BAB II URAIAN TEORITIS. dan nomy artinya aturan atau undang-undang, jadi autonomy artinya hak untuk
|
|
- Widya Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Otonomi Daerah Pengertian Otonomi Daerah Otonomi daerah berasal dari kata autonomy dimana auto artinya sedia dan nomy artinya aturan atau undang-undang, jadi autonomy artinya hak untuk mengatur dan memerintah daerah sendiri atas inisiatif sendiri dan kemampuan sendiri dimana hak tersebut diperoleh dari pemerintah pusat. Dalam ketentuan umum undang-undang no.22 tahun 1999, pengertian otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemamfaatan sumberdaya nasional serta serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan Tujuan Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Tujuan desentralisasi dan otonomi berdasarkan dua sudut pandang kepentingan, yaitu kepentingan pemerintah pusat dan kepentingan pemerintah
2 daerah. Dilihat dari sudut pandang pemerintah pusat sedikitnya ada 4 (empat) tujuan utama dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yaitu: 1. Pendidikan politik 2. Pelatihan kepemimpinan 3. Menciptakan stabilitas politik 4. Mewujudkan demokratisasi sistem pemerintahan di daerah. Sementara bisa dilihat dari sisi kepentingan daerah otonomi daerah adalah mewujudkan yang disebut dengan : 1. Politik quality, ini berarti bahwa melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam bebagai aktivitas politik ditingkat lokal. 2. Local accountability, ini berarti akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan masyarakatnya. 3. Local responsiveness, pemerintah daerah dianggap lebih banyak mengetahui berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya, maka kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah diharapkan akan mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus meningkatkan percepatan pembangunan Sosial dan ekonomi. Dan lebih jauh lagi, tujuan utama dari konsep desentralisasi dan otonomi daerah dengan tidak hanya membatasinya pada konteks hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah, maka semuanya bermuara pada pengaturan mekanisme hubungan antara Negara dan masyarakat. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah bertujuan untuk membuka akses yang lebih besar kepada
3 masyarakat sipil untuk berpartisipasi baik pada proses pengambilan keputusan di daerah maupun didalam pelaksanaannya. Gambaran umum tentang tujuan ideal dari kebijakan desentralisasi dan otonomi darah diatas, keberhasilan akan sangat bervariasi serta relative dan konseptual sifatnya pada tiap-tiap daerah. Seperti dari perspektif ekonomi politik, salah satu faktor penting yang dapat mengganggu pencapaian tujuan desentralisasi dan otonomi daerah. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena potensi sumberdaya, kelengkapan prasarana sosial ekonomi dan kemampuan kelembagaan daerah (masyarakat) masih sangat terbatas. Kemajuan antar daerah,antar kelompok pendapatan, dan antar sektor kegiatan ekonomi belum sepenuhnya berimbang. Sehingga pemerintah daerah dalam hal ini harus tetap berpegang pada koridor bahwa pembangunan daerah yang ada harus dilakukan dari, untuk dan oleh pelaku-pelaku pembangunan daerah yang bersangkutan. 2.2 Derajat Otonomi Fiskal Daerah Hubungan fiskal pemerintah daerah dan pusat dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi antar berbagai tingkat pemerintah, serta bagaimana cara mencari sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan- kegiatan sector publiknya (Devas, 1989: 179). Menurut Davey (1989:14) ada empat criteria yang perlu diperhatikan untuk menjamin adanya sistem hubungan pusat dan daerah, yaitu: 1. Sistem tersebut seharusnya memberikan kontribusi kekuasaan yang rasional diantara tingkat pemerintahan mengenai penggaliaan sumber-
4 sumber dana pemerintah dan kewenangannya, yaitu suatu pembagian yang sesuai dengan pola umum desentralisasi. 2. Sistem tersebut seharusnya menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber-sumber dana masyarakat secara keseluruhan untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 3. Sistem tersebut seharusnya sejaur mungkin mendistribusikan pengeluaran pemerintah secara adil diantara daerah daerah atau sekurang - kurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar tertentu. 4. Pajak atau retribusi yang dikenakan oleh pemerintah daerah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber- sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelengaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga pendapatan asli daerahnya (PAD) harus menjadi sumber keuangan yang lebih besar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah akan mengatur secara pasti pengalokasian dana perimbangan yaitu
5 bagian dari penerimaan negara yang dihitung menurut kriteri atau formula berdasarkan obyektifitas, pemerataan dan keadilan. 2.3 Keuangan Pusat dan Daerah Teori Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam undang-undang Nomor undang-undang 22 tahun 1999 terdapat dasar dan sistem hubungan pusat dan daerah yang dirangkum dalam 3(tiga) hal prinsip utama yaitu: a. Desentralisasi yang mengandung arti penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah tingkat atas ke pemerintah daeh. b. Dekonsentrasi yang berarti perlimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertical tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat daerah. c. Tugas pembantuan yang berarti pengkoordinasian prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi oleh kepala daerah yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa tunggal didaerah dan wakil pemerintah pusat didaerah. Akibat prinsip ini dikenal daerah otonom dan wilayah administratif. Selanjutnya menurut Menurut Kuncoro (1997), berpijak pada tiga azas di atas (desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan ), pengaturan hubungan keuangan pusat dan daerah didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Urusan yang merupakan tugas-tugas pemerintah daerah dalam rangka dekonsentrasi dibiayai dari dan atas APBN.
6 b. Urusan yang merupakan tugas-tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari atas APBD. c. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakannya dalam rangka tugas pembantuan, dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau pemerintah daerah tingkat atasnya atas baban APBD-nya sebagai pihak yang menugaskan. Sepanjang potensi sumbeer-sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan Kemandirian Keuangan daerah Ketergantungan fiskal pemerintah daerah dari pemerintah pusat adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri, realitas tersebut ditandai dengan adanya hubungan fiskal antara pusat dan daerah yang memberlakukan adanya control pusat terhadap proses pembangunan daerah yang tinggi. Hubungan ini jelas terlihat dari rendahnya proporsi PAD (Pendapatan Asli Daerah ) terhadap total pendapatan daerah disbanding besarnya subsidi yang diterima dari pemerintah pusat. Untuk mengukur indicator kemampuan fiskal daerah sebagai cara mengetahui kemandirian pemerintah daerah dapat digunakan perbandingan antara kemampuan dalam menggali dana melalui sumber-sumber PAD terhadap total penerimaan daerah (kuncoro). Apabila rasio tersebut semakin besar. Persoalan kecilnya PAD ini menjadi sangat relevan ketika dikaitkan dengan otonomi daerah. Dengan kata lain, masih cukup banyak pemerintah kabupaten yang tidak siap menghadapi otonomi, jika otonomi itu dimaknai dengan kemampuan keuangan daerah membiayai pembangunan dari sumber-
7 sumber penerimaan daerah (PAD). Tetapi ketergantugan tersebut justru semakin tinggi terjadi pada daerah dimana titik berat otonomi dilaksanakan sesuai dengan undang-undang Nomor 22/1999. Tingkat kemandirian yang rendah tersebut dapat dicermati kembali dalam sumber-sumber pembiayaan pembangunan dalam suatu daerah. 2.4 Sumber Pendapatan Pemerintah Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pembentukan undang- undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Kadjatmiko (dalam Halim, 2007:194) mengatakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat yang didasarkan pada azas desentralisasi, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax assignment) serta bantuan keuangan (grant transfer) atau dikenal dengan dana perimbangan. Undang undang no 33tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pasal 5 ayat 2 menjelaskan, pendapatan daerah bersumber dari: 1) pendapatan asli daerah ;2) dana perimbangan.
8 2.4.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah yang disebut dengan PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan (uu no. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 18). Sumber pendapatan asli daerah, di peroleh dari: a) pajak daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah tanpa memberikan timbal balik langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang undang yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyeleggaraan pemerintah dalam pembangunan daerah. Selain itu Davey mengemukakan pendapatnya tentan pajak daerah yaitu: 1. pajak yang dipungut oleh pemerintah daerahdengan peraturan pemerintah daerah sendiri. 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tapipendapatan tarifnyadilakukan oleh pemda. 3. Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh pemda. 4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi pungutannya kepada, dibagi hasilkan dengan atau dibebani pungutantambahan(opsen) oleh pemda. b) Retribusi daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pemberian ijin tertentu terkhusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Jenis jenis dari retribusi daerah adalah pajak jasa umum, pajak jasa usaha, retribusi perijinan tertentu.
9 Pembayaran retribusi oleh masyarakat menurut davey adalah: 1. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost daripada pelayanan pelayanan yang disediakan. 2. Dalam beberapa hal retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost daripada pelayanan-pelayanan yang disediakan. Disamping itu menurut kaho, ada beberapa cirri-ciri retribusi yaitu: 1. Retribusi dipungut oleh Negara. 2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis. 3. Adanya kontraprestasiyang secara langsung dapat ditunjuk. 4. Retribusi yang dikenakankepada setiap orang atau badan yang menggunakan atau mengenyam jasa-jasa yang dikeluarkan oleh Negara. Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan terdapat pula sumber-sumber pendapatan lain yaitu penerimaan lain-lain yang sah, namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantungpada potensi daerah itu sendiri Dana Perimbangan sebagai salah satu kesatuan Menurut undang undang No 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 19, 20, 21, dan 23 dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah untuk menandai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dapat digaris bawahi bahwa seyogianya semua pihak melihat dana perimbangan sebagai suatu kesatuan, yakni transfer pusat untuk
10 mengatasi sekaligus ketimpangan vertikal (pusat-daerah) dan ketimpangan horizontal (antar-daerah). Dana perimbangan terdiri dari: 1. Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk menandai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 2. Bagi hasil sumber daya alam, yang meliputi sector kehutanan, pertambangan umum, perikanan, minyak bumu, gas alam, dan panas bumi. 3. Dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. 4. Dana alokasi khusus(dak), selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping sekurang kurangnya 10% dari alokasi DAK (UU Otonomi Daerah 2004: ).
11 Dana Alokasi Umum Diera otonomi daerah, distribusi DAU adalah transfer bersifat umum yang jumlahnya sangat signifikan, dimana penggunaannya menjadi kewenangan daerah. Oleh karena itu DAU dapat dilihat sebagai respon pemerintah terhadap aspirasi daerah untuk mendapatkan bagian dan control yang lebih besar terhadap keuangan Negara. Jumlah yang sangat signifikan itu menyebabkab DAU menjadi sumber penerimaan terpenting bagi hampir semua pemerintah daerah di Indonesia. 2.5 Teori Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan Biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk melakukan kebijakan tersebut. Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu teori makro dan teori mikro (Guritno, 2001). 1. Teori Mikro Tujuan teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan barang publik tersebut. Interaksi antara permintaan dan penawaran barang public untuk menentukan jumlah barang publik yang harus disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang harus disediakan selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain. Sebagai contoh apabila pemerintah menetapkan akan membangun sebuah pelabuahan yang baru. Pembangunan pelabuhan akan menghasilkan permintaan
12 barang lain yang dihasilkan oleh sector swasta seperti, semen, baja, alat-alat angkutan dan sebagainya. Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa factor: a. Perubahan pemerintah akan barang publik b. Perubahan aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang public dan juga perubahan dari kombinasi yang digunakan dalam proses produksi. c. Perubahan kualitas barang public d. Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi. 2. Teori Makro a) Model Pembangunan Tentang Pembangunan Pemerintah Model ini dikembangkan oleh W.W Rostow dan RA Musgrave yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahapan-tahapn ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional cukup besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi penbangunan tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan dan mencapai tahap lepas landas. Bersamaan dengan itu porsi investasi yang dilakukan swasta juga akan meningkat. Tetapi besarnya peranan pemerintah adalah pada tahap ini tidak seimbang dengan adanya banyak kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan pasar itu sendiri, yaitu kasus eksternalitas yang ditimbulkan misalnya pwencemaran lingkungan. Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi total terhadap
13 pendapatan nasional semakin besar, tetapi rasio antara investasi pemerintah dan pendapatan nasional akan semakin kecil. a. Hukum Wagner Pengamatan Adolf Wagner terhadap Negara-negara Eropa Amerika, dan Jepang pada abad ke -19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian semakin meningkat. Wangner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menamakan hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat(the Low of increasing state of activity). Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk hukum, akan tetap dalam pandangannya tidak disebutkan dengan jelas apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pertumbuhan secara relative ataukah secara absolute. Apabila yang dimaksud oleh wagner adalah perkembangan pengeluaran secara relative sebagaimana teori Musgrae, maka hukum wagner adalah sebagai berikut dalam suatu perekonomian, apabila pendapat perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan menigkat. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri dan masyarakat dan sebagainya akan semakin kompleks. Dalam hal ini wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul bagi masyarakat, hokum pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Kelemahan hukum Wangner adalah karena hukum tersebut didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik hokum wagner dapt di formulasikan sebagai berikut(guritno,2001):
14 < <..< Hukum wagner dapat ditunjukkan dengan kurva sebagai berikut: PkPP PPK Kurve 1 Kurve Gambar 2.1 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner c. Teori Peacock dan Wiseman Peacock dan Wiseman adalah dua ahli yang mengemukakan teori perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Pandangan mereka mengenai pengeluaran pemerintah adalah bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluarannya sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang lebih besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut.
15 Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak akan semakin besar meskipun tariff pajaknya tetap (tidak berubah)yang pada gilirannya mengakibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah pula. Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional akan menaikkan pula penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Guritno, 2001). Apabila jadi terganggu, katakanlah karena perang eksternalitas lain, maka pemerintah-pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut. Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak yang lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dan swasta ikut untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek pengalihan (Displacement effect), yaitu adanya gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Jika pada saat terjadi gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian,maka sesudah gangguan berakhir akan timbul efek lain yang disebut efek infeksi (inspection effect), yang menyatakan gangguan sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam inilah menggugah kesadaran masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan pemerintah untuk memperoleh penerimaan yang lebih besar pula. Inilah yang dimaksud dengan analisis sialetika pengeluaran pemerintah.
16 Pengeluaran Pemerintah (GDP) F C A D G 1) B 2) t t-1 Tahun Gambar 2.2 Teori Peacock dan Wiseman 1) Pengeluaran pemerintah 2) Pengeluaran Swasta 23
17 Wagne, Solow, Musgrave Peacock and wiseman Gambar 2.3 kurva perkembangan pengeluaran pemerintah Hipotesis Peacock dan Wiseman ini dikritik oleh Bird. Bird mengatakan bahwa selama ada gangguan sosial memang ada peralihan aktivitas pemerintah dari sebelum gangguan kreativitas yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah dalam presentasenya dalam GNP, akan tetap setelah terjadinya gangguan. Jadi menurut Bird efek pengalihan merupakan hanya gejala jangka pendek. Tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang. Suatu hal yang perlu diperhatikan dalm teori Peacock dan Wiseman adalah mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan akan tetap mereka tidak mengatakan pada tingkat berapakah toleransi perpajakan tersebut. 24
18 2.5.1 Klasifikasi pengeluaran pemerintah Sebelum tahun 2004 belanja daerah dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Pengeluaran rutin Pengeluaran rutin untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi: belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga), angsuran dan bunga utang pemerintah, serta sejumlah pengeluaran pemerintah lainnya. Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisien dan produktivitas pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan tiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi itu antara lain diupayakan melalui penjaminan lokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan dan pembelian barang dan jasa kebutuhan/departemen/ lembaga Negara non departemen, dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap. 2. Pengeluaran Pembangunan Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non fisik. Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggaranya selalu disesuaikan dengan mobilisasi. Dana ini kemudian
19 dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritasyang telah direncanakan. Namun setelahtahun 2004, pada periode belanja daerah terdiri dari : 1. Belanja Aparatur Daerah Belanja aparatur daerah adalah bagian belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, mamfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat. 2. Belanja Pelayanan Publik Belanja pelayanan publik adalah bagian belanja administrasi, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, mamfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciTeori Pengeluaran Pemerintah. Sayifullah, SE., M.Akt. Materi Presentasi. Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro
Teori Pengeluaran Pemerintah Sayifullah, SE., M.Akt Materi Presentasi Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro 1 Rostow dan Musgrave : Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk
19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Perimbangan 2.1.1. Pengertian Dana Perimbangan Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh
12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Pemerintahan Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru, yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan otonomi daerah diberlakukan sejak tanggal 1 januari 2001 membawa implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang. Kebijakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Istilah Otonomi Daerah atau Autonomy berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Dalam mengisi dan melaksanakan pembangunan, masalah keuangan merupakan masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus dilakukan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia. Namun semenjak tahun 2001 pola tersebut berganti dengan pola baru yang disebut desentralisasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22/1999 dan Undang-Undang Nomor 25/1999 telah membawa perubahan yang mendasar dalam pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan otonomi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Menurut Undang Undang no 41 tahun 1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, walaupun sumber daya alam itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk memanfaatkan sumber-sumber
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut dengan Anggaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.
3. Bagi masyarakat, memberikan informasi yang jelas tentang pengelolaan keuangan di Provinsi Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 4. Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah Pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah 2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan daerahnya. Salah satu tujuan dari pembangunan diantaranya adalah meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi berkelanjutan. Seluruh negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu penyerahan kewenangan yang diberikan dari pemerintah pusat yang mana dalam pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu bentuk harapan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi pada beberapa negara di dunia yang melaksanakan sistem pemerintahan desentralisasi. Transfer antar pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B
ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA, SEMARANG, DAN SURAKARTA TAHUN 2001-2006 SKRIPSI Disusun dan diajukan Guna Memenuhi Tugas
Lebih terperinciANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU
ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU Taryono Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang tercermin dalam anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu wujud dari amanah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Desentralisasi Fiskal a. Defenisi Desentralisasi Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7 dan UU No 33 tentang Perimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah menghantarkan bangsa Indonesia memasuki suasana kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah perbaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam pengelolaan keuangan daerah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Besarnya tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Keputusan dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengembangan Wilayah Pada dasarnya pengembangan adalah proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi dan masyarakat meningkatkan kemampuannya
Lebih terperinci