Kebijakan dan Standar Nasional Indonesia (SNI) serta Pengawasan Penggunaan Feed Additive (FA) dan Feed Supplement (FS) Pakan Sapi Perah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kebijakan dan Standar Nasional Indonesia (SNI) serta Pengawasan Penggunaan Feed Additive (FA) dan Feed Supplement (FS) Pakan Sapi Perah"

Transkripsi

1 Kebijakan dan Standar Nasional Indonesia (SNI) serta Pengawasan Penggunaan Feed Additive (FA) dan Feed Supplement (FS) Pakan Sapi Perah Maradoli Hutasuhut Sub-Direktorat Mutu Pakan Direktorat Pakan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Inovasi Teknologi Feed Additive dan Supplement untuk Peningkatan Produktifitas Sapi Perah Bandung, 22 Mei 2014

2 Outline Presentasi Pendahuluan Kondisi Industri Persusuan Saat Ini Evaluasi Bantuan Penguatan Pakan Sapi Perah Standar Nasional Indonesia (SNI) Pengawasan FA/FS: Draft Permentan Tentang Penggunaan Imbuhan Pakan Dan Pelengkap Pakan Sebagai Campuran Pakan Kesimpulan

3 PENDAHULUAN Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf hidup, dan kemandirian petani ternak, serta dalam rangka pencapaian kecukupan pangan. Sapi perah merupakan ternak penghasil susu, sekaligus juga sebagai ternak yang memproduksi daging. Pembangunan persusuan di Indonesia sangat penting karena peranannya yang vital dalam peningkatan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa di era global sekarang ini. Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar Pemerintah Indonesia mencerdaskan kehidupan bangsa, Pemerintah mempunyai kewajiban penyediaan pangan hewani asal ternak yang bergizi tinggi dalam jumlah cukup, terjangkau, aman dan halal

4 KONDISI INDUSTRI PERSUSUAN SAAT INI Periode permintaan susu untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri meningkat rata-rata 14,78 persen per tahun, Namun pertumbuhannya cenderung menurun dari 13,97 persen tahun 2008 menjadi 7,17 persen tahun Kebutuhan susu hingga tahun 2012 telah mencapai sekitar 2,84 juta ton, yang dapat dipenuhi dalam negeri sebesar 1.02 juta ton, kekurangannya (64%) dipenuhi melalui impor susu bubuk dari Australia dan Selandia Baru. Produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) pada tahun 2012 sebesar 1.02 juta ton yang didominasi oleh susu asal sapi Frisian Holstein (FH). Kenaikan harga daging sapi yang dimulai pertengahan 2012 hingga tahun 2013 berakibat pada tingginya pemotongan sapi perah sehingga terjadi penurunan populasi secara nasional menjadi 453 ribu ekor (penurunan 25% dibanding tahun 2012).

5 PERMASALAHAN INDUSTRI SUSU Harga susu segar di tingkat peternak yang relatif rendah Konsumsi susu yang masih rendah dan produksi susu yang hanya mengandalkan produksi dari sapi perah Frisian Holstein (FH) Produktivitas ternak perah rendah, pengetahuan dan ketrampilanpeternak kurang Manajemen kelembagaan kelompok yang belum efektif dan efisien Belum ada investasi untuk penyediaan bibit ternak perah dan kesejahteraan peternak perah yang belum baik

6 Konsumsi Susu per Kapita di Asia Tenggara, 2011 No Negara Konsumsi Susu (dalam Kg) 1 Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Thailand Timor Leste Vietnam 12.1 Sumber : FAO 2013

7 EVALUASI BANTUAN PENGUATAN PAKAN SAPI PERAH Kerjasama Direktorat Pakan Ternak, Ditjen PKH dengan Pihak Swasta Pengumpulan data dari seluruh kelompok dan seluruh satker, data yang dikumpulkan : Rekapitulasi Kepemilikan Ternak per kelompok Rekapitulasi pencatatan produksi susu harian per anggota kelompok Rekapitulasi pencatatan kualitas susu Rekapitulasi pencatatan pendapatan peternak/ kelompok Pelaksanaan survai: Akhir 2013 Sumber: Evaluasi BLP Dit Pakan, 2013

8 DATA UMUM PROVINSI KABUPATEN KELOMPOK PETERNAK (ORANG) SAPI PERAH (EKOR) DIY SLEMAN JABAR BANDUNG BANDUNG BARAT ,200 JATENG BOYOLALI SEMARANG JATIM PASURUAN ,200 Sumber: Evaluasi BLP Dit Pakan, 2013 MALANG Jumlah 100 2,825 6,000

9 SKALA KEPEMILIKAN TERNAK Bandung Boyolali Pasuruan Semarang Sleman RataanKepemilikan Sumber: Evaluasi BLP Dit Pakan, 2013

10 JUMLAH PEMBERIAN HIJAUAN Kg Kg Kg Kg >50 Kg Bandung Boyolali Pasuruan Semarang Sleman Sumber: Evaluasi BLP Dit Pakan, 2013

11 JENIS HIJAUAN YANG DIBERIKAN Rumput Setia 15% Daun Petai Cina 1% Daun Ubi 3% Jerami Jagung 7% Kaliandra 1% King Grass 2% Rumput Lapangan 20% Legum Centro 1% Rumput Kolonjono 12% Rumput Gajah 38% Sumber: Evaluasi BLP Dit Pakan, 2013

12 JENIS PAKAN TAMBAHAN Tepung Gaplek 2% Ubi 2% Wafer 2% Ampas Ketela 1% Singkong 19% Ampas Tahu 18% Roti Sortir 5% Bekatul/Dedak 21% Roti 2% Pollard 14% Sumber: Evaluasi BLP Dit Pakan, 2013 Pepaya 2% Onggok 3% Mineral 1% Gamblong 8%

13 TEMPAT PENYIMPANAN PAKAN BANTUAN TEMPAT PENYIMPANAN BLP Ada Tdk Ada PENCATATAN KELUAR MASUK PAKAN BLP Ada Tdk Ada Bandung Boyolali Pasuruan Semarang Sleman Bandung Boyolali Pasuruan Semarang Sleman Sumber: Evaluasi BLP Dit Pakan, 2013

14 RATAAN HARGA SUSU, DES 2013 Rp4,500 Rp4,000 Rp3,500 Rp3,724 Rp3,570 Rp4,046 Rp3,356 Rp3,556 Rp3,000 Rp2,500 Rp2,000 Rp1,500 Rp1,000 Rp500 Rp0 Bandung Boyolali Pasuruan Semarang Sleman Sumber: Evaluasi BLP Dit Pakan, 2013

15 STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) merupakan konsolidasi iptek dan pengalaman SNI adalah dokumen berisi ketentuan teknis (aturan, pedoman atau karakteristik) dari suatu kegiatan atau hasilnya yang dirumuskan secara konsensus dan ditetapkan oleh BSN untuk dipergunakan oleh stakeholder dengan tujuan mencapai keteraturan yang optimum ditinjau dari konteks keperluan tertentu untuk menjamin agar suatu standar merupakan kesepakatan pihak yang berkepentingan

16 STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. Dirumuskan oleh Panitia Teknis Ditetapkan oleh BSN

17 Tujuan Standardisasi Nasional Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun kelestarian fungsi lingkungan hidup Membantu kelancaran perdagangan Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan

18 Manfaat Standar Produsen/Industri paham akan kepastian batas/persyaratan yang diterima pasar. kepastian tingkat mutu acuan dalam pembinaan/proses produksi Meningkatkan efisiensi produksi, mutu barang/jasa Meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan, antar produsen, antara produsen dan konsumen Pengguna/Konsumen memperoleh kepastian kualitas dan keamanan produk. Publik/Masyarakat dilindungi dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan dan kelestarian lingkungan. Perlindungan Konsumen

19 APA KEUNTUNGAN SNI? Produsen paham kepastian batas yg diterima pasar Pengguna memperoleh kepastian kualitas dan keamanan produk Publik dilindungi segi keamanan, kesehatan dan lingkungan

20 PROSEDUR PENETAPAN SNI SNI disusun oleh Panitia Teknis/Sub Panitia Teknis (PT/SPT) Perumusan SNI yang ditetapkan oleh Kepala BSN SNI disusun berdasarkan konsensus dengan melibatkan semua stakeholder dan taat azas, mengacu pada ketentuan internasional dalam perumusan standar Dalam perumusan SNI sejauh mungkin harmonis (selaras) dengan standar internasional dan sesuai dengan kebutuhan pasar

21 PROSEDUR PENETAPAN SNI (lanjutan) Meningkatkan partisipasi aktif unsur nasional dalam pengembangan standar internasional untuk memperkuat posisi SNI SNI sebagai satu-satunya standar yang diberlakukan secara nasional. Dipelihara melalui kaji ulang setiap periode tertentu agar dapat dipertanggungjawabkan

22 PRINSIP DASAR PERUMUSAN SNI Terbuka bagi siapa saja untuk berpartisipasi dalam proses perumusan standar melalui jalur PT atau Mastan Memberikan kesempatan kepada UKM dan daerah untuk berpartisipasi dalam perumusan SNI SNI dibuat dgn memperhatikan keberadaan standar internasional, sebaiknya harmonis dengan standar internasional Development dimension Coherence Adopted from the Decision of the WTO-TBT Second triennial review Openess Effectiveness and relevance Transparency Consensus and impartiality Prosesnya dapat diikuti secara transparan melalui media IT Pelaksanaannya melalui konsensus nasional dan tidak memihak Standar dibuat sesuai kebutuhan pasar, hasilnya harus efektif dipakai untuk fasilitasi perdagangan

23 Tahapan Perumusan SNI dan pencapaian sasaran mutu Usulan program PNPS 2 bln Evaluasi program perumusan SNI Penyusunan konsep Tingkat WG Pembahasan tingkat PT/SPT RSNI1 2 bln Konsensus tingkat PT/SPT RSNI2 RSNI3 2 bln 2 bln tanggapan RSNI4 RASNI 2 bln 1 bln SNI 1 bln 1 bln Jajak Pendapat Penyelesaian Pemungutan Suara Publikasi Penetapan

24 Jajak pendapat dilakukan oleh BSN dengan melibatkan stakeholders Anggota PT/SPT ini terdiri dari : Pemerintah Konsumen Produsen Pakar Anggotanya harus berjumlah ganjil minimal 9 orang

25 PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL (PTM) PTM adalah suatu standar atau persyaratan yang dibuat sebagai acuan. PTM ini dibuat sebagai salah satu standar yang berlaku dan ditetapkan oleh SK Dirjen. Apabila suatu bahan pakan/pakan belum ada SNI maka standar yang dijadikan acuan adalah PTM.

26 Tahapan Penyusunan PTM sebagai berikut : Membuat drafting Rapat pembahasan penetapan PTM Membuat SK Dirjen PTM Keterangan : Rapat pembahasan penetapan PTM biasanya dilakukan pada saat pertemuan Komisi Ahli Pakan (KOMPAK) dan para ahli inilah yang menentukan ambang batas PTM

27 SNI DAN PTM PAKAN DAN BAHAN PAKAN SNI PAKAN 41 BAH PAKAN PTM PAKAN BAHAN PAKAN 21 Data per Desember 2013

28 Pengawasan FA/FS Personil Wastukan 256 orang di seluruh Indonesia Pusat 31 wastukan UPT BPMSP 20 wastukan Propinsi/Kabupaten/Kota: belum semua ada wastukan Peraturan perundang-undangan: UU 18/2009; Permentan 65/2007 (sdg direvisi); Permentan 19/2009 (sdg direvisi); SK Mentan 240 Jaringan Laboratorium pakan BPMSP Bekasi, 6 Lab Pakan Daerah, Lab PT/Pabrik Pakan/Penelitian/Swasta

29 Draft Permentan tentang PENGGUNAAN IMBUHAN PAKAN DAN PELENGKAP PAKAN SEBAGAI CAMPURAN PAKAN BAB I - KETENTUAN UMUM Pasal 1: 1. Imbuhan Pakan (feed additive) adalah bahan baku pakan yang tidak mengandung zat gizi atau nutrisi (nutrien) yang tujuan pemakaian terutama untuk tujuan tertentu. 2. Pelengkap Pakan (feed supplement) adalah zat yang secara alami sudah terkandung dalam pakan tetapi jumlahnya perlu ditingkatkan dengan menambahkannya dalam pakan. Draft

30 Pasal 2: Maksud dan Tujuan Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha pembuatan pakan, dan bagi petugas yang bertanggung jawab di bidang pengawasan mutu pakan, dan pengawasan obat hewan. Draft

31 Peraturan ini bertujuan: menjamin agar pakan yang dibuat untuk diedarkan memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pakan; melindungi manusia, hewan dan lingkungan dari bahaya penggunaan imbuhan pakan (feed addtive) dan pelengkap pakan (feed supplement) yang tidak memenuhi persyaratan; dan mencegah terjadinya penyalahgunaan imbuhan pakan (feed additive) dan pelengkap pakan (feed supplement) sebagai campuran pakan dalam pembuatan pakan. Draft

32 Pasal 5: Jenis dan Fungsi FA/FS Imbuhan pakan (feed additive): ditujukan untuk kestabilan pakan, proses produksi pakan dan sifat-sifat pakan; ditujukan untuk pertumbuhan, efisiensi penggunaan pakan, metabolisme dan penampilan ternak; mempengaruhi kesehatan ternak ; dan mempengaruhi penerimaan konsumen. Draft

33 Jenis dan klasifikasi imbuhan pakan 1. Kelompok Biologik: (feed additive) Probiotik, enzym alamiah 2. Kelompok Farmasetik: Prebiotik, Vit A, D3, E, B1, B2, B6, Biotin, Niacin, Asam panthotenate, Asam folate, Iodine dan Selenium, B12, H2, K3, Calpan, Folic acid, Nicotinic acid, Choline chloride, Iron, Copper, Zinc, Manganese, Selenium Draft

34 Jenis dan klasifikasi imbuhan pakan (feed additive) 3. Kelompok Antibiotik: Avilamisina, avoparsina, Zink bacitracin, enramisina, flavomisina, hygromicin B, kitasamycin, kolistin sulfat feed grade, lasalosid, linkomisina hidroklorida, maduramisina, monensin (natrium), narasina, nistatina, salinomycin (natrium), spiramycin (base, embo-nat), tiamulin hidrogen fumarat, tilosin dan virginiamycin. 4. Kelompok Anti Bakteri: aklomide, amprolium, butynorate, klopidol, decoquina te, ethopabate, halquinol, dan sulfanitran. Draft

35 Jenis dan klasifikasi pelengkap pakan 1. Kelompok protein (feed supplement) 2. Kelompok asam amino (Lysin, methionine) 3. Kelompok mineral, terdiri atas: mineral makro, seperti : Ca, P, K, Na, Cl, S dan Mg. mineral mikro seperti: Fe, Zn, Cu, Co, Mo, Mn, I dan Se Draft

36 Pasal 6: 1) Imbuhan pakan (feed additive) dan pelengkap pakan (feed supplement) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5, yang akan digunakan sebagai campuran pakan harus memiliki Nomor Pendaftaran Obat Hewan (NPOH). 2) Untuk memperoleh Nomor Pendaftaran Obat Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha harus mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang obat hewan. Draft

37 BAB III: PERSYARATAN PENGGUNAAN Pasal 7: 1) Pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha pembuatan pakan yang menggunakan imbuhan pakan (feed additive) dan/atau pelengkap pakan (feed supplement), harus menerapkan Cara Pembuatan Pakan yang Baik (CPPB). 2) Selain harus menerapkan Cara Pembuatan Pakan yang Baik (CPPB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha yang melakukan pembuatan pakan dengan menggunakan imbuhan pakan (feed additive) dan/atau pelengkap pakan (feed supplement) sebagai campuran pakan harus dibawah pengawasan dokter hewan sebagai penanggung jawab. Draft

38 Pasal 8: Pakan yang dibuat dengan menggunakan imbuhan pakan (feed additive) dan/atau pelengkap pakan (feed supplement) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 sebelum diedarkan, pada labelnya harus dicantumkan nama generik zat berkhasiat yang digunakan. Pasal 9: Dalam hal diketemukan pakan yang beredar tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8, pengawas mutu pakan dan/atau pengawas obat hewan sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat hewan dan pengawasan mutu pakan. Draft

39 Kesimpulan SNI dan PTM sangat diperlukan dalam perdagangan modern yang akan melindungi/ menguntungkan produsen, pedagang dan konsumen sekaligus. Jumlah SNI dan PTM saat ini masih terbatas sehingga diperlukan penambahan dan revisi secara terusmenerus. Pakan Imbuhan (Feed Addivies/FA) dan Pakan Tambahan (Feed Supplement /FS) merupakan obat hewan dan dapat memberikan manfaat terhadap ternak sepanjang digunakan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Pemerintah sedang mempersiapkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tentang Penggunaan Imbuhan Pakan Dan Pelengkap Pakan Sebagai Campuran Pakan.

40 Terima kasih

PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DALAM MENDUKUNG PRODUK UNGGULAN DAERAH SULAWESI SELATAN

PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DALAM MENDUKUNG PRODUK UNGGULAN DAERAH SULAWESI SELATAN PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DALAM MENDUKUNG PRODUK UNGGULAN DAERAH SULAWESI SELATAN Dr. Dra. Zakiyah, MM Kepala Pusat Perumusan Standar-BSN Makassar, 25 Oktober 2017 OUTLINE SEJARAH STANDARDISASI

Lebih terperinci

Pengembangan SNI. Y Kristianto Widiwardono Pusat Perumusan Standar-BSN

Pengembangan SNI. Y Kristianto Widiwardono Pusat Perumusan Standar-BSN Pengembangan SNI Y Kristianto Widiwardono Pusat Perumusan Standar-BSN Struktur organisasi BSN Kepala Badan Standardisasi Nasional Sekretaris Utama Inspektorat Sekretariat Unit Nasional Korpri BSN Biro

Lebih terperinci

DIREKTORAT PAKAN TERNAK. www. pakan.ditjennak.deptan.go.id

DIREKTORAT PAKAN TERNAK. www. pakan.ditjennak.deptan.go.id Kebijakan dan SNI Pakan serta Pengawasan Penggunaan FA dan FS Pakan Ayam Petelur Dr. Ir. Mursyid Ma sum, M.Agr. Direktur Pakan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian

Lebih terperinci

PERAN ASOHI DALAM PELAKSANAAN IMPORTASI, PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ANTIBIOTIKA DI SEKTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DI INDONESIA

PERAN ASOHI DALAM PELAKSANAAN IMPORTASI, PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ANTIBIOTIKA DI SEKTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DI INDONESIA PERAN ASOHI DALAM PELAKSANAAN IMPORTASI, PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ANTIBIOTIKA DI SEKTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DI INDONESIA ASOHI NASIONAL SEKRETARIAT ASOHI RUKO GRAND PASAR MINGGU 88A JL RAYA RAWA

Lebih terperinci

PENGGUNAAN STANDAR, PEDOMAN DAN MANUAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KONSTRUKSI

PENGGUNAAN STANDAR, PEDOMAN DAN MANUAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KONSTRUKSI PENGGUNAAN STANDAR, PEDOMAN DAN MANUAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KONSTRUKSI oleh BADAN LITBANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Disusun dalam rangka Konsolidasi Perumusan Standar Bahan Konstruksi Bangunan

Lebih terperinci

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI)

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

HASIL PENGUJIAN SAMPEL IMBUHAN PAKAN (FEED ADDITIVES) GOLONGAN ANTIBIOTIKA TAHUN

HASIL PENGUJIAN SAMPEL IMBUHAN PAKAN (FEED ADDITIVES) GOLONGAN ANTIBIOTIKA TAHUN HASIL PENGUJIAN SAMPEL IMBUHAN PAKAN (FEED ADDITIVES) GOLONGAN ANTIBIOTIKA TAHUN 2008 2012 MUHAMMAD ZAHID, BUDIANTONO, MARIA FATIMA PALUPI Pelayanan Sertifikasi dan Pengamanan Hasil Uji Balai Besar Pengujian

Lebih terperinci

: a. b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

: a. b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri; KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.20/MEN/2003 TENTANG KLASIFIKASI OBAT IKAN Menimbang : a. MENTERI KELAUTAN DAN PERI KANAN, bahwa sebagai tindak lanjut Keputusan Menteri Kelautan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan manusia. Keberadaan protein hewani sangat berpengaruh bagi pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

SNI Pengukuran

SNI Pengukuran 2.1.1. SNI Pengukuran Program Studi D3/D4 Teknik Sipil ITS Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah Pengantar Melaksanakan pekerjaan tanpa mengacu pada pedoman yang berlaku, dapat menimbulkan permasalahan pada aplikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: a. bahwa untuk lebih meningkatkan kesehatan dan produksi peternakan diperlukan tersedianya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENERAPAN STANDAR BIDANG BIDANG PEKERJAAN UMUM KHUSUSNYA BIDANG KE-CIPTA KARYA-AN

KEBIJAKAN PENERAPAN STANDAR BIDANG BIDANG PEKERJAAN UMUM KHUSUSNYA BIDANG KE-CIPTA KARYA-AN KEBIJAKAN PENERAPAN STANDAR BIDANG BIDANG PEKERJAAN UMUM KHUSUSNYA BIDANG KE-CIPTA KARYA-AN Disampaikan oleh: Sekretariat Badan Litbang PU 1 S INFRASTRUKTUR YANG HANDAL urvey I D C O nvestigation esign

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/2007................... TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan - 7 - BAB III STANDARDISASI Bagian Kesatu Perencanaan Pasal 10 (1) Perencanaan perumusan SNI disusun dalam suatu PNPS. (2) PNPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat program perumusan SNI dengan judul

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina

BAB I. PENDAHULUAN. gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan produk cair berwarna putih yang mengandung nilai gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina dengan tujuan utama untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyediaan dan Peredaran Susu. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMENTAN/PK.450/7/2017 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEREDARAN SUSU

Lebih terperinci

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: - 2 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN. BAB I

Lebih terperinci

UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi

UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi Salah satu masalah yang umum dihadapi oleh peternak tradisional adalah rendahnya mutu pekan dengan kandungan serat kasar yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label PENDAHULUAN Latar Belakang Label merupakan salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label yang disusun secara baik akan memudahkan konsumen

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan Workshop FLPI Kamis, 24 Maret 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 1 Perkiraan Supply-Demand Daging Sapi Tahun 2015-2016 Uraian Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 27

BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 27 BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) A. Sejarah Pengaturan SNI Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN I. UMUM Untuk mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Republik Indonesia yang diamanatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris, dengan jumlah penduduk sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian, sedangkan kegiatan pertanian itu sendiri meliputi pertanian

Lebih terperinci

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA Indonesia adalah negara TROPIS Dengan ciri khas kualitas rumput yang rendah Pemberian pakan hanya dengan rumput Pemberian pakan campuran rumput dan konsentrat hijauan hijauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan yang dilaksakan pada hakekatnya

Lebih terperinci

SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA

SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA Djodi Achmad Hussain Suparto Direktorat Budidaya Peternakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan berkembang. Pasar senantiasa merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang memiliki dua bentuk yaitu padat dan cair. Pangan merupakan istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian Menuju Bibit Ternak Berstandar SNI Jalan pintas program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK) pada tahun 2014 dapat dicapai dengan melakukan pembatasan impor daging sapi dan sapi bakalan yang setara

Lebih terperinci

TERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU

TERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU TERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU TIK : Setelah mengikuti kuliah II ini mahasiswa dapat menjelaskan peranan ternak perah dalam kehidupan manusia Sub pokok bahasan : 1. Peranan susu dan produk susu dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB

KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB JAKARTA, 16 SEPTEMBER 2014 DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan. No.93, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging. PENGANTAR Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu penyedia sumber protein hewani memiliki andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging. Langkah pemerintah untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun PENGANTAR Latar Belakang Upaya peningkatan produksi susu segar dalam negeri telah dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Perkembangan usaha sapi perah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan usaha sapi perah dilakukan untuk memenuhi gizi masyarakat dan mengurangi tingkat ketergantungan nasional terhadap impor susu. Usaha susu di Indonesia sudah

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN SNI MINYAK GORENG SAWIT SECARA WAJIB. Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian

PEMBERLAKUAN SNI MINYAK GORENG SAWIT SECARA WAJIB. Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian PEMBERLAKUAN SNI MINYAK GORENG SAWIT SECARA WAJIB Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian I. LATAR BELAKANG 1. Masyarakat Indonesia khususnya golongan ekonomi menengah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sentra Peternakan Rakyat (yang selanjutnya disingkat SPR) adalah pusat

PENDAHULUAN. Sentra Peternakan Rakyat (yang selanjutnya disingkat SPR) adalah pusat 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sentra Peternakan Rakyat (yang selanjutnya disingkat SPR) adalah pusat pertumbuhan komoditas peternakan dalam suatu kawasan peternakan sebagai media pembangunan peternakan

Lebih terperinci

j ajo66.wordpress.com 1

j ajo66.wordpress.com 1 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 170/Kpts/OT.210/3/2002 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

Outlook Bisnis Peternakan Menyambut Tahun Politik dan Tahun Bebas AGP

Outlook Bisnis Peternakan Menyambut Tahun Politik dan Tahun Bebas AGP Outlook Bisnis Peternakan 2018 1 Menyambut Tahun Politik dan Tahun Bebas AGP 2 DAFTAR ISI 1. Dinamika 2017...1 2. Perunggasan...3 3. Ternak Sapi...7 4. Ternak Babi...11 5. Pakan...14 6. Obat Hewan...19

Lebih terperinci

STANDAR TEKNIK dan MANAJEMEN (3) Dr. Dian Kemala Putri

STANDAR TEKNIK dan MANAJEMEN (3) Dr. Dian Kemala Putri STANDAR TEKNIK dan MANAJEMEN (3) Dr. Dian Kemala Putri Email : dian@staff.gunadarma.ac.id Topik: Pengertian standar teknik. Jenis Standar Teknik dan Standar Manajemen Standar teknik di berbagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI BAB II DESKRIPSI INDUSTRI 2.1. Pengertian Suplemen Makanan Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU Oleh : Budiman Hutabarat Delima Hasri Azahari Mohamad Husein Sawit Saktyanu Kristyantoadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu Indonesia memutuskan untuk mengimpor sapi dari Australia. Indonesia mengambil keputusan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan satu atau lebih komoditi. Salah satu contoh koperasi primer yang memproduksi komoditi pertanian adalah koperasi

Lebih terperinci

UMMF (Urea Molasses MultinullrienL Olock) Fakan Ternak Tambahan Eerqizi Tinqqi

UMMF (Urea Molasses MultinullrienL Olock) Fakan Ternak Tambahan Eerqizi Tinqqi UMMF (Urea Molasses MultinullrienL Olock) Fakan Ternak Tambahan Eerqizi Tinqqi Salah satu masalah yang umum dihadapi oleh peternak tradisional adalah rendahnya mutu pakan dengan kandungan serat kasar yang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang : Standardisasi Nasional Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN, 307 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin agar pakan yang beredar dapat dijaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi.

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang meningkat diiringi dengan perkembangan ekonomi, perbaikan tingkat pendidikan, dan perubahan gaya hidup yang terjadi di masyarakat yang

Lebih terperinci

Direktur Standardisasi dan Pengendalian Mutu DITJEN PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA Jakarta, 18 September 2017

Direktur Standardisasi dan Pengendalian Mutu DITJEN PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA Jakarta, 18 September 2017 RPP TENTANG PENYEDIAAN TENAGA TEKNIS YANG KOMPETEN DI BIDANG PERDAGANGAN JASA DAN R-PERPRES TENTANG PENETAPAN DAN PENDAFTARAN BARANG TERKAIT DENGAN KESELAMATAN, KEAMANAN, KESEHATAN, DAN LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, No.797, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Pendaftaran dan Peredaran Pakan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/PERMENTAN/PK.110/6/2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PSN Pedoman Standardisasi Nasional

PSN Pedoman Standardisasi Nasional PSN Pedoman Standardisasi Nasional Panitia Teknis Perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) BADAN STANDARDISASI NASIONAL Daftar Isi Kata Pengantar...i Daftar Isi...ii 1 Ruang Lingkup... 1 2 Istilah dan

Lebih terperinci

PENERAPAN SNI PADA UKM DAN KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR MUTU DI BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG

PENERAPAN SNI PADA UKM DAN KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR MUTU DI BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG PENERAPAN SNI PADA UKM DAN KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR MUTU DI BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG Oleh : Dr. HARI ADI PRASETYA BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI PALEMBANG 2014 Dasar Hukum Peraturan Menteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jenis jamur yang dapat serta banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Jamur UKDW

I. PENDAHULUAN. jenis jamur yang dapat serta banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Jamur UKDW I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu contoh jenis jamur yang dapat serta banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Jamur (termasuk jamur merang) memiliki kandungan

Lebih terperinci