BAB II URAIAN TEORITIS. Menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah hasil dari suatu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II URAIAN TEORITIS. Menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah hasil dari suatu"

Transkripsi

1 BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Anggaran Negara Pengertian Anggaran Negara Menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah hasil dari suatu perencanaan yang berupa daftar mengenai bermacam-macam kegiatan terpadu, baik menyangkut penerimaannya maupun pengeluarannya yang dinyatakan dalam satuan uang dalam jangka waktu tertentu. Negara Indonesia menetapkan anggaran negaranya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggaran negara merupakan salah satu alat politik fiskal untuk mempengaruhi arah dan percepatan pendapatan nasional. Adapun mengenai anggaran yang akan digunakan tergantung pada keadaan ekonomi yang dihadapi. Dalam keadaan ekonomi yang normal dipergunakan anggaran negara yang seimbang, kemudian dalam keadaan ekonomi yang deflasi biasanya dipergunakan anggaran negara yang defisit dan sebaliknya dalam keadaan ekonomi yang inflasi dipergunakan anggaran negara yang surplus. Umumnya anggaran negara dapat diklasifikasikan atas 2 kategori: 1. Anggaran Berimbang (Balanced Budgeting) Anggaran berimbang disusun sedemikian rupa sehingga setiap pengeluaran pemerintah dapat dibiayai oleh penerimaan dari sektor pajak atau sejenisnya, yaitu suatu kondisi dimana penerimaan pemerintah sama dengan pengeluaran pemerintah.

2 2. Anggaran Tidak Seimbang (Unbalanced Budgeting) Anggaran tidak seimbang terdiri dari anggaran surplus dan anggaran defisit. Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan sedangkan anggaran defisit yaitu pengeluaran lebih besar dari penerimaan. Anggaran belanja yang tidak seimbang biasanya akan mempunyai pengaruh yang berlipat ganda terhadap pendapatan nasional Fungsi Anggaran Negara Anggaran yang dimiliki oleh suatu negara mengandung tiga fungsi fiskal utama yaitu: 1. Fungsi Alokasi Pemerintah mengadakan alokasi terhadap sumber-sumber dana untuk mengadakan barang-barang kebutuhan perseorangan dan sarana yang dibutuhkan untuk kepentingan umum. Semuanya itu diarahkan agar terjadi keseimbangan antara uang beredar dan barang serta jasa dalam masyarakat. 2. Fungsi Distribusi Pemerintah melakukan penyeimbangan, menyesuaikan pembagian pendapatan dan mensejahterahkan masyarakat. 3. Fungsi Stabilitas Pemerintah meningkatkan kesempatan kerja serta stabilitas harga barang-barang kebutuhan masyarakat dan menjamin selalu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mantap.

3 2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam menyusun suatu anggaran harus berkaitan antara dana-dana yang akan dikeluarkan dan tujuan yang akan dicapai. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berisikan daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara dalam satu tahun anggaran (1 Januari 31 Desember). Namun ada juga yang dimulai dari 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Pola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan realisasinya adalah untuk melaksanakan tugas sehari-hari (rutin) dalam rangka pelaksanaan kegiatan dibidang pemerintahan Perumusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diajukan oleh presiden dalam bentuk rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah melalui pembahasan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. Berdasarkan perkembangannya jika ditengah-tengah tahun anggaran yang berjalan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat mengalami perubahan. Pada kondisi tersebut pemerintah harus mengajukan kembali Rancangan Undang- Undang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) kembali. Perubahan

4 yang akan dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan Anggaran DPR. Khusus untuk kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya seperti bencana alam, pemerintah dapat melakukan perubahan anggaran yang belum tersedia. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibedakan menjadi anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Suatu anggaran rutin yang terdiri dari: a. Anggaran penerimaan rutin (dalam negeri) b. Anggaran belanja (pengeluaran) rutin Sedangkan untuk melaksanakan tugas pembangunan (non rutin) disusun anggaran pembangunan yang terdiri dari: a. Anggaran penerimaan pembangunan b. Anggaran belanja (pengeluaran) pembangunan Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki enam fungsi dalam rangka membentuk struktur perekonomian negara antara lain: 1. Fungsi Otoritas Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja negara pada tahun yang bersangkutan, dengan demikian pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. 2. Fungsi Perencanaan Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun

5 tersebut. Bila pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk mendukung pembelanjaan tersebut. Misalnya telah direncanakan atau dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan, maka pemerintah dapat mengambil tindakan untuk persiapan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar. 3. Fungsi Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 4. Fungsi Alokasi Bahwa suatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus diarahkan untuk mengurangi penggangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 5. Fungsi Distribusi Bahwa kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 6. Fungsi Stabilitas Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. 2.3 Penerimaan Negara Penerimaan negara adalah penerimaan pemerintahan yang meliputi penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang dan jasa

6 yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah, mencetak uang dan sebagainya (Suparmoko, 1986:93). Penerimaan negara baik dari dalam negeri ataupun yang berasal dari luar negeri sangat penting bagi proses keberhasilan proses pembangunan nasional, terutama penerimaan pemerintah dari dalam negeri yaitu berupa penerimaan pajak dan bukan pajak serta penerimaan migas dan non migas. Penerimaan ini digunakan untuk menutupi pengeluaran rutin pemerintah dan sisanya akan menjadi tabungan pemerintah. Kelebihan dana tersebut yang kemudian akan menjadi sumber pembangunan apabila tidak tersedia, maka pembangunan harus dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Menurut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pendapatan Negara dibedakan menjadi (Soetrisno, 1982:97) : a. Sumber-sumber penerimaan rutin b. Sumber-sumber penerimaan pembangunan Penerimaan (Rutin) Dalam Negeri Penerimaan dalam negeri terdiri atas penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan perpajakkan Penerimaan perpajakkan dapat dikelompokkan atas beberapa jenis, yaitu: 1. Pajak Penghasilan (PPh) Pajak penghasilan merupakan biaya atau tarif yang ditetapkan sesuai dengan besarnya penghasilan seseorang.

7 2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Pajak pertambahan nilai barang dan jasa merupakan tarif yang dikenakan atas nilai tambah barang dan jasa sedangkan pajak penjualan atas barang mewah merupakan pajak yang dikenakan terhadap barangbarang mewah yang diimpor dari luar negeri. 3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak bumi dan bangunan merupakan pungutan yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang didirikan di atasnya. Hasil pemungutan tersebut 90% dikembalikan kepada daerah setempat dan sisanya 10% digunakan untuk pemerintah pusat. 4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan merupakan jenis penerimaan pajak yang dikenakan atas nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru. 5. Pajak Lainnya Pajak lainnya terdiri bea materai dan cukai. Bea materai merupakan tarif yang dikenakan atas dokumen, dokumen terutang dan tidak terutang. Cukai merupakan pemungutan atas barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir. 6. Cukai Kebijaksanaan pemungutan cukai tidak semata-mata dilaksanakan untuk mengisi kas negara tetap juga bertujuan sebagai alat pengatur

8 dalam rangka perlingungan bagi masyarakat. Dasar perhitungan besarnya tarif cukai tergantung kepada jumlah barang kena cukai, tarif, dan harga dasar. 7. Bea Masuk Bea masuk merupakan tarif yang dikenakan atas barang-barang yang di impor dari luar negeri. Selain sebagai penerimaan negara bea masuk yang bertujuan untuk memproteksi produksi dalam negeri. 8. Tarif Ekspor Tarif ekspor merupakan tarif atas beberapa komotidi yang akan di ekspor. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD) merupakan penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD) dapat dikelompokan menjadi: 1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah 2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA) 3. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan 4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah 5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal pengenaan denda administrasi 6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah 7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam UU tersendiri

9 2.4 Pengeluaran Negara Pengeluaran negara diartikan sebagai pengeluaran pemerintah dalam arti yang seluas-luasnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaran negara tergantung pada macam dan sifat dari pengeluaran pemerintah tersebut baik untuk kebutuhan harian atau rutin maupun untuk memenuhi pencapaian pembangunan. Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi (Seotrisno, 1982:339) : a. Pengeluaran (belanja) rutin b. Pengeluaran (belanja) pembangunan Pengeluaran (Belanja) Rutin Pengeluaran rutin merupakan pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga dan cicilan utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Pengeluaran rutin digunakan untuk menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasinal dan pemeliharaan asset negara, pemenuhan kewajiban kepada luar negeri, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian. Terjadinya kenaikan pengeluaran rutin pemerintah yaitu pada belanja pegawai, subsidi serta pembayaran bunga utang luar negeri yang menyebabkan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus meningkat. Dana yang dialokasikan kepada belanja pegawai berupa peningkatan gaji pegawai dan dana untuk pensiunan, sementara kondisi lonjakan harga minyak mentah dunia mengakibatkan pemerintah melakukan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berawal di tahun 1997/1998 semakin membengkakkan dana yang

10 harus dikeluarkan oleh pemerintah. Kemudian semakin meningkatnya jumlah utang luar negeri serta merta mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah pembayaran bunga utang. Hal ini disebabkan oleh besarnya jumlah utang luar negeri yang jatuh tempo serta perubahan nilai tukar rupiah fluktuatif terhadap mata uang lain Klasifikasi Pengeluaran Negara Menurut Suparmoko pengeluaran negara secara garis besar dapat diklasifikasikan ke dalam: a. Pengeluaran yang merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa mendatang. b. Pengeluaran yang langsung memberikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. c. Pengeluaran yang merupakan penghematan terhadap pengeluaran masa mendatang. d. Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih luas dan menyebarkan daya beli yang lebih luas Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah menurut beberapa para ahli ekonomi, (Basri dan Subri, 2005:49) antara lain: 1. Model Pembangunan Tentang Pengeluaran Pembangunan Model ini dikemukakan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-

11 tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. a. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar terhadap total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, transportasi dan lainnya. b. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta yang sudah semakin besar akan menimbulkan kegagalan pasar dan menyebabkan pula pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. c. Pada tahap lebih lanjut aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya. 2. Hukum Wagner Wagner mengemukakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Teori Wagner didasarkan pada teori organis mengenai pemerintah yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagi berikut: P k PP 1 PPK t < P k PP 2 PPK 2 <. < P k PP n PPK n

12 Dimana: P k PP adalah Pengeluaran Pemerintah Pekapita PPK adalah Pendapatan Perkapita (GDP/jumlah penduduk) 1,2,.. n adalah jangka waktu (tahun) 3. Teori Peacock dan Wiseman Teori Peacock dan Wiseman (1961) didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar. a. Perkembangan ekonomin menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat yang kemudian menyebabkan penegeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh akrena itu meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. b. Apabila terjadi keadaan tidak normal misalnya perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang, karena itu penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat dan juga harus meminjam dari negara lain untuk membiayai perang. Setelah keadaan normal, tarif pajak belum dapat diturunkan oleh karaena harus mengembalikan bunga pinjaman dan angsuran utang byang digunakan. Adanya gangguan sosial akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta.

13 2.5 Utang Negara Sumber-sumber penerimaan pemerintah yang paling utama adalah dari pajak, pinjaman, dan pencetakan uang. Di samping itu ada sumber penerimaan lain yang memainkan peranan penting yaitu utang negara. Utang negara merupakan sumber-sumber dana tambahan pemerintah baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang berupa pinjaman negara. Sumber pendanaan ini digunakan untuk menutupi kekurangan dana yang mampu diciptakan oleh pemerintah. Berdasarkan sumber perolehannya, utang negara dapat dibedakan menjadi menjadi dua (Suparmoko, 1992:243) yaitu: 1. Utang dalam negeri Utang dalam negeri merupakan pinjaman yang berasal dari orangorang atau lembaga-lembaga sebagai penduduk negara itu sendiri atau dalam lingkungan negara itu sendiri. Utang luar negeri dapat bersifat terpaksa maupun bersifat sukarela. 2. Utang luar negeri Utang luar negeri merupakan pinjaman yang berasal dari orangorang atau lembaga-lembaga negara lain. Utang luar negeri biasanya bersifat sukrela, terkecuali bila ada suatu kekuasaan dari suatu negara atas negara lain. Badan atau lembaga yang menjadi sumber utang atau pinjaman negara dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:

14 a. Individu Dalam Masyarakat Pemberian pinjaman oleh para individu dengan cara membeli obligasi negara. Ini dapat mempengaruhi pola konsumsi dan pola tabungan para individu yang bersangkutan. b. Lembaga Keuangan Bukan Bank Pemerintah dapat pula menjual surat obligasi negara kepada perusahaan asuransi dan sebagainya yang bukan bank. Pembelian obligasi oleh perusahaan jenis ini dilakukan dengan menggunakan dana yang mengganggur yang dimiliki. c. Bank-Bank Umum Dengan pembelian obligasi negara maka bank umum mempunyai tambahan reserve requirement 20%. Kondisi ini memampukan bank umum untuk menciptakan uang giral sebanyak lima kali lipat dan tidak menurunkan pendapatan nasional. d. Bank Sentral Pemerintah dapat menjual obligasi kepada Bank Sentral. Tindakan ini juga menciptakan tenaga lebih seperti halnya bila pemerintah menjual obligasi kepada bank umum Utang Luar Negeri Utang luar negeri adalah pinjaman yang berasal dari orang-orang atau lembaga-lembaga negara lain, yaitu mencakup pemindahan kekayaan (dana) dari negara yang meminjamkan (kreditur) ke Negara peminjam (debitur) pada saat terjadinya pinjaman (Basri dan Subri, 2005:27).

15 Utang luar negeri yang harus di penuhi oleh pemerintah melalui anggaran rutin setiap tahunnya adalah berupa pembayaran bunga utang beserta cicilan pokok utang. Pemerintah menggunakan utang luar negeri adalah sebagai alat pelengkap dalam memenuhi kekurangan dari sumber dana pembangunan Klasifikasi Utang Luar Negeri Bentuk-bentuk utang luar negeri dapat dibedakan atas: 1. Pinjaman/Kredit Bilateral/Multilateral a. Pinjaman/Kredit Bilateral: misalnya bantuan/kredit yang diperoleh dari negara CGI. b. Pinjaman/Kredit Multilateral: misalnya bantuan/kredit dari peserta IBRD, IDA, UNDP, ADB, dan lain-lain. Jangka waktu dan syarat pengembalian bantuan/kredit bilateral/multilateral adalah berdasarkan perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pihak-pihak yang memberikan bantuan/kredit. 2. Pinjaman/Bantuan menurut kategori ekonomi, barang/jasa a. Bantuan Program: yaitu berupa pangan, misalnya dalam rangka PL 480 atau dalam bentuk devisa kredit. b. Bantuan Proyek: yaitu bantuan yang diperoleh untuk pembiayaan dan pengadaan barang/jasa pada proyek-proyek pembangunan. c. Bantuan Teknik: yaitu berupa pengiriman tenaga ahli dari luar negeri atau tenaga-tenaga Indonesia yang dilatih diluar negeri.

16 2.5.3 Negara dan Lembaga Donor Utama Indonesia Kebijakan utang luar negeri tidak hanya tergantung pada kebijakan negara peminjam dalam mengelola utang luar negeri tetapi hingga tingkat tertentu juga dipengaruhi ole kebijakan dari pihak pemberi. Pemberian utang luar negeri secara ketat akan membuat ketergantungan kepada negara atau lembaga pendonor rendah atau tingkat efektivitas penggunaannya tinggi. Adapun negara-negara atau lembaga pendonor utama Indonesia (Tulus, 2008:269) antara lain : 1. Lembaga-Lembaga Donor a. Internasional Bank of Reconstruction and Development (IBRD) Awal berdirinya IBRD (Bank Dunia) hingga sekarang memiliki fokus pemberian utang untuk memerangi kemiskinan di dunia. Untuk mencapai tujuan ini, IBRD memberi bantuan atau pinjaman kepada banyak negara termasuk Indonesia. Indonesia menggunakan dana IBRD untuk mendanai aspek-aspek pembangunan diantaranya pendidikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), infrastruktur dan fasilitas transportasi serta komunikasi, pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan dan banyak lainnya. b. Asian Development Bank Fungsi awal ADB adalah sebagai pemberi pinjaman proyek yang mendukung investasi negara berkembang anggota ADB di sektor pertanian, industri, dan infrastruktur. Namun sejak pertengahan an ADB juga telah mendukung reformasi kelembagaan dan kebijakan yang lebih luas berupa pinjaman proyek dan pinjaman program.

17 c. Japan Bank for Internasional Cooperation (JBIC) Pinjaman lunak yang diberikan oleh pemerintah Jepang ke negara berkembang termasuk Indonesia disalurkan dalam kerangka Official Development Assistance (ODA), yang disalurkan lewat JBIC. Asia Tenggara merupakan wilayah perhatian khusus ODA dengan jumlah hampir 60% dari bantuan bilateral Jepang ke negara berkembang berupa pengembangan SDM dan pembangunan infrastruktur sosial and ekonomi. 2. Negara-Negara Donor a. Pemerintah Jepang Berbeda dengan prioritas ODA secara umum, untuk pemerintah Indonesia, pemerintah Jepang memprioritaskan pendanaan oleh pinjaman yen pada pembangunan infrastuktur ekonomi untuk menciptakan iklim investasi yang nyaman dan didukung oleh reformasi pada setiap sektor, dua diantaranya adalah tenaga listrik dan transportasi. b. Pemerintah Jerman Pemerintah Federal Jerman menyalurkan bantuan atau pinjaman luar negerinya ke negara berkembang seperti Indonesia melalui German Technical Cooperation (GTZ) dengan tujuan mendukung pelaksanaan proyek-proyek kerja sama teknik yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi. c. Pemerintah Perancis

18 Pinjaman luar negeri pemerintah Perancis disalurkan lewat France Protocol Loan yang membiayai proyek-proyek di 16 negara berkembang termasuk Indonesia. Sejak tahun1960-an hingga tahun1995 Indonesia penerima kedua terbesar yaitu US$ 150 juta namun pada masa krisis ekonomi hingga tahun 2001 pinjaman dari pemerintah Perancis terhenti akibat situasi politik yang tidak menentu di Indonesia. d. Pemerintah Korea Selatan Seperti pemerintah Jepang, pemerintah Korea Selatan juga memberikan pinjaman kepada Indonesia dalam kerangka ODA yang disalurkan melalui the Economic Development Cooperation Fund (EDCF) yang dibentuk pada tahun Bantuan yang diberikan terutama untuk pembangunan industry dan stabilitas ekonomi di negara-negara peminjam Pertumbuhan Utang Luar Negeri Indonesia Menurut Tulus T. H. Tambunan, masalah utang luar negeri Indonesia tidak lagi menjadi hal baru. Hal ini dikarenakan Indonesia sudah memiliki utang luar negeri bahkan sejak masa penjajahan Belanda. Namun utang luar negeri muncul sebagai masalah serius setelah terjadi transfer negatif bersih pada pertengahan dekade 80-an, yakni utang baru yang diterima lebih kecil daripada cicilan pokok dan bunga yang harus dibayar setiap tahunnya. Utang luar negeri yang baru sama sekali tidak bisa digunakan sesuai tujuannya selain untuk membayar sebagian cicilan pokok dan bunganya.

19 Utang luar negeri pemerintah Indonesia pada tahun 1950 sebesar US$ 7,8 miliar yaitu berupa warisan utang pada masa pemerintahan Hindia Belanda sebesar US$ 4 miliar dan utang baru US$ 3,8 miliar. Kondisi ini disebabkan sektor swasta yang belum berkembang sehingga pemerintah hanya memiliki utang luar negeri saja. Pada masa pemerintahan Soekarno jumlah keseluruhan utang luar negeri Indonesia sebesar US$ 6,3 miliar, jumlah tersebut merupakan kumulatif dari utang luar negeri masa penjajahan sebelumnya. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh dua hal pendorong utama yaitu: 1. Pemerintahan Orde Baru pada saat itu menganggap utang luar negri sebagai salah satu langkah tepat untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan melalui pembangunan yang sebagian besar dibiayai oleh utang luar negeri. 2. Pada masa pemerintahan Orde Baru banyak perusahaan swasta yang melakukan peminjaman dana dari luar negeri selain pemerintah. Pertumbuhan negatif utang luar negeri Indonesia baru terjadi tahun 1999 yakni 0,2% pemicunya adalah sejak terjadinya krisis ekonomi tahun1998. Pada saat itu perekonomian Indonesia mencapai titik terburuk. Para konglomerat di zaman Orde Baru dituduh sebagai salah satu penyebab jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada saat itu.

20 2.6 Peranan Utang Luar Negeri Dalam APBN Utang merupakan salah satu alternatif yang dipilih sebagai sumber pembiayaan karena adanya kebutuhan yang perlu diselesaiakan segera. Dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), utang luar negeri dimaksudkan sebagai penerimaan pembangunan yang berasal dari pinjaman program dan pinjaman proyek. Dana luar negeri yang diperoleh kemudian digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan di berbagai sektor kehidupan negara. Dapat dikatakan bahwa utang luar negeri pemerintah Indonesia hanya berfungsi sebagai pelengkap dalam pengeluaran pembangunan maupun total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun semua utang luar negeri pemerintah tetap dan terus saja semakin besar setiap tahunnya pada masa lalu sejak Pelita I hingga Pelita VI. Selain dari sisi pengeluaran, dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penerimaan negara sebagai aspek terpenting dalam pembentukkan tabungan pemerintah. Apabila pemerintah mampu membiayai pembangunan dari tabungan pemerintah yang tersedia yaitu sisa dari penerimaan dalam negeri setelah dikurangi pengeluaran pembanguan, maka Indonesia tidak lagi memerlukan utang dari luar negeri. Namun kenyataannya tabungan pemerintah tidak mampu untuk membiayai semua kegiatan pembangunan, untuk itu pemerintah harus mengusahakan kekurangan dari sumber lain salah satunya dengan fasilitas utang luar negeri yang berperan hanya sebagai pelengkap. Namun peran pelengkap ini semakin mengkhawatirkan karena adanya beberapa rintangan dan pembatasan. Batasan umum adalah mengenai kapasitas

21 negara peminjam tersebut untuk membayar kembali pinjaman dan bunganya di masa yang akan datang. Di negara-negara berkembang oleh karana lambannya pertumbuhan ekspor dan penerimaan devisa yang dapat dipakai untuk mambayar kembali utang beserta bunganya, pemerintah harus menyusun anggaran yang lebih rasional dan bertanggung jawab agar polemik utang luar negeri tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari. 2.7 Hubungan APBN terhadap Pembayaran Cicilan Utang Luar Negeri Pembayaran cicilan utang luar negeri beserta bunganya atas pinjaman luar negeri merupakan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memberatkan tahun-tahun fiskal mendatang, karena semakin besarnya jumlah pinjaman luar negeri setiap tahunnya dan semakin berakumulasi. Sampai sekarang kemungkinan untuk menghentikan pinjaman luar negeri dalam pemeliharaan daya gerak pembangunan belum terlihat pasti. Pinjaman yang diperoleh Indonesia masih berperan dominan dalam beberapa hal dan sepanjang anggaran masih tetap defisit bila tanpa bantuan dari luar negeri. Semakin besar jumlah pengeluaran pembangunan yang harus dipenuhi oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka penyediaan dana untuk pengeluaran rutin akan semakin membengkak. Pembengkakan yang terjadi salah satunya berupa pembayaran bunga utang beserta cicilan pokok utang luar negeri. Sedangkan jumlah bunga utang luar negeri yang harus dibayar pemerintah cenderung lebih besar dari cicilan pokok utang itu sendiri, bahkan penyediaan dana untuk kewajiban utang luar negeri termasuk komponen terbesar dalam anggaran. Keseluruhan hal tersebut akan semakin

22 memperberat pengeluaran rutin pemerintah. Sehingga pemerintah harus memperkuat komponen lainnya seperti penerimaan dalam negeri dan mengefisiensikan jumlah pengeluaran rutin, agar jumlah kewajiban utang tidak perlu diperberat melalui pembentukan utang yang baru. Anggaran yang semakin ketergantungan akan kemampuan utang luar negeri akan semakin mempersulit perekonomian negara yang bersangkutan untuk memulihkan pembangunan.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara Keuangan Negara dan Perpajakan Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA SUMBER PENERIMAAN Pajak Retribusi Keuntungan BUMN/BUMD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual. Masyarakat seperti ini akan tercapai dengan dihapuskannya

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual. Masyarakat seperti ini akan tercapai dengan dihapuskannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara memiliki arah dan strategi untuk senantiasa mewujudkan masyarakat adil dan makmur secara merata, baik materiil maupun spiritual. Masyarakat

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

PENERIMAAN NEGARA. Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari LOGO

PENERIMAAN NEGARA. Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari LOGO PENERIMAAN NEGARA Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari APBN Sumber-sumber Penerimaan Negara Jenis-jenis Penerimaan Negara Penerimaan pemerintah dapat diartikan sebagai penerimaan

Lebih terperinci

Teori Pengeluaran Pemerintah. Sayifullah, SE., M.Akt. Materi Presentasi. Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro

Teori Pengeluaran Pemerintah. Sayifullah, SE., M.Akt. Materi Presentasi. Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro Teori Pengeluaran Pemerintah Sayifullah, SE., M.Akt Materi Presentasi Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro 1 Rostow dan Musgrave : Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

TEORI PENGELUARAN NEGARA. Dwi Mirani, S.IP

TEORI PENGELUARAN NEGARA. Dwi Mirani, S.IP TEORI PENGELUARAN NEGARA Dwi Mirani, S.IP 1 TEORI PENGELUARAN NEGARA Musgrave dan Rostow Perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara Pada tahap awal perkembangan

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Penjelasan UU No.2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya

Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya 1. APBN merupakan instrumen untuk mengendalikan perekonomian saat terjadinya infali atau deflasi. Hal ini menggambarkan

Lebih terperinci

Makalah Penerimaan Negara

Makalah Penerimaan Negara Makalah Penerimaan Negara Disusun Oleh: Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012 DAFTAR ISI BAB I BAB II BAB III Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a 2004 dan -P 2004 Keterangan -P ( (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,8 20,3 1. Penerimaan Perpajakan 272.175,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan anggaran dana yang memadai untuk memenuhinya guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH Abstrak Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintah. Namun dalam APBN terdapat istilah Pajak Ditanggung

Lebih terperinci

SOAL APBN DAN PAJAK MONETER

SOAL APBN DAN PAJAK MONETER SOAL APBN DAN PAJAK MONETER 1. Penyusunan anggaran pendapatan dan belanja Negara tahun 2005 diatur berdasarkan. a. UUD 1945 pasal 23 b. UUD 1945 pasal 33 c. UU No. 17 tahun 2003 d. UU RI No. 16 tahun 1994

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, keadaan dan perkembangan perdagangan luar negeri serta neraca pembayaran internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah Indonesia terbelit

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Perhitungan

Lebih terperinci

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENDAPATAN, HIBAH, BELANJA PEMERINTAH

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENDAPATAN, HIBAH, BELANJA PEMERINTAH ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) PENDAPATAN, HIBAH, BELANJA PEMERINTAH Pendapatan, Hibah, Belanja Pemerintah Sesi 4 Copyright 2016 bandi.staff.fe.uns.ac.id. SIKLUS APBN & ASUMSI DASAR EKONOMI Tujuan Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

S U M B E R P E N E R I M A A N N E G A R A

S U M B E R P E N E R I M A A N N E G A R A S U M B E R P E N E R I M A A N N E G A R A RU RRY A NDRYA NDA S T I A B A N T E N 2 0 1 6 1 APARATUR NEGARA Negara memerlukan dana yang cukup untuk membiayai pengeluarannya, baik yang sifatnya rutin maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 250, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4052) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH DEFINISI Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Perhitungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA

SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA Direktorat Jenderal Pajak 07 September 2013 Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta PAJAK SEBAGAI KEWAJIBAN BAGI WARGA NEGARA Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 Segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UMUM Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 67 BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 2010-2012 Untuk memperoleh gambaran tentang pengelolaan keuangan Negara dalam APBN Indonesia, maka akan diuraikan sejumlah poin pembahasan menyangkut

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002

UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002 1 of 7 27/04/2008 2:30 PM UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002 Menimbang : d. e. Mengingat : 1. 2. 3. 4. 5. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : dan.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1994/1995.........

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN

DATA POKOK APBN DATA POKOK - DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan...... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) No. 63, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN 2008. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UMUM Berbagai tekanan ekonomi baik internal maupun eksternal, yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 UMUM Anggaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Perhitungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

TEORI PENGELUARAN NEGARA

TEORI PENGELUARAN NEGARA 1 TEORI PENGELUARAN NEGARA Musgrave dan Rostow Perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PE^fDAPATAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TAHUN Zulkarnaini

PE^fDAPATAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TAHUN Zulkarnaini Jurml Ekonomi Volume 18, Nomor 2 Juni 2010 PE^fDAPATAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TAHUN 2003-2008 Zulkarnaini Jimisan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Bam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) A. Fungsi dan Peran APBN APBN di negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semenjak merdeka 1945 hingga 1966 atau selama pemerintahan Orde Lama,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semenjak merdeka 1945 hingga 1966 atau selama pemerintahan Orde Lama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semenjak merdeka 1945 hingga 1966 atau selama pemerintahan Orde Lama, ekonomi Indonesia yang bercorak agraris terjerat dalam lingkaran setan kemiskinan atau terjerat

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a APBN 2004 dan 2004 Keterangan APBN (1) (2) (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,9 20,3 1. Penerimaan Perpajakan

Lebih terperinci

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright 2002 BPHN UU 20/1997, PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK *9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Operasi Keuangan Pemerintah Pusat 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA APBN dan Peran Pemerintah Materi 5

PEREKONOMIAN INDONESIA APBN dan Peran Pemerintah Materi 5 PEREKONOMIAN INDONESIA APBN dan Peran Pemerintah Materi 5 Tujuan pembelajaran: Mahasiswa dapat memahami Pengertian dan Dasar Hukum APBN, Fungsi APBN, Prinsip APBN, Prinsip Penyusunan dan Azas APBN, Sumber

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. BAB I 1 P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional pada dasarnya diselenggarakan untuk masyarakat dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

REALISASI SEMENTARA APBNP

REALISASI SEMENTARA APBNP I. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH REALISASI SEMENTARA 1 Dalam tahun, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.014,0 triliun (16,0 persen dari PDB). Pencapaian ini lebih tinggi Rp21,6 triliun (2,2

Lebih terperinci

UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001

UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001 Copyright (C) 2000 BPHN UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001 *12925 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Perhitungan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 I. UMUM

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P 2007 DAN -P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 :, 2007 dan 2008......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995 2008...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Utang Luar Negeri 1. Pengertian Utang luar negeri adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara membutuhkan dana yang cukup besar dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara membutuhkan dana yang cukup besar dalam melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara membutuhkan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan dan menyelenggarakan pemerintahan. Begitu juga termasuk negara Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan urat-nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan nasional yang sangat vital perannya dalam ketahanan nasional. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Selama 30 tahun dimulai dari pemerintahan orde lama, Selama masa orde baru saja jumlah hutang luar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Perhitungan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2002 (1/2002) TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci