurunkan kemiskinan. Agus Purbathin Hadi (2008) meneliti terkait implementasi program PPK menemukan bahwa terdapat kekurangan dalam proses implementasi program pengentasan kemiskinan yaitu lemahnya pembekalan fasilitator. Tugas dan peran 24

18 fasilitator dalam pendampinganmasyarakat membutuhkan lebih dari sekedar kecakapan teknik dan penguasaanmetodologi, namun juga empati dan keberpihakan dari para fasilitator. Empatisemacam itu tidak bisa ditumbuhkan hanya dengan seminggu pelatihan fasilitator.pengalaman di Desa Aik Berik, fasilitator tidak tinggal di desa yang didampingi,padahal empati dan keberpihakan yang otentik hanya bisa tumbuh jika fasilitator tinggal bersama masyarakat yang didampingi. Penelitian lain yang menunjukkan kelemahan pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan juga dilakukan oleh Iskana (2009) danrudiningtyas (2010). Mereka menemukan bahwa pendapatan dan belanja tidak berpengaruh terhadap kemiskinan selama tahun anggaran 2004 sampai dengan Hal ini dikarenakan salah satu sumber pendapatan nasional berasal dari rakyat dalam bentuk pajak. 2.7 Penelitian Terdahulu 1. Rashid Mehmood dan Sara Sadiq (2010) yang berjudul The relationship between government expenditure and poverty: a cointegration analysis. Penelitian ini menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara pengeluaran pemerintah dengan kemiskinan di Romania dengan menggunakan metode analisis ECM dan kointegrasi Johnson. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan jangka panjang dan pendek antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan. Pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. 25

19 2. Vera Wilhelm dan Ignacio Fiestas (2005) yang berjudul Exploring the link between public spendingand poverty reduction: lessons from the 90s. Penelitian ini mencari hubungan antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan dengan menganalisis 9 negara negara OPPG (Operationalizing Pro-Poor Growth), dengan menggunakan metode OLS. Kesimpulan penelitian ini adalah alokasi anggaran pemerintah adalah kunci pemerintah untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan mengurangi kemiskinan absolut. 3. Tejo Birowo (2011) yang berjudul Relationship between government expenditure and poverty rate in Indonesia. Penelitian ini mencari hubungan antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan di Indonesia dengan melihat kelompok pengeluaran pemerintah sebelum dan sesudah reformasi anggaran pada tahun Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui alokasi belanja pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pengurangan kemiskinan menggunakan regresi OLS (Ordinary Least Square). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah secara keseluruhan tidak memiliki hubungannegatif dengan tingkat kemiskinan. Sebelum reformasi anggaran, dari 8 sektor,pengeluaranpemerintah di bidang pendidikan dan di sektor industri memiliki hubungan negatif yang signifikandengan tingkat kemiskinan. Reformasi anggaran, dari 9 fungsi, pengeluaran pemerintah dalam pelayanan umum, ketertiban dan keamanan fungsimenunjukkan hubungan negatif yang signifikan dengan tingkat kemiskinan.selain itu, pengeluaran 26

20 pendidikan adalah satu-satunya pengeluaran yang memilikihubungan negatif yang stabil dengan tingkat kemiskinan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah variabel kontrol yang memiliki hubungan negatif yang kuat dengan tingkat kemiskinan karena hubungan mereka selalu signifikan. 2.8 Kerangka Konseptual Pengeluaran Pemerintah Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung Kemiskinan Gambar 2.4 Kerangka Konseptual 2.9 Hipotesis 1. Terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang) antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan di Sumatera Utara. 2. Tidak terdapat hubungan kausalitas (timbal balik) antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan di Sumatera Utara. 27

BAB II URAIAN TEORITIS. pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari

BAB II URAIAN TEORITIS. pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengeluaran Pemerintah Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran yaitu anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian umum,

Lebih terperinci

Teori Pengeluaran Pemerintah. Sayifullah, SE., M.Akt. Materi Presentasi. Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro

Teori Pengeluaran Pemerintah. Sayifullah, SE., M.Akt. Materi Presentasi. Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro Teori Pengeluaran Pemerintah Sayifullah, SE., M.Akt Materi Presentasi Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro 1 Rostow dan Musgrave : Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Lebih terperinci

PENGELUARAN PEMERINTAH PENGGUNAAN PENGELUARAN PEMERINTAH MENJALANKAN RODA PEMERINTAHAN MEMBIAYAI KEGIATAN PEREKONOMIAN PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN 1. PERAN ALOKATIF: mengalokasikan SDE agar pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Utang Luar Negeri 1. Pengertian Utang luar negeri adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

TEORI PENGELUARAN NEGARA. Dwi Mirani, S.IP

TEORI PENGELUARAN NEGARA. Dwi Mirani, S.IP TEORI PENGELUARAN NEGARA Dwi Mirani, S.IP 1 TEORI PENGELUARAN NEGARA Musgrave dan Rostow Perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara Pada tahap awal perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Badriyah (2016). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh belanja daerah terhadap PDRB Jawa Tengah menggunakan Panel Vector Error Corection

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan fiskal yang sering juga disebut politik fiskal atau fiscal policy,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan fiskal yang sering juga disebut politik fiskal atau fiscal policy, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Fiskal Pemerintah Kebijakan fiskal yang sering juga disebut politik fiskal atau fiscal policy, diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Para peneliti membuat definisi sendiri karena tidak adanya definisi Fiscal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Para peneliti membuat definisi sendiri karena tidak adanya definisi Fiscal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Fiskal (Fiscal Stress) Para peneliti membuat definisi sendiri karena tidak adanya definisi Fiscal Stress yang diterima secara universal sehingga mampu menjawab tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori-teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Vol.1, No.5 April 2012 ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks. Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan masalah rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.5 April 2012 ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI Oleh : Nurhayani.,SE.MSi Dosen Jurusan

Lebih terperinci

TEORI PENGELUARAN NEGARA

TEORI PENGELUARAN NEGARA 1 TEORI PENGELUARAN NEGARA Musgrave dan Rostow Perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut didukung oleh Jhingan (2004), yang mengungkap bahwa negara

BAB I PENDAHULUAN. tersebut didukung oleh Jhingan (2004), yang mengungkap bahwa negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan gambaran kehidupan di banyak negara berkembang, terutama di daerah pedesaan (masyarakat petani). Pernyataan tersebut didukung oleh Jhingan (2004),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Merdekawati dan Budiantara (2013) mengemukakan bahwa kemiskinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Merdekawati dan Budiantara (2013) mengemukakan bahwa kemiskinan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Kemiskinan Merdekawati dan Budiantara (2013) mengemukakan bahwa kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang disandang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan adalah A. Landasan Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi dan Ukuran Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat bisa menilai kinerja

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat bisa menilai kinerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tolok ukur yang penting dalam menentukan tingkat kemampuan suatu daerah dalam melaksanakan otonomi daerah secara nyata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat kaitannya dengan apa yang disebut pendapatan daerah. Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan

Lebih terperinci

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/06/33.08/Th.II, 15 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 2016 SEBESAR 12,67 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi berkelanjutan. Seluruh negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Perimbangan 2.1.1. Pengertian Dana Perimbangan Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah

Lebih terperinci

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/11/33.08/Th.I, 08 November 2016 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2015 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN 2015 MENCAPAI 13,07 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus

I. PENDAHULUAN. masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Dalam mengisi dan melaksanakan pembangunan, masalah keuangan merupakan masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus dilakukan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeluaran Pemerintah Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran yaitu anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia diperhadapkan pada masalah krisis ekonomi global yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika sehingga akan berdampak buruk

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen dari kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang dialami dunia hanya semenjak dua abad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. dan nomy artinya aturan atau undang-undang, jadi autonomy artinya hak untuk

BAB II URAIAN TEORITIS. dan nomy artinya aturan atau undang-undang, jadi autonomy artinya hak untuk BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Otonomi Daerah 2.1.1 Pengertian Otonomi Daerah Otonomi daerah berasal dari kata autonomy dimana auto artinya sedia dan nomy artinya aturan atau undang-undang, jadi autonomy

Lebih terperinci

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 05/01/12/Th. XX, 03 Januari 2017 KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER PENDUDUK MISKIN SUMATERA UTARA SEPTEMBER SEBANYAK 1.452.550 ORANG (10,27%) Jumlah penduduk miskin di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian tiga sektor, campur tangan pemerintah tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi (rumah tangga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan dapat dimaknai sebagai sesuatu yang berubah menjadi lebih baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Manusia Investasi sumber daya manusia akan membentuk modal manusia (human capital) yang akan memberikan imbalan berupa penghasilan yang lebih besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran prestasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran prestasi dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran prestasi dari perkembangan perekonomian suatu negara dari satu periode ke periode berikutnya. Menurut Rahardja dan Manurung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Konsep Pengeluaran Pemerintah 2.1.1 Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Menurut Rostow dan Musgrave (dalam Mangkoesoebroto 1993:169),

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kabupaten/kota di Jawa Tengah dari tahun

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kabupaten/kota di Jawa Tengah dari tahun A. Tinjauan Penelitian Terdahulu BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Penelitian oleh Prastyo (2010) yang dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 No. 04 / 01 /13/Th. XIX / 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada adalah 349.529 jiwa. Dibanding (379.609 jiwa) turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014 No. 05/01/75/Th.IX, 2 Januari 2015 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014 Pada September 2014 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,41 persen. Angka ini turun dibandingkan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 No. 38/07/13/Th. XX/17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 Garis Kemiskinan (GK) selama - Maret 2017 mengalami peningkatan 3,55 persen, yaitu dari Rp.438.075 per kapita per bulan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016 No. 42/7/13/Th. XIX/18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada 2016 adalah 371.555 jiwa. Dibanding (349.529 jiwa) naik sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan alokasi anggaran yang disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai sektor

Lebih terperinci

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 40/07/12/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017 PENDUDUK MISKIN SUMATERA UTARA MARET 2017 SEBANYAK 1.453.870 ORANG (10,22%) Jumlah penduduk miskin di

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016 No. 04/01/13/Th. XX/3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016 Garis Kemiskinan (GK) mengalami peningkatan 3,04 persen, menjadi Rp 438.075 per kapita per bulan dari Rp 425.141

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai rujukan untuk menulis. Peneliti mengkaji beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) 39 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Filosofi dan karateristik pajak Soemitro (2002) mengemukakan bahwa pajak adalah iuran masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Daerah, Jumlah Penduduk dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

BAB II LANDASAN TEORI. Daerah, Jumlah Penduduk dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka terdiri dari teori-teori yang menyangkut penelitian yang di teliti, yaitu mengenai pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN 05/01/Th.XII, 03 JANUARI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. untuk membeli barang modal dan peralatan-peralatan produksi. dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal

TINJAUAN PUSTAKA. untuk membeli barang modal dan peralatan-peralatan produksi. dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Teori Investasi Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai: pengeluaranpengeluaran untuk membeli barang modal dan peralatan-peralatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu tujuan pembangunan sacara makro adalah meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu tujuan pembangunan sacara makro adalah meningkatnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu tujuan pembangunan sacara makro adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar

I. PENDAHULUAN. telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari banyak negara berkembang yang telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar negeri baik dalam bentuk

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016 No. 05/01/75/Th.XI, 3 Januari 2017 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016 Berdasarkan survei pada September 2016 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,63 persen. Angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN 38/07/Th. XX, 17 JULI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pada umumnya mengalami fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pada umumnya mengalami fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah ukuran perkembangan perekonomian suatu negara dari satu periode ke periode berikutnya. Menurut Rahardja dan Manurung (2008), perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Produk Domestik Bruto (PDB) / Gross Domestic Product (GDP) Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Groos Domestic Product) dan GNP (Gross National Product) tanpa

BAB I PENDAHULUAN. (Groos Domestic Product) dan GNP (Gross National Product) tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan nilai GDP (Groos Domestic Product) dan GNP (Gross National Product) tanpa melihat apakah kenaikan tersebut

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah hasil dari suatu

BAB II URAIAN TEORITIS. Menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah hasil dari suatu BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Anggaran Negara 2.1.1 Pengertian Anggaran Negara Menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah hasil dari suatu perencanaan yang berupa daftar mengenai bermacam-macam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kemiskinan yang serius, sebab kemiskinan hingga kini terus

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kemiskinan yang serius, sebab kemiskinan hingga kini terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih memiliki permasalahan kemiskinan yang serius, sebab kemiskinan hingga kini terus menghampiri kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014 No. 05 /1 /13/Th. XVIII / 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2014 adalah 354.738 jiwa. Dibanding Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab II ini menjelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari Otonomi daerah, Pertumbuhan ekonomi, Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana sebenarnya bukanlah merupakan barang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Semenjak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil output yang dibentuk oleh berbagai sektor ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei Sosial

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2015

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2015 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 01/10/1204/Th. XIX, 12 Oktober 2016 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2015 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tapanuli Tengah pada Tahun 2015 mencapai

Lebih terperinci

Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya

Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya 1. APBN merupakan instrumen untuk mengendalikan perekonomian saat terjadinya infali atau deflasi. Hal ini menggambarkan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN 07/07/Th. XI, 18 JULI 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2016

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya

Lebih terperinci