Evaluasi Mutu Gizi dan Organoleptik Butter Cookies MOCORIN (Modifikasi Tepung Jagung Lokal (Zea mays L.) Bekatul)
|
|
- Lanny Inge Sanjaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2 Evaluasi Mutu Gizi dan Organoleptik Butter Cookies MOCORIN (Modifikasi Tepung Jagung Lokal (Zea mays L.) Bekatul) The Nutritional s Evaluation and Organoleptic of MOCORIN (Modification of Local Corn (Zea mays L.) - Rice Bran Flour) Butter Cookies Frenky Prasetya Wiyono*, Lydia Ninan Lestario**, A. Ign Kristijanto** *) Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika **) Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro Salatiga (fjl_nq@yahoo.com) ABSTRACT The objectives of this study were: Firstly, to determine the effect of various rice bran additions in making of MOCORIN based on the nutritional value, secondly, to determine the percentage of MOCORIN additions based on the organoleptic value of butter cookies. The water, ash, protein, carbohydrates, fat content, and crude fiber of MOCORIN were analysed by Randomized Completely Block Design (RCBD), 6 treatments and 4 replications. The treatments were the substitution ratios of rice bran which were : 0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; and 62,5 % respectively, and as the blocks were time of analysis. The organoleptic values were analysed by RCBD, with 7 treatments and 30 replications as the treatments were mixture of wheat and different substitution ratios of MOCORIN which were 0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; and 62,5 % respectively. To test the differences between the treatment means, the Honestly Significant Differences (HSD) at 5 % level of significance were used. The results of this study showed that ash content, protein, fat, and crude fiber increased according to the level of rice bran addition, on contrary, carbohydrates content decreased. Butter cookies which were the most panelists like was the butter cookies using MOCORIN with 25 % substitution of rice bran. Keywords : MOCORIN, rice bran, butter cookies PENDAHULUAN Adanya permintaan beras yang terus meningkat ditambah dengan semakin menyempitnya area persawahan akibat konversi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan pemukiman, membuat Indonesia semakin banyak mengimpor beras. Namun di sisi lain, Indonesia memiliki jagung yang berfungsi sebagai sumber pangan 1
2 2 yang mampu tumbuh di lahan-lahan kering. Menurut Prasanna dkk. (2001) dalam Arief dan Asnawi (2009), jagung merupakan hasil palawija pertama yang memegang peranan penting dalam pola menu makanan mayarakat setelah beras. Lebih lanjut menurut Arief dan Asnawi (2009), nilai gizi jagung adalah sebagai berikut: karbohidrat (75,06-76,3 %), protein (6,51-8,4 %), lemak (3,2-5,34 %), serat (2,07-2,6 %), dan abu (1-1,43 %). Komposisi nilai gizi tersebut ditentukan dari beberapa varietas jagung, yaitu Srikandi kuning, Srikandi putih, Bisi-2, dan Lamuru. Jagung memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi akan tetapi kandungan protein, abu, lemak, dan serat yang terbilang rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan kandungan gizi jagung adalah dengan penambahan bekatul. Bekatul merupakan kulit paling luar dari beras dan kulit paling dalam dari sekam yang telah terkelupas melalui proses penggilingan dan penyosohan. Menurut Riswanto dkk. (2009), dalam gabah kering giling terdapat bekatul sebanyak 10 %. Lebih lanjut menurut Hermanianto dkk. (1997), dalam 100 gram tepung bekatul terkandung 14 gram protein, 18 gram lemak, 36 gram karbohidrat, 10 gram abu, dan 12 gram serat kasar. Menurut Auliana (2011), kandungan protein bekatul lebih rendah dibandingkan telur dan protein hewani, tetapi lebih tinggi dibandingkan kedelai, jagung, dan terigu. Kandungan gizi yang dimiliki bekatul padi, diantaranya adalah vitamin (seperti thiamin, niacin, vitamin B-6), mineral (besi, fosfor, magnesium, kalium), asam lemak esensial, antioksidan, serta dietary fiber (Riswanto dkk., 2009). Hasil samping penggilingan padi ini memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik, namun sampai sejauh ini pemanfaatan bekatul hanya terbatas sebagai pakan ternak. Menurut Pratiwi dkk. (2011), fermentasi merupakan proses yang relatif murah dan proses ini dengan cara dan dosis yang sesuai mampu menyederhanakan karbohidrat kompleks, membentuk protein, sehingga nilai gizi bahan yang terfermentasi lebih tinggi dari pada bahan awal. Pada proses pembuatan tepung jagung bekatul, penambahan kapang diharapkan mampu meningkatkan kualitas tepung jagung bekatul yang dihasilkan. Tepung jagung bekatul yang dihasilkan melalui proses tersebut disebut MOCORIN.
3 3 TUJUAN 1. Menentukan nilai gizi MOCORIN antar berbagai persentase penambahan bekatul. 2. Menentukan perbandingan MOCORIN yang ideal dalam pembuatan butter cookies ditinjau dari nilai organoleptik. METODE PENELITIAN Bahan dan piranti Bahan yang digunakan adalah jagung putih varietas lokal yang diperoleh dari petani jagung Desa Ngaglik, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, bekatul (Prima Sehat, Yogyakarta), dan ragi tempe (Raprima, LIPI). Sedangkan bahan kimiawi yang digunakan antara lain anthrone, H 2 SO 4, HCl, Na 2 CO 3, (D) Glukosa, CuSO 4.5H 2 O, NaKTartat, NaOH, BSA (Bovin Serum Albumin) (Merck, Germany), dan eter, etanol (derajat teknis). Piranti yang digunakan dalam penelitian ini meliputi almari pengering, gilingan, ayakan, neraca (Scout Pro SPS 602F), neraca (Acis A300), neraca (Mettler H80), oven (Memmert U30), waterbath (Smic 5064), ph meter (Hanna HI9812), pompa vakum, corong Buchner, rotary evaporator (Buchi R114), furnace (Vulcan A-550), centrifuge (Eba 21), spektrofotometer (Optizen 2120 UV). Pelaksanaan penelitian Fermentasi Jagung-Bekatul (Alam, 2010 yang dimodifikasi dan Marsono, 1997) Biji jagung direbus menggunakan air kapur 1 % selama 30 menit kemudian dicuci hingga bersih. Selanjutnya biji jagung direbus lagi dengan air bersih selama 60 menit, ditiriskan kemudian digiling kasar. Bekatul ditambah air dengan perbandingan 10:6 diaduk hingga rata, kemudian bekatul dikukus selama 15 menit. Setelah dingin, jagung dan bekatul dicampur kemudian ditambah ragi tempe sebanyak 6 %. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama 31 jam dalam kantong plastik yang telah dilubangi.
4 4 Penepungan Hasil Fermentasi Jagung dan bekatul yang telah diikubasi selama 31 jam dimasukkan dalam almari pengering pada suhu 50 0 C selama 1 malam. Setelah kering digiling hingga halus kemudian diayak, dan hasil akhir ini disebut MOCORIN. Pengukuran Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1984) 1 gram MOCORIN ditimbang dalam cawan petri yang sudah diketahui bobotnya. MOCORIN dan cawan petri dioven selama 3-5 jam pada suhu C. MOCORIN dan cawan petri didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven selama menit hingga diperoleh massa yang konstan. Pengukuran Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1984) 2 gram MOCORIN ditimbang dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobotnya. MOCORIN dan cawan porselen dipijarkan dalam furnace pada suhu C selama 1 jam (diperoleh abu berwarna putih) lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Pengukuran Kadar Protein Dengan Metoda Biuret (AOAC, 1995) 0,1 gram MOCORIN ditambah 10 ml akuades dan 1 ml NaOH 1 M, dipanaskan dalam penangas air pada suhu 90 0 C selama 10 menit. Sampel dipindahkan dalam labu ukur 50 ml dan digenapkan dengan akuades. Kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm. 0,5 ml supernatan yang diperoleh ditambah dengan 2 ml reagensia biuret, kemudian diinkubasi selama 30 menit dan dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Pengukuran Kadar Karbohidrat Dengan Metoda Anthrone (Hedge and Hofreiter, 1962) 0,2 gram MOCORIN ditambah 10 ml HCl 2,5 N dan dihidrolisis dalam penangas air pada suhu 80 0 C selama 3 jam, kemudian dinetralkan dengan penambahan Na 2 CO 3 dan digenapkan dengan akuades hingga 100 ml dalam labu ukur. Larutan dipusingkan selama 30 menit dengan kecepatan 3000 rpm. 0,5 ml supernatan ditambah dengan 2 ml reagensia anthrone, kemudian diinkubasi pada suhu 40 0 C selama 8 menit. Setelah dingin dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.
5 5 Pengukuran Lemak (Sudarmadji dkk., 1984) 10 gram MOCORIN diekstrak menggunakan pelarut eter pada suhu 50 0 C selama 5 jam. Sisa pelarut diuapkan menggunakan rotary evaporator, lalu dimasukkan dalam oven hingga tidak ada pelarut yang tersisa. Bobot lemak ditimbang. Pengukuran Serat Kasar (SNI, 1992) 2 gram MOCORIN diekstraksi lemaknya menggunakan soxhlet kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambah 100 ml larutan H 2 SO 4 12,5 % lalu didihkan selama 30 menit kemudian ditambah 200 ml NaOH 3,25 % dan dipanaskan lagi selama 30 menit. Larutan disaring dengan kertas saring kering yang sudah diketahui bobotnya, sambil dicuci berturut-turut dengan air panas, H 2 SO 4 1,25 %, air panas, dan alkohol 96 %, kemudian kertas saring dengan residu dipindahkan ke dalam cawan yang sudah diketahui bobotnya dan dikeringkan pada 110ºC sampai bobot konstan. Setelah itu cawan dipijarkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Pembuatan Butter Cookies (Anonim, 2012 yang dimodifikasi) 100 g mentega ditambah 100 g gula halus dan 2 butir kuning telur, kemudian dikocok hingga menggembang. Ditambahkan 100 g tepung sampel dan 25 g susu bubuk, kemudian diaduk hingga merata. Adonan dicetak pada loyang yang telah diolesi mentega kemudian dioven selama + 20 menit. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur butter cookies dilakukan dengan uji kesukaan. Sampel berupa butter cookies diuji cobakan kepada 30 orang panelis dengan kode tertentu. Skala hedonik untuk warna, rasa, aroma, dan tekstur butter cookies ditentukan dengan skala sebagai berikut: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka. Analisa Data (Steel dan Torrie, 1989) Data parameter MOCORIN dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), 6 perlakukan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah persentase penambahan bekatul yaitu 0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; dan 62,5 %, sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisis. Demikian pula halnya dengan data organoleptik dianalisis dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan
6 6 7 perlakuan dan 30 ulangan. Sebagai perlakuan adalah tepung terigu dan persentase penambahan MOCORIN (0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; dan 62,5 %). Untuk menguji purata antar perlakuan dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5 %. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh penambahan bekatul dalam proses fermentasi jagung ditinjau dari kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar lemak, dan kadar serat kasar tepung MOCORIN yang dihasilkan. Kadar Air Rataan kadar air MOCORIN berkisar 7,51 + 1,04 % - 9,11 + 1,17 % dan kadar air MOCORIN sama antar berbagai persentase penambahan bekatul (Tabel 1). Tabel 1. Kadar Air Kadar Air (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul 0 12, , ,5 ( x ± SE) 7,51 + 1,04 8,10 + 1,21 8,67 + 1,22 9,11 + 1,17 8,93 + 0,67 8,81 + 1,37 W = 2,09 (a) (a) (a) (a) (a) (a) Keterangan : * W = BNJ 5% * Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan nilai yang diukur oleh huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Keterangan ini berlaku untuk Tabel 2 sampai dengan Tabel 11. Kadar air yang relatif kecil akan membuat produk memiliki daya simpan yang lama serta dapat menghambat kerusakannya dari mikroorganisme (Lidiasari dkk., 2006). Lebih lanjut menurut Winarno (1991), kadar air pada bahan yang rendah akan mencapai kestabilan yang optimum, sehingga reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan seperti browning, hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi. Kadar Abu Rataan kadar abu MOCORIN berkisar antara 1,73 + 0,08 % - 8,14 + 0,47 %. Adanya penambahan bekatul akan meningkatkan kadar abu MOCORIN sampai 8,14 + 0,47 % (Tabel 2).
7 7 Tabel 2. Kadar Abu Kadar Abu (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul 0 12, , ,5 ( x ± SE) 1,73 + 0,08 3,48 + 0,17 4,87 + 0,36 5,95 + 0,17 7,14 + 0,47 8,14 + 0,47 W = 0,76 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Sarbini dkk. (2009), semakin banyak penambahan bekatul maka akan meningkatkan kadar abu biskuit tempe-bekatul yang dihasilkan. Lebih lanjut Medikasari dkk. (2009) melaporkan bahwa produk fermentasi pada umumnya memiliki kadar abu yang lebih besar. Kadar Protein Rataan kadar protein MOCORIN berkisar antara 5,71 + 0,06 % - 26,63 + 0,28 % dan penambahan bekatul meningkatkan kadar protein MOCORIN sampai 26,63 + 0,28 % (Tabel 3). Tabel 3. Kadar Protein Kadar Protein (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul 0 12, , ,5 ( x ± SE) 5,71 + 0,06 7,97 + 0,25 11,70 + 0,21 18,99 + 0,25 25,21 + 0,15 26,63 + 0,28 W = 0,68 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Kadar protein bekatul yang lebih besar dari pada jagung mempengaruhi kadar protein yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi persentase penambahan bekatul maka semakin tinggi pula kadar protein MOCORIN. Hasil yang sama ditunjukkan dalam penelitian Saputra (2008) yang melaporkan kadar protein cookies dan donat dengan penambahan bekatul mengalami peningkatan jika dibandingkan cookies dan donat tanpa bekatul. Menurut Bisping (2003 dalam Wignyanto dan Nurika 2009), selama proses fermentasi maka enzim protease akan menghidrolisis komponen protein menjadi asam amino dan nitrogen terlarut. Proses hidrolisis ini menghasilkan kenaikan asam amino seperti halnya pada tempe sebanyak 85 kali lebih banyak dari pada asam amino kedelai.
8 8 Kadar Karbohidrat Rataan kadar karbohidrat MOCORIN berkisar antara 37,22 + 0,41 % - 53,31 + 0,17% (Tabel 4). Tabel 4. Kadar Karbohidrat Kadar Karbohidrat (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul 62, , ,5 0 ( x ± SE) 37,22 + 0,41 38,77 + 0,24 40,44 + 0,20 43,03 + 0,43 48,26 + 0,74 53,31 + 0,17 W = 1,54 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Kadar karbohidrat bekatul lebih rendah dari pada jagung, sehingga semakin tinggi penambahan bekatul dalam MOCORIN maka kadar karbohidrat akan semakin kecil. Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian Aftasari (2003), kadar karbohidrat semakin menurun seiring dengan pemambahan bekatul dalam pembuatan sponge cake. Menurut hasil penelitan Wignyanto dan Nurika (2009), kadar karbohidrat jagung fermentasi mengalami penurunan. Tepung jagung yang awalnya mengandung karbohidrat sebesar 73,43 % turun menjadi 38,45 %, dan penurunan kadar tersebut terjadi karena pati jagung dihidrolisis menjadi fruktosa. Lebih lanjut menurut Hidayat dkk. (2006 dalam Hadinataria 2011), polisakarida akan dirombak atau dipecah menjadi disakarida dengan menggunakan panas. Panas yang dihasilkan berasal dari metabolisme kapang, kemudian disakarida akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim amilase yang berasal dari kapang. Jika kapang semakin banyak maka enzim amilase juga akan semakin banyak sehingga glukosa dan fruktosa yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Kadar Lemak Rataan kadar lemak MOCORIN berkisar antara 4,58 + 0,38 % - 9,03 + 0,36 % (Tabel 5). Tabel 5. Kadar Lemak Kadar Lemak (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul 0 12, , ,5 ( x ± SE) 4,58 + 0,38 6,30 + 0,28 6,88 + 0,36 7,40 + 0,35 8,28 + 0,44 9,03 + 0,36 W = 0,49 (a) (b) (c) (d) (e) (f)
9 9 Semakin banyak penambahan bekatul, maka kadar lemak MOCORIN juga akan semakin meningkat. Kandungan lemak bekatul lebih tinggi dibandingkan jagung sehingga penambahan bekatul berpengaruh nyata dalam pembuatan MOCORIN. Mutu minyak bekatul telah dikenal merupakan salah satu minyak makan yang terbaik di antara minyak yang ada, karena minyak bekatul kaya akan asam lemak tidak jenuh cukup tinggi, yaitu 77,42 % (Lichtenstein et al., 1994) Kadar Serat Rataan kadar serat kasar MOCORIN berkisar antara 2,01 + 0,92 % - 3,93 + 1,36 %. Semakin tinggi penambahan bekatul dalam MOCORIN maka kadar serat kasar akan mengalami peningkatan dan kadar serat tertinggi diperoleh pada MOCORIN dengan penambahan bekatul 37,5 %, yaitu sebesar 3,93 + 1,36 % (Tabel 6). Tabel 6. Kadar Serat Kasar Kadar Serat Kasar (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul 0 12, , ,5 ( x ± SE) 2,01 + 0,92 2,40 + 1,67 2,83 + 1,61 3,93 + 1,36 3,68 + 1,71 3,87 + 1,82 W = 1,77 (a) (ab) (ab) (b) (ab) (b) Adanya peningkatan kadar serat kasar karena pada komposisi 37,5 % diduga kapang dapat tumbuh optimal, sehingga miselium yang terbentuk semakin banyak. Semakin besar jumlah miselium yang terbentuk selama proses fermentasi maka kadar serat kasar juga akan semakin meningkat. Suzana (1992) melaporkan, semakin tinggi kadar bekatul dalam biskuit maka kadar serat kasar semakin meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2008), menunjukkan dengan adanya penambahan bekatul maka terjadi peningkatan kadar serat kasar cookies dan donat. Uji Organoleptik Uji organoleptik ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pembedaan dari panelis terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur dari butter cookies yang dihasilkan. Pada uji
10 10 ini, semua butter cookies dibuat dengan resep yang sama, perbedaan hanya terletak pada tepung yang digunakan dan sebagai kontrol pembanding digunakan tepung terigu. a. Warna Pengaruh pengunaan MOCORIN sebagai bahan dasar pembuatan butter cookies pada berbagai konsentrasi bekatul terhadap uji sensoris warna disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Warna Analisis Warna Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta Terigu 50 62,5 37,5 12, Terigu x ± SE 2,63+0,55 2,67+0,43 3,19+0,55 3,71+0,53 4,19+0,49 4,74+0,56 5,85+0,50 W=0,86 (a) (a) (ab) (bc) (cd) (d) (e) Keterangan : * 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral: 5 = agak suka: 6 = suka; 7 = sangat suka. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 8 sampai dengan Tabel 11. Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul lebih disukai panelis dari pada keempat persentase penambahan bekatul dalam MOCORIN lainnya. Hal ini terkait dengan semakin tinggi penambahan bekatul, maka warna pada butter cookies yang dihasilkan semakin berwarna coklat hingga kehitaman (Gambar 1). Bekatul memiliki kandungan gula reduksi yang relatif tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard (Winarno, 1991). Gambar 1. Macam-macam warna butter cookies yang dibuat antar Persentase Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN yang berbeda 1 = butter cookies dengan tepung terigu 2 = butter cookies dengan MOCORIN + 0 % bekatul 3 = butter cookies dengan MOCORIN + 12,5 % bekatul 4 = butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul 5 = butter cookies dengan MOCORIN + 37,5 % bekatul 6 = butter cookies dengan MOCORIN + 50 % bekatul 7 = butter cookies dengan MOCORIN + 62,5 % bekatul
11 11 Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul memperoleh skor netral sebesar 4,19 + 0,49 (Tabel 7). Hal ini berarti bahwa butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul dapat diterima oleh panelis. b. Aroma Hasil uji organoleptik aroma butter cookies antar MOCORIN dengan berbagai konsentrasi bekatul disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Aroma Analisis Aroma Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta Terigu 62, ,5 12, Terigu x ± SE 2,46+0,48 2,96+0,47 2,96+0,40 3,17+0,49 3,38+0,51 4,46+0,68 5,96+0,32 W=0,80 (a) (ab) (ab) (ab) (b) (c) (d) Dari Tabel 8 terlihat bahwa skor penerimaan aroma butter cookies oleh panelis berkisar antara 2,46 + 0,48 % - 5,96 + 0,32 %. Butter cookies yang dihasilkan memiliki aroma bekatul dan sedikit langu sejalan dengan tingginya persentase bekatul dalam MOCORIN maka aroma bekatul dalam butter cookies akan semakin tercium. Adanya aroma khas bekatul disebabkan oleh adanya minyak tokofenol (komponen volatil) pada bekatul (Sarbini, 2009). c. Rasa Skor penerimaan panelis terhadap rasa butter cookies berkisar antara 2,73 + 0,48 6,13 + 0,40. Rasa butter cookies yang timbul disebabkan dari pencampuran bahan penyusun kue tersebut dan hasil analisis rasa butter cookies (Tabel 9). Tabel 9. Rasa Analisis Rasa Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta Terigu 62,5 37, , Terigu x ± SE 2,73+0,48 3,13+0,49 3,30+0,49 3,77+0,55 4,27+0,54 5,13+0,47 6,13+0,40 W=0,89 (a) (ab) (ab) (b) (bc) (c) (d) Dari Tabel 9 terlihat bahwa panelis lebih menyukai butter cookies dengan MOCORIN + 25 % dari pada keempat persentase penambahan bekatul dalam
12 12 MOCORIN lainnya. Semakin besar penambahan bekatul dalam MOCORIN yang diaplikasikan, membuat rasa butter cookies menjadi semakin pahit dan sedikit asam. d. Tekstur Hasil uji organoleptik terhadap tekstur butter cookies dengan berbagai konsentrasi bekatul dalam MOCORIN disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Analisis Tekstur Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta Terigu Tekstur 12,5 62,5 37, Terigu x ± SE 3,23+0,47 3,33+0,49 3,33+0,50 3,37+0,49 3,97+0,55 5,60+0,45 5,97+0,40 W=0,84 (a) (a) (a) (a) (a) (b) (b) Dari Tabel 10 terlihat bahwa tekstur butter cookies yang dihasilkan memperoleh skor penerimaan berkisar antara 3,23 + 0,47 5,97 + 0,40. Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul skor penilaiannya sama dengan keempat persentase penambahan bekatul dalam MOCORIN lainnya yaitu agak tidak suka. e. Keseluruhan Hasil uji organoleptik terhadap butter cookies dengan MOCORIN pada berbagai konsentrasi bekatul disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Analisis Secara Keseluruhan Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta Terigu 62,5 37, , Terigu x ± SE 2,90+0,46 3,27+0,47 3,37+0,42 3,63+0,49 4,17+0,44 5,37+0,44 6,17+0,37 W=0,75 (a) (a) (a) (ab) (b) (c) (d) Secara keseluruhan butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul lebih disukai dengan perolehan skor 4,17 + 0,44. Hal ini berarti bahwa butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul dapat diterima oleh panelis. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa penggunaan MOCORIN + 25 % bekatul berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis yang berkisar antara netral (terhadap warna, rasa, dan secara keseluruhan) sampai agak tidak suka (terhadap aroma dan tekstur).
13 13 Formula MOCORIN Terbaik Dari hasil uji organoleptik dapat ditentukan bahwa formula terbaik dalam butter cookies adalah penambahan MOCORIN 25 %. Komposisi dan kadar zat gizi MOCORIN 25 % dibandingkan dengan tepung jagung disajikan pada Tabel 12 berikut ini. Tabel 12. Komposisi Zat Gizi MOCORIN 25% dan Tepung Jagung Zat Gizi (%) MOCORIN 25 % TEPUNG JAGUNG Air 8,67 9,24-10,82 Abu 4,87 0,78 1,08 Protein 11,70 6,70 7,89 Karbohidrat 43,03 79,51 79,98 Lemak 6,88 1,86 2,38 Serat Kasar 2,83 1,05 1,89 Sumber : Suarni dan Firmansyah (2005 dalam Suarni 2009) Kadar air MOCORIN 25 % lebih kecil dari pada kadar air tepung jagung. Semakin rendah kadar air tepung akan menjadi nilai positif untuk tepung tersebut, karena kadar air yang tinggi akan menyulitkan dalam penyimpanan. Tepung pada kondisi kadar air tinggi mudah terserang mikroba dan tidak dapat disimpan dalam waktu lama (Lidiasari, 2006). Nilai kadar abu MOCORIN 25 % yang diperoleh sebesar 4,87 %. Kadar abu ini lebih tinggi dibandingkan kadar abu tepung jagung yaitu sebesar 0,78 % 1,08 %. Kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Telaah lebih lanjut dari Tabel 12, terlihat bahwa kadar protein MOCORIN 25 % adalah 11,70 % dan nilai ini lebih besar dari pada kadar protein tepung jagung. Bahkan kadar protein MOCORIN 25 % ini lebih tinggi dibandingkan kadar protein tepung terigu untuk bahan makanan yang disyaratkan dalam SNI (2006) yaitu minimal 7,0 %. Kadar karbohidrat MOCORIN 25 % diperoleh sebesar 43,03 % dan nilai ini lebih rendah dari pada kadar karbohidrat tepung jagung. Kadar karbohidrat yang rendah ini terkait dengan hidrolisis pati menjadi glukosa oleh kapang dalam proses fermentasi. Nilai kadar lemak MOCORIN 25 % sebesar 6,88 % dan nilai ini lebih tinggi dibandingkan kadar lemak tepung jagung yang berkisar antara 1,86 % 2,38 %. Hal ini terkait dengan adanya kandungan lemak yang tinggi dalam bekatul.
14 14 Kadar serat kasar MOCORIN 25 % sebesar 2,83 %, lebih tinggi dibandingkan kadar serat kasar tepung jagung yang berkisar antara 1,05 % 1,89 %. Menurut Ngantung (2003), serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan. Serat yang tinggi pada MOCORIN terkait dengan kadar serat bekatul yang tinggi serta jumlah miselium yang terbentuk pada proses fermentasi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Nilai gizi MOCORIN meliputi kadar abu, protein, lemak, dan serat kasar meningkat seiring penambahan bekatul, sebaliknya kadar karbohidrat menurun. 2. Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul dapat diterima secara netral untuk warna, rasa, tekstur dan secara keseluruhan, sedangkan untuk aroma agak tidak disuka. Saran Perlu dilakukan analisa lebih lanjut mengenai pemanfaatan MOCORIN ditinjau dari segi lain yang juga berguna bagi kesehatan seperti asam amino atau asam lemak penyusunnya serta penelitian tentang aplikasi MOCORIN untuk bahan dasar pembuatan produk kue atau roti yang lain. DAFTAR PUSTAKA Aftasari, F Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Sponge Cake Yang Ditambah Tepung Bekatul Rendah Lemak. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Alam Potensi Jagung Di Indonesia. [27 November 2011] Anonim Resep Coklat Butter Cookies. [19 Maret 2012] AOAC Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. AOAC, Washington DC. Arief, R.W. dan R Asnawi Kandungan Gizi dan Asam Amino Beberapa Varietas Jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 9 (2): Auliana, R Manfaat Bekatul dan Kandungan Gizinya. MA%20WANITA.pdf. [24 November 2011].
15 Hadinataria, N Pemanfaatan Tepung Kedelai (Glycine max L.) Dalam Optimalisasi Pembuatan Tepung Gaplek Berprotein Sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu. Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Hedge, J.E. and B.T. Hofreiter In Carbohydrate Chemistry, 17 (Eds. Whinstler. R. L. and Be. Miller, J.N.). Academic Press, New York. Hermanianto J., Z. Wulandari, dan E. Ernawati Proses Ekstruksi Untuk Pengolahan Hasil Samping Penggilingan Padi (Menir dan Bekatul). Prosiding Seminar Teknologi Pangan Hal: Lichtenstein, A.H., L.M. Ausman, W. Carrasco, L.J. Jenner, J.M. Ordovas, R.J. Nicolosi, B.R. Goldin, and E.J. Schaefer Rice Bran Consumption and Plasma Lipid Levels in Moderately Hypercholesterolemic Humans. Journal of the American Heart Association Vol 14 (4): Lidiasari, E., M.I. Syafutri, dan F. Syaiful Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu Terhadap Mutu Fisik dan Kimia Yang Dihasilkan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol 8 (2): Marsono, Y Pengaruh Pengukusan Terhadap Kandungan Oryzanol dan Perubahan Sifat Kimia Minyak Bekatul Padi Unggul Selama Penyimpanan. Argitech Vol 17 (2):6-10 Medikasari, Marniza, dan E. Desiana Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein: Suatu Kajian Awal Karakteristik Berdasarkan Lama Fermentasi Dan Jumlah Inokulum Dengan Menggunakan Ragi Tempe. Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung. Lampung. Ngantung, M Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai Pada Tepung Terigu Terhadap Nilai Gizi Mie Basah Yang Dihasilkan. Jurnal Sains dan Teknologi Vol 3 (3): Pratiwi, W., Erriza A., dan Melati Fermentasi Tepung Dedak Menggunakan Ragi Tape Saccaromyces cerevisiae Untuk Meningkatkan Nutrisi Pakan Ikan. Program Kreatifitas Mahasiswa, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Riswanto K., Fitriyah, dan N.T. Hendartina Pemanfaatan Bekatul Fermentasi Sebagai Pangan Fungsional Dalam Bentuk Bar Yang Memiliki Efek Hipokolesterolemik dan Antistress. Program Kreativitas Mahasiswa, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saputra, I Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Cookies dan Donat Tepung Terigu Yang Disubstitusikan Parsial Dengan Tepung Bekatul. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sarbini, D., S. Rahmawaty, dan P. Kurnia Uji Fisik, Organoleptik, dan Kandungan Zat Gizi Biskuit Tempe-Bekatul Dengan Fortifikasi Fe dan Zn Untuk Anak Kurang Gizi. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi Vol 10 (1): SNI Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional SNI No Jakarta. SNI Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. Badan Standarisasi Nasional SNI No Jakarta. Soekarto, S.T Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara Karya Aksara, Jakarta. 15
16 Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika. PT Gramedia, Jakarta. Suarni Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung Untuk Kue Kering (cookies). Jurnal Litbang Pertanian Vol 28 (2): Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Suzana, L Memperlajari Substitusi Parsial Dedak Padi (Bekatul) Terhadap Tepung Terigu (Triticum vulgare) Sebagai Sumber Dietary Fiber dan Niasin Dalam Pembuatan Roti Manis dan Biskuit. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wignyanto dan I. Nurika, Optimasi Proses Fermentasi Tepung Jagung Pada Pembuatan Bahan Baku Biomassa Jagung Instan (Kajian Lama Inkubasi Dan Konsentrasi Kapang Rhizopus sp.). Argitek Vol. 12 (2): Winarno, F.G Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta 16
EVALUASI MUTU GIZI DAN ORGANOLEPTIK BUTTER COOKIES MOCORIN (MODIFIKASI TEPUNG JAGUNG LOKAL (Zea mays L.) BEKATUL)
EVALUASI MUTU GIZI DAN ORGANOLEPTIK BUTTER COOKIES MOCORIN THE NUTRITIONAL S EVALUATION AND ORGANOLEPTIC OF MOCORIN (MODIFICATION OF LOCAL CORN (Zea mays L.) - RICE BRAN FLOUR) BUTTER COOKIES Oleh, NIM:
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Bahan dan Piranti Metode Fermentasi Jagung dan Bekatul (Marsono, 1997 dan Alam, 2010 yang dimodifikasi)
2 PENDAHULUAN Masyarakat umumnya mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap beras sebagai sumber karbohidrat dan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras maka perlu menggali
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciMETODE. Bahan dan Alat
22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium
Lebih terperinciMAKALAH PENDAMPING : PARALEL C
MAKALAH PENDAMPING : PARALEL C SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya
Lebih terperinciKIMIA ANALITIK (Kode : D-02)
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan
20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik
Lebih terperinci3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah
3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)
Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter
Lebih terperinciSUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)
SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott) SUBSTITUTION OF GREEN BEAN FLOUR (Phaseolus radiathus L) IN MAKING KIMPUL BISCUIT
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu
Lebih terperinciPENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT
Hardiyanti, Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 123-128 123 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES Hardiyanti¹), Kadirman²), Muh. Rais 3 ) 1
Lebih terperinciPerubahan Nilai Gizi Tempe Berbahan Baku Kedelai (Glycine max L. Merr) var. Grobogan dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar
Perubahan Nilai Gizi Tempe Berbahan Baku Kedelai (Glycine max L. Merr) var. Grobogan dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Nutritional Value Changes of Tempe Made of Local Soybean
Lebih terperinciMAKALAH PENDAMPING : PARALEL C
MAKALAH PENDAMPING : PARALEL C SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP
Lebih terperinciMATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :
Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan
IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi
Lebih terperinciMETODE. Materi. Rancangan
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik
III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciBab III Bahan dan Metode
Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
1 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata Durch) SEBAGAI BAHAN FORTIFIKASI ROTI TAWAR
PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata Durch) SEBAGAI BAHAN FORTIFIKASI ROTI TAWAR The Effect of Various Concentration Addition of Pumpkin (Cucurbita Moschata Durch)
Lebih terperinciBROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH
Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW
JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g
19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan telah membudaya di semua lapisan masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Tempe mengandung
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental di bidang teknologi pangan. B. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pembuatan chips tempe dan tempat uji organoleptik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang termasuk ke dalam kue kering dengan kadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Dalam pembuatan biskuit digunakan bahan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil
Lebih terperinciPEMANFAATAN BEKATUL DAN AMPAS WORTEL (Daucus carota) DALAM PEMBUATAN COOKIES. THE USED OF BRAND AND CARROT WASTE (Daucus carota) IN COOKIES MADE
PEMANFAATAN BEKATUL DAN AMPAS WORTEL (Daucus carota) DALAM PEMBUATAN COOKIES THE USED OF BRAND AND CARROT WASTE (Daucus carota) IN COOKIES MADE Ir. Linda Kurniawati, MS. *) *) Staf Pengajar Program Studi
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Bandar Lampung dan uji organoleptik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survey yang dilakukan Kementerian PPN pada pertengahan tahun 2013, masih ditemukan lebih dari 8 juta anak Indonesia mengalami kekurangan gizi. Anak kurang gizi dapat
Lebih terperinciFORMULASI BISKUIT KELAPA PARUT KERING DENGAN PERLAKUAN PENYANGRAIAN DAN TANPA PENYANGRAIAN
FORMULASI BISKUIT KELAPA PARUT KERING DENGAN PERLAKUAN PENYANGRAIAN DAN TANPA PENYANGRAIAN THE FORMULATION OF DESICCATED COCONUT BISCUITS BY ROASTING AND WITHOUT ROASTING Yanti Meldasari Lubis 1*), Satriana
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan
14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan
13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,
Lebih terperinciLampiran 1 Formulir organoleptik
LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,
Lebih terperinciKUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)
KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses dan Pengolahan Pangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gunung Kidul, Yogyakarta; Laboratorium
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius
Lebih terperinciJurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal
DOI: 10.17969/jtipi.v6i2.2065 http://jurnal.unsyiah.ac.id/tipi Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal FORMULASI BISKUIT KELAPA PARUT KERING DENGAN PERLAKUAN PENYANGRAIAN
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik
Lebih terperincimi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung
Lebih terperinciKadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan eksperimen, metode ini ditempuh dalam pembuatan Chiffon cake dengan subtitusi tepung kulit singkong 0%, 5%, 10%,
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013--Oktober 2013. Pengambilan sampel onggok diperoleh di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah.
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B
Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang
Lebih terperinci111. BAHAN DAN METODE
111. BAHAN DAN METODE 3.1 Tern pat dan Waktu Pcnclilian ini telah dilaksanakan di Laboiatorium Pcngolahan llasil Pertanian dan Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Laboratorium
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai
13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya
I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Lebih terperincidimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)
Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,
Lebih terperinciPengaruh Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut terhadap Kualitas Tempe ditinjau dari Kadar Protein, Lemak, Abu dan Air
Pengaruh Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut terhadap Kualitas Tempe ditinjau dari Kadar Protein, Lemak, Abu dan Air The Effect Of Inoculums And Eel Flour Addition in Tempe Quality as Revealed by
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan
Lebih terperinci: Methanol, DPPH, alumunium foil. antioksidan
16 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai Januari 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan
Lebih terperinciLAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)
LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu
Lebih terperinciSTUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN
Jurnal Sains Kimia Vol 10, No.1, 2006: 40 45 STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN Emma Zaidar
Lebih terperinci1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.
57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.
23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Nutrisi dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang dan
Lebih terperinciPERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR
PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di
III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium
Lebih terperinciSTEVIA ISSN No Vol. I No. 01-Januari 2011
Mempelajari Pengaruh Lama Fermentasi Dan Lama Penyangraian Biji Kakao Terhadap Mutu Bubuk Kakao Sentosa Ginting Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Quality Medan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)
Lebih terperinciPENGARUH PERBANDINGAN TERIGU DAN TEPUNG BEKATUL BERAS MERAH TERHADAP KARAKTERISTIK BISKUIT SKRIPSI
PENGARUH PERBANDINGAN TERIGU DAN TEPUNG BEKATUL BERAS MERAH TERHADAP KARAKTERISTIK BISKUIT SKRIPSI Oleh : I MADE DWI CAHYADI PUTRA NIM : 1011105030 JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI
Lebih terperinciMETODE. Waktu dan Tempat
14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. laboraturium Nutrisi Peternakan, Fakultas Pertanian Peternakan, Universitas
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan laboraturium Nutrisi Peternakan, Fakultas Pertanian Peternakan, Universitas
Lebih terperinciHaris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN
Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional rakyat Indonesia yang relatif murah dan mudah di dapat. Tempe berasal dari fermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya
Lebih terperinciMETODE. Waktu dan Tempat
13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi
Lebih terperinciPEMBUATAN CAKE TANPA GLUTEN DAN TELUR DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID
PEMBUATAN CAKE TANPA GLUTEN DAN TELUR DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID SKRIPSI OLEH : BOSVIN ABDALLA TAMBUNAN 100305047 PROGRAM STUDI
Lebih terperinci5.1 Total Bakteri Probiotik
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras varietas Cisadane dan daun mindi, serta bahan-bahan kimia seperti air suling/aquades, n-heksana
Lebih terperinci