ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat"

Transkripsi

1 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat Oleh: MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA A PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA. Analisis Studi Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada BANISI di Kec. Soreang, Kab. Bandung, Jawa Barat. Di bawah bimbingan Harianto. Sektor UKM dapat dikatakan memiliki keunggulan dan peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Menurut data Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada tahun 2007 sektor UKM mampu menyumbang sekitar 53 persen dari PDB Nasional atau sebesar Rp 1.778,75 triliun. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja sektor UKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 85,4 juta jiwa. Departemen Perindustrian (2006) mencatat, jumlah unit usaha UKM pada tahun 2005 hanya tumbuh 3,48 persen atau sebesar unit dan pada tahun 2006 tumbuh 4,6 persen menjadi unit. Sedangkan dalam hal penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2004 UKM menyerap lapangan kerja orang. Lalu berturut-turut meningkat pada 2005 (tumbuh 4,27 persen) dan 2006 (tumbuh 4,6 persen) menjadi orang serta orang Salah satu usaha yang berkembang saat ini yaitu usaha di bidang pangan. Pangan merupakan kebutuhan pokok individu yang harus dipenuhi selain sandang dan papan. Kecenderungan jumlah penduduk yang semakin meningkat diduga akan berdampak positif terhadap peningkatan kebutuhan pangan di Indonesia. Menurut BPS (2005) telah terjadi peningkatan konsumsi rata-rata makanan perkapita khususnya pada komoditi makanan jadi. Adanya peningkatan jumlah konsumsi dan perubahan pola gaya hidup instan masyarakat perkotaan saat ini diduga juga ikut memicu timbulnya banyak jenis usaha terutama di bidang makanan. BANISI sebagai salah satu produsen baru dalam industri makanan jadi di Kabupaten Bandung atau tepatnya di Kecamatan Soreang hadir dengan produknya yaitu bandeng isi untuk menjawab kelemahan ikan bandeng yang seringkali mengurangi kenikmatan konsumen dalam mengkonsumsi ikan bandeng serta untuk memenuhi peningkatan kebutuhan akan pangan. Produk yang ditawarkan BANISI saat ini dapat dikatakan sebagai inovasi sebab produk ini belum pernah ada sebelumnya dipasaran. Karena itu diperlukan analisis studi kelayakan mengenai BANISI untuk melihat kelayakan dan kelangsungan usaha dalam menghadapi ketidakpastian resiko dan dapat bersaing di industri makanan jadi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis kelayakan non finansial usaha BANISI, (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha BANISI, (3) Menganalisis sensitivitas usaha BANISI. Analisis data kuantitatif menggunakan komputer program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah dalam melakukan analisis data. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif. Data kualitatif merupakan hasil analisis terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar, bahan baku, teknis, manajemen, hukum, dan sosial ekonomi dan lingkungan, usaha pembuatan bandeng isi yang dijalankan oleh BANISI layak untuk

3 dilaksanakan, karena tidak ada faktor yang menghambat kegiatan produksi BANISI dari tiap-tiap aspek. Hasil aspek finansial dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga pola usaha. Pertama pola usaha I dengan nilai NPV Rp Rp ; Net B/C Rasio 1,2994; IRR 15 persen dan Payback Period 7 tahun 7 bulan. Skenario kedua yaitu pola usaha II dengan nilai NPV Rp ; Net B/C Rasio 5,4296; IRR 91 persen dan Payback Period dua tahun satu bulan. Sedangkan yang terakhir yaitu pola usaha III dengan nilai NPV Rp Karena pola usaha III memperoleh NPV yang bernilai negatif maka untuk kriteria kelayakan lainnya dianggap tidak layak. Hasil analisis finansial menunjukkan pengusahaan pembuatan bandeng isi yang dilakukan pada tiga pola tidak semuanya dapat mendatangkan keuntungan. Hanya dua dari tiga pola yang telah dirancang layak untuk diusahakan yaitu pola usaha I dan II, sedangkan pola usaha III tidak layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek finansialnya. Dari kedua pola usaha yang layak pola usaha II merupakan pola usaha yang paling layak untuk dijalankan. Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV pola usaha II>NPV pola usaha I, begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR nya. Sama halnya dengan payback periode, pola usaha II lebih cepat dalam hal pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan pola usaha I. Jika dilihat dari hasil analisis switching value, pola usaha I yaitu usaha pembuatan bandeng isi yang saat ini dijalankan adalah jenis usaha yang paling sensitif terhadap perubahan baik penurunan harga jual, kenaikan harga bandeng, maupun penurunan tingkat penjualan. Penurunan harga dan penurunan produksi adalah hal yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan usaha pembuatan bandeng isi pada pola I dan II dibandingkan faktor kenaikan harga bandeng. Untuk pola usaha III kenaikan harga jual merupakan faktor yang paling berpengaruh agar usaha pembuatan bandeng isi ini layak untuk dijalankan dibandingkan dengan penurunan harga bandeng dan kenaikan tingkat penjualan.

4 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat Oleh : MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA A SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Nama NRP Judul : Mochamad Evan Setya Maulana : A : Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat) Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi Dr. Ir. Harianto M S. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP Tanggal Lulus:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI PADA BANISI KEC. SOREANG, KAB. BANDUNG, JAWA BARAT ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juni 2008 Mochamad Evan Setya Maulana A

7 RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 November 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Muhidin dan Ibu Julaecha. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 04 Pagi Jakarta Barat pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 271 Jakarta Barat dan lulus pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2004 di SMUN 78 Jakarta. Pada tahun 2004 juga penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Manajemen Agribisnis melalui jalur SPMB. Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan kampus seperti menjadi anggota Departemen Bisnis dan Kewirausahaan MISETA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian) periode Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan di luar organisasi kampus seperti MANTAB Organizer dan Arial Eleven.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dalam rangka penulisan skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana. Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak terutama orang tua dan dosen pembimbing skripsi Bapak Dr. Ir. Harianto, MS yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Studi Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada BANISI di Kec. Soreang, Kab. Bandung, Jawa Barat. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk penulis dan juga perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis di masa mendatang. Bogor, Juni 2008 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan anugerah-nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau tunjukkan kepada penulis. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memeberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam kesempatan kali ini tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah dan Ibu, atas segala kasih sayang, doa dan dukungan baik moral maupun material. 2. Sofiah Nuraini, Abang Muslim Arfian dan Fahrel atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 4. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 5. Tintin. S, SP. selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan. 6. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan selama kuliah. 7. Bapak Totok Hariyono dan keluarga, terima kasih atas segala kebaikan yang diterima penulis selama penelitian, kesempatan untuk melakukan penelitian, dan pengalaman-pengalaman yang berharga.

10 8. Dadan, Nunik, Yatna dan Paul yang telah memberikan tumpangan tempat tinggal sementara selama di Bandung. Bapak Herdi dan Ibu Euis, terima kasih atas segala kebaikan yang diterima penulis selama penelitian. 9. Baiquni Ardhi, teman seperjuangan di Bandung. Nunu, Mamieq, Yoga, Lidya, Ariani, S.T. atas masukannya selama berdiskusi dengan penulis. 10. Teman-teman satu bimbingan, Nanien, Adisty, Yustika, Opick, dan Ryan. 11. Seluruh AGBers 41, Grinda Crew (Gerry, Yudhi, Duta, Aliy, Banggoy), Ten Exist (Tere, Uci, Strow, Pretty, Rani, Fanny, Widy, Enung, Intan, Agnes). 12. Teman-teman KKP Desa Bangbayang, Krishta, Eno, Syubhan, Putri dan Sirri 13. Teman-teman MISETA 2007 khususnya Departemen Bisnis dan Kewirausahaan, Harry, Wening, Wiwi, Mayang, SS dan Santi. 14. Kakak kelas AGB 39, dan AGB 40 serta teman-teman AGB Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Bandeng Fisiologi Bandeng Budidaya Bandeng Lembaga dan Saluran Tataniaga Ikan Bandeng Produk OlahanBandeng Industri Kecil dan Rumah Tangga Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Studi Kelayakan Proyek Teori Biaya dan Manfaat Analisis Kelayakan Investasi Analisis Finansial Net Present Value (NPV) Net Benefit Cost Ratio (NetB/C Rasio) Internal Rate return (IRR) Payback Period (PBP) Analisis Sensitivitas Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Analisis Kelayakan Investasi Analisis Kelayakan Bahan Baku Net Present Value (NPV) Net Benefit Cost Ratio (NetB/C Rasio) Internal Rate return (IRR) Payback Period (PBP) Analisis Sensitivitas Asumsi Dasar yang Digunakan... 38

12 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Visi, Misi dan Tujuan Profil Perusahaan Jenis dan Perkembangan Usaha Struktur Organisasi VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Aspek Aspek Non Finansial Aspek Pasar a. Permintaan b. Penawaran c. Strategi Pemasaran d. Hasil Analisis Aspek Pasar Aspek Teknis a. Lokasi Usaha b. Skala Usaha c. Layout d. Proses Produksi e. Hasil Analisis Aspek Teknis Aspek Bahan Baku a. Penentuan Jumlah Order b. Penentuan Jumlah Bahan Baku Sebagai Persediaan c.penentuan Cara dan Waktu Pembelian Bahan Baku d. Hasil Analisis Aspek Bahan Baku Aspek Manajemen Aspek Hukum a. Bentuk Badan Usaha b. Izin Usaha Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Analisis Kelayakan Finansial Analisis Kelayakan Finansial Skenario I (Tanpa Penambahan Alat) a. Hasil Analisis Inflow b. Hasil Analisis Outflow c. Analisis Kelayakan Finansial d. Analisis Switching Value Analisis Kelayakan Finansial Skenario II (Penambahan Bahan Baku dan Alat Produksi) a. Hasil Analisis Inflow b. Hasil Analisis Outflow c. Analisis Kelayakan Finansial d. Analisis Switching Value Analisis Kelayakan Finansial Skenario III (Bahan Baku Langsung dari Produsen) a. Hasil Analisis Inflow b. Hasil Analisis Outflow c. Analisis Kelayakan Finansial d. Analisis Switching Value... 80

13 6.2.4 Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha Perbandingan Switching Value Ketiga Pola Usaha VII. PENUTUP 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 88

14 xiv DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi per Tahun Pertumbuhan Tingkat Pengangguran Indonesia (dalam juta orang) Persentase Perkembangan Konsumsi Rata-Rata Makanan per Kapita per Bulan Tahun 2002, 2005, dan Kategori Skala Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja yang Digunakaan 6 5. Komposisi Zat Gizi Beberapa Jenis Ikan Tawar dan Laut (per 100 gram) Jumlah Industri Makanan dan Minuman di Jawa Barat Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Bandeng Isi (Pola Usaha I) Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola Usaha I Biaya Investasi pada Pola Usaha I Biaya Reinvestasi pada Pola Usaha I Biaya Operasional per Tahun pada Pola Usaha I BiayaTetap pada Pola Usaha I Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Bandeng Isi (Pola Usaha II) Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola Usaha II Biaya Investasi pada Pola Usaha II Biaya Reinvestasi pada Pola Usaha II Biaya Operasional per Tahun pada Pola Usaha II BiayaTetap pada Pola Usaha II Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha II Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Bandeng Isi (Pola Usaha III) Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola Usaha III Biaya Investasi pada Pola Usaha III Biaya Reinvestasi pada Pola Usaha III Biaya Operasional per Tahun pada Pola Usaha III BiayaTetap pada Pola Usaha III... 80

15 xv 29. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha III Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha Perbandingan Hasil Switching Value pada Pola Usaha I dan II Hasil Switching Value Pola Usaha III... 83

16 xvi DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional Struktur Organisasi Perusahaan BANISI Skema Aliran Pemasaran Bandeng Isi BANISI Skema Proses Produksi Bandeng Isi... 57

17 xvii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Layout BANISI Cashflow Pembuatan Bandeng Isi Skenario I Cashflow Pembuatan Bandeng Isi Skenario II Cashflow Pembuatan Bandeng Isi Skenario III Laporan Laba Rugi Pengusahaan Bandeng Isi Skenario I Laporan Laba Rugi Pengusahaan Bandeng Isi Skenario II Laporan Laba Rugi Pengusahaan Bandeng Isi Skenario III Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario I Terjadi Penurunan Harga Jual Sebesar 1,00% Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario I Terjadi Penurunan Penjualan Sebesar 1,00% Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario I Terjadi Kenaikan Harga Bandeng Sebesar 2,61% Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario II Terjadi Penurunan Harga Jual Sebesar 7,88% Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario II Terjadi Penurunan Penjualan Sebesar 7,88% Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario II Terjadi Kenaikan Harga Bandeng Sebesar 20,49% Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario III Terjadi Kenaikan Harga Jual Sebesar 38,88% Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario III Terjadi Kenaikan Penjualan Sebesar 75,62% Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario III Terjadi Penurunan Harga Bandeng Sebesar 172,99% Pola Produksi Bandeng Isi

18 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dampak krisis moneter yang telah melanda Indonesia pada tahun 1998 telah membuat perekonomian Indonesia terpuruk. Perekonomian Indonesia mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun tersebut. Banyak perusahaan besar yang akhirnya gulung tikar karena tidak mampu melawan tekanan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya penurunan tingkat pertumbuhan perekonomian Indonesia pada periode 1996 sampai dengan Tingkat pertumbuhan ekonomi per tahun dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Tahun (%) Tahun Pertumbuhan (%) Sumber : BPS, 2007 Dari Tabel 1, terlihat telah terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi dari tahun 1996 ke tahun 1998 sebesar 7,03 persen. Angka ini merupakan angka penurunan pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam kurun waktu 1996 sampai dengan tahun Krisis ekonomi ini tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga pada jumlah tingkat pengangguran di Indonesia. Banyak perusahaan yang akhirnya mengambil jalan memecat banyak tenaga kerja dengan tujuan untuk memangkas biaya operasional perusahaan,

19 2 akibatnya angka pengangguran di Indonesia semakin bertambah karena semakin banyaknya tenaga kerja yang di PHK. Jumlah tingkat pengangguran di Indonesia disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Pengangguran Indonesia (dalam juta orang) Tahun Jumlah Pengangguran Sumber : BPS, Dalam Tabel 2 terlihat dari tahun 1997 sampai tahun 2005 terus terjadi peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia. Penurunan angka pengangguran di Indonesia terjadi di tahun 1999 ke 2000 sebesar orang, kemudian tahun 2001 kembali terjadi peningkatan pengangguran terus menerus sampai tahun 2005 dan angka ini turun kembali hingga tahun Tetapi meskipun demikian masih ada usaha yang tetap dapat bertahan di bawah tekanan krisis ekonomi yang melanda Indonesia, usaha tersebut tak lain adalah usaha kecil/menengah atau biasa dikenal dengan UKM. Di saat perusahaan-perusahaan besar banyak yang mengalami keterpurukan UKM justru mampu mempertahankan usahanya untuk tetap terus berjalan. UKM dapat dikatakan memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Menurut data Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada tahun 2007 sektor UKM mampu menyumbang sekitar 53 persen dari PDB Nasional atau sebesar

20 3 Rp 1.778,75 triliun. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja sektor UKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 85,4 juta jiwa. Melihat data tersebut tidak diragukan lagi bahwa peran UKM terbukti memang sangat strategis dalam mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Menurut data Kementerian Negara Koperasi dan UKM (2002), di Indonesia terdapat sekitar 39 juta usaha mikro dan 900 ribu usaha kecil. Usaha menengah hanya sekitar 57 ribu, serta sekitar 2 ribu perusahaan besar. 1 Meningkatnya pelaku UKM memiliki dampak positif pada jangka pendek karena mampu mengurangi angka pengangguran. Tetapi pada jangka panjang sektor UKM harus memperhatikan daya saing dengan perusahaan-perusahaan besar agar keduanya dapat berjalan secara seimbang. Departemen Perindustrian (2006) mencatat, jumlah unit usaha UKM pada tahun 2005 hanya tumbuh 3,48 persen atau sebesar unit dan pada tahun 2006 tumbuh 4,6 persen menjadi unit. Sedangkan dalam hal penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2004 UKM menyerap lapangan kerja orang. Lalu berturut-turut meningkat pada 2005 (tumbuh 4,27 persen) dan 2006 (tumbuh 4,6 persen) menjadi orang serta orang. 2 Pangan merupakan kebutuhan pokok individu yang harus dipenuhi selain sandang dan papan. Jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 200 juta jiwa menempatkan negara Indonesia di peringkat keempat jumlah penduduk 1 Ahmad Zaki Zulkarnain. Menuju Era Bisnis Olah Pikir. Diakses pada tanggal 22 Februari CRY. Gara-gara UU Ketenagakerjaan, UKM Tumbuh Pesat. Diakses pada tanggal 22 Februari 2008.

21 4 terbesar di dunia. 3 Kecenderungan jumlah penduduk yang semakin meningkat diduga akan berdampak positif terhadap peningkatan kebutuhan pangan di Indonesia. Menurut BPS (2007) telah terjadi peningkatan konsumsi rata-rata makanan per kapita khususnya pada komoditi ikan dan makanan jadi. Peningkatan konsumsi rata-rata makanan perkapita dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase Perkembangan Konsumsi Rata-Rata Makanan Per Kapita Per Bulan Tahun 2002, 2005, dan 2007 Komoditas Konsumsi Rata-Rata Makanan Per Kapita Per Bulan (Rp) Sereal Umbi-umbian Ikan Daging Susu dan Telur Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Makanan Jadi Minuman Bumbu Jenis makanan lain Jumlah Sumber : BPS, Adanya peningkatan jumlah konsumsi dan perubahan pola gaya hidup instan masyarakat perkotaan saat ini juga ikut memicu timbulnya banyak jenis usaha terutama di bidang makanan. Menurut Wibowo (1999) pengelompokkan usaha berdasarkan jenisnya dibagi menjadi tiga. Pertama jenis usaha perdagangan/ industri, dimana usaha jenis ini bergerak dalam kegiatan memindahkan barang 3 Lestari. Tikus Mati di Lumbung Padi. Diakses pada tanggal 28 Februari 2008.

22 5 dari produsen ke konsumen atau dari tempat yang memiliki kelebihan persediaan ke tempat yang membutuhkan. Jenis usaha yang kedua yaitu usaha produksi/industri, usaha ini bergerak dalam kegiatan proses pengubahan suatu bahan/barang menjadi bahan/barang lain yang berbeda bentuk dan sifatnya dan mempunyai nilai tambah. Terakhir adalah jenis usaha jasa komersial yang bergerak dalam kegiatan pelayanan atau menjual jasa sebagai kegiatan utamanya. Berdasarkan skala usaha saat ini belum ada standar pasti mengenai kriteria penggolongan usaha. Berbagai kriteria pernah digunakan untuk menggolongkan usaha menurut skala usahanya. Kriteria yang pernah digunakan antara lain jumlah modal yang ditanamkan, jumlah gaji tenaga kerja, jumlah tenaga kerja yang digunakan dan banyak lagi. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, kriteria usaha dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah untuk usaha kecil: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau b. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 miliar/tahun. Sedangkan untuk usaha menengah wajib adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp 5 miliar, dan b. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 3 miliar. Badan Pusat Statistik (2004) menggolongkan perusahaan/usaha industri pengolahan di Indonesia kedalam empat kategori berdasarkan jumlah pekerja

23 6 yang dimiliki oleh suatu perusahaan/usaha tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan (Tabel 4). Tabel 4. Kategori Skala Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja yang Digunakan Skala Industri Industri Kerajinan Rumah Tangga Industri Kecil Industri Sedang Industri Besar Sumber: BPS, Jumlah Tenaga Kerja yang Digunakan 1 4 Orang Tenaga Kerja 5 19 Orang Tenaga Kerja Orang Tenaga Kerja > 100 Orang Tenaga Kerja BANISI merupakan salah satu pelaku usaha dibidang makanan jadi di Kabupaten Bandung yang menggunakan bahan baku berupa ikan bandeng. Usaha yang didirikan pada bulan Desember 2007 ini pada mulanya hanya sebagai bentuk ketidakpuasan pemilik terhadap produk olahan bandeng yang ada selama ini. Tetapi melihat adanya peluang pasar untuk produk ini pemilik akhirnya memutuskan untuk mengusahakannya secara komersil. Selain untuk menjawab peluang yang ada seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan konsumsi pangan produk ini juga diciptakan untuk mengatasi kelemahan bandeng yang selama ini dialami oleh konsumen. Bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Ikan bandeng memiliki kelebihan diantaranya kandungan protein yang cukup tinggi, rasanya yang gurih dan netral, harga yang relatif terjangkau dan tidak mudah hancur ketika dimasak. Ikan bandeng memiliki tingkat atau kadar protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 20 gram (per 100 gram). Nilai ini sebanding dengan jumlah protein yang terkandung dalam ikan kakap (Tabel 5).

24 7 Selain itu harga ikan bandeng relatif dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dibandingkan ikan kakap. Tabel 5. Komposisi Zat Gizi Beberapa Jenis Ikan Tawar dan Laut (per 100 gram) Jenis Ikan Protein Lemak Kalsium Fosfor Besi Teri 33.3 g 2.9 g 1209 mg 1225 mg 3.0 mg Peda 28.0 g 4.0 g 174 mg 316 mg 3.1 mg Kembung 22.0 g 1.0 g 20 mg 200 mg 1.0 mg Kakap 20.0 g 0.7 g 20 mg 200 mg 1.0 mg Bandeng 20.0 g 4.8 g 20 mg 150 mg 2.0 mg Lele 18.2 g 2.2 g 34 mg 116 mg 0.2 mg Ikan Mas 16.0 g 2.0 g 20 mg 150 mg 2.0 mg Sumber: Nio, Oey Kam (1995) Produk yang dihasilkan oleh BANISI berupa makanan olahan siap saji berbentuk bandeng isi ini dapat dikatakan sebagai inovasi sebab produk bandeng isi belum pernah ada sebelumnya dipasaran. Produk yang diciptakan oleh BANISI dapat dikonsumsi tanpa harus diolah kembali karena produk ini sudah melalui proses pemanggangan dengan menggunakan oven. Selain itu bandeng isi telah melalui proses pencabutan tulang sehingga konsumen dapat menikmati ikan bandeng tanpa harus terganggu duri bandeng yang dapat mengurangi kenikmatan ikan bandeng. Produk yang disediakan BANISI terdiri dari tiga varian, bandeng isi daging ayam, daging sapi dan udang yang saat ini baru tersebar di daerah Bandung. Karena baru berjalan selama empat bulan sehingga usaha ini tergolong usaha baru, diperlukan adanya studi kelayakan mengenai BANISI untuk melihat kelayakan dan kelangsungan usahanya.

25 8 1.2 Perumusan Masalah Di saat perusahaan besar banyak yang mengalami keterpurukan pada masa krisis moneter lalu UKM justru mampu mempertahankan usahanya untuk tetap terus berjalan. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia peran UKM tidak dapat dianggap remeh. Tahun 2007 sektor UKM mampu menyumbang sekitar 53 persen dari PDB Nasional atau sebesar Rp 1.778,75 triliun. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja sektor UKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 85,4 juta jiwa. Meningkatnya pelaku UKM memiliki dampak positif pada jangka pendek karena mampu mengurangi angka pengangguran. Tetapi pada jangka panjang sektor UKM harus memperhatikan daya saing dengan perusahaan-perusahaan besar agar keduanya dapat berjalan secara seimbang (Kementrian Negara Koperasi dan UKM, 2007). Perkembangan konsumsi pangan di Indonesia memicu munculnya banyak jenis usaha khususnya dibidang pangan. Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang mengalami fenomena ini. Pada tahun 2004 di Jawa Barat tercatat ada 790 unit sektor usaha makanan dan minuman atau meningkat sebesar 1,2 persen dari tahun Jumlah ini meningkat kembali pada tahun 2005 menjadi 835 perusahaan yang bergerak dalam industri makanan atau mengalami peningkatan sebesar 5,7 persen. Jumlah industri makanan dan minuman di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel BPS. Jumlah Industri Menurut Golongan di Jawa Barat. industri.html. Diakses pada tanggal 23 April 2008.

26 9 Tabel 6. Jumlah Industri Makanan dan Minuman di Jawa Barat Tahun Jumlah Perusahaan Perubahan (%) Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung yang terletak di Jawa Barat telah dikenal sebagai daerah yang memiliki banyak potensi wisata, baik wisata rekreasi maupun wisata kuliner. Potensi ini memberikan keuntungan bagi pelaku usaha untuk membuka ataupun mengembangkan usahanya. BANISI sebagai salah satu produsen baru dalam industri makanan jadi di Kabupaten Bandung atau tepatnya di Kecamatan Soreang hadir dengan produknya yaitu bandeng isi untuk mengatasi kelemahan ikan bandeng yang seringkali mengurangi kenikmatan konsumen dalam mengkonsumsi ikan bandeng serta untuk memenuhi peningkatan kebutuhan akan pangan. Produk yang ditawarkan BANISI saat ini dapat dikatakan sebagai inovasi sebab produk ini belum pernah ada sebelumnya di pasaran. Selain itu pemilik berencana untuk mengembangkan perusahaan ini ke depannya dengan melihat peluang usaha yang ada untuk produk bandeng isi antara lain dengan peningkatan produksi dan perolehan bahan baku langsung dari produsen. Untuk mewujudkan rencana tersebut akan diperlukan beberapa tambahan investasi baru yang nilainya tidak sedikit. Rencana pengembangan usaha yang akan dilaksanakan oleh BANISI terdiri dari tiga skenario, yaitu skenario I adalah usaha yang saat ini sedang dijalankan, skenario II adalah ekspansi usaha dengan penambahan bahan baku dan alat produksi, serta skenario III yaitu usaha dengan perolehan bahan baku langsung dari produsen. Skenario ini merupakan rencana

27 10 pemilik untuk BANISI ke depannya, namun hal ini belum dapat terealisasi karena kurangnya modal untuk menambah investasi baru. Studi kelayakan usaha digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha baru atau apabila terdapat investasi baru pada usaha tersebut. Karena BANISI tergolong usaha baru dan skenario yang ditetapkan memiliki investasi baru didalamnya sehingga diperlukan analisis studi kelayakan mengenai BANISI untuk melihat kelayakan dan kelangsungan usaha dalam menghadapi ketidakpastian resiko dan dunia persaingan agar eksistensinya di industri makanan jadi tetap terjaga. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kelayakan usaha BANISI dilihat dari aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, aspek hukum dan aspek pasar? 2. Bagaimana kelayakan finansial usaha BANISI untuk berbagai skenario pengembangan? 3. Bagaimana sensitivitas kelayakan usaha BANISI, apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kelayakan usaha BANISI dilihat dari aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, dan aspek pasar. 2. Menganalisis kelayakan finansial usaha BANISI untuk berbagai skenario pengembangan.

28 11 3. Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha BANISI, apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Sebagai bahan masukan informasi bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saing guna mempertahankan posisi perusahaan pada tempat yang kompetitif dalam industri makanan jadi. 2. Sebagai bahan referensi atau informasi untuk penelitian selanjutnya mengenai Studi Kelayakan Usaha.

29 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Bandeng Karakteristik bandeng yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya sebagai gambaran sepintas mengenai ikan bandeng. Karakteristik ini mencakup fisiologi dan budidaya bandeng Fisiologi Bandeng Berdasarkan Ghufran (1997), ikan Bandeng yang berasal dari filum Chordata yang merupakan famili Chanidae, memiliki nama genus Chanos dan nama spesies Chanos chanos adalah salah satu jenis ikan laut, walaupun hidup di tambak dan bahkan dibudidayakan di air tawar. Ikan Bandeng terkenal sebagai ikan petualang, karena ikan ini dapat berenang mulai dari perairan laut yang memiliki salinitas lebih besar atau sama dengan 35 permil yang merupakan habitat asli ikan Bandeng, kemudian dapat masuk ke muaramuara sungai yang memiliki salinitas 5-20 permil, bahkan sampai ke tempattempat yang airnya tawar. Hal ini menyebabkan ikan Bandeng digolongkan ke dalam euryhalin, yaitu organisme yang mampu mentolerir perubahan salinitas yang sangat besar. Ikan Bandeng memiliki ciri fisik seperti badan memanjang, padat, kepala tanpa sisik, mulut kecil terletak di ujung kepala dengan rahang tanpa gigi, dan lubang hidung terletak didepan mata. Kulit Bandeng berwarna putih bersih dikarenakan sisiknya yang kecil-kecil dan dagingnya yang putih, sehingga sering disebut sebagai Milkfish. Ikan Bandeng juga memiliki warna lain, yaitu di bagian punggung nampak warna biru kehitaman seperti warna

30 13 air laut. Warna ikan ini sepertinya sangat dipengaruhi oleh keadaan air. Apabila berada di air yang keruh, maka warna ikan sedikit berubah nampak lebih hitam pada bagian punggungnya. Sebaliknya pada air yang jernih warna ikan akan menjadi putih bersih atau keperakan (Hadie dan Supriatna, 1986). Walaupun seringkali menempuh perjalanan jauh, ikan Bandeng akan tetap kembali ke pantai apabila akan berkembang biak. Benih ikan Bandeng atau nener yang masih bersifat planktonik (terbawa oleh gerakan air, berupa arus, angin atau gelombang) akan mencapai daerah pantai dengan ukuran panjang sekitar mm dan berat 0.01 gram dalam usia 203 minggu (Ghufran, 1997). Selain bersifat euryhalin, ikan Bandeng juga tahan terhadap temperatur yang tinggi terutama pada tambak pemeliharaan. Temperatur tertinggi yang dapat ditolerir oleh ikan Bandeng adalah 40 0 C, namun ikan Bandeng ternyata sangat sensitif terhadap temperatur yang rendah, bahkan dapat mematikan ikan Bandeng. Ikan Bandeng akan mengalami stress pada temperatur 12 0 C, dan bila terlalu lama pada temperatur tersebut Bandeng akan mati (Hadie dan Supriatna, 1986). Penyebaran ikan Bandeng sangat luas dari daerah Samudera Hindia sampai ke Pantai Barat Amerika. Di Indonesia penyebarannya meliputi daerah-daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Pulau Bali (Hadie dan Supriatna, 1986). Ikan Bandeng memakan banyak tumbuh-tumbuhan berupa plankton (tumbuhan dan hewan yang melayanglayang dalam air). Ikan Bandeng mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut berupa jenis tumbuhan mikroskopis dalam jumlah banyak. Ikan Bandeng

31 14 memakan makanan yang berukuran kecil tersebut dengan cara menghisap dengan mulutnya. Cara makan tersebut dibantu dengan berfungsinya inang alat penyaring yang dapat menahan partikel-partikel kecil dari air (Hadie dan Supriatna, 1986) Budidaya Bandeng Budidaya ikan Bandeng adalah usaha yang dimulai dengan pemeliharaan nener yang bertujuan untuk menghasilkan ikan ukuran konsumsi (Hadie dan Supriatna, 1986). Teknologi pembudidayaan ikan Bandeng dapat dibagi menjadi 4, yaitu ekstensif (kepadatan ekor/ha), tradisional plus (kepadatan ekor/ha), semi-intensif (kepadatan ekor/ha) dan intensif (kepadatan > ekor/ha). Kedalaman air pada masing-masing teknologi secara berurutan adalah 50 cm, 80 cm, 100 cm, dan 120 cm. Pada budidaya ekstensif, seluruh suplai makanan mengandalkan pakan alami, sedangkan pada tradisional plus suplai makanan berupa pakan alami ditambah pelet atau dedak halus. Untuk semiintensif dan intensif sebagian besar menggunakan pakan buatan (Deptan dalam Alboneh, 2007). Benih ikan Bandeng atau nener memiliki ciri tubuh yang terang dan tembus pandang. Apabila diletakkan di dalam baskom, bagian nener yang nampak jelas adalah matanya yang hitam. Nener yang sehat akan bergerak aktif, dan berenang bergerombol serta mudah terkejut. Dalam kurun waktu 2 bulan, nener akan nampak seperti ikan dengan ukuran panjang berkisar antara 5-8 cm dan disebut gelondongan, ikan sebesar inilah yang cocok untuk dibudidayakan.

32 15 Nener dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu : 1. Nener alam Perairan Indonesia memiliki potensi besar sebagai tempat pemijahan ikan Bandeng. Dengan pantai dan hutan bakau yang luas merupakan daerah yang potensial sebagai tempat mencari makan dan berlindung bagi benih ikan Bandeng (Ghufran, 1997). Menurut Ahmad et al. (1998), pada umumnya mutu nener alam sangat bervariasi tergantung pada lokasi, musim dan cara penangkapan. Mutu nener biasanya diuji dari kecepatan bergerak akibat rangsangan fisik misalnya berupa tepukan pada dinding tangki. Produksi nener di Indonesia melalui penangkapan di alam masih sering dilakukan. Penangkapan ini biasa dilakukan oleh penduduk di sekitar pantai dengan menggunakan alat tangkap sederhana seperti, seser, babar, soplat, pukat, jaring sorong, dan trawl nener. Penangkapan nener alam secara terus menerus sebaiknya tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan populasi ikan Bandeng di alam berkurang atau bahkan bisa punah (Ghufran, 1997). 2. Nener hatchery Selain dari alam, nener juga dapat diproduksi di hatchery (balai pembenihan). Nener hatchery memilki kelebihan karena kemurnian nener hatchery dapat dijamin 100% (percampuran dengan spesies lain tidak mungkin terjadi kecuali disengaja) dan umurnya dapat diketahui, sehingga penentuan umur ikan Bandeng yang dijual dapat diketahui dengan tepat. Nener hatchery dapat diproduksi di dua jenis hatchery, yaitu hatchery lengkap dan hatchery skala rumah tangga (HSRT). Kualitas dari kedua

33 16 hatchery tersebut tidak berbeda dengan kualitas nener alam (Ahmad et al. 1999). Warna nener hatchery dapat diatur sesuai keinginan konsumen. Nener yang banyak terserang mata perak sebaiknya tidak dipilih. Mata perak terlihat jelas jika nener ditempatkan pada ruang gelap dan diaerasi, sehingga tampak gerakan bercak keperakan. 2.2 Lembaga dan Saluran Tataniaga Ikan Bandeng Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelengarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Lembaga yang termasuk di dalamnya antara lain produsen, pedagang perantara dan lemabag pemberi jasa (Hanafiah, 1983). Hasil perikanan dapat dikelompokkan ke dalam bahan mentah dan barang konsumsi.sebagai bahan mentah hasil perikanan akan dibeli oleh pabrik atau usaha pengolahan untuk diolah menjadi barang jadi. Sedangkan sebagai barang konsumsi hasil perikanan akan dibeli oleh konsumen akhir untuk keperluan konsumsi. Panjang pendeknya suatu saluran tataniaga yang dilalui oleh hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain (Hanafiah, 1983) : a. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.

34 17 b. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat. c. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran kecil kehadiran pedagang perantara sangat diharapkan dengan demikian saluran yang akan dilalui produk akan semakin panjang. d. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga. Saluran dan lembaga tataniaga untuk ikan bandeng tidak jauh berbeda dengan yang dialami produk perikanan pada umumnya. Lembaga yang umumnya dijadikan sebagai tempat menyalurkan produksi ikan bandeng, yaitu pasar umum, tempat pelelangan ikan (TPI), pasar swalayan, pasar khusus dan pasar ekspor. Sedangkan untuk saluran tataniaga biasanya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen agar setiap hasil panen yang dihasilkan tidak sampai mengalami pembususkan, karena hasil perairan sangat cepat mengalami penurunan kualitas (Ghufran, 1997). 2.3 Produk Olahan Bandeng Ikan bandeng disukai sebagai makanan karena rasanya gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Kelemahan bandeng ada dua: dagingnya 'berduri' dan kadangkadang berbau 'lumpur'/'tanah'. Permintaan ikan bandeng dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan baik untuk pasar ekspor, konsumsi dalam negeri, bahan baku

35 18 industri pengolahan maupun untuk umpan bagi usaha perikanan tangkap tuna cakalang. Tujuan pasar ekspor ikan bandeng adalah Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah, Hongkong dan Filipina. Disamping pasar ekspor, peluang pasar ikan bandeng dalam negeri juga cukup besar. Seiring dengan semakin meningkatnya diversifikasi pangan ikan bandeng kini tidak hanya dapat dikonsumsi dalam bentuk ikan segar tetapi juga dalam bentuk olahan seperti otak-otak bandeng, bandeng pepes, bandeng pindang, bandeng asap, dan bandeng duri lunak. Panganan hasil olahan ikan bandeng ini kebanyakan lahir dari kebutuhan konsumen, sebagai contoh bandeng duri lunak. Duri bandeng sebenarnya adalah tulang dari bandeng. Duri ini mengganggu kenikmatan dalam memakan dagingnya. Tetapi gangguan ini sekarang dapat diatasi dengan penggunaan panci bertekanan tinggi (presto atau autoklaf) dalam waktu tertentu, sehingga duri bandeng menjadi lunak dan dapat dihancurkan jika dikunyah sehingga konsumen dapat menikmati bandeng tanpa harus mengurangi kenikmatannya karena terganggu oleh duri bandeng. Hasil olahan bandeng yang terbaru saat ini yaitu bandeng isi dimana ikan bandeng dicabut durinya kemudian diisi dengan bahan-bahan lain seperti daging sapi dan sebagainya. Sebenarnya teknik pembuatan bandeng isi ini sudah lama dikenal tetapi belum ada yang mengusahakan roduk bandeng isi secara komersil. BANISI dapat dikatakan sebagai pelopor dalam hal ini. BANISI telah mengusahakan secara komersil makanan olahan ikan bandeng

36 19 dalam bentuk bandeng isi. Saat ini BANISI menciptakan bandeng isi dalam tiga varian, isi daging sapi, daging ayam dan udang Industri Kecil dan Rumah Tangga Pengertian industri kecil di Indonesia sampai saat ini belum dapat ditentukan dengan pasti. Pasalnya banyak kriteria yang digunakan dalam menggolongkan skala industri seperti jumlah penjualan tahunan, jumlah gaji pekerja, jumlah pekerja, besarnya tenaga listrik yang digunakan dan besarnya modal yang ditanamkan (Wibowo, 1999). Mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah: c. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau d. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 miliar/tahun. Menurut Wibowo (1999) suatu perusahaan dikatakan kecil apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Usaha perdagangan/jasa yang memiliki modal tidak lebih dari Rp 40 juta (empat puluh juta rupiah), b. Usaha produksi/industri atau jasa kontruksi yang mempunyai modal tidak lebih dari Rp 100 juta (seratus juta rupiah), c. Usaha dimiliki secara bebas, dan terkadang tidak berbadan hukum, d. Wilayah pasarnya bersifat lokal dan tidak terlalujauh dari pusat usahanya, e. Usaha dimiliki dan dikelola oleh satu orang, dan

37 20 f. Modal dikumpulkan dari tabungan milik pribadi. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan perusahaan/usaha industri pengolahan di Indonesia kedalam empat kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu perusahaan/usaha tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan. Empat kategori tersebut adalah : 5 1. Industri kerajinan rumah tangga, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang. 2. Industri kecil, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 5-19 orang. 3. Industri sedang, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja orang. 4. Industri besar, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih. 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai analisis kelayakan investasi suatu usaha telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya tetapi dengan jenis produk yang berbeda. Penelitian yang terkait dengan analisis kelayakan investasi telah dilakukan oleh Pramuji (2007) dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Ubi Jalar (Studi Kasus pada Agroindustri Unit Pengolahan Tepung Ubi Jalar di Desa Giri Mulya, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa 5 Departemen Perdagangan. Statistik Industri Kecil dan Rumah Tangga. Diakses pada tanggal 19 Februari 2008.

38 21 Barat). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ternyata usaha unit pengolahan tepung ubi jalar tidak layak untuk dijalankan berdasarkan aspek kelayakan usaha. Untuk hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan harga bahan baku sebesar 10% dan 40% menghasilkan NPV, IRR, Net B/C rasio dan Payback Period yang memenuhi kriteria kelayakan investasi dilihat dari aspek finansial. Sedangkan untuk hasil switching value menunjukkan penurunan bahan baku sebesar 5,61% dan kenaikan harga jual sebesar 3,08% pada penggunaan modal dari Pemda Kabupaten Bogor dan pinjaman bank serta penurunan bahan baku sebesar 10,34% dan kenaikan harga jual sebesar 5,36% pada penggunaan modal yang berasal dari Pemda Kabupaten Bogor masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi. Rosmawanty (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Penggillingan Padi (Kasus Beberapa Pengusahaan Penggilingan Padi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat) mengemukakan bahwa pengusahaan penggilingan padi dilihat dari aspek teknis, manajemen, Sosial dan aspek pasar layak untuk dilaksanakan. Dalam penelitian ini hasil analisis finansial dibagi ke dalam tiga skenario, yaitu pertama penggilingan skala kecil dengan nilai NPV Rp ; Net B/C Rasio 2,4; IRR 33,59% dan Payback Period lima tahun enam bulan. Skenario kedua yaitu penggilingan skala sedang dengan nilai NPV Rp ; Net B/C Rasio 2,1; IRR 31,18% dan Payback Period enam tahun satu bulan. Sedangkan yang terakhir yaitu skala besar dengan nilai NPV Rp ; Net B/C Rasio 3,1; IRR 43,35% dan Payback Period tiga tahun empat bulan. Dari analisis finansial terlihat ketiga jenis penggilingan

39 22 layak untuk diusahakan dengan tingkat suku bunga yang berlaku sebesar 8,75%, tetapi yang paling menguntungkan adalah penggilingan dengan skala usaha besar karena penerimaan yang didapat lebih besar. Hasil analisis switching value menunjukkan penggilingan skala sedang merupakan yang paling sensitif terhadap peningkatan biaya pembelian gabah dan penurunan volume produksi. Widiyanthi (2007) meneliti mengenai studi kelayakan dengan judul Analisis Kelayakan Investasi Penambahan Mesin Vacuum Frying Untuk Usaha Kecil Pengolahan Kacang (Studi Kasus di PD Barokah Cikijing, Majalengka, Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukkan secara finansial penambahan mesin vacuum frying layak untuk diusahakan, hal ini terbukti dari nilai NPV yang dihasilkan sebesar ; Net B/C 1,98; IRR 32,22% dan Payback Period tiga tahun sepuluh bulan pada tingkat diskonto 12%. Dari hasil analisis switching value pada perusahaan didapat untuk jenis kacang yang diproduksi secara manual sensitif terhadap perubahan harga jual dan kenaikan harga bahan baku, akan tetapi usaha masih layak untuk diusahakan. Untuk hasil analisis switching value aspek finansial kelayakan investasi penambahan mesin vacuum frying menunjukkan usaha sensitif terhadap perubahan harga jual tetapi tidak untuk kenaikan harga bahan baku dan penurunan volume produksi. Perbedaan ketiga penelitian sebelumnya dengan penelitian kali ini adalah adanya perbedaan komoditi yang diteliti. Selain perbedaan komoditi lokasi tempat dilakukannya penelitian kali ini berbeda dengan ketiga penelitian sebelumnya.

40 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat (benefit), atau suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit (Kadariah, 2001). Menurut Gittinger (1986) mengatakan bahwa proyek yang bergerak dalam bidang pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang modal yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu. Sedangkan menurut Gray (1992) proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit. Sumber-sumber yang dimaksud dapat berupa barang-barang modal, tanah, bahan setengah jadi, bahan mentah, tenaga kerja dan waktu. Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Suatu proyek dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria manfaat investasi sebagai berikut : 1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (biasa disebut juga sebagai manfaat finansial). 2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut juga manfaat ekonomi nasional).

41 24 3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek.. Menurut Gittinger (1986), pada proyek pertanian ada enam aspek yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu : 1. Aspek Pasar Untuk mencapai hasil pemasaran yang diinginkan suatu perusahaan harus menggunakan alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran pemasaran. Adapun yang dimaksud dengan bauran pemasaran menurut Kottler (2002) yaitu seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan terus menerus untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Analisis aspek pasar mencakup permintaan, penawaran, harga, program pemasaran yang akan digunakan, serta perkiraan penjualan. 2. Aspek Teknis Aspek teknis mencakup masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran hasil-hasil produksi, seperti lokasi proyek, besaran skala operasional untuk mencapai kondisi yang ekonomis, kriteria pemilihan mesin dan equipment, layout, proses produksi, serta ketepatan penggunaan teknologi. 3. Aspek Manajemen Analisis aspek manajemen difokuskan pada kondisi internal perusahaan. Aspek-aspek yang diperhatikan pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal penyelesaian proyek, dan pelaksana studi masing-masing aspek, dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur

42 25 organisasi, deskripsi jabatan, personil kunci, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. 4. Aspek Hukum Terdiri dari bentuk usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertifikat dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha. 5. Aspek Sosial Lingkungan Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya terhadap devisa negara, peluang kerja, dan pengembangan wilayah dimana proyek dilaksanakan. 6. Aspek Finansial Pengaruh finansial terhadap proyek. Tujuan dilakukan analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, dan 4) menentukan prioritas investasi (Gray, et al, 1992). 3.2 Teori Biaya dan Manfaat Dalam menganalisa suatu proyek tujuan analisa harus disertai dengan definisi biaya dan manfaat. Biaya diartikan sebagai salah satu yang mengurangi suatu tujuan, sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang

43 26 membantu terlaksananya suatu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti tanah, bangunan, pabrik, dan mesin. 2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. 3. Biaya lainnya, seperti pajak, bunga, dan pinjaman. Manfaat dapat diartikan sebagai suatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi : 1. Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan dirasakan sebagai akibat dari investasi seperti peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. 2. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek, seperti rekreasi. Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986).

44 Analisis Kelayakan Investasi Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur manfaat suatu proyek dapat digunakan dua cara. Yang pertama dengan menggunakan perhitungan berdiskonto, yaitu suatu teknik yang dapat menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang dan yang kedua menggunakan perhitungan tidak berdiskonto. Perbedaan dua cara ini terletak pada konsep Time Value of Money yang digunakan pada model perhitungan berdiskonto. Model perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum dibandingkan perhitungan berdiskonto yaitu ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima (Gittinger, 1986). Konsep Time Value of Money menyatakan bahwa nilai sekarang (present value) adalah ebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang (future value) yang disebabkan dua hal, yaitu: 1) time preference (sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih disenangi dibandingkan jumlah yang sama yang tersedia di masa yang akan datang), 2) Produktifitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat ini memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang melalui kegiatan yang produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah et al., 2001). Kedua unsur tersebut berhubungan secara timbal balik di dalam pasar modal untuk menentukan tingkat harga modal yaitu tingkat suku bunga,

45 28 sehingga dengan tingkat suku bunga dapat dimungkinkan untuk membandingkan arus biaya dan manfaat yang penyebarannya dalam waktu yang tidak merata. Untuk tujuan itu, tingkat suku bunga ditentukan melalui proses discounting (Kadariah et al.,2001). 3.4 Analisis Finansial Analisis finansial adalah analisis yang digunakan untuk membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000). Analisis Finansial terdiri dari: Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Menurut Keown (2004), Net Present Value diartikan sebagai nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu: a. NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu memberikan tingkat pengembalian sebesar modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung maupun rugi. b. NPV > 0, artinya suatu proyek dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan. c. NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan, atau dengan kata lain proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan.

46 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif. Kriteria Investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah: a. Net B/C = 1, maka NPV = 0, artinya proyek tidak untung ataupun rugi b. Net B/C > 1, maka NPV > 0, artinya proyek tersebut menguntungkan c. Net B/C < 1, maka NPV < 0, proyek tersebut merugikan Internal Rate Return (IRR) Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present value kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net Present value (NPV) sama dengan nol. Menurut Gittinger (1986) IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila memiliki nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan suatu investasi dianggap tidak layak apabila memiliki nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku Payback Periode (PBP) Payback Period atau tingkat pengembalian investasi merupakan suatu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur

47 30 periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal kembali, maka akan semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono, 1999). 3.5 Analisis Sensitivitas Analisis senstivitas dilakukan untuk meneliti kembali analisa kelayakan proyek yang telah dilakukan, tujuannya yaitu untuk melihat pengaruh yang akan terjadi apabila keadaan berubah. Hal ini merupakan suatu cara untuk menarik perhatian pada masalah utama proyek yaitu proyek selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat terjadi pada suatu keadaan yang telah diramalkan (Gittinger, 1986). Pada proyek di bidang pertanian terdapat empat masalah utama yang mengakibatkan proyek sensitif terhadap perubahan, yaitu: a. Perubahan harga jual b. Keterlambatan pelaksanaan proyek c. Kenaikan biaya d. Perubahan volume produksi 3.6 Kerangka Pemikiran Operasional Pangan merupakan kebutuhan pokok setiap individu yang harus dipenuhi. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat diduga akan turut memicu peningkatan di sisi konsumsi masyarakat khususnya konsumsi

48 31 protein. Peningkatan konsumsi ini menimbulkan daya tarik sekaligus peluang bagi pengusaha untuk turut berinvestasi dalam industri pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu proyek dari usaha makanan olahan dari ikan bandeng berupa bandeng isi. Analisis kelayakan dilakukan dengan menganalisis aspek-aspek yang menjadi kriteria kelayakan suatu investasi, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek finansial. Analisis Finansial mancakup kajian mengenai NPV, IRR, Net B/C Rasio, Payback Period, dan sensitivitas usaha bandeng isi tersebut. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi mengenai pelaksanaan usaha kepada pengusaha makanan olahan berupa bandeng isi. Adapun kerangka operasional penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.

49 32 Meningkatnya kebutuhan protein yang disebabkan oleh semakin bertambahnya jumlah penduduk Produk perikanan sebagai alternatif sumber protein Bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan yang berprotein cukup tinggi Ekspansi Usaha BANISI (Skenario I, Skenario II, dan Skenario III) Analisis Non Finansial (Aspek Teknis, Pasar, Bahan Baku, Hukum, Sosial Ekonomi, dan Manajemen) Analisis Finansial - NPV - Net B/C - IRR - PBP Analisis Sensitivitas Tidak Layak Layak Perlu dilakukan perhitungan ulang untuk mengetahui besaran ekspansi yang layak Baik untuk dilakukan ekspansi karena dapat memberikan keuntungan bagi yang berinvestasi Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

50 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di BANISI yang terletak di daerah Bandung, Jawa Barat. Pemilihan Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) mengingat BANISI adalah salah satu pelaku usaha baru dalam industri makanan olahan ikan bandeng. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data hasil wawancara, pemberian kuesioner maupun observasi langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil laporan perusahaan, artikel, studi serta data lembaga yang terkait penelitian ini. 4.3 Metode Analisis Data Data dan informasi kuantitatif yang telah diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel yang kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi yang bertujuan untuk mengklasifikasikan serta memudahkan dalam menganalisis data. Data yang bersifat kuantitatif antara lain data biaya baik biaya investasi, maupun biaya operasional serta data penerimaan sebagai hasil dari penjualan produk BANISI. Untuk data yang bersifat kualitatif seperti analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek

51 34 manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan selanjutnya akan disajikan dalam bentuk analisis deskriptif. 4.4 Analisis Kelayakan Investasi Suatu usaha dapat dikatakan layak apabila telah memenuhi kriteria kelayakan investasi. Untuk mengetahui kelayakan BANISI akan dilihat melalui kriteria kelayakan investasi. Adapun kriteria kelayakan investasi yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain analisis kelayakan bahan baku, Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Period (PBP) Analisis Kelayakan Bahan Baku Analisis mengenai sumber bahan baku merupakan aspek yang tidak terlepas dari aspek teknis suatu usaha. Analisis ini penting untuk dikaji secara mendalam terkait dengan penggunaan bahan baku dalam pengolahan suatu produk. Menurut Wibisono (1997) faktor faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku, yaitu : 1. Perencanaan volume produksi 2. Sifat musiman 3. Perilaku pemasok 4. Fluktuasi harga bahan baku 5. Keterbatasan dana dan tempat penyimpanan 6. Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan di gudang 7. Resiko kerusakan dan penurunan kualitas bahan baku.

52 35 Menurut Umar (2003) hal-hal pokok yang perlu dikaji dalam aspek ini antara lain : 1. Penentuan jumlah order 2. Penentuan jumlah bahan baku sebagai persediaan 3. Menentukan bagaimana dan kapan bahan baku akan dibeli Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) suatu proyek adalah selisih antara nilai sekarang (present value) dari manfaat terhadap arus biaya. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Dalam menghitung NPV dibutuhkan informasi mengenai tingkat suku bunga yang relevan. Rumus perhitungan NPV menurut Husnan (2000) adalah sebagai berikut: n B t C NPV = t t= 0 ( 1+ i) t Keterangan: B t = manfaat yang diperoleh setiap tahun C t = biaya yang dikeluarkan setiap tahun n = jumlah tahun i = tingkat bunga (diskonto) Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu: a. NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu memberikan tingkat pengembalian sebesar modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung maupun rugi.

53 36 b. NPV > 0, artinya suatu proyek dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan. c. NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan, atau dengan kata lain proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) Net Benefit dan Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka perbandingan antar jumlah nilai sekarang yang bernilai positif dengan jumlah nilai sekarang yang bernilai negatif. Adapun rumus perhitungan Net B/C yaitu (Husnan, 2000): Keterangan: Net B/C = n t= 0 n Bt Ct t ( 1 i) B Ct t t= ( ) t 0 1 i Dimana ( B ) t Ct > 0 ( Bt Ct < 0) B t = manfaat yang diperoleh setiap tahun C t = biaya yang dikeluarkan setiap tahun n = jumlah tahun i = tingkat bunga (diskonto) Kriteria investasi berdasarkan Net B/C rasio adalah: a. Net B/C = 1, maka NPV = 0, artinya proyek tidak untung ataupun rugi b. Net B/C > 1, maka NPV > 0, artinya proyek tersebut menguntungkan c. Net B/C < 1, maka NPV < 0, artinya proyek tersebut merugikan

54 Internal Rate Return (IRR) IRR yaitu tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila memiliki nilai IRR lebih besar daripada tingkat suku bunga yang berlaku, demikian juga sebaliknya investasi akan dianggap tidak layak apabila nilai IRR lebih kecil daripada tingkat suku bunga yang berlaku. Rumus IRR menurut Husnan (2000) yaitu: NPV ' IRR = i + ( i i) NPV NPV ' Keterangan: i = Discount rate yang menghasilkan NPV positif i = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV = NPV yang bernilai positif NPV = NPV yang bernilai negatif Tingkat Pengembalian Investasi (Payback Period) Payback Period digunakan untuk melihat jangka waktu pengembalian suatu investasi yang dikeluarkan melalui pendapatan bersih tambahan yang diperoleh dari usaha BANISI. Semakin kecil Payback Period menunjukkan semakin cepat jangka waktu pengembalian suatu investasi dan semakin kecil resiko yang dihadapi oleh investor. Rumus untuk menghitung Payback Period yaitu (Husnan, 2000): Payback Period = I Ab

55 38 Keterangan: I = Besarnya investasi yang dibutuhkan A b = Benefit bersih yang dapat diperoleh setiap tahunnya 4.5 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah dari hasil suatu analisis. Tujuan analisis sensitivitas adalah untuk melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi, apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis ini perlu dilakukan karena dalam berinvestasi perhitungan didasarkan pada proyekproyek yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang (Gittinger, 1986). Menurut Gittinger (1986) suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Pada analisis sensitivitas secara langsung memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut dapat dilakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan kemudian dapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek. Dalam penelitian ini, analisis kepekaan digunakan apabila terjadi perubahan pada kenaikan harga input atau bahan baku, penurunan volume produksi dan penurunan harga jual output.

56 Asumsi Dasar yang Digunakan Asumsi dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Modal usaha sepenuhnya menggunakan modal sendiri. 2. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito Bank Indonesia pada bulan April 2008 sebesar 8% karena pemilik tidak melakukan pinjaman kepada bank komersial. 3. Umur proyek adalah 10 tahun, didasarkan pada umur investasi terlama yaitu kolam limbah. 4. Inflow dan Outflow merupakan proyeksi berdasarkan pada penelitian dan informasi yang didapatkan pada tahun Jenis ikan yang digunakan hanya ikan bandeng. 6. Bobot ikan bandeng yang digunakan kurang lebih 300 gr atau dalam 1 kg terdapat 3 ekor ikan bandeng. 7. Tidak ada produk afkir/cacat 8. Harga yang digunakan adalah harga konstan yaitu harga jual BANISI ke agen sebesar Rp Total produksi adalah jumlah produk BANISI yang dihasilkan selama satu tahun. Nilai total penjualan adalah hasil kali antara total produksi dengan harga jual. 10. Biaya yang dikeluarkan untuk usaha ini terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-1 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan-peralatan yang telah habis umur ekonomisnya. 11. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.

57 Nilai tanah dan bangunan dihitung menggunakan sistem sewa karena tempat produksi letaknya bergabung dengan kediaman pemilik dan tidak seluruh ruangan di kediaman pemilik digunakan sebagai lokasi produksi. 13. Dilakukan tiga skenario yaitu skenario I adalah usaha dengan perolehan bahan baku yang telah dilaksanakan saat ini dan tanpa penambahan alat, skenario II adalah ekspansi usaha dengan penambahan bahan baku dan alat produksi sebesar dua kali lipat dari kapasitas normal, serta skenario III yaitu usaha dengan perolehan bahan baku langsung dari produsen ikan bandeng.

58 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Visi, Misi dan Tujuan Visi BANISI adalah menjadi salah satu perusahaan pengolahan ikan bandeng terbaik yang menekankan pada inovasi produk olahan yang berkualitas, serta mampu memasyarakatkan konsumsi ikan bandeng di masyarakat. Misi BANISI adalah memberikan produk olahan ikan bandeng yang berkualitas kepada konsumen dan memasarkan secara optimal produk olahan ikan bandeng dalam rangka membangun citra perusahaan. Tujuan BANISI adalah mengembangkan usaha dengan mengadopsi sistem yang digunakan pada usaha waralaba dengan terus melakukan inovasi tiada henti, meningkatkan kepuasan konsumen, serta membuka lapangan pekerjaan untuk pengangguran. 5.2 Profil Perusahaan BANISI merupakan salah satu usaha agroindustri di bidang pengolahan makanan yang menggunakan ikan bandeng sebagai bahan baku utamanya. BANISI merupakan singkatan dari produk yang dihasilkan dari perusahaan ini, yaitu bandeng isi. Walaupun perusahaan ini didirikan pada bulan Desember 2007, tetapi sebenarnya usaha ini telah ada dari bulan Agustus 2006 hanya saja pemilik belum memberikan merek pada produk ini. Usaha ini walaupun belum turun temurun tetapi tergolong usaha keluarga karena pada awalnya usaha ini hanya dijalankan oleh anggota keluarga sebelum akhirnya merekrut karyawan dari masyarakat lingkungan sekitar. Perusahaan yang berlokasi di Jl. Bougenvile No.

59 42 17 Komplek Soreang Indah, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini merupakan usaha sampingan dari pemilik yang memiliki pekerjaan di bidang properti sebagai mata pencaharian utamanya. Meskipun belum berbentuk badan hukum, BANISI sudah memperoleh izin resmi usaha dari Dinas Kesehatan setempat berdasarkan P. IRT No serta izin dari LP. POM No dan juga sertifikasi halal dari MUI. BANISI yang bergerak dalam usaha pengolahan makanan jadi berbahan baku ikan bandeng ini masih beroperasi dalam skala kecil. Hal ini disebabkan modal yang digunakan berasal dari modal sendiri dalam pembangunan usahanya sehingga untuk dapat menjalankan usahanya dalam skala besar pemilik harus melakukan secara bertahap. Perusahaan yang didirikan di areal perumahan ini memiliki keuntungan dalam hal pemenuhan kebutuhan tenaga kerja. Areal perumahan tempat perusahaan berdiri memungkinkan perusahaan untuk merekrut tenaga kerja tambahan yang terkadang diperlukan ketika perusahaan menghadapi permintaan yang lebih besar dari kapasitas produksi normal. Dalam produksinya Bapak Totok masih belum mempercayakan masalah pembuatan bumbu kepada pekerjanya. Alasan pemilik untuk tidak melimpahkan tanggung jawab dalam pembuatan bumbu yaitu untuk menjaga kekonsistenan rasa dari produk bandeng isi. Selain itu beliau juga tetap melakukan kontrol terhadap para pekerja agar mutu produk tetap terjaga.

60 Jenis dan Perkembangan Usaha Produk yang dihasilkan oleh BANISI adalah bandeng isi dengan tiga pilihan rasa yaitu rasa daging sapi, daging ayam, dan udang. Untuk kegiatan produksi sampai saat ini, BANISI telah memiliki alat berupa satu buah vacuum, satu buah oven, dan satu buah kalakat atau panci khusus dengan kapasitas produksi 75 bandeng per satu kali siklus produksi, tetapi untuk bahan baku ikan bandeng BANISI masih belum membudidayakan sendiri dikarenakan jumlah modal yang tidak memadai. Karena tergolong perusahaan baru, maka belum terjadi perkembangan signifikan yang terjadi di perusahaan ini. Pemilik perusahaan mempunyai rencana ke depan untuk melakukan ekspansi dengan meningkatkan produktivitas. Hal ini dilakukan dengan menambah jumlah alat produksi serta penggunaan bahan baku. 5.4 Struktur Organisasi Pada dasarnya BANISI belum memiliki struktur organisasi secara tertulis. Namun berdasarkan hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi BANISI terdiri atas pemilik perusahaan, bagian keuangan, bagian produksi, quality control dan litbang, dan bagian pemasaran. Pemilik perusahaan memiliki peran yang dominan dalam setiap aktivitas perusahaan. Struktur perusahaan BANISI dapat dilihat pada Gambar 2.

61 44 Pemilik Perusahaan Penanggung Jawab Keuangan Penanggung Jawab Produksi Quality control dan Litbang Penanggung Jawab Pemasaran Gambar 2. Struktur Organisasi Perusahaan BANISI Sumber: BANISI, 2008 a. Pemilik Perusahaan Perusahaan ini dipimpin oleh Bapak Totok Hariyono yang memiliki wewenang untuk melakukan seluruh kegiatan perusahaan terutama untuk merencanakan strategi, mengambil keputusan, mengawasi jalannya aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan pemasok maupun agen, quality control dan litbang, pemasaran, serta melakukan evaluasi kegiatan di perusahaan. b. Penanggung Jawab Keuangan Penanggung jawab keuangan dipegang oleh Ibu Sulistyowati yang bertanggung jawab terhadap transaksi keuangan perusahaan serta pembukuan. c. Penanggung Jawab Produksi Bertanggung jawab terhadap jalannya produksi dari mulai persiapan bahan baku, perekrutan dan pelatihan tenaga kerja sampai pengemasan produk jadi untuk kemudian siap dipasarkan.

62 45 d. Penanggung Jawab Pemasaran Bertanggung jawab dalam merumuskan strategi pemasaran yang akan digunakan, mengawasi implementasi dari strategi pemasaran, menjalin hubungan kerjasama baik dengan agen maupun konsumen akhir. e. Quality Control dan Litbang Bertanggung jawab terhadap kualitas atribut produk yang dihasilkan, mencakup kekonsistenan rasa, ukuran dan keamanan untuk dikonsumsi, serta melakukan inovasi produk yang berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan konsumen.

63 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Aspek-aspek Non Finansial Analisis aspek-aspek non finansial yang akan dibahas dalam penelitian ini antar lain, aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, aspek hukum, serta aspek sosial ekonomi dan lingkungan Aspek Pasar Aspek pasar digunakan untuk mengkaji mengenai potensi pasar produk bandeng isi baik dari sisi permintaan, penawaran maupun harga yang berlaku, juga strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan menyangkut bauran pemasaran yaitu harga, tempat, promosi, dan distribusi. a) Permintaan Potensi pasar untuk produk bandeng isi cukup tinggi. Tingginya potensi pasar bandeng isi ini terbukti dari tingginya jumlah permintaan untuk bandeng isi baik di Bandung maupun di luar Bandung. Permintaan bandeng isi ini biasanya datang dari agen maupun rumah tangga. Namun, penawaran produk bandeng isi masih sangat terbatas karena masih sedikit orang yang menggeluti usaha pembuatan bandeng isi. Hal ini membuat harga bandeng isi cukup tinggi yaitu Rp per ekor. Harga tersebut berlaku di tingkat agen, sedangkan harga pada tingkat end user dapat mencapai kisaran Rp per ekor. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran produk bandeng isi memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Dengan demikian, pasar dapat menyerap seluruh jumlah bandeng isi yang diproduksi oleh perusahaan. Kebutuhan bandeng isi untuk memenuhi pasar Bandung saja mencapai 1200 ekor

64 47 per bulan, sedangkan untuk di luar Bandung perusahaan baru berencana untuk melakukan ekspansi ke Banjarmasin. Rencana ekspansi ke luar Bandung ini sebelumnya tidak direncanakan oleh pemilik sampai suatu saat datang pesanan dari konsumen di Banjarmasin, sehingga pemilik memiliki ide untuk memperluas pemasarannya sampai ke Banjarmasin. Sampai saat ini agen merupakan penyerap utama dari produk ini. b) Penawaran Tingginya suatu potensi pasar tidak hanya dilihat dari tingkat permintaan tetapi juga dari tingkat penawaran. Produk bandeng isi dapat dikatakan masih sangat rendah dari sisi penawaran karena saat ini hanya BANISI yang menawarkan produk bandeng isi secara komersil. Dengan kondisi yang demikian perusahaan memperoleh keuntungan tersendiri dalam menjalankan usahanya. Dengan tidak adanya pesaing secara langsung, BANISI mampu memperoleh posisi tawar yang tinggi di mata konsumen. Tetapi penawaran yang ada untuk produk bandeng isi saat ini belum mampu memenuhi permintaan pasar. Hal ini terbukti dari produk bandeng isi yang selalu habis terjual, bahkan terkadang ada pembeli yang tidak mendapatkan produk bandeng isi karena telah habis terjual. Melihat potensi penawaran tersebut produk ini menjanjikan untuk diusahakan. c) Strategi Pemasaran Untuk sarana promosi, BANISI belum memiliki alat atau media khusus untuk memasarkan bandeng isi yang diproduksinya. Sejauh ini, BANISI menjual hasil produksinya kepada agen-agen yang telah dikenal dan masyarakat di lingkungan sekitar tempat produksi. Distribusi dari perusahaan ke agen dilakukan sendiri oleh perusahaan. Bandeng isi yang telah diproduksi terlebih dahulu

65 48 dikemas dalam kemasan vacuum yang kedap udara agar tetap awet, kemudian dikirim ke pengumpul yaitu agen atau outlet-outlet makanan yang tersebar di sekitar Bandung. Dari agen atau outlet-outlet tersebut, barulah bandeng isi kemudian didistribusikan kepada konsumen akhir. Di setiap outlet sendiri telah memasang media promosi berupa banner yang bertujuan untuk meningkatkan awareness konsumen akan produk bandeng isi tersebut. Berikut adalah skema aliran pemasaran bandeng isi yang dilakukan oleh BANISI. BANISI Agen atau outlet-outlet penjual makanan khas Konsumen Akhir (rumah tangga) Gambar 3. Skema Aliran Pemasaran Bandeng Isi BANISI Sumber: BANISI, 2008 d) Hasil Analisis Aspek Pasar Berdasarkan analisis potensi pasar bandeng isi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengusahaan bandeng isi ini layak untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan besarnya potensi pasar untuk produk bandeng isi dilihat dari sisi permintaan, penawaran, dan harga. Jumlah permintaan yang tidak diimbangi oleh jumlah penawaran menciptakan peluang besar pada pengusahaan bandeng isi. Di samping itu, harga jual yang tinggi juga cukup menjanjikan bahwa usaha pembuatan bandeng isi dapat mendatangkan keuntungan.

66 Aspek Teknis Analisis dalam aspek teknis mencakup lokasi usaha proyek, besarnya skala usaha proyek, jenis pemilihan mesin, proses produksi, dan ketepatan teknologi yang digunakan. Berikut adalah hasil analisis pada tiap kriteria aspek teknis. a) Lokasi Usaha Lokasi usaha BANISI terletak di Jl. Bougenvile No. 17 Komplek Soreang Indah, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lokasi produksi adalah: 1. Letak pasar yang dituju BANISI sampai saat ini lebih banyak menjual hasil produksinya kepada agen yang tersebar di sekitar Bandung dibandingkan langsung ke konsumen akhir. Hal ini karena BANISI belum memiliki outlet tersendiri untuk menjual langsung kepada konsumen akhir, sehingga sangat sulit bagi konsumen akhir yang berada jauh dari tempat produksi untuk membeli produk bandeng isi. Harga yang diberikan BANISI dibedakan antara agen dan konsumen akhir. Untuk agen satu ekor bandeng isi dijual dengan harga Rp , sedangkan untuk konsumen harga bandeng isi dijual dengan harga Rp per ekor. Dalam menjual bandeng isi BANISI memberi batasan jumlah minimum kepada agen dalam melakukan pembelian yaitu sebanyak lima dus atau setara dengan lima belas ekor bandeng isi. Dari agen inilah baru kemudian produk banisi sampai ke tangan konsumen. Sedangkan untuk konsumen akhir tidak ada batasan jumlah minimum dalam membeli bandeng isi.

67 50 2. Tenaga listrik dan air Untuk tenaga listrik daerah produksi bandeng isi telah dijangkau oleh aliran listrik sehingga untuk penggunaan listrik, tidak ada masalah dalam hal ini. Sementara itu, air sangat berlimpah di daerah lokasi proyek dikarenakan daerah Kabupaten Bandung yang masih terbilang asri karena letak geografisnya yang tinggi sehingga pasokan air bersih masih terbilang melimpah di daerah tersebut. Saat ini BANISI menggunakan air yang berasal dari sumber air tanah untuk keperluan usahanya. Hal ini sangat membantu perusahaan dalam masalah ketersediaan air. Dengan menggunakan air tanah, BANISI hanya mengeluarkan biaya listrik dari sumur pompa tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk penggunaan air yang semestinya harus dikeluarkan jika perusahaan menggunakan fasilitas dari PAM. Selain bersih air yang digunakan pun tidak mengandung bahan kimia atau logam sehingga perusahaan tidak perlu melakukan proses penyaringan air untuk menghilangkan kandungan bahan kimia dan logam. 3. Suplai tenaga kerja Perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Suplai tenaga kerja dapat diperoleh dari warga sekitar lokasi proyek. Tenaga kerja dibutuhkan dalam proses pencabutan duri, pemanggangan, dan pengemasan. Sementara untuk kegiatan membuat bahan isian dan bumbu masih ditangani oleh anggota keluarga pemilik perusahaan dengan alasan untuk menjaga kekonsistenan rasa.

68 51 4. Fasilitas transportasi Lokasi proyek yang terletak di kompleks perumahan telah memiliki fasilitas jalan aspal dengan kondisi baik. Untuk alat transportasi yang digunakan dalam membantu proses produksi baik untuk pendistribusian produk maupun akses untuk menuju sumber bahan baku pemilik menggunakan sepeda motor milik sendiri. Tidak ada kesulitan untuk menuju lokasi proyek karena fasilitas jalan yang telah memadai sehingga dapat diakses dengan menggunakan kendaraan beroda dua maupun beroda empat. 5. Hukum dan peraturan yang berlaku Sejauh ini, tidak ada hambatan hukum dan peraturan lokal yang melarang kegiatan usaha ini. Perusahaan juga telah mendapat izin resmi usaha dari Dinas Kesehatan setempat berdasarkan P. IRT No Selain dari Dinas Kesehatan setempat, usaha ini juga telah mendapat izin dari LP. POM No dan juga sertifikasi halal dari MUI. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat pun tidak ada yang menentang kegiatan usaha ini. 6. Iklim dan keadaan tanah Kondisi iklim dan keadaan tanah Kabupaten Bandung dapat dikatakan cukup baik, walaupun kedua hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap proses produksi bandeng isi. 7. Sikap masyarakat Sikap masyarakat sangat terbuka dan mendukung adanya usaha pembuatan bandeng isi ini. Karena dengan adanya usaha pembuatan bandeng isi ini mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat lingkungan sekitar.

69 52 Masyarakat sekitar juga mulai tertarik untuk ikut menjadi agen penjual bandeng isi, tetapi diantara mereka masih belum ada yang ikut membuka usaha pembuatan bandeng isi ini yang mungkin dikarenakan kurangnya modal dan terbatasnya pengetahuan untuk membuat bandeng isi. 8. Rencana untuk perluasan usaha BANISI berencana untuk melakukan ekspansi usaha dengan menambah jumlah peralatan produksinya dalam rangka memenuhi jumlah permintaan yang terkadang belum terpenuhi. Untuk merealisasikan harapan tersebut, kendala yang menghambat adalah modal karena alat yang digunakan untuk produksi terbilang cukup mahal. b) Skala Usaha Saat ini BANISI masih beroperasi dalam skala kecil. Produksinya baru dapat dipasarkan ke beberapa agen di sekitar Bandung. Jumlah produksi yang dilakukan saat ini juga dianggap belum mencapai skala ekonomis karena terkadang ada permintaan yang belum terpenuhi. Untuk mencapai skala ekonomis, menurut pemilik BANISI setidaknya harus memproduksi dua kali lebih banyak dari kapasitas produksi saat ini agar seluruh permintaan akan produk bandeng isi dapat terpenuhi. Dengan demikian, tidak ada lagi pembeli yang tidak mendapatkan bandeng isi ini karena kapasitas produksinya yang masih terbatas. Karena permintaan bandeng isi terbilang cukup tinggi, maka peluang untuk meraih keuntungan besar dapat diperoleh dengan memperluas skala usaha. Kapasitas perusahaan juga masih belum tergarap secara optimal. Hal ini dapat dijadikan modal dalam rencana perluasan skala usaha. Dapat dikatakan bahwa BANISI

70 53 masih sangat berpotensi untuk meningkatkan skala usahanya untuk mencapai skala ekonomis. c) Layout Layout adalah keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Layout perusahaan disesuaikan dengan sifat proses produksi yang direncanakan untuk proyek yang dilaksanakan oleh perusahaan (Husnan dan Muhammad, 2000). BANISI memiliki luas bangunan sebesar 110 m 2. Lokasi produksi terletak menyatu dengan kediaman pemilik dalam satu bangunan. Ruangan untuk memproduksi bandeng isi selain berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses produksi juga berfungsi sebagai dapur pribadi. Struktur ruangan untuk proses produksi ditata sesuai dengan alur proses produksi. Ruangan ini ini terbagi menjadi dua, satu ruangan berfungsi sebagai tempat mengolah bandeng sedangkan ruang kedua berfungsi sebagai tempat melakukan pengemasan produk akhir yang siap untuk dipasarkan. Untuk lebih lengkapnya, layout BANISI dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk kegiatan yang sifatnya administratif biasanya digunakan ruangan bagian depan dari kediaman pemilik yang dalam keadaan normal berfungsi sebagai ruang tamu. Kegiatan ini dapat berupa penerimaan tamu yang akan membeli produk bandeng isi dan semua kegiatan administratif lainnya d) Proses Produksi Proses produksi bandeng isi di BANISI melalui beberapa tahap mulai dari persiapan bahan baku sampai proses pengemasan. Berikut adalah tahapan proses produksi bandeng isi:

71 54 a. Persiapan Bahan Baku Utama Ikan bandeng yang telah disiapkan dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan bau lumpur yang biasanya ada pada ikan bandeng. Pencucian mencakup pengambilan insang dan isi perut bandeng, karena biasanya lumpur banyak terdapat di dalam insang yang tersaring ketika ikan bandeng bernafas. Setelah melalui proses pencucian ikan bandeng kemudian dihilangkan sisiknya menggunakan tulang sapi. Penggunaan tulang sapi dimaksudkan agar saat proses membersihkan sisik kulit bandeng tidak menjadi rusak. Setelah itu bandeng yang telah dihilangkan sisiknya dicuci kembali dengan menggunakan air bersih. Dalam tahapan ini juga dilakukan penyortiran untuk menjaga mutu produk yang dihasilkan. b. Persiapan Bahan Baku Tambahan (Isian) Bahan baku yang digunakan untuk isian mencakup daging sapi, daging ayam dan udang, telur, susu, kelapa, serta bumbu-bumbu seperti bawang putih, bawang merah, kemiri, kunir, gula dan garam. Semua bahan kemudian dicuci bersih untuk menjaga agar tetap higienis. c. Pengambilan Daging Ikan Bandeng (Pemisahan Duri dan Kulit) Bandeng yang telah dicuci bersih dan disortir kemudian dipisahkan antara daging, duri dan kulitnya. Duri yang telah dipisahkan kemudian dibuang agar ketika konsumen mengkonsumsi bandeng isi ini tidak lagi terganggu dengan duri bandeng yang terkenal halus. Dalam pengerjaan proses ini sangat dibutuhkan kehati-hatian karena

72 55 apabila kulit bandeng rusak maka kulit ini tidak dapat digunakan untuk proses selanjutnya. d. Penggilingan Daging Bandeng Daging bandeng yang telah dipisahkan dari kulit dan durinya lalu dicuci dan digiling kemudian ditiriskan untuk mengurangi kadar air dan nantinya dicampurkan dengan bahan isian. e. Pembuatan Bahan Isian Daging sapi, ayam dan udang yang digunakan untuk isian digiling sesuai jenisnya baru kemudian dicampur dengan bumbu-bumbu dan bahan-bahan lain sehingga membentuk adonan. f. Pengisian Bahan Isian ke Dalam Bandeng Bahan-bahan isian yang telah berbentuk adonan kemudian dicampur dengan daging bandeng yang telah digiling setelah itu dimasukkan ke dalam kulit bandeng untuk selanjutnya menjalani proses pemanggangan. g. Pemanggangan Bandeng isi yang telah siap kemudian dipanggang menggunakan oven dengan temperatur 140 derajat celcius selama kurang lebih 6 jam atau sampai bandeng berwarna kuning keemasan yang menandakan bahwa bandeng isi telah matang dan siap untuk dikemas. h. Pengemasan Proses terakhir yaitu proses pengemasan. Bandeng yang telah melalui proses pemanggangan kemudian dikemas dalam kemasan

73 56 plastik kedap udara dengan menggunakan alat vacuum agar tahan lama. Kemudian bandeng dimasukkan ke dalam kemasan karton untuk kemudian siap dipasarkan Untuk skema proses produksi bandeng isi dapat dilihat pada Gambar 4. Bumbu Bahan Isian (Daging Sapi, Ayam, dan Udang) Pencucian Awal Digiling Pembuangan Sisik Pencampuran Pencucian Kedua Adonan Pemisahan Daging, Duri, dan Kulit Bandeng Sapi Udang Ayam Daging Bandeng Kulit Bandeng Digiling Ditiriskan (Untuk Mengurangi Kadar Air Pencampuran Pengisian Pemanggangan (oven) Pengemasan (vacuum) Gambar 4. Skema Proses Produksi Bandeng Isi

74 57 e) Hasil Analisis Aspek Teknis Dari hasil analisis terhadap aspek teknis, dapat dikatakan bahwa pengusahaan pembuatan bandeng isi yang dilakukan oleh BANISI adalah layak untuk dijalankan. Tidak ada masalah yang dapat menghambat jalannya kegiatan usaha pembuatan bandeng isi ini. Usaha ini pun telah dilegalkan oleh pemerintah daerah setempat melalui surat izin usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat Aspek Bahan Baku Aspek bahan baku merupakan salah satu aspek yang perlu diteliti pada suatu usaha terutama untuk jenis usaha yang menggunakan bahan baku produk pertanian. Hal ini dikarenakan sifat produk pertanian yang memiliki karakteristik khusus yaitu perishable (mudah rusak), bersifat musiman, bulky, dan voluminous. Menurut Umar (2003) hal-hal pokok yang perlu dikaji dalam aspek ini antara lain : 4. Penentuan jumlah order 5. Penentuan jumlah bahan baku sebagai persediaan 6. Menentukan bagaimana dan kapan bahan baku akan dibeli Dalam penelitian ini akan diteliti mengenai ketiga hal diatas terkait dengan pengelolaan aspek bahan baku yang diterapkan di perusahaan. a) Penentuan Jumlah Order Bahan baku utama yang digunakan oleh BANISI adalah ikan bandeng. Ikan bandeng yang digunakan oleh BANISI berasal dari daerah Losari dengan pertimbangan ikan bandeng yang berasal dari daerah tersebut memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dari daerah lain. Salah satu indikator ikan bandeng yang

75 58 berkualitas baik adalah ketika diolah daging ikan bandeng tidak berbau tanah, pertimbangan inilah yang digunakan oleh pemilik dalam memilih bahan baku. Dalam menentukan jumlah bahan baku yang akan dibeli biasanya disesuaikan dengan kapasitas produksi perusahaan. Untuk bahan baku utama dan bahan baku isian jumlah pembelian disesuaikan dengan kebutuhan untuk satu kali siklus produksi. Tetapi untuk bumbu-bumbu perusahaan biasanya membeli kebutuhan untuk satu rangkaian produksi yaitu sebanyak empat kali proses produksi dalam seminggu. b) Penentuan Jumlah Bahan Baku Sebagai Persediaan Untuk bahan baku utama dan bahan isian yang digunakan oleh perusahaan selalu habis terpakai, tidak ada sisa bahan baku dalam satu siklus produksi. Jadi perusahaan tidak melakukan penyimpanan bahan baku sebagai persediaan. Tetapi untuk bumbu bumbu yang digunakan perusahaan membeli dalam jumlah banyak untuk memenuhi satu rangkaian siklus produksi yaitu sebanyak empat kali produksi dalam seminggu. c) Penentuan Cara dan Waktu Pembelian Bahan Baku Pembelian bahan baku dilakukan oleh perusahaan saat akan melakukan produksi agar bahan baku tetap dalam keadaan segar ketika diolah. Jika dilihat secara geografis lokasi perusahaan terbilang jauh dari lokasi produsen ikan bandeng. Tetapi, BANISI telah mengatasi hal ini dengan mengadakan kerjasama dengan pedagang di pasar yang berlokasi tidak jauh dari lokasi produksi untuk menyediakan ikan bandeng yang berasal dari daerah Losari. Bahan baku lainnya seperti daging ayam, daging sapi dan udang sebagai bahan isian dibeli di lokasi yang sama dengan lokasi pembelian ikan bandeng. Walaupun bahan baku yang

76 59 dibutuhkan terbilang musiman tetapi perusahaan telah mengatasi kendala ini dengan membuat perjanjian menggunakan sistem deposit kepada pedagang untuk mengatasi kelangkaan bahan baku. Jadi secara keseluruhan, perusahaan tidak menghadapi masalah yang cukup berarti mengenai ketersediaan bahan baku. d) Hasil Analisis Aspek Bahan Baku Dilihat dari analisis aspek bahan baku BANISI sampai saat ini belum pernah menemui kendala dalam pemenuhan bahan baku. Dapat dikatakan dari aspek bahan baku usaha ini layak untuk dilaksanakan karena tidak ada hambatan bagi perusahaan baik dalam pemenuhan bahan baku maupun dalam penggunaannya. Walaupun bahan baku yang digunakan bersifat musiman tetapi perusahaan telah menemukan cara untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu bahan baku yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal oleh perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya persediaan bahan baku di perusahaan, artinya bahan baku yang ada selalu habis digunakan untuk proses produksi Aspek Manajemen Sejak didirikan pada Agustus 2006, BANISI belum mempunyai struktur organisasi formal seperti perusahaan pada umumnya. Alasannya adalah perusahaan ini masih tergolong baru dan merupakan usaha keluarga. Jadi, karena sifatnya yang kekeluargaan membuat perusahaan ini bergerak secara non formal tanpa struktur yang jelas. Meskipun tanpa struktur organisasi lengkap, BANISI memiliki pembagian tugas yang jelas. Pemilik perusahaan bertindak menangani masalah quality control. Sementara itu, pegawainya bertugas untuk memisahkan daging bandeng dengan kulit dan duri, memanggang, serta mengemas bandeng isi yang telah siap. Jumlah tenaga kerja yang digunakan sebanyak 5 orang. Kelima

77 60 orang yang bekerja tersebut merupakan warga daerah setempat. Kebutuhan tenaga kerja yang paling banyak adalah pada saat menangani pesanan khusus seperti acara pernikahan, khitanan, dan lain-lain. Untuk menangani pesanan khusus ini perusahaan terkadang merekrut tenaga kerja sementara agar permintaan akan produk bandeng isi tetap dapat terpenuhi. Perusahaan ini cukup layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek manajemen. Walaupun perusahaan ini belum memiliki struktur organisasi formal, tetapi telah mempunyai pembagian tugas yang jelas antara pemilik dan pengelola kegiatan usaha. Hal ini disebabkan karena perusahaan ini masih baru dan skala usahanya kecil serta merupakan usaha keluarga. Jadi, cukup wajar apabila perusahaan ini belum mempersiapkan struktur formal untuk sebuah organisasi atau perusahaan Aspek Hukum Pada aspek hukum, hal yang perlu dianalisis adalah bentuk badan hukum usaha yang dijalankan serta izin usaha yang diperoleh perusahaan. a) Bentuk Badan Usaha Bentuk badan usaha yang digunakan oleh BANISI saat ini dapat dikategorikan sebagai badan usaha perseorangan. Karena sesuai dengan ciri-ciri perusahaan perseorangan yaitu modal usaha yang digunakan berasal dari 1 orang yaitu pemilik perusahaan, seluruh modal yang digunakan untuk menjalankan kegiatan pembuatan bandeng isi ini juga berasal dari pemilik perusahaan. Keuntungan dari bentuk usaha ini adalah pemilik perusahaan dapat menikmati seluruh keuntungan yang diperoleh perusahaan. Sedangkan kelemahannya adalah segala bentuk kerugian atau beban perusahaan harus ditanggung sendiri oleh

78 61 pemilik perusahaan. Berbeda dengan perusahaan yang telah berbentuk CV atau Firma. Pada CV atau Firma, jumlah pemilik modal biasanya berjumlah lebih dari 1 orang. Jadi, pengumpulan modal usaha dilakukan oleh beberapa orang untuk menjalankan usaha yang telah disepakati bersama. Perbedaan yang paling menonjol antara CV dan Firma adalah tanggung jawab antar pemilik modal. Jika pada CV terdapat sekutu aktif yaitu orang yang memberikan modalnya serta terlibat dalam pelaksanaan kegiatan usaha dan sekutu pasif yaitu orang yang hanya memberikan modal tanpa ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan usaha. Sedangkan pada Firma, tidak terdapat sekutu aktif dan sekutu pasif, semua pemilik modal ikut terlibat dalam pelaksanaan kegiatan usaha. b) Izin Usaha Dalam menjalankan kegiatan usaha pembuatan bandeng isi ini, tidak ada hambatan dalam perolehan izin usaha. BANISI telah memperoleh izin usaha dari Dinas Kesehatan setempat yaitu berdasarkan P. IRT No Selain dari Dinas Kesehatan setempat usaha ini juga telah mendapat izin dari LP. POM No dan juga sertifikasi halal dari MUI, sehingga konsumen tidak perlu merasa khawatir untuk mengkonsumsi produk bandeng isi karena produk ini aman dan halal untuk dikonsumsi Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Keberadaan BANISI tidak memberikan dampak buruk bagi kondisi lingkungan daerah sekitar proyek. Berbeda dengan kegiatan usaha perindustrian pada umumnya yang menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan, kegiatan usaha pembuatan bandeng isi yang dilakukan oleh BANISI ini tidak menghasilkan limbah yang dapat berdampak buruk bagi keseimbangan

79 62 lingkungan. Limbah yang dihasilkan oleh perusahaan ini tergolong sebagai limbah organik. Limbah yang berupa duri, insang dan isi perut ikan ini biasanya dibuang dalam kolam yang telah disediakan pemilik sebagai pakan ikan. Selain itu BANISI juga memberikan peluang kerja tambahan bagi masyarakat sekitar. Contohnya adalah pada saat ada pesanan khusus, dimana perusahaan membutuhkan tenaga kerja lebih untuk memenuhi pesanan. Jika dilihat dari aspek sosial ekonomi dan lingkungan, pengusahaan pembuatan bandeng isi ini layak untuk dijalankan. Selain tidak menimbulkan limbah yang dapat merusak lingkungan, kegiatan usaha ini juga dapat menambah kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. 6.2 Analisis Kelayakan Finansial Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan pembuatan bandeng isi. Analisis kelayakan finansial yang dilakukan pada ketiga skenario bertujuan untuk melihat apakah dengan penambahan alat perusahaan atau perubahan cara perolehan bahan baku BANISI tetap layak atau tidak layak untuk dijalankan. Untuk mengetahui hasil kelayakan pengusahaan pembuatan bandeng isi akan dilihat dari kriteria-kriteria kelayakan finansial yang meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode Analisis Kelayakan Finansial Skenario I (Tanpa Penambahan Alat) Skenario I merupakan skenario yang saat ini dijalankan oleh BANISI dimana alat dan bahan yang digunakan merupakan jumlah yang dipergunakan pada saat ini.

80 63 a) Analisis Hasil Inflow Pada usaha pembuatan bandeng isi dengan alat yang ada sekarang ini, arus penerimaan diperoleh dari hasil penjualan produk bandeng isi. Selain itu, penerimaan juga diperoleh dari nilai sisa biaya investasi berupa kolam, motor dan alat-alat yang saat ini digunakan untuk proses pembuatan bandeng isi. Jumlah alat yang digunakan untuk memproduksi bandeng isi saat ini yaitu satu buah oven, satu buah kalakat (semacam panci), satu buah mesin vacuum, satu set kompor gas, dua buah tabung gas, frezeer, mesin giling, wadah stainless steel untuk menampung bandeng isi yang telah matang, blender, gunting bedah, serta satu buah timbangan. Dalam sekali siklus produksi dapat dihasilkan bandeng isi sebanyak 75 buah. Dalam seminggu dilakukan proses produksi sebanyak empat kali sehingga total produksi dalam seminggu yaitu 300 ekor bandeng isi dan dalam sebulan dapat dihasilkan 1200 bandeng isi. Total penjualan bandeng isi pada tiap tahun disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Bandeng Isi (Skenario I) Tahun Ke Jumlah Produksi Harga Satuan Nilai (Rp) (ekor) (Rp/ekor) Total Selain dari penjualan produk bandeng isi, penerimaan perusahaan juga diperoleh dari nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang terdapat hingga akhir

81 64 umur proyek sehingga dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek. Biaya-biaya investasi pada usaha pembuatan bandeng isi ini yang masih memiliki nilai hingga akhir umur proyek antara lain oven, kalakat, wadah stainless steel, dan mesin giling. Nilai sisa pada proyek dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Skenario I No Uraian Nilai (Rp) Umur Ekonomis (tahun) Penyusutan Per Tahun Sisa (Rp) 1. Oven Kalakat Loyang Mesin Giling Total Nilai sisa yang tercantum didapat dengan menggunakan metode garis lurus. Karena pada tahun terakhir proyek penyusutan yang dikenakan hanya satu tahun sehingga alat-alat tersebut masih memiliki nilai sisa seperti yang tercantum dalam tabel. b) Analisis Hasil Outflow Arus pengeluaran pada skenario I terdiri dari pengeluaran untuk biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama proyek. Rincian Biaya investasi pada skenario I ini terdapat pada Tabel 9.

82 65 Tabel 9. Biaya Investasi Pada Skenario I No Uraian Jumlah (buah) Panjang (m)/ Luas (m 2 ) Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (tahun) 1. Kolam 1 buah 100 m Limbah 2. Freezer 1 buah Mesin 1 buah Vacuum 4. Oven 1 buah Kompor 1 buah Tabung Gas 2 buah Mesin Giling 1 buah Timbangan 1 buah Kalakat 1 buah Loyang 1 set Motor 1 buah Blender 1 buah Peralatan Dapur 14. Gunting Bedah 1 set buah Selain biaya investasi juga ada biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan apabila ada komponen pada biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur ekonomisnya. Tidak semua biaya investasi mengalami reinvestasi, hanya beberapa biaya saja yang umur ekonomisnya tidak selama umur proyek. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terdiri dari:

83 66 Tabel 10. Biaya Reinvestasi Pada Skenario I No Uraian Umur Ekonomis (tahun) Jumlah (buah)/pan jang (m) Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) 1. Freezer Oven Kompor Tabung Gas Mesin Giling Timbangan Kalakat Loyang Blender Peralatan Dapur 11. Gunting Bedah Biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan produksi bandeng isi. Biaya operasional pada skenario I dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 11. Biaya Operasional Per Tahun Pada Skenario I No Uraian Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp) (Rp) 1. Ikan Bandeng kg Daging Sapi 240 kg Daging Ayam 240 kg Udang 384 kg Bumbu Gas Transportasi Minyak Goreng 288 L Kemasan buah Selain biaya investasi dan biaya operasional, perusahaan juga mengeluarkan biaya tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan terdiri atas:

84 67 Tabel 12. Biaya Tetap Pada Skenario I No Uraian Jumlah Nilai (Rp) 1. Gaji Pegawai 5 orang Perawatan Kendaraan Listrik, air, telepon Sewa Tempat c) Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial dilihat dari kriteria nilai NPV, Net B/C, IRR, dan payback periode. Pada skenario I, diperoleh hasil analisis finansial sebagai berikut. Tabel 13. Hasil Analisis Finansial Skenario I Kriteria Hasil Net Present Value (rupiah) Net Benefit and Cost Ratio 1,2994 Internal Rate Return (persen) 15 Payback Periode (tahun) 7,60 Berdasarkan analisis finansial di atas dapat dilihat bahwa usaha pembuatan bandeng isi ini memperoleh NPV>0 yaitu sebesar Rp yang artinya bahwa usaha pembuatan bandeng isi ini layak untuk dijalankan. NPV sama dengan Rp menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha pembuatan bandeng isi selama umur proyek terhadap tingkat diskon (discount rate) yang berlaku. Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C, pada skenario I ini diperoleh nilai Net B/C >1 yaitu sebesar 1,2994 yang menyatakan bahwa usaha pembuatan bandeng isi ini layak dijalankan. Nilai Net B/C sama dengan 1,2994 artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan Rp 1,2994 satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh dari analisis finansial skenario I adalah 15 persen dimana IRR tersebut lebih besar dari discount factor (rate) yang berlaku yaitu 8 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan tingkat

85 68 pengembalian internal proyek sebesar 15 persen dan karena IRR>8 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan. Skenario pembuatan bandeng isi ini memiliki periode pengembalian biaya investasi selama 7 tahun 7 bulan 6 hari. d) Analisis Switching Value Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti (switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang masih memenuhi nilai kelayakan usaha. Hasil switching value pada skenario I adalah sebagai berikut. Tabel 14. Hasil Analisis Switching Value Skenario I Perubahan Persentase (persen) NPV (rupiah) Net B/C IRR (persen) Payback Periode (tahun) Penurunan Penjualan 1, ,97 Kenaikan Harga 2, ,99 Bandeng Penurunan Harga Jual 1, ,97 Dari hasil analisis switching value diatas dapat dilihat bahwa batas maksimal perubahan terhadap penurunan penjualan, kenaikan harga bandeng, dan penurunan harga jual masing-masing adalah 1,00 persen, 2,61 persen, dan 1,00 persen. Apabila perubahan yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha pembuatan bandeng isi ini menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Besarnya penurunan penjualan dan harga jual sebesar 1,00 persen menunjukkan bahwa usaha pembuatan bandeng isi ini masih layak apabila penurunan yang terjadi terhadap produksi dan harga jual tidak lebih besar dari 1,00 persen. Sementara itu, besarnya kenaikan harga bandeng yang masih dapat mendatangkan keuntungan bagi usaha pembuatan bandeng isi adalah 2,61 persen. Ini berarti bahwa kenaikan harga bandeng memiliki pengaruh yang lebih kecil terhadap kelangsungan usaha dibandingkan faktor penurunan produksi dan harga jual.

86 69 Berdasarkan hasil analisis switching value terhadap skenario I dapat disimpulkan bahwa tingkat penjualan dan harga jual merupakan hal yang sangat sensitif terhadap kelayakan usaha dibandingkan dengan pengaruh harga bandeng. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase perubahan yang dapat mengubah tingkat kelayakan usaha pembuatan bandeng isi Analisis Kelayakan Finansial Skenario II (Penambahan Bahan Baku dan Alat Produksi) Pada skenario II akan dilihat kelayakan finansial dari rencana ekspansi usaha yang akan dilakukan BANISI yaitu dengan menambah jumlah bahan baku dan alat produksi. a) Analisis Hasil Inflow Arus penerimaan pada skenario II diperoleh dari penjualan bandeng isi tetapi pada skenario ini jumlah yang diterima menjadi dua kali lipatnya karena terjadi penambahan bahan baku dan alat produksi sebanyak dua kali lipat. Alat yang digunakan pada skenario ini ditambah sebanyak dua kali lipat agar waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi bandeng isi tetap sama seperti ketika perusahaan berproduksi secara normal. Selain itu, penerimaan juga diperoleh dari nilai sisa biaya investasi proyek berupa alat yang saat ini digunakan untuk proses pembuatan bandeng isi. Pada skenario ini yang dilakukan adalah apabila perusahaan dalam kondisi akan melakukan ekspansi produknya dengan cara meningkatkan bahan baku dan alat produksinya. Berikut adalah tabel penjualan bandeng isi mulai tahun ke-1 hingga tahun ke-10.

87 70 Tabel 15. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Bandeng Isi (Skenario II) Tahun Jumlah Produksi Harga Satuan Nilai (Rp) Ke (ekor) (Rp/ekor) Total Penerimaan pada skenario pembuatan bandeng isi ini juga diperoleh dari nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang tidak habis pakai hingga akhir umur proyek. Nilai sisa tersebut didapat dari oven, kalakat, wadah stainless steel, dan mesin giling. Diasumsikan nilai jual alat-alat tersebut sama dengan nilai belinya. Nilai sisa pada skenario II disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Skenario II No Uraian Nilai (Rp) Umur Penyusutan Sisa (Rp) Ekonomis (tahun) Per Tahun 1. Oven Kalakat Loyang Mesin Giling Total Nilai sisa yang tercantum didapat dengan menggunakan metode garis lurus. Karena pada tahun terakhir proyek penyusutan yang dikenakan hanya satu tahun sehingga alat-alat tersebut masih memiliki nilai sisa seperti yangtercantum dalam tabel.

88 71 b) Analisis Hasil Outflow Arus pengeluaran pada skenario II terdiri dari pengeluaran untuk biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama proyek. Berikut adalah tabel biaya investasi skenario II. Tabel 17. Biaya Investasi Pada Skenario II No Uraian Jumlah (buah) Panjang (m)/ Luas (m 2 ) 1. Kolam Limbah Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (tahun) 1 buah 100 m Freezer 2 buah Mesin 2 buah Vacuum 4. Oven 2 buah Kompor 2 buah Tabung Gas 4 buah Mesin Giling 2 buah Timbangan 1 buah Kalakat 2 buah Loyang 2 set Motor 2 buah Blender 2 buah Peralatan Dapur 14. Gunting Bedah 2 set buah Selain biaya investasi juga ada biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan apabila biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur ekonomisnya. Tidak semua biaya investasi mengalami reinvestasi, hanya beberapa biaya saja yang memiliki umur tidak selama umur proyek. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terdiri dari:

89 72 Tabel 18. Biaya Reinvestasi Pada Skenario II No Uraian Umur Ekonomis (tahun) (m) Jumlah (buah)/panjang Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) 1. Freezer Oven Kompor Tabung Gas Mesin Giling 6. Timbangan Kalakat Loyang Blender Peralatan Dapur 11. Gunting Bedah Biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan produksi bandeng isi. Biaya operasional pada skenario II dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Biaya Operasional Per Tahun Pada Skenario II No Uraian Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp) (Rp) 1. Ikan Bandeng kg Daging Sapi 480 kg Daging Ayam 480 kg Udang 768 kg Bumbu Gas Transportasi Minyak Goreng 576 L Kemasan buah Selain biaya investasi dan biaya operasional, perusahaan juga mengeluarkan biaya tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan terdiri atas:

90 73 Tabel 20. Biaya Tetap Pada Skenario II No Uraian Jumlah Nilai (Rp) 1. Gaji Pegawai 8 orang Perawatan Kendaraan Listrik, air, telepon Sewa Tempat c) Analisis Kelayakan Finansial Kelayakan finansial ekspansi usaha pembuatan bandeng isi dapat dilihat dari beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode. Hasil cashflow pada skenario ini menunjukkan hasil sebagai berikut: Tabel 21. Hasil Analisis Finansial Skenario II Kriteria Hasil Net Present Value (rupiah) Net Benefit and Cost Ratio 5,4296 Internal Rate Return (persen) 91 Payback Periode (tahun) 2,13 Pada skenario II diperoleh nilai NPV>0 yaitu sebesar Rp sehingga ekspansi usaha pembuatan bandeng isi ini dikatakan layak. Nilai pada NPV menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari ekspansi usaha pembuatan bandeng isi pada discount rate yang berlaku. Sedangkan hasil Net B/C diperoleh 5,4296 dimana Net B/C>0 sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. Net B/C sama dengan 5,4296 artinya setiap Rp 1 biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan Rp 5,4296 manfaat bersih. IRR yang diperoleh pada usaha pembuatan bandeng isi adalah 91 persen dan lebih besar dari discount rate yang berlaku yaitu 8 persen. Ini berarti usaha layak untuk dilaksanakan dengan tingkat pengembalian internal sebesar 91 persen. Sedangkan periode yang diperlukan untuk mengembalikan semua biaya investasi adalah 2 tahun 1 bulan 16 hari.

91 74 d) Analisis Switching Value Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti (switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang masih memenuhi nilai kelayakan usaha. Hasil switching value pada skenario II adalah sebagai berikut. Tabel 22. Hasil Analisis Switching Value Skenario II Perubahan Persentase (persen) NPV (rupiah) Net B/C IRR (persen) Payback Periode (tahun) Penurunan Penjualan 7, ,98 Kenaikan Harga 20, ,98 Bandeng Penurunan Harga Jual 7, ,98 Hasil switching value pada skenario II menunjukkan bahwa perubahan terhadap penurunan penjualan, kenaikan harga bandeng, dan penurunan harga jual yang masih membuat usaha ini layak adalah 7,88 persen, 20,49 persen, dan 7,88 persen. Perubahan terhadap tingkat penjualan dan harga jual dapat dikatakan berpengaruh lebih besar dibandingkan pengaruh kenaikan harga bandeng terhadap kelayakan usaha. Berdasarkan hasil analisis switching value, ekspansi usaha masih layak apabila besarnya penurunan penjualan dan harga jual tidak melebihi 7,88 persen. Jika penurunan yang terjadi lebih besar dari 7,88 persen, maka usaha pembuatan bandeng isi ini menjadi tidak layak. Sementara ekspansi usaha ini masih layak untuk dilakukan apabila kenaikan yang terjadi pada harga bandeng tidak melebihi 20,49 persen. Hal ini dapat dilihat dari besarnya perubahan kenaikan harga bandeng yang mencapai 20,49 persen. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa usaha pembuatan bandeng isi ini sangat sensitif terhadap perubahan penjualan dan perubahan harga jual karena dapat mengubah tingkat kelayakan usahanya. Sedangkan untuk perubahan harga

92 75 bandeng sebagai bahan baku utama pengaruhnya tidak sebesar pengaruh perubahan penjualan dan harga jual Analisis Kelayakan Finansial Skenario III (Bahan Baku Langsung Dari Produsen) Pada Skenario III akan dilihat kelayakan financial dari rencana pemilik untuk memperoleh bahan baku langsung dari produsen ikan bandeng untuk mendapatkan harga bahan baku yang lebih murah. a) Analisis Hasil Inflow Pada skenario III yaitu usaha pembuatan bandeng isi dengan perolehan bahan baku langsung dari produsen bandeng, arus pemasukan diperoleh dari penjualan bandeng isi yang diproduksi. Dalam hal ini perusahaan melakukan sendiri pembelian bahan baku langsung kepada petambak ikan bandeng di daerah Losari yang dikarenakan terjadi kelangkaan ikan bandeng di Bandung. Jumlah bahan baku yang digunakan menggunakan kapasitas normal seperti pada skenario pertama, hanya saja ada perbedaan pada alat produksi yang digunakan. Pada skenario ini kendaraan yang digunakan berupa satu buah mobil pick up yang didapat dengan sistem sewa. Selain itu ada penambahan alat berupa satu buah tong sebagai wadah untuk membawa ikan bandeng dari Losari ke Bandung. Berikut adalah tabel penjualan bandeng isi mulai tahun ke-1 hingga tahun ke-10.

93 76 Tabel 23. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Bandeng Isi (Skenario III) Tahun Jumlah Produksi Harga Satuan Nilai (Rp) Ke (ekor) (Rp/ekor) Total Sumber penerimaan lain adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis pakai pada akhir umur proyek. Nilai sisa tersebut didapat dari oven, kalakat, wadah stainless steel, dan mesin giling. Diasumsikan nilai jual alat-alat tersebut sama dengan nilai belinya. Nilai sisa pada skenario III disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Skenario III No Uraian Nilai (Rp) Umur Penyusutan Sisa (Rp) Ekonomis (tahun) Per Tahun 1. Oven Kalakat Loyang Mesin Giling Total Nilai sisa yang tercantum didapat dengan menggunakan metode garis lurus. Karena pada tahun terakhir proyek penyusutan yang dikenakan hanya satu tahun sehingga alat-alat tersebut masih memiliki nilai sisa seperti yangtercantum dalam tabel.

94 77 b) Analisis Hasil Outflow Arus pengeluaran pada skenario III terdiri atas biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi pada skenario ini terdapat pada Tabel 25. Tabel 25. Biaya Investasi Pada Skenario III No Uraian Jumlah (buah) Panjang (m)/ Luas (m 2 ) Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (tahun) 1. Kolam 1 buah 100 m Limbah 2. Freezer 1 buah Mesin 1 buah Vacuum 4. Oven 1 buah Kompor 1 buah Tabung Gas 2 buah Mesin 1 buah Giling 8. Timbangan 1 buah Kalakat 1 buah Loyang 1 set Motor 1 buah Blender 1 buah Peralatan 1 set Dapur 14. Gunting 2 buah Bedah 15. Tong 1 buah Pada biaya investasi diatas, terdapat beberapa biaya yang memiliki umur ekonomis lebih cepat daripada umur proyek. Komponen biaya tersebut harus mengalami reinvestasi untuk menjaga kelangsungan produksi. Biaya reinvestasi pada skenario ini terdiri atas:

95 78 Tabel 26. Biaya Reinvestasi Pada Skenario III No Uraian Umur Ekonomis (tahun) Jumlah (buah)/pan jang (m) Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) 1. Freezer Oven Kompor Tabung Gas Mesin Giling Timbangan Kalakat Loyang Blender Peralatan Dapur 11. Gunting Bedah Tong Komponen biaya lain yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah biaya operasional. Biaya-biaya ini dikeluarkan selama proses produksi dilaksanakan. Biaya operasional pada skenario ini terdapat pada tabel berikut. Tabel 27. Biaya Operasional Per Tahun Pada Skenario III No Uraian Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp) (Rp) 1. Ikan Bandeng kg Daging Sapi 240 kg Daging Ayam 240 kg Udang 384 kg Bumbu Gas Transportasi Minyak Goreng 288 L Kemasan buah Sewa Mobil Selain biaya investasi dan biaya operasional, ada juga biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan. Biaya tetap ini terdiri dari:

96 79 Tabel 28. Biaya Tetap Pada Skenario III No Uraian Jumlah Nilai (Rp) 1. Gaji Pegawai 5 orang Perawatan Kendaraan Listrik, air, telepon Sewa Tempat c) Analisis Kelayakan Finansial Kelayakan finansial usaha pembuatan bandeng isi pada skenario III dapat dilihat dari beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode. Dari nilai kriteria tersebut barulah dapat dilihat apakah skenario III akan layak untuk dijalankan. Pada skenario III diperoleh nilai NPV<0 yaitu sebesar sehingga usaha pembuatan bandeng isi pada skenario ini dikatakan tidak layak. Nilai negatif pada NPV menunjukkan tidak adanya manfaat bersih yang diterima dari usaha pembuatan bandeng isi pada discount rate yang berlaku. Karena NPV bernilai negatif maka secara finansial usaha pembuatan bandeng isi ini tidak layak dari kategori analisis finansial lainnya. d) Analisis Switching Value Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti (switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang masih memenuhi kriteria kelayakan usaha. Karena usaha pada skenario ini tidak layak dari segi finansial maka perlakuan yang diberikan dalam perhitungan switching value sedikit berbeda dengan yang digunakan pada skenario sebelumnya. Perubahan yang digunakan pada skenario ini yaitu kenaikan harga, kenaikan penjualan dan penurunan harga bandeng. Hasil switching value pada skenario III adalah sebagai berikut.

97 80 Tabel 29. Hasil Analisis Switching Value Skenario III Perubahan Persentase (persen) NPV (rupiah) Net B/C IRR (persen) Payback Periode (tahun) Kenaikan Penjualan 75, ,98 Penurunan Harga 172, ,98 Bandeng Kenaikan Harga Jual 38, ,96 Dari tabel di atas dapat dilihat batas minimum perubahan kenaikan penjualan, penurunan harga bandeng, dan kenaikan harga jual adalah 75,62 persen, 172,99 persen, dan 38,88 persen. Apabila perubahan terhadap kenaikan penjualan, dan kenaikan harga jual yang terjadi kurang dari 77,28 persen dan 39,73 persen, maka usaha pembuatan bandeng isi ini menjadi tidak layak. Artinya bahwa usaha ini sensitif terhadap kenaikan harga jual dibandingkan dengan kenaikan penjualan. Sedangkan untuk penurunan harga bandeng karena memiliki nilai diatas seratus persen karena itu dianggap tidak berpengaruh terhadap kelayakan usaha Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Skenario Dari ketiga skenario pembuatan bandeng isi yang layak untuk dijalankan yaitu skenario I dan skenario II. Sedangkan untuk pengusahaan pada skenario III usaha pembuatan bandeng isi ini tidak layak untuk dijalankan Tetapi untuk melihat jenis pengusahaan mana yang paling menguntungkan untuk dijalankan, dapat dilihat dari perbandingan hasil kelayakan finansial ketiga skenario pada tabel 30 berikut.

98 81 Tabel 30. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Skenario Kriteria Skenario I Skenario II Skenario III Net Present Value (rupiah) Net Benefit and Cost Ratio 1,2994 5, Internal Rate Return (persen) Payback Periode (tahun) 7,60 2,12 - Tabel di atas menunjukkan bahwa skenario II (ekspansi usaha dengan meningkatkan alat produksi dan bahan baku sebanyak dua kali lipat) merupakan skenario yang memberikan keuntungan paling besar dibandingkan dengan skenario I dan skenario III. Berdasarkan hasil analisis finansial, nilai NPV skenario II lebih besar dari skenario I dan III. Demikian juga dengan nilai Net B/C dan IRR, skenario II menghasilkan Net B/C dan IRR yang lebih besar daripada kedua skenario yang lain. Sedangkan masa pengembalian biaya investasi (payback periode) skenario II relatif lebih cepat dibanding skenario I dan III Perbandingan Hasil Switching Value Ketiga Skenario Untuk melihat perbandingan tingkat sensitivitas usaha pembuatan bandeng isi pada ketiga skenario dapat dilihat dari hasil analisis switching value. Berikut adalah tabel perbandingan hasil switching value untuk pembuatan bandeng isi skenario I dan II. Tabel 31. Perbandingan Hasil Switching Value Pada Skenario I dan II (persen) Perubahan Skenario I Skenario II Penurunan Penjualan 1,00 7,88 Kenaikan Harga Bandeng 2,61 20,49 Penurunan Harga Jual 1,00 7,88

99 82 Sedangkan untuk pembuatan bandeng isi skenario III disajikan pada tabel berikut. Penyajian tabel dibedakan dikarenakan perlakuan untuk skenario III berbeda dengan perlakuan yang diberikan pada skenario I dan II. Tabel 32. Hasil Switching Value Skenario III (persen) Perubahan Skenario III Kenaikan Penjualan 75,62 Penurunan Harga Bandeng 172,99 Kenaikan Harga Jual 38,88 Dari hasil analisis switching value antara skenario I dan skenario II di atas dapat diketahui bahwa skenario I merupakan skenario yang paling sensitif terhadap perubahan. Batas maksimal perubahan terhadap harga jual dan tingkat penjualan yang masih memberikan keuntungan pada skenario I hanya sebesar 1,00 persen. Sedangkan untuk skenario II sebesar 7,88 persen. Demikian pula dengan perubahan kenaikan harga bandeng. Meskipun pengaruhnya kecil, tetap saja skenario I merupakan usaha dengan batas maksimal perubahan yang terkecil jika dibandingkan dengan skenario II. Berdasarkan switching value, dapat disimpulkan bahwa perubahan harga jual dan tingkat penjualan adalah perubahan yang paling sensitif terhadap kelayakan ketiga skenario. Jadi berdasarkan analisis di atas skenario yang paling menguntungkan untuk diusahakan dan memiliki tingkat sensitivitas yang kecil terhadap perubahan adalah skenario II yaitu ekspansi usaha dengan cara meningkatkan produksi melalui penambahan alat produksi dan bahan baku yang digunakan sebanyak dua kali lipatnya agar kapasitas optimum produksi bandeng isi dapat terpenuhi.

100 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar, bahan baku, teknis, manajemen, hukum, dan sosial ekonomi dan lingkungan, usaha pembuatan bandeng isi yang dijalankan oleh BANISI layak untuk dilaksanakan. 2. Pengusahaan pembuatan bandeng isi yang dilakukan pada tiga skenario tidak semuanya dapat mendatangkan keuntungan. Hanya dua dari tiga skenario yang telah dirancang layak untuk diusahakan yaitu skenario I dan II, sedangkan skenario III tidak layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek finansialnya. Dari kedua skenario yang layak skenario II merupakan skenario yang paling layak untuk dijalankan. Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV skenario II>NPV skenario I, begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR nya. Sama halnya dengan payback periode, skenario II lebih cepat dalam hal pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan skenario I. 3. Jika dilihat dari hasil analisis switching value, skenario I yaitu usaha pembuatan bandeng isi yang saat ini dijalankan adalah jenis usaha yang paling sensitif terhadap perubahan baik penurunan harga jual, kenaikan harga bandeng, maupun penurunan tingkat penjualan. Penurunan harga dan penurunan produksi adalah hal yang paling berpengaruh terhadap

101 84 kelangsungan usaha pembuatan bandeng isi pada skenarioi dan II dibandingkan faktor kenaikan harga bandeng. Untuk skenario III kenaikan harga jual merupakan faktor yang paling berpengaruh agar usaha pembuatan bandeng isi ini layak untuk dijalankan dibandingkan dengan penurunan harga bandeng dan kenaikan tingkat penjualan. 7.2 Saran Adapun saran yang dapat direkomendasikan dalam penelitian ini antara lain : 1. Perusahaan sebaiknya melakukan ekspansi usaha yaitu dengan meningkatkan kapasitas produksi dengan peningkatan alat produksi dan bahan baku (skenarioii) untuk mencapai kapasitas produksi optimum perusahaan. Selain karena ekspansi tersebut lebih menguntungkan juga lebih dapat bertahan apabila terjadi perubahan seperti penurunan harga jual, kenaikan harga bandeng, dan penurunan penjualan. 2. Pemilik sebaiknya menetapkan harga yang lebih tinggi untuk produk ini karena walaupun usaha yang dijalankan saat ini dapat dikatakan layak tetapi manfaat yang diperoleh masih sangat kecil sehingga dalam pengembalian seluruh biaya investasi membutuhkan waktu yang sangat lama. 3. Bagi masyarakat yang tertarik pada bisnis pembuatan bandeng isi ini walaupun layak untuk diusahakan tetapi harus memperhitungkan dengan matang terutama untuk penetapan harga jual bandeng isi agar manfaat yang diterima sebanding dengan biaya yang dikeluarkan dan waktu yang dibutuhkan dalam pengembalian investasi tidak terlalu lama.

102 85 DAFTAR PUSTAKA Alboneh, F. H Analisis Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Desa Bipolo Kecamatan Sulamu Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Sarjana Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Clive, G Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Ghufran, M Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistem Polikultur. Semarang : Dahara Prize. Gittinger Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Jakarta : UI- Press. Hadie, W dan Jatna S Teknik Budidaya Bandeng. Jakarta : Bhratara Karya Aksara. Hanafiah, A. M dan Saefudin A. M Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta : UI Press. Husnan, S dan Suwarsono Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Pencetak AMP YPKN. Kadariah Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. Keown, A. J Manajemen Keuangan : Prinsip-Prinsip dan Aplikasi. Jilid Satu. Edisi Kesembilan. Jakarta : PT INDEKS. Kottler, P Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium. Jakarta : Prenhallindo. Partomo, T. S. Dan Soejoedono, A. R Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Bogor : Ghalia Indonesia. Pramuji, I Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Ubi Jalar (Studi Kasus pada Agroindustri Unit Pengolahan Tepung Ubi Jalar di Desa Giri Mulya, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rosmawanty Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Penggilingan Padi (Kasus Beberapa Pengusahaan Penggilingan Padi di Kabupaten Karawang). Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Umar, H Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Kedua. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Wibisono, C. H Manajemen Modal Kerja. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Wibowo Petunjuk Mendirikan Usaha Kecil. Jakarta : PT. Penebar Swadaya

103 86 Widiyanthi, F Analisis Kelayakan Investasi Penambahan Mesin Vacuum Frying Untuk Usaha Kecil Pengolahan Kacang (Studi Kasus di PD. Barokah, Cikijing, Majalengka, Jawa Barat). Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yanuarti, A. S Analisis Perilaku Konsumen Produk Dodol Picnic dan Implikasinya Terhadap Strategi Pemasaran pada PT. Herlinah Cipta Pratama. Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

104 Lampiran 87

105 88 Lampiran 1. Layout BANISI. Ruang Produksi Ruang Pengemasan Ruang Administrasi

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat Oleh: MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA A14104128 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MELALUI PENDEKATAN ARSITEKTUR STRATEGIK (Studi Kasus BANISI, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat)

PERANCANGAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MELALUI PENDEKATAN ARSITEKTUR STRATEGIK (Studi Kasus BANISI, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat) PERANCANGAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MELALUI PENDEKATAN ARSITEKTUR STRATEGIK (Studi Kasus BANISI, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat) BAIQUNI ARDHI A14104067 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A 1 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A14104104 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING UNTUK USAHA KECIL PENGOLAHAN KACANG ( STUDI KASUS DI PD. BAROKAH CIKIJING MAJALENGKA JAWA BARAT) Oleh: FARIDA WIDIYANTHI A14104549 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR SKRIPSI SURAHMAT H34066119 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A14104010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Afnita Widya Sari A14105504 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA SERBUK MINUMAN INSTAN BERBASIS TANAMAN OBAT (Studi Kasus:Koleksi Taman Obat Dan Spa Kebugaran SYIFA, Bogor)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA SERBUK MINUMAN INSTAN BERBASIS TANAMAN OBAT (Studi Kasus:Koleksi Taman Obat Dan Spa Kebugaran SYIFA, Bogor) ANALISIS KELAYAKAN USAHA SERBUK MINUMAN INSTAN BERBASIS TANAMAN OBAT (Studi Kasus:Koleksi Taman Obat Dan Spa Kebugaran SYIFA, Bogor) Oleh: NADIA LARASATI UTAMI A14104085 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data VI METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Wisata Agro Tambi, Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini bersifat studi kasus dimana objek yang diteliti adalah peluang usaha produksi alat pemerah susu sapi SOTE di Jawa Barat. Waktu penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat SURANTO WAHYU WIDODO A14104051 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung di dalam bidang perniagaan

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA (Studi Kasus di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : NIRWAN NURDIANSYAH F14103040 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H24077027 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan Indonesia sangat besar dimana luas perairan Indonesia sebesar 2 per 3 luas daratan. Luas wilayah daratan Indonesia mencakup 1.910.931,32

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU. (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR. Oleh RONNY MARTHA FO

ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU. (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR. Oleh RONNY MARTHA FO ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR Oleh RONNY MARTHA FO3496087 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di industri pembuatan tempe UD. Tigo Putro di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman sumber daya alam. Salah satu keragaman sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal adalah komoditas peternakan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biayabiaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sektor perikanan Indonesia cukup besar. Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km 2 (perairan nusantara dan teritorial 3,1 juta km 2, perairan ZEE

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai (create

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 311 STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Muhammad Alhajj Dzulfikri Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Perikanan merupakan salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA. Oleh : WAWAN KURNIAWAN A

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA. Oleh : WAWAN KURNIAWAN A ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA Oleh : WAWAN KURNIAWAN A14105620 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 17 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil yang secara logika merupakan wadah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A 1 ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A 14105576 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

SKRIPSI ROCH IKA OKTAFIYANI H

SKRIPSI ROCH IKA OKTAFIYANI H ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN KERUPUK RAMBAK KULIT SAPI DAN KULIT KERBAU (Studi Kasus: Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, Jawa Tengah) SKRIPSI ROCH IKA OKTAFIYANI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan peternakan sapi perah di CV. Cisarua Integrated Farming, yang berlokasi di Kampung Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menghasilkan manfaat atau keuntungan apabila dijalankan.

BAB I PENDAHULUAN. akan menghasilkan manfaat atau keuntungan apabila dijalankan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah usaha yang dijalankan tentunya memerlukan suatu perencanaan dan perhitungan yang tepat. Perencanaan dan perhitungan yang tepat diperlukan agar risiko kegagalan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya dengan harapan untuk memperoleh hasil dan

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan Usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan Usaha II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan Usaha Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan salah satu peluang untuk kegiatan budidaya tambak baik yang dilakukan secara tradisional maupun intensif.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia. Sektor Perikanan dan Kelautan adalah salah satu sektor andalan yang dijadikan pemerintah sebagai salah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci