SURVEI EVALUASI PROGRAM PEMASYARAKATAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PETANI PADI DI KECAMATAN TAMBUN UTARA, BEKASI NIA TRIKUSUMA NINGRUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURVEI EVALUASI PROGRAM PEMASYARAKATAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PETANI PADI DI KECAMATAN TAMBUN UTARA, BEKASI NIA TRIKUSUMA NINGRUM"

Transkripsi

1 SURVEI EVALUASI PROGRAM PEMASYARAKATAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PETANI PADI DI KECAMATAN TAMBUN UTARA, BEKASI NIA TRIKUSUMA NINGRUM DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ABSTRAK NIA TRIKUSUMA NINGRUM. Survei Evaluasi Program Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Tambun Utara, Bekasi. Dibimbing oleh DADAN HINDAYANA. Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang berwawasan ekonomi dan ekologi yang telah menjadi kebijakan dasar perlindungan tanaman nasional. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu. Pemasyarakatan PHT diadakan melalui program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab survei evaluasi pelaksanaan program pemasyarakatan PHT yang ada di lapang. Survei dilakukan dengan pengambilan data sekunder dan primer. Data sekunder mencakup data tentang keadaan umum lokasi yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Tambun Utara, data tentang pelaksanaan program PHT, dan SLPHT yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bekasi. Data primer melalui wawancara dan penyebaran kuesinoer dengan petani. Pemilihan kelompok tani dan petani yang dijadikan objek penelitian dilakukan dengan purpose sampling yaitu dengan memilih kelompok petani yang mengikuti SLPHT dan petani yang belum SLPHT. Jumlah petani yang diwawancara dari masing-masing kelompok adalah 20 orang petani. Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah masih belum optimal dalam menjalankan program pemasyarakatan PHT. Sikap, tindakan, dan perilaku petani SLPHT dalam menangani lahan lebih baik dibanding petani yang tidak mengikuti SLPHT. Kata kunci: UU No.12/1992, pengendalian hama terpadu (PHT), sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT).

3 SURVEI EVALUASI PROGRAM PEMASYARAKATAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PETANI PADI DI KECAMATAN TAMBUN UTARA, BEKASI NIA TRIKUSUMA NINGRUM Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

4 Judul : Survei Evaluasi Program Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Tambun Utara, Bekasi Nama Mahasiswa NRP : Nia Trikusuma Ningrum : A Disetujui Dosen Pembimbing Dr. Ir. Dadan Hindayana NIP Diketahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP Tanggal lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Heru Wibisono SH, M.Si dan Almarhumah Ibu Tarsih. Penulis memiliki dua orang kakak yang bernama Prita Aprianty dan Septi Dwi Hertanti. Penulis memiliki dua orang adik yang bernama Rieska Kurniasih dan Naira Agustin Wibisono. Penulis lulus dari SDN Kayuringin Jaya XII pada tahun 2002, kemudian melanjutkan ke SMPN 7 Bekasi dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama melanjutkan ke SMAN 3 Bekasi dan lulus pada tahun Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) Divisi Kewirausahaan periode 2011/2012. Penulis pernah mengikuti les bahasa Korea, Mandarin, dan Jerman di Unit Bahasa IPB.

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan hanya untuk Allah SWT atas seluruh berkah rahmat dan karunia Nya yang telah diberikan kepada seluruh manusia dan shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Survei Evaluasi Program Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Tambun Utara, Bekasi. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Dadan Hindayana, sebagai dosen pembimbing skripsi. Terima kasih kepada Dr. Ir. Supramana, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak masukan dan koreksi penulisan skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar Fakultas Pertanian dan laboran Departemen Proteksi Tanaman yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama menyelesaikan pendidikan di Fakultas Pertanian IPB. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih untuk Ayahanda Heru Wibisono SH, M. Si yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian penulis. Terimakasih kepada Ibunda Yani Suryani, Prita Aprianty, Septi Dwi Hertanti, Rieska Kurniasih, Naira Agustin Wibisono, dan Haryountoro untuk dukungan, do a, kasih dan sayang yang selalu diberikan hingga menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada teman-teman DPT 45: Sagita Phinanthie, Rizkika Latania, Fiqi Syaripah, Aries Rama Saputra, Keisha Disa, dan teman-teman lainnya atas kebersamaan, semangat, persahabatan dan dukungannya selama kuliah. Terima kasih kepada teman yang sekaligus telah menjadi keluarga di Bogor: Nursyamsi Syam, Ranityasari, Ratna Dila, Ari, Ayu, Lia Fauziah, dan Firdha Zahra Alfia atas kebersamaan dan kenangan indah selama ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi penulisan yang lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya. Bogor, Desember 2012 Nia Trikusuma Ningrum

7

8 vii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Tanaman Padi... 4 Hama dan Penyakit Penting pada Padi... 5 Pengendalian Hama terpadu (PHT) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Kebijakan Perlindungan Tanaman Instruksi Presiden No. 3 Tahun Undang-undang No. 12/ BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Pelaksanaan Pemilihan Contoh Pengumpulan Data Primer Pengumpulan Data sekunder HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kebijakan Nasional tentang PHT Kebijakan Daerah Kabupaten Bekasi mengenai PHT Landasan Hukum Tugas Pokok dan Fungsi Isu-isu Strategis Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bekasi Program PHT di Kabupaten Bekasi Program PHT di Kecamatan Tambun Utara... 27

9 viii Potret Aktual Pelaksanaan SLPHT di Lapang Karakteristik Petani Petani SLPHT Petani nonslpht Keadaan Umum Usahatani Varietas yang Digunakan Status Kepemilikan dan Luas Lahan Pertanian Hasil Panen dan Sistem Penjualan Proporsi Biaya Input Usahatani Pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Pengamatan Hama dan Penyakit Pengendalian Gulma Penggunaan Pestisida Kerasionalan Mencampur Pestisida Kepedulian Petani terhadap Dampak Pestisida Pengetahuan Petani tentang Musuh Alami Budidaya Tanaman Penentuan Waktu Tanam Pemupukan Teknik Bercocok Tanam Pemeliharaan dan Pemanenan Tanaman Tanggapan terhadap PHT KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 46

10 ix DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Luas dan status penggunaan lahan sawah di Kabupaten Bekasi tahun Jumlah rumah tangga usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu menurut Kecamatan dan pengamatan lahan di Kabupaten Bekasi tahun Kelembagaan kelompok tani dan usaha di Kabupaten Bekasi tahun Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT tahun 2007 a Program dan kegiatan Departemen Pertanian Kabupaten Bekasi 2010a Pencapaian penerapan teknologi budidaya padi sawah tahun 2010 a Inventarisasi dan validasi data kelompok tani dan alumni SLPHT aktif tahun a Penggunaan varietas padi di Kabupaten Bekasi tahun 2010 a Karakteristik petani responden Varietas padi yang digunakan petani Pemilikan dan pengusahaan lahan Proporsi biaya input usahatani padi terhadap total biaya produksi per hektar per musim tanam Hama / Penyakit penting pada pertanaman padi petani responden Jenis pestisida yang digunakan petani untuk pengendalian hama dan penyakit pada tanaman padi pencampuran pestisida Pengetahuan dan persepsi petani tentang musuh alami pada tanaman padi Dosis penggunaan pupuk padat... 40

11 x DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Kuisioner Rekapitulasi karakteristik usahatani SLPHT Rekapitulasi karakteristik usahatani nonslpht Biaya dan pendapatan usahatani petani SLPHT Biaya dan pendapatan usahatani petani nonslpht Pengetahuan petani responden tentang budidaya tanaman Pengetahuan petani responden tentang pestisida dan penyemprotan Sikap petani terhadap pengendalian nonkimiawi Sikap kecenderungan petani dalam mencampur pestisida Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida Sikap kepedulian petani terhadap dampak pestisida Keberadaan kelompok tani yang mengikuti SLPHT di Kabupaten Bekasi Kegiatan selama penelitian (A) Proses wawancara petani, (B) Petugas penyuluh, (C) Penutupan SLPHT bersama petugas Penyuluh, petani, dan mahasiswa, (D) Toko tani Desa Srijaya... 72

12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) di Indonesia mulai dipicu dengan terjadinya ledakan hama wereng coklat pada tahun 1985 yang menimbulkan kekhawatiran program swasembada beras dapat terganggu. Presiden atas nama pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang pengendalian hama wereng coklat padi. Melalui Inpres No. 3/1986 Presiden menginstruksikan untuk melakukan paling sedikit 4 butir kebijakan, yaitu: menerapkan PHT untuk pengendalian hama wereng batang cokelat dan hama-hama padi lainnya, melarang penggunaan 57 formulasi insektisida untuk tanaman padi, melaksanakan koordinasi untuk peningkatan pengendalian wereng coklat, dan melakukan pelatihan petani dan petugas tentang PHT. Inpres tersebut merupakan awal sejarah penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia. Setelah Inpres No. 3/1986 dikeluarkan, dukungan yuridis terhadap PHT diperkuat dengan keluarnya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, menyebutkan bahwa Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan, sedangkan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan. Kebijakan dasar perlindungan tanaman terdapat pada beberapa pasal dari UU No.12/1992 pasal 20 yang berbunyi 1) Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu, 2) Pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi pengendalian OPT yang berwawasan ekologi dan ekonomi telah menjadi kebijakan

13 2 dasar perlindungan tanaman nasional. Kegiatan pemasyarakatan pelatihan PHT untuk petani padi dilakukan melalui program SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu), untuk mengelola Program Nasional Pelatihan PHT dibentuk pengelola program pada periode berada di Bapennas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) dan periode berada di Departemen Pertanian. SLPHT mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1989 pada tingkat petani skala besar di Indonesia untuk tanaman padi. Kegiatan SLPHT yang dilaksanakan selalu dilandasi oleh 4 prinsip, yaitu meliputi budidaya tanaman sehat, melestarikan dan memanfaatkan musuh alami, pengamatan berkala, dan petani sebagai ahli PHT. Budidaya tanaman yang sehat, kuat, dan produktif akan menghasilkan produksi dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi. Musuh alami sebagai komponen ekosistem yang sangat menentukan keseimbangan populasi hama sehingga perlu diberi kesempatan dan peluang untuk berfungsi secara maksimal untuk dilestarikan. Pengamatan berkala dilakukan untuk mengontrol populasi hama dan penyakit yang muncul di lapang karena adanya perubahan ekosistem pertanian sebagai akibat perubahan cuaca, perubahan populasi pengendali alami dan perubahan kegiatan budidaya tanaman. Petani sebagai ahli PHT dimaksudkan agar petani bertanggung jawab terhadap lahan yang diusahakan sehingga petani dapat bertindak sebagai pengelola dan penentu keputusan di lahan sawahnya sendiri. SLPHT bertujuan untuk membuat petani menjadi petani profesional, aktif, kreatif, dan produktif dalam mengembangkan PHT dengan bantuan penyuluh pertanian sebagai tempat untuk bertanya pada saat mengikuti SLPHT. Pemerintah Indonesia telah menjadikan PHT sebagai kebijakan nasional, namun terdapat kendala dalam pelaksanaan program tersebut. Kondisi nyata di lapangan, PHT belum melembaga baik dikalangan petani, pejabat maupun petugas pemerintah pusat dan daerah (Untung 2007). Menurut pemerintah setempat program PHT yang telah diberikan kepada petani SLPHT seharusnya dapat disebarkan kepada petani nonslpht, namun pada kenyataannya petani alumni SLPHT cenderung ragu untuk memberikan informasi kepada petani lain karena kurangnya keterampilan dalam menerapkan prinsip PHT. Program PHT telah dilaksanakan lebih dari 20

14 3 tahun, atas dasar hal tersebut penelitian mengenai program PHT perlu dilakukan agar dapat diketahui perkembangannya. Tujuan Penelitian Survei dilakukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan program PHT khususnya di Kabupaten Bekasi, setelah 20 tahun dicanangkan pemerintah, serta implikasi pada pengetahuan, sikap, dan tindakan petani padi. Manfaat Penelitian Tersedianya informasi mengenai pelaksanaan program PHT di Kabupaten Bekasi dan kemajuan yang dialami petani padi setelah pelaksanaan program PHT tersebut.

15 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Syarat Tumbuh Padi merupakan tanaman ordo Graminales, family Graminae, genus Oryza, dan spesies Oryza spp.. Padi dapat tumbuh pada ketinggian 650 sampai 1500 m dpl dengan temperatur 19 sampai 22 o C., sedangkan ketinggian 0 sampai 650 m dpl dengan temperatur 22 samapi 27 o C. Padi pada menyukai tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18 sampai 22 cm dan ph tanah 4 7. Pada umumnya tanaman padi membutuhkan air dalam jumlah relatif banyak, namun tidak semua fase pertumbuhan membutuhkan air dalam jumlah yang sama (Surowinoto 1983). Budidaya Padi Penyiapan benih padi dimulai dengan merendam benih padi selama 6 sampai 12 jam. Bibit yang siap dipindahtanamkan ke sawah berumur 21 hingga 40 hari, berdaun 5 sampai 7 helai, batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang hama dan penyakit. Pemupukan diberikan sesuai dengan dosis yang telah ada, kekurangan atau kelebihan pupuk dapat menyebabkan tanaman padi menjadi sakit. Pemakaian pupuk digunakan pada saat tanah diolah, 14 hari sesudah tanam dan 30 hari sesudah tanam. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara sempurna dengan dua kali pembajakan atau tanpa olah tanah. Pemilihan cara yang akan dilakukan disesuaikan dengan keperluan dan kondisi lahan (Siregar 1981). Penggenangan air dilakukan pada fase awal pertumbuhan, pembentukan anakan, pembungaan dan masa bunting. Sedangkan pengeringan hanya dilakukan pada fase sebelum bunting bertujuan menghentikan pembentukan anakan dan fase pemasakan biji untuk menyeragamkan dan mempercepat pemasakan biji (Sumartono et al. 1972).

16 5 Banyak faktor yang menyebabkan produktivitas tanaman padi tidak meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas padi antaralain faktor genetik, kondisi lingkungan tanam, teknik budidaya serta penanganan panen dan pasca panen (Haryadi 2006). Hama dan Penyakit Penting pada Padi Hama dan Penyakit Hama tanaman dalam arti luas adalah semua organisme atau binatang yang aktifitas hidupnya menyebabkan kerusakan tanaman sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomi bagi manusia. Organisme yang menjadi hama adalah binatang yang menyerang tanaman budidaya sehingga menimbulkan kerugian. Hama tanaman sering disebut serangga hama (pest) (Rukmana 2002). Hama yang merusak tanaman secara langsung dapat dilihat bekasnya, misalnya gerekan dan gigitan. Penyakit tanaman adalah kondisi dimana sel dan jaringan tanaman tidak berfungsi secara normal yang ditimbulkan karena gangguan secara terus menerus oleh agen patogenik atau faktor lingkungan (abiotik) dan akan menghasilkan perkembangan gejala (Agrios 2005). Penyakit dapat disebabkan oleh cendawan, bakteri, virus, dan nematoda. Cendawan atau jamur adalah suatu kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi karena memiliki dinding sel, berkembang biak dengan spora, tetapi tidak memiliki klorofil. Penyakit tanaman yang merupakan suatu penyimpangan atau abnormalitas tanaman beragam bentuknya, misalnya keriput daun, bercak cokelat, dan busuk. Tanaman yang sakit menunjukan gejala atau tanda yang khas. Gejala adalah perubahan yang ditunjukan oleh tanaman itu sendiri akibat adanya serangan penyakit. Contoh gejala antara lain adalah nekrotis, yaitu gejala yang disebabkan oleh adanya kerusakan sel atau matinya sel. Walang sangit (Leptocoriza acuta) Imago walang sangit meletakan telut pada bagian atas daun tanaman. Telur walang sangit berbentuk oval dan pipih berwarna coklat kehitaman, telur diletakan satu persatu dalam 1-2 baris sebanyak butir. Lama periode bertelur 57 hari

17 6 dengan total produksi telur per-induk mencampai 200 butir. Lama stadia telur hingga 7 hari dan terdapat lima instar pertumbuhan nimfa dengan total waktu mencapai 19 hari. Satu siklus hidup walang sangit mencapai 46 hari. Setelah nimfa menetas bergerak ke malai mencari butir yang masih stadi masak susu. Nimfa dan imago pada siang hari bersembunyi di bawah kanopi tanaman. Serangga imago pada pagi hari aktif terbang dari rumpun ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi pada sore atau malam hari. Walang sangit menyerang pada fase generatif, menyerang buah padi yang masak susu. Gejala yang ditimbulkan buah menjadi hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak. Daun padi terdapat bercak bekas isapan dan bulir padi berbintik-bintik hitam. Pengendalian yang sering dilakukan dengan bertanam serempak, dan sanitasi. Saat tidak ada pertanaman padi atau tanaman padi masih stadia vegetatif, imago walang sangit bertahan hidup atau berlindung pada berbagai tanaman yang terdapat pada sekitar sawah. Setelah tanaman padi berbunga dewasa walang sangit pindah ke pertanaman padi dan berkembang biak satu generasi sebelum tanaman padi tersebut dipanen. Banyaknya generasi dalam satu hamparan pertanaman padi tergantung dari lamanya dan banyaknya interval tanam padi pada hamparan tersebut. Makin serempak tanam makin sedikit jumlah generasi perkembangan hama walang sangit (BBPADI 2009). Hama putih (Nymphula depunctalis) Telur hama putih berbentuk bulat berwarna kuning muda, telur diletakkan berkelompok pada daun atau pelepah yang berdekatan dengan permukaan air, jumlah telur butir/kelompok. Satu ekor ngengat dapat menghasilkan 50 butir telur dengan stadium telur 2-6 hari. Instar pertama berwarna krem dengan ukuran panjang rata-rata 1.2 mm dan lebar 0.2 mm dan kepala berwarna kuning. Larva membuat gulungan dari daun yang dipotong dan tinggal dalam gulungan (tabung) tersebut, pada pertumbuhan maksimum panjang larva mencapai 14 mm dan lebar 1,6 mm. Pupa hama putih berwarna krem, menjelang menjadi ngengat warna menjadi putih. Pupa terbentuk dalam tabung dalam waktu mencapai 7 hari. Cara pengendalian

18 7 dengan pengaturan air yang baik, penggunaan bibit sehat, melepaskan musuh alami, menggugurkan tabung daun. Hama putih menyerang tanaman yang berumur lebih dari 6 minggu. Ciri khas yang bisa dilihat sebagai tanda hama putih adalah adanya tabung-tabung yang terbuat dari daun tanaman padi yang tergerek (terpotong) yang berisi larva dan kepompong yang digunakan untuk perlindungan diri dan penyebaran dalam mencari makan. Tabung-tabung banyak terapung di areal persawahan, berbeda dengan hama putih palsu yang hanya menggulung tanaman tanpa memotongnya dan menggerek klorofilnya. Menyerang daun pada saat masih bibit, kerusakan berupa titik-titik yang memanjang sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi. Wereng Batang Cokelat (Nilapavarta lugens) Wereng coklat berkembang biak secara seksual, masa pra-peneluran 3-4 hari untuk brakiptera (bersayap kerdil) dan 3-8 hari untuk makroptera (bersayap panjang). Telur biasanya diletakkan pada jaringan pangkal pelepah daun, tetapi kalau populasinya tinggi telur diletakkan di ujung pelepah daun dan tulang daun. Telur diletakkan berkelompok, satu kelompok telur terdiri dari 3-21 butir. Satu ekor betina mampu meletakkan telur butir. Di daerah tropis telur menetas setelah 9 hari, sedangkan di daerah subtropika waktu penetasan telur lebih lama lagi. Nimfa mengalami lima instar, dan rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan periode nimfa mencapai 13 hari. Nimfa dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah makroptera (bersayap panjang) yaitu wereng coklat yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang normal. Bentuk kedua adalah brakiptera (bersayap kerdil) yaitu wereng coklat dewasa yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang tumbuh tidak normal, terutama sayap belakang sangat rudimenter. Sering disebut sebagai wereng batang cokelat, menyerang pada bagian batang padi dengan cara mengisap cairan batang padi dan dapat menularkan virus. Gejala tanaman padi yang terserang wereng batang cokelat menjadi kuning dan mengering, sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil.

19 8 Pengendalian hama ini dapat dengan bertanam padi serempak, menggunakan varietas tahan wereng seperti IR 36, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti laba-laba, kepinding dan kumbang lebah. Tikus Sawah (Rattus argentiventer) Tikus merupakan hewan pengerat yang hidupnya sering menimbulkan kerugian bagi manusia. Tikus sawah merupakan hama utama tanaman padi dari golongan mamalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda dibandingkan jenis hama utama padi lainnya. Tikus sawah dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman padi mulai dari saat pesemaian padi hingga padi siap dipanen, dan bahkan menyerang padi di dalam gudang penyimpanan. Hama tikus Menyerang batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala yang ditimbulkan yaitu tanaman padi yang roboh pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah petak tidak ada tanaman. Pengendalian yang sering dilakukan dengan pergiliran tanaman, tanam serempak, sanitasi, gropyokan, melepas musuh alami seperti ular. Tersedianya pakan padi yang cukup dengan kualitas baik, pada saat padi bsudah berisi dan awal pengisian malai, merupakan faktor yang diduga kuat berpengaruh terhadap jumlah embrio yang dihasilkan oleh induk betina. Selain itu, diketahui bahwa tikus-tikus muda yang melahirkan pertama kali akan menghasilkan embrio lebih banyak dibandingkan tikus betina yang berumur lebih tua (Sudarmaji 2004). Penurunan jumlah embrio juga disebabkan oleh terbatasnya pakan yang berkualitas khususnya pada periode bera, dan tikus betina cenderung merespon dengan mengurangi jumlah anaknya menjadi lebih sedikit agar dapat bertahan hidup setelah dilahirkan. Tikus betina bunting dapat mengabsorbsi sebagian embrio yang dikandungnya apabila kondisi lingkungan kurang menguntungkan. Jumlah embrio yang dihasilkan oleh induk tikus betina bervariasi pada setiap periode kebuntingan. Terdapat kecenderungan menurunnya jumlah embrio setelah periode kebuntingan pertama. Jumlah embrio tertinggi dihasilkan oleh induk betina yang bunting pada periode stadium awal padi bunting sampai pengisian malai (bunting pertama).

20 9 Penyakit Hawar Daun (Xanthomonas campestris pv. Oryzae) Penyebab penyakit hawar daun disebabkan bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae. Penyakit terjadi pada semua stadia tanaman, akan tetapi yang paling umum terjadi pada saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga. Bakteri pada penyakit hawar daun berbentuk batang dengan koloni berwarna kuning. Patogen mempunyai virulensi yang bervariasi tergantung kemampuan untuk menyerang varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Perkembangan penyakit sangat tergantung pada cuaca dan ketahanan tanaman. Bakteri menginfeksi tanaman melalui hidatoda atau luka, setelah masuk dalam jaringan tanaman bakteri memperbanyak diri dalam epidermis yang menghubungkan dengan pembuluh pengangkutan, tersebar kejaringan lain dan menimbulkan gejala (BBPADI 2009). Stadia bibit gejala penyakit disebut kresek, sedangkan pada stadia tanaman lebih lanjut gejala disebut hawar. Gejala yang ditimbulkan terdapat garis-garis di antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering dan mati. Pengendalian penyakit ini dengan cara menanam varietas tahan penyakit seperti IR 36, menghindari luka mekanis, dan sanitasi lingkungan. Penyakit Bercak Daun Cokelat. (Helmintosporium oryzae) Penyebab penyakit ini oleh cendawan jamur Helmintosporium oryzae. Penyakit bercak daun cokelat menyerang pelepah, malai, dan buah yang baru tumbuh. Pengendalian dengan cara merendam benih di air hangat, pemupukan berimbang, dan varietas tanam padi tahan penyakit ini. Gejala khas penyakit ini adalah adanya bercak cokelat pada daun berbentuk oval yang merata di permukaan daun dengan titik tengah berwarna abu-abu atau putih. Titik abu-abu di tengah bercak merupakan gejala khas penyakit bercak daun coklat di lapang. Bercak yang masih muda berwarna cokelat gelap atau keunguan berbentuk bulat. Pada varietas yang peka panjang bercak dapat mencapai panjang 1 cm. Serangan berat, jamur daopat menginfeksi gabah dengan gejala bercak berwarna hitam atau coklat gelap pada gabah.

21 10 Jamur H. oryzae menginfeksi daun, baik melalui stomata maupun menembus langsung dinding sel epidermis setelah membentuk apresoria. Konidia lebih banyak dihasilkan oleh bercak yang sudah berkembang, kemudian konidia dihembuskan oleh angin dan menimbulkan infeksi sekender. Jamur dapat bertahan sampai 3 tahun pada jaringan tanaman dan lamanya bertahan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) Daur penyakit blas meliputi tiga fase yaitu infeksi, kolonisasi, dan sporulasi. Fase infeksi diawali dengan pembentukan konidia berseta tiga yang dilepaskan oleh konidia. Konidia berpindah ke permukaan daun yang tidak terinfeksi melalui percikan air atau bantuan angin. Konidia menempel pada daun karena adanya perekat atau getah di ujungnya. Konidia akan berkecambah pada kondisi optimum dengan cara membentuk buluh-buluh perkecambahan yang selanjutnya menjadi appresoria. Appresoria akan menembus kutikula daun dengan bantuan melanin yang ada pada dinding appresoria. Pertumbuhan hifa yang terus terjadi menyebabkan terbentuknya bercak pada tanaman. Kelembapan yang tinggi, bercak pada tanaman yang rentan menghasilkan konidia selama 3-4 hari. Konidia ini sangat mudah tersebar dan merupakan inokulum untuk infeksi selanjutnya. Penyebaran spora terjadi selain oleh angin juga oleh biji dan jerami. Cendawan P. oryzae mampu bertahan dalam sisa jerami sakit dan gabah sakit. Dalam keadaan kering dan suhu kamar, spora masih bertahan hidup sampai satu tahun, sedangkan miselia mampu bertahan sampai lebih dari 3 tahun. Sumber inokulasi primer di lapang pada umumnya adalah jerami. Sumber inokulasi benih biasanya memperlihatkan gejala awal pada pesemaian. Untuk daerah tropis, sumber inokulasi selalu ada sepanjang tahun, karena adanya spora di udara dan tanaman inang lain selain padi (BBPADI 2009). Gejala yang ditimbulkan daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat pangkal malai membusuk. Jamur ini menyerang daun, buku pada malai dan ujung tangkai malai yang menyebabkan pemasakan makanan terhambat dan butiran padi menjadi hampa. Pengendalian yang dilakukan dengan membakar sisa jerami,

22 11 menggenangi sawah, menanam varietas unggul, dan pemberian pupuk N di saat pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir (Siregar 1981). Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi pengendalian OPT yang berwawasan ekologi dan ekonomi telah menjadi kebijakan dasar perlindungan tanaman nasional. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana menimbulkan masalah baru seperti pencemaran lingkungan hidup, merugikan kesehatan manusia dan hewan lain, resistensi hama, serta organisme bukan sasaran menjadi mati (Untung 2007). Munculnya beberapa masalah ini, menggugah para ahli untuk mencetuskan konsep pengelolaan dan Pengendalian Hama Terpadu pada tahun 1950 (Sinaga 2006). Program pelatihan PHT untuk petani dikenal dengan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang didahului dengan pelatihan terhadap petugas pemandu dan memandu para petani SLPHT (Untung 2007), untuk mengelola Program Nasional Pelatihan PHT dibentuk pengelola program pada periode berada di Bapennas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) dan periode berada di Departemen Pertanian. Pelatihan, penyuluhan, dan penerapan PHT melalui SLPHT dapat meningkatkan pengetahuan baru di kalangan petani. Pengetahuan ini merupakan tahap awal terjadinya persepsi yang kemudian melahirkan sikap dan pada akhirnya melahirkan perbuatan atau tindakan. Dengan adanya pengetahuan atau wawasan baru di kalangan petani, akan mendorong terjadinya perubahan perilaku. Sikap petani terhadap inovasi teknologi sangat tergantung dari pengetahuan dan pengalaman lapangan mereka (Suharyanto et al. 2006). Pemerintah telah menetapkan PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiap program perlindungan tanaman. Kebijakan ini merupakan program pemerintah sejak Pelita III sampai sekarang. Dasar hukum penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia adalah Inpres No. 3 Tahun 1986 dan Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Untung 1993).

23 12 Program PHT di Indonesia dinyatakan sebagai kebijakan nasional pada tahun 1986 dan dalam pelaksanaannya telah memberikan efek yang sangat besar terhadap produksi pertanian nasional. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai korelasi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan penggunaan pestisida. Penerapan PHT dibidang pertanian diharapkan dapat merubah pola bercocok tanam yang kurang efisien sehingga dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani itu sendiri. Pelaksanaan PHT tidak terlepas pula dari factor-faktor yang dapat mempengaruhinya antara lain: lama pendidikan, luas usaha tani, tanggungan keluarga, pengalaman bertani, dan umur petai (Mubyarto 1986). Sikap merupakan potensi pendorong yang ada pada individu untuk bereaksi terhadap lingkungan. Sikap tidak selamanya tetap dalam jangka waktu tertentu tetapi dapat berubah karena pengaruh orang lain melalui interaksi sosial. Sikap petani dalam penerapan inovasi baru dalam pertania juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi di dalam diri individu. Sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap tindakan berikutnya (Suharyanto et al. 2006). Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan tempat dimana pendekatan khusus untuk memberdayakan petani menjadi petani yang aktif, kreatif, dan produktif dalam menerapkan PHT di lahannya sendiri. Di SLPHT petani diajak dan didorong belajar bersama-sama dan melakukan pengambilan keputusan pengelolaan ekosistem (termasuk pengendalian OPT) secara bersama-sama pula. Visi SLPHT adalah memberdayakan petani dalam menerapkan dan mengembangkan prinsip-prinsip dan teknologi PHT secara profesional sehingga dapat dihasilkan produk pertanian dengan kualitas, kuantitas dan daya saing pasar tinggi untuk peningkatkan kesejahteraan hidupnya.

24 13 Sejak tahun 1989 SLPHT telah membuktikan, petani yang mengikuti SLPHT dengan segala keterbatasannya dapat meningkatkan kualitas dan dedikasinya menjadi penerap PHT. Ada kecendrungan konsep PHT digeser dengan konsep lain, yaitu PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) yang secara prinsip tidak berbeda dengan PHT (Untung 2007). Soekartawi (1988) mengatakan bahwa tindakan penerapan inovasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam diri petani maupun faktor lingkungan. Faktor dari dalam diri meliputi umur, pendidikan, status sosial, pola hubungan sikap terhadap pembaharuan, keberanian mengambil resiko, fatalisme, aspirasi, dan dogmatis (system kepercayaan tertutup). Faktor lingkungan meliputi jarak sumber informasi, frekuensi mengikuti penyuluhan, keadaan prasarana dan sarana serta proses memperoleh sarana produksi. Kebijakan Perlindungan Tanaman Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 Instruksi Presiden No. 3 tahun 1986 tentang peningkatan pengendalian hama wereng cokelat pada tanaman padi disingkat Inpres 3/86 dikeluarkan pada tanggal 5 November Inpres 3/86 merupakan tonggak sejarah penerapan PHT di Indonesia karena melalui instruksi ini, pemerintah mulai memberikan dukungan politik dan legal terhadap PHT. Undang-undang No. 12/1992 Undang-undang No.12 tahun 1992 disahkan pada tanggal 30 April 1192 terdiri atas 12 bab, 66 pasal dan penjelasan. Menurut Pasal 1 ayat1 UU tersebut yang dimaksud dengan sistem budidaya tanaman adalah sistem pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam nabati melalui upaya manusia dengan modal teknologi dan sumber daya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik.

25 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari April sampai Agustus 2012, bertempat di Desa Srijaya, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Metode Pelaksanaan Pemilihan Contoh Pemilihan desa contoh dalam 1 kecamatan berdasarkan adanya pelaksanaan program PHT tanaman padi melalui program pemasyarakatan SLPHT, yaitu Desa Srijaya. Desa Srijaya memiliki 3 kelompok tani dengan masing-masing kelompok berjumlah 25 anggota. Desa Srijaya memiliki 2 kelompok tani yang telah mengikuti SLPHT dan 1 kelompok tani yang belum mengikuti SLPHT. Jumlah responden petani SLPHT dipilih 20 petani dan jumlah responden petani nonslpht dipilih 20 petani. Pemilihan kelompok tani dan petani yang dijadikan objek penelitian dilakukan dengan purpose sampling yaitu dengan memilih kelompok petani yang mengikuti SLPHT dan petani yang belum mengikuti SLPHT. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan melalui metode wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Pelaksanaan wawancara dengan cara mengunjungi petani ke rumah, lahan pertanian, atau tempat sekolah lapang berlangsung. Kuesioner yang digunakan terdiri dari atas 4 komponen, yaitu (1) karakteristik petani (nama, umur, pendidikan, tamggungan keluarga, pengalaman bertani padi, pekerjaan sampingan); (2) karakteristik usaha tani (status kepemilikan lahan, luas lahan keseluruhan, luas lahan yang ditanami padi, varietas padi yang digunakan, proporsi biaya pestisida terhadap total biaya produksi, hasil panen, dan sistem penjualan); (3) penerapan komponen PHT secara berkala, masalah hama dan penyakit padi yang paling penting secara pengendaliannya, pengendalian gulma, pengetahuan

26 15 tentang musuh alami, cara penggunaan pestisida);(4) sikap petani terhadap program PHT. Hasil wawancara dengan kuesioner dipresentasekan berdasarkan perbandingan antara frekuensi jawaban responden dengan jumlah petani/responden kemudian dibuat tabulasi data. Penghitungan data yang diperoleh dari kedua kelompok tani dikelompokkan ke dalam petani SLPHT dan petani nonslpht. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder mencakup data tentang keadaan umum lokasi yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Tambun Utara. Data tentang pelaksanaan program PHT dan SLPHT yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bekasi.

27 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Wilayah Kabupaten Bekasi secara geografis terletak pada Bujur Timur (BT) dan Lintang Selatan (LS). Secara administratif wilayahnya berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Kabupaten Bogor di sebelah Selatan, DKI Jakarta dan Kota Bekasi di sebelah Barat, dan Kabupaten Karawang di sebelah Timur. Secara klimatologis, wilayah Kabupaten Bekasi termasuk ke dalam daerah yang beriklim tropis dengan suhu rata-rata C. Sampai dengan bulan Desember 2010 jumlah curah hujan mm dengan 88 hari hujan. Kabupaten Bekasi dilewati oleh 16 sungai diantaranya, sungai Bekasi, Cikarang, Cihea, dan Cipamingkis yang bermuara di Laut Jawa. Alira air sungai banyak dimanfaatkan untuk pertanian, industri, perikanan, dan rumah tangga Kabupaten Bekasi teridiri dari dua wilayah pengembangan pertanian yang pertama adalah sebelah Utara saluran induk Tarum Barat (Kalimalang) merupakan daerah pengembangan padi sawah dan palawija, mendapatkan pengairan dari Proyek Otorita Jatiluhur (POJ). Pengembangan yang kedua adalah wilayah Selatan, yaitu Kecamatan Setu, Serang Baru, dan Cibarusah merupakan daerah pengembangan hortikultura, padi, dan perkebunan yang mendapat pengairan dari sungai Cipamingkis.

28 17 Penggunaan lahan sawah pengairan teknis merupakan lahan yang paling banyak ditanamai padi lebih dari 2 kali tanam dengan luas ha, sedangakan pengairan sederhana merupakan lahan sawah yang paling sedikit ditanam padi dengan luas 460 ha (Tabel 1). Tabel 1 Luas dan status penggunaan lahan sawah di Kabupaten Bekasi tahun 2010 No Penggunaan lahan Dalam satu tahun (ha) Ditanam padi 1 kali 2 kali > 2 kali Tidak ditanam padi Sementara tidak diusahakan (ha) Luas (ha) 1 Pengairan teknis 2 Pengairan ½ teknis 3 Pengairan sederhana 4 Pengairan pedesaan 5 Tadah hujan Pasang surut Lebak Polder dan sawah lainnya Jumlah a Sumber: Laporan tahunan pembangunan pertanian tahun 2010 Kabupaten Bekasi Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi tahun 2010 sebesar jiwa yang terdiri dari pria dan wanita. Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi tersebar di 23 kecamatan. Kecamatan Tambun Utara memiliki jumlah rumah tangga usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu seluas ha dengan luas lahan berukuran ha yang dimiliki oleh 872 rumah tangga (Tabel 2).

29 18 Table 2 Jumlah rumah tangga usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu menurut Kecamatan dan penguasaan lahan di Kabupaten Bekasi tahun 2009 a No Kecamatan Golongan luas lahan yang dikuasai (ha) < >3 Jumlah 1 Setu Serang Baru Cikarang Pusat Ciakarang Sel Cibarusah Bojongmangu Cikarang Timur Kedungwaringin Cikarang Utara Karangbahagia Cibitung Cikarang Barat Tambun Sel Tambun Utara Babelan Tarumajaya Tambelang Sukawangi Sukatani Sukakarya Pebayuran Cabangbungin Muaragembong Jumlah a Sumber: BPS Kabupaten Bekasi Jumlah kelompok tani di Kabupaten Bekasi mengalamai penurunan dari tahun ke tahun. Kelompok tani Kabupaten Bekasi pada tahun 2009 berjumlah dan pada tahun 2010 menurun menjadi (Tabel 3). Pos penyuluhan pertanian di Kabupaten Bekasi tahun 2009 berdasarkan laporan tahunan pembangunan pertanian Kabupaten Bekasi berjumlah 57 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 118 pos penyuluhan.

30 19 Tabel 3 Kelembagaan kelompok tani dan usaha di Kabupaten Bekasi Tahun 2010 a No Kelompok tani 1 Kelompok tani berdasarkan kelas Jumlah Tahun 2009 Tahun Kelompok tani dewasa Kelompok wanita tani Kelompok taruna tani Kelompok tani berdasarkan jenis usaha 1 Kelompok tani tanaman pangan Kelompok tani peternakan Kelompok tani perkebunan Kelompok tani perikanan P3A MitraCal P4K Gapoktan Pos penyuluhan pertanian a Sumber: Laporan tahunan pembangunan pertanian tahun 2010 Kabupaten Bekasi Kebijakan Nasional tentang PHT Tahun 1978 produksi beras turun dengan drastis akibat serangan wereng batang coklat. Presiden atas nama pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 yang berisi 4 butir kebijakan, yaitu : 1) Menerapkan PHT untuk pengendalian hama wereng batang cokelat dan hama-hama padi lainnya, 2) Melarang penggunaan 57 formulasi insektisida untuk tanaman padi (Lampiran), 3) Melaksanakan koordinasi untuk peningkatan pengendalian wereng cokelat, dan 4) Melakukan pelatihan petani dan petugas tentang PHT (Untung 2007). Secara prinsip Inpres 3 Tahun 1996 mengakui peran strategis pengamatan dan petugas pengamat hama dalam penerapan PHT wereng cokelat. Lampiran Inpres 3/1986 Bab IV ayat 1 dinyatakan : 1. Pengamatan hama untuk mengetahui kemungkinan timbulnya hama secara dini dan akurat perlu ditingkatkan dengan antara lain menambah jumlah tenaga pengamat hama serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

31 20 2. Hasil pengamatan tersebut pada angka 1 merupakan dasar dalam menentukan jenis dan cara aplikasi insektisida. 3. Menteri Pertanian menetapkan fungsi dan peranan pengamat hama dalam gerakan pengendalian hama wereng cokelat. Berdasarkan tindak lanjut Inpres 3/1986 pada tahun 1987 pemerintah menambah jumlah pengamat hama dan penyakit (PHP) sekitar 1500 orang atau dua kali jumlah PHP sebelumnya. Mendukung Instruksi Presiden No. 3/1986 pemerintah mengeluarkan Kebijakan nasional UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pada pasal 20 ayat 1 menjelaskan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem PHT. Berdasarkan data Departemen Pertanian, petani yang sudah mengikuti SLPHT sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2010 berjumlah petani. Berdasarkan UU 12/1992 pada pasal 20 ayat 1 pemerintah menjelaskan perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem PHT, namun menurut surat kabar Jurnal Nasional pada tanggal 15 oktober 2012 dikatakan Kementerian Pertanian sedang memaksakan pengadaan pestisida cadangan dengan menggunakan anggaran APBNP (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pusat) 2012 senilai 200 miliar rupiah, sedangkan stok cadangan pestisida tahun 2011 masih tersedia. Hal tersebut tidak sesuai dengan isi dari prinsip-prinsip SLPHT dan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menghindari penggunaan pestisida. Landasan hukum yang menjadi acuan operasional kegiatan PHT adalah : 1. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang Peningkatan Pengendalian Hama Wereng Cokelat Pada Tumbuhan Padi. 2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.

32 21 Kebijakan Daerah Kabupaten Bekasi mengenai PHT Landasan Hukum Landasan hukum penyusunan Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bekasi Tahun adalah : a. Landasan Idiil Pancasila b. Landasan konstitusional yaitu Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 c. Landasan operasional yaitu : 1. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. 2. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 3. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 4. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 5. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 33 Tahun 2001 tentang Visi dan Misi Kabupaten Bekasi. 7. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 7 Tahun 2009 tentang pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bekasi. 8. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 13 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun Peraturan Bupati Bekasi Nomor 15 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bekasi Tahun

33 Peraturan Bupati Bekasi Nomor 33 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. 11. Rencana Pembangunan Pertanian Tahun , Departemen Republik Indonesia. Tugas Pokok dan Fungsi Tugas pokok Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan adalah melaksanakan kewenangan di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan, dengan kewenangan sebagai berikut: melakukan pengontrolan air irigasi secara berkala, pemberian pupuk bersubsidi, penggunaan pestisida seperlunya, penyediaan alat dan mesin pertanian, memberikan benih tanaman secara gratis, penerapan teknis dan budidaya secara tepat, pembinaan usaha, panen, pasca panen, dan pengolahan hasil, pemberiaan sarana untuk keberlanjutan usaha, dan pengawasan dan evaluasi untuk melihat perkembangan dari kegiatan yang belum dan sudah berlangsung. Isu-isu Strategis 1. Belum ditetapkannya komoditas agribisnis unggulan 2. Belum optimalnya tingkat produksi pertaian 3. Rendahnya kondisi infrastruktur pertanian 4. Belum berkembangnya industri pengolahan dan pemasaran hasil pertanian 5. Tidak stabilnya tingkat harga hasil pertanian 6. Tingginya konversi lahan pertanian menjadi peruntukan lainnya 7. Kurangnya regenerasi petani 8. Peran kelembagaan masih rendah 9. Terbatasnya pemodalan 10. Teknologi konvensional Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bekasi Visi Kabupaten Bekasi pada bidang Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan adalah terwujudnya usahatani produktif yang berdaya saing, berwawasan

34 23 lingkungan dan berkelanjutan. Terwujudnya usahatani yang produktif dimaksudkan bahwa Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan harus mampu memberikan motivasi dan fasilitasi usahatani perorangan, kelompok, koperasi, industri kecil maupun besar pada bidang pertanian dari hulu produksi dan hilir pasca panen, agar produktif dengan tetap memperhatikan mutu dan stabilisasi harga hasil pertanian, sehingga akan terwujud keseimbangan antara sisi permintaan dan penawaran. Berdaya saing merupakan suatu upaya agar usahatani dapat memenangkan persaingan atau kompetisi, untuk itu diperlukan senjata dalam memenangkan kompetesi, yaitu mempunyai keunggulan kompetitif berupa skill (keahlian sumberdaya manusia), pemanfaatan teknologi, efisiensi, produktivitas, mutu, berorientasi pasar (efektif) dan inovatif. Berwawasan lingkungan untuk mengupayakan pembangunan pertanian tidak bersifat eksploitatif dan merusak kelestarian manusia, hewan, tanaman, serta lingkungan. Pembangunan pertanian berkelanjutan dimaksudkan untuk pembangunan pertanian yang tidak berhenti pada suatu waktu generasi, tetapi harus terus meningkatkan keunggulannya dengan memperhatikan; kelestarian ekosistem dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, pembangunan yang berkeadilan antar kelompok masyarakat, waktu, dan wilayah (wilayah kota dan desa), pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat miskin dan tertinggal, dan pemberdayaan lembaga masyarakat. Misi Dinas pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bekasi yaitu; 1) mewujudkan sistem pelayanan publik yang profesional dan akuntabel, 2) meningkatkan kualitas petani dan kuantitas serta kualitas hasil pertanian, dan 3) mengembangkan pertanian yang berkelanjutan dengan konservasi dan penghijauan wilayah terbuka. Penjelasan misi 1. Mewujudkan sistem pelayanan publik yang profesional dan akuntabel maksudnya untuk mewujudkan visi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan perlu didukung dengan sistem pelayanan publik yang profesional serta administrasi dan pelaporan yang akuntabel (dapat

35 24 dipertanggung jawabkan kepada masyarakat sesuai hukum yang berlaku). 2. Meningkatkan kualitas petani dan kuantitas serta kualitas hasil pertanian dimaksudkan untuk mewujudkan usahatani produktif yang berdaya saing memerlukan petani yang berkualitas, oleh sebab itu, pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani serta aparat atau petugas pertanian perlu ditingkatkan secara terus-menerus sesuai kebutuhan atau perkembangan teknologi yang terjadi. 3. Mengembangkan pertanian yang berkelanjutan dengan konservasi dan penghijauan wilayah terbuka. Mewujudkan usahatani yang berkelanjutan maka kelestarian lingkungan atau ekosistem perlu dijaga. Program PHT di Kabupaten Bekasi Di Kabupaten Bekasi, program pemasyarakatan PHT melalui SLPHT dilaksanakan setiap tahunnya. Program SLPHT di Kabupaten Bekasi didanai dari dana APBN Pangan. Petani Kabupaten Bekasi yang telah mengikuti SLPHT berjumlah petani. Tahun 2007 program pemasyarakatan PHT dilakukan di 9 kecamatan yang diikuti oleh 9 kelompok tani dengan jumlah 225 petani (Tabel 4), tahun 2008 program pemasyarakatan PHT hanya diikuti oleh kecamatan Tambelang, Tambun Utara, dan Suka tani, dengan jumlah 75 petani. Tahun 2009 program pemasyarakatan PHT diikuti kecamatan Babelan dan Tambelang dengan jumlah 50 petani, sedangkan pada tahun 2010 program pemasyarakatan PHT hanya diikuti oleh kecamatan Sukawangi dengan jumlah peserta 25 petani. Berdasarkan data yang di dapat terlihat penurunan jumlah anggota keikutsertaan petani dalam program pemasyarakatan PHT dari tahun ke tahun.

36 25 Tabel 4 Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT tahun 2007 a Kecamatan Desa Kelompok tani Peserta (orang) Sumber anggaran Sukatani Banjarsari Indahsari 25 APBN pangan Sukakarya Sukakarya Srimurni 25 APBN pangan Babelan Buih bakti Tambun tani I 25 APBN pangan Krng Bahagia Krng rahayu Mekar rahayu 25 APBN pangan Cikarang Utara Krg raharja Setia jaya 25 APBN pangan Cikarang Utara Waluya jaya Mekkar sari 25 APBN pangan Cikarang Timur Karang sari Layun sari 25 APBN pangan Tambun utara Srimukti Gabus tengah 25 APBN pangan Tambun Sumber jaya Tanggul jaya 25 APBN pangan Jumlah 225 a Sumber: Instalasi POPT Subang wilayah Purwakarta Berdasarkan data yang didapat dari Laporan Tahunan Pembangunan Pertanian Tahun 2010 Kabupaten Bekasi, terdapat anggaran belanja langsung untuk Departemen Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan sebesar rupiah (Tabel 5) yang terdiri dari 55 kegiatan. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bekasi yang mempunyai kewenangan di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan menyusun Rencana Strategis (Renstra) Dinas tahun yang berisi visi, misi, tujuan, sasaran, indikator kinerja, dan strategi yang berupa kebijakan. Isi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bekasi, yaitu : 1) Memberikan kesempatan bagi masyarakat pertanian untuk meningkatkan (perilaku, sikap, dan keterampilan), 2) Memberikan fasilitas penerapan teknologi, peningkatan produksi pertanian dan perkebunan, dan 3) Memberikan fasilitas bagi konservasi lahan secara terpadu. Data laporan tahunan Kabupaten Bekasi melaporkan berbagai serangan OPT di Kabupaten Bekasi tahun 2010 dengan pengendalian paling banyak dilakukan menggunakan pestisida sintetik. Hal tersebut tidak sesuai dengan program PHT, penerapan teknologi yang sudah diajarkan pada saat sekolah lapang, dan dana anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk pestisida dan musuh alami yang tidak digunakan secara maksimal.

37 26 Program Dinas Pertanian Bekasi diantaranya adalah program peningkatan kesejahteraan petani dan program peningkatan produksi pertanian. Untuk menunjang program PHT, Kabupaten Bekasi memberikan dana 50 juta rupiah bantuan makanan dan minuman dalam kegiatan sekolah lapang, 25 juta rupiah dana peningkatan sistem penyuluhan, 149 juta rupiah untuk dana penerapan teknologi pestisida nabati dan musuh alami, 50 juta rupiah dana pupuk bersubsidi, dan 292 juta rupiah dana pengadaan sarana produksi dalam pengembangan PHT (Tabel 5). Tabel 5 Program dan kegiatan Departemen Pertanian Kabupaten Bekasi 2010 a Pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2010 Program Input (rupiah) Realisasi (rupiah) Sumber dana Pengembangan agribisnis APBN Peningkatan ketahanan pangan APBN Peningkatan ketahanan pangan APBN Peningkatan kesejahteraan petani APBN Peningkatan sarana dan prasarana aparatur APBN Peningkatan penerapan teknologi pertanian/perkebunan APBN Penyediaan sarana dan prasarana pertanian, antisipasi serangan OPT APBN Pengadaan alat mesin pertanian APBN Bantuan makanan dan minuman kegiatan SLPTT tanaman pangan APBD Provinsi Jumlah a Sumber: Laporan Tahunan Pembangunan Pertanian Tahun 2010 Kabupaten Bekasi.

38 27 Pencapaian penerapan teknologi pertanian di Kabupaten Bekasi berdasarkan data tahun 2010 terlihat perkembangan dari pemakaian pupuk organik yang tinggi. Tahun 2009 penerapan pupuk organik hanya digunakan 75% sedangkan pada tahun 2010 penerapan pupuk organik mencapai 78% (Tabel 6). Penerapan teknologi untuk pengendalian OPT pada padi sawah hanya bertambah 1.05% (Tabel 6). Tabel 6 Pencapaian penerapan teknologi budidaya padi sawah tahun 2010 a No Unsur Teknologi % Penerapan Teknologi % Pertumbuhan 1 Pengolahan tanah Populasi tanaman Kualitas benih Pergiliran varietas Pengairan/tata guna air Pemupukan berimbang a. Penggunaan KCL b. Penggunaan SP c. Penggunaan Urea d. Penggunaan ZA e. Penggunaan pupuk ganda/npk f. Penggunaan pupuk organic Penggunaan PPC Pengendalian OPT Pola pertanaman Pasca panen Rata-rata a Sumber: BP4K dan KP (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Pangan). Program PHT di Kecamatan Tambun Utara Program PHT di Kecamatan Tambun Utara masih berjalan sampai dengan tahun Terdapat 6 desa yang telah melaksanakan program pemasyarakatan SLPHT pada tahun dengan jumlah 150 petani (Tabel 7). Desa Sriwijaya merupakan Desa yang baru melaksanakan program pemasyarkatan SLPHT dengan waktu pelaksanaan Februari-April Terdapat 2 kelompok tani yang baru menyelesaikan program pemasyarakatan SLPHT, yaitu kelompok tani cempaka 1 dan kelompok tani cempaka 3. Masing-masing kelompok tani berjumlah 25 petani.

39 28 Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Pengamatan Hama dan Penyakit (PHP) kelompok tani di Desa Srijaya adalah Bapak Dono yang diutus dari Kantor Kecamatan Tambun Utara. Tabel 7 Inventarisasi dan validasi data kelompok tani dan alumni SLPHT aktif tahun a Kecamatan Desa Kelompok tani Ketua kelompok Anggota aktif Tahun berlangsungnya SLPHT Tambun Gabus Srimukti Utara tempah Bosin Srimahi Alas malap Lajo Sriamas Tari Jaya 2 Nasik Srimahi Burpur H. Klasman Srijaya Cempaka Isini Sriamar Sumber batu 2 Karto Jumlah 150 a Sumber: Laporan sementara pembangunan pertanian tahun 2012 Kecamatan Tambun Utara. Petani padi di Kabupaten Bekasi mendapatkan benih dari pemerintah. Varietas benih yang sering digunakan petani adalah varietas Ciherang, Mikongga, IR 64, dan Inpari 3 (Tabel 8). Varietas benih yang sering digunakan petani merupakan benih yang dianjurkan dari pemerintah untuk digunakan. Pemberian benih secara gratis dapat mengurangi biaya produksi yang akan dikeluarkan oleh petani padi. Tabel 8 Penggunaan varietas padi di Kabupaten Bekasi tahun 2010 a No Varietas Realisasi (ha) 2009/ Jumlah % 1 IR Ciherang IR Gilirang Cigeulis Way apoboru Muncul Hibrida Situ Bagendit Inpari Mikongga Lain-lain Jumlah a Sumber: Laporan Pembangunan Pertanian Tahun 2010 Kabupaten Bekasi.

40 29 Potret Aktual Pelaksanaan SLPHT di Lapang Pelaksanaan SLPHT di Kabupaten Bekasi sudah menyebar ke setiap daerah. Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Bekasi terdapat 182 kelompok SLPHT dengan masing-masing kelompok berjumlah 25 orang yang berada di Kabupaten Bekasi dan 102 kelompok yang masih aktif hingga tahun Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Pengamat Hama dan Penyakit (PHP) ditempatkan pada setiap Kecamatan yang akan diadakan SLPHT, masing-masing tempat terdapat satu PPL dan satu PHP. Peran PPL dan PHP di lapang tidak hanya sebagai narasumber tetapi juga sebagai tempat berbagi pengalaman. Petani yang telah mengikuti SLPHT diharapkan dapat mengelola lahannya dengan baik, dimulai dari persiapan lahan hingga pasca panen. Teknik bercocok tanam juga diajarkan pada saat sekolah lapang. Karakteristik Petani Petani SLPHT Semua petani responden yang diwawancara adalah laki-laki. Petani padi yang menjadi responden berumur antara tahun. Hasil survei menunjukan bahwa 65% petani SLPHT berusia tahun, 25% petani berusia tahun, dan 10% petani berusia lebih dari 50 tahun (Tabel 9). Petani responden memilki sebaran jenjang pendidikan yang cukup beraneka ragam, 35% petani SLPHT adalah petani dengan jenjang pendidikan SD, 30% SMP, 15% SMA, dan 20% tidak bersekolah. Pengalaman bertani dalam bercocok tanam padi rata-rata lebih dari 20 tahun. Petani SLPHT yang memiliki pengalaman bertani lebih dari 40 tahun berjumlah 40%. Petani umumnya memulai kegiatan bertani pada usia tahun dan mengikuti pekerjaan orang tua mereka. Petani SLPHT menjadikan pekerjaan petani padi sebagai mata pencaharian utama. Salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan bagi usahatani yang dilakukannya adalah kondisi sosial petani tersebut. Kondisi sosial ekonomi menjadi suatu batasan petani dalam mengikuti informasi teknologi PHT. Kondisi sosial ekonomi yang diantaranya lama pendidikan,

41 30 pengalaman bertani, tingkat pendapatan, banyaknya sumber mata pencaharian, dan status pengusahaan pada lahan garapan (Untung 1993). Tanggungan keluarga petani SLPHT terbanyak adalah 3 sampai 5 orang dengan persentase 60%, tanggungan keluarga kurang atau sama dengan 2 dengan persentase 30%, dan tanggungan keluarga lebih dari 5 dengan jumlah 10%. Banyaknya tanggungan keluarga memengaruhi petani dalam mencari pekerjaan sampingan. Petani nonslpht Petani nonslpht pada umumnya berumur antara 41 sampai 50 tahun. Petani nonslpht dengan umur 41 sampai 50 tahun berjumlah 55% (Tabel 9). Jumlah persentase umur petani nonslpht terendah terdapat pada kisaran umur 21 sampai 30 tahun, dengan jumlah persentase 5%. Jenjang pendidikan tertinggi petani nonslpht hanya berada sampai tingkat SMP dengan persentase 20%. Rendahnya tingkat pendidikan petani dapat memengaruhi daya tangkap petani terhadap pemahaman komponen PHT dan memakan waktu yang cukup lama dalam meningkatkan pengetahuan petani tentang hama dan penyakit (Mardai 1996). Petani nonslpht memiliki tanggungan keluarga terbanyak berjumlah antara 6 sampai 8 dengan persentase 10%. Jumlah persentase tanggungan keluarga petani nonslpht sebesar 50% terdapat pada jumlah tanggungan keluarga antara 3 sampai 5 orang. Pengalaman bertani petani nonslpht terbanyak terdapat antara 31 sampai 40 tahun dengan jumlah persentase 40%. Pengalaman bertani petani nonslpht lebih dari 50 tahun berjumlah 35% sedangkan petani SLPHT hanya 10%, hal ini terlihat petani nonslpht memiliki pengalaman bertani lebih lama dibanding petani SLPHT. Pekerjaan utama petani nonslpht adalah bertani, tetapi banyak petani nonslpht yang memiliki pekerjaan sampingan. Terdapat 75% petani nonslpht yang memiliki pekerjaan sampingan, 40% buruh, 30% beternak, dan 5% pedagang.

42 31 Tabel 9 Karakteristik petani responden Karakteristik Petani responden (%) SLPHT NonSLPHT Kisaran umur (tahun) sampai sampai > Tingkat pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA 15 0 Perguruan tinggi 0 0 Tanggungan keluarga (orang) sampai sampai > Pengalaman bertani (tahun) 1 sampai sampai sampai sampai sampai > Pekerjaan utama Petani Pekerjaan sampingan Pedagang - 5 Beternak Buruh Keadaan Umum Usahatani Varietas yang Digunakan Varietas yang digunakan oleh petani padi SLPHT maupun petani nonslpht adalah varietas Mikongga dan varietas Ciherang. Benih atau bibit padi yang digunakan adalah pemberian dari pemerintah setempat. Menurut petani responden, benih padi yang mereka tanam merupakan varietas yang menghasilkan produksi tinggi dan hasil produksi (beras) yang disenangi konsumen. Sebanyak 80% petani

43 32 nonslpht yang menggunakan varietas Mikongga dan hanya 20% petani nonslpht yang menggunkan varietas Ciherang. Varietas yang digunakan petani SLPHT terbanyak adalah varietas Mikongga dengan presentase 75% dan varietas Ciherang hanya digunakan oleh 25% petani SLPHT (Tabel 10). Tabel 10 Varietas padi yang digunakan petani Varietas padi Petani responden (%) SLPHT nonslpht Mikongga 75% 80% Ciherang 25% 20% Status Kepemilikan dan Luas Lahan Pertanian Status kepemilikan lahan petani padi terbagi menjadi petani pemilik penggarap, petani penyewa penggarap, dan petani penggarap. Dari keseluruhan petani responden, diperoleh hasil bahwa 70% petani SLPHT dan 70% petani nonslpht bekerja sebagai petani penyewa-penggarap (Tabel 11). Petani yang bekerja sebagai penyewa penggarap akan membayar lahan sewaannya setiap waktu panen. Petani responden berstatus pemilik penggarap dapat mengambil keputusan sendiri dalam menghadapi usaha tani. Saat proses pengolahan dan penggarapan lahan, petani juga kerap berdiskusi dengan petani lainnya terkait dengan proses pembudidayaan tanaman mereka. Petani penggarap mengambil sistem bagi hasil untuk pembayaran kepada pemilik lahan. Petani padi nonslpht memiliki luas lahan terbesar 2.5ha dengan peresentase 5%. Hasil produksi yang dihasilkan oleh petani padi nonslpht dengan luas lahan 2.5 ha sebesar 4000 kg/ha (Lampiran 5). Luas lahan terbesar yang dimiliki petani SLPHT adalah 2 ha dengan hasil produksi rata-rata berjumlah 5200 kg/ha. Terdapat perbedaan hasil produksi antara petani SLPHT dengan luas lahan 2 ha dan petani nonslpht dengan luas lahan 2.5 ha.

44 33 Tabel 11 Pemilikan dan pengusahaan lahan Lahan SLPHT (%) nonslpht (%) Status pemilikian Pemilik-penggarap 5 0 Penyewa-penggarap Penggarap Luas yang diusahakan > 0.1 s/d > 0.5 s/d > 1.0 s/d > 2.0 s/d > Hasil Panen dan Sistem Penjualan Hasil panen padi rata-rata petani SLPHT adalah ton per musim tanam (Lampiran 4), sedangkan hasil panen padi rata-rata petani nonslpht adalah ton per musim tanam (Lampiran 5). Petani SLPHT dan petani nonslpht di Desa Srijaya menjual hasil panen mereka kepada tengkulak. Hasil panen padi mereka dalam musim tanam tahun 2011/2012 di hargai 3600 rupiah per kg. Proporsi Biaya Input Usahatani Biaya produksi yang dikeluarkan oleh setiap petani sangat beragam. Beragamnya produksi yang dikeluarkan tergantung luas lahan dan ketersediaan dana. Biaya produksi paling besar terdapat pada input usahatani tenaga kerja. Petani SLPHT menegeluarkan biaya produksi tenaga kerja sebesar 54.27%, sedangkan petani nonslpht mengerluarkan biaya produksi tenaga kerja sebesar 53.46%. Biaya tenaga kerja berasal dari biaya pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan gulma, penyemprotan pestisida, dan biaya pemanenan. Biaya yang diberikan untuk tenaga kerja biasanya 5% dari hasil produksi yang didapat oleh petani. Petani SLPHT mengeluarkan biaya untuk pestisida sebesar 2.82 % sedangkan petani nonslpht 5.93 % (Tabel 12). Persentase Biaya yang dikeluarkan petani nonslpht cenderung lebih besar. Petani padi di Desa Srijaya tidak mengeluarkan biaya untuk benih padi. Desa Srijaya mendapatkan benih atau bibit padi dari pemerintah setempat. Petani padi nonslpht mengeluarkan biaya produksi pupuk

45 34 padat lebih sedikit dibandingkan dengan petani SLPHT. Petani nonslpht hanya mengeluarkan 37.75% pupuk padat sedangkan petani SLPHT 40.44%. Biaya produksi pestisida lebih banyak dikeluarkan oleh petani nonslpht dengan persentase 5.93% sedangkan petani SLPHT hanya mengeluarkan biaya untuk pestisida sebesar 2.82%. Tabel 12 Proporsi biaya input usahatani padi terhadap total biaya produksi per hektar per musim tanam Input usahatani Biaya yang dikeluarkan petani (%) SLPHT NonSLPHT Bibit / benih 0 0 Pupuk padat Pupuk cair Pestisida Tenaga kerja Pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Semua petani responden baik petani SLPHT maupun petani nonslpht melakukan pengamatan OPT di lahan sawahnya. Pengamatan OPT dilakukan untuk mengambil keputusan dalam pengendalian OPT. Petani SLPHT dan nonslpht rutin dalam melakukan pengamatan OPT. Umumnya petani responden melakukan pengamatan setiap petani datang ke sawah. Petani SLPHT hampir setiap hari datang ke lahan sawah dan hampir setiap hari petani SLPHT melakukan pengamatan OPT. Pengamatan OPT dilakukan untuk pengambilan keputusan dalam pengendalian OPT. Dekatnya jarak antara lahan sawah dengan tempat tinggal petani yang menjadi salah satu alasan petani dapat rutin melakukan pengamatan OPT. Pengamatan OPT dilakukan dengan cara melihat ada atau tidaknya populasi hama dan berapa jumlah hama yang berada di lahan sawah. Pengamatan Hama dan Penyakit Permasalahan hama dan penyakit yang dihadapi oleh petani padi dalam musim tanam tahun 2011/2012 antara lain hama walang sangit, keong mas, tikus, dan penyakit hawar daun bakteri (Tabel 13). Sebanyak 80% petani SLPHT dan 75%

46 35 petani nonslpht mengatakan walang sangit merupakan hama yang paling banyak ditemukan petani responden di lahan pertanaman. Salah satu pengendalian yang digunakan oleh seluruh petani responden yaitu dengan cara penanaman serentak. Sebanyak 70% petani SLPHT dan 70% petani nonslpht mengatakan keong mas merupakan hama yang banyak ditemukan setelah walang sangit. Petani responden mengendalikan hama keong mas dengan cara mekanis yaitu dengan mengambil dan mengumpulkan hama keong mas tersebut. Sebanyak 40% petani SLPHT dan 35% petani nonslpht mengatakan tikus merupakan salah satu hama penting yang sering ditemukan di lahan sawah petani responden. Tikus merupakan salah satu hama yang dapat merusak pertanaman padi, petani responden mengendalikan hama tikus dengan cara melakukan gropyokan. Lingkungan yang bersih merupakan syarat utama dalam manajemen pengendalian hama tikus agar perkembangbiakannya dapat ditekan (Thamrin et al. 2001). Selain hama terdapat penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi responden. Penyakit hawar daun bakteri sering disebut petani sebagai penyakit kresek. Pengendalian yang dilakukan oleh petani SLPHT dengan menggunakan pupuk lengkap sebagai salah satu cara pencegahan penyakit hawar, sedangkan petani nonslpht menggunakan pestisida untuk pengendaliannya. Tabel 13 Hama / penyakit penting pada pertanaman padi petani responden Jenis hama / penyakit Petani responden (%) SLPHT NonSLPHT Walang sangit Keong mas Tikus Hawar daun bakteri Pengendalian Gulma Gulma menjadi salah satu tumbuhan pengganggu di lahan petani, keberadaan gulma di lahan dapat menyebabkan terjadinya persaingan dalam mendapatkan unsur hara, air, dan cahaya serta sebagai sumber penyakit bagi tanaman padi. Gulma yang sering dijumpai oleh petani responden adalah gulma padi-padian (Ecinochloa colonum) dan bayam-bayaman (Amaranthus spinosus). Pengendalian gulma yang

47 36 dilakukan umumnya dengan cara menyiangi gulma, menurut petani SLPHT dan petani nonslpht cara seperti ini lebih efektif dan tidak perlu harus mengeluarkan biaya lagi. Semua petani responden menyatakan tidak ada kesulitan ataupun kendala dalam mengendalikan gulma. Penggunaan Pestisida Penggunaan pestisida sintetik masih digunakan 95% oleh petani SLPHT, namun pengendalian menggunakan pestisida sintetik adalah alternatif terkahir yang digunakan para petani SLPHT apabila jumlah hama di lahan sudah tinggi populasinya. Pestisida digunakan akibat kekhawatiran petani SLPHT terhadap kehilangan hasil panen bila hama dan penyakit yang menyerang sudah sangat luas dan tidak segera dikendalikan. Terdapat 5% petani SLPHT yang sudah tidak menggunakan pestisida sintetik dan lebih memilih pestisida nabati. Manfaat yang didapat dari kegiatan SLPHT sangat dirasakan bagi para petani. Petani yang pada awalnya hanya mengerti mengendalikan hama dan penyakit menggunakan pestisida, semenjak mengikuti kegiatan SLPHT menjadi mengerti mengendalikan dengan cara menggunakan teknik mekanis, musuh alami, maupun dengan menggunakan pestisida nabati. Petani SLPHT mengeluarkan biaya untuk pestisida sebesar 2.82 % sedangkan petani nonslpht 5.93 % (Tabel 12). Persentase Biaya yang dikeluarkan petani nonslpht cenderung lebih besar, dan jadwal waktu penyemprotan pestisida lebih sering dengan dosis yang tidak sesuai dengan aturan. Sebanyak 4 merek dagang pestisida yang dipakai oleh petani responden. Pestisida yang sering digunakan oleh petani responden adalah Decis, Virtako, Plenum, dan Matador (Tabel 14). Matador dan Decis merupakan 2 merek dagang pestisida yang paling banyak digunakan petani responden.

48 37 Tabel 14 Jenis pestisida yang digunakan petani untuk pengendalian hama dan penyakit pada tanaman padi. Jenis pestisida Petani responden (%) SLPHT nonslpht Decis Virtako Plenum 10 0 Matador 10 0 Decis dan Virtako 0 10 Matador dan Decis Kerasionalan Mencampur Pestisida Pencampuran pestisida menurut petani SLPHT dapat dilakukan, namun tidak semua jenis pestisida dapat dicampurkan. Pencampuran pestisida dapat dilakukan apabila reaksi yang ditimbulkan bersifat sinergistik. Pencampuran pestisida menurut petani nonslpht dapat dilakukan. Menurut petani nonslpht tidak ada ketentuan atau larangan dalam melakukan pencampuran pestisida. Petani nonslpht melakukan pencampuran pestisida karena dengan melakukan pencampuran daya bunuh dari pestisida akan menjadi meningkat dan dapat menghemat waktu penyemprotan. Tabel 15 Pencampuran pestisida Pencampuran Petani responden (%) SLPHT nonslpht Mencampur pestisida Ya Tidak Alasan mencampur Efisiensi Meningkatkan daya tumbuh Menghemat waktu Kepedulian Petani terhadap Dampak Pestisida Seluruh petani SLPHT mengetahui bahwa penyemprotan pestisida dapat membunuh organisme bukan sasaran. Petani SLPHT mengetahui bahwa dalam melakukan penyemprotan pestisida perlu memakai perlengkapan pelindung saat

49 38 bekerja dengan pestisida, namun sebagian petani SLPHT masih melakukan penyemprotan dengan tidak menggunakan perlengkapan pelindung. Petani SLPHT lebih mengerti dalam menggunakan pestisida dibandingkan dengan petani nonslpht. Sebanyak 70% petani SLPHT menggunakan pestisida sesuai dengan dosis anjuran, sedangkan 55% petani nonslpht menggunakan pestisida di atas dosis anjuran. Penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan dosis anjuran dapat mempercepat timbulnya resistensi dan resurjensi hama. Pengetahuan Petani tentang Musuh Alami Semua petani SLPHT mengetahui bahwa laba-laba merupakan musuh alami, sedangkan hanya 30% petani nonslpht yang mengetahui bahwa laba-laba merupakan musuh alami hama padi. Selain itu sekitar 50% petani nonslpht menganggap bahwa kumbang Coccinellidae sebagai hama padi (Tabel 16). Tingkat pengetahuan petani SLPHT tentang musuh alami masih kurang baik. Petani SLPHT yang mengetahui famili Braconidae sebagai musuh alami hanya 30% dan sisanya menganggap sebagai hama atau tidak tahu peranannya. Tabel 16 Pengetahuan dan persepsi petani tentang musuh alami pada tanaman padi SLPHT (%) NonSLPHT (%) Pernyataan Coccinellidae Parasitoid Laba Cocci- Parasitoid Laba-laba -laba nellidae Pernah melihat di pertanaman Menganggap sebagai hama Mengetahui sebagai musuh alami Menganggap hanya bertengger dan tidak tahu peranannya

50 39 Budidaya Tanaman Penentuan Waktu Tanam Petani SLPHT dan nonslpht di Desa Srijaya Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi melakukan teknik penanaman serentak sesuai dengan saran PPL. Penanaman serentak bermanfaat untuk mengurangi berbagai jenis hama dan penyakit. Kabupaten Bekasi terdiri dari dua wilayah pengembangan pertanian, yang pertama adalah di sebelah Utara saluran induk Traum Barat (Kalimalang) merupakan daerah pengembangan padi sawah dan palawija, mendapatkan pengairan dari Proyek Otorita Jatiluhur (POJ). Pengembangan yang kedua adalah wilayah Selatan, yaitu Kecamatan Setu, Serang Baru, dan Cibarusah merupakan daerah pengembangan hortikultura, padi, dan perkebunan yang mendapat pengairan dari sungai Cipamingkis. Kecamatan Tambun Utara termasuk sebelah Utara saluran induk Tarum Barat (Kalimalang). Pengairan sawah petani padi di Desa Srijaya mendapatkan pengaiaran dari proyek otorita Jatiluhur. Pemupukan Seluruh petani responden tidak menggunakan pupuk kandang untuk menggemburkan tanah walaupun petani responden mengetahui manfaat dari pupuk kandang tersebut. Sebanyak 85% petani SLPHT dan 13% petani nonslpht menggunakan pupuk organik cair dalam budidaya tanaman padi. Petani padi yang menggunakan pupuk organik cair beranggapan dengan memakai pupuk organik cair produksi padi dapat meningkat. Dosis penggunaan pupuk organik cair atau POC menurut anjuran adalah 2 cc/liter air (Sudarmono 1997). Petani SLPHT dan nonslpht telah menggunakan POC sesuai dengan anjuran. Jenis POC yang sering digunakan oleh petani adalah Kuda laut dan Bio super. Sebagian besar petani responden menggunakan pupuk urea dan TSP dengan memberikan pupuk N, P, dan K. Hasil survei menunjukan hanya 20% petani nonlspht memberikan pupuk N sesuai dengan anjuran, 25% petani nonslpht yang memberikan dosis pupuk P sesuai dengan anjuran, dan tidak ada petani

51 40 nonslpht yang menggunakan pupuk K karena untuk menekan biaya pengeluaran produksi (Tabel 17). Tabel 17 Dosis penggunaan pupuk padat Jenis Dosis pupuk a Petani responden (%) SLPHT NonSLPHT N < anjuran = anjuran b > anjuran P < anjuran = anjuran c > anjuran 10 5 K < anjuran 40 0 = anjuran d 60 0 > anjuran 0 0 a Sumber: Purwono dan Purnamawati (2007) b Dosis anjuran pupuk N = 200 kg/ha, c P = 75 sampai 100 kg/ha, d K = 75 sampai 100 kg/ha. Disamping itu terdapat lebih dari 50% petani yang sudah memberikan pupuk NPK sesuai dengan dosis anjuran. Untuk memberikan insentif produksi bagi petani dalam rangka mendukung program intensifikasi usahatani padi, pemerintah memberikan subsidi pupuk dan benih sekitar satu triliun rupiah pada tahun anggaran 2002 (Suryana dan Hermanto 2004). Kecamatan Tambun Utara merupakan kecamatan yang tidak mendapatkan subsidi pupuk, sehingga biaya produksi pupuk menjadi tinggi.

52 41 Teknik Bercocok Tanam Petani responden melakukan pengolahan lahan dengan menggunakan traktor. Menurut petani responden pengolahan lahan dengan traktor lebih efisien dalam hal waktu dan tenaga. Pengolahan lahan dilakukan dengan tujuan ntuk menciptakan kondisi fisik, biologi, dan kimiawi tanah menjadi lebih baik sampai kedalaman tertentu sehingga sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Tujuan utama dari pengolahan lahan adalah menciptakan kondisi tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Petani SLPHT dan petani nonslpht menggunakan jarak tanam 20 cm x 20 cm atau 25 cm x 25 cm. Pemeliharaan dan Pemanenan Tanaman Penyulaman tanaman dilakukan antara minggu ke 1 sampai 2 minggu setelah tanam (MST). Penyulaman dilakukan apabila bibit padi yang telah ditanam kering, rusak atau mati. Seluruh petani responden menyatakan melakukan metode panen potong bawah. Metode panen potong bawah dipilih petani karena dengan memotong bagian bawah padi seluruh malai akan dapat terbawa dan tidak ada malai yang terbuang atau tertinggal. Sistem panen dilakukan secara bersamaan atau serempak oleh seluruh petani responden. Seluruh petani responden menyatakan tidak melakukan pembakaran pada jerami padi. Petani beranggapan jerami padi mengandung pupuk yang sebelumnya telah diberikan petani pada saat budidaya, oleh sebab itu jerami yang tidak dibakar melainkan dijadikan sebagai pupuk untuk musim penanaman padi selanjutnya. Tanggapan terhadap PHT Tanggapan Petani terhadap PHT Seluruh petani SLPHT memperoleh manfaat yang besar dalam mengikuti program PHT. Manfaat yang diperoleh diantaranya dapat menekan atau meminimalkan pengeluaran biaya produksi padi, dapat melakukan pengendalian dengan menggunakan teknik pengendalian secara mekanis terlebih dahulu sebelum menggunakan pestisida yang dapat menambah pengeluaran dalam produksi.

53 42 Sebagian besar petani nonslpht yang diwawancarai tidak tertarik untuk menerapkan program PHT. Petani nonslpht beranggapan bahwa teknik PHT terlalu rumit untuk diterapkan dan cukup menghabiskan waktu. Umumnya petani nonslpht tidak mau mengikuti SLPHT dikarenakan jarak rumah petani yang jauh dengan tempat dilaksanakan SLPHT, tidak memiliki cukup waktu untuk mengikuti sekolah lapang karena memiliki pekerjaan sampingan, dan tidak tertarik dengan program SLPHT. Pengaruh Keberadaan Petani SLPHT terhadap Petani nonslpht Petani SLPHT memiliki peran di lapang bagi petani nonslpht, keberadaan petani SLPHT dapat sebagai sarana bertanya untuk petani nonslpht dalam masalah pengelolaan lahan sampai dengan masalah pengendalian, namun tidak semua saran yang diberikan oleh petani SLPHT diterapkan di laha oleh petani nonslpht.

54 43 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Program PHT sampai 2012 sudah berjalan, meskipun pelaksanaannya tidak seideal amanah UU No.12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Kabupaten Bekasi telah menjadikan PHT sebagai kegiatan dalam pengendalian, namun dalam pelaksanaan program pemasyarakatan pengendalian hama terpadu pada tahun-tahun berikutnya megalami penurunan. Implikasi pelaksanaan SLPHT pada petani mengalami dampak yang baik, yaitu pengetahuan bertani petani yang semakin luas dan pengendalian OPT yang lebih tepat sasaran. Saran Untuk meningkatkan penyebaran pemasyarakatan program PHT tanaman padi dibutuhkan peran pemerintah ataupun petugas pertanian dalam mensosialisasikan program SLPHT di masyarakat petani. Perlu dilakukan penelitian serupa di daerah sentra produksi padi di Indonesia.

55 44 DAFTAR PUSTAKA Arriand H Penghematan Anggaran Mentan Didesak Setop Pengadaan Pestisida. Tempat terbit: Jurnal Nasional; [ Diunduh pada 2012 Nov 1]. Tersedia pada: [BBPADI] Balai Besar Peneltian Tanaman Padi. Hawar Daun Bakteri. Tempat terbit; Litbang; [ Diunduh pada 2013 Januari 8]. Tersedia pada: bakteri/204--penyakit-hawar-daun-bakteri-blb- [BBPADI] Balai Besar Peneltian Tanaman Padi. Hama Padi Walang Sangit. Tempat terbit: Litbang; [ Diunduh pada 2013 Januari 8]. Tersedia pada: sangit-leptcorisa-oratorius- Chant DA Integrated control system: Scientific aspects of pest control. Di dalam: Symposium Arranged and Conduced by National Academy of Sciences, National Research Council at Washington DC. Februari 1 st 3 rd, Hlm: [BBPADI] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Ekologi Tikus Sawah. Tempat terbit: Litbang; [ Diunduh pada 2012 Januari 8] Tersedia pada: [Deptan] Departemen Pertanian Kerangka Acuan Kegiatan (Term of Reference) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Tahun 2013 [internet]. Departemen Petanian; [diunduh pada 2012 Nov 1]. Tersedia pada: BUN.pdf. Djojosumarto, P Teknik Palikasi Pestisida. Yogyakarta (ID): Kanisius. Djojosumarto P Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. Haryadi Teknologi Pengelolaan Beras. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Mardai Pengetahuan, sikap dan tindakan petani SLPHT dan nonslpht dalam pengelolaan organism pengganggu tanaman padi di Kecamatan Jatisari Kabupaten Karawang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mubyarto Pengantar ekonomi pedesaan. Jakarta (ID). Jaya Pirusa. Pathak MD Insect Pests of Rice. Los Banos, Phillipines: International Rice Research Institute.

56 45 [Pemkab] Pemerintah Kabupaten Bekasi Laporan Tahunan Pembangunan Pertanian Tahun 2010 Kabupaten Bekasi. Bekasi (ID): Pemerintah Kabupaten Bekasi. [Pemkab] Pemerintah Kabupaten Bekasi Rencana Strategis Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Tahun Pemerintah Kabupaten Bekasi. Bekasi (ID): Pemerintah Kabupaten Bekasi. Purwono L, Purnamawati Budidaya Tanaman Pangan. Jakarta (ID): Agromedia. Siregar H Budidaya Tanaman Padi Indonesia. Jakarta (ID): PT. Sastra Hudaya Suryana, Hermanto Kebijakan Ekonomi Perberasan Nasional. Di dalam: Kasryno F dan Pasandaran E, editor. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia Vol 4(2).Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm Sudarmono AS Mengenal dan Merawat Tanaman Hias Ruangan. Yogyakarta (ID): Kanisius. Suharyanto, Suprapto dan Rubiyo Analisis Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Tanaman Perkebunan Berbasis Kelapa di Kabupaten Tabanan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. hal Sumartono B, Samad, Hardjono R Bercocok Tanam Padi. Jakarta (ID): CV Yasaguna. Thamrin M, Asikin S, dan Prayudi B Hama Tikus dan Teknologi Pengendaliannya di Lahan Sawah Pasang Surut. Di dalam: Bambang P, Muklish H, dan Thamrin M, editor. Hama dan Penyakit Utama Padi Vol 7(3). Banjarbaru (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm 9-10 Untung K Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Untung K Kebijakan Perlindungan Tanaman. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

57 LAMPIRAN 46

58 47 KUESIONER PENGENDALIAN HAMA TERPADU TANAMAN PADI Lokasi : KARAKTERISTIK PETANI Nama : Umur : Pendidikan terakhir : Tanggungan keluarga : Pengalaman bertani (tahun) : Kursus/latihan pertanian : Pekerjaan sampingan : KARAKTERISTIK USAHATANI Status kepemilikan lahan a. Pemilik-penggarap b. Penyewa-penggarap c. Penggarap Luas lahan keseluruhan (m 2 ) : Luas lahan yang ditanami padi (m 2 ) : Proporsi biaya produksi (%) Benih / bibit : Pupuk padat : Pupuk cair : Pestisida : Tenaga kerja :

59 48 Hasil panen (kg/ha) : Harga jual (Rp/kg) : Hasil usahatani (Rp/ha/musim tanam) : Sistem penjualan PRINSIP PRINSIP PENERAPAN PHT Budidaya Tanaman Sehat Pemilihan bibit Varietas : Alasan pemilihan varietas a. Produksi tinggi b. Tahan penyakit c. Beras disenangi konsumen d. Bibit mudah diperoleh e. Bibit lebih stabil Sumber bibit / benih: Pernyataan B S TT Biji untuk benih sebaiknya berasal dari tanaman sehat Bila tidak ditutup tanah, sebagian pupuk urea akan hilang karena menguap dan terbawa air Pupuk kandang menggemburkan tanah Pemupukan lengkap adalah campuran urea dengan TSP dan KCL Keterangan: B = Benar; S = Salah; TT = Tidak Tahu Pengetahuan petani responden tentang pengolahan lahan Pernyataan B S TT Membersihkan saluran air dan sawah dari jerami dan rumput liar Memperbaiki pematang serta mencangkul sudut petak sawah yang

60 49 sukar dikerjakan dengan bajak Membajak sawah - Pembajakan pertama pada awal musim tanam dibiarkan 2-3 hari setelah itu pembajakan kedua - Pembajakan ketiga 3-5 hari menjelang tanam Meratakan permukaan tanah dan menggaru gumpalan tanah Lereng yang curam dibuat teras memanjang dengan petak-petak yang dibatasi pematang agar permukaan tanah rata Keterangan: B = benar, S = salah, TT = tidak tahu Penentuan waktu tanam a. Penanaman padi serentak b. Lainnya Masa panen Bagaimana cara menentukan umur panen padi? a. Pengamatan visual b. Pengamatan teoritis (deskripsi varietas dan pengukuran kadar air gabah) Bagaimana cara petani memanen padi? a. Panen potong bawah b. Panen potong tengah c. Panen potong atas Sistem panen padi: a. Sistem panen bebas b. Sistem panen individual c. Sistem panen kelompok

61 50 Apakah petani melakukan pembakaran jerami padi setelah panen? a. Ya, alasan b. Tidak, alasan Pelestarian dan Pembudidayaan Fungsi Musuh Alami Teknik bercocok tanam 1) Pola tanam a. Areal beririgasi (lahan ditanami padi 3 x setahun) Setelah satu tahun ditanam padi, dilakukan pergiliran tanaman. b. Lahan tadah hujan (dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija) c. Tumpang sari dengan ) Penanaman Jarak tanam a. 20 x 20 cm b. 25 x 25 cm c. 22 x 22 cm d. 30 x 20 cm Kedalaman penanaman (cm): Pemeliharaan tanaman

62 51 1) Penyulaman tanaman yang mati dilakukan pada: a. 14 MST b. Lainnya ) Penyiangan a. Dilakukan dengan mencabut rumput-rumput yang dikerjakan sekaligus dengan menggemburkan tanah. Dilakukan 2 x yaitu pada 3 dan 6 MST dengan menggunakan landak (alat penyiang mekanis) atau cangkul kecil. b. Lainnya ) Pengairan Sumber air: ) Pemupukan Pupuk kandang yang digunakan a. Sapi b. Domba c. Ayam d. Campuran Alasan Dosis pupuk kandang Kapan pemberian pupuk kandang tersebut?......

63 52 Pemupukan per hektar pada dosis tertentu (kg): N : P : K : Aplikasi pemupukan per musim tanam: N : P : K : Apakah petani menggunakan pupuk pelengkap cair? a. Ya b. Tidak Bagaimana cara pemberian pupuk cair tersebut? a. Bersamaan dengan penyemprotan pestisida b. Tersendiri Berapa sering frekuensi pemberian pupuk cair yang Anda lakukan? Berapa dosis yang diperlukan? Menurut Anda apa manfaat dari pemberian pupuk cair tersebut? Jenis PPC yang digunakan:......

64 53 Pengendalian hayati Pengetahuan dan persepsi petani tentang musuh alami Pernyataan Coccinellidae Tabuhan Labalaba Pernah melihat di pertanaman Menganggap sebagai hama Mengetahui sebagai musuh alami Menganggap hanya bertengger dan tidak tahu peranannya Pengendalian hama dan penyakit secara nonkimiawi Pernyataan S TS R Pergiliran tanaman membantu mengurangi serangan OPT Musuh alami perlu dilestarikan Memusnahkan sisa tanaman sakit membantu menekan serangan penyakit Pada saat dipertanaman menjumpai ulat, ulat diambil dan dimatikan Menyiangi gulma dengan tangan atau alat lebih menguntungkan daripada herbisida Setelah melakukan pemanenan, jerami padi biasanya dibakar Pembakaran jerami membuat tikus tidak dapat bersarang di dalam tumpukan jerami Keterangan: S = Setuju; TS = Tidak Setuju; R = Ragu-ragu Digunakan untuk apa abu jerami yang telah dibakar? Pengamatan Lahan Secara Mingguan Pengamatan hama dan penyakit Tindakan pengamatan OPT: a. Tidak b. Ya, dengan selang waktu:

65 54 a) < 1 minggu b) 1 2 minggu c) Tidak teratur Analisis pengamatan a. Berdasarkan jumlah populasi hama b. Berdasarkan tingkat serangan hama dan penyakit Hama dan penyakit penting tanaman padi: a. Penggerek batang padi b. Wereng coklat c. Wereng hijau d. Kepinding tanah e. Walang sangit f. Tikus g. Ganjur h. Hama putih palsu i. Hama putih j. Ulat grayak k. Ulat tanduk hijau l. Ulat jengkal palsu hijau m. Orong-orong n. Lalat bibit o. Keong mas p. Burung q. Hawar daun bakteri r. Bakteri daun bergaris s. Blas t. Hawar pelepah daun u. Busuk batang v. Busuk pelepah daun bendera

66 55 w. Bercak coklat x. Bercak Cercospora y. Hawar daun jingga z. Tungro aa. Kerdil rumput bb. Kerdil hampa Penyakit abiotik: a. Defisiensi Nitrogen b. Defisiensi Fosfor c. Defisiensi Kalium d. Defisiensi Belerang e. Defisiensi Seng f. Keracunan Besi Penyebab timbulnya hama dan penyakit pada padi: a. Tertular dari tanaman sekitar dan iklim tidak sesuai b. Tertular dari tanaman sekitar, bibit tidak sehat, dan iklim tidak sesuai c. Tertular dari tanaman sekitar Penularan: a. Melalui aliran air dan angin b. Melalui aliran air, angin, sentuhan c. Melalui aliran air, angin, tanah, dan serangga vektor d. Melalui air dan tanah e. Melalui angin Apakah menurut Anda penggunaan pestisida dapat meningkatkan produksi padi? Mengapa?

67 Apakah petani menggunakan pestisida sesuai dengan dosis yang dianjurkan? Pengendalian gulma Pengendalian Dilakukan: a. disiang 1x pada...hst disiang 2x pada...hst b. herbisida selama tanam 1x / 2x* Menurut Anda, gulma seperti apa yang sulit dikendalikan? Menurut Anda, keberadaan gulma dapat menjadi: a. Sumber penyakit b. Sebagai pesaing unsur hara

68 57 Petani Menjadi Ahli PHT di Lahan Sawahnya Pengetahuan Petani terhadap Pestisida dan Penyemprotan Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit padi: - Pola penggunaan: a. Penggantian b. Terus - menerus - Dasar penyemprotan pertama: a. Sebelum ada serangan b. Setelah ada serangan - Penyemprotan pertama dilaksanakan (MST): - Dasar penyemprotan selanjutnya a. Ada serangan lagi b. Berjadwal: a) Seminggu sekali b) Dua minggu sekali c) Sebulan sekali Apakah petani melakukan pencampuran pestisida dalam pengendalian hama dan patogen? a. Ya, (jenis pestisida yang dicampur)... b. Tidak Pelaksanaan penyemprotan: a. Melaksanakan sendiri b. Mengupahkan kepada orang lain c. Melaksanakan sendiri dan mengupahkan Apakah petani memiliki alat semprot?

69 58 a. Ya, (jenis alat semprot) b. Tidak Pengetahuan petani responden tentang pestisida dan penyemprotan Pernyataan B S TT Membaca label pestisida sebelum menggunakannya Pada saat menyemprot, seharusnya berjalan searah dengan arah angin Pada saat aplikasi pestisida, tubuh harus sehat dan fit Memilih tempat kerja yang bersih, terang, dan berventilasi baik untuk mencampur pestisida Menggunakan pakaian/perlengkapan pelindung jika hendak bekerja dengan pestisida Pencucian tangki bekas menyemprot tidak boleh dilakukan di kolam/sungai Untuk menghindari keracunan pestisida, penyemprotan tidak dilakukan menjelang panen Menyimpan pestisida di tempat khusus dan aman bagi siapa pun, terutama anak-anak Keterangan: B = benar, S = salah, TT = tidak tahu Kesesuaian sasaran penggunaan pestisida: Sesuai Insektisida untuk hama bukan sasaran Insektisida untuk patogen Fungisida untuk serangga

70 59 Persepsi petani tentang hasil penggunaan pestisida Hasil penyemprotan: a. Serangan berkurang b. Serangan tetap saja c. Serangan meningkat Informasi dalam memilih pestisida Sumber informasi: a. Pengalaman sendiri b. Petugas pertanian c. Petani lain d. Kios saprotan e. Pemilik lahan Penyemprotan pestisida setiap musim tanam: a. 0 b. 1x c. 2x d. 3x e. 4x f. 5x Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida Pernyataan S TS R Bila harga hasil panen meningkat, penyemprotan dilakukan lebih sering Hanya dengan penyemprotan bejadwal, dapat menyelamatkan hasil panen Adanya tetangga yang menyemprot, menunjukkan bahwa kita perlu menyemprot Penyemprotan pestisida perlu seawal mungkin begitu ada gejala

71 60 serangan Bila tersedia cukup uang untuk membeli pestisida, penyemprotan sebaiknya secara berjadwal Bila setelah penyemprotan turun hujan, maka keesokan harinya pertanaman perlu disemprot lagi Keterangan: S = setuju, TS = tidak setuju, R = ragu-ragu Sikap kecenderungan petani dalam mencampur pestisida Pernyataan S TS R Semua jenis pestisida dapat dicampur Pencampuran pestisida menghemat waktu Pencampuran pestisida perlu dilakukan bila pertanaman diserang berbagai jenis hama dan penyakit secara bersamaan Pencampuran pestisida mengurangi biaya pelaksanaan penyemprotan Kelemahan dari pestisida yang dicampur adalah daya bunuhnya menurun Dengan mencampur pestisida, beberapa jenis hama dan penyakit dapat dikendalikan sekaligus Keterangan: S = setuju, TS = tidak setuju, R = ragu-ragu Kepedulian Petani terhadap Dampak Pestisida - Pencampuran pestisida Apakah petani mencampur pestisida? a. Ya, alasan b. Tidak - Persepsi petani tentang pengaruh penyemprotan terhadap musuh alami Pengaruh pestisida terhadap musuh alami: a. Ikut terbunuh b. Tidak ikut terbunuh

72 61 c. Tidak tahu Pada saat penyemprotan, butiran cairan pestisida dapat menempel di tubuh: a. Setuju b. Tidak setuju, alasan Pernyataan S TS R Tanaman yang sering disemprot pestisida dapat mengandung racun sehingga berbahaya bagi konsumen Berkurangnya udang dan berbagai jenis ikan di sungai berkaitan dengan penggunaan pestisida di pertanaman Penyemprotan yang terlalu sering dapat menyebabkan hama dan penyakit resisten terhadap pestisida Pestisida yang digunakan telah memperoleh ijin dari pemerintah sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan Penyemprotan pestisida tidak hanya membunuh hama/penyakit, tetapi juga dapat membunuh makhluk lain yang berguna di pertanaman Keterangan: S = setuju, TS = tidak setuju, R = ragu-ragu Sikap Petani terhadap PHT Apakah petani pernah mendengar istilah PHT? a. Pernah b. Belum pernah Sumber: a. Televisi b. Surat kabar c. Radio d. Petani lain e. Petugas pertanian

73 62 f. Lainnya Ketertarikan terhadap PHT: a. Tertarik b. Tidak tertarik c. Ragu-ragu Dasar pengambilan keputusan dalam mengendalikan hama dan penyakit: a. Pengalaman sendiri b. Petugas pertanian c. Petani lain d. Lainnya Manfaat apa yang petani rasakan dari program PHT? Kritik, saran, dan harapan petani terhadap program PHT:

74 63 Lampiran 2 Rekapitulasi karakteristik usahatani SLPHT Nama responden Desa Jenis lahan Luas total (ha) Luas untuk padi (ha) Varietas Rojin Srijaya Sawah 2ha 2ha Mikongga Cimplong Srijaya Sawah 2ha 2ha Ciherang Sada Srijaya Sawah 2ha 2ha Mikongga Pardih Srijaya Sawah 2ha 2ha Mikongga Gampang Srijaya Sawah 2ha 2ha Mikongga Nasan Srijaya Sawah 2ha 2ha Mikongga Emin Srijaya Sawah 2ha 2ha Ciherang Niming Srijaya Sawah 2ha 2ha Mikongga Sarih Srijaya Sawah 2ha 2ha Mikongga Nimin Srijaya Sawah 2ha 2ha Ciherang Tamin Srijaya Sawah 2ha 2ha Mikongga Nali Srijaya Sawah 1.7ha 1.7ha Ciherang Bonin Srijaya Sawah 1ha 1ha Mikongga Ilan Srijaya Sawah 1ha 1ha Ciherang Godi Srijaya Sawah 1ha 1ha Mikongga Minggu Srijaya Sawah 1ha 1ha Mikongga Dasman Srijaya Sawah 1ha 1ha Mikongga Ronah Srijaya Sawah 0.5ha 0.5ha Mikongga Isin Srijaya Sawah 0.7ha 0.7ha Mikongga Senin Srijaya Sawah 0.3ha 0.3ha Mikongga 63

75 64 Lampiran 3 Rekapitulasi karakteristik usahatani nonslpht Nama responden Desa Jenis lahan Luas total Luas untuk padi (ha) (ha ) Varietas Mesan Srijaya Sawah Mikongga Miat Srijaya Sawah Mikongga Salih Srijaya Sawah Mikongga Sa an Srijaya Sawah Ciherang Mamad Srijaya Sawah 1 1 Mikongga Nimong Srijaya Sawah Mikongga Pai Srijaya Sawah 1 1 Mikongga Toyang Srijaya Sawah Ciherang Udin Srijaya Sawah Ciherang Nisan Srijaya Sawah 1 1 Mekongga Pungut Srijaya Sawah 2 2 Mikongga Bolon Srijaya Sawah Mikongga Kajum Srijaya Sawah 1 1 Mikongga Minggu Srijaya Sawah Mikongga Nesin Srijaya Sawah Mikongga Dambrut Srijaya Sawah Mikongga Alam Srijaya Sawah 1 1 Ciherang Neun Srijaya Sawah 1 1 Mikongga Gunin Srijaya Sawah 1 1 Mikongga Saad Srijaya Sawah Mikongga 64

76 65 Lampiran 4 Biaya dan pendapatan usahatani petani SLPHT Biaya produksi per luas lahan garapan * Rp Nama responden Pupuk Pupuk Tenaga Biaya Perolehan per hektar (kg) Benih Pestisida Padat Cair kerja total Rojin 0 1, ,980 4, Cimplong 0 1, ,160 3, Sada 0 1, ,520 4, Pardih 0 1, ,620 3, Gampang 0 1, ,800 3, Nasan 0 1, ,440 2, Emin 0 1, ,160 3, Niming 0 1, ,980 3, Sarih 0 1, ,620 3, Nimin 0 1, ,440 2, Tamin 0 1, ,700 4, Nali 0 1, ,710 2, Bonin ,080 2, Ilan ,170 1, Godi ,080 1, Minggu , Dasman , Ronah , Isin , Senin Rata-rata 0 1,

77 66 Lampiran 5 Biaya dan pendapatan usahatani petani nonslpht Biaya produksi per luas lahan garapan * Rp Nama responden Pupuk Pupuk Tenaga Biaya Perolehan per hektar (kg) Benih Pestisida padat cair kerja total Mesan Miat Salih Sa an , Mamad Nimong 0 1, , Pai Toyang Udin , Nisan , Pungut 0 1, , Bolon Kajum Minggu Nesin Dambrut 0 1, , Alam Neun Gunin Saad Rata-rata

78 67 Lampiran 6 Pengetahuan petani responden tentang budidaya tanaman Pernyataan B a SLPHT (%) nonslpht (%) S a TT a B a S a TT a Biji untuk benih sebaiknya berasal dari tanaman sehat Saat pemupukan, air sawah tidak menggenang supaya sebagian pupuk tidak hilang karena menguap dan terbawa air Pupuk kandang menggemburkan tanah Pemupukan lengkap adalah campuran urea dengan TSP dan KCL a B = Benar. S = Salah. TT = Tidak Tahu. Lampiran 7 Pengetahuan petani responden tentang pestisida dan penyemprotan Pernyataan B a SLPHT (%) nonslpht (%) S a TT a B a S a TT a Membaca label pestisida sebelum menggunakannya Pada saat menyemprot, seharusnya berjalan searah dengan arah angin Pada saat aplikasi pestisida, tubuh harus sehat dan fit Memilih tempat kerja yang bersih, terang, dan berventilasi baik untuk mencampur pestisida Menggunakan pakaian/perlengkapan pelindung jika hendak bekerja dengan pestisida Pencucian tangki bekas menyemprot tidak boleh dilakukan di kolam/sungai Untuk menghindari keracunan pestisida, penyemprotan tidak dilakukan menjelang panen Menyimpan pestisida di tempat khusus dan aman bagi siapa pun, terutama anak-anak a B = Benar. S = Salah. TT = Tidak Tahu. 67

79 68 Lampiran 8 Sikap petani terhadap pengendalian nonkimiawi Pernyataan SLPHT (%) a nonslpht (%) a S b TS b R b S b TS b R b Pergiliran tanaman membantu mengurangi serangan OPT Musuh alami perlu dilestarikan Memusnahkan sisa tanaman sakit membantu menekan serangan penyakit Pada saat dipertanaman menjumpai ulat, ulat diambil dan dimatikan Menyiangi gulma dengan tangan atau alat lebih menguntungkan daripada herbisida Setelah melakukan pemanenan, jerami padi biasanya dibakar a Jumlah responden untuk petani SLPHT = 20 orang dan petani nonslpht = 20 orang. b S = Setuju. TS = Tidak Setuju. R = Ragu-ragu. Lampiran 9 Sikap kecenderungan petani dalam mencampur pestisida Pernyataan S b SLPHT (%) a nonslpht (%) a TS b R b S b TS b R b Semua jenis pestisida dapat dicampur Pencampuran pestisida menghemat waktu Pencampuran pestisida perlu dilakukan bila pertanaman diserang berbagai jenis hama dan penyakit secara bersamaan Pencampuran pestisida mengurangi biaya pelaksanaan penyemprotan Kelemahan dari pestisida yang dicampur adalah daya bunuhnya menurun Dengan mencampur pestisida, beberapa jenis hama dan penyakit dapat 70 dikendalikan sekaligus a Jumlah responden untuk petani SLPHT = 20 orang dan petani nonslpht = 20 orang. b S = Setuju. TS = Tidak Setuju. R = Ragu-ragu. 68

80 69 Lampiran 10 Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida Pernyataan SLPHT (%) a nonslpht (%) a S b TS b R b S b TS b R b Bila harga hasil panen meningkat, penyemprotan dilakukan lebih sering Hanya dengan penyemprotan bejadwal, dapat menyelamatkan hasil 20 panen Adanya tetangga yang menyemprot, menunjukkan bahwa kita perlu 60 menyemprot Penyemprotan pestisida perlu seawal mungkin begitu ada gejala serangan Bila tersedia cukup uang untuk membeli pestisida, penyemprotan 30 sebaiknya secara berjadwal Bila setelah penyemprotan turun hujan, maka keesokan harinya pertanaman perlu disemprot lagi a Jumlah responden untuk petani SLPHT = 20 orang dan petani nonslpht = 20 orang. b S = Setuju. TS = Tidak Setuju. R = Ragu-ragu. 69

81 70 Lampiran 11 Sikap kepedulian petani terhadap dampak pestisida Pernyataan SLPHT (%) a nonslpht (%) a Tanaman yang sering disemprot pestisida dapat mengandung racun sehingga berbahaya bagi konsumen Berkurangnya udang dan berbagai jenis ikan di sungai berkaitan dengan penggunaan pestisida di pertanaman Penyemprotan yang terlalu sering dapat menyebabkan hama dan penyakit resisten terhadap pestisida Pestisida yang digunakan telah memperoleh ijin dari pemerintah sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan Penyemprotan pestisida tidak hanya membunuh hama/penyakit, tetapi juga dapat membunuh makhluk lain yang berguna di pertanaman a Jumlah responden untuk petani SLPHT = 20 orang dan petani nonslpht = 20 orang. b S = Setuju. TS = Tidak Setuju. R = Ragu-ragu. S b TS b R b S b TS b R b

82 Lampiran 12 Keberadaan kelompok tani yang mengikuti SLPHT di Kabupaten Bekasi Kecamatan Total SLPHT SLPHT Tambelang 12 5 Cibitung 14 7 Sukawangi 6 4 Cikarang barat 5 3 Bojong mangu 7 5 Cibarusah 8 4 Cikarang selatan 3 1 serang baru 7 5 Sukakarya 8 5 Cabangbungin 6 3 Muara gembong 4 2 Setu 9 5 tambun selatan 3 2 Tambun utara 9 6 Sukatani 14 9 Ciakarang timur 12 6 Kedung waringin 7 4 Karang bahagia 9 5 Cikarang utara 5 3 Ciakarang pusat 7 5 Babelan 13 6 Tarumajaya 5 2 Pebayuran 9 5 Total

83 72 2 Lampiran 13 Kegiatan selama penelitian: (A) proses wawancara petani, (B) petugas penyuluh memberikan pesan, (C) penutupan SLPHT bersama petugas penyuluh, petani, dan mahasiswa, (D) toko tani Desa Srijaya A B C D

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Syarat Tumbuh Padi merupakan tanaman ordo Graminales, family Graminae, genus Oryza, dan spesies Oryza spp.. Padi dapat tumbuh pada ketinggian 650 sampai 1500 m dpl dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Wilayah Kabupaten Bekasi secara geografis terletak pada 106 88 78 Bujur Timur (BT) dan 6 10 6 30 Lintang Selatan (LS). Secara administratif wilayahnya berbatasan

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI Disusun Oleh : WASIS BUDI HARTONO PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN BP3K SANANKULON Penyakit Blas Pyricularia oryzae Penyakit

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

KUESIONER PENGENDALIAN HAMA TERPADU TANAMAN PADI

KUESIONER PENGENDALIAN HAMA TERPADU TANAMAN PADI LAMPIRAN 46 47 KUESIONER PENGENDALIAN HAMA TERPADU TANAMAN PADI Lokasi : KARAKTERISTIK PETANI Nama : Umur : Pendidikan terakhir : Tanggungan keluarga : Pengalaman bertani (tahun) : Kursus/latihan pertanian

Lebih terperinci

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Yurista Sulistyawati BPTP Balitbangtan NTB Disampaikan dalam Workshop Pendampingan UPSUS Pajale, 18 April 2017 PENDAHULUAN Provinsi NTB: Luas panen padi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan.

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan. BLAS (BLAST) Patogen penyebab blas: Pyricularia grisea P. oyzae Cavara Magnaporthe grisea Magnaporthe oryzae Peyakit blas berkembang terbawa udara melalui konidia cendawan yang mungkin berasal dari inang.

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA MODUL BUDIDAYA PADI Produksi gabah padi di Indonesia rata-rata 4-5 ton/ha. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya membantu tercapainya ketahanan pangan nasional melalui peningkatan produksi padi berdasarkan asas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hama dan Penyakit pada Tanaman Pangan Page 1 Tanaman Padi

BAB I PENDAHULUAN. Hama dan Penyakit pada Tanaman Pangan Page 1 Tanaman Padi BAB I PENDAHULUAN Pentingnya padi sebagai sumber utama makanan pokok dan dalam perekonomian bangsa indonesia tidak seorangpun yang menyangsikannya. Oleh karena itu setiap faktor yang mempengaruhi tingkat

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu) Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI Oleh: Edi Suwardiwijaya Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Jl. Raya Kaliasin. Tromol

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal Oleh : Budi Budiman Nak, kemungkinan hasil panen padi kita tahun ini berkurang!, sebagian besar padi di desa kita terserang hama wereng. Itulah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Oleh : Dandan Hendayana, SP (PPL Kec. Cijati Cianjur) Saat ini tanaman padi hibrida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya peningkatan produksi

Lebih terperinci

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Organisme Pengangganggu an (OPT) utama yang menyerang padi ada 9 jenis, yaitu : Tikus, Penggerek Batang, Wereng Batang Coklat,

Lebih terperinci

I. KEBERADAAN OPT PADI

I. KEBERADAAN OPT PADI I. KEBERADAAN OT ADI ada periode 1-15 Mei 2015 dilaporkan pertanaman padi di Jawa Timur seluas 534.325,40 Ha dan terpantau 22 jenis OT yang menyerang tanaman dengan keberadaan serangannya (keadaan dan

Lebih terperinci

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan 5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Organisme Pengangganggu Tanaman (OPT) utama yang menyerang padi ada 9 jenis, yaitu : Tikus, Penggerek Batang, Wereng Batang

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI Oleh : M Mundir BPKK Nglegok I LATAR BELAKANG Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang menggangu pertumbuhan tanaman pokok

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PETANI KARAKTERISTIK USAHATANI

KARAKTERISTIK PETANI KARAKTERISTIK USAHATANI LAMPIRAN 57 Lampiran 1 Kuesioner pengendalian hama terpadu tanaman padi Lokasi : KARAKTERISTIK PETANI Nama : Umur : Pendidikan terakhir : Tanggungan keluarga : Pengalaman bertani (tahun) : Pekerjaan sampingan

Lebih terperinci

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata) Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut: Berikut merupakan beberapa contoh hama. a. Tikus Tikus merupakan hama yang sering kali membuat pusing para petani. Hal ini diesbabkan tikus sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi, mobilitas,

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan pertanian di Indonesia memiliki tujuan yang penting

Lebih terperinci

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Dewasa ini, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) ingin mewujudkan Sumsel Lumbung Pangan sesuai dengan tersedianya potensi sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah respon petani terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman ini berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman ini berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman ini berasal dari benua Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi

Lebih terperinci

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI Jln. Pramuka No. 83, Arga Makmur, Bengkulu Utara 38111 Phone 0737-521330 Menjadi Perusahaan Agrobisnis Nasional Terdepan dan Terpercaya Menghasilkan sarana produksi dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bekasi Secara administratif Kabupaten Bekasi termasuk salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili rumput berumpun yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat. Sampai saat ini

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG KLINIK TANAMAN (PTN 402) HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI DI DESA CINANGNENG KECAMATAN TENJOLAYA BOGOR

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG KLINIK TANAMAN (PTN 402) HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI DI DESA CINANGNENG KECAMATAN TENJOLAYA BOGOR LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG KLINIK TANAMAN (PTN 402) HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI DI DESA CINANGNENG KECAMATAN TENJOLAYA BOGOR disusun oleh: Kelompok 01 Lutfi Afifah A34070039 Zhenita Vinda Tri Handini

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman serealia penting dan digunakan sebagai makanan pokok oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya produksi padi sangat perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kedelai di Indonesia merupakan tanaman pangan penting setelah padi dan jagung. Kedelai termasuk bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi.

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU Malina Rohmaya, SP* Dewasa ini pertanian menjadi perhatian penting semua pihak karena pertanian memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang keberlangsungan kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merill.), merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman kedelai

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

OPT PADA TANAMAN PADI

OPT PADA TANAMAN PADI OPT PADA TANAMAN PADI Penyakit blas pada tanaman padi pada umumnya dapat menyerang tanaman pada bagian daun, batang, malai, dan gabah, tetapi umum pada daun dan leher malai. Gejala serangan yang muncul

Lebih terperinci

Mengenal Tikus Sawah

Mengenal Tikus Sawah AgroinovasI Mengenal Tikus Sawah Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama tanaman padi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primernya tersebut adalah makanan

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. 6 TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah Padi (Oryza sativa L.) berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumput-rumputan (Gramineae) yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Sesuai Dengan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Sasaran

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Sesuai Dengan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Sasaran PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Sesuai Dengan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Sasaran BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci